Anda di halaman 1dari 41

KEBIJAKAN KONSERVASI HIU DAN

PARI DI INDONESIA
DAN ASPEK REGULASINYA
Terkait larangan ekspor
dari jenis hiu martil dan hiu koboy
Oleh:
Didi Sadili
Disampaikan pada:
Symposium hiu dan pari
Bogor, 10 11 Juni 2015

DIREKTORAT KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN


DITJEN KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

Dasar Hukum
UU No. 5/1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya;
UU No. 31 tahun 2004 sebagaimana telah dirubah menjadi UU Nomor 45 tahun 2009 tentang
Perikanan;
UU No. 32 tahun 2004 sebagaimana telah dirubah menjadi UU No. 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah;
UU No. 27/2007 sebagaimana telah dirubah menjadi UU No. 01 tahun 2014 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
PP No.7/1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa;
PP No.60/2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan;
Kepres No. 43/978 tentang Pengesahan CITES
PerMen KP. No. 26 tahun 2013 tentang Perubahan atas Per Men KP No. 30 tahun 2012 tentang Usaha
Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia;
PerMen KP. No. 12 tahun 2013 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Laut Lepas
KepMen KP No. 18 tahun 2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Hiu Paus
(Rhincodon typus)
KepMen KP No. 4 tahun 2014 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Pari Manta
KepMen KP No. 59 tahun 2014 tentang Larangan Pengeluaran Ikan Hiu Koboi
(Charcharhinus longimanus) dan Hiu Martil (Sphyrna spp.) dari Wilayah Negara
Republik Indonesia ke Luar Wilayah Negara Republik Indonesia
Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan

Konservasi untuk Pemanfaatan Lestari


Program Perlindungan

Program Pelestarian
Konservasi
SDI

Pemanfaatan
Lestari

Program Pemanfaatan Lestari

UPAYA POKOK PROGRAM KONSERVASI JENIS IKAN


PENETAPAN STATUS
PERLINDUNGAN

Kerjasama
Regional/Internasional
UPAYA
PERLINDUNGAN

Pengawasan dan penya


daran masyarakat

Pengkayaan
populasi in-situ

Dukungan
Penelitian

UP
PE AY
BE M A A
AN RK NF
EL AA
AN TA
JU N
T

Pengendalian
pemanfaatan
E
EL
AP
AY N
UP RI A
TA

Pengkayaan
populasi ex-situ

PERLINDUNGAN HABITAT
PENTING

Penguatas aspek
pendataan
Pengembangan model
pemanfaatan

Pengaturan kuota tangka


Regulasi
pemanfaatan

KONSERVASI JE NIS IKAN adalah upaya melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan


sumber daya ikan, untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan jenis ikan bagi
generasi sekarang maupun yang akan datang

FISHES
1. NAPOLEON
2. TERUBUK
3. BCF / CAPUNGAN
BANGGAI
4. ARWANA
5. SIDAT
6. KUDA LAUT
7. HIU PAUS
8. PARI MANTA
9. PARI GERGAJI
10. HIU KOBOI DAN HIU
MARTIL
11. MOLA-MOLA

REPTIL
12. PENYU
13. LABI-LABI

ECHINODERMATA
14. TERIPANG

MAMALIA
15. PAUS / LUMBA2
16. DUGONG

COELENTERATA
17. KARANG HIAS
18. BAMBU LAUT

MOLUSCA
19. KIMA
20. LOLA

10 NEGARA PENGHASIL HIU TERBESAR DUNIA

USA
37,069 ton/th
5.14 %

FRANC
19,498 ton/th
2.70 %

1
0

SPAIN
62,157 ton/th
8.62 %

6
MEXICO
30,305 ton/th
4.20 %

BRAZIL
21,009 ton/th
2.91 %

ARGENTINA
39,952 ton/th
5.54 %

7
2

TAIWAN
29,310 ton/th
4.07 %

INDIA
79,193 ton/th
10.98 %
MALAYSIA
22,297 ton/th
3.09 %

INDONESIA
88,790 ton/th
12.31 %

TOTAL PRODUKSI HIU


DUNIA
721,011 ton/th

DIREKTORAT KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN


DITJEN KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL, KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

INFORMASI UMUM

https://www.dropbox.com/s/fv9ntusel7h4u2
r/Tangkapan%20layar%202015-0420%2012.36.46.png?dl=0

Peran Hiu dan Pari Manta di Ekosistem


Ikan hiu berperan sangat penting dalam
ekosistem laut dan terumbu karang. Sebagai
top predator, ikan ini bertugas menjaga
keseimbangan ekosistem laut;
Hiu memangsa ikan untuk memastikan
kondisi ekosistem tetap sehat dan ikan tetap
berlimpah;
secara ekologis, hiu akan memangsa ikan
lain yang sakit atau tua dan lemah. Perilaku
ini membuat fungsi keberadaan hiu di
ekosistem perairan laut dan terumbu karang
menjadi vital.

STATUS KONSERVASI
IUCN :
Termasuk dalam daftar merah (red list)
IUCN, kategori ENDANGERED (EN)
IUCN (International Union foir Conservation of
Nature and Natural Resources) merupakan
suatu organisasi profesi tingkat dunia yang
memantau keadaan populasi suatu spesies
kehidupan liar (flora dan fauna) dan banyak
memberikan rekomendasi dalam hal
penanganan terhadap suatu spesies hidupan
liar yang hampir punah.

STATUS KONSERVASI HIU

CITES :
COP-16 CITES (Maret 2013)
a.5 spesies hiu masuk dalam daftar Appendik II CITES,
4 diantaranta terdapat di Indonesia :(1) Sphyrna leweni,
(2) Sphyrna zygaena, dan (3) Sphyrna mokarran, (4)
Carcharhinus longimanus.
b.2 spesies pari manta masuk dalam daftar Appendik II
CITES : Manta birostris dan Manta alfredi

HIU APPENDIK II CITES

Merupakan kesepakatan/ perjanjian antar


pemerintah (multilateral)
Tujuannya adalah menjamin bahwa hidupan
liar berupa flora dan fauna yang
diperdagangkan secara internasional tidak
dieksploitasi secara tidak berkelanjutan
yang menyebabkan punahnya atau
langkanya sumberdaya tsb di habitat alam

15

The Convention on International Trade in Endangered


Species of Wild Fauna and Flora
= Washington Convention, karena ditandatangani di
Washington D.C.

CITES ditandadatangani pada tgl. 3 Maret


1973, dan berlaku secara resmi 1 Juli 1975
Ratifikasi CITES INDONESIA : KEPPRES.43/1978
16

Bagaimana Cara Kerja CITES


Management Authority bertanggung jawab
dalam aspek administratif dari pelaksanaan
CITES (legislasi, pelaksanaan legislasi,
penegakan hukum, izin, laporan tahunan dan
duatahunan, komunikasi dengan institusi
CITES lain)

17

Pengertian Appendik CITES


Jenis-jenis yang diatur CITES dibagi ke dalam tiga Appendiks:
Appendix I
Termasuk jenis-jenis yang terancam punah
Appendix II
Termasuk jenis yang saat ini belum terancam punah
namun perdagangannya harus dikontrol agar tidak
menjadi terancam punah
Termasuk jenis-jenis yang mirip dengan jenis-jenis yang
telah masuk dalam Appendix II
Appendix III
Termasuk jenis-jenis yang diproteksi oleh suatu negara
dan yang menginginkan negara anggota untuk membantu
melakukan kontrol terhadap ekspornya
18

Pengertian Appendik CITES


Appendik I
Perdagangan Internasional (komersial) umumnya
dilarang
Appendik II
Perdagangan Internasional diperbolehkan tetapi
dengan kontrol
Appendik III
Perdagangan Internasional diperbolehkan tetapi
dengan kontrol
(umumnya tidak seketat Appendix II)
19

KETENTUAN DAN MEKANISME CITES


Ketentuan Pemanfaatan Appendik II Cites Setiap Negara
Pemilik Sumberdaya Diharuskan Menerapkan Prinsip2 Ndf
(Non Detrimental Finding) Yang Mencakup 3 Aspek, Yaitu :
Keberlanjutan, Ketelusuran Dan Legalitas.
Ketentuan Cites Tidak Mengatur Sanksi Secara Langsung
Terhadap Pelanggaran Yang Dilakukan, Sanksi Bagi Pihak
Yang Melakukan Pelanggaran Umumnya Bersifat Administratif
Seperti Pencabutan Ijin.
Pelanggaran Terhadap Ketentuan Cites Diatur Oleh
Regulasi Nasional, Seperti: Penyitaan Barang Bukti Dan
Pencabutan Ijin.
Otoritas Pengelola Cites Di Indonesia Sampai Dengan Saat
Ini Berada Di Kementerian Lingkungan Hidup Dan
Kehutanan..

SISTEM KONTROL PERDAGANGAN YG DITERAPKAN CITES


PENGENDALIAN Di PELABUHAN KELUAR MASUK

- Setiap negara anggota diwajibkan memiliki aturan yang efektif


a.l : otoritas pengelola diwajibkan dapat mengendalikan keluar
masuk biota CITES melalui dokumen perijinan (Kontrol
dipintu keluar neg pengeksport dan pintu masuk neg
pengimport)
- Di tkt Nasional Harus bekerja sama dengan : Bea cukai,
Nasional Central Bureau / kepolisian dan Karantina

IMPORT
EKSPORT

PENGENDALIAN
Di WilAYAH antar
pulau/perairan
Indonesia

NEGARA
TUJUAN
EKSPORT

Kontrol Sekretariat CITES :


- Word Customs Organization,
ICPO Interpol, NGO int.

ANCAMAN KELESTARIAN SD-HIU

Praktek Finning

Tertangkapnya anakan hiu

ANCAMAN KELESTARIAN SD-HIU

Over eksploitasi..?

By-catch

Arah Kebijakan Utama Pengelolaan


Hiu

Arah Kebijakan Utama Pengelolaan


Hiu

Jenis Hiu yang Dilindungi Berdasarkan


PP No. 7 tahun 1999 atau Turunan
dari UU No. 5/1990

PARI GERGAJI (Pristis microdon)


DILINDUNGI PENUH BERDASARKAN PP 7/99
HIDUP DI AIR TAWAR / DANAU SENTANI

Pasal Terkait Pelanggaran


Pemanfaatan (Penangkapan dan
Perdagangan) Hiu Pari

UU No. 5/1990
KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
LINGKUP PERLINDUNGAN:
Pasal 21 ayat (2)
menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara,
mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;
menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa
yang dilindungi dalam keadaan mati;
mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat
lain di dalam atau di luar Indonesia;
memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain
satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian
tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di
dalam atau di luar Indonesia;
mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau
memiliki telur dan atau sarang satwa yang dillindungi.

SANKSI
Pasal 40 ayat (2)

Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan


sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan
pidana PENJARA paling lama 5 (lima) tahun dan DENDA paling

JENIS HIU YANG DILINDUNGI PENUH BERDASARKAN


KEPUTUSAN MENTERI-KP No. 18 tahun 2013

JENIS PARI YANG DILINDUNGI MENURUT


KEPUTUSAN MENTERI-KP NO.

Manta birostris /
MANTA OSEANIK
Manta alfredi
TERDAPAT 2 SPESIES PARI MANTA : MANTA KARANG (Manta alfredi)
dan MANTA OSEANIK (Manta birostris)
DILINDUNGI PENUH BERDASARKAN : Kepmen KP No.4/2015.
MEMPUNYAI KEMIRIPAN DENGAN MANTA JENIS MOBULA
EKSPOR : INSANG

PERATURAN MENTERI KP
LARANGAN EKSPOR
1. HIU MARTIL (Sphyrna spp) dan HIU KOBOI (Carcharhinus longimanus)

Permen KP No. 59/PERMEN-KP/2014


MASA BERLAKU : 1 (SATU) tahun sd 31 NOVEMBER 2015

Sphyrna lewini

Sphyrna mokarran

Sphyrna zygaena

Carcharhinus longimanus

INDONESIA GAGAL MENOLAK MASUKNYA 4 SPESIES HIU


DAN 2 SPESIES PARI DALAM APPENDIK II CITES

Manta alfredi

Manta birostris

DIREKTORAT KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN


DITJEN KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia


Nomor. 12/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Laut Lepas.

Pasal 39 yang menyebutkan bahwa setiap kapal penangkap ikan yang melakukan
penangkapan ikan di laut yang memperoleh hasil tangkapan sampingan (bycatch) yang
secara ekologis terkait (ecologically related species) perikanan tuna berupa hiu, burung
laut, penyu laut, mamalia laut termasuk paus, dan hiu wajib melakukan tindakan
konservasi.

Pasal 40 juga menjabarkan ketentuan yang menjelaskan ketentuan hasil tangkapan


sampingan (bycatch) berupa hiu yang secara ekologis terkait dengan perikanan tuna
(ecologically related species) harus memenuhi ketentuan bukan merupakan hiu yang
masih juvenil ataupun dalam kondisi hamil, serta harus didaratkan secara utuh, dan

Pasal 43 lebih menjelaskan mengenai status hasil tangkapan sampingan (bycatch) yang
terkait secara ekologis (ecologically related species) pada perikanan tuna, seperti hiu
monyet (tresher sharks), yang harus dilepaskan dalam keadaan hidup. Selain itu
ditetapkan pula sanksi bagi setiap kapal penangkap ikan yang menangkap, memindahkan,
mendaratkan, menyimpan dan atau menjual jenis hiu monyet (tresher sharks) dari Suku
Alopiidae, baik utuh maupun bagiannya.

Pasal-Pasal Terkait Sangsi Pelanggaran


Pemanfaatan (Penangkapan dan
Perdagangan) Jenis-Jenis Ikan Yang
Dilindungi dan Tidak Boleh Diperdagangkan

UU No. 31/2004 tentang Perikanan dan UU No. 45/2009


LINGKUP :
Pasal 7 ayat (1)
Dalam rangka mendukung pengeloaan sumberdaya perikanan, menteri menetapkan:
p. ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh ditangkap;
s. jenis ikan yang dilarang untuk diperdagangkan, dimasukkan, dan dikeluarkan ke
dan dari wilayah Republik Indonesia;
t. JENIS IKAN DILINDUNGI
Pasal 7 ayat (2)
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pengelolaan perikanan wajib
memenuhi ketentuan sebagaimana dimakud pada ayat (1) mengenai : j. ukuran
ikan yang boleh ditangkap, m. jenis ikan yang dilarang diperdagangkan , n. jenis
ikan yang dilindungi

SANKSI

Pasal 100

UU No.31/2004

Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana yang ditetapkan dalam


Pasal 7 ayat (2) dipidana dengan pidana DENDA paling banyak Rp.
250.000.000,- (DUA RATUS LIMA PULUH JUTA RUPIAH)

Pasal 100 C UU No.45/2009


dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dilakukan
oleh NELAYAN KECIL dan/atau pembudidaya ikan kecil dipidana dengan
pidana DENDA paling banyak Rp. 100.000.000,- (SERATUS JUTA RUPIAH)

Sanksi yang dipergunakan untuk


pelanggaran terhadap jenis ikan yang
dilindungi
SANKSI
Pasal 14
(4)Setiap orang dilarang merusak plasma nutfah yang berkaitan dengan
sumber daya ikan

Pasal 87
(1)Setiap orang yang dengan SENGAJA di WPP RI yang dengan sengaja
merusak plasma nutfah yang berkaitan dengan SDI sebagaimana
dimaksud Pasal 14 ayat (4) dipidana dengan PIDANA PENJARA
paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,- (SATU MILYAR RUPIAH)
(2) Setiap orang yang karena KELALAIANNYA di WPP RI mengakibatkan
rusaknya plasma nutfah yang berkaitan dengan SDI sebagaimana dimaksud
pada Pasal 14 ayat (4) dipidana dengan PIDANA PENJARA paling lama 1
(SATU) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (LIMA RATUS JUTA
RUPIAH)

Sanksi yang sering dipergunakan dalam


pelanggaran terhadap jenis ikan yang
dilindungi
SANKSI
Pasal 14
(4)Setiap orang dilarang merusak plasma nutfah yang berkaitan dengan
sumber daya ikan

Pasal 87
(1)Setiap orang yang dengan SENGAJA di WPP RI yang dengan sengaja
merusak plasma nutfah yang berkaitan dengan SDI sebagaimana
dimaksud Pasal 14 ayat (4) dipidana dengan PIDANA PENJARA
paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,- (SATU MILYAR RUPIAH)
(2) Setiap orang yang karena KELALAIANNYA di WPP RI mengakibatkan
rusaknya plasma nutfah yang berkaitan dengan SDI sebagaimana dimaksud
pada Pasal 14 ayat (4) dipidana dengan PIDANA PENJARA paling lama 1
(SATU) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (LIMA RATUS JUTA
RUPIAH)

PASAL 7
1)
2)
a.
b.
m.
n.

UU
NO.31/2004

..
SETIAP ORANG YANG MELAKUKAN USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGELOLAAN
PERIKANAN WAJIB MEMENUHI KETENTUAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA AYAT (1)
MENGENAI:
..
..
JENIS IKAN YANG DILARANG UNTUK DIPERDAGANGKAN, DIMASUKKAN, DAN
DIKELUARKAN KE DAN DARI WILAYAH NEGARA RI, DAN
JENIS IKAN YANG DILINDUNGI

PASAL 100

UU
NO.45/2009

SETIAP ORANG YANG MELANGGAR KETENTUAN YANG DITETAPKAN SEBAGAMANA YANG


DIMAKSUDKAN DALAM PASAL 7 AYAT (2) DIPIDANA DENGAN PIDANA DENDA PALING
BANYAK RP. 250.000.000,- (DUA RATUS LIMA PULUH JUTA RUPIAH)

PASAL 100 C

UU
NO.45/2009

DALAM HAL TINDAK PIDANA SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 7 AYAT (2) DILAKUKAN
OLEH NELAYAN KECIL DAN/ATAU PEMBUDIDAYA IKAN KECIL DIPIDANA DENGAN
PIDANA DENDA PALING BANYAK RP. 100.000.000,- (SERATUS JUTA RUPIAH)

UU NO.31/2004

PASAL 14
1)
2)
3)
4)
5)

..
..
..
SETIAP ORANG DILARANG MERUSAK PLASMA NUTFAH YANG BERKAITAN DENGAN SDI
..

PASAL 87

1)

2)

UU NO.31/2004
SETIAP ORANG YANG DENGAN SENGAJA DI WPP RI MERUSAK PLASMA NUTFAH
YANG BERKAITAN DENGAN SDI SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 14 AYAT (4),
DIPIDANA DENGAN PIDANA PENJARA PALING LAMA 2 (DUA) TAHUN DAN DENDA
PALING BANYAK RP. 1.000.000.000,- (SATU MILYAR RUPIAH)
SETIAP ORANG YANG KARENA KELALAIANNYA DI WPP RI MENGAKIBATKAN
RUSAKNYA PLASMA NUTFAH YANG BERKAITAN DENGAN SDI SEBAGAIMANA
DIMAKSUD DALAM PASAL 14 AYAT (4), DIPIDANA DENGAN PIDANA PENJARA PALING
LAMA 1 (SATU) TAHUN DAN DENDA PALING BANYAK RP. 5.00.000.000,- (LIMA RATUS
JUTA RUPIAH)

PENJELASAN

1)

YANG DIMAKSUD DENGAN PLASMA NUTFAH ADALAH SUBSTANSI YANG TERDAPAT


DI DALAM MAKHLUK HIDUP DAN MERUPAKAN SUMBER ATAU SIFAT KETURUNAN YANG
DAPAT DIMANFAATKAN DAN DIKEMBANGKAN ATAU DIRAKIT UNTUK MENCIPTAKAN
JENIS UNGGUL BARU
KETENTUAN INI DIMAKSUDKAN UNTUK MELINDUNGI PLASMA NUTFAH YANG ADA
AGAR TIDAK HILANG, PUNAH ATAU RUSAK, DISAMPUNG JUGA UNTUK MELINDUNGI
EKOSISTEM YANG ADA

PASAL 16
1)

2)

UU
NO.31/2004

SETIAP ORANG DILARANG MEMASUKKAN, MENGELUARKAN, MENGADAKAN,


MENGEDARKAN, DAN/ ATAU MEMELIHARA IKAN YANG MERUGIKAN MASYARAKAT,
PEMBUDIDAYA IKAN, SUMBER DAYA IKAN, DAN/ATAU LINGKUNGAN SUMBER DAYA
IKAN KE DALAM DAN/ATAU KE LUAR WPP RI
KETENTUAN LEBIH LANJUT MENGENAI PEMASUKAN, PENGELUARAN, PENGADAAN,
PENGEDARAN, DAN/ATAU PEMELIHARAAN IKAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA AYAT
(1) DIATUR DENGAN PERATURAN PEMERINTAH

PASAL 88

UU
NO.31/2004

SETIAP
ORANG
YANG
DENGAN
SENGAJA
MEMASUKKAN,
MENGELUARKAN,
MENGADAKAN, MENGEDARKAN, DAN/ATAU MEMELIHARA IKAN YANG MERUGIKAN
MASYARAKAT , PEMBUDIDAYA IKAN, SUMBER DAYA IKAN, DAN/ATAU LINGKUNGAN
SUMBERDAYA IKAN KE DALAM DAN/ATAU KE LUAR WPP RI SEBAGAIMANA DIMAKSUD
DALAM PASAL 16 AYAT (1), DIPIDANA DENGAN PIDANA PENJARA PALING LAMA 6
(ENAM) TAHUN, DAN DENDA PALING BANYAK RP. 1.500.000.000,- (SATU MILYAR
LIMA RATUS JUTA RUPIAH

PENJELASAN
1)

LARANGAN INI DIMAKSUDKAN UNTUK MELINDUNGI SUMBER DAYA IKAN YANG


DILINDUNGI AGAR TIDAK HILANG ATAU PUNAH, TERUTAMA IKAN ASLI INDONESIA
(INDIGENOUS SPECIES), JUGA DIMAKSUDKAN UNTUK MELINDUNGI EKOSISTEM ASLI
ALAM INDONESIA

Twitter : @DitKKJI
www.kkji.kp3k.kkp.
go.id

Anda mungkin juga menyukai