Oleh :
SONDANG PATRECHIA BR. SAGALA
NRP. 55195212777
Oleh:
SONDANG PATRECHIA BR. SAGALA
NRP. 55195212777
Menyetujui
Dosen Pembimbing,
Mengetahui,
Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Proposal Praktik Akhir untuk Karya Ilmiah Praktik Akhir (KIPA) yang berjudul
“Kelimpahan Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Di
Ekosistem Lamun Pulau Ketawai, Desa Kurau, Kabupaten Bangka Tengah,
Provinsi Bangka Belitung”
Proposal Praktik Akhir ini menjadi acuan penulis dalam melakukan praktik
akhir. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
guna perbaikan proposal ini.
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR.................................................................................................
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................................vi
1. PENDAHULUAN..................................................................................................
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2. Tujuan.........................................................................................................2
1.3 Batasan Masalah.........................................................................................2
2. TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................
2.1. Definisi Lamun............................................................................................3
2.2. Taksonomi dan Morfologi Lamun................................................................4
2.3 Klasifikasi Lamun.........................................................................................7
2.4. Fungsi Ekosistem Lamun.......................................................................13
2.5. Habitat dan Sebaran lamun...................................................................14
2.6. Parameter Fisika-Kimia Perairan...........................................................15
2.7 Makrozoobenthos........................................................................................17
3 METODE PRAKTIK.............................................................................................20
3.1. Waktu dan tempat praktik......................................................................20
3.2 Alat dan Bahan.......................................................................................20
3.3 Metode Pengambilan Data....................................................................21
3.4. Analisis Data.............................................................................................25
4 Rencana dan Anggaran Kegiatan......................................................................31
4.1 Rencana Kegiatan..................................................................................31
4.2 Anggaran Kegiatan................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................32
LAMPIRAN.............................................................................................................37
DAFTAR TABEL
memudahkan untuk bergeser dan bergerak ke tempat lain. Substrat berupa lumpur
biasanya mengandung sedikit oksigen dan karena itu organisme yang hidup di
dalamnya harus dapat beradaptasi pada keadaan tersebut (Ilahi & Mulyadi, 2014).
Padang lamun merupakan ekosisitem yang tinggi produktifitas organiknya,
tempat bagi organisme untuk mencari makan, tempat memijah, dan sebagai tempat
asuhan atau pembesaran. Salah satu organisme yang berasosiasi yaitu
makrozoobentos. Kelimpahan makrozoobentos sangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungannya, misalnya struktur komunitas lamun.
Aktivitas masyarakat secara langsung dan tidak langsung dapat
berpengaruh terhadap kualitas lingkungan perairan pulau Ketawai terkait dengan
padatnya aktivitas dan jalur transportasi nelayan. Mengingat kelimpahan
makrozoobentos sering dijadikan bioindikator untuk kualitas perairan, maka perlu
adanya penelitian dasar mengenai struktur komunitas makrozoobentos pada
padang lamun dengan tingkat kerapatan yang berbeda di Pulau Ketawai, Bangka
Tengah.
a.2. Tujuan
Adapun tujuan dari praktik akhir ini adalah sebagai berikut :
1) Mengkaji struktur komunitas ekosistem padang lamun di Pulau Ketawai,
Desa Kurau, Kecamatan Koba, Kabupaten Bangka Belitung, Provinsi
Bangka Belitung
2) Mengkaji parameter kualitas air pada ekosistem lamun di Pulau Ketawai,
Desa Kurau, Kecamatan Koba, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi
Bangka Belitung
3) Mengkaji stuktur komunitas makroozoobenthos pada vegetasi padang
lamun Pulau Ketawai, Desa Kurau, Kecamatan Koba, Kabupaten Bangka
Tengah, Provinsi Bangka Belitung.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Lamun
Lamun (seagrass) atau disebut juga ilalang laut adalah tumbuhan
berbunga (Angiospermae) yang hidup menyesuaikan diri sepenuhnya di dalam
air laut (Astutik et al., 2021). Semua tumbuhan lamun adalah tumbuhan berbiji
tunggal yang memiliki akar, rimpang (rhizoma), daun, bunga dan buah seperti
halnya tumbuhan darat (Tuapattinaya et al., 2021) Keberadaan lamun di laut
dapat menjadi bioindikator pencemaran logam berat karena meyerap dan
mengakumulasi bahan pencemar. Logam berat umumnya mempunyai sifat toksik
dan berbahaya bagi organisme hidup, walaupun beberapa diantaranya
diperlukan dalam jumlah kecil (Supriyantini et al., 2016).
Istilah lamun untuk seagrass, pertama tama diperkenalkan oleh Hutomo
dimana merupakan satu-satunya kelompok tumbuhan hidup di perairan laut
dangkal. Lamun tumbuh padat membentuk padang, sehingga dikenal sebagai
padang lamun (seagrass beds) (Ario et al., 2019). Padang lamun merupakan
salah satu ekosistem di perairan pesisir yang memiliki produktivitas organik yang
tinggi. Produktivitas tersebut berasal dari serasah yang telah membusuk,
ditambah epifik dan fitoplankton yang ada di lamun serta partikel tersuspensi
yang terperangkap di lamun. Bahan organik mengalami proses dekomposisi
menjadi sumber nutrien yang akan digunakan kembali oleh lamun dan beberapa
organisme yang ada di lamun. Makrozoobentos merupakan kumpulan organisme
yang hidup di dasar perairan yang dapat berperan sebagai penghubung aliran
energi dan siklus materi dari produsen ke konsumen tingkat tinggi dalam perairan
(Ratnawati & Batau, 2017).
Padang lamun memiliki tiga kategori vegetasi, yaitu, padang lamun
tunggal, asosiasi dua atau tiga jenis lamun dan vegetasi campuran (mixed
seagrass beds). Biota yang berasosiasi dan menghabiskan waktu di lamun
sebagai tempat asuhan, akan memiliki nilai ekonomi tinggi saat mencapai usia
tangkapan, seperti baronang, kepiting bakau, beberapa ikan karang bahkan
dugong. Biota-biota asosiasi ini akan sangat bergantung pada padang lamun
sebagai tempat hidup, mencari makan, dan memijah (Aji et al., 2020).
Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di laut dangkal yang
paling produktif, karena dapat berperan penting dalam menunjang kehidupan
dan perkembangan jasad hidup di laut dangkal. Salah satu jenis lamun yang
banyak ditemukan di daerah tropis adalah Enhalus acoroides. Janis lamun tropis
ini adalah jenis yang berukuran paling besar dibandingkan jenis lamun tropis
lainnya. Lamun Enhalus acoroides dapat membentuk lamun monospesifik atau
hidup bersama jenis lamun lain (multispesifik).
Secara umum, semua jenis lamun mempunyai kapasitas untuk
mengurangi gerakan air, sehingga di bagian bawah air menjadi tenang.
Kemampuan lamun dalam mengurangi gerakan air dapat ditentukan oleh jenis
lamun dengan morfologi yang berbeda serta juga oleh kepadatan dan ketinggian
kanopi lamun.
4
Anatomi yang khas dari daun lamun adalah ketiadaan stomata dan
keberadaan kutikel yang tipis. Kutikel daun yang tipis tidak dapat menahan
pergerakan ion dan difusi karbon sehingga daun dapat menyerap nutrien
langsung dari air laut. Air laut merupakan sumber bikarbonat bagi tumbuh-
tumbuhan untuk penggunaan karbon inorganik dalam proses fotosintesis
(Furqon, 2018). Daun lamun memiliki kelimpahan epifit yang paling tinggi, karena
daun lamun mendapat pasokan cahaya dan nutrien serta pertukaran air paling
besar. Keberadaan lamun di wilayah estuari digunakan banyak organisme
sebagai perlindungan dan persembunyian dari predator pada saat kecepatan
arus tinggi dan juga sebagai sumber bahan makanan bagi organisme tersebut.
Organisme epifit merupakan salah satu organisme yang digunakan sebagai
bahan makanannya (Sarbini et al., 2016).
b. Enhalus acoroides
Enhalus acoroides merupakan salah satu lamun yang mempunyai
morfologi yang besar, daun panjang menyerupai pita (P = 30-150 cm; L =
1,25,1,75 cm) dengan ujung daun membulat. Daun tebal dan kuat berwarna hijau
gelap. Rhizomanya besar dan tebal (paling tipis 1 cm) memiliki serabut-serabut
hitam. Buah berukuran diameter 4-6 cm (Lanyon, 1986).
d. Cymodecea serulata
Cymodocea serrulata memiliki bentuk daun seperti garis lurus. Pada
subsrat pasir, rata- rata panjang daun 97,52 mm, rata-rata lebar daun 10,46 mm
dan pada subsrat pasir pecahan karang memiliki rata-rata panjang daun 76,47
mm, rata-rata lebar daun 10,56 mm, pada daun tersebut terdapat garis-garis
coklat yang memanjang seperti garis horizontal, seludang daun membentuk
segitiga (Ratnasari, 2019).
e. Syringodium isoetifolium
Syringodium isoetifolium memiliki daun berbentuk acicular, ujung daun
berbentuk runcing dan pangkal daun berbentuk runcing, selain itu memiliki
kloroplas yang banyak dan kutikula yang tipis, dan memiliki akar serabut
dengan rambut-rambut kecil yang halus dan tipis seperti benang berwarna
kecoklatan yang berfungsi sebagai jangkar untuk melekatkan tubuhnya pada
substrat berpasir agar tidak mudah rusak terkena hempasan ombak (Frasiandini
et al., 2012).
f. Halodule pinifolia
Halodule pinifoia tumbuh di substrat pasir berpasir atau berlumpur dari
pesisir atas ke daerah subtidal (Zulfikar & Zen, 2014), memiliki akar serabut yang
berukuran pendek, kecil, tipis dan halus. Akar ini mampu menembus pada
substrat yang halus, seperti lumpur. Daun dari Halodule pinifolia juga berukuran
kecil dan memanjang seperti jarum, rimpang berukuran kecil dan pendek, dan
termasuk lamun pionir (Hidayatullah et al., 2018).
g. Halophila ovalis
`Halophila ovalis memiliki daun yang berpasangan dengan tangkai daun
kecil yang tumbuh pada rhizoma kecil berwarna putih. Daun berbentuk oval dan
memiliki tulang daun lebih dari delapan. Pada daerah ini ditemukan ada
beberapa daun. Halophila ovalis berwarna merah kehitaman mengikuti tulang
tengah. Halophila ovalis di daerah ini tumbuh pada substrat pasir pecahan
karang dan pasir berlumpur. (Wuri, 2016).
h. Thalassodendron ciliatum
Thalassodendron ciliatum Spesies ini terdapat pada subtidal diatas dari
rata rata surut purnama hingga kedalaman setidaknya 10 m, seperti pada
Gambar 13. Tumbuhan ini dapat tumbuh di perairan dangkal, tetapi mungkin
membentuk padang luas sekitar terumbu karang dan dasar pasir berbatu
(Fajarullah et al., 2014).
k. Halophila spinulosa
Halophila spinulosa memiliki daun berbentuk bulat panjang, tiap kumpulan
daun 10 sampai 20 pasang. Tumbuh di perairan dangkal dengan substrat
berpasir dan berlumpur atau kadang kadang di terumbu karang (Syukur, 2015).
l. Halophila sulawesii
Spesies baru, Halophila sulawesi, tumbuh di perairan dalam di sekitar
pulau-pulau karang di Kepulauan Spermonde di barat daya Sulawesi, Indonesia.
Halophila sulawesii penampilannya mirip dengan Halophila ovalis. Memiliki
bunga tunggal jantan atau betina terpisah namun masih dalam rizhoma yang
13
sama. Terdapat gerigi halus pada bagian serrulated laminal margins dan
permukaan laminal gundul (Kuo, 2007).
yang membusuk yang terdapat pada celah-celah sedimen. Zat hara tersebut
secara potensial dapat digunakan oleh epifit apabila mereka berada dalam
medium yang miskin fosfat (Azkab, 2006).
Fungsi ekologi lamun lainnya sebagai penangkap sedimen, daun lamun
yang lebat akan memperlambat air yang disebabkan oleh arus dan ombak,
sehingga perairan disekitarnya menjadi tenang. Disamping itu, rimpang dan akar
lamun dapat menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat menguatkan dan
menstabilkan dasar permukaan. Jadi padang lamun yang berfungsi sebagai
penangkap sedimen dapat mencegah erosi (Rochmady, 2010). Fungsi ekologi
lamun yang menjadi topik penelitian ini sebagai penyerapan karbon dari proses
fotosintesis yang kemudian disimpan sebagai biomassa (Khairunnisa et al.,
2018).
2) Salinitas
Alat yang digunakn untuk mengukur adalah refraktometer dengan langkah
sebagai berikut :
a. Air yang diukur salinitasnya diteteskan ke permukaan kaca prisma
sebanyak
b. 1-2 tetes.
c. Kaca prisma pada refraktometer ditutup kembali.
d. Skala yang ditunjukkan refraktometer diamati dan dicatat, skala yang
ditunjukkan merupakan nilai salinitas perairan yang kita amati.
e. Refraktometer dibersihkan dengan menggunakan tissue.
3) pH
Alat yang digunakan adalah pH paper dengan skala. Adapun langkahnya
adalah sebagai berikut :
a. Kertas pH paper disiapkan sebanyak 1 unit.
b. Kemudian kertas pH paper dicelupkan ke dalam air laut.
c. Kerubahan warna dibandingkan dengan tabel pH.
5) Kecerahan
Kecerahan mendukung proses penetrasi sinar matahari sampai ke perairan
sehingga proses fotosintesis dapat berlangsung (Tebaiy et al., 2014). Kecerahan
pada lingkungan ekosistem lamun adalah sampai dasar perairan. Dengan
mengetahui kecerahan suatu perairan, kita dapat mengetahui sampai dimana
masih ada kemungkinan proses asimilasi dalam air, lapisan-lapisan manakah
yang jernih, yang agak keruh, dan yang paling keruh (Firmandana, 2014).
6) Kecepatan Arus
Alat yang digunakan adalah current drogue yang terbuat dari seng, semen,
dan tali dengan panjang tali 5 meter, kecepatan arus perairan tersebut adalah
hasil bagi dari panjang tali current drogue dengan waktu yang di perlukan untuk
membuat tali tersebut menegang, cara pengukuran dilakukan sebagai berikut :
a. Current drogue dimasukkan kedalam badan perairan. Waktu pada saat
alat dicelupkan ke perairan dicatat.
17
7) Kedalaman
Kedalaman diamati dengan menggunakan tali panjang yang diberi bandul
sebagai pemberat
a. Tali dimasukkan kedalam air hingga menyentuh dasar
b. Selanjutnya tali yang basah diukur panjangnya, itulah kedalaman laut
8) Substrat
Contoh substrat diambil pada setiap stasiun kemudian diamati secara visual
atau diraba menggunakan tangan, ditentukan dan dicatat jenis substrat dasar
yang ada pada sampel tersebut.
2.7 Makrozoobenthos
2.7.1 Definisi Makrozoobenthos
2 Benthos merupakan
invertebrata benthic yang
3 sebagian hidupnya berada di
dasar perairan, dengan
4 hidup menetap (sessile),
merayap, atau dengan
5 menggali lubang. Benthos
sering digunakan sebagai
6 bio-indikator llingkungan
karena memiliki motil yang
7 rendah. Faktor lingkungan baik
itu biotik maupun
18
48 bio-indikator llingkungan
karena memiliki motil yang
49 rendah. Faktor lingkungan
baik itu biotik maupun
50 abiotik sangat mempengaruhi
keberadaan benthos di
51 suatu lingkungan perairan
contohnya seperti
52 ketersediaan makanan pada
tingkat trofik makanan,
53 dan juga perubahan
parameter fisik maupun kimia
54 dalam lingkungan perairan.
Benthos sendiri dibagi
55 menjadi dua organisme yang
berbeda yaitu
56 fitobenthos atau benthos
nabati dan zoobenthos atau
57 benthos hewani (Subhan et
al., 2017)
23
58 Benthos merupakan
invertebrata benthic yang
59 sebagian hidupnya berada di
dasar perairan, dengan
60 hidup menetap (sessile),
merayap, atau dengan
61 menggali lubang. Benthos
sering digunakan sebagai
62 bio-indikator llingkungan
karena memiliki motil yang
63 rendah. Faktor lingkungan
baik itu biotik maupun
64 abiotik sangat mempengaruhi
keberadaan benthos di
65 suatu lingkungan perairan
contohnya seperti
66 ketersediaan makanan pada
tingkat trofik makanan,
67 dan juga perubahan
parameter fisik maupun kimia
24
3 METODE PRAKTIK
3.1. Waktu dan tempat praktik
Praktik akhir ini dilaksanakan pada tanggal 20 Februari – 20 Mei 2023.
Lokasi praktik akhir ini dilaksanakan di Pulau Ketawai, Desa Kurau, Kecamatan
Koba, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung. Adapun peta lokasi
pelaksanaan praktik akhir, adalah sebagai berikut:
Alat bantu
Perlengkapan
7. - 1 set pengamatan lamun
snorkling
Pada setiap kotak kecil, komposisi jenis lamun dicatat dengan bantuan
panduan identifikasi lamun. Penilai penutupan lamun perjenis dapat dilihat
seperti pada Tabel 2 :
30
5. Kosong 0
Keterangan :
1) Karakteristik substrat diamati secara visual dan dengan memilinnya
menggunakan tangan, lalu dicatat. Karakteristik substrat dibagi menjadi:
berlumpur, berpasir, rubble (pecahan karang).
2) Pengamatan dilakukan setiap 10 meter sampai meter ke-100 (0m, 10m, 20,
30m, dst.) atau sampai batas lamun, apabila luasan padang lamun kurang
dari 100 m.
3) Patok dan penanda dipasang pada titik terakhir.
4) Posisi titik terakhir ditandai dengan GPS dan catat koordinat (Latitude dan
Longitude) serta kode di GPS pada lembar kerja lapangan.
2) Salinitas
Alat yang digunakan untuk mengukur adalah refraktometer dengan langkah
sebagai berikut :
a. Air yang diukur salinitasnya diteteskan ke permukaan kaca prisma
sebanyak
b. 1-2 tetes.
c. Kaca prisma pada refraktometer ditutup kembali.
d. Skala yang ditunjukkan refraktometer diamati dan dicatat, skala yang
ditunjukkan merupakan nilai salinitas perairan yang kita amati.
e. Refraktometer dibersihkan dengan menggunakan tissue.
32
5) Kecerahan
Kecerahan mendukung proses penetrasi sinar matahari sampai ke perairan
sehingga proses fotosintesis dapat berlangsung (Tebaiy et al., 2014). Kecerahan
pada lingkungan ekosistem lamun adalah sampai dasar perairan. Dengan
mengetahui kecerahan suatu perairan, kita dapat mengetahui sampai dimana
masih ada kemungkinan proses asimilasi dalam air, lapisan-lapisan manakah
yang jernih, yang agak keruh, dan yang paling keruh (Firmandana, 2014).
6) Kecepatan Arus
Alat yang digunakan adalah Current drogue yang terbuat dari seng, semen,
dan tali dengan panjang tali 5 meter, kecepatan arus perairan tersebut adalah
hasil bagi dari panjang tali current drogue dengan waktu yang di perlukan untuk
membuat tali tersebut menegang, cara pengukuran dilakukan sebagai berikut :
a. Current drogue dimasukkan kedalam badan perairan. Waktu pada saat
alat dicelupkan ke perairan dicatat.
b. Ketika current drogue membentang kencang atau menegang sepanjang
tali yang telah ditentukan dihentikan waktunya.
c. Kecepatan arus tersebut dihitung dan kemudian dicatat.
7) Kedalaman
Kedalaman diamati dengan menggunakan tali panjang yang diberi bandul
sebagai pemberat
a. Tali dimasukkan kedalam air hingga menyentuh dasar
b. Selanjutnya tali yang basah diukur panjangnya, itulah kedalaman laut
33
8) Substrat
Contoh substrat diambil pada setiap stasiun kemudian diamati secara visual
atau diraba menggunakan tangan, ditentukan dan dicatat jenis substrat dasar
yang ada pada sampel tersebut.
9) Pasang surut
Pengaruh pasang surut serta struktur substrat dapat mempengaruhi zonasi
sebagian jenis lamun dan pertumbuhannya (Oktavianti & Purwanti, 2014). Proses
pasang surut yang terjadi pada suatu perairan sangat berpengaruh terhadap
distribusi dan kelimpahan biota-biota laut, hal ini dikarenakan pola pasang surut
berhubungan dengan fase bulan. Pola pasang purnama (full moon) terjadi pada
fase bulan baru dan purnama sedangkan pola pasang perbani terjadi pada bulan
seperempat dan tiga perempat, dimana kekuatan pasang yang terjadi pada bulan
purnama lebih besar dari pada kekuatan pasang bulan perbani (Wahab et al.,
2018). Pasang surut juga mempengaruhi kecepatan arus di ekosistem padang
lamun (Latuconsina et al., 2019)
KJi= ¿
A
Keterangan :
KJi = Kerapatan jenis (tegakan/m²)
ni = Jumlah total tegakan spesies i (tegakan)
A = Luas daerah yang di sampling (1 m²)
KR= ¿ ×100 %
∑n
34
Keterangan :
KR = Kerapatan relatif (%)
ni = Jumlah individu jenis ke-i (ind/m²)
∑n = Jumlah individu seluruh jenis (ind/m²)
Pi
FJi=
∑P
Keterangan :
FJi = Frekuensi jenis ke-i
Pi = Jumlah petak sampel tempat ditemukan jenis ke-i
∑P = Jumlah total petak sampel yang diamati
Fi
FR=
∑F
Keterangan :
FR = Frekuensi relatif (%)
Fi = Frekuensi jenis ke-i
∑F = Jumlah frekuensi untuk seluruh jenis
ɑi
PJ =
A
Keterangan :
PJ = Penutupan jenis ke-i (%/m²)
ɑi = Luas total penutupan jenis ke-i (%)
A = jumlah total area yang ditutupi lamun (m²)
35
Pi
PR=
P
Keterangan :
PR = Penutupan relatif (%/m²)
Pi = Penutupan jeni ke-i (%/m²)
P = Penutupan seluruh jenis lamun (%/m²)
Kurang
2 Sedang Kaya/kurang 30 - 59,9
sehat
3 Rusak Miskin ≤ 29,9
INP=FR+ KR + PR
Keterangan :
INP = Indeks nilai penting
FR = Frekuensi relatif
KR = Kerapatan relatif
PR = Penutupan relatif
Keterangan :
H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon Weaner
Pi = 𝑛𝑖/𝑁 (peluang spesies i dari total individu) Indeks
keanekaragaman ditentukan dengan kriteria
H’<H’3 = keanekaragaman tinggi.
2
C=∑ ( ¿ )
N
Keterangan:
C = Indeks dominansi
Ni = Jumlah individu spesies-i
N = Jumlah individu seluruh spesies
Kategori indeks dominansi lamun dibagi atas 3, yaitu 0,00< C ≤ 0,50
termasuk kedalam kategori rendah; 0,50 < C ≤ 0,75 termasuk kedalam
kategori sedang, nilai indeks dominansi 0,75 < C ≤ 1,00 termasuk
kedalam kategori tinggi.
2C
IS = × 100%
a+b
Keterangan :
IS = Indeks Similaritas (%)
a = Jumlah spesies pada lokasi a
b = Jumlah spesies pada lokasi b
c = Jumlah spesies yang sama pada lokasi a dan b
37
3.4.2 Makrozoobenthos
1) Identifikasi Jenis Spesies
2) Kelimpahan Spesies, sebagai jumlah individu per satuan luas atau
volume (Widianingsih et al., 2021), yang dirumuskan sebagai berikut:
Kepadatan
( Indm )= Jumlah
2
individu suatu jenis
Luas plot pengamatan
3) Indeks keanekaragaman
Indeks yang digunakan untuk menentukan keanekaragaman spesies
adalah indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H'), dengan rumus
sebagai berikut menurut (Shannon and Wiener 1949 dalam (Widianingsih
et al., 2021)) :
'
H =−Pi∈(Pi)
Keterangan
H’ = Indeks Keanekaragaman
Pi = Proporsi jumlah individu (ni/N).
Kriteria indeks keanekaragaman (H') (Shannon and Wiener, 1949 dalam
(Widianingsih et al., 2021):
H'
E=
InS
Keterangan:
E = Indeks keseragaman
H' = Indeks keanekaragaman
S = jumlah spesies
1. Biaya transportasi
Jakarta-Bangka Tengah (PP) Rp. 500.000,00
2. Biaya akomodasi :
a. Makan (Rp.15.000 x 3 kali x 90 hari) Rp. 4.050.000,00
b. Penyusunan proposal Rp. 300.000,00
c. Penginapan (Rp. 550.000x90 hari) Rp. 4.950.000,00
d. Perlengkapan Alat Rp. 700.000,00
e. Lain-lain (biaya tak terduga) Rp. 500.000,00
DAFTAR PUSTAKA
Akhrianti, I., Bengen, D.G. & Setyobudiandi, I. 2014. Distribusi Spasial Dan
Preferensi Habitat Bivalvia di Pesisir Perairan Kecamatan Simpang
Pesak Kabupaten Belitung Timur. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan
Tropis, 6(1):171–186.
Alita, A., Henri, H., Lingga, R., Sonia, A., Fitri, G., Irawati,Putri, S.G.& Salsabila,
A. 2021. Keanekaragaman Bivalvia dan Gastropoda di Pulau Nangka
Kabupaten Bangka Tengah. Ekotonia: Jurnal Penelitian Biologi, Botani,
Zoologi dan Mikrobiologi, 06(1):23–34
Abrianti, I. A. S. I., Supriharyono, S., & Sulardiono, B. (2018). Kelimpahan
Epifauna Pada Ekosistem Lamun Dengan Kedalaman Tertentu Di Pantai
Bandengan, Jepara (Epifauna Abundance in Seagrass Ecosystem with
Specific Depth at Bandengan Beach, Jepara). Management of Aquatic
Resources Journal (Maquares), 6(4), 376–383.
Angelia, D., Adi, W., & Adibrata, S. (2019). Keanekaragaman dan Kelimpahan
Makrozoobentos di Pantai Batu Belubang Bangka Tengah. Akuatik. 13(1),
68-78.
Adrim, M. (2006). Asosiasi ikan di padang lamun. Oseana, 31(4), 1–7.
Ahmad, A. (2018). Identifikasi Filum Mollusca (Gastropoda) di Perairan Palipi
Soreang Kecamatan Banggae Kabupaten Majene [PhD Thesis].
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Aji, F. B., Febrianto, S., & Afiati, N. (2020). Estimasi stok karbon di padang lamun
pulau nyamuk dan pulau kemujan, Balai Taman Nasional Karimunjawa,
Jepara. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kelautan Tropis, 12(3), 805–819.
Allamah, D. D. (2016). Struktur Komunitas Lamun Di Pantai Sindangkerta
Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya [PhD Thesis]. FKIP
UNPAS.
Allifah, A. N., & Rosmawati, R. (2018). Hubungan Kerapatan Lamun dengan
Kepadatan Bivalvia di Pesisir Pantai Ori Kecamatan Pulau Haruku.
Biosel: Biology Science and Education, 7(1), 81–96.
Amri, K., Setiadi, D., Qayim, I., & Djokosetiyanto, D. (2011). Dampak aktivitas
antropogenik terhadap kualitas perairan habitat padang lamun di
Kepulauan Spermonde Sulawesi Selatan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu
Kelautan. Universitas Hasanuddin.
Andriyono, S., Nindarwi, D. D., Kenconojatia, H., Budia, D. S., Azhar, M. H., &
Ulkhaq, M. F. (2016). Dominansi dan Diversitas Lamun dan
Makrozoobenthos pada Musim Pancaroba di Pantai Bama, Taman
Nasional Baluran, Situbondo [Dominance and Diversity of Seagrass and
Macrozoobenthos on Transition Season in Bama Beach, Baluran National
Park, Situbondo]. Jurnal Ilmiah Perikanan Dan Kelautan, 8(1), 36–44.
Ansari, R. A., Apriadi, T., & Syakti, A. D. (2020). Stok karbon lamun Thallasia
hemprichii dan sedimen Pulau Bintan Kepulauan Riau. Jurnal Ruaya:
Jurnal Penelitian Dan Kajian Ilmu Perikanan Dan Kelautan, 8(1).
Arfiati, D., Herawati, E. Y., Buwono, N. R., Firdaus, A., Winarno, M. S., &
Puspitasari, A. W. (2019). Struktur komunitas makrozoobentos pada
41
LAMPIRAN
6
46
Stasiun 1
Range
Stasiun 2
Range
Stasiun 3
Range
Stasun 4
Range
47