Anda di halaman 1dari 6

C.

Rumusan Masalah
1. Bagaimana tingkat pencemaran udara yang ada di Kota Malang?
2. Apa saja penyebab peningkatan suhu udara yang ada di Kota Malang?
3. Apa saja dampak peningkatan suhu udara yang ada di Kota Malang?

4. Bagaimana solusi yang tepat untuk mengatasi peningkatan suhu udara


yang ada di Kota Malang?
D. Tujuan
1. Untuk mengetahui tingkat pencemaran udara yang ada di Kota Malang.
2. Untuk mengetahui penyebab peningkatan suhu udara yang ada di Kota
Malang.

3. Untuk mengetahui dampak peningkatan suhu udara yang ada di Kota


Malang.
4. Untuk mengetahui solusi yang tepat untuk mengatasi peningkatan suhu
udara yang ada di Kota Malang.
Kajian Pustaka
3. Dampak Peningkatan Suhu Udara
Pada dasarnya iklim di bumi senantiasa mengalami perubahan, hanya saja
perubahan iklim di masa lampau berlangsung secara alamiah,namun kini
perubahan tersebut disebabkan oleh kegiatan manusia (anthropogenic), terutama
yang berkaitan dengan pemakaian bahan bakar fosil dan alih guna lahan
(Kementrian Lingkungan Hidup, 2004). Dewasa ini, berkurangnya area hijau
akibat pembukaan lahan di perkotaan menyebabkan terjadinya efek urban heat
island. Tingginya suhu udara di pusat kota yang berbeda jauh dibandingkan
dengan suhu udara di pinggiran kota, dikatakan sebagai “urban heat island”.
Menurut Environmental Protection Agency (EPA) pada tahun 2005, efek ini
merupakan masalah utama dalam setiap kota berkembang di dunia terhadap
pemanasan global. Penelitian yang dilakukan oleh Prof. Akihiko Yoshida, Sanno
Junior College mengenai efek pemanasan pada daerah perkotaan di negara-negara
Asia seperti Indonesia yang memiliki musim kemarau lebih panjang dan panas
mempunyai akibat yang lebih fatal terhadap lingkungannya.
Beberapa efek negatif urban heat island diantaranya adalah pengurangan
kualitas air dalam perkotaan akibat polusi dari panas berlebihan (Environmental
Protection Agency, 2005), peningkatan pemakaian listrik sebesar 5 – 6 %
(Environmental Protection Agency, 2005) dan akibat dari pemakaian listrik yang
meningkat, mendukung penambahan penggunaan bahan bakar fosil yang
menyebabkan timbulnya pemanasan global (UNEP, 2003). Kenaikan pemakaian
energi listrik ini, mengakibatkan pembangkit listrik melakukan pembakaran bahan
bakar fosil lebih banyak sehingga menghasilkan GHG (green house gases) dalam
jumlah yang banyak.
Banyaknya karbondioksida yang terdapat diudara menyebabkan panas
tidak bisa langsung diserap oleh atmosfer. Emisi inframerah menyebabkan
gelombang panas yang dipancarkan oleh kawasan dampak permukaan konstruksi
(bangunan, jalan) tertahan di udara. Akibatnya udara menjadi semakin panas.
Pemanasan perkotaan ini memberi konstribusi terhadap terjadinya pemanasan
global. kawasan perkotaan selain memproduksi panas yang memberi kontribusi
pada pemanasan global, juga menerima resiko, baik dari dirinya maupun dari
kawasan lain sebagai efek pemanasan global. Pada kasus kota pesisir, memiliki
resiko lebih tinggi akibat pemanasan global yang datang dari segala penjuru
(atmosfer dan daerah sekitarnya dalam jangkauan tertentu), yakni berupa resiko
peningkatan permukaan air laut, dan resiko menghadapi perubahan serta penetrasi
arus laut yang menghantam pantai.
4. Solusi menangani Peningkatan Suhu Udara
Ada beberapa solusi yang dapat diterapkan dalam mengatasi permasalahan
peningkatan suhu udara , antara lain sebagai berikut :
1. Penggunaan Green Roof Pada Atap-Atap Bangunan
Green Roof menurut artikel EPA tahun 2005 adalah istilah yang merujuk pada
atap dari suatu bangunan dimana sebagian atau seluruh permukaan atapnya
ditutupi dengan vegetasi atau media tumbuhan dan dilapisi oleh membran
penghalang air (waterproofing). Adapun beberapa alasan kuat yang mendukung
penggunaan green roof pada kota Jakarta menurut Limas dkk, 2014:
 Mengurangi pemakaian energi listrik sebesar 25% yang disebabkan oleh
penggunaan AC dalam ruangan guna mengatasi efek pemanasan.
 Mengurangi biaya yang digunakan untuk peremajaan atap dengan
menambah umur atap sekitar 20-40 tahun.
 Dengan adanya sistem drainase dan irigasi, mengurangi potensi banjir
sebesar 11-15%.
 Membantu menyeimbangkan kelembapan udara kota Jakarta dan pinggiran
kota Jakarta dengan perbedaan 3%-7% sehingga cuaca di Jakarta menjadi
teratur.
 Dapat meningkatkan kualitas udara Jakarta dengan cara mengurangi
partikel debu (smog) di udara sebesar 2kg/m3 tiap tahunnya.
 Dapat membantu Jakarta dalam mengurangi kadar gas polutan (GHG) tiap
tahun sebesar 0,85 kg/m2.
 Dapat dijadikan sebagai solusi alternatif bagi pemerintah kota Jakarta
dalam mengatasi keterbatasan RTH (Ruang Terbuka Hijau) yang hingga
kini hanya mencapai 9,6% dari total luas Jakarta.
2. Pemanfaatan Hutan Kota
Hutan kota sangat bermanfaat untuk menjadikan kota semakin sehat, nyaman,
asri serta mendukung fungsi-fungsi ekologis. Menurut Nazaruddin (1994), Hutan
kota merupakan suatu kawasan dalam kota yang didominasi oleh pepohonan yang
habitatnya dibiarkan tumbuh secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti
hutan Sedangkan menurut Zoer’aini Djamal (1997), hutan kota adalah komunitas
vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitarnya,
berbentuk jalur, menyebar atau bergerombol (menumpuk), struktur meniru
(menyerupai) hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan
bagi satwa liar dan menimbulkan lingkungan sehat, suasana nyaman, sejuk dan
estetis (Limas dkk, 2014).
Jadi hutan kota bukanlah sekedar taman kota, juga bukan sekedar jalur hijau,
bukan sekedar penghijauan kota dan tentu saja bukan hutan pinggiran kota. Hutan
kota adalah tetap hutan di tengah kota. Tetapi fungsi utama hutan kota berbeda
dengan hutan pada umumnya. Hutan kota memiliki fungsi utama untuk
menanggulangi permasalahan lingkungan fisik di kota, khususnya lingkungan
iklim mikro sampai meso, kualitas udara serta lingkungan hidrogeologi. Hutan
kota dimanfaatkan untuk menahan terjadinya urban heat island, melalui proses
konveksi kalor dengan memanfaatkan sifat-sifat isolasi dan kapasitas kalor dari
sistim struktur anatomi pepohonan dan tanahnya (Sangkertadi , 2007).
Zoer’aini Djamal (1997 & 2005) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa
suhu udara dibawah naungan hutan kota dapat mencapai suhu udara 3 derajat
celcius lebih rendah dibanding suhu sekitarnya.
3. Peningkatan Ruang Terbuka Hijau menjadi “Seperti” Hutan Kota
Salah satu cara yang diusulkan disini adalah berupa peningkatan kualitas
taman kota/halaman bangunan / ruang terbuka hijau (RTH) dan jalur hijau
menjadi "seperti” hutan kota. Sehingga yang akan nampak pada pemandangan
kota, adalah adanya gedung-gedung tinggi seperti dibalut dengan penghijauan
(green belt) (Sangkertadi, 2007). Biayanya juga tidak mahal karena tidak ada
pembelian lahan, yang ada hanyalah biaya untuk pembelian tanaman, penanaman
kembali, pemeliharaan serta sosialisasi pada masyarakat. itu sendiri. Selain itu
dikenal juga istilah Jalur Hijau (JH), yang merupakan elemen hijau di wilayah
jalan (terletak di pembatas jalan, bahu jalan ataupun berupa pohon peneduh di
trotoirnya) (Limas dkk, 2014).
Adapun teknis peningkatan RTH menjadi “seperti hutan kota” berarti
diadakan pekerjaan-pekerjaan utama seperti penggantian elemen vegetasinya.
Perlu ada analisis lingkungan dan vegetatif untuk menentukan apakah dibutuhkan
jenis pepohonan berdaun lebat berjenis tertentu, serta apakah diperlukan
penanaman rerumputan, dll. Selain itu, juga dibutuhkan suatu pekerjaan sosialisasi
untuk melibatkan masyarakat agar menyenangi untuk menghijaukan
lingkungannya secara baik dan benar.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. W
2. W
3. Dampak peningkatan suhu udara yang ada di Kota Malang adalah
terjadinya efek urban heat island. Pengurangan kualitas air dalam
perkotaan akibat polusi dari panas berlebihan, peningkatan pemakaian
listrik sebesar 5 – 6 % dan akibat dari pemakaian listrik yang
meningkat, mendukung penambahan penggunaan bahan bakar fosil
yang menyebabkan timbulnya pemanasan global.
4. Solusi peningkatan suhu udara yang ada di Kota Malang adalah
Penggunaan Green Roof Pada Atap-Atap Bangunan, Pemanfaatan
Hutan Kota, Peningkatan Ruang Terbuka Hijau menjadi “Seperti”
Hutan Kota
B. Saran
1. Pelu peningkatan kesadaran lingkungan warga Kota Malang, dan
menguranggi pembakaran bahan bakar fosil dengan mengurangi
jumlah kendaraan pribadi dan beralih ke kendaraan umum.
2. Perlu pengkajian lebih lanjut mengenai solusi peningkatan suhu udara
yang ada di kota malang, dan perlu diterapkan da dikembangkan.
Daftar pustaka

UNEP. (2003). United Nations Environmental Programme. Retrieved February


14, 2011,from How will global warming affect my world:
http://www.unep.org/dec/docs/ipcc_wgii_guide-E.pdf
Environmental Protection Agency. (2005). Retrieved February 12, 2011, from
Green Roof Compendium:
http://www.epa.gov/heatislands/mitigation/greenroofs.htm, diakses 27
Januari 2019
Nazaruddin, 1994, Penghijauan Kota, Penebar Swadaya, Jakarta
Zoer’aini Djamal Irwan, 2005, Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota,
Bumi Aksara, Jakarta.
Sangkertadi & Syafriny R. 2008. Upaya Peredaman Laju Peningkatan Suhu
Udara Perkotaan Melalui Optimasi Penghijauan. Etokon. 8: 41-48.
(Online).

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/EKOTON/article/.../217,
diakses 27 Januari 2019
Limas A. V., Perdana A., Nandhika W., Tannady H. 2014. Pembahasan Mengenai
Efek Urban Heat Island Dan Solusi Alternatif Bagi Kota Jakarta. Jurnal Ti
Undip. (Online). 9(1): 29-31. (Online).

https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jgti/article/view/6028,
diakses 27 Januari 2019

Sangkertadi, 2007, Kajian penetapan KDB dan KDH pada Rumah Sakit
Ratatotok.
Dalam Andal RS Ratatotok, Sulawesi Utara, YPBSU.

Anda mungkin juga menyukai