Anda di halaman 1dari 85

ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT

TERHADAP PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN


DAS BRANTAS

ANGGI PUTRI ANTIKA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
RINGKASAN

ANGGI PUTRI ANTIKA. Analisis Willingness to Accept Masyarakat terhadap


Pembayaran Jasa Lingkungan DAS Brantas. Dibimbing oleh ADI HADIANTO

Salah satu solusi guna mengatasi potensi konflik dan kompetisi dalam
pemanfaatan air adalah penerapan Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL). Dalam
penerapan PJL perlu adanya studi yang mengkaji mengenai besarnya nilai
pembayaran yang bersedia diterima oleh masyarakat sebagai penyedia jasa
lingkungan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis persepsi
petani terhadap program pembayaran jasa lingkungan DAS Brantas; (2)
mengestimasi besarnya dana kompensasi yang mau diterima petani atau
Willingness to Accept (WTA) terhadap pembayaran jasa lingkungan DAS Brantas;
(3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA responden terhadap
pembayaran jasa lingkungan DAS Brantas. Hasil dari penelitian ini diharapkan
dapat memberikan manfaat bagi stakeholder dalam pengelolaan dan pemanfaatan
DAS Brantas.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif
kualitatif, Contingent Valuation Method (CVM), dan analisis regresi. Analisis
deskriptif kualitatif digunakan dalam menganalisis presepsi masyarakat terhadap
program pembayaran jasa lingkungan. CVM digunakan untuk mengestimasi nilai
WTA masyarakat terhadap program pembayaran jasa lingkungan, sedangkan
analisis regresi digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai WTA.
Hasil analisis menunjukkan bahwa persepsi sebagian besar responden
menilai baik terhadap program pembayaran jasa lingkungan yang pernah berjalan.
Responden menilai baik terhadap program dikarenakan selama berjalanya
program responden terlibat langsung. Kendala-kendala yang dialami responden
akan di selesaikan bersama. Responden juga merasa puas karenakan perubahan
kualitas lingkungan yang semakin baik. Udara yang lebih sejuk serta kuantitas air
yang melimpah baik di musin kemarau maupun musim hujan. Responden juga
menilai cara penetapan nilai konpensasi cukup baik karena dianggap sesuai
dengan harapan.
Hanya lima dari 54 responden yang menyatakan tidak bersedia menerima
nilai pembayaran sesuai dengan skenario yang ditawarkan dengan alasan mereka
sudah terlalu tua atau tidak ada waktu lagi untuk mengurus lahan mereka. Selain
itu, beberapa responden mengatakan tanah mereka juga akan dibagi kepada anak-
anaknya. Responden yang tidak bersedia pada umumnya adalah responden dengan
usia lanjut atau tua.
Berdasarkan hasil analisis CVM diperoleh nilai dugaan rataan WTA
responden adalah Rp 8.265 per pohon per tahun. Jika dilakukan penyesuaian nilai
pembayaran dengan jumlah pohon yang ada pada 17 ha lahan yang diikutkan pada
program, maka nilai total yang harus diserahkan kepada Kelompok Tani Sumber
Urip adalah Rp 63.938.000 per tahun. Evaluasi pelaksanaan CVM dilakukan
dengan melihat nilai R2 analisis berganda yaitu sebesar 43,6%. Nilai R2 yang kecil
ini disebabkan oleh pengambilan data primer cross section yang dilakukan pada
waktu yang hampir bersamaan untuk populasi belum dapat menangkap keragaman
yang ada secara keseluruhan.
Sementara itu, faktor-faktor yang diduga mempengaruhi nilai WTA
responden adalah jumlah pohon yang diikutkan dalam program PJL, tingkat
pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, lama tinggal,
kepuasan responden terhadap besarnya nilai kompensasi. Setelah dilakukan
analisis regresi berganda dengan menggunakan Minitab for Windows Release 14,
diperoleh bahwa nilai WTA responden Kelompok Tani Sumber Urip dipengaruhi
oleh dua faktor yaitu jumlah pohon yang diikutsertakan dalam program
pembayaran jasa lingkungan dan jumlah tanggungan responden.

Kata Kunci : Pembayaran Jasa Lingkungan, WTA

ii

ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT


TERHADAP PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN
DAS BRANTAS

ANGGI PUTRI ANTIKA


H44061846

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Judul Skripsi : Analisis Willingness to Accept Masyarakat terhadap Pembayaran
Jasa Lingkungan DAS Brantas
Nama : Anggi Putri Antika
NIM : H44061846

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Adi Hadianto, S.P, M.Si


NIP:19790615 200501 1 004

Mengetahui,
Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Dr.Ir. Aceng Hidayat, MT


NIP: 19660717 199203 1 003

Tanggal Lulus :
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL


ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT TERHADAP
PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DAS BRANTAS BELUM PERNAH
DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN
MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK
TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR
HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN
YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN
KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM
NASKAH.

Bogor, April 2011

Anggi Putri Antika


H44061846

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Anggi Putri Antika, dilahirkan pada tanggal

03 Oktober 1988 di Malang. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara,

dari pasangan Supardi dan Sri Syahadatina. Penulis menamatkan sekolah dasar di

SDN Tunjungsekar 03 Malang, kemudian melanjutkan ke SLTPN 11 Malang dan

lulus pada tahun 2003. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMU

Laboratorium Universitas Negeri Malang dan lulus pada tahun 2006.

Setelah menyelesaikan pendidikan 12 tahun, penulis melanjutkan

pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Penulis diterima di perguruan tinggi

negeri yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk

IPB (USMI) pada tahun 2006. Pada tahun 2007, secara resmi diterima di

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL), Fakultas Ekonomi dan

Menejemen (FEM), IPB.

Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif dalam beberapa kegiatan

kemahasiswaan. Pada tahun 2007 aktif sebagai staf Information And

Comunication REESA IPB hingga tahun 2008. Pada Tahun 2008 penulis

menerima dana hibah Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang pengabdian

masyarakat dengan judul Pembudidayaan Jahe dan Pengembangannya Menjadi

Usaha Jahe Instan di Wilayah Padat Pemukiman Posdaya Tegal Gundil, Kota

Bogor.
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat,

hidayah, karunia serta segala pertolongan dan kemudahan yang diberikan-Nya,

hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Willingness

To Accept Masyarakat terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan DAS Brantas.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Program Sarjana

Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas

Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini dilatarbelakangi oleh potensi penebangan secara berlebihan

oleh masyarakat sekitar DAS Brantas. DAS Brantas merupakan sumber mata air

yag menopang kegiatan ekonomi Kota Malang dan Kota Batu. Solusi yang dapat

diterapkan yaitu Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL). Oleh karena itu, perlu

dilakukan analisis Willingness to Accept (WTA) dengan menggunakan

pendekatan Contingent Valuation Method (CVM).

Kesempurnaan hanyalah milik Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari

bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kelemahan dan kekurangan.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang

membutuhkan.

Bogor, April 2011

Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan syukur yang tak terhinggga kepada Allah SWT yang

memberikan izin serta ridho-Nya atas terlaksananya penelitian ini. Penulis pun

mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan dan

dukungan serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Adi Hadianto, S.P, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran dan perhatiannya.

2. A. Faroby Falatehan, S.P, ME dan Nuva, S.P, M.Sc yang berkenan sebagai

dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran.

3. Ayahanda Supardi, ibunda Sri Syahadatina atas doa, motivasi dan semangatnya

dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Kartomo sebagai Ketua Kelompok Tani Sumber Urip, Perum Jasa Tirta

I dan instansi-instansi lainnya yang telah membantu dalam penelitian.

5. Adnan Rifaie Ulya dan Haidar Rifaie Mulyana, atas doa dan semangat yang

telah diberikan kepada penulis.

6. Rekan-rekan satu bimbingan Dwi Handayani, Eka Ratnawati dan Luki Amirul

Samsi yang telah memberikan dukungan.

7. Keluarga besar ESL 43, teman terbaik sebagai batu pijak meraih mimpi.

Sahabat-sahabat Sari, Rahmi, Emil, Tina, Bryan, Aryo, Ulhaq dan Meirina

atas suka duka dan kebersamaan dalam ruang dan waktu.

8. Seluruh dosen dan staf departemen yang telah membantu selama penulis

menyelesaikan studi di ESL.


DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN.. i
HALAMAN PENGESAHAN .... iv
HALAMAN PERNYATAAN................................................................. v
RIWAYAT HIDUP. vi
KATA PENGANTAR. vii
UCAPAN TERIMA KASIH... viii
DAFTAR ISI............................................................................................ ix
DAFTAR TABEL.................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR............................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ xiv
I. PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang....................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah............................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian................................................................. 5
1.5 Ruang Lingkup Penelitian..................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 7
2.1 Sumberdaya Alam dan Lingkungan....................................... 7
2.1.1 Jasa Lingkungan..................................................... 7
2.1.2 Daerah Aliran Sungai.............................................. 8
2.2 Nilai Ekonomi Suberdaya Alam dan Lingkungan................. 9
2.3 Pembayaran Jasa Lingkungan................................................ 11
2.3.1 Pengertian Pembayaran Jasa Lingkungan............... 11
2.3.2 Mekenisme Pembayaran Jasa Lingkungan............. 12
2.3.3 Mafaat Pembayaran Jasa Lingkungan..................... 13
2.4 Metode Estimasi Penilaian Jasa Lingkungan......................... 13
2.4.1 Konsep Contingent Valiation Method (CVM)........ 14
2.4.2 Tahapan Contingent Valiation Method (CVM)...... 15
2.5 Penelitian Terdahulu.............................................................. 16
III. KERANGKA PEMIKIRAN.............................................................. 18
3.1 Kerangka Teoritis................................................................... 18
3.1.1 Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Accept
Responden. 18
3.1.2Langkah-langkah untuk mengetahui Nilai
Willingness to Accept Responden.......................... 18
3.1.3 Analisis Regresi Linier ...... 21
3.2 Kerangka Operasional............................................................ 22
IV. METODE PENELITIAN.................................................................. 26
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian................................................ 26
4.2 Jenis dan Sumber Data........................................................... 26
4.3 Penentuan Jumlah Responden................................................ 27
4.4 Metode Pengumpulan Data.................................................... 27
4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data.................................. 27
4.5.1 Analisis Persepsi Petani Terhadap Program
Pembayaran jasa lingkungan............................... 28
4.5.2 Estimasi Nilai WTA Responden Terhadap
Pembayaran Jasa Lingkungan.............................. 28
4.5.3 Analisis Fungsi WTA........................................... 29
4.6 Hipotesa................................................................................. 29
4.7 Pengujian Parameter.............................................................. 30
V. GAMBARAN UMUM... 33
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian.. 33
5.2 Kependudukan... 35
5.3 Krakteristik Sosial Ekonomi Responden... 36
5.3.1 Jenis Kelamin.. 36
5.3.2 Usia. 37
5.3.3 Lama Pendidikan Formal 38
5.3.4 Jumlah Tanggungan 39
5.3.5 Tingkat Pendapatan. 39
5.3.6 Lama Tinggal.. 40
5.3.7 Status Kepemilikan Lahan.. 41

VI. PERSEPSI TERHADAP PROGRAM PEMBAYARAN JASA


LINGKUNGAN... 43
6.1 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan... 42
6.2 Pengetahuan Responden Mengenai Peran Penting Serta
Usaha Konservasi DAS Brantas... 44
6.3 Pengetahuan Responden Mengenai Program Pembayaran
Jasa Lingkungan... 45
6.4 Penilaian Responden Terhadap Program Pembayaran Jasa
Lingkungan....... 48
6.5 Penilaian Responden Terhadap Cara Penetapan Nilai
Pembayaran Jasa Lingkungan.. 49

VII. ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT 51


7.1 Analisis Kesediaan Responden.. 51
7.2 Analisis Willingness to Accept (WTA). 52
7.3Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai
Willingness to Accept (WTA)... 55
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 61

8.1 Kesimpulan 61
8.2 Saran.. 61
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 63
LAMPIRAN............................................................................................. 65

xi

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1 Metode Analisis Data ... 29
2 Luas Wilayah Desa Tlekung Menurut Penggunaannya Tahun
2007... 34
3 Struktur Mata Pencaharian Penduduk Desa Tlekung Tahun
2007... 36
4 Peran Penting DAS Brantas.. 43
5 Alasan Perusahaan Membayarkan Dana Kompensasi.. 46
6 Besaran WTA Responden..... 52

7 Besaran Nilai WTA Responden.... 53

8 Total WTA Responden..... 54

Hasil Analisis Nilai WTA Responden.. 55


9

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan............................... 12
2 Diagram Alur Kerangka Pemikiran.......................................... 26
3 Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin 38
4 Sebaran Responden Menurut Usia 38
5 Sebaran Responden Menurut Lama Pendidikan Formal.. 39
6 Sebaran Responden Menurut Jumlah Tanggungan... 40
7 Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendapatan... 41
8 Sebaran Responden Menurut Lama Tinggal. 41
9 Penilaian Responden Mengenai Pentingnya Usaha
Konservasi. 44
10 Pengetahuan Responden Mengenai Pihak yang Memberikan
Kompensasi dalam Pembayaran Jasa Lingkungan... 45
11 Pengetahuan Responden Mengenai Perannya dalam Program
Pembayaran Jasa Lingkungan... 46

12 Penilaian Responden terhadap Program Pembayaran Jasa


Lingkungan... 47

13 Kepuasan Responden terhadap Nilai Pembayaran Jasa


Lingkungan... 49

14 Kesediaan Responden dalam Menerima Nilai Pemabayaran


Jasa Lingkungan 50

15 Dugaan Kurva Tawaran WTA Responden... 53


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1 Hasil Estimasi Model WTA..................................................... 66
2 Hasil Run Test. 68
3 Hasil Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov. 69
4 Hasil Uji Glesjer.. 70
5 Dokumentasi Kondisi Lahan Sebelum dan Sesudah Program
Pembayaran Jasa Lingkungan.. 71

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kaya akan sumber daya alam baik sumber

daya alam terbaharukan maupun tidak. Udara, lahan, air, minyak bumi, hutan dan

lain-lain merupakan sumber daya yang penting dalam menopang hidup manusia.

Menurut Fauzi (2006), hutan termasuk sumber daya alam terbarukan. Sumber

daya ini merupakan asset multi guna yang tidak saja menghasilkan produk seperti

kayu, rotan, getah, dan lain-lain, tetapi juga memiliki nilai lain berupa jasa

lingkungan.

Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, hutan

adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam

hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang

satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan memiliki bebagai manfaat

yang dapat diberikan bagi kehidupan manusia. Menurut Nilsson dalam Suhendang

(2002) macam-macam fungsi hutan dapat dikelompokan ke dalam fungsi untuk:

1) menghasilkan kayu industri, 2) menghasilkan kayu bakar dan arang, 3)

menghasilkan hasil hutan bukan kayu, 4) menyediakan lahan untuk pemukiman

manusia dan pertanian, 5) memberikan perlindungan terhadap siklus air dalam

Daerah Aliran Sungai (DAS) dan pengendalian erosi, 6) tempat penyimpanan

karbon, 7) pemeliharaan keanekaragaman hayati dan habitat serta, 8) obyek

ekoturisme dan rekreasi alam. Terkait dengan fungsi hutan sebagai perlindungan

siklus air dalam DAS, keberadaan pohon-pohon dari hutan dalam DAS sangatlah

penting. Apabila pohon-pohon tersebut ditebang habis maka air hujan yang jatuh
dalam DAS akan langsung mengalir melalui aliran permukaan tanpa terserap

terlebih dahulu ke dalam tanah.

Air merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Peningkatan

jumlah penduduk terkadang menimbulkan masalah mengenai fluktuasi kuantitas

air serta penurunan kualitas air. Penyediaan air yang baik secara kualitas maupun

kuantitas erat kaitannya dengan pengelolaan DAS sebagai daerah sumber air.

Menurut Tim Studi PES RMI (2007) Sungai Brantas merupakan salah satu

sungai terbesar di Pulau Jawa. DAS Brantas sebagai sumber mata air bagi sektor

pertanian, industri serta jasa. Kontribusi DAS Brantas sangat besar bagi kegiatan

ekonomi di Kota Batu dan Kota Malang. Segala aktivitas ekonomi dapat berjalan

lancar apabila didukung dengan terjaganya kondisi hulu DAS Brantas Pada

awalnya, di daerah tersebut terdapat 13 mata air, akan tetapi saat ini jumlah mata

air tersebut semakin berkurang. Penyebab berkurangnya disebabkan aktifitas yang

berlebihan dari masyarakat, pengusaha, petani maupun penebang liar di hutan

sekitar mata air tersebut. Aktifias berlebihan tidak hanya menurunkan kuantitas air

namun juga menurunkan kualitas air.

Penurunan kualitas dan kuantitas air yang terjadi di DAS Brantas dapat

memicu konflik dan kompetisi dalam pemanfaatan air. Guna mengatasi potensi

konflik dan kompetisi diperlukan solusi dalam mengelola DAS Brantas. Salah

satu instrument ekonomi yang dapat mengatasi masalah tersebut adalah melalui

penerapan Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL). PJL merupakan pembayaran jasa

lingkungan antara pemanfaat jasa maupun penyedia jasa. Hal ini bertujuan agar

masyarakat di daerah hulu sebagai penyedia jasa lingkungan memperoleh intensif

atas upaya konservasi hutan dan upaya tata guna lahan bagi kepentingan tata guna

air di bagian hulu. Masyarakat di daerah hilir sebagai pemanfaat jasa lingkungan

dapat memanfaatkan ketersediaan air secara berkelanjutan sehingga dapat

mendukung berbagai kegiatan ekonomi.

Berdasarkan kondisi DAS Brantas saat ini, peneliti merasa perlu adanya

studi yang mengkaji mengenai besarnya nilai pembayaran yang bersedia diterima

oleh masyarakat sebagai penyedia jasa lingkungan. Kajian dilakukan dengan

menggunakan pendekatan Contingent Valuation Method (CVM). CVM

merupakan salah satu pendekatan ekonomi dalam menentukan nilai ekonomi dari

suatu barang lingkungan. CVM dapat memberikan informasi mengenai nilai

perbaikan jasa lingkungan berdasarkan jumlah nominal yang bersedia diterima

masyarakat.

1.2 Perumusan Masalah

Pembayaran jasa lingkungan (PJL) dalam model hubungan hulu-hilir di

DAS Brantas pernah dilaksanakan pada tahun 2004. PJL dilakukan antara Perum

Jasa Tirta I (PJT-I) sebagai pemanfaat dengan masyarakat Desa Tlekung

Kecamatan Junrejo Kota Batu. Masyarakat yang mengikuti program ini adalah

Kelompok Tani Sumber Urip Desa Tlekung Kecamatan Junrejo Kota Batu,

dikarenakan lahan-lahan yang digunakan dalam program ini adalah lahan yang

dikelola oleh para petani tersebut. PJT-I sebagai pihak yang wajib mengeluarkan

dana atas PJL DAS Brantas menyerahkan dana tersebut kepada Yayasan

Pengembangan Pedesaan (YPP). YPP merupakan pihak yang berperan sebagai

perantara dari proses PJL DAS Brantas. Kesepakatan antara YPP dengan petani

berlangsung selama 12 bulan.

Kesepakatan dalam hubungan hulu-hilir ini mewajibkan PJT-I

menyerahkan dana PJL sebesar Rp. 25.500.000 kepada masyarakat untuk lahan

seluas 17,72 ha. Dana dalam program ini diberikan kepada masyarakat dan

digunakan untuk pembelian bibit tanaman, pupuk untuk perawatan serta

melakukan pelatihan bagi para petani1. Masyarakat sebagai pihak yang menerima

dana PJL diwajibkan untuk melakukan penanaman dan pemeliharaan tanaman.

Pemeliharaan tersebut meliputi penyulaman, pemupukan, pengairan, penyiraman

dan lain sebagainya secara swadaya sampai tanaman tersebut masuk masa panen.

Hasil panen tanaman tersebut sepenuhnya sebagai milik masyarakat namun, untuk

hasil kayu masyarakat harus memperolehnya dengan sistem tebang pilih sesuai

dengan perjanjian. Sistem tebang pilih ini dimaksudkan untuk tetap menjaga

kondisi DAS Brantas.

Setelah program berjalan selama 12 bulan, pihak PJT-I akan melakukan

negoisasi kembali saat tanaman masyarakat tumbuh dengan baik. Pada tahun 2010

tanaman masyarakat khususnya tanaman kayu telah mulai memasuki masa panen,

sehingga PJT-I mulai merencanakan untuk melakukan negoisasi dengan

masyarakat untuk menentukan nilai PJL. Program ini merupakan program yang

seharusnya terlaksana secara berkesinambungan.

Oleh karena itu, diperlukan nilai yang sesuai dengan upaya masyarakat

dalam mengkonservasi DAS Brantas sesuai dengan presepsi petani tersebut. Nilai

dari dana pembayaran jasa lingkungan yang sesuai dengan upaya masyarakat

dalam mengkonservasi DAS Brantas akan mampu mendukung terlaksananya

pembayaran jasa lingkungan secara berkelanjutan. Sehingga, dalam penelitian ini

1
Hasil wawancara dengan Ketua Kelompok Tani Sumber Urip, Kartomo pada tanggal 29
November 2010

akan mencoba mencari nilai Willingness to Accept (WTA) terhadap PJL dari

presepsi petani atas upaya konservasi yang mereka lakukan di DAS Brantas.

Berdasarkan uraian diatas, beberapa permasalahan yang dapat ditarik

yaitu:

1. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap program pembayaran jasa

lingkungan DAS Brantas?

2. Berapakah besarnya dana kompensasi yang mau diterima masyarakat (WTA)

terhadap pembayaran jasa lingkungan DAS Brantas?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai WTA responden terhadap

pembayaran jasa lingkungan DAS Brantas?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis persepsi masyarakat terhadap program pembayaran jasa

lingkungan DAS Brantas.

2. Mengestimasi besarnya dana kompensasi yang mau diterima masyarakat

(WTA) terhadap pembayaran jasa lingkungan DAS Brantas.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA responden

terhadap pembayaran jasa lingkungan DAS Brantas.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian tentang penilaian jasa lingkungan diharapkan dapat

bermanfaat bagi:

1. Peneliti dan mahasiswa sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.

2. Perum Jasa Tirta I (PJT I) sebagai bahan masukan untuk melakukan

penyesuaian antara keinginan membayar PJT I sebagai pemanfaat jasa

lingkungan DAS Brantas dengan keinginan masyarakat sebagai penyedia jasa

lingkungan DAS Brantas.

3. Pemerintah daerah sebagai bahan pertimbangan terkait penerapan kebijakan

dalam pengelolaan DAS Brantas.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Wilayah penelitian dilakukan di Desa Tlekung, Kecamatan Junrejo, Kota

Batu

2. Objek penelitian adalah program pembayaran jasa lingkungan dan

masyarakat yang tinggal di wilayah penelitian.

3. Penelitian hanya dilakukan pada daerah hulu dari pembayaran jasa

lingkungan karena ingin melihat bagaimana partisipasi masyarakat dalam

program pembayaran jasa lingkungan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Sumberdaya didefinisikan sebagai sesuatu yang dipandang memiliki nilai

ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumberdaya adalah komponen dari

ekosistem yang menyediakan barang dan jasa yang bermanfaat bagi kebutuhan

manusia. Dalam pandangan Adam Smith, sumberdaya diartikan sebagai seluruh

faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan output (Fauzi, 2006).

Menurut Fauzi (2006), sumberdaya alam dapat diartikan sebagai segala

sumberdaya hayati dan non hayati yang dimanfaatkan umat manusia sebagai

sumber pangan, bahan baku dan energi. Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun

1990, sumberdaya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari

sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa) yang

bersama dengan unsur non hayati disekitarnya secara keseluruhan membentuk

ekosistem. Sumberdaya alam selain menghasilkan barang dan jasa yang dapat

dikonsumsi baik langsung maupun tidak langsung juga dapat menghasilkan jasa-

jasa lingkungan yang memberikan manfaat dalam bentuk lain, misalnya amenity

seperti keindahan, ketenangan dan sebagainya (Fauzi, 2006).

2.1.1 Jasa Lingkungan

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang tata hutan

dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan, jasa

lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya alam

dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya. Jasa

lingkungan dapat dimanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung.


Pemanfaatan secara langsung seperti rekreasi, sedangkan secara tidak langsung

seperti pengendali erosi dan banjir.

Menurut Wunder (2005), ada empat tipe jasa lingkungan yang saat ini

mengemuka yaitu:

1. Penyerap dan penyedia karbon (carbon sequestration and storage),

2. Perlindungan keanekaragaman hayati (biodiversity protection),

3. Perlindungan Daerah Aliran Sungai (wathershed protection), dan

4. Pelestarian keindahan bentang alam (protection of landscape beauty).

2.1.2 Daerah Aliran Sungai

Salah satu jasa lingkungan yang dihasilkan oleh ekosistem hutan yaitu

perlindungan Daerah Aliran Sungai (DAS). Menurut Asdak (1995), DAS

merupakan satuan wilayah tangkapan air (catchman area) yang dibatasi oleh

pemisah topografi yang menerima hujan, menampung dan mengalirkan ke sungai

dan seterusnya ke danau dan laut serta mengisi air bawah tanah. Menurut Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 2004 DAS didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan

yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang

berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah

hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah

topografis dan batas laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh

aktifitas daratan.

Menurut Pagiola et al. (2002), jasa perlindungan daerah aliran sungai

mencakup:

1. Pengaturan aliran air (water flow), pemeliharaan aliran musim kering dan

mengontrol banjir.

2. Pemeliharaan kualitas air, meminimalisir beban endapan (sediment load),

beban nutrient (misalnya, phosphorous dan nitrogen), beban kimia dan kadar

garam.

3. Control terhadap erosi tanah dan sedimentasi

4. Penurunan salinitas tanah dan atau pengaturan level air tanah.

5. Pemeliharaan habitat akuatik.

2.2 Nilai Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Beberapa sumberdaya termasuk ke dalam kategori barang publik (public

goods). Pemanfaatan barang publik sering menimbulkan masalah yaitu terjadi

konsumsi yang berlebihan. Menurut Fauzi (2006), berdasarkan ciri-cirinya, barang

publik memiliki dua sifat dominan berikut:

1. Non-rivalry (tidak ada ketersaingan) atau non-divisible (tidak habis).

Artinya, konsumsi seseorang terhadap barang publik tidak akan mengurangi

konsumsi orang lain terhadap barang yang sama. Misalnya uadara yang kita

hirup, dalam derajat tertentu tidak berkurang bagi orang lain dalam

menghirupnya.

2. Non-excludable (tidak ada larangan).

Artinya, sulit untuk melarang pihak lain untuk mengkonsumsi barang yang

sama. Seperti pada saat kita menikmati pemandangan laut yang indah di

pantai misalnya, kita tidak bisa atau sulit melarang orang lain tidak

melakukan hal yang sama karena pemandangan adalah public goods.

Sumberdaya alam dan lingkungan yang termasuk dalam barang publik

memerlukan penilaian secara ekonomi guna mengatasi masalah konsumsi secara

berlebihan. Nilai manfaat pada sumberdaya dan lingkungan dapat diperoleh

dengan memasukkan nilai manfaat yang ada tersebut. Komponen-komponen dari

nilai total ekonomi diantaranya adalah:

1. Nilai kegunaan konsumtif (use value)

Merupakan nilai yang diperoleh atas pemanfaatan dari sumberdaya alam. Use

value terdirir dari:

a. Nilai guna langsung (direct use) merupakan nilai yang diperoleh individu

dari pemanfaatan langsung sumberdaya alam dimana individu tersebut

berhubungan langsung dengan sumberdaya alam dan lingkungan.

b. Nilai guna tak langsung (indirect use) merupakan nilai yang didapat atau

dirasakan secara tidak langsung dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh

sumberdaya alam dan lingkungan.

2. Nilai kegunaan non konsumtif (non-use value)

Merupakan nilai sumberdaya alam dan lingkungan yang muncul karena

keberadaannya meskipun tidak dikonsumsi secara langsung. Nilai ini lebih

sulit diukur karena didasarkan pada preferensi individual terhadap

sumberdaya alam dan lingkungan daripada pemanfaatan langsung. Non-use

value terdiri dari:

a. Nilai keberadaan (existence value) merupakan nilai yang didasarkan pada

terpeliharanya sumberdaya alam tanpa menghiraukan manfaat dari

keberadaan sumberdaya alam dan lingkungan tersebut.

b. Nilai warisan (bequest value) merupakan nilai yang diberikan oleh

generasi saat ini terhadap sumberdaya alam dan lingkungan agar dapat

diwariskan pada generasi mendatang.

10

2.3 Pembayaran Jasa Lingkungan

2.3.1 Pengertian Pembayaran Jasa Lingkungan

Pembayaran jasa lingkungan (payment environmental services) secara

umum dapat didefinisikan sebagai mekanisme kompensasi dimana penyedia jasa

(services providers) dibayar oleh penerima jasa (services users). Pembayaran jasa

lingkungan adalah suatu mekanisme yang fleksibel, dimana dapat diadaptasi

dalam kondisi yang berbeda-beda (The Regional Forum on Payment Schemes for

Enviromental Services in Wathershed, the Third Latin American Congress on

Watershed Management, 2003)1. Pembayaran jasa lingkungan merupakan sebuah

transaksi sukarela (voluntary) yang melibatkan paling tidak satu penjual (one

seller), satu pembeli (one buyer) dan jasa lingkungan yang terdefinisi dengan baik

(weel-defined environmental services), dimana di sini berlaku pula prinsip-prinsip

bisnis hanya membayar bila jasa telah diterima (Wunder, 2005).

Menurut Tim Studi PES RMI (2007) pembayaran jasa lingkungan

didasarkan pada pemberian skema-skema kompensasi untuk menghargai upaya

masyarakat dalam mengelola ekosistem untuk menghasilkan jasa-jasa lingkungan

yang lebih baik. Dewasa ini ,negara maju serta beberapa negara berkembang

mulai membahas mengenai pembayaran jasa lingkungan. Pembayaran jasa

lingkungan antara lain dapat diterapkan pada pengelolaan daerah aliran sungai.

2
http://www.esp.or.id/wp-contant/uploads/pdf/fs/efs-en.pdf. Diakses pada tanggal 16 Maret 2010
pukul 08.30

11

2.3.2 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan

Menurut World Bank diacu dalam Wunder (2005), mekanisme

pembayaran jasa lingkungan akan dijelaskan pada Gambar 1.

Pemerintah Daerah

Penyedia Manfaat Mekanisme Mekanisme Pengguna Manfaat

Keuangan Pembayaran


Jasa Lingkungan

Gambar 1. Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan

Penyedia manfaat dalam skema ini berarti lingkungan yang menyediakan

suatu jasa lingkungan. Mekanisme pembayaran lingkungan ini tergantung oleh

mekanisme keuangan dan mekanisme pembayaran jasa lingkungan itu sendiri.

Kedua mekanisme tersebut sangat dipengaruhi oleh struktur pemerintah sehingga

manghasilkan suatu nilai yang sesuai dengan jasa lingkungan yang sesungguhnya

yang dibayarkan secara sukarela oleh penerima manfaat jasa lingkungan agar

dapat menghasilkan jasa lingkungan yang berkelanjutan untuk generasi

mendatang.

12

2.3.3 Manfaat Pembayaran Jasa Lingkungan

Pembayaran jasa lingkungan mempunyai manfaat apabila diterapkan

dalam pengelolaan sumberdaya dan lingkungan. Menurut Tim Studi PES RMI

(2007), manfaat dari pembayaran jasa lingkungan antara lain:

1. Dapat dimanfaatkan untuk membangun kepedulian masyarakat untuk

berpartisipasi dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang

lebih baik.

2. Dapat menfasilitasi penyelesaian konflik dan membangun kesepakatan di

antara para pelaku yang terlibat dalam pengelolaan SDA dan lingkungan.

3. Dapat meningkatkan rasionalitas (efisiensi) dalam pemanfaatan barang dan

jasa lingkungan (ekosistem) melalui penciptaan nilai atas barang dan jasa

tersebut yang menurut karakteristiknya sebagian besar diantaranya

merupakan non-marketable goods and services (NMGS).

4. Dapat dijadikan sumber pendanaan alternatif bagi upaya-upaya konservasi,

rehabilitasi dan pengelolaan SDA.

5. Sebagai peluang untuk mentransfer sumberdaya dari penerima manfaat

kepada penyedia jasa yang secara sosial ekonomi umumnya termarjinalkan.

2.4 Metode Estimasi Penilaian Jasa Lingkungan

Barang dan jasa lingkungan termasuk ke dalam barang yang tidak

memiliki nilai pasar (non-market value). Menurut Garrod dan Willis (1999),

terdapat dua kelompok utama pendekatan untuk menilai dan mengukur barang

tersebut, yaitu: (1) revealed preference approaches (revealed preference

techniques), dan (2) stated preference approaches (expressed preference

techniques). Revealed preference approaches merupakan pendekatan untuk

13

melihat bagaimana masyarakat membuat keputusan atas aktivitas-aktivitas yang

menghormati dan ramah terhadap kegunaan atau dampak lingkungan. Fokus dari

pendekatan ini adalah mengukur nilai kegunaan langsung (direct use value) dan

nilai kegunaan tidak langsung (indirect use value). Sedangkan stated preference

approaches merupakan pendekatan yang menggunakan pertanyaan nilai kegunaan

langsung dari individu-individu. Teknik ini juga dapat digunakan untuk mengukur

nilai kegunaan langsung (direct use value) dan nilai kegunaan tidak langsung

(indirect use value).

Menurut Yakin (1997), metode penilaian terhadap barang dan jasa

lingkungan saat ini telah berkembang sekitar 15 metode. Diantaranya adalah

Dose-Responsen Method (DRM), Hedonic Price Method (HPM), Travel Cost

Method (TCM), dan Averting Behaviour Method (ABM). Saat ini metode dalam

menilai barang dan jasa lingkungan yang paling popular adalah Contingent

Valuation Method (CVM). CVM dapat mengukur nilai dari barang dan jasa

lingkungan dengan secara langsung menanyakan kepada individu atau

masyarakat.

2.4.1 Konsep Contingent Valuation Method (CVM)

Menurut Fauzi (2006), pendekatan CVM disebut contingent (tergantung)

karena pada prakteknya informasi yang diperoleh sangat bergantung pada

hipotesis yang dibangun. Pendekatan CVM sering digunakan untuk mengukur

nilai pasif (nilai non-pemanfaatan) sumberdaya alam atau sering dikenal juga

dikenal dengan nilai keberadaan.

Fauzi (2006) menyatakan bahwa pendekatan CVM secara teknis dapat

dilakukan dengan cara yaitu: (1) dengan teknik eksperimental melalui simulasi

14

dan permainan, (2) dengan teknik survei. Pada hakikatnya CVM bertujuan untuk

mengetahui keinginan membayar (Willingness to Pay atau WTP) dari masyarakat

dan keinginan menerima (Willingness to Accept atau WTA) dari masyarakat.

Ketika individu yang ditanya memiliki hak atas sumberdaya, pengukuran yang

relevan adalah WTA kompensasi yang paling minimum atas hilang atau rusaknya

sumberdaya alam yang mereka miliki. Jika individu yang ditanya tidak memiliki

hak atas sumberdaya, pengukuran yang relevan adalah WTP utuk memperoleh

barang tersebut.

2.4.2 Tahapan Contingent Valuation Method (CVM)

Menurut Hanley dan Spash (1993), di dalam tahap operasional penerapan

pendekatan CVM terdapat lima tahap kegiatan atau proses, yaitu:

1. Membuat pasar hipotesis

Pada awal proses kegiatan CVM, seorang peneliti biasanya harus terlebih

dahulu membuat hipotesis pasar terhadap sumberdaya yang akan dievaluasi.

Dalam hal ini bisa membuat kuisioner. Kuisioner ini bisa terlebih dahulu diuji

pada kelompok kecil untuk mengetahui reaksi atas proyek yang akan

dilakukan sebelum proyek tersebut betul-betul dilaksanakan.

2. Mendapatkan nilai lelang (bids)

Tahap berikutnya dalam melakukan CVM adalah memperoleh nilai lelang.

Ini dilakukan dengan melakukan survei, baik melalui survei langsung dengan

kuisioner, wawancara melalui telepon, maupun lewat surat. Tujuan dari

survei langsung adalah untuk memperoleh nilai maksimum atau minimum

dari responden terhadap suatu proyek. Nilai lelang ini bisa dilakukan dengan

15

teknik permainan lelang (bidding game), pertanyaan terbuka, payment cards,

model referendum atau discrete choice (dischotomous choice).

3. Menghitung rataan WTP dan WTA

Tahap berikutnya adalah menghitung nilai rataan WTP setiap individu. Nilai

ini dihitung berdasarkan nilai lelang yang diperoleh pada tahap dua.

Perhitungan ini biasanya didasarkan pada nilai mean (rataan) dan nilai

median (tengah).

4. Memperkirakan kurva lelang (bid curve)

Kurva lelang atau bid curve diperoleh dengan, misalnya, meregresikan WTP

atau WTA sebagai variabel tidak bebas (dependent variable) dengan beberapa

variabel bebas.

5. Mengagregatkan Data

Tahap terakhir dalam teknik CVM adalah mengagregatkan rataan lelang yang

diperoleh pada tahap tiga. Proses ini melibatkan konversi data rataan sampel

ke rataan populasi secara keseluruhan. Salah satu cara untuk mengkonversi

ini adalah mengalikan rataan sampel dengan jumlah rumah tangga dalam

populasi (N).

2.5 Penelitian Terdahulu

Salah satu peneliti yang melakukan penelitian Pembayaran Jasa

Lingkungan DAS adalah Triani dari Sekolah Sarjana Program Studi Ekonomi

Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Triani (2005), melakukan

penelitian dengan judul Analisis Willingness to Accept Masyarakat terhadap

Pembayaran Jasa Lingkungan DAS Cidanau (studi kasus: Desa Citanam

Kabupaten Serang). Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

16

pendekatan CVM. Metode ini digunakan untuk mengkaji seberapa besar dana

yang bersedia diterima masyarakat.

Hasil dari penelitian Triani adalah Mekanisme pembayaran jasa

lingkungan lingkungan DAS Cidanau melibatkan Forum Komunikasi DAS

Cidanau; Desa Ciatanam, Desa Cikumbeun dan Desa Kadu Agung sebagai

penyedia jasa lingkungan (seller); dan PT. KTI sebagai pemanfaat jasa lingkungan

(buyer) dengan metode transaksi secara tidak langsung (indirect payment).

Responden menilai kualitas lingkungan semakin baik setelah adanya upaya

konservasi. Sebagian besar responden menilai baik terhadap program pembayaran

jasa lingkungan yang sedang berjalan. Cara penetapan nilai pembayaran dinilai

buruk oleh sebagaian besar responden. Hanya dua responden dari 43 responden

menyatakan tidak bersedia menerima nilai pembayaran sesuai skenario yang

ditawarkan dengan alasan program tidak membuat anggota kelompok kehilangan

tegakan pohon yang ada di atas lahan miliknya.

Nilai dugaan rataan WTA responden adalah Rp 5.056,98 per pohon per

tahun. Jika dilakukan penyesuaian nilai pembayaran terkait nilai rata-rata WTA

masyarakat, dengan jumlah pohon sebanyak 500 pohon per ha, maka nilai

pembayaran yang harus diserahkan kepada penyedia jasa lingkungan adalah Rp

2.528.490,00 per ha per tahun. Nilai total WTA responden sebesar Rp

2.718.125.000,00. Nilai WTA responden Kolompok Tani Karya Muda II

dipengaruhi oleh faktor nilai pendapatan dari pembayaran jasa lingkungan yang

selama ini diterima, kepuasan terhadap nilai pembayaran jasa lingkungan yang

selama ini diterima, jumlah pohon, tingkat pendapatan rumah tangga, lama

tinggal, dan penilaian terhadap cara penetapan nilai pembayaran.

17

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Teoritis

3.1.1 Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Accept Responden

Asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan pelaksanaan pengumpulan

nilai WTA dari masing-masing responden adalah:

1. Responden merupakan masyarakat yang terletak di lokasi program

pembayaran jasa lingkungan dan menerima pembayaran jasa lingkungan.

2. Perum Jasa Tirta I (PJT-I) sebagai pemanfaat jasa lingkungan bersedia

memberikan dana kompensasi atas upaya konservasi yang harus dilakukan

Kelompok Tani Sumber Urip.

3. Responden dipilih dari penduduk yang relevan dan merupakan kepala

keluarga dari masing-masing rumah tangga.

4. Harga yang ditawarkan kepada masyarakat dalam penentuan harga

penawaran dimulai dari Rp 5.000.

3.1.2 Langkah-langkah untuk mengetahui Nilai Willingness to Accept


Responden

Nilai WTA dalam penelitian ini dapat diperoleh dengan menggunakan

pendekatan CVM. Tahapan-tahapan dalam melakukan pendekatan CVM (Hanley

dan Spash, 1993) yaitu:

1. Membangun Pasar Hipotesis

Pasar hipotesis dalam penelitian ini dibangun atas dasar dikhawatirkan

terjadinya penebangan secara berlebihan pada tanaman petani yang telah

masuk masa panen. Program pembayaran jasa lingkungan DAS Brantas

pernah diterapkan pada tahun 2004 dan berlangsung selama 12 bulan. Dalam

18

program ini, masyarakat diharuskan melakukan konservasi yaitu dengan

melakukan penanaman serta pemeliharaan atas lahan miliknya. Dana yang

diberikan ke masyarakat sebesar Rp. 25.500.000. Nilai tersebut harus

disesuaikan kembali sehubungan dengan rencana negoisasi atas lanjutan

program pembayaran jasa lingkungan. Ketidaksesuaian nilai ini dapat

memicu masyarakat kembali ke pola kehidupan mereka yang membahayakan

kelestarian hutan DAS Brantas. Sehingga, penentuan nilai kompensasi

berdasarkan keinginan masyarakat menjadi penting. Pasar hipotesis dibentuk

dalam skenario berikut:

Skenario;

Supaya pengelolaan DAS Brantas lebih baik akan diajukan suatu

kebijakan baru yaitu peningkatan nilai kompensasi berdasarkan keinginan

masyarakat dalam program pembayaran jasa lingkungan dengan syarat

bahwa masyarakat harus meningkatkan upaya mereka dalam

mengkonservasi terhadap lahan mereka. Kebijakan ini bertujuan untuk

meningkatkan insentif bagi masyarakat dalam upaya mengkonservasi pohon

yang berada di atas lahan milik mereka sekaligus sebagai upaya dalam

meningkatkan kesejahteraan masyarakat di lokasi program pembayaran jasa

lingkungan. Sehubungan dengan hal tersebut akan ditanyakan apakah

masyarakat bersedia atau tidak menerima kebijakan tersebut serta berapakah

besarnya dana kompensasi yang sebenarnya bersedia masyarakat terima.

2. Mendapatkan Nilai Tawaran

Teknik yang digunakan untuk mendapatkan nilai tawaran WTA dalam

pebelitian ini adalah dengan metode bidding game. Metode ini

19

mempertanyakan nilai WTA dimana kepada responden ditawarkan harga

yang semakin meningkat sampai nilai maksimum yang mau diterima oleh

responden.

3. Memperkirakan Nilai Rataan WTA

Dugaan nilai rataan WTA dihitung dengan rumus:


EWTA =

dimana:

EWTA = Dugaan nilai rataan WTA


xi = Jumlah tiap data
n = Jumlah responden
i = Responden ke-I yang bersedia menerima dana kompensasi (i =
1,2,,k)

4. Memperkiraan Kurva WTA

Pendugaan kurva menggunakan nilai WTA sebagai variabel tak bebas dan

faktor-faktor yang mempengaruhinya sebagai variabel bebas.

WTA = f (JBTP, PNDP, PDDK, TNGG, LTGL, PUAS, )

dimana:
WTA = Nilai WTA responden
JBTP = Jumlah batang pohon dalam program (batang)
PNDP = Tingkat pendapatan rumah tangga (rupiah/ bulan)
PDDK = Tingkat Pendidikan (Tahun)
TNGG = Jumlah tanggungan (orang)
LTGL = Lama tinggal (tahun)
PUAS = Kepuasan responden terhadap besarnya nilai kompensasi
(bernilai 1 untuk puas dan 0 untuk tidak puas)

5. Menjumlahkan Data

Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai tengah penawaran

dikonversikan terhadap populasi yang dimaksud. Setelah menduga nilai

tengah WTA maka dapat diduga nilai WTA dari masyarakat dengan rumus:

20

TWTA =

dimana:
TWTA = Total WTA
WTAi = WTA individu ke-i
ni = Jumlah sampel ke-I yang bersedia menerima sebesar WTA
I = Responden ke-I yang bersedia menerima dana kompensasi (i = 1,
2, , k)

6. Mengevaluasi Penggunaan CVM

Evaluasi penggunaaan CVM adalah penilaian sejauh mana penggunaan CVM

telah berhasil. Pada tahap ini memerlukan pendekatan seberapa besar tingkat

keberhasilan dalam pengaplikassian penggunaan CVM. Evaluasi penggunaan

CVM dapat dilihat dari tingkat keandalan fungsi WTA. Uji atas evaluasi

dapat dilakukan dengan uji keandalan yang melihat nilai R-squares (R) dari

model OLS (Ordinary Least Square) WTA.

3.1.3 Analisis Regresi Linier

Untuk mendapatkan koefisien regresi parsial digunakan metode kuadrat

terkecil (Ordinary Least Square atau OLS). Metode OLS dilakukan dengan

pemilihan parameter yang tidak diketahui sehingga jumlah kuadrat kesalahan

pengganggu (Residual Sum of Squares atau RRS) yaitu = minimum

(terkecil). Metode ini mempunyai sifat-sifat karakteristik optimal, sederhana

dalam perhitungan dan umum digunakan. Asumsi utama yang mendasari model

regresi berganda dengan metode OLS adalah sebagai berikut (Firdaus, 2004):

1. Nilai yang diharapkan bersyarat (Conditional Expected Value) dari

tergantung pada tertentu adalah nol.

21

2. Tidak ada korelasi berurutan atau tidak ada korelasi (non-autokorelasi) artinya

dengan tertentu simpangan setiap Y yang manapun dari nilai rata-ratanya

tidak menunjukkan adanya korelasi, baik secara positif ataupun negatif.

3. Varians bersyarat dari adalah konstan. Asumsi ini dikenal dengan nama

homoskedastisitas.

4. Variable bebas adalah nonstokastik yaitu tetap dalam penyempelan berulang

jika stokastik maka didistribusikan secara independen dari gangguan .

5. Tidak ada multikolinieritas antara variable penjelas satu dengan yang lainnya.

6. didistribusikan secara normal dengan rata-rata dan varians yang diberikan

oleh asumsi 1 dan 2.

Apabila semua asumsi yang mendasari model tersebut terpenuhi maka

suatu fungsi regresi yang diperoleh dari hasil perhitungan pendugaan dengan

metode OLS dari koefisien regresi adalah penduga tak bias linier terbaik (Best

Linier Unbiased Estimator atau BLUE). Penyimpangan 2, 3, dan 5 memiliki

pengaruh yang serius sadangkan asumsi 1,4, dan 6 tidak.

3.2 Kerangka Operasional

DAS Berantas mempunyai peran penting bagi kehidupan dalam menopang

perekonomian wilayah Kota Malang serta Kota Batu. Hal yang menjadikan DAS

Brantas memiliki peran penting yaitu perannya sebagai penyedia air baku bagi

sejumlah agromerasi perkotaan di wilayah propinsi Jawa Timur yang

mengandalkan sektor pertanian, industri dan jasa. Peran penting lainnya adalah

keberadaan kawasan hutan konservasi.

Aktivitas ekonomi masyarakat secara berlabihan menyebabkan terjadinya

eksploitasi sumberdaya hutan. Sumberdaya hutan di daerah hulu telah

22

mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas serta kuantitas air setiap tahunnya,

sehingga menunjukan ketersediaan air yang memiliki kecenderungan menurun. Di

sisi lain permintaan akan air semakin mengalami peningkatan. Berawal dari

permasalahan tersebut muncul gagasan mengenai hubungan hulu-hilir dengan

program pembayaran jasa lingkungan yang diharapkan mampu menjadi solusi

bagi pengelolaan DAS Brantas secara umum, serta khususnya untuk keberlanjutan

ketersediaan air.

Program pembayaran jasa lingkungan ini pernah dilakukan di Desa

Tlekung, Kecamatan Junrejo, Kota Batu pada tahun 2004 selama 12 bulan. Nilai

kompensasi yang dibayarkan kepada masyarakat didasarkan pada kesepakatan

antara Kelompok Tani Sumber Urip dengan Perum Jasa Tirta I. Setelah lima

tahun program berjalan tanaman masyarakat telah memasuki masa panen.

Beberapa masyarakat telah menebang tanaman mereka. Dikhawatirkan akan

terjadi penebangan yang dilakukan secara berlebihan seperti yang pernah terjadi

di desa tersebut. Berdasarkan permasalahan tersebut, dilakukan serangkaian

penelitian yang mengkaji mengenai presepsi petani sebagai penyedia jasa

lingkungan terhadap program pembayaran jasa lingkungan yang ada, estimasi

nilai Willingness to Pay (WTA) petani serta faktor-faktor apa sajakah yang

mempengaruhi nilai tersebut.

Kajian mengenai presepsi penyedia jasa lingkungan terhadap program

pembayaran jasa lingkungan yang ada akan akan dilakukan dengan menggunakan

analisis deskriptif kuantitatif. Analisis mengenai estimasi nilai keinginan

masyarakat untuk menerima kompensasi (WTA) dilakukan dengan menggunakan

tahapan-tahapan dalam pendekatan CVM. Analsis mengenai faktor-faktor

23

apasajakah yang mempengaruhi nilai WTA dilakukan dengan analisis regresi

linier. Hasil dari penelitian diharapkan biasa menjadi rekomendasi sebagai bahan

pertimbangan dalam pengambilan keputusan mengenai program pembayaran jasa

lingkungan dalam pengelolaan DAS Brantas. Alur penelitian yang lebih jelas

dapat dilihat pada diagaram alur kerangka berpikir pada Gambar 2.

24

Peran Penting DAS Brantas

Penyedia air baku Keberadaan Hutan


Konservasi

Penurunan kualitas dan kuantitas air Eksploitasi sumberdaya


hutan

Mekanisme pembayaran jasa lingkungan

Persepsi Estimasi Faktor-faktor yang

penyedia Nilai WTA mempengaruhi

jasa nilai WTA

lingkungan

Analisis CVM Analisis


Deskriptif
Regresi
Kualitatif

Rekomendasi kebijakan pembayaran jasa


lingkungan

Gambar 2. Diagram Alur Kerangka Pemikiran

25

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tlekung, Kecamatan Junrejo, Kota

Batu. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

pertimbangan bahwa Desa Tlekung pernah ditetapkan sebagai desa yang

menerima kompensasi dalam program pembayaran jasa lingkungan. Pengambilan

data dalam penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan yaitu pada bulan

November-Desember 2010.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden di

lokasi penelitian melalui kuisioner. Data sekunder yang digunakan dalam

penelitian ini diperoleh dari berbagai instansi pemerintah di lokasi penelitian dan

instansi-instansi terkait dengan program pembayaran jasa lingkungan di lokasi

penelitian.

Data primer yang dibutuhkan meliputi: karakteristik responden, respon

responden mengenai peran penting DAS Brantas, respon responden mengenai

mekanisme pembayaran jasa lingkungan, respon responden mengenai seberapa

besar nilai WTA responden dikarenakan adanya program pembayaran jasa

lingkungan yang mengharuskan responden melakukan upaya konservasi terhadap

pohon di atas lahan miliknya. Data sekunder yang dibutuhkan meliputi data yang

menyangkut informasi mengenai program pembayaran jasa lingkungan serta data

sosial demografis penduduk Desa Tlekung.


4.3 Penentuan Jumlah Responden

Penentuan jumlah responden dilakukan dengan menggunakan metode

sensus. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 54 kepala keluarga. Teknik

sensus digunakan karena jumlah populasi yang dijadikan responden dapat

dijangkau untuk melakukan wawancara. Responden dalam penelitian ini adalah

kepala keluarga dari tiap-tiap rumah tangga yang terdaftar sebagai anggota dari

kelompok tani Desa Tlekung.

4.4 Metode Pengumpulan Data

Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan

metode wawancara langsung kepada responden. Alat bantu yang digunakan

adalah kuisioner. Wawancara dengan responden dilakukan dengan mendalam

guna menggali informasi yang lebih akurat.

4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara

kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analsis data dilakukan secara manual

dengan menggunakan program Microsoft Office Excel dan Minitab for Windows

Release 14. Metode analisis yang diguanakan untuk menjawab tujuan dari

penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

27

Tabel 1. Metode Analisis Data


No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis
Data
1 Kajian mengenai persepsi Kuisioner dan Analisis deskriptif
masyarakat terhadap program wawancara dengan kualitatif
pembayaran jasa lingkungan responden

2 Kajian mengenai estimasi Kuisioner dan Tahapan CVM


nilai WTA masyarakat wawancara dengan
terhadap program responden
pembayaran jasa lingkungan

3 Kajian mengenai identifikasi Kuisioner dan Analisis regresi


faktor-faktor yang wawancara dengan dengan
mempengaruhi nilai WTA responden menggunakan
Minitab for
Windows Release
14.

4.5.1 Analisis Persepsi Petani terhadap Program Pembayaran Jasa


Lingkungan

Identifikasi karakteristik responden serta persepsi responden terhadap

program pembayaran jasa lingkungan di lokasi penelitian yang telah berlangsung

diperlukan analisis menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil

wawancara data yang diperoleh yaitu pengetahuan responden mengenai peran

penting DAS Brantas, pengetahuan respoonden mengenai program pembayaran

jasa lingkungan, kepuasan responden mengenai besarnya nilai kompensasi yang

diterima dalam program pembayaran jasa lingkungan, serta penilaian responden

terhadap cara penetapan nilai kompensasi dalam program pembayaran jasa

lingkungan. Data-data hasil wawancara tersebut akan dianalisis secara kualitatif.

4.5.2 Estimasi Nilai WTA Responden terhadap Pembayaran Jasa


Lingkungan

Cara untuk mengetahui nilai WTA masyarakat dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan pendekatan CVM yang terdiri dari enam tahap, yaitu:

28

1. Membangun Pasar Hipotesis

2. Memperoleh Nilai Tawaran

3. Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA

4. Menduga Kurva Penawaran WTA

5. Menjumlahkan Data

6. Mengevaluasi Penggunaan CVM

4.5.3 Analisis Fungsi WTA

Analisis fungsi WTA digunakan dengan tujuan mengetahui faktor-faktor

apa saja yang mempengaruhi WTA responden. Model yang digunakan pada

penelitian ini adalah model regresi linier. Persamaan regresi besarnya nilai WTA

adalah sebagai berikut:

LnWTA = 0 + 1 JBTPi + 2 PNDPi + 3 PDDKi + 4 TNGGi + 5 LTGLi + 6


PUASi + i
dimana:
LnWTA = Nilai Ln WTA responden
0 = Intersep
2, 3, , 7 = Koefisien regresi
JBTP = Jumlah batang pohon dalam program (batang)
PNDP = Tingkat pendapatan rumah tangga (rupiah/ bulan)
PDDK = Tingkat Pendidikan (Tahun)
TNGG = Jumlah tanggungan (orang)
LTGL = Lama tinggal (tahun)
PUAS =Kepuasan responden terhadap besarnya nilai kompensasi
(bernilai 1 untuk puas dan 0 untuk tidak puas)
i = Koefisien regresi
= Galat

4.6 Hipotesa

Hipotesa penelitian ini adalah:

1. Nilai WTA masyarakat diduga dipengaruhi oleh jumlah pohon yang diikutkan

dalam program PJL, tingkat pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan,

29

jumlah tanggungan, lama tinggal, kepuasan responden terhadap besarnya nilai

kompensasi.

2. Jumlah pohon yang diikutkan program PJL, jumlah tanggungan, tingkat

pendidikan, lama tinggal, diduga akan berkorelasi positif terhadap nilai WTA.

3. Tingkat pendapatan, serta kepuasan responden terhadap besarnya dana

kompensasi yang diterima diduga akan berkorelasi negatif dengan nilai WTA.

4.7 Pengujian Parameter

Pengujian parameter secara statistik perlu dilakukan guna memeriksa

kebaikan suatu model yang telah dibuat. Uji yang dilakukan yaitu:

1. Uji Kenormalan

Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah error term dari data atau

observasi yang jumlahnya kurang dari 30 mendekati sebaran normal sehingga

statistik t dapat dikatakan sah. Uji yang dapat dilakukan adalah uji

Kolmogorov-Smirnov. Penerapan pada uji Kolmogorov Smirnov adalah

bahwa jika signifikan dibawah 5% berarti data yang akan diuji mempunyai

perbedaan yang signifikan dengan data normal baku. Artinya, data tersebut

tidak normal. Jika signifikan diatas 5% berarti data yang akan diuji tidak

terdapat perbedaan yang signifikan dengan data normal baku. Artinya, data

tersebut normal. Kelebihan dari uji ini adalah sederhana dan tidak

menimbulkan perbedaan presepsi diantara satu pengamat dengan pengamat

yang lain.

2. Uji Keandalan

Uji ini dilakukan dalam mengevaluasi pelaksanaan CVM. Berhasil tidaknya

CVM dilihat dari nilai R-squares (R) dari OLS (Ordinary Least Square)

30

WTA. Nilai R yang tinggi dapat menunjukan tingkat kredibilitas penggunaan

CVM.

3. Uji Multikolinier (Multicolinearity)

Model yang melibatkan banyak variabel bebas sering terjadi masalah

multicolinearity, yaitu terjadi korelasi kuat antar variabel-variabel bebasnya.

Untuk mendeteksi ada tidaknya multicolinearity dalam sebuah model dapat

dilakukan dengan membandingkan besarnya koefisien determinasi (R)

dengan koefisien determinasi parsial antar dua variabel bebas (r). Masalah

multicolinearity dapat dilihat langsung melalui output komputer dimana

apabila nilai VIF (Varian Inflation Factor) < 10 maka tidak ada masalah

multicolinearity.

4. Uji Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi metode pendugaan metode kuadrat terkecil adalah

homoskesdastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan.

Pelanggaran atas asumsi homoskesdastisitas atau heteroskesdastisitas. Untuk

mendeteksi masalah heteroskesdastisitas dapat dilakukan uji glejser. Uji

glesjer dilakukan dengan meregresikan variabel-variabel bebas terhadap nilai

absolut residualnya (Gujarati, 2003). Residual adalah selisih antara nilai

observasi dengan nilai prediksi. Sedangkan absolut adalah nilai mutlaknya.

Dikatakan tidak terdapat heteroskesdastisitas apabila nilai signifikan dari

hasil uji glesjer lebih besar dari (5%), dan sebaliknya jika lebih kecil dari

(5%) maka dikatakan terdapat heteroskesdastisitas.

31

V. GAMBARAN UMUM

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Berdasarkan Data Potensi Desa/ Kelurahan (2007), Desa Tlekung secara

administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.

Desa ini berbatasan dengan Desa Oro-oro Ombo, Kecamatan Batu di sebelah

utara. Desa Gading, Kecamatan Dau merupakan batas sebelah Selatan. Sebalah

Timur berbatasan dengan Desa Junrejo, Kecamatan Junrejo. Sedangkan sebelah

barat berbatasan dengan Desa Perhutani, Kecamatan Batu. Desa ini terletak di

ketinggian 850 900 meter dpl dengan curah hujan 1000 2000 mm/ th. Luas

wilayah Desa Tlekung sebesar 765 ha. Luas wilayah desa ini menurut

penggunaannya dapat di lihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Luas Wilayah Desa Tlekung menurut Penggunaannya Tahun 2007


No Penggunaan Luas Wilayah
1 Sawah Irigasi 38 Ha
2 Sawah Setengah Teknis 12 Ha
3 Sawah Tadah Hujan 6 Ha
4 Ladang/ Tagalan 87 Ha
5 Perkebunan Rakyat 52 Ha
6 Hutan Lindung 123 Ha
7 Hutan Produksi 14 Ha
8 Perkantoran 3 Ha
9 Sekolah 3 Ha
10 Jalan 14 Ha
11 Lapangan Sepak Bola 0,5 Ha
12 Perikanan Darat/ Air Tawar Kolam 0,6 Ha
Sumber: Data Potensi Desa/ Kelurahan Kota Batu (2007)

Orbitasi Desa Tlekung dengan ibukota kecamatan terdekat sejauh 1,5 Km

dengan lama tempuh 15 menit. Jarak ke ibukota kabupaten/ kota terdekat sejauh

6,8 Km dengan lama tempuh 30 menit. Aksesibilitas menuju kantor kecamatan

tergolong mudah karena jalan yang telah di aspal seluruhnya dan sudah ada
beberapa lampu penerangan jalan namun, transportasi umum yang ada hanyalah

atau motor sewaan. Aksebilitas menuju kantor pemerintah daerah juga tergolong

mudah. Selain jalan yang telah di aspal serta lampu penerangan jalan, transportasi

umum yang ada berupa angkutan umum dan motor sewaan.

Desa Tlekung adalah desa sekitar hutan. Kualitas udara di desa ini

tergolong baik, karena polusi udara dengan tingkat relatif rendah selain itu juga

banyak pepohonan besar yang membuat udara semakin segar. Lahan sangat subur

di Desa Tlekung sebanyak 181 ha, lahan subur sebanyak 73 ha, lahan sedang

sebanyak 3 ha, sedangkan lahan kritis 3 ha. Luas datarannya 88 ha, luas kawasan

perbukitan atau pegunungan yaitu 149 ha. Menuju kawasan pegunungan

didominasi dengan pepohonan. Jenis pepohonan terbagi menjadi pohon berkayu

dan pohon buah-buahan. Janis pohon kayu didominasi oleh Pohon Sengon

(Paraserienthes falcataria).

Sebagian kawasan pegunungan Desa Tlekung adalah lokasi program

pembayaran jasa lingkungan (PJL) dengan luas 17,72 ha. Sebelum program PJL

masuk lahan kawasan ini adalah lahan sedang. Kondisi akibat terjadinya

perambahan hutan besar-besaran. Program PJL ini mengharuskan masyarakat

menerima dana kompensasi yang digunakan untuk membeli bibit tanaman kayu

atau buah-buahan dimana masyarakat harus melakukan penanaman serta

pemeliharaan. Hal ini membawa dampak positif terhadap kondisi lingkungan di

desa tersebut.

Sarana pendidikan formal yang terdapat di Desa Tlekung antara lain, dua

Sekolah Dasar (SD) yaitu SDN 01 dan SDN 02 Tlekung, dua Taman Kanak-kanak

yaitu TK RA 12 dan TK PKK Melati. Saran ibadah yang terdapat di desa ini

34
diantaranya enam unit masjid, 10 unit mushola dan satu unit gereja. Sarana ibadah

tersebut dalam keadaan baik. Desa ini juga memiliki sarana olahraga yaitu satu

buah lapangan sepak bola dan satu buah lapangan volley.

5.2 Kependudukan

Jumlah penduduk Desa Tlekung tahun 2006 yaitu sebanyak 3620 jiwa

sedangkan tahun 2007 sebanyak 3730 jiwa. Desa ini memiliki 532 kepala

keluarga. Mata pencaharian penduduk sangat beragam, yaitu terdiri dari petani,

pekerja sektor jasa, pegawai kelurahan, PNS, ABRI, guru, dokter, bidan,

pensiunan ABRI/ sipil, pegawai swasta, warung/ kios/ toko, sopir/ motor sewaan,

tukang kayu, tukang jahit dan tukang cukur.

Tabel 3. Struktur Mata Pencaharian Penduduk Desa Tlekung Tahun 2007


Struktur Mata Pencaharian Jumlah (orang) Presentase (%)
Petani 235 44,17
Pekerja Sektor Jasa 8 1,50
Pegawai kelurahan 10 1,88
PNS 17 3,19
ABRI 17 3,19
Guru 8 1,50
Dokter 5 0,94
Bidan 2 0,38
Pensiunan ABRI/ Sipil 12 2,26
Pegawai Swasta 48 9,02
Warung/ Kios/ Toko 63 11,84
Sopir/ Motor Sewaan 8 1,50
Tukang Kayu 91 17,11
Tukang Jahit 4 0,75
Tukang Cukur 4 0,75
Jumlah 532 100
Sumber: Data Potensi Desa/ Kelurahan Kota Batu (2007)

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa 44,17% penduduk desa bekerja

sebagai petani, 17,11% bekerja sebagai kuli bangunan, 11,84% penduduk

memiliki warung/ toko/ kios dan sisanya sangat beragam. Dominasi pekerjaan

penduduk sebagai petani berkaitan erat dengan tipe desa yang merupakan desa

35
sekitar hutan. Letak yang berada di sekitar hutan menyebabkan perekonomian

sebagian masyarakat bergantung pada hasil hutan.

5.3 Karakteristik Sosial Ekonomi Responden

Ditetapkannya lokasi penyedia jasa lingkungan di Desa Tlekung untuk

menerima pembayaran jasa lingkungan dirasa perlu dibentuk sebuah kelompok

tani yang beranggotakan para pemilik lahan di sekitar DAS Brantas yang terletak

di Desa Tlekung. Pada tanggal 17 Juli 2004 dibentuk Kelompok Tani Sumber

Urip yang beranggotakan 54 orang. Kelompok Tani Sumber Urip dibentuk dengan

tujuan menyamakan visi dan misi sehingga program pembayaran jasa lingkungan

dapat berjalan dengan baik.

Kondisi sosial ekonomi anggota kelompok tani dapat dilihat dari tingkat

pendidikan serta tingkat pendapatan. Tingkat pendidikan terakhir cenderung sama

yaitu hingga Sekolah Dasar (SD). Pekerjaan utama anggota kelompok tani hampir

seluruhnya sebagai petani. Tingkat pendapatan yang diperoleh tergantung pada

hasil pertanian di lahan yang dimiliki petani. Umumnya para petani memiliki

pendapatan tambahan dari perahan susu sapi yang dimiliki. Warga desa ini banyak

yang memiliki sapi perah dimana hasil perahannya ditampung di KUD terdekat.

5.3.1 Jenis Kelamin

Jumlah anggota kelompok tani yang menjadi responden adalah seluruhnya

yaitu sebanyak 54 orang. Sebagian besar responden berjenis kelamin pria karena

selain sebagai pemilik lahan responden adalah kepala keluarga. Seorang kepala

keluarga biasanya berperan sebagai pengambil keputusan sehingga lebih jelas

dalam menjawab pertanyaan pada saat dilakukan survei. Berdasarkan survei,

36
responden laki-laki sebanyak 90,7% dan perempuan sebanyak 9,3%.

Perbandingan responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Gambar 3.

Sumber: Data Primer Diolah, 2011


Gambar 3. Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin

5.3.2 Usia

Tingkat usia responden cenderung terkonsentrasi di sua sebaran usia, yaitu

usia 39-50 dan 51- 62 tahun. Jumlah responden tertinggi terdapat pada sebaran

usia 52-62 tahun yaitu sebanyak 42,6%. Hal ini dikarenakan masyarakat yang

menjadi dalam anggota kelompok tani telah lama tinggal dan bertani di desa

tersebut. Responden dengan sebaran usia 39-50 tahun sebesar 38,9%. Seluruh

responden dalam penelitian ini telah menikah. Perbandingan responden

berdasarkan usia dapat dilihat pada Gambar 4.

Sumber: Data Primer Diolah, 2011


Gambar 4. Sebaran Responden Menurut Usia

37
5.3.3 Pendidikan Formal

Tingkat pendidikan formal diklasifikasikan berdasarkan lama tahun

menempuh pendidikan. Responden cenderung memiliki latar belakang pendidikan

yang sama yaitu Sekolah Dasar (SD) atau sederajat. Hal inlah yang mendasari

pengklasifikasian tingkat pendidikan respoden. Sebagian besar responden

memiliki latar belakang pendidikan 4-6 tahun dan lebih tinggi dari SD atau

sederajat, yaitu dengan komposisi masing-masing 70,4% dan 24,1%. Meskipun

beberapa responden memiliki latar belakang lebih dari SD yaitu SMP (Sekolah

Menengah Pertama) sederajat dan SMA sederajat (Sekolah Menengah Atas), akan

tetapi tidak ditemukan responden dengan latar pendidikan Perguruan Tinggi.

Jarang sekali responden yang tidak pernah bersekolah atau tepatnya hanya satu

orang.

Kondisi perekonomian yang tergolong sulit saat itu mendorong

masyarakat untuk tidak meneruskan sekolah pada tingkat yang lebih tinggi.

Berdasarkan hasil survei dapat disimpulkan bahwa pengetahuan responden

cenderung masih rendah. Perbandingan distribusi lama pendidikan formal

responden dapat dilihat pada Gambar 5.

Sumber: Data Primer Diolah, 2011


Gambar 5. Sebaran Responden Menurut Lama Pendidikan Formal

38
5.3.4 Jumlah Tanggungan

Berdasarkan hasil survei, jumlah tanggungan responden terkonsentrasi di

dua sebaran yaitu 1-3 orang dan 4-6 orang. Sebanyak 51,9% responden memiliki

tanggungan 1-3 orang dan 46,3% responden memiliki tanggungan 4-6 orang.

Jumlah tanggungan responden tergolong tidak terlalu banyak dikarenakan anak-

anak responden yang sudah besar dan telah hidup mandiri. Bahkan ada beberapa

responden yang hanya tinggal berdua dengan pasangan (istri) mereka.

Perbandingan distribusi jumlah tanggungan responden dapat dilihat pada Gambar

6.

Sumber: Data Primer Diolah, 2011


Gambar 6. Sebaran Responden Menurut Jumlah Tanggungan

5.3.5 Tingkat Pendapatan

Berdasarkan hasil survei, sebagian besar pendapatan responden berada

pada sebaran Rp 500.001- Rp 1.000.000dan Rp 1.000.001- Rp 1.500.000. Masing-

masing komposisinya yaitu 22,2% dan 31,5%. Pekerjaan utama responden sebagai

petani tidak sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan petani karena jumlah

pendapatan bergantung pada hasil panen. Untuk memenuhi kebutuhannya

kebanyakan petani memiliki sumber pendapatan lain yaitu dari perahan susu sapi

yang mereka miliki. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa

39
pendapatan responden tidak terlalu rendah dikarenakan sumber pendapatan lain

yang mereka miliki. Perbandingan distribusi tingkat pendapatan responden dapat

dilihat pada Gambar 7.

Sumber: Data Primer Diolah, 2011


Gambar 7. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendapatan

5.3.6 Lama Tinggal

Lama tinggal responden di Desa Tlekung sebagian besar berkisar antara

31-45 tahun dan 46-60 tahun dengan komposisi masing-masing yaitu 37% dan

44,4%. Responden sebagian besar merupakan penduduk yang tinggal di Desa

Tlekung sejak lahir sehingga lama tinggal mereka di desa ini tergolong lama.

Responden dengan lama tinggal <31 tahun dan >60 tahun memiliki presentase

yang sama yaitu 9,3%. Perbandingan distribusi tingkat pendapatan responden

dapat dilihat pada Gambar 8.

Sumber: Data Primer Diolah, 2011


Gambar 8. Sebaran Responden Menurut Lama Tinggal

40
5.3.7 Status Kepemilikan Lahan

Status kepemilikan lahan di lokasi program penyedia jasa lingkungan

seluruhnya adalah lahan milik responden bersifat pribadi. Lahan tersebut

merupakan lahan yang termasuk hutan rakyat, dimana kepemilikan serta

pengelolaan serta hasil diserahkan kepada rakyat. Kepemilikan lahan yang

seluruhnya milik responden memudahkan program pembayaran jasa lingkungan

karena keputusan langsung di ambil oleh pemilik sekaligus anggota kelompok

tani.

41
VI. PERSEPSI TERHADAP PROGRAM PEMBAYARAN JASA
LINGKUNGAN

6.1 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan

Berdasrkan Tim Studi PES RMI (2007) program Pembayaran Jasa

Lingkungan (PJL) DAS Brantas melibatkan beberapa pihak dalam implementasi

mekanisme. Pihak-pihak yang terlibat diantaranya Parum Jasa Tirta-I (PJT-I)

sebagai pemanfaat jasa, Kelompok Tani Sumber Urip sebagai penyedia jasa, serta

Yayasan Pengembangan Pedesaan (YPP) sebagai perantara. Dalam program PJL

PJT-I berkewajiban menyerahkan dana kompensasi sebesar Rp 31.895.000 kepada

YPP untuk melaksanakan penghijauan atau usaha konservasi dalam rangka

mewujudkan kelestarian sumberdaya air dengan melibatkan partisipasi

masyarakat di Desa Tlekung.

PJT-I berhak melakukan pengecekan lokasi yang telah ditentukan sebelum

pekerjaan dimulai, melakukan pengawasan dan evaluasi atas pekerjaan yang

ditentukan. Selain itu, PJT-I juga berhak mendapatkan laporan keseluruhan, baik

laporan pekerjaan maupun laporan keuangan. Dalam program PJL YPP berhak

menerima dana kompensasi dari PJT-I sebesar Rp 31.895.000. YPP berkewajiban

membayarkan dana sebesar Rp 25.500.000 kepada Kelompok Tani Sumber Urip

untuk usaha penghijauan atau konservasi sumberdaya air. YPP juga berkewajiban

menyediakan dana dan memberikan pendidikan, pelatihan, pengawasan,

dokumentasi, pendampingan dan asistensi kepada Kelompok Tani Sumber Urip.

Dalam program PJL Kelompok Tani Sumber Urip berkewajiban

melakukan upaya konservasi di lokasi yang telah disepakati dengan tanaman yang

telah ditentukan. Berdasarkan kesepakatan jumlah tanaman dalam program PJL


sebanyak 6.902 pohon dengan jenis yaitu tanaman berkayu seperti sengon,

mahoni, dan jati serta tanaman buah-buahan seperti durian, mangga, kopi dan lain

sebagainya. Anggota kelompok tani juga waib melakukan sistem tebang pilih

pohon. Kelompok Tani Sumber Urip berhak menerima dana dari YPP sebesar Rp

25.500.000. Kelompok tani juga berhak memperoleh pendidikan, pelatihan dan

asistensi dari YPP.

Mekanisme pembayaran dalam program PJL DAS Brantas dimulai dengan

pembayaran PJT-I kepada YPP, Selanjutnya pembayaran dari YPP kepada

kelompok tani. Pembayaran PJT-I kepada YPP dilaksanakan melalui dua tahap,

yaitu:

1. Tahap Pertama : sebesar Rp 23.535.000 dibayarkan selambat-lambatnya 10

hari setelah kesepakatan ditandatangani oleh kedua belah

pihak.

2. Tahap Kedua : sebesar Rp 8.450.000 dibayarkan setelah laporan akhir

kegiatan diterima oleh pihak PJT-I.

Pembayaran YPP kepada kelompok tani dilaksanakan melalui tiga tahap yaitu:

1. Tahap Pertama : sebesar Rp 16.000.000 dibayarkan setelah perjanjian telah

ditandatangani oleh kedua belah pihak.

2. Tahap Kedua : sebesar Rp 6.500.000 dibayarkan setelah tiga bulan masa

penanaman bibit, tanaman mulai tumbuh dan penyulaman

telah dilaksanakan,

3. Tahap Ketiga : sebesar Rp 3.000.000 dibayarkan pada akhir program PJL

setelah tim monitoring dan evaluasi melakukan penilaian.

43

6.2 Pengetahuan Responden mengenai Peran Penting serta Usaha


Konservasi DAS Brantas

DAS Brantas sebagai sumber air memiliki peran yang sangat penting bagi

keberlangsungan hidup masyarakat hulu hingga hilir. Hal ini melatarbelakangi

perlunya upaya konservasi untuk menjaga keberadaan sumber air tersebut.

Hampir seluruh masyarakat mengetahui peran DAS Brantas sebagai penjamin

ketersediaan air hingga hilir, yaitu sebanyak 77,7%. Dapat dilihat dari aktivitas

warga Desa Tlekung yang memanfaatkan DAS Brantas sebagi sumber air untuk

memenuhi kebutuhan air sehari-hari yang dikelola secara swadaya. Beberapa

orang memiliki jawaban lain yang beraneka ragam salah satunya menilai DAS

Brantas berperan sebagai pengurang sedimentasi dan erosi. Keterangan dapat

dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Peran Penting DAS Brantas


Peran Penting DAS Brantas Jumlah (%)
Menjamin ketersediaan air hingga hilir 77,7
Menjamin ketersediaan air hingga hilir dan penopang ekonomi 13
Kota Batu dan Malang
Lainnya 9,3
Total 100
Sumber: Data Primer Diolah, 2011

Pengetahuan mengenai pentingnya upaya konservasi DAS Brantas

melatarbelakangi motivasi responden untuk menerima program pemabayaran jasa

lingkungan. Responden yang menganggap pentingnya upaya konservasi

menerima dana pembayaran jasa lingkungan tidak hanya berorientasi pada nilai

kompensasi yang diberikan. Keasadaran ini didasari atas pengetahuan responden

mengenai manfaat terjaganya alam sekitar untuk dan berbagai dampak negatif

yang akan timbul bila terjadi kerusakan alam.

44

Hampir seluruh responden menilai usaha konservasi penting untuk

dilaksanakan guna menjaga kelestarian DAS Brantas. Hanya satu orang yang

menganggap uapaya konservasi tidak penting dikarenakan tidak paham akan arti

konservasi. Pengetahuan masyarakat tentang pentingnya upaya konservasi

dikarenakan peran serta Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) desa tersebut

yang berperan aktif untuk memberikan pengertian akan hal ini. Selain itu

perubahan kualitas lingkungan yang semakin baik yaitu terjaganya kuantitas air

semenjak pelaksanaan program PJL juga memberikan kesadaran pada masyarakat

akan pentingnya konservasi. Keterangan dapat dilihat pada Gambar 9.

Sumber: Data Primer Diolah, 2011


Gambar 9. Penilaian Responden Mengenai Pentingnya Usaha Konservasi

6.3 Pengetahuan Responden Mengenai Program Pembayaran Jasa


Lingkungan.
Program Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL) melibatkan dua pihak yaitu

penyedia dan konsumen. Perum Jasa Tirta I (PJT-I) berperan sebagai konsumen

dan Kelompok Tani Sumber Urip sebagai penyedia. Dirancang beberapa

pertanyaan untuk mengetahui pengetahuan responden mengenai PJL tentang

pihak yang memberikan kompensasi atas jasa lingkungan yang telah berjalan,

alasan pihak tersebut memberikan kompensasi jasa lingkungan, serta peran

responden dalam program PJL.

45

Hampir seluruh responden atau tepatnya 88,9% responden mengetahui

bahwa pihak yang memberikan kompensasi atas jasa lingkungan di lahan mereka

adalah PJT-I. Sedangkan sisanya 11,1% responden tidak mengetahui pasti pihak

yang memberikan kompensasi. Seluruh responden yang tidak mengetahui PJT-I

sebagai pemberi kompensasi cenderung mengarah pada pihak lain yaitu

Pemerintah. Menurut mereka selama ini bantuan-bantuan yang datang berasal

dari pemerintah, baik pemerintah kota maupun pemerintah daerah. Hal ini

dikarenakan mereka jarang hadir dalam pertemuan rutin kelompok tani sehingga

banyak kehilangan informasi mengenai PJL. Keterangan dapat dilihat pada

Gambar 10.

Sumber: Data Primer Diolah, 2011


Gambar 10. Pengetahuan Responden Mengenai Pihak yang Memberikan
Kompensasi dalam Pembayaran Jasa Lingkungan

Mengenai alasan pihak tersebut memberikan kompensasi, sebanyak 41,7%

responden menganggap bahwa alasan perusahaan membayarkan dana kompensasi

karena perusahaan tersebut peduli terhadap kelestarian DAS Brantas. Sedangkan

responden yang menganggap peusahaan membayarkan dana kompensasi karena

peduli terhadap kelestarian DAS Brantas dan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat sebanyak 25%. Keterangan dapat dilihat pada Tabel 5.

46

Tabel 5. Alasan Perusahaan Membayarkan Dana Kompensasi


Alasan Persahaan Menbayarkan Dana Kompensasi Jumlah (%)
Karena peduli terhadap kelestarian DAS Brantas 41,7
Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat 33,3
Karena peduli terhadap kelestarian DAS Brantas dan untuk 25
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Total 100
Sumber: Data Primer Diolah, 2011

Mengenai peran responden terhadap program pembayaran jasa

lingkungan, hampir seluruh responden tepatnya 83,3% mengetahui peran mereka

dalam program PJL. Sebanyak 16,7% responden tidak mengetahui pasti peran

mereka dalam program PJL. Keterangan dapat dilihat pada Gambar 11.

Sumber: Data Primer Diolah, 2011


Gambar 11. Pengetahuan Responden Mengenai Perannya dalam Program
Pembayaran Jasa Lingkungan

Pengetahuan responden mengenai perannya yaitu merawat tanaman yang

telah mereka tanam di lahan milik mereka. Komitmen ini mereka wujudkan dalam

bentuk mereka berupaya menambah jumlah tanaman di lahan mereka dengan

jalan melakukan pembibitan secara swadaya oleh seluruh anggota kelompok tani.

Pemahaman responden mengenai kewajiban dalam program PJL diperoleh dari

rutinnya mereka mengadakan pertemuan secara berkala yaitu selama dua minggu

47

sekali. Salam pertemuan rutin, seluruh anggota dapat mengutarakan kendala-

kendala yang kemudian mencari jalan keluar secara bersama.

6.4 Penilaian Responden terhadap Program Pemabayaran Jasa


Lingkungan

Program pemabayaran jasa lingkungan DAS Brantas berlangsung selama

satu tahun. Waktu lima tahun setelah jalannya program diharapkan dapat

membuat responden memberikan penilaian mengenai program yang telah berjalan

dan dampak yang dirasakan dari program itu sendiri. Hampir seluruh responden

yaitu 94,4% memberikan penilaian baik terhadap program pembayaran jasa

lingkungan. Hanya sedikit responden yang memberikan penilaian buruk terhadap

program tersebut. Keterangan dapat dilihat pada Gambar 12.

Sumber: Data Primer Diolah, 2011


Gambar 12. Penilaian Responden terhadap Program Pembayaran Jasa
Lingkungan

Responden menilai baik terhadap program dikarenakan selama

berjalannya program responden terlibat langsung. Kendala-kendala yang dialami

responden juga ditampung untuk di selesaikan bersama. Sedangkan responden

yang menilai buruk dikarenakan bibit yang mereka terima tidak tepat pada saat

masa tanam sehingga beberapa tanaman terutama tanaman buah-buahan tidak

dapat tumbuh atau mati.

48

Kepuasan responden juga dikarenakan perubahan kualitas yang semakin

baik yang dirasakan oleh responden. Udara yang lebih sejuk serta kuantitas air

yang melimpah baik di musin kemarau maupun musim hujan. Dahulu sebelum

adanya program mereka cukup sulit mencari air untuk pengairan sawah dan

kebutuhan sehari-hari namun sekarang hal tersebut sudah tidak terjadi lagi.

6.5 Penilaian Responden terhadap Cara Penetapan Nilai Pemabayaran


Jasa Lingkungan

Dana kompensasi yang diberikan kepada Kelompok Tani Sumber Urip

sebagian digunakan untuk pembelian bibit. Bibit ini harus ditanam oleh anggota

kelompok tani. Seluruh responden mengetahui proses penetapan, karena seluruh

responden hadir pada saat negoisasi dilakukan yang juga dihadiri pihak

perwakilan kantor desa. Seluruh responden mengetahui bahwa nilai atau jumlah

dan jenis bibit yang diterima sesuai dengan keinginan responden. Selain

penentuan jumlah bibit, dalam pertemuan tersebut juga ditetapkan secara bersama

dana yang diterima untuk biaya perawatan tanaman berupa pupuk serta biaya

untuk melakukan pertemuan rutin.

Pengetahuan responden mengenai cara penetapan nilai pembayaran jasa

lingkungan mempengaruhi penilaian responden terhadap cara tersebut. Nilai yang

diterima oleh Kelompok Tani Sumber Urip sesuai dengan keinginan petani. Hal

ini membuat seluruh responden memberi nilai baik terhadap penetapan nilai

pembayaran jasa lingkungan. Jumlah dan jenis bibit yang diberikan sesuai

permintaan petani sebagai pemilik tanah dinilai baik karena apabila tidak sesuai

maka dapat terjadi kemungkinan petani tidak mau menanam serta merawat

tanaman pada program pembayaran jasa lingkungan.

49

Kepuasan terhadap nilai pembayaran jasa lingkungan hasil musyawarah

didasarkan pada kesesuaian nilai pemabayaran jasa lingkungan musyawarah

dengan keinginan sebenarnya responden. Hampir seluruh responden atau tepatnya

90,7% responden merasa puas akan nilai pembayaran jasa lingkungan hasil

musyawarah. Responden yang merasa tidak puas atas nilai pemabayarn jasa

lingkungan sebanyak 9,3%. Keterangan dapat dilihat pada Gambar 13.

Sumber: Data Primer Diolah, 2011


Gambar 13. Kepuasan Responden terhadap Nilai Pembayaran Jasa
Lingkungan

Sejumlah responden yang merasa tidak puas akan nilai pemabayaran jasa

lingkungan memiliki alasan yang sama. Mereka pada saat negoisasi hanya

mengikuti apa yang disarankan beberapa teman atau saudara meskipun hal itu

bertentangan dengan keinginan mereka. Sehingga setelah program berjalan

mereka merasa kurang puas dengan hasil yang diterima.

50

VII. ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT

7.1 Analisis Kesediaan Responden

Berkaitan dengan berkelanjutannya program pembayaran jasa lingkungan

di Desa Tlekung, diperlukan analisis Willingness o Accept (WTA) yang dapat

mendekati nilai kesediaan masyarakat untuk menerima pembayaran jasa

lingkungan karena upaya konservasi yang harus dilakukan terhadap lahan milik

responden. Sebelum melakukan analisis WTA harus dilakukan identifikasi

kesediaan responden dalam menerima nilai pembayaran jasa lingkungan.

Sebanyak 54 responden diminta pendapatnya mengenai kesediaannya menerima

nilai pembayaran jasa lingkungan. Terdapat 90,7% responden bersedia menerima

dan 9,3% responden tidak bersedia menerima. Keterangan dapat dilihat pada

Gambar 14.

Sumber: Data Primer Diolah, 2011


Gambar 14. Kesediaan Responden dalam Menerima Nilai Pembayaran Jasa
Lingkungan

Responden yang tidak bersedia pada umumnya adalah responden yang

termasuk sudah tua. Alasan responden tidak bersedia menerima nilai pembayaran

jasa lingkungan adalah sudah terlalu tua atau sudah tidak ada waktu lagi untuk

mengurus atau merawat tanah mereka. Selain itu, beberapa responden mengatakan
tanah mereka juga akan dibagi kepada anak-anaknya. Responden yang tidak

bersedia pada umumnya adalah responden dengan usia lanjut atau tua.

7.2. Analisis Willingness to Accept (WTA)

Pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) dalam penilitian ini

digunakan untuk mengestimasi besarnya nilai kompenasi yang ingin diterima

masyarakat dalam program pembayaran jasa lingkungan. Hasil dari pelaksanaan

CVM adalah sebagai berikut:

1. Membangun Pasar Hipotesis

Seluruh responden diberikan informasi bahwa berhubungan dengan peran

penting DAS Brantas, dibuat program pembayaran jasa lingkungan yang

melibatkan Perum Jasa Tirta I (PJT-I) dan Kelompok Tani Sumber Urip.

Dalam program pihak PJT-I selaku pemanfaat jasa lingkungan akan

memberikan nilai kompensasi bagi Kelompok Tani Sumber Urip selaku

penyedia jasa lingkungan, namun dengan konsekuensi seluruh anggota

kelompok tani harus melakukan upaya konservasi pada lahan milik mereka.

Program ini pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan keikutsertaan

masyarakat dalam usaha mengkonservasi pohon diatas lahan miliknya.

Dengan demikian responden mengetahui gambaran tentang situasi hipotetik

mengenai nilai kompensasi dalam program pembayaran jasa lingkungan.

2. Mendapatkan Nilai WTA

Besarnya nilai WTA (obtaining bids) didapatkan dari hasil wawancara

dengan responden menggunakan kuisioner. Berdasarkan hasil wawancara

yang dilakukan didapat nilai pembayaran jasa lingkungan yang bersedia

52

diterima oleh responden. Responden memberikan nilai yang bervariasi mulai

dari Rp 5.000 hingga Rp 10.000.

3. Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA

Dugaan nilai rataan WTA (estimating mean WTA) responden dihitung

berdasarkan distribusi WTA responden. Perhitungan WTA rumahtangga

dapat dilihat pada Tabel 6. Dugaan nilai rataan WTA rumahtangga dari

perhitungan pada tabel di dibawah adalah sebesar Rp 8.265 per pohon per

tahun.

Tabel 6. Besaran WTA Responden


No Nilai WTA Frekuensi Frekuensi Mean WTA
(Rp/pohon/tahun) (Orang) Relatif (Rp/pohon/tahun)
1 5.000 3 0,06 306
2 5.500 2 0,04 225
3 6.000 5 0,10 612
4 7.500 6 0,12 918
5 8.000 10 0,20 1.633
6 9.000 6 0,13 1.102
7 10.000 17 0,35 3.469
Total 49 1,00 8.265
Sumber: Data Primer Diolah, 2011

4. Menduga Bid Curve

Berdasarkan pada nilai WTA responden terhadap dana kompensasi yang

diinginkan atas program pembayaran jasa lingkungan akan dibentuk kurva

WTA. Kurva ini menggambarkan hubungan antara tingkat WTA responden

(Rp/pohon/tahun) dengan jumlah batang pohon yang diikutkan dalam

program (pohon). Didapat kurva tawaran WTA yang dapat dilihat pada

Gambar 15.

53

Sumber: Data Primer Diolah, 2011


Gambar 15. Dugaan Kurva Tawaran WTA Responden

5. Menentukan Total WTA

Hasil perhitungan WTA total responden dapat dilihat pada Tabel 8. Lokasi

pada program pemabayaran jasa lingkungan mempunyai luas lahan sebesar

17,72 ha dengan jumlah tanaman sebanyak 6.902 pohon. Berdasarkan hasil

perhitungan yang ada pada tabel diperoleh nilai total WTA Kelompok Tani

Sumber Urip sebesar Rp 63.938.000 per tahun. Nilai tersebut merupakan nilai

yang diinginkan Kelompok Tani Sumber Urip untuk menerima konservasi

atas upaya konservasi yang dilakukannya.

Tabel 8. Total WTA Responden


No Nilai Tengah Frekuensi Rata-Rata Jumlah WTA
(Rp/pohon/tahun) Jumlah (Rp/tahun)
Pohon
1 5.000 3 37 555.000
2 5.500 2 77 847.000
3 6.000 5 24 720.000
4 7.500 6 84 3.780.000
5 8.000 10 59 4.720.000
6 9.000 6 109 5.886.000
7 10.000 17 279 47.430.000
Total 43 669 63.938.000
Sumber: Data Primer Diolah, 2011

54

6. Evaluasi Pelaksanaan CVM

Berdasarkan analisis regresi berganda yang dilakukan, diperoleh nilai R2

sebesar 43,6%. Nilai menunjukkan bahwa keragaman WTA dapat dijelaskan

dengan baik oleh faktor-faktor dalam model, sebesar 56,4% dijelaskan oleh

faktor lain yang tidak terdapat dalam model. Nilai R2 yang kecil ini

disebabkan oleh pengambilan data primer cross section yang dilakukan pada

waktu yang hampir bersamaan untuk beberapa sampel sehingga belum dapat

menangkap keragaman yang ada secara keseluruhan.

Nilai WTA yang ditawarkan responden sebesar Rp 8.265 per pohon per

tahun. Nilai ini merupakan nilai yang bersedia diterima responden untuk

melaksanakan sistem tebang pilih dalam pemanfaatan pohon yang ada pada lahan

mereka. Dalam sistem tebang pilih masyarakat akan melakukan penebangan

setelah menyiapkan tanaman pengganti sesuai dengan jumlah pohon yang akan

ditebang. Jadi, nilai WTA responden merupakan nilai dari usaha responden dalam

menyiapkan tanaman pengganti atas pohon yang akan ditebang.

7.3. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Willingness to


Accept (WTA)

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi WTA dilakukan dengan

menggunakan analisis regresi linier berganda. Variabel tidak bebasnya (dependen)

adalah nilai WTA responden. Sedangkan variabel bebasnya (independen) terdiri

dari jumlah batang pohon pada lahan yang diikutsertakan dalam program, tingkat

pendapatan, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, lama tinggal, serta kepuasan

responden terhadap nilai kompensasi yang pernah berlaku. Hasil Analisis nilai

WTA responden dapat dilihat pada tabel 9.

55

Tabel 9. Hasil Analisis Nilai WTA Responden


Variabel Koefisien T P
Constant 8,6358 35,53 0,000
JBTP 0,0013455 4,99 0,000*
PNDP -0,00000001 -0,36 0,721
PDDK 0,00038 0,03 0,583
TNGG 0,03953 1,72 0,094**
LMTG 0,004036 1,41 0,168
PUAS -0,11892 -1,33 0,192
R-Squares 43,6%
Adjusted R-Squareas 35,2%
Keterangan : * nyata pada taraf () 0.05
** nyata pada taraf () 0.10

Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh nilai keragaman sebesar

43,6%. Nilai ini menunjukan bahwa keragaman WTA responden dapat dijelaskan

oleh model, sisannya yaitu sebesar 56,4% dijelaskan oleh variabel lain diluar

model. Model regrasi yang sesuai dengan OLS harus memenuhi beberapa asumsi

yaitu kenormalan sisaan, kehomogenan ragam (homoscesdasticity), kebebasan

sisaan (autocorrelation) dan bebas dari multikolinearitas.

Kenormalan sisaan dapat dilihat secara eksploratif melalui Normal

Probability Plot dan Histogram Residual. Tebaran sisaan pada Normal

Probability Plot mengikuti garis peluang normal dan Histogram Residual

membentuk kurva bell seperti kurva normal, maka sisaan menyebar normal

(Lampiran 1). Untuk lebih memastikan lagi dilakukan uji Kolmogorov Smornov

(Lampiran 3). Pada output komputer memnunjukan bahwa P-value berada diatas

0,05, maka memenuhi asumsi sisaan menyebar normal.

Pemeriksaan asumsi untuk menguji masalah multikolinearitas didasarkan

pada nilai VIF. Pada output komputer (Lampiran 1) menunjukkan nilai VIF

masing-masing variabel bebas memiliki nilai kurang dari sepuluh ( VIF < 10). Hal

ini menandakan tidak terjadi pelanggaran multikolinearitas. Pemeriksaan

56

kehomogenan ragam (homoscesdasticity) dapat dilihat secara eksploratif melalui

Plot Residual Versus Fits. Lebar pitaan di atas dan di bawah sama, maka sisaan

bersifat homogen. Untuk lebih memastikan lagi dilakukan Uji Glejser. Hasil uji

ini (Lampiran 4) menunjukkan bahwa P-value berada diatas 0,05, maka tidak

terdapat pelanggaran asumsi homoskedastisitas.

Model yang dihasilkan dari analisis ini adalah:

Ln WTA = 8,6358 + 0,0013455 JBTP 0,00000001 PNDP + 0,00038 PDDK +


0,03953 TNGG + 0,004036 LMTG 0,11892 PUAS
Beberapa variabel yang secara nyata berpengaruh terhadap nilai WTA

responden yaitu sebagai berikut:

1. Jumlah Batang Pohon

Variabel jumlah batang pohon dengan P-value 0,000 yang artinya bahwa

variabel ini berpengaruh nyata terhadap nilai WTA responden dengan taraf

nyata 0,05 (5%). Nilai koefisien variabel jumlah batang pohon memiliki

tanda positif (+) berarti jika jumlah batang pohon yang dimiliki responden

meningkat satu satuan (pohon), maka nilai WTA responden akan meningkat

pula sebesar 0,0013455%.

Semakin banyak jumlah pohon yang dimiliki oleh responden maka semakin

besar pula insentif yang dibutuhkan responden untuk melakukan konservasi

atas lahan mereka. Besarnya insentif dipengaruhi oleh biaya imbangan apabila

pohon-pohon tersebut dijual. Sehingga responden yang mempunyai jumlah

pohon lebih banyak akan memberikan penawaran yang semakin tinggi.

57

2. Jumlah Tanggungan

Variabel jumlah tanggungan dengan P-value 0,094 yang artinya bahwa

variabel ini berpengaruh nyata terhadap nilai WTA responden dengan taraf

nyata 0,1 (10%). Nilai koefisien variabel jumlah tanggungan memiliki tanda

positif (+) berarti jika jumlah tanggungan responden meningkat satu satuan

(orang), maka nilai WTA responden akan meningkat pula sebesar 0,03953%.

Semakin banyak jumlah tanggungan responden maka semakin banyak pula

pengeluaran rumahtangga responden. Program PJL mengaharuskan

masyarakat melakukan upaya konservasi terhadap pohon di atas lahan milik

mereka. Beban pengeluaran atas tanggungan responden dapat ditutupi dengan

memanfaatkan atau menjual pohon yang mereka miliki. Semakin banyak

jumlah tanggungan responden maka jumlah pohon yang akan dijual cenderung

lebih banyak. Sehingga semakin banyak jumlah tanggungan responden akan

semakin tinggi pula nilai WTA yang ditawarakan.

Beberapa variabel yang tidak nyata berpengaruh terhadap nilai WTA

responden adalah sebagai berikut:

1. Tingkat Pendapatan

Variabel tingkat pendapatan memiliki koefisien bertanda negatif (-) dengan

nilai sebesar 0,00000001. Artinya jika pendapatan responden meningkat satu

satuan (rupiah), maka nilai WTA yang diberikan responden akan menurun

sebesar 0,00000001%. Variabel tingkat pendapatan diduga tidak berpengaruh

nyata terhadap model. Hal ini dikarenakan pendapatan responden tidak berasal

dari satu sumber saja. Pada umumnya responden memiliki sapi perah yang

hasil perahannya dijual setiap hari. Bahkan bagi beberapa responden hasil

58

susu sapi perah lebih besar dari hasil pekerjaan utama yaitu sebagai petani dan

mampu memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Terpenuhinya kebutuhan

pokok sehari-hari dapat mengurangi kecenderungan responden dalam menjual

pohon diatas lahan mereka yang diikutkan program PJL. Hal ini yang

menyebabkan variabel tingkat pendapatan tidak berpengaruh nyata terhadap

model.

2. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan memiliki koefisien bertanda positif (+) dengan nilai

sebesar 0,00038. Artinya, jika lama pendidikan responden meningkat satu

satuan (tahun), maka nilai WTA yang deberika responden akan meningkat

pula sebesar 0,00038%. Variabel tingkat pendidikan diduga tidak

berpengaruh nyata terhadap model karena tingkat pendidikan cenderung

homogen diantara responden. Hampir seluruh anggota Kelompok Tani

Sumber Urip mempunyai latar belakang pendidikan hingga tingkat Sekolah

Dasar. Hal ini yang menyebabkan pengetahuan yang dimiliki responden

cenderung seragam dalam menanggapi sesuatu hal relatif sama. Hal ini yang

menyebabakan variabel tingkat pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap

model.

3. Lama Tinggal

Variabel lama tinggal memiliki koefisien bertanda positif (+) dengan nilai

sebesar 0,004036. Artinya, jika lama tinggal responden meningkat sebesar

satu satuan (tahun) maka nilai WTA yang diberikan responden akan

meningkat pula sebesar 0,004036%. Variabel lama tinggal diduga tidak

berpengaruh nyata terhadap model. Hal ini dikarenakan responden yang lebih

59

lama tinggal meskipun memiliki rasa kepemilikan yang tinggi akan

lingkungan sekitar yang mendorong pemanfaatan seluruh sumber daya alam di

sekitar, sudah memahami peran penting keberadaan pohon terhadap

lingkungan sekitar. Kekeringan atau susahnya air pernah dialami oleh desa

mereka. Kejadian tersebut membuat responden baik tinggal lebih lama

maupun tidak di desa tersebut mengerti bahwa perlu adanya pembatasan

pemanfaatan sumberdaya hutan. Hal ini yang menyebabkan variabel lama

tinggal tidak berpengaruh nyata terhadap model.

4. Kepuasan terhadap Nilai Pembayaran Jasa Lingkungan yang Diterima

Variabel kepuasan terhadap nilai pembayaran lingkungan yang diterima

memiliki koefisien bertanda negatif (-) dengan nilai sebesar 0,11892. Artinya

responden yang merasa tidak puas terhadap nilai pembayaran jasa lingkungan

yang pernah diterima akan memberikan peningkatan WTA sebesar 0,11892%.

Variabel ini duduga tidak berpengaruh nyata terhadap model karena hampir

semua responden merasa puas terhadap nilai pembayaran yang diterima.

Responden yang tidak puas dikarenakan kesalahan sendiri yang terlalu

mengikuti orang lain dalam menentukan nilai pembayaran jasa lingkungan.

Hal inilah yang menyebabkan variabel kepuasan terhadap nilai pembayaran

lingkungan yang diterima tidak berpengaruh nyata terhadap model.

60

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian ini, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Sebagian besar responden menilai baik terhadap program pembayaran jasa

lingkungan yang pernah berjalan. Responden menilai kualitas lingkungan

semakin baik setelah adanya program. Cara penetapan nilai konpensasi dinilai

baik oleh responden karena sesuai dengan keinginan masing-masing

responden.

2. Nilai dugaan rataan WTA responden adalah Rp 8.265,31 per pohon per tahun.

Jika dilakukan penyesuaian nilai pembayaran dengan jumlah pohon yang ada

pada 17,72 ha lahan yang diikutkan pada program , maka nilai total yang harus

diserahkan kepada Kelompok Tani Sumber Urip adalah Rp 63.938.000,00 per

tahun.

3. Nilai WTA responden Kelompok Tani Sumber Urip dipengaruhi oleh dua

faktor yaitu jumlah pohon yang diikutsertakan dalam program pembayaran

jasa lingkungan dan jumlah tanggungan responden.

8.2. Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, maka dapat disarankan

sebagai berikut:

1. Perlu adanya peningkatan pengetahuan bagi penyedia supaya penyedia terus

mempertahankan serta maningkatkan upaya konservasi yang sudah dilakukan.


2. Besarnya nilai rata-rata WTA Kelompok Tani Sumber Urip dapat dijadikan

acuan oleh Perum Jasa Tirta I dalam memberikan nilai pembayaran jasa

lingkungan kepada masyarakat.

3. Mengingat banyaknya lahan di kawasan DAS Brantas yang dapat

mengganggu keseimbangan serta guna terciptanya keseimbangan hubungan

hulu-hilir, maka perlu dilakukan perluasan lokasi penyedia program

pembayaran jasa lingkungan.

62

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:


Gajahmada University Press.
Fauzi, A. 2006. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Aksara.
Jakarta.
Garrod, G. dan Kenneth G. W. 1999. Economics Valuation of The Environmental.
Edward Elgar Publishing, Inc. Massachussetts.
Gujarati, D. N. 2003. Basic Econometrics. Fourth Edition. Mc Graw Hill Book
Company. Singapore.
Hanley, N dan C. L. Spash. 1993. Cost-Benefit Analisys and Environmental.
Edward Elger Publishing Limited. England.
Juanda, B. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press. Bogor

Merryna, A. 2009. Analisis Willingness To Pay Masyarakat Terhadap


Pembayaran Jasa Lingkungan Mata Air Cirahab. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor.
Pagiola, S., J. Bishop dan dan N. Landell-Mills. 2002. Selling Forest
Environmental Services: Market Based Mechanisms for Conservation and
Development. Earthscan Publication Ltd. London.
Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan . Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 2004. Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumberdaya Air. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 1990. Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya. Jakarta.
Suhendang, E. 2002. Pengantar Ilmu Kehutanan. Bogor: Yayasan Penerbit
Fakultas Kehutanan.
Tim Studi PES RMI. Laporan Studi PES untuk Mengembangkan Skema PES di
DAS Deli, Sumatra Utara dan DAS Progo, Jawa Tengah.
http:www.esp.or.id/wp-content/uploads/pdf/fs/esf-en.pdf.
Triani, A. 2009. Analsis Willingness To Accept Masyarakat Terhadap
Pembayaran Jasa Lingkungan DAS Cidanau. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor.
Wunder, S. 2005. Payment for Environmental Services : Some Nuts and Bolts.
Research. Center for International Forestry Research.
Yakin, A. 1997. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan: Teori dan Kebijakan
Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: CV. Akademika Persindo.

64

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Estimasi Model WTA

Regression Analysis: Ln WTA versus Jumlah Batang Pohon, Pendapatan, ...

The regression equation is


Ln WTA = 8.64 + 0.00135 Jumlah Batang Pohon - 0.000000 Pendapatan
+ 0.0004 Pendidikan + 0.0395 Jumlah Tanggungan + 0.00404 Lama
Tinggal - 0.119 Puas

Predictor Coef SE Coef T P VIF


Constant 8.6358 0.2431 35.53 0.000
Jumlah Batang Pohon 0.0013455 0.0002696 4.99 0.000 1.3
Pendapatan -0.00000001 0.00000004 -0.36 0.721 1.5
Pendidikan 0.00038 0.01209 0.03 0.975 1.8
Jumlah Tanggungan 0.03953 0.02305 1.72 0.094 1.4
Lama Tinggal 0.004036 0.002871 1.41 0.168 2.1
Puas -0.11892 0.08967 -1.33 0.192 1.0

S = 0.169093 R-Sq = 43.6% R-Sq(adj) = 35.2%

PRESS = 1.69855 R-Sq(pred) = 16.29%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P
Regression 6 0.88526 0.14754 5.16 0.001
Residual Error 40 1.14370 0.02859
Total 46 2.02897

Source DF Seq SS
Jumlah Batang Pohon 1 0.72082
Pendapatan 1 0.00291
Pendidikan 1 0.00883
Jumlah Tanggungan 1 0.05313
Lama Tinggal 1 0.04929
Puas 1 0.05029

Unusual Observations

Jumlah
Batang
Obs Pohon Ln WTA Fit SE Fit Residual St Resid
3 500 9.2103 9.3659 0.1250 -0.1556 -1.37 X
10 440 9.2103 9.4476 0.1216 -0.2373 -2.02RX
21 50 8.5172 8.8609 0.0464 -0.3437 -2.11R
46 55 8.5172 8.8459 0.0512 -0.3287 -2.04R

R denotes an observation with a large standardized residual.


X denotes an observation whose X value gives it large influence.

Durbin-Watson statistic = 2.15718

66

Residual Plots for Ln WTA


Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values
99
0.2
90

Residual
Percent

0.0
50

-0.2
10

1 -0.4
-0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 8.8 9.0 9.2 9.4
Residual Fitted Value

Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data


8
0.2
6
Frequency

Residual
0.0
4

-0.2
2

0 -0.4
-0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 1 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Residual Observation Order

67

Lampiran 2. Hasil Run Test

Runs test for RESI1

Runs above and below K = -3.55632E-15

The observed number of runs = 26


The expected number of runs = 23.6383
28 observations above K, 19 below
P-value = 0.469

68

Lampiran 3. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov

Probability Plot of RESI1


Normal
99
Mean -3.55271E-15
StDev 0.1577
95 N 47
KS 0.127
90
P-Value 0.058
80
70
Percent

60
50
40
30
20

10

1
-0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4
RESI1

69

Lampiran 4. Hasil Uji Glejser

Regression Analysis: abs(resi1) versus FITS1

The regression equation is


abs(resi1) = 1.44 - 0.145 FITS1

Predictor Coef SE Coef T P


Constant 1.4385 0.8078 1.78 0.082
FITS1 -0.14524 0.08971 -1.62 0.112

S = 0.0844078 R-Sq = 5.5% R-Sq(adj) = 3.4%

PRESS = 0.367040 R-Sq(pred) = 0.00%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P
Regression 1 0.018675 0.018675 2.62 0.112
Residual Error 45 0.320611 0.007125
Total 46 0.339285

Unusual Observations

Obs FITS1 abs(resi1) Fit SE Fit Residual St Resid


3 9.37 0.1556 0.0782 0.0348 0.0774 1.01 X
10 9.45 0.2373 0.0663 0.0417 0.1710 2.33RX
21 8.86 0.3437 0.1515 0.0178 0.1921 2.33R
40 9.33 0.1206 0.0832 0.0319 0.0374 0.48 X
46 8.85 0.3287 0.1537 0.0187 0.1750 2.13R

R denotes an observation with a large standardized residual.


X denotes an observation whose X value gives it large influence.

Durbin-Watson statistic = 2.13474

70

Lampiran 5. Dokumentasi Kondisi Lahan Sebelum dan Sesudah Program


Pembayaran Jasa Lingkungan

Gambar 1. Kondisi Lahan Sebelum Program Pembayaran Jasa Lingkungan

Gambar 2. Kondisi Lahan Setelah Program Pemabayaran Jasa Lingkungan

71

Anda mungkin juga menyukai