Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan KKL analisis fauna tanah
dengan metode dekantasi kering di hutan pantai trianggulasi kawasan Taman Nasional
Alas Purwo, Banyuwangi. Tujuan dari penyusunan laporan ini adalah untuk memenuhi
tugas Matakuliah Ekologi.
Penyelesaian Laporan KKL analisis fauna tanah dengan metode dekantasi kering di
hutan pantai trianggulasi kawasan Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi ini tentunya
tidak lepas dari peran pihak-pihak yang telah memberikan saran, petunjuk dan bimbingan.
Oleh karena itu, penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Drs. Agus Darmawan,M.S. dan Dr. Vivi Novianti, M.Si selaku dosen
pengampu Mata kuliah Ekologi;
2. kakak-kakak Asisten Dosen Matakuliah Ekologi;
3. pihak Departeman Kehutanan Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi;
4. teman-teman Jurusan Biologi 2015 dan semua yang telah membantu sehingga
tugas ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa Laporan KKL analisis fauna tanah dengan metode
dekantasi kering di hutan pantai trianggulasi kawasan Taman Nasional Alas Purwo,
Banyuwangi ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik, saran dan masukan dari semua pihak.

Malang, 22 April 2017

Penulis

1
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ...........................................................................................................


KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 1
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 3
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 4
1.3 Tujuan .......................................................................................................................... 4
1.4 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................................... 4
1.5 Definisi Operasional .................................................................................................... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................................................. 6
2.1 Infauna Tanah .............................................................................................................. 6
2.2 Keanekaragaman Fauna Tanah .................................................................................... 8
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................................... 10
3.1 Waktu dan Tempat....................................................................................................... 10
3.2 Populasi Sampel .......................................................................................................... 10
3.3 Alat dan Bahan ............................................................................................................ 10
3.4 Teknik Pengambilan Data ........................................................................................... 11
3.5 Teknik Analisis Data ................................................................................................... 12
BAB IV Data dan Analisis Data .............................................................................................. 15
4.1 Data dan Analisis ......................................................................................................... 15
BAB V PEMBAHASAN ........................................................................................................ 19
BAB VI PENUTUP ................................................................................................................. 21
6.1 Kesimpulan .................................................................................................................. 21
6.2 Saran ............................................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 22
LAMPIRAN ............................................................................................................................ 23

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Taman Nasional Alas Purwo merupakan taman nasional yang terletak di
Kecamatan Tegaldlimo dan Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten banyuwangi, Jawa Timur,
Indonesia. Secara geografis kawasan ini terletak di ujung timur pulau Jawa wilayah pantai selatan
antara 8° 26' 45" - 8° 47' 00" LS dan 114° 20' 16" - 114° 36' 00" BT (Hidayat, 2008).Kawasan
Taman Nasional Alas Purwo mempunyai topografi datar, bergelombang ringan sampai
berat dengan puncak tertinggi Gunung Lingga Manis (322 mdpl).Keadaan tanah hampir
secara keseluruhan merupakan jenis tanah liat berpasir dan sebagian kecil berupa tanah
lempung.
Berdasarkan tipe ekosistemnya, hutan di Taman Nasional Alas Purwo dapat
dikelompokkan menjadi hutan bambu, hutan pantai, hutan bakau, hutan tanaman, hutan
alam, hutan homogen, dan hutan penggembalaan. Hutan bambu merupakan formasi yang
dominan dari total luas hutan yang ada (Kementrian kehutanan, 2013).Sampai dengan
pertengahan tahun 2012 telah teridentifikasi lebih dari 700 jenis tumbuh-tumuhan
termasuk diantaranya 214 jenis tumbuhan obat, dan 12 jenis fungi. Sedangkan untuki jenis
satwa, diketahui sejumlah 46 jenis mamalia, 283 jenis burung, 49 jenis reptil, 15 jenis
amfibi, dan 10 jenis pisces (Tisnawati dkk, 2012). Adapun cuplikan yang akan diambil
untuk penelitian berada pada area hutan homogen Alas Purwo yang kemungkinan di dalam
tanahnya didiami oleh berbagai fauna tanah.
Hewan tanah merupakan hewan yang hidup di tanah, baik yang hidup di
permukaan tanah maupun yang hidup di dalam tanah. Tanah itu sendiri adalah suatu
bentang alam yang tersusun dari bahan-bahan mineral yang merupakan hasil dari proses
pelapukan bebatuan, dan bahan organik yang terdiri dari organisme tanah dan hasil
pelapukan sisa tumbuh-tumbuhan dan hewan lainnya. Jelaslah bahwa hewan tanah
merupakan bagian dari ekosistem tanah.Kehidupan hewan tanah sangat tergantung pada
habitatnya, karena keberadaan populasi suatu jenis hewan tanah di suatu daerah sangat
ditentukan keadaan daerah itu yang melipui lingkungan abiotik dan lingkungan biotik.
Faktor lingkungan abiotik secara garis besarnya dapat dibagi atas faktor fisika dan faktor
kimia. Faktor fisika antara lain ialah suhu, kadar air, porositas, dan tekstur tanah. Faktor
kimia antara lain adalah salinitas, pH, kadar organik tanah, dan unsur-unsur mineral tanah.

3
Biota tanah selain mencakup fauna multiseluler juga meliputi hewan invertebrate
kecil yang hidup di liang-liang tanah, yang disebut mesofauna tanah atau infauna
tanah.Infauna tanah akan melumat bahan dan mencampurkan dengan sisa-sisa bahan
organik lainnya, sehingga menjadi fragmen berukuran kecil yang siap untuk didekomposisi
oleh mikrobio lain (Suin, 1997).
Berdasarkan uraian diatas, yaitu kondisi lingkungan dan tanah yang bermacam-
macam di daerah Taman Nasional Alas Purwo, dimungkinkan mempunyai
keanakaragaman jenis fauna tanah yang berbeda mulai dari tanah dekat pantai hingga yang
terjauh dengan pantai. Berkaitan dengan hal tersebut maka diadakan observasi hewan
infauna tanah dengan judul “Analisis Fauna Tanah Dengan Metode Dekantasi Kering di
Hutan Pantai Triangulasi Kawasan Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi”

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari penelitian ini meliputi:
1. Bagaimana keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan infauna tanah di Taman
Nasional Alas Purwo?
2. Bagaimana perbedaan kondisi keanekaragaman, kekayaan serta kemerataan infauna
tanah dari daerah yang paling dekat pantai hingga yang paling jauh dari pantai di
Taman Nasional Alas Purwo?
3. Bagaimana pengaruh faktor abiotik terhadap keanekaragaman infauna tanah di Taman
Nasional Alas Purwo?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan infauna tanah Taman
Nasional Alas Purwo.
2. Mengetahui perbedaan kondisi keanekaragaman, kekayaan serta kemerataan infauna
tanah dari daerah yang paling dekat pantai hingga yang paling jauh dari pantai di
Taman Nasional Alas Purwo
3. Mengetahui pengaruh faktor abiotik terhadap keanekaragaman infauna tanah di Taman
Nasional Alas Purwo

1.4 Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup dari kegiatan penelitian ini adalah keanekaragaman, kemerataan,
dan kekayaan infauna tanah, perbedaan keanekaragaman infauna tanah, sertamenganalisis

4
hubungan faktor abiotik terhadap keanekaragaman infauna tanah pada ekosistem hutan.
Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Alas Purwo, menggunakan hutan homogen
dan hutan pantai.

1.5 Definisi Operasional


Berikut merupakan definisi operasional dari penelitian ini, meliputi:
1. Infauna tanah merupakan hewan makroskopis maupun mikroskopis yang hidup di
dalam tanah.
2. Keanekaragaman merupakan banyaknya jumlah dan spesies penyusun komunitas pada
suatu area.
3. Hutan homogen merupakanhutan yang terdiri atas satu jenis pohon dan biasanya
merupakan hutan hasil budidaya.
4. Hutan pantai merupakan hutan yang tumbuh pada lahan kering di kawasan pesisir.
5. Faktor abiotik merupakan kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup organisme.

5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Infauna Tanah


Fauna tanah adalah fauna yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan
tanah maupun yang terdapat di dalam tanah (Suin,1997). Menurut Adianto (1980) fauna
tanah secara umum dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran tubuh, ketergantungan
terhadap air, kehadirannya di tanah dan menurut tempat hidupnya.
Berdasarkan ukurannya, Van Der Driff (1951) membagi fauna tanah menjadi
empat kategori sebagai berikut:
 Mikrofauna : hewan tanah yang memiliki ukuran tubuh 20-200 mikron
 Mesofauna : hewan tanah yang memiliki ukuran tubuh 200 mikron-2 mm
 Makrofauna : hewan tanah yang memiliki ukuran tubuh 2-20 mm
 Megafauna : hewan tanah yang memiliki ukuran tubuh 20-200 mm
Menurut Adianto (1980), berdasarkan ukuran tubuh fauna tanah dikelompokkan
menjadi: (1) mikrofauna dalah kelompokbinatang yang berukuran tubuh < 0.15 mm ,
seperti: Protozoa dan stadium pradewasa beberapa kelompok lain m isalnya Nematoda,
(2). Mesofauna adalahkelompok yang berukuran tubuh 0.16 – 10.4 mm dan merupakan
kelompok terbesar dibanding kedua kelompok lainnya, seperti:Insekta, Arachnida,
Diplopoda, Chilopoda, Nematoda, Mollusca, dan bentuk pradewasa dari beberapa
binatang la innya seperti kaki seribu dan kalajengking, (3). Makrofauna adalah kelompok
binatang yang berukuran panjang tubuh > 10.5 mm, seperti: Insekta, Crustaceae, Chilo
poda, Diplopoda, Mollusca, dan termasuk juga vertebrata kecil.
Berdasarkan kehadirannya, fauna tanah dibagi menjadi:
 Fauna tanah yang temporer, yaitu golongan hewan tanah yang memasuki tanah
dengan tujuan bertelur, setelah menetas dan berkembang menjadi dewasa,
hewan akan keluar dari tanah.
Misalnya: Diptera.
 Fauna tanah yang transien, yaitu hewan yang seluruh daur hidupnya
berlangsung di atas tanah.
Misalnya: kumbang dari famili Conccinelidae.
 Fauna tanah yang periodik, yaitu hewan yang seluruh daur hidupnya ada di
dalam tanah, hanya sesekali hewan dewasa keluar dari dalam tanah untuk
mencari makanan dan setelah itu masuk kembali ke dalam tanah.

6
Misalnya: ordo Forficula, Chelisolches, Collembola, dan Acarina.
 Fauna tanah yang permanen, yaitu hewan yang seluruh daur hidupnya ada di dalam
tanah, dan tidak pernah keluar dari dalam tanah.
Misalnya: Nematoda tanah, Protozoa, dan Rotifera.
Menurut Adianto (1980) berdasarkan sifat ketergantungan terhadap air, fauna tanah
terbagi menjadi:
 Hidrobiontes, yaitu fauna tanah yang membutuhkan air relatif banyak untuk aktifitas
hidupnya.
Misalnya: Cilliata dan Flagelata.
 Higrofil, yaitu fauna tanah yang tidak menyukai air terlalu banyak untuk syarat hidup
optimalnya.
Misalnya: Collembola.
 Xerofil, yaitu fauna tanah yang lebih menyukai habitat kering.
Misalnya: jenis laba-laba.
Berdasarkan tempat hidupnya di tanah, hewan tanah di bagi menjadi dua yaitu
epifauna dan infauna tanah. Epifauna tanah adalah hewan yang hidup diatas permukaan
tanah. Sedangkan infauna adalah hewan yang hidup didalam tanah (Mas’ud, 2011).
Barnes (1997), fauna tanah memainkan peranan yang sangat penting dalam
pembusukan zat atau bahan-bahan organik dengan cara :
1) Menghancurkan jaringan secara fisik dan m eningkatkan ketersediaan daerah bagi
aktifitas bakteri dan jamur,
2) Melakukan pembusukan pada bahan pilihan seperti gula, sellulosa dan sejenis lignin,
3) Merubah sisa-sisa tumbuhan menjadi humus
4) Menggabungkan bahan yang me mbusuk pada lapisan tanah bagian atas,
5) Membentuk kema ntapan agregat antara bahan organik dan bahan mineral tanah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan fauna tanah adalah:
1. Struktur tanah berpengaruh pada gerakan dan penetrasi fauna tanah;
2. Kelembaban tanah dan kandungan hara berpengaruh terhadap perkembangan dalam
daur hidup;
3. Suhu tanah mempengaruhi peletakan telur;
4. Cahaya dan tata udara mempengaruhi kegiatannya.

2.2 Keanekaragaman Fauna Tanah


7
Keanekaragaman spesies mencakup seluruh spesies yang ditemukan di bumi,
termasuk bakteri dan protista serta spesies dari kingdom bersel banyak (tumbuhan, jamur,
hewan, yang bersel banyak atau multiseluler). Spesies dapat diartikan sebagai sekelompok
individu yang menunjukkan beberapa karakteristik penting berbeda dari kelompok-
kelompok lain baik secara morfologi, fisiologi atau biokimia. Definisi spesies secara
morfologis ini yang paling banyak digunakan oleh pada taksonom yang mengkhususkan
diri untuk mengklasifikasikan spesies dan mengidentifikasi spesimen yang belum
diketahui.
Menurut Junaidah (2001) komponen utama dari keanekaragaman adalah kesama-
rataan atau equitibilitas dalam pembagian individu yang merata di antara jenis, fungsi
Shanon atau indeks H, menggabungkan komponen keanekaragaman (variety) dan
komponen kemerataan (evennes) sebagai indeks keanekaragaman keseluruhan
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan serangga tanah di hutan, adalah:
1) struktur tanah berpengaruh pada gerakan dan penetrasi
2) kelembaban tanah dan kandungan hara berpengaruh terhadap perkembangan dalam
daur hidup
3) suhu tanah mempengaruhi peletakan telur
4) cahaya dan tata udara mempengaruhi kegiatannya.
Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat menentukan
kehadiran dan kepadatan organisme tanah, dengan demikian suhu tanah akan menentukan
tingkat dekomposisi material organik tanah. Fluktuasi suhu tanah lebih rendah dari suhu
udara, dan suhu tanah sangat tergantung dari suhu udara. Suhu tanah lapisan atas
mengalami fluktuasi dalam satu hari satu ma lam dan tergantung m usim. Fluktuasi itu
juga tergantung pada keadaan cuaca, topografi daerah dan keadaan tanah (Suin, 1997).
Menurut Wallwork (1970), besarnya perubahan gelombang suhu di lapisan yang jauh dari
tanah berhubungan dengan jumlah radiasi sinar matahari yang jatuh padapermukaan tanah.
Besarnya radiasi yang terintersepsi sebelum sampai pada permukaan tanah, tergantung
pada vegetasi yang ada di atas perm ukaannya.Pengukuran pH tanah juga sangat di
perlukan dalam melakukan penelitian mengenai fauna tanah. Suin (1997), me nyebutkan
bahwa ada fauna tanah yang hidup pada tanah yang pH-nya asam dan ada pula yang
senang hidup pada tanah yang memiliki pH basa. Untuk jenis Collem bola yang memilih
hidup pada tanah yang asam disebut dengan Collembola golongan asidofil, yang memilih
hidup pada tanah yang basa disebut dengan Collembola golongan kalsinofil, sedan gkan
yang dapat hidup pada tanah asam dan basa disebut Collembola golongan indifferen.

8
Metode yang digunakan pada pengukuran pH tanah ada dua macam, yaitu secara
calorimeter dan pH meter.Keadaan iklim daerah dan berbagai tanama n yang tum buh pada
tanahnya serta berlim pahnya mikroorganisme yang mendiami suatu daerah sangat
mempengaruhi keanekaragaman relatif populasi mikroorganisme. Faktor-faktor lain yang
mempunyai pengaruh terhadap keanekaragaman relatif populasi mikroorganisme adalah
reaksi yang berlangsung di dalam tanah, kadar kelem baban serta kondisi-kondisi serasi
(Sutedjo et al., 1996).

BAB III

9
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


3.1.1 Waktu
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 24-25 Maret 2017.Pengambilan
sampel tanah dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan praktikum analisis
vegetasi pada tanggal 24 Maret 2017. Pemasangan alat Barles dilakukan
pagi hari di kawasan pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo
tanggal 25 Maret 2017. Dan pengambilan hasil barles dilaksanakan pada
sore hari.
3.1.2 Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 24 Maret 2017 dengan
lokasi di Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur dan
Laboratorium Ekologi ruang 109 di gedung Biologi Universitas Negeri
Malang

3.2 Populasi dan Sampel


3.2.1 Populasi : Seluruh infauna tanah di hutan pantai Trianggulasi,
kawasan Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi.
3.2.2 Sampel : Seluruh hewan tanah yang terdapat di tanah sampel pada
25 stasiun di hutan pantai Trianggulasi, kawasan Taman Nasional Alas Purwo,
Banyuwangi.

3.3 Alat dan Bahan


Alat: Bahan:
- Corong - Alkohol 70%
- Kassa kawat - Botol plakon
- Botol aqua - Plastik
- Alat tulis - Formalin
- Mikroskop - Kertas label
- Animal chamber
- Lembar data
- Pipit tetes
- Cetok
3.4 Teknik Pengambilan Data
- Gelas air mineral 10
Teknikpengambilan data yang dilakukan yaitu sebagai berikut.
1. Penentuan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang digunakan adalah hutan homogen dan hutan pantai yang
terletak di Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur.
2. Penentuan Titik Sampling
Pada setiap jenis hutan diambil 3 plot, dengan 5 titik pengambilan tanah di setiap
plotnya. Tanah diambil dengan kedalaman ± 5 cm dari permukaan tanah sebanyak 100
gram.Pengambilan tanah menggunakan cetok dan sampel tanah dimasukkan ke kantung
kain.
3. Pemisahan Infauna Pada Sampel Tanah
Infauna tanah dipisahkan dari tanah mengggunakan metode dekantasi kering
dengan tahapan sebagai berikut.
a. Menyiapkan set Barles Set, siap dengan botol air mineral 330 ml yang telah berisi
alkohol 70%.
b. Menimbang dan mengambil 100 gram sampel tanah dengan tebal maksimal ± 5
cm sebanyak 5 kali ulangan secara acak pada satu plot saja untuk masing-masing
kelompok.
c. Memasukkan sampel tanah dalam corong pada set Barleess Tullgreen
d. Menjemur Barles set di tepi pantai.
e. Mengambil botolberisi hewan tanah pada pada sore hari.
f. Memindahkan hewan tanah yang tertangkap ke botol plakon.
g. Menambahkan formalin pada botol plakon tersebut.
h. Menyimpan baik-baik sampel hewan yang telah terisolasi.
4. Prosedur Pengamatan dan Identifikasi
Identifikasi dilakukan ketika sampai di Universitas Negeri Malang, yaitu dengan
caramengamati spesimen pada animal chamber dibawah mikroskop dan dibandingkan
dengan buku pedoman identifikasi.
5. Pengukuran Faktor Abiotik
Pada penelitian ekologi diperlukan data pendukung berupa data lingkungan
meliputi suhu tanah, kelembaban tanah, kesuburan tanah, pH tanah, intensitas cahaya,
kelembaban udara, dan suhu udara.Pengukuran faktor abiotik dilakukan di setiap plot
pengambilan sampel tanah baik di hutan homogen maupun hutan pantai di Taman
Nasional Alas Purwo.
3.5 Teknik Analisis Data

11
Analisis data dilakukan dengan menentukan keanekaragaman infauna tanah dan
mengidentifikasi jenis infauna tanah yang tertangkap dalam metode dekantasi kering,
kemudian dilakukan perhitungan terhadap Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks
Kemerataan (E), Indeks Kekayaan (R). Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain sebagai berikut.

1. Indeks Keanekaragaman (H’)


Menghitung indeks keanekaragaman. Indeks keanekaragaman Shanon-Wiener,
menggunakan perhitungan:
H’ = -Ʃ Pi ln Pi
Keterangan:
Pi = n/N
H’ : Indeks keanekaragaman Shanon - Wiener
N : Jumlah masing-masing spesies
N : Jumlah total spesies dalam sampel
Bila Indeks Keanekaragaman lebih besar dari 3 menunjukkan tingkat dekomposisi
yang terjadi tinggi, antara 1-3 tingkat dekomposisi sedang, dan kurang dari 1 menandakan
tingkat dekomposisi rendah. Keanekaragaman tinggi berarti tingkat kesuburan tanah baik.
Berikut merupakan tabel 3.1 kriteria keanekaragaman berdasarkan Odum, 1998:
Tabel 3.1 Nilai Keanekaragaman (H’)
Nilai Keanekaragaman Spesies (H’) Tingkat Keanekaragaman
H’ < 1 Keanekaragaman jenis rendah
1 < H’ < 3 Keanekaragaman jenis sedang
H’ > 3 Keanekaragaman jenis tinggi

2. Indeks Kemerataan (E)


Indeks kemerataan digunakan untuk mengetahui derajat kemerataan antar spesies.
Menghitung indeks kemerataan (Evennes) dengan rumus sebagai berikut:
𝐇′
E =
𝐥𝐧 𝐒
Keterangan:
E : Indeks kemerataan
H’ : Indeks keanekaragaman Shanon-Wiener
S : Jumlah spesies (n1, n2, n3, …)

12
Tabel kriteria kemerataan dapat dilihat pada tabel 3.2 (Krebs, 1989).
Tabel 3.4 Nilai Kemerataan (E)
Nilai Kemerataan (E) Tingkat Kemerataan
E < 0,4 Kemerataan populasi kecil
0,4 < E < 0,6 Kemerataan populasi sedang
E > 0,6 Kemerataan populasi tinggi

3. Indeks Kekayaan (R)


Nilai indeks kekayaan digunakan untuk mengetahui besarnya nilai kekayaan
spesies. Menghitung indeks kekayaan jenis (Richness) dengan rumus sebagai berikut
(Magurran, 1988):
𝐒−𝟏
R =
𝐥𝐧 𝐍
Keterangan:
R : Indeks kekayaan
S : Jumlah spesies (n1, n2, n3, …)
N : Jumlah spesies dalam sampel
Tabel kriteria indeks kekayaan dapat dilihat pada tabel 3.3.
Tabel 3.3 Nilai Kekayaan (R)
Nilai Kekayaan (R) Tingkat Kekayaan
R < 3,5 Kekayaan jenis rendah
R = 3,5 – 5,0 Kekayaan jenis sedang
R > 5,0 Kekayaan jenis tinggi

4. Perbandingan Keanekaragaman Infauna Tanah Pada Hutan Homogen dan


Hutan Pantai
Hasil analisis tingkat keanekaragaman infauna tanah pada hutan homogen
dibandingkan secara langsung dengan infauna tanah hutan pantai. Cara
membandingkannya yaitu dengan mendeskripsikan kesamaan dan perbedaan morfologi
infauna tanah dari kedua jenis hutan.

5. Hubungan Faktor Abiotik Terhadap Keanekaragaman Infauna Tanah Pada


Hutan Homogen dan Hutan Pantai

13
Hubungan faktor abiotik terhadap keanekaragaman infauna tanah dapat diketahui
dengan melihat nilai faktor abiotik yang telah diukur dan dihubungkan dengan
keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan dari suatu jenis infauna tanah.

14
BAB 1V
DATA DAN ANALISIS DATA

4.1 Data dan Analisis Data


Hutan Homogen
Stasiun Nama Spesies ∑ H’ E R
U1 U2 U3 U4 U5
Deuterobelia sp. 3 1 4 0,52 0,74 0,62
1
Superodontella sp. 1 1
Pseudistoma sp. 1 1 0,70 1,01 1,44
2
Arrhopolites sp. 1 1
Praghergia 1,73 0,97 2,57
1 - 1 - - 2
salmon
Oudemansia schott - - 1 - - 1
Protaphorura
1 - - - - 1
absolon
3
Folsomides stach - 1 - - - 1
Isotomides
- 1 - - - 1
linnaneimi
Microsotoma
1 - - - - 1
pellinger
Prionopetta sp. 1 1 1,15 0,72 0,75
T. vulgaris 1 1
Neosmentheerus
4 12 23 10 18 0 63
sp.
Onychiruidae 13 23 27 0 21 84
Neanuridae 14 0 21 0 19 54
Epicauta sp 1 - - - - 1 1,23 0,76 1,74
Melanophila sp 5 - - - 1 6
5 Isotormus sp - - - 1 - 1
Monochanamus sp - - - 1 - 1
Tomocerus sp - - 1 - - 1
Solenopsis sp 1 1 0,95 0,86 1,24
Larva Coleopteran 1 1 1 3
6
Sminthurides 1 1
aquatiqus
Neelus 1 2 1 4 3 11 0,91 0,66 1,08
Hypogastrura 1 - - 1 1 3
7
Solenopsis - - - 1 - 1
Lumbricus 1 - - - - 1
8 Hypogastrura sp 1 1 0,56 0,51 0,80

15
Cylisticus convexus 5 5 10
Epicauta
1 1
pennsylvanica
9 OnychiurusSp. 1 1 0,00 0,00 0,00
Hypogastrura sp. - - 1 - 1 2 1,01 0,92 1,12
10 Lycosa sp. - 1 - - 2 3
Formica rufa - - - 1 - 1
Scolopendrasp - 1 - - - 1 1,10 1,00 1,82
11 Loxoscelesreclusa - - 1 - - 1
Isotomurus sp. - - - - 1 1
Cylisticus sp. 3 - 1 2 - 6 0,94 0,86 0,83
Solenopsis sp. 3 - - - 1 4
12
Collophora
- - - 1 - 1
delamare
Symphypleona 1 - - - - 1 1,54 0,96 2,06
Prabhergia nayarii - 1 - - 1 2
13 Onychiurinae - - - - 1 1
Oncopodura - 1 1 - - 2
Heteromurus sp - - 1 - - 1
Lepidocyrtus 1 1 1 3 1,26 0,91 1,44
bourlet
Megalothorax 3 3
14 willem
Sminthurides 1 1
aquatiqus
Collophora sp. 1 1
15 Collembola sp. - 2 1 - - 3 0,00 0,00 0,00
Sminthurididae sp. 1 1 1,54 0,96 2,06
Hypogastura sp. 2 2

16 Harlomillsia sp 1 1
Subisotoma sp. 1 1
Collopora sp. 2 2
Cyphoderus sp. 1 1 1,81 1,01 2,79
Ceratrimeria sp. 1 1
Prabhergia sp. 1 1
17
Folsomides sp. 1 1
Deuterobella sp 1 1
Coecoloba sp. 1 1
Protaphorura 1 1 1,61 1,00 2,49
18
absolon

16
Prabhergia sp 1 1
Isolomides 1 1
linnaneimi
Folsomides stach 1 1
Oudemansia schott 1 1
Brachystomella sp 9 5 3 17 0,54 0,39 1,00
Pauropoda sp 1 1
19
Trambidium sp 1 1
Alloscopus sp 1 1
Tetraponera atrata 1 1 2,22 0,82 4,41
Lycosa sp. 1 1
Linephitema 1
1
humile
Acarina sp 1 1
Forficula 1
1
auricularia
Phaneeus vindex 1 1
Isotomodes 1 1
20 Planococcuscitri 1 1
Hemisotoma sp 1 1
Ceuthophitus 1
1
maculotus
Acarina sp 1 1
Tetraponera atrata 2 2
Linephitema 2
2
humile
Pronura sp 1 1
Ponerinae 3 2 3 8
Falsomia candida 1 1 1,39 1,00 2,16
Isotormus tricolor 1 1
21 Tomocerus 1 1
elongates
Isotoma viridis 1 1
Sminthurides 1 1 1,22 0,88 1,30
aquatiqus
Folsomia 1 1 1 5
22 octuculata
Subisotoma stach 1 1 2
Collophora sp. 1 1 2
Neelipleora sp 10 10 2,93 0,93 4,69
23
Pabhergia sp. 4 4

17
Folsomia sp. 2 2
Paranura sp. 2 2
Isotomodes sp. 3 3
Symphypleona sp. 8 8
Sphyroteca sp. 7 7
Stenognatellus sp. 6 6
Superodontella sp. 3 3
Prabhergia sp. 5 5
Katiannidae sp. 6 6
Cyphoderus sp. 3 3
Pabhergia sp. 9 9
Hidroisotoma sp. 2 2
Allauma sp. 1 1
Stenognatellus sp. 8 8
Anurophorus sp. 1 1
Allauma sp. 3 3
Psoudosinella sp. 5 5
Hidroisotoma sp. 2 2
Ptenotrix sp. 1 1
Folsomina sp. 12 12
Sminthurides sp. 6 6
Oniscus asellus 1 15 - - - 16 0,54 0,49 0,68
Collembola sp. 2
24 - - 1 1 -
Coleopteran sp. - - - - 1 1

Berdasarkan hasil analisis data, dapat dilihat bahwa keanekaragaan (H’) infauna tertinggi
terdapat pada stasiun/ plot 23 yaitu sebesar 2,93. Sedangkan indeks kemerataan (E) tertingi yaitu
terdapat pada plot 2 dan 17 yaitu sebesar 1,01. Dan indeks kekayaan (R) yang tertinggi terdapat
pada plot 23 yaitu sebesar 4, 69.

18
BAB V
PEMBAHASAN

Keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat
tergantung dari faktor lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Fauna
tanah merupakan bagian dari ekosistem tanah, oleh karena itu dalam mempelajari ekologi
fauna tanah faktor fisika-kimia tanah selalu diukur (Suin, 1997). Szujecki (1987) ,
mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan serangga tanah di hutan,
adalah:
1) struktur tanah berpengaruh pada gerakan dan penetrasi
2) kelembaban tanah dan kandungan hara berpengaruh terhadap perkembangan dalam
daur hidup
3) suhu tanah mempengaruhi peletakan telur
4) cahaya dan tata udara mempengaruhi kegiatannya
Untuk menentukan perbandingan keragaman perlu dilakukkan suatu kajian yang intensif
untuk memperoleh informasi yang tepat mengenai jumlah spesies yang ada. Semakin
banyak jenis spesies yang ada , disuatu daerah , semakin tinggi tingkat kekayaanya.
Kriteria yang digunakan untuk menginterprtasikan kemerataan Evennes yaitu :
1. <3,5= kekayaan jenis rendah
2. 3,5-5 = kekayaan jenis sedang
3. >5 = kekayaan jenis tinggi (Maugran,1988)
Berdasarkan analisis data, indeks keragaman (H’) tertinggi diperoleh pada plot 23
yaitu sebesar 2,93. Hal ini membuktikan bahwa pada plot ini memiliki keanekaragaman
sedang karena data yang dipeoroleh sebesar 2,93 dimana 1 < H’ < 3. Sedangkan indeks
kemerataan (E) tertingi yaitu terdapat pada plot 2 dan 17 yaitu sebesar 1,01. Merujuk pada
kriteria kemerataan berdasarkan (Krebs, 1989) menyatakan indeks E > 0,6 termasuk
kemerataan dengan tingkat kemerataan populasi tinggi. Dan indeks kekayaan (R) yang
tertinggi terdapat pada plot 23 yaitu sebesar 4, 69 dimana angka tersebut tegolong
kekayaan jenis sedang yatu R = 3,5 – 5,0. Selain itu dapat diketahui pula bahwa nilai
indeks keanekaragaman, kemerataan, dan indeks kekayaan dari semua plot tidak jauh
berbeda kecuali pada plot 23. Hal ini terjadi karena faktor abiotik dari lokasi yang dekat
pantai hingga lokasi yang paling jauh dari pantai tidak berbeda jauh. Misalnya nilai pH
yang rata-rata sebesar 7 di semua plot. Namun ada beberapa yang memiliki nilai pH tanah
sebesar 6. Hal ini juga disebabkan karena setiap kelompok yang bertanggung jawab atas 1

19
plot, tidak melakukan identifikasi faktor abiotik karena kekurangan alat. Namun, pada
stasiun 6, memiliki suhu tanah sebesar 31,7 oC, kelembaban udara sebesar 74,5 %,
kecepatan angin yaitu 00,00 dan intensitas cahaya yang diukur menggunakan LUX meter
didapatkan hasil bahwa intensitas cahaya sebesar 681 LUX. Pada stasiun ini juga
diketahui bahwa indeks kekayaan (R) hanya sebesar 1,24 dimana tergolong tingkat
kekayaan yang rendah. Berdasarkan teori, faktor abiotik yang ada pada hutan homogen
dan hutan pantai berbeda. Temperatur suhu sangat mempengaruhi aktivitas mikrobial
tanah. Pada temperatur yang dibawah 10o C aktivtas mikrobial terbatas. Laju otimum biota
tanah yang menguntungkan terjadi pada suhu 18-30o C. Nitrifikasi berlangsung optimum
pada temperatur sekitar 30o C,pada suhu diatas 30o C lebih banyak unsur K tertukar
dibebaskan pada temperatur rendah (Hanafiah,2007). Suhu tanah 31,7o C yang menjadi
salah satu alasan mengapa kekayaan hewannya tergolong rendah. Kemudian faktor
lainnya adalah pada hutan pantai maupun homogen, pratikan kurang lebih dalam dari top
spoil pada saat pengambilan sample buat pengamatan.

20
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini yaitu:
1. Indeks keanekaragaan (H’) infauna tertinggi terdapat pada plot 23 yaitu sebesar 2,93.
Sedangkan indeks kemerataan (E) tertingi yaitu terdapat pada plot 2 dan 17 yaitu sebesar
1,01. Dan indeks kekayaan (R) yang tertinggi terdapat pada plot 23 yaitu sebesar 4, 69.
2. Tidak ada perbedaan nilai H’, E, R yang terlalu signifikan pada plot yang terdekat
dengan pantai hingga plot yang terjauh dari pantai
3. Faktor-faktor abiotik berpengaruh pada keberadaan serangga tanah di hutan serta
nilai H’, E, R

6.2 Saran
1. Kompilasi data satu angkatan lebih baik dilakukan jauh-jauh hari agar data yang
terkumpul lengkap.
2. Ketika melakukan penelitian, praktikan harus lebih teliti disaat melakukan
praktikum agar mendapatkan hasil yang sesuai
3. Identifikasi infauna sebaiknya didampingi oleh dosen ahli sehingga mendapatkan
data yang akurat dan benar-benar terpercaya

21
DAFTAR RUJUKAN

Adianto. 1980. Fauna Tanah Dan Peranannya Di Dalam Ekosistem. Jakarta: Depdikbud.
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Umum.
Barnes, B. V., Donald R. Z., Shirley R. D. and Stephen H. S. 1997. Forest Ecology 4th
Edition. New York: John Wiley and Sons Inc.
Hanafiah. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Raja Grafindo.
Hidayat, Samsul. 2008. Struktur, Komposisi, dan Status Tumbuhan Obat di Kawasan
Hutan Taman Nasional Alas Purwo. Vol XII N0.1 Bogor: Pusat Konservasi
Tumbuhan-Kebun Raya Bogor, LIPI
Junaidah. 2001. Keanekaragaman Serangga Tanah (Infauna) di Gunung Kelud Kabupaten
Kediri. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM
Kementrian Kehutanan. 2013. Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi
Alam Balai Taman Nasional Alas Purwo.
Krebs, Charles J. 1989. Ecological Methodology. New York: Harper & Row.
Magurran, Anne E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. Princeton: Princeton
University Press.
Mas’ud A, Sundari. 2011. Kajian Struktur Komunitas Epifauna Tanah di KawasanHutan
Konservasi Gunung Sibela Halmahera Selatan Maluku Utara. Bioedukasi, 2(1): 7-
1.
Odum, E. P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi 4rd. Yogyakarta: UGM Press.
Suin, N. M. 1997. Ekologi Fauna Tanah. Jakarta: Bumi Aksara.
Sutedjo, M. M., A. G. Kartasapoetra dan RD. S. Sastroatmodjo. 1996. MikrobiologiTanah.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Tisnawati, Vera., Mala, Yulia Artania., Utami, Joko. 2012. Buku Informasi Penelitian.
Banyuwangi: Balai Taman Nasional Alas Purwo
Van der Drift, J. 1951. Analysis of The Animal Community In a Beech Forest. Floor.
Tijdschr Ent. 94 : 1-68.
Wallwork, J. A. 1970. Ecology of Soil Animals. London: Mc Graw Hill.

22
LAMPIRAN
Deuterobelia sp. T. vulgaris

Superodontella sp.

Neosmentheerus sp.

Pseudistoma sp

.
Prionopetta sp.

Onychiruidae

23
Neanuridae Monochanamus sp

Tomocerus sp

Epicauta sp

Praghergia salmon

Melanophila sp

Oudemansia schott

Isotormus sp

Protaphorura absolon

24
Folsomides stach Hypogastrura sp.

Isotomides linnaneimi

Formicidae

Microsotoma pellinger
Lumbricus

Neelus sp. Hypogastrura sp

25
Cylisticus convexus Formica rufa

Symphypleona
Epicauta pennsylvanica

Prabhergia nayarii

Hypogastrura sp.

Onychiurinae

Lycosa sp.

Oncopodura

26
27

Anda mungkin juga menyukai