Anda di halaman 1dari 8

3

Kerangka Pemikiran

Penempatan posisi tanam pada kedalaman yang tepat dapat meningkatkan


produksi rumput laut dan kualitas kandungan karaginan rumput laut. Untuk lebih
jelas, kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian, analisis berbagai kedalaman


tanam terhadap laju pertumbuhan dan kualitas karaginan
rumput laut Kappaphycus alvarezii.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Kappaphycus alvarezii

Rumput laut Kappaphycus alvarezii merupakan salah satu jenis alga merah
(Rhodophyceae). Karena karaginan yang dihasilkan termasuk fraksi kappa-
karaginan, maka jenis ini secara taksonomi disebut Kappaphycus alvarezii.
Namun nama cottonii umumnya lebih dikenal dan biasa dipakai dalam dunia
perdagangan nasional maupun internasional untuk rumput laut jenis ini.
Klasifikasi Kappaphycus alvarezii menurut Doty (1985) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Archaeplastida (Plantae)
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieracea
Genus : Eucheuma
Species : Kappaphycus alvarezii
4

Morfologi dan reproduksi


Ciri umum fisik K. alvarezii adalah mempunyai talus silindris, permukaan
licin dan tidak memperlihatkan adanya perbedaan antara akar, batang dan daun.
Warna yang dimiliki oleh K. alvarezii beragam, ada yang berwarna hijau, hijau-
kuning, coklat, abu-abu atau merah (Gambar 2). Keragaman warna ini disebabkan
oleh faktor lingkungan dan merupakan suatu proses adaptasi kromatik, yaitu
penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan (Ahda
et al. 2005). Bentuk talus K. alvarezii runcing dan memanjang, agak jarang dan
tidak tersusun melingkar. Percabangannya tumbuh ke berbagai arah dengan
batang utama keluar saling berdekatan ke daerah basal (pangkal). Cabang-cabang
yang tumbuh membentuk rumpun dengan ciri khusus mengarah ke arah datangnya
cahaya matahari. Percabangan yang tumbuh juga memiliki sifat lain, yaitu
alternatus (berseling), tidak teratur, serta dapat bersifat dichotomus (percabangan
dua-dua) atau trichotomus (percabangan tiga-tiga) (Atmadja et al. 1996).

Gambar 2 Rumput laut K. alvarezii.

Rumput laut memiliki dua macam pola reproduksi, yaitu: (1) reproduksi
seksual yang terdiri dari tiga tipe yakni haplobiontik, haplobiontik diploid dan
diplobiontik. Haplobiontik yaitu hanya satu individu bebas yang terlibat dalam
daur hidup. Haplobiontik diploid, dalam hal ini individu yang melakukan daur
hidup adalah diploid. Proses reproduksi diplobiontik, melibatkan dua individu
yang terlibat dalam daur hidupnya, yaitu gametofit haploid yang menghasilkan
gamet dan sporofit diploid yang menghasilkan spora. Pertemuan antara dua gamet
(jantan dan betina) akan membentuk zigot yang kemudian berkembang menjadi
sporofit. Individu baru inilah yang mengeluarkan spora dan berkembang melalui
meiosis dalam sporagenesis menjadi gametofit; dan (2) reproduksi aseksual yakni
pembentukan suatu individu baru rumput laut melalui pembelahan sel dan
fragmentasi (Susanto dan Abdillah 2008).

Habitat dan sebaran


Alga merah umumnya terdapat di daerah pasang surut (intertidal) atau pada
daerah yang selalu terendam air (subtidal), melekat pada substrat di dasar perairan
yang berupa karang batu mati, karang batu hidup, batu gamping atau cangkang
moluska. Umumnya rumput laut tumbuh dengan baik di daerah pantai yang
terdapat terumbunya, karena di tempat inilah beberapa persyaratan untuk
pertumbuhannya banyak terpenuhi, diantaranya kedalaman perairan, cahaya,
substrat, gerakan air dan lainnya. Dibandingkan dengan jenis alga lainnya, alga
merah dapat hidup pada lapisan air yang lebih dalam. Hal ini disebabkan, karena
5

adanya pigmen fikoeritrin yang berperan sebagai pigmen pelengkap dan mampu
menyerap cahaya biru-hijau yang banyak tersedia pada lapisan tersebut (Dawes
1981).

Budidaya Kappaphycus alvarezii

Bibit dan pertumbuhan


Bibit rumput laut yang berkualitas baik memiliki beberapa kriteria, antara
lain (Anggadiredja et al. 2006; SNI 2010): (1) bibit yang digunakan berasal dari
talus muda yang bercabang banyak, rimbun dan berujung runcing; (2) berwarna
cerah, segar dan tidak terdapat bercak, luka atau terkelupas sebagai akibat
terserang penyakit ice-ice atau terkena bahan cemaran, seperti minyak; (3) bibit
harus seragam dan tidak boleh tercampur dengan jenis lain; dan (4) bobot bibit
harus seragam (100 g per rumpun). Penggunaan bibit yang berkualitas akan
menunjang laju pertumbuhan maksimal bagi rumput laut, sehingga diperoleh hasil
panen dengan kuantitas dan kualitas sesuai dengan yang diharapkan.
Pertumbuhan rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii tergolong relatif
cepat, yaitu dengan bobot bibit 100 g dan budidaya dengan metode long-line,
sudah dapat dipanen pada hari ke-45 dengan bobot per rumpun (ikat) 600 g
(Atmawinata 2012; Hamid 2009). Adapun metode lepas dasar dengan bobot bibit
dan umur panen yang sama, dihasilkan 500 g per ikat (Sadaruddin 2011).

Panen
Umur panen sangat berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas rumput laut
yang dihasilkan. Pemanenan dilakukan pada saat rumput laut dianggap cukup
matang dengan kandungan polisakarida maksimum, yaitu setelah 6-8 minggu
pemeliharaan. Lama pemeliharaan ini sangat erat kaitannya dengan lokasi, jenis
rumput laut serta metode budidaya. Rumput laut K. alvarezii mencapai bobot
tertingginya pada hari ke-42 hingga 45 dan setelahnya akan cenderung menurun,
hal ini disebabkan oleh massa rumput laut yang semakin berat sehingga mudah
rontok ketika terkena arus dan gelombang air (Atmawinata 2012; Hamid 2009;
Sadaruddin 2011). Demikian juga halnya dengan kandungan karaginan dari
rumput laut K. alvarezii yang optimum diperoleh pada umur panen 45 hari
(Atmawinata 2012; Sadaruddin 2011).

Faktor Lingkungan Budidaya

Suhu
Suhu perairan erat kaitannya dengan laju fotosintesis disamping cahaya dan
kandungan nutrien di perairan (Dawes 1981). Persyaratan suhu perairan yang
cocok untuk budidaya K. alvarezii berkisar antara 26-32 oC dan dengan fluktuasi
suhu yang rendah antara malam dan siang hari (SNI 2010).

Arus
Arus dapat berpengaruh dalam kegiatan budidaya, baik pengaruh baik
maupun pengaruh buruk. Pengaruh baiknya yaitu rumput laut memerlukan arus
6

untuk membantu ketersediaan pasokan nutrien. Adapun pengaruh buruknya yaitu


jika arus terlalu besar akan merusak rumput laut tersebut. Lokasi untuk budidaya
K. alvarezii harus terlindung dari arus dan hempasan ombak yang besar. Apabila
hal ini terjadi, arus dan ombak akan merusak dan menghanyutkan tanaman
(Anggadiredja et al. 2006).

Salinitas
Salinitas untuk pertumbuhan K. alvarezii yang optimum berkisar 28-34 o/oo.
Oleh sebab itu, lokasi budidaya harus jauh dari limpahan air tawar (muara sungai)
(SNI 2010), agar terhindar dari fluktuasi salinitas yang tinggi, karena dapat
mempengaruhi proses fisiologisnya, termasuk dalam hal ini adalah laju
fotosintesis K. alvarezii (Dawes 1981).

pH
Derajat keasamaan atau pH merupakan salah satu faktor penting dalam
kehidupan K. alvarezii. Kisaran pH yang optimum untuk menunjang
kelangsungan hidup K. alvarezii adalah 7-8.5 (SNI 2010).

Substrat (dasar perairan)


Dasar perairan yang baik untuk pertumbuhan K. alvarezii adalah yang stabil
dan terdiri dari patahan karang mati (pecahan karang) dan pasir kasar serta bebas
dari lumpur (SNI 2010).

Kecerahan dan kekeruhan


Kecerahan dan kekeruhan perairan sangat menentukan intensitas cahaya
matahari yang masuk ke lapisan air. Nilai kecerahan dari suatu perairan sangat
dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan
tersuspensi (Effendi 2000). Nilai kecerahan yang ideal untuk budidaya rumput
laut adalah > 1 meter (SNI 2010). Adapun nilai kekeruhan adalah < 40 NTU,
sebab setiap peningkatan nilai kekeruhan sebesar 25 NTU akan mengurangi
produktivitas primer sebesar 13-50 %.

Kedalaman
Kedalaman air untuk usaha budidaya rumput laut berkisar 2-15 meter pada
saat surut terendah (SNI 2010). Kondisi ini untuk menghindari rumput laut
kekeringan pada saat surut dan mengoptimalkan perolehan cahaya matahari
(Aslan 1998).

Unsur hara
Rumput laut memerlukan unsur hara sebagai bahan baku dalam proses
fotosintesisnya. Unsur utama yang dibutuhkan oleh rumput laut adalah fosfor
dalam bentuk fosfat (PO4) dan nitrogen dalam bentuk nitrat (NO3) untuk
kelangsungan hidupnya (Effendi 2000).
Nitrat dan amonium adalah sumber nitrogen utama di perairan. Akan tetapi
amonium lebih disukai oleh tumbuhan sebagai sumber nitrogen. Kadar nitrat di
perairan yang tidak tercemar, biasanya lebih tinggi dari amonium. Aslan (1998),
menyebutkan bahwa kadar nitrat terendah untuk pertumbuahan alga berkisar 0.3-
0.9 mg/L.
7

Unsur hara penting lainnya yang dibutuhkan oleh rumput laut adalah fosfat.
Kisaran fosfat yang optimum untuk pertumbuhan rumput laut adalah 0.051-1.00
ppm (Indriani dan Sumiarsih 2004). Wetzel (1975) menyebutkan bahwa ortofosfat
adalah bentuk fosfor yang dimanfaatkan langsung oleh tumbuhan akuatik dan
keberadaannya dapat menetukan klasifikasi lingkungan perairan. Kadar ortofosfat
0.003-0.01 mg/L merupakan perairan dengan tingkat kesuburan rendah, 0.011-
0.03 mg/L tergolong sedang dan 0.031-0.1 mg/L tergolong perairan dengan
tingkat kesuburan yang tinggi.

Peran Cahaya dan Kedalaman terhadap Kappaphycus alvarezii

Cahaya merupakan syarat utama dalam kelangsungan hidup Kappaphycus


alvarezii. Cahaya memiliki pengaruh yang besar terhadap komposisi kimia
rumput laut dan aktivitas fotosintesisnya. Pada perairan terbuka, penetrasi cahaya
dipengaruhi oleh kedalaman. Seiring bertambahnya kedalaman akan menurunkan
kualitas dan intensitas cahaya yang masuk. Respon struktural pada alga karena
pengaruh cahaya diantaranya adalah perubahan ukuran, perbedaan morfologi dan
perubahan sitoplasma (Dawes 1981).
Dawes (1981) menyebutkan bahwa distribusi alga secara vertikal
dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan mekanisme adaptasi alga merah (K.
alvarezii) terhadap cahaya lebih baik dibanding semua jenis alga lainnya.
Kemampuan ini sangat erat kaitannya dengan keberadaan pigmen fotosintesis
yang dimiliki. Semua organisme fotosintesis mengandung pigmen organik yang
digunakan untuk menghasilkan energi. Ada tiga kelas utama pigmen yaitu
klorofil, karatenoid dan fikobilin (Richmond 2004).
Alga pada umumnya memiliki pigmen fotosintesis utama berupa klorofil,
karotenoid dan biliproteins (fikobilin). Klorofil merupakan pigmen utama dalam
penyerapan cahaya pada proses fotosintesis. Klorofil secara umum dibagi menjadi
4 jenis, yaitu klorofil a, b, c dan d. Klorofil-a terdapat pada semua alga, adapun
klorofil-b hanya terdapat pada alga hijau (Chlorophyta), klorofil-c hanya pada
alga coklat (Phaeophyta) dan klorofil-d hanya terdapat pada alga merah
(Rhadophyta) (Dawes 1981). Klorofil-a merupakan pigmen utama dalam proses
fotosintesis sedangkan klorofil b, c dan d berfungsi sebagai pigmen pelengkap
(pigment accessory) yang membantu klorofil-a dalam penyerapan cahaya (Dawes
1981; Saffo 1987).
Karotenoid berfungsi sebagai pigmen aksesori yang membantu klorofil
dalam menangkap cahaya. Karotenoid juga berperan sebagai pelindung, yaitu
menerima molekul oksigen sehingga dapat mencegah fotooksidasi molekul
klorofil. Konsentrasi karotenoid pada alga dapat digunakan untuk mengetahui
distribusinya pada kedalaman air dan kualitas cahaya. Karotenoid dibagi menjadi
dua kelas utama, yaitu karoten yang umumnya banyak ditemukan pada alga
berwarna kuning atau kekuning-kuningan dan xantofil pada alga berwarna hijau
(Anonymous 2012; Dawes 1981). Karoten berfungsi meneruskan sebagian besar
cahaya berwarna kuning, sedangkan xantofil lebih banyak meneruskan gelombang
cahaya oranye atau merah (Dawes 1981).
Dawes (1981), menyebutkan bahwa fikobilin dibagi dua, yaitu fikosianin
dan fikoeritrin. Fikosianin mampu merefleksikan cahaya biru (Cyanophyta),
8

sedangkan fikoeritrin mampu merefleksikan cahaya merah (Rhodophyta). Pada


lapisan air yang lebih dalam, alga merah memiliki konsentrasi fikoeritrin yang
lebih tinggi daripada yang lebih dangkal. Konsep ini disebut dengan adaptasi
kromatik. Perbedaan signifikan pada rasio korelasi antara konsentrasi fikoeritrin
dan cahaya yang tersedia menjadi penjelas distribusi alga berdasarkan kedalaman.
Konsentrasi dan kombinasi klorofil dengan fikoeritrin juga dapat digunakan
untuk mengetahui proses aklimatisasi alga terhadap perubahan cahaya secara
vertikal pada lapisan air laut. Konsentrasi dan rasio pigmen fikoeritrin dengan
klorofil-a pada Eucheuma berubah dari 20 : 1 di musim semi menjadi 1 : 1 di
musim panas. Perubahan rasio ini berkorelasi dengan penurunan kejernihan air
dan hilang atau menurunnya gelombang cahaya merah di perairan dangkal karena
adanya peningkatan kelimpahan plankton di musim panas (Dawes 1981).
Pigmen pada rumput laut memiliki ciri yang khas satu dengan yang lain,
karena memiliki puncak penyerapan cahaya matahari pada panjang gelombang
yang berbeda (Tabel 1). Rumput laut K. alvarezii diketahui memiliki dua jenis
pigmen yang dominan dalam penentu laju fotosintesisnya. Kedua pigmen tersebut
bekerja optimum pada panjang gelombang 664, 647 nm (klorofil-a) dan 455, 564
dan 592 (r-fikoeritrin).

Tabel 1 Jenis pigmen dan panjang gelombang dalam penyerapan cahaya pada
proses fotosintesis (Luning 1990)

No. Jenis pigmen Panjang gelombang (nm)


1 Klorofil-a 380; 410; 430; 580; 615; 644; 647; 663
2 Klorofil-b 455; 645
3 Klorofil-c1 444; 578; 630
4 Klorofil-c2 449; 582; 631
5 Fukosantin 449
6 Fikobiliprotein
r-Fikoeritrin 455; 498; 542; 564; 565; 592
r-Fikosianin 553; 615
Allofikosianin 650
Keterangan : Puncak penyerapan spektrum cahaya oleh pigmen fotosintesis pada
panjang gelombang (nm) yang dicetak tebal.

Pigmen fotosintesis selain klorofil-a pada dasarnya merupakan pigmen


pelengkap yang membantu klorofil-a untuk menyerap cahaya. Energi cahaya yang
diserap selanjutnya diteruskan ke klorofil-a, sehingga dapat mengoptimalkan
proses fotosintesis pada alga tersebut (Dawes 1981). Pigmen klorofil-a akan
semakin berkurang dengan bertambahnya kedalaman, karena kemampuan
penetrasi cahaya matahari yang semakin berkurang juga (Gambar 3). Pada saat
penetrasi cahaya berkurang, pigmen pelengkap memegang peranan penting.
Berkurangnya penetrasi cahaya matahari seiring dengan bertambahnya
kedalam perairan juga menandakan semakin menyempitnya panjang gelombang
cahaya yang menembus lapisan air tersebut. Namun hal tersebut tidak selalu
berdampak negatif bagi alga. Pada umumnya fotosintesis meningkat sejalan
dengan peningkatan intensitas cahaya sampai pada suatu nilai optimum tertentu
9

(cahaya saturasi). Intensitas cahaya yang sangat tinggi dapat menyebabkan


terhambatnya proses fotosintesis (fotoinhibisi), karena pada intensitas cahaya
yang tinggi kelebihan energi yang diserap dapat menonaktifkan sistem fotosintesis.
Sedangkan intensitas yang terlalu rendah merupakan pembatas bagi proses
fotosintesis (Mann 1982; Parsons et al. 1984; Neale 1987).

Gambar 3 Spektrum penetrasi cahaya matahari pada


siang hari di berbagai kedalaman air laut
(Jerlov 1978).

Penentu utama laju pertumbuhan dan kualitas karaginan K. alvarezii adalah


fotosintesis. Menurut Luning (1990), laju fotosintesis tertinggi bagi alga merah (K.
alvarezii) didapatkan pada panjang gelombang 490-600 nm (Gambar 4). Proses
fotosintesis akan berlangsung dengan baik apabila intensitas cahaya yang diterima
optimum, adapun kelebihan penerimaan cahaya akan mengakibatkan talus
menjadi pucat, putih atau kehilangan pigmen. Kekurangan intensitas cahaya yang
diterima K. alvarezii dapat menghambat proses fotosintesis sehingga berdampak
negatif bagi laju pertumbuhan dan kualitas karaginannya (Doty 1985). Hal ini
disebabkan karena setiap alga memiliki syarat minimum terhadap intensitas
cahaya untuk membentuk talus agar lebih besar dan padat (Luning 1990).

Gambar 4 Laju fotosintesis relatif berbagai jenis alga


yang dipengaruhi oleh panjang gelombang
cahaya (Luning 1990).
10

Karaginan Kappaphycus alvarezii

Karaginan berasal dari getah rumput laut yang terdapat dalam dinding sel
atau matrik intraseluler dan merupakan salah satu hasil fotosintesisnya (Distantina
et al. 2011). Salah satu penentu kualitas fotosintesis rumput laut adalah
kandungan sulfat pada rumput laut. Sulfat dalam rumput laut merupakan
komponen yang berperan dalam pembentukan flavor, pigmen dan garam-garam
mineral. Namun pada saat pengadaan komponen primer rumput laut (agar dan
karaginan), tingginya kadar sulfat akan berdampak negatif bagi kualitas karaginan
(Suptijah 2012). Dengan perlakuan kedalaman, diharapkan pemanfaatan sulfat
oleh rumput laut semakin tinggi untuk dikonversi dalam proses metabolisme,
sehingga kandungan sulfat yang tersimpan didalamnya redah, namun kemampuan
laju pertumbuhannya tetap optimum.
Karaginan merupakan hidrokoloid yang terutama terdiri dari ester sulfat
amonium, kalsium, magnesium, kalium dan natrium dari galaktosa dan 3.6-
anhidrogalaktosa polisakarida (FAO 2001). Karaginan juga merupakan komponen
penyusun terbesar dari berat kering rumput laut dibandingkan dengan komponen
lain. Karaginan diperoleh melalui ekstraksi ganggang merah (Rhodophyceae)
menggunakan air panas atau larutan alkali panas (Distantina et al. 2011).
Karaginan dibagi menjadi 3 fraksi berdasarkan unit penyusunnya yaitu
kappa, iota dan lambda karaginan. Kappa karaginan tersusun dari (1.3)-D-
galaktosa-4-sulfat dan (1.4)-3.6-anhidro-D-galaktosa. Kappa karaginan juga
sering ditemukan mengandung D-galaktosa-6-sulfat ester dan 3.6-anhidro-D-
galaktosa-2-sulfat ester. Adanya gugusan 6-sulfat, dapat menurunkan daya gelasi
dari karaginan, tetapi dengan pemberian alkali mampu menyebabkan terjadinya
transeliminasi gugusan 6-sulfat, yang menghasilkan 3.6-anhidro-D-galaktosa.
Dengan demikian derajat keseragaman molekul meningkat dan daya gelasinya
juga bertambah. Iota karaginan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap
residu D-glukosa dan gugusan 2-sulfat ester pada setiap gugusan 3.6-anhidro-D-
galaktosa. Gugusan 2-sulfat ester tidak dapat dihilangkan oleh proses pemberian
alkali seperti kappa karaginan. Iota karaginan mengandung beberapa gugusan 6-
sulfat ester yang menyebabkan kurangnya keseragaman molekul yang dapat
dihilangkan dengan pemberian alkali. Lambda karaginan berbeda dengan kappa
dan iota karaginan, karena memiliki residu disulfat (1-4) D-galaktosa, sedangkan
kappa dan iota karaginan selalu memiliki gugus 4-fosfat ester (Imeson 2000).
Saat ini jenis karagenan kappa utamanya diperoleh dari rumput laut tropis
Kappaphycus alvarezii. Rumput laut Eucheuma denticulatum atau Eucheuma
spinosum adalah spesies yang menghasilkan jenis karagenan iota. Karagenan
lamda diproduksi dari rumput laut Gigartina dan Condrus (Van de Velde et al.
2002).

Metode ekstraksi
Karaginan umumnya diperoleh dari rumput laut bersih yang diekstraksi
dengan air panas dalam suasana alkali (pH 8-11). Larutan alkali mempunyai dua
fungsi, yaitu membantu ekstraksi polisakarida dari rumput laut dan mengkatalisis
hilangnya gugus-6-sulfat dari unit monomernya dengan membentuk 3.6-
anhidrogalaktosa sehingga mengakibatkan terjadinya kenaikan kekuatan gel
(Towle 1973). Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang menunjukkan

Anda mungkin juga menyukai