Anda di halaman 1dari 17

TEKNIK PEMBIBITAN DAN PENANAMAN BAKAU PUTIH (Rhizophora

apiculata) DI DESA SEBAUK (KELOMPOK MASYARAKAT PEDULI


ALAM SEKITAR) KECAMATAN BENGKALIS KABUPATEN
BENGKALIS PROVINSI RIAU

OLEH

ANGGI LESTARI
1804111148
ILMU KELAUTAN

JURUSAN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020
KATA PENGANTAR
2

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian

ini yang berjudul ” Teknik Pembibitan dan Penanaman Bakau Putih (Rhizophora

apiculata) di Desa Sebauk (Kelompok Masyarakat peduli Alam Sekitar)

Kecamatan Bengkalis Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau ”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir.Feliatra, DEA.

selaku Dosen mata kuliah metodologi penelitian yang telah memberikan

bimbingan, arahan dan motivasi kepada Penulis sehingga penyusunan usulan

penelitian ini selesai. Penulis juga berterima kasih kepada kedua orangtua serta

semua pihak yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan usulan penelitian

ini.

Apabila di dalam penulisan usulan penelitian ini terdapat kesalahan

penulis meminta maaf terlebih dahulu. Penulis juga menerima saran, kritikan dan

motivasi agar usulan penelitian ini menjadi lebih baik lagi.

Pekanbaru, Mei 2020

Anggi Lestari

DAFTAR ISI
3

Isi Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................... ii

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang ........................................................................ 1


I.2. Tujuan Praktek Magang............................................................ 3
I.3. Manfaat Praktek Magang.......................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pengertian Ekosistem Mangrove............................................... 5


II.2. Kondisi Ekosistem Mangrove .................................................. 5
II.3. Deskripsi Bakau Putih (Rhizhopora apiculata) ....................... 6
II.4. Lumpur Pada Daerah Mangrove............................................... 8
II.5. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan........... 9
III. METODE PRAKTEK MAGANG

III.1. Waktu dan Tempat.................................................................... 13


III.2. Bahan dan Alat.......................................................................... 13
III.3. Metode Praktek Magang........................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


4

Kabupaten Bengkalis dapat dikategorikan sebagai salah satu Kabupaten

kepulauan di Propinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian timur pulau

Sumatera dan wilayah kepulauan dengan luas 11.481,77 km dan mempunyai batas

batas sebagai berikut, yaitu di sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka,

sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Siak, sebelah Barat berbatasan

dengan Kota Dumai dan Kabupaten Rokan Hilir, dan sebelah Timur berbatasan

dengan Kabupaten Karimun dan Kabupaten Pelalawan.

Secara Administrasi Pemerintah Kabupaten Bengkalis terdiri atas 11

wilayah Kecamatan. Kesebelas kecamatan tersebut adalah Kecamatan Bengkalis

(luas 514,00 km), Kecamatan Bantan (luas 424,40 km), Kecamatan Bukit Batu

(1.870,21 km), Kecamatan Mandau (luas 3.440,47 km), Kecamatan Merbau (luas

1.348,91 km), Kecamatan Rupat (luas 1.524,85 km), Kecamatan Tebing Tinggi

(luas 1.436,83 km), Kecamatan Rangsang (luas 922,10 km'), Kecamatan

Rangsang Barat, Kecamatan Rupat Utara dan Kecamatan Tebing Tinggi Barat

serta 150 Desa/Kelurahan.

Kecamatan bengkalis merupakan salah satu kecamatan dalam wilayah

adsminitratif pemerintahan kabupaten bengkalis dan berada di pulau bengkalis.

Desa Sebauk merupakan salah satu dari 31 desa yang berada di wilayah

administratif kecamatan bengkalis yang terletak 9 km ke arah barat dari pusat

kota kecamatan.

Desa Sebauk mempunyai batas wilayah sebagai berikut, yaitu sebelah

utara berbatasan dengan selat malaka, sebelah selatan berbatasan dengan selat

bengkalis, sebelah timur berbatasan dengan desa pangkalan batang barat, sebelah

barat berbatasan dengan desa senderak.


5

Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan pengembangan usaha tambak

dan perkebunan, tumbuhan di sepanjang garis pantai seperti mangrove banyak

yang telah ditebang. Sejalan dengan semakin menipisnya mangrove, laju abrasi

dan erosi di kawasan pesisir pulau-pulau di Bengkalis menunjukkan

kecenderungan yang semakin tinggi. Hal ini diindikasikan oleh tiga kenyataan

yang menunjukkan bahwa garis pantai di beberapa tempat hampir menyentuh

badan jalan, merusak areal kebun kelapa penduduk dan lahan pertanian lainnya.

Bahkan tiga desa di pulau Bengkalis, yakni Jangkang, Bantan dan Rupat,

terancam digenangi air laut. Air laut itu sudah masuk hingga satu kilometer dari

bibir pantai.

Kabupaten Bengkalis yang memiliki hutan mangrove seluas 47.600,02 Ha

yang tersebar ditiap-tiap pulau. Kerusakan hutan magrove di Kabupaten Bengkalis

akhir-akhir ini semakin parah. Hal ini dikarenakan:

1) Rendahnya kesadaran masyarakat khususnya yang tinggal didaerah pesisir

dan juga disebabkan tingginya eksploitasi hutan mangrove secara berlebihan

yang tidak memperhatikan dampak keadaan lingkungan.

2) Keadaan sosial ekonomi masyarakat Kabupaten Bengkalis yang

tersebardipesisir pantai mengandalkan sumber daya alam kelautan dan pesisir

sebagai mata pencaharian kehidupan masyarakat. Dalam memenuhi

keperluan hidupnya, sebagian masyarakat pesisir melakukan intervensi

terhadap ekosistem hutan mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih

fungsi lahan (mangrove) menjadi tambak, pemukiman nelayan, industri, dan

sebagainya maupun penebangan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan


6

terutama bahan industri panglung kayu arang, serta penggunaannya sebagai

kayu cerocok bangunan.

Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah

pasang surut terutama di pantai yang terlindungi laguna dan muara sungai yang

tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang

komunitas tumbuhnya bertoleransi terhadap garam (Kusmana et al, 2003).

Rhizophora apiculata merupakan jenis bakau yang memiliki pertumbuhan

yang lambat apabila dibandingkan dengan jenis bakau yang lain, sehingga

dibutuhkan perlakuan khusus untuk mempercepat pertumbuhannya. Salah satu

usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan penambahan bahan organik dimana kita

ketahui bahan organik sangat bermanfaat untuk memperbaiki kondisi tanah dan

memberikan asupan nutrisi yang dapat membantu pertumbuhan semai bakau.

Untuk dapat mengevaluasi bahan organik mana yang mampu memberikan asupan

unsur hara yang cukup bagi pertumbuhan semai Rhizophora apiculata.

1.2 Tujuan Praktek


Praktek ini bertujuan untuk mengetahui cara pembibitan dan

penanaman Bakau Putih Rhizophora apiculata serta dapat mengetahui cara

pembuatan Bedeng, pencarian benih yang matang, penyimpanan benih,

penanaman benih di Polybag, penentuan lokasi penanaman, persiapan tenaga

kerja, persiapan alat dan bahan untuk penanaman di lapangan, penataan lokasi

tanam, pengangkutan bibit yang benar, dan penanaman bibit Rhizophora

apiculata dilapangan.

1.3 Manfaat Praktek


Praktek magang ini bermanfaat untuk menambah keterampilan

dalam teknik pembibitan dan penanaman bakau putih Rhizophora apiculata.


7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Ekosistem Mangrove


Ekosistem mangrove merupakan mata rantai utama yang berperan sebagai

produsen dalam jarring makanan dalam ekosistem pantai. Selain itu ekosistem

mangrove yang mempunyain stabilitas tinggi menyediakan makanan berlimpah

bagi berbagai jenis hewan laut dan menyediakan tempat berkembang biak,

memijah, dan membesarkan anak bagi beberapa jenis ikan, kerang, kepiting, dan

udang, sehingga secara tidak langsung kehidupan manusia tergantung pada

keberadaan ekosistem mangrove. Mangrove juga mempunyai fungsi fisik bagi

pantai yaitu sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan angin kencang,

penahan abrasi, penampung air hujan sehingga mencegah banjir, dan penyerapan

limbah yang mencemari perairan (Indriyanto, 2006).

2.2 Kondisi Ekosistem Mangrove


Adaptasi pohon mangrove hutan mangrove yang umumnya didominasi

oleh pohon mangrove dari empat genera (Rhizophora, Avicennia, Sonneratia dan

Bruguiera), memiliki kemampuan adaptasi yang khas untuk dapat hidup dan

berkembang pada substrat berlumpur yang sering bersifat asam dan anoksik.

Kemampuan adaptasi ini meliputi: adaptasi terhadap kadar oksigen rendah pohon

mangrove memiliki sistem perakaran yang khas bertipe cakar ayam, penyangga,

papan dan lutut (Arief, 2003).

Tanah terjadi dari pelapukan batuan yang merupakan suatu campuran

dari beberapa unsur. Tanah aluvial ialah tanah yang berasal dari endapan lumpur

yang dibawa melalui sungai-sungai. Tanah ini bersifat subur sehingga baik untuk

pertanian bahan-bahan makanan. Dataran aluvial yang luas terdapat di daerah


8

Sumatera bagian timur, Jawa bagian utara, Kalimantan bagian selatan dan tengah

dan Papua bagian selatan (Notohadiprawiro, 1998).

Ekosistem mangrove merupakan habitat bagi berbagai fauna, baik fauna

khas mangrove maupun fauna yang berasosiasi dengan mangrove. Berbagai

fauna tersebut menjadikan mangrove sebagai tempat tinggal, mencari makan,

bermain atau tempat berkembang biak. Penelitian mengenai fauna mangrove di

Indonesia masih terbatas, baik di bidang kajiannya maupun lokasinya. Sampai

saat ini, beberapa hasil penelitian yang telah dipublikasikan mengenai fauna yang

berasosiasi khusus dengan hutan mangrove mengambil lokasi di Pulau Jawa

(Teluk Jakarta, Tanjung Karawang, Segara Anakan – Cilacap, Segara Anak –

Jawa Timur, Pulau Rambut, Sulawesi (Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah,

Ambon, Sumatera (Lampung, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara), dan

Kalimantan Barat (LPP Mangrove, 2009).

2.3 Deskripsi Bakau Putih ( Rhizophora apiculata )


Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Malpighiales

Famili : Rhizophoraceae

Genus : Rhizophora

Spesies : Rhizophora apiculata.

Rhizophora apiculata atau yang biasanya disebut dengan bakau Putih

memiliki ciri yang sangat khas yaitu memiliki tulang daun berwarna merah

kecoklatan dan daun meruncing dan menyempit. Buahnya atau yang disebut
9

propagul termasuk tipe vivipari dimana buah telah berkecambah saat di pohon,

memilik perakaran yang sangat sangat rapat dan biasanya disebut dengan akar

tunjang dan akar gantung. Pohon besar, dengan akar tunjang yang menyolok dan

bercabang-cabang. Ketinggian pohon dapat mencapai 30 m dengan diameter

batang mencapai 50 cm, memiliki perakaran yang khas hingga dapat mencapai 5

m, dan kadang-kadang memiliki akar udara yang keluar dari cabang. kulit kayu

berwarna abu-abu tua dan berubah-ubah. Daun tunggal, terletak berhadapan,

terkumpul di ujung ranting, dengan kuncup tertutup daun penumpu yang

menggulung runcing. Helai daun eliptis, tebal licin serupa kulit, hijau atau hijau

muda kekuningan, berujung runcing, bertangkai, 3,5-13 × 7-23 cm. Daun

penumpu cepat rontok, meninggalkan bekas serupa cincin pada buku-buku yang

menggembung (Surya et al, 2010).

Warna daun berwarna hijau tua, bentuk elips meruncing. pucuk daun

berwarna merah. Bunga berwarna merah kecoklatan dengan formasi 2-4 bunga

per kelompok. Batang agak mengkilap. Bunga berkelompok dalam payung

tambahan yang bertangkai dan menggarpu di ketiak, 2-4-8-16 kuntum,

berbilangan 4. Tabung kelopak bertaju sekitar 1,5 cm, kuning kecoklatan atau

kehijauan, melengkung. Daun mahkota putih berambut atau gundul agak

kekuningan, bergantung jenisnya. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Buah

bakau perhatikan hipokotilnya yang berwarna hijau memanjang.

Buah berbentuk telur memanjang sampai mirip buah pir yang kecil, hijau

coklat kotor. Hipokotil tumbuh memanjang, silindris, hijau, kasar atau agak

halus berbintil-bintil.
10

2.4 Lumpur pada Daerah Mangrove


Jenis Rhizophora apiculata tumbuh pada tanah berlumpur, halus, dalam

dan tergenang pada saat pasang normal. Tidak menyukai substrat yang lebih keras

yang bercampur dengan pasir. Yang paling umum adalah hutan mangrove tumbuh

di atas lumpur tanah liat bercampur dengan bahan organik. Akan tetapi di

beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya bahkan ada

pula hutan mangrove yang tumbuh di atas tanah bergambut.

Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi,

atau bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan

terumbu karang. Terpaan ombak bagian luar atau bagian depan hutan mangrove

yang berhadapan dengan laut terbuka sering harus mengalami terpaan ombak

yang keras dan aliran air yang kuat. Tidak seperti bagian dalamnya yang lebih

tenang. Yang agak serupa adalah bagian bagian hutan yang berhadapan langsung

dengan aliran air sungai, yakni yang terletak di tepi sungai. Perbedaannya,

salinitas di bagian ini tidak begitu tinggi, terutama di bagian -bagian yang agak

jauh dari muara (Wales, 2010).

Hutan bakau tumbuh di atas lumpur tanah liat bercampur dengan bahan

organik. Akan tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak

proporsinya bahkan ada pula hutan bakau yang tumbuh di atas tanah bergambut.

Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi, atau

bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan

terumbu karang. Sifat fisik tanaman pada hutan mangrove membantu proses

pengendapan lumpur. Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan

penghilangan racun dan unsur hara air, karena bahan-bahan tersebut seringkali
11

terikat pada partikel lumpur. Dengan hutan mangrove, kualitas air laut terjaga dari

endapan lumpur erosi (Munir, 1996).

Dari segi substrat dasar, hutan mangrove dapat tumbuh pada substrat dasar

pasir, lumpur, koral maupun batu-batuan. Pertumbuhan terbaik terdapat pada

substrat dasar lumpur (misalnya: Teluk Bintuni Irian, Cilacap, Muara Musi-

Banyuasin, Batu Ampar Kalimantan Barat, Muara Sungai Indragiri Hilir). Pada

substrat dasar lainnya, pertumbuhan umumnya kurang memuaskan, dan

cenderung lambat (seperti Bali, NTB, pulau Batam, dan sekitarnya, Bunaken,

Kepulauan Aru), efek penebangan hutan terhadap ekosistem pantai didaerah

seperti ini akan sangat terasa karena proses regenerasi akan berjalan lambat.

Bertolak dari kenyataan ini, penetapan lebar jalur hijau tentu harus berbeda

dengan di daerah yang relatif subur (pohon yang tumbuh pada substrat lumpur).

2.5 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Rhizophora


apiculata.
Menurut Kusmana (2004) Sruktur, fungsi, komposisi, distribusi spesies,

dan pola pertumbuhan mangrove sangat tergantung pada faktor-faktor lingkungan.

Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mangrove

yaitu:

a. Cahaya
Menurut Takashima et al,(1999) tanaman mangrove membutuhkan

intensitas cahaya matahari tinggi, akan tetapi pada tingkat semai tanaman

mangrove memerlukan naungan. Simarangkir (2000) menyatakan bahwa tanaman

yang tumbuh dengan intensitas cahaya 0% akan mengakibatkan pengaruh yang

berlawanan, yaitu suhu rendah, kelembaban tinggi, evaporasi dan transportasi

yang rendah. Tanaman cukup mengambil air, tetapi proses fotosintensis tidak
12

dapat berlangsung tanpa cahaya matahari. Sementara Soekotjo (1976)

berpendapat bahwa pengaruh cahaya terhadap pembesaran sel dan diferensiasi sel

berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi, ukuran daun serta batang.

Dibandingkan dengan lama penyinaran dan jenis cahaya, intensitas cahaya

merupakan faktor yang paling berperan terhadap kecepatan berjalannya

fotosintesis. Laju fotosintesis meningkat dengan meningkatnya kelembaban udara

sekitar tanaman. Intensitas cahaya tinggi membawa perubahan-perubahan penting

pada morfologi pohon yaitu pembentukan sistem akar dan peningkatan rasio akar

dan batang, sedangkan daun akan menjadi lebih tebal karena intensitas cahaya

tinggi merangsang pertumbuhan palisade. Intensitas cahaya tinggi juga dapat

menurunkan pertumbuhan tinggi. Pertumbuhan tinggi lebih cepat pada tempat

ternaung daripada tempat terbuka (Ulumiyah et al. 2008).

b. Suhu udara
suhu berperan penting dalam proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi),

produksi daun baru Rhizopora sp. Tumbuh optimal pada suhu 26-28oC, sedangkan

untuk jenis Avicennia marina terjadi pada suhu 18-20oC dan jika suhu lebih tinggi

maka prduksi jadi berkurang, Brugueira tumbuh optimal pada suhu 27oC dan

sylokarpus tumbuh optimal pada suhu 21-26oC (Reinnamah,2010).

c. Pasang Surut
Pasang yang terjadi dikawasan mangrove sangat menentukan zonasi

tumbuhan dan komunitas hewan yang bersosiasi pada mangrove, lama terjadi

pasang dikawasan mangrove dapat mempengaruhi perubahan salinitas air dimana

salinitas akan meningkat pada saat air pasang serta menjadi faktor pembatas yang
13

mempengaruhi distribusi spesies horizontal dan sebaliknya akan menurun saat air

laut surut (Reinnamah,2010).

d. Gelombang dan Arus


Arus, gelombang dan pasang surut merupakan parameter penting dnamika

perairan yang memberikan pengaruh terhadap perubahan wilayah pesisir dan laut.

Gelombang dan arus dapat merubah struktur dan fungsi ekosistem hutan

mangrove. Gelombang dan arus tidak langsung berpengaruh terhadap sedimentasi

pantai dan pembentukan padatan-padatan pasir dimuara sungai, dengan terjadinya

padatan-padatan dan sedimentasi pasir ini merupakan substrat yang baik untuk

menunjang pertumbuhan mangrove, serta berpengaruh langsung terhadap

distribusi spesies dan daya tahan organisme akuatik melalui tranportasi nutrien-

nutrien penting dari mangrove ke laut (Dijkstra,2008).

e. Salinitas
Salinitas air merupakan faktor penting dalam pertumbuhan, daya tahan dan

zonasi jenis mangrove. Tumbuhan mangrove merupakan tumbuhan subur

didaerah estuaria dengan salinitas 10-30 ppt. Salinitas yang sangat tinggi

(hypersalinity) misalnya ketika salinitas air permukaan melebihi salinitas yang

uum dilaut (± 35 ppt) dapat berpengaruh buruk pada vegetasi mangrove, karena

dampak dari tekanan osmotik yang negatif (Kusmana, 2004).

f. Tanah
Jenis-jenis mangrove tumbuh dengan baik pada tanah berlumpur, terutama

didaerah endapan lumpur terakumulasi. Jenis tanah yang mendominasi kawasan

mangrove biasanya adalah fraksi lempeng berdebu, akibat rapatnya bentuk

perakaran yang ada. Jika kerapatan rendah tanah akan mempunyai nilai pH yang
14

tinggi. Kisaran nilai pH tidak banyak berbeda, antara 4,6-6,5 dibawah tegakan

jenis rhizopora sp. (Arief,2003).


15

III. METODE PRAKTEK MAGANG

III.1. Waktu dan Tempat

Praktek Magang ini dilaksanakan mulai di Desa Sebauk (Kelompok

Masyarakat Peduli Alam Sekitar), Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis,

Provinsi Riau.

III.2. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan pada Praktek Magang ini hand refractometer,

Indikator pH, termometer, kantong Polybag, peralatan teknis penanaman, benih

Rhizophora apiculata, dan bibit Rhizophora apiculata.

III.3. Metode Praktek Magang


Metode yang digunakan dalam praktek magang ini adalah metode partisipatif

aktif yaitu dengan mengikuti magang kerja pada seluruh kegiatan dalam teknik

pembibitan dan penanaman Bakau Putih (Rhizophora apiculata) dan Metode

Pengumpulan Data yang digunakan adalah metode studi pustaka, Metode studi

pustaka adalah dengan melakukan pengumpulan data berupa literatur - literatur

yang bersumber dari buku dan jurnal yang berkaitan dengan judul praktek

magang.
16

DAFTAR PUSTAKA

Arief, A. 2003. Hutan Mangrove. Penerbit kanisius. Jakarta.

Bengen, D G. 2002. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut Serta
Prinsip Pengelolaannya. Cetakan Kedua. Bogor: Pusat Kajian Sumber
Daya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.

Dahuri, R. J. Rais, S. P. Ginting dan M. J. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumber


Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Cetakan Kedua.
Jakarta: Pradnya Paramita.

Dijkstra. 2008. Dynamical Oceanography. Springer-Verlag Berlin Heidelberg


German. 405pp.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Khazali, M. 1999. Panduan Teknis Penanaman Mangrove Bersama Masyarakat.


Wetlands International Indonesia Programme. Bogor.

Kusmana, C. 2004. Kajian Ekologi Hutan Pantai Suaka Marga Satwa Pulau
Rambut, Teluk Jakarta. Jurnal Komunikasi Penelitian 16 (6) :77/22.

Kusmana, C. Onrizal, Sudarmadji. 2003. Jenis-Jenis Pohon Mangrove di Teluk


Bintuni, Papua. IPB Press. Bogor.

LPP Mangrove, [Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove]. 2009.


http://imred.org [ 05 januari 2018 ].

Munir, M.S. 1996. Tanah-tanah Indonesia, Karateristik, Klasifikasi dan


Pemanfaatanya. Pustaka Jaya. Jakarta. Hlm 312.

Noor, Y. R., Khazali, M., & Suryadiputra, I. N. (2006). Panduan Pengenalan


Mangrove di Indonesia. Bogor: Wetlands International – Indonesia
Programme.
Notohadiprawiro, T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta

Priyono, A. (2010). Panduan Praktis Teknik Rehabilitasi Mangrove di Kawasan


Pesisir Indonesia. Semarang: Kesemat.

Reinnamah, Y. 2010. Pengaruh Faktor Oseanografi Terhadap


PertumuhanMangrove (R.apiculata). Dengan Menggunakan Metode Buis
Bambu di Pantai Oseapa Kecamatan Kepala Lima Kota Kupang.
17

Simarmata, E. 2011. Pertumbuhan Bibit Rhizophora apiculata Pada Berbagai


Intensitas Naungan. Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Simarangkir, B.D.A.S, 2000. Analisis Riap Dryobalanopslanceolata Burck pada
Lebar Jalur yang Berbeda di Hutan Koleksi Universitas Mulawarman
Lempake. Frontir Nomor 32. Kalimantan Timur.

Soekotjo,1976 . Biologi . bandung : tarsito.


Surya, N.W., Zozy, A.N dan Desi, L.S. 2010. Pertumbuhan Bibit Bakau
(Rhizophora apiculata) Pada Media Lapisan Tanah Lumpur Berpasir dan
Pasir. Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Jurusan Biologi. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Andalas. Padang.

Taniguchi, K.S., Takashima, dan O. Suko. 1999. The silviculture manual for
mangrove, dalam Manual of Mangrove Silviculture in Indonesia. Korea
International Cooperation Agency The Rehabilitation Mangrove Forest
and Coastal Area Damaged By Tsunami in Aceh Project, Kusmana. C.,
I.C. Wibowo, S.W. Budi, R., I.Z. Siregar, T. Tiryana, dan S. Sukardjo.
2008. Korea International Cooperation Agency (KOICA).Teknik

Ulumiyah, N., Setyaningsih, L, dan Sadjapradja, O. 2008. Pengaruh Intensitas


Naungan dan Dosis Pupuk NPK Serta Komposisi Media Tanam Terhadap
Pertimbuhan Rhizophora Stylosa. Jurnal Nusa Sylva FK UNB. Vol 8 (1).

Wales, J. 2010. Hutan Bakau. Diakses darihttp://www.wikipedia_hutanbakau.com


(05 januari 2018)

Wibisono, I.T, Priyanto,E.B, dan Saryadiputra, I.N. 2006. Panduan Praktis


Rehabilitasi Pantai: Sebuah Pengalaman Merehabilitasi Kawasan Pesisir
Wetlands International-Indonesia Programme. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai