SISTEMATIKA HEWAN
Disusun Oleh :
Juan Novriadi (111509500000 )
Nabila Nurmayani (11150950000025)
Nur Arifin Andriansyah (11150950000007 )
Nurdiah Safitri (11150950000001 )
Risma Lestari (11150950000033 )
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015/2016
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT. Karena hanya dengan nikmat yang telah
diberikan-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini. Adanya keinginan dan
semangat menyelesaikan makalah ini tak lain karena adanya dukungan dari pihak pihak
yang terkait. Selain itu, keinginan ini terpacu karena rasa ingin tahu yang tinggi.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Paktikum Sistematika Hewan. Selain itu, kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen
Praktikum Sistematika Hewan, Narti Fitriana M.Si, Asisten lapangan, serta teman teman
Biologi 2015 karena atas dukungan yang telah diberikan akhirnya kami dapat menyusun
makalah ini.
Semoga Allah SWT Yang Maha Sempurna menerima segala amal dan
perbuatan karya kami yang jauh dari sempurna ini. Kepada-Nya kami kembalikan segala
niat, usaha, jerih, payah, dan kesungguhan kami dalam melakukan segala bentuk
pengabdian kepada-Nya.
DAFTAR ISI
JUDUL
2
KATA PENGANTAR......
DAFTAR ISI.....
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Praktikum Lapangan .
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Tanah ..................................................
2.2 Fauna Tanah dan Macam-macam Hewan Tanah...........
2.3 Makro Fauna Tanah ....................................
2.4 Faktor Lingkungan ......
2.5 Kekayaan Spesies .......
2.6 Indeks Keanekaragaman ..
2.7 Indeks Kemerataan ............................
2.8 Ekologi Laut dan Wilayah Pesisir ....
2.9 Filum Echinodermata ........................................................................
2.10 Ciri Umum dan Jenis Penyu ...........................................................
BAB III METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
3.2 Alat dan Bahan
3.3 Metode Pelaksanaan Praktikum Lapangan .
3.3.1. Teknik Sampling ...
3.3.2. Cara Kerja .
BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN
4.1 Hasil ..
4.1.1. Parameter Lingkungan ...
4.1.2. Jenis-Jenis Makro Fauna Tanah
4.1.3 Jenis-Jenis Biota Laut yang Ditemukan di Pulau Kotok
BAB V KESIMPULAN dan SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran .
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................
Lampiran
2
3
4
4
5
6
6
7
7-8
8
8
8
8-9
9-18
18-21
22
22
22
23
23-24
25
25
36
36
37
BAB I
PENDAHULUAN
3
1.1.
Latar Belakang
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah populasi dan pola distribusi keanekaragaman biota yang ada di
Pulau Pramuka dan Pulau Kotok?
2. Bagaimanakah kondisi lingkungan (Suhu harian, Kelembaban, Kecepatan angin,
dll) di Pulau Pramuka?
1.2.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pulau Pramuka merupakan salah satu pulau yang berada pada gugusan Kepulauan
Seribu. Pulau Pramuka adalah salah satu pulau yang dihuni oleh penduduk. Secara
geografis pulau ini terletak di 54445lintang selatan dan 1063648bujur timur. Pulau
Pramuka memiliki luas sekitar 9 hektar. Pulau pramuka, di sebelah timur, utara dan
selatan berbatasan langsung dengan laut jawa, di sebelah barat terdapat pulau panggang
yang juga berpenghuni.
2.1.
Tanah
Tanah merupakan suatu sistem terbuka, artinya sewaktu-waktu tanah itu dapat
menerima tambahan bahan dari luar atau kehilangan bahan-bahan yang telah dimiliki
tanah. Sebagai sistem terbuka, tanah merupakan bagian dari ekosistem dimana
komponen-komponen ekosistem tanah, vegetasi dan hewan saling memberi dan
menerima bahan-bahan yang diperlukan (Hardjowigeno, 2007).
Lingkungan tanah merupakan lingkungan yang terdiri dari gabungan antara
lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Gabungan dari kedua lingkungan ini
menghasilkan suatu wilayah yang dapat dijadikan sebagai tempat tinggal bagi beberapa
jenis makhluk hidup, salah satunya adalah makrofauna tanah (Hardjowigeno, 2007).
Bagi ekosistem darat, tanah merupakan titik pemasukan sebagian besar bahan ke
dalam tumbuhan melalui akar-akarnya. Tumbuhan menyerap air, nitrat, fosfat, sulfat,
kalium, seng dan mineral esensi lainnya melalui akar-akar tumbuhan. Dengan semua itu,
tumbuhan mengubah karbon dioksida (masuk melalui stomata daun) menjadi protein,
karbohidrat, lemak, asam nukleat dan vitamin yang dari semuanya itu tumbuhan dan
semua heterotrof bergantung pada suhu dan air dimana tanah merupakan penentu utama
dalam produktivitas bumi (Hardjowigeno, 2007).
2.2.
Makrofauna Tanah
Makrofauna tanah merupakan kelompok hewan- hewan besar penghuni tanah
yang merupakan bagian dari biodiversitas tanah yang berperan penting dalam
6
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Dalam dekomposisi bahan organik,
makrofauna tanah lebih banyak berperan dalam proses fragmentasi serta memberikan
fasilitas lingkungan yang baik bagi proses dekomposisi lebih lanjut yang dilakukan oleh
kelompok mikrofauna tanah serta berbagai jenis bakteri dan fungi. Peran makrofauna
lainnya adalah dalam perombakan materi tumbuhan dan hewan mati, pengangkutan
materi organik dari permukaan ke tanah, perbaikan struktur tanah dan proses
pembentukan tanah (Irwan, 1992).
Makrofauna tanah mempunyai peran yang sangat beragam di dalam habitatnya.
Pada ekosistem binaan, keberadaan dapat bersifat menguntungkan maupun merugikan
bagi sistem budidaya. Pada satu sisi makrofauna tanah berperan menjaga kesuburan tanah
melalui perombakan bahan organik, distribusi hara, peningkatan aeresi tanah dan
sebagainnya. Tetapi pada sisi lain juga dapat berperan sebagai hama berbagai jenis
tanaman budidaya. Dinamika populasi berbagai jenis makrofauna tanah tergantung pada
faktor lingkungan yang mendukungnya, baik berupa sumber makanan, kompetitor,
predator maupun keadaan lingkungan fisika-kimia (Irwan, 1992).
Cacing tanah merupakan fauna tanah yang bermanfaat karena dapat merubah
bahan organik kasar menjadi humus. Cacing tanah memakan bahan organik segar
dipermukaan tanah, masuk sambil menyeret sisa-sisa tanaman ke liangnya, kemudian
mengeluarkan kotorannya di permukaan tanah. Adanya fauna tanah bahan organik kasar
yang ada di dalam tanah dapat menjadi humus. Fauna tanah dapat memperbaiki tata udara
tanah dan mengubah kesuburan tanah serta struktur tanah (Hardjiwigeno ,2007).
2.4.
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi aktifitas organisme tanah yaitu :
iklim (curah hujan, suhu), tanah (suhu tanah, hara, kelembaban tanah, kemasaman) dan
vegetasi (hutan, padang rumput) serta cahaya matahari (intensitas cahaya). Suhu tanah
merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat menentukan kehadiran dan
kepadatan organisme tanah, dengan demikian suhu tanah akan menentukan tingkat
dekomposisi material organik tanah. Fluktuasi suhu tanah lebih rendah dari suhu udara,
dan suhu tanah sangat tergantung dari suhu udara. Suhu tanah lapisan atas mengalami
fluktuasi dalam satu hari satu malam dan tergantung musim. Fluktuasi itu juga tergantung
pada keadaan cuaca, topografi daerah dan keadaan tanah (Suin, 2006).
Temperatur sangat mempengaruhi aktivitas mikrobial tanah. Aktivitas ini sangat
terbatas pada temperatur di bawah 10C, laju optimum aktifitas biota tanah yang
menguntungkan terjadi pada suhu 18-30C. Nitrifikasi berlangsung optimum pada
temperatur sekitar 30C. Pada suhu diatas 30C lebih banyak unsur K-tertukar dibebaskan
pada temperatur rendah (Hanafiah, 2007).
Pengukuran pH tanah juga sangat di perlukan dalam melakukan penelitian
mengenai makro fauna tanah. Keadaan iklim daerah dan berbagai tanaman yang tumbuh
pada tanahnya serta berlimpahnya mikroorganisme yang mendiami suatu daerah sangat
mempengaruhi keanekaragaman relatif populasi mikroorganisme. Faktor-faktor lain yang
mempunyai pengaruh terhadap keanekaragaman relatif populasi mikroorganisme adalah
reaksi yang berlangsung di dalam tanah, kadar kelembaban tanah serta kondisi-kondisi
serasi (Leksono, 2007).
2.5.
a)
b)
c)
2.6.
Indeks Keanekaragaman
Indeks keanekaragaman digunakan untuk mengetahui pengaruh kualitas
lingkungan terhadap komunitas makrofauna tanah. Keanekaragaman spesies
menunjukkan jumlah total proporsi suatu spesies relatif terhadap jumlah total individu
yang ada (Leksono, 2007).
Pengaruh kualitas lingkungan terhadap kelimpahan makrofauna tanah selalu berbedabeda tergantung pada makro fauna, karena tiap jenis makrofauna memiliki adaptasi dan
toleransi yang berbeda terhadap habitatnya. Indeks tersebut digunakan untuk memperoleh
informasi yang lebih rinci tentang komunitas makrofauna. Indeks keanekaragaman
ditemukan oleh Shannon-Wiener diacu dalam Begen (2000).
Kriteria yang digunakan untuk meninterpretasikan keanekaragaman Shannon-Wiener
yaitu
a. H < 1,5 : keanekaragaman rendah
b. H 1,5-3,5 : keanekaragaman sedang
c. H > 3,5 : keanekaragaman tinggi
2.7.
Indeks Kemerataan
Indeks kemerataan jenis menunjukkan perataan penyebaran individu dari jenisjenis organisme yang menyusun suatu ekosistem. Kriteria yang digunakan untuk
menginterpretasikan kemerataan Evenness yaitu :
a.
E < 0,3
: kemerataan rendah
b.
E 0,3 0,6 : kemerataan sedang
c.
E > 0,6
: kemerataan tinggi
2.8.
kondisi daratan. Daerah pasang surut terdiri atas tipe litoral bagian tengah mid litoral dan
bagian bawah tepi infralitoral.
Zona intertidal atau pasang surut merupakan zona yang melimpah dengan
kehiduapan. Baik berupa fauna yang beragam maupun alga atau tumbuhan. Kehidupan
fauna atau tumbuhan yang ada di dalam ekoistem laut sangat beragam. Selain itu
organisme laut sangat berasosiasi dengan berbagai ekosistem laut, antara lain: ekosistem
terumbu karang, mangrove, bahkan ekosistem pantai. Ekosistem ini berpengaruh terhadap
biota-biota laut yang ada.
Ekosistem intertidal merupakan daerah perairan yang mengalami pasang surut air
laut. Ekosistem ini memiliki keanekaragaman sangat tinggi dibandingkan dengan
ekosistem lain yang ada di wilayah bahari. Daerah pasang surut merupkan daerah yang
relatif subur karena mendapat berbagai sumbangan zat-zat hara yang berasal dari daratan
mupun dari dasar laut dan memiliki percampuran zat hara yang telah mengendap di dasar
laut akibat adanya aliran arus air laut, yang memungkinkan kembalinya hara tersebut ke
perairan pasang surut. Luas daerah pasang surut sangat tergantung dari wilayah topografi
perairan serta pasang surutnya air laut.
2.9.
Filum Echinodermata
Semua anggota Echinodermata hidup di laut, kebanyakan bersifat simetri radial.
Tubuhnya terencanakan dengan 5 buah antimer yang tersusun radial, dengan mulut di
tengah-tengahnya. Pada kulit terdapat papan-papan kapur dan sebagian besar mempunyai
duri-duri dermal. Hewan-hewan ini berselom, rongga tubuh majemuk, terdiri dari
sejumlah ruang, termasuk satu ruangperiviseral (perivisceral), satu sistem perihemal
(perihaemal), satu sistem sinus aboral, satu sistem pembuluh air, satu vesikula madreporit
dan satu sinus sumbu.
Sistem digesti lengkap dan bersifat sumbu atau tergulung dan ada yang memiliki
divertikula, walaupun anus mungkin tidak berfungsi. Bergerak lambat dengan kaki
tabung, akan tetapi awal mulanya digunakan sebagai alat indera atau pengumpul
makanan. Gerakannya diatur oleh sistem tekanan hidrostatis, yang disebut sistem
vascular-air. Sistem saraf terdiri dari cincin oral dan tali-tali saraf radier, saraf meruji dan
saraf ke kaki tabung, ke duri dan sebagainya. Alat pengindera tidak berkembang baik.
Permukaan tubuh peka terhadap sentuhan. Di sini juga terdapat sistem hemae (darah)
yang terdiri dari sebuah bejana sirkular dan 5 satuan radier. Namun, cairan dalam bejana
dan saluran tersebut tidak mengalir. Pada echinodermata tidak terdapat sistem respirasi
dan sistem ekskresi secara khusus. Fungsi ekskresi dilakukan oleh proyeksi-proyeksi
(penonjolan-penonjolan) kulit yang disebut brank atau papula yang terdapat di antara
papan-papan kapur pada kulit. Kelamin terpisah, jantan dan betina, alat
perkembangbiakan sederhana dan fertilisasi terjadi dalam air. Telur dan spermatozoa
ditebar langsung keluar tanpa bantuan kelenjar-kelenjar tambahan, penis, vesikula
seminal (kandung semen) dan reseptakel seminal. Larva yang terbentuk bersimetri
bilateral dan berenang, kelak menjadi hewan dewasa yang bersimetri radial.
Jika hanya berdasarkan pola perkembangan stadium, nampak jelas hubungan
dekat antara filum echinodermata dan filum chordate. Dalam kedua filum itu blastofor
merupakan lubang ke dalam, sedangkan gastrosoel merupakan anus. Dalam kedua filum
itu selom terbentuk dari kantung-kantung arkenteron (gastrosoel). Sifat-sifat embrional
seperti itu tidak ada pada garis evolusi invertebrate, termasuk Annelida, Mollusca,dan
Arthropoda, sebab pada hewan-hewan terakhir itu mulut dibentuk dari blastofor, dan
selom khas terbentuk dari pemisahan mesoderm. Meskipun demikian, karena adanya
kenyataan bahwa echinodermata dewasa bersimetri radial, sedangkan chordata bersimetri
bilateral, maka bukan penolakan mendasar buat suatu teori bahwa antara echinodermata
9
dan chordata itu ada hubungan garis evolusi. Simetri radial pada echinodermata
merupakan hal yang tidak penting karena dianggap sebagai sesuatu hal yang didapat,
sebab sebagai larva echinodermata itu bersimetri bilateral. (Zoologi Dasar)
1. KELAS ECHINOIDEA
Hewan-hewan echinoid antara lain bulu babi (Diadema setosum), bulu hati (heart
urchin), dan dolar pasir, berbentuk bundar pipih. Tubuh hewan ini bulat tanpa lengan,
duri-duri menutup tubuh, panjang pada bulu babi dan pendek pada dolar pasir. Tubuh
terbungkus oleh suatu struktur yang berupa cangkang (test), terdiri dari lempenganlempengan yang menyatu membentuk kotak seperti cangkang keras di tempat ini dia
hidup. Biasanya ada 10 deret lempeng lipat, dua dengan lima pasang lubang untuk kaki
tabung yang ramping keluar melalui cangkang. Mulut dilengkapi dengan 5 buah gigi,
terdapat pada pusat permukaan oral dan dikelilingi oleh sebuah daerah membran yang
bebas dari duri yang disebut peristom. Branki dermal berjumlah 5 pasang mengelilingi
batas peristom. Branki itu juga disebut insang. Duri-duri itu dapat bergerak pada
pangkalnya. (Biologi Laut, 2007 & Zoologi Dasar)
Pada hewan ini terdapat tabung-tabung telapak yang tersusun menjadi 5 baris.
Tabung-tabung telapak yang terdapat pada sisi oral berfungsi dalam gerakan, lainnya
berfungsi dalam pernafasan. Anus bermuara pada pusat sisi aboral, yaitu pada pusat
periprok yang berupa sekumpulan papan-papan kapur. Periprok dikelilingi oleh 5 buah
papan-papan genital. Satu di antara papan-papan genital itu adalah madreporit yaitu suatu
papan yang tersebar dan berlubang-lubang halus. Papan itu adalah papan ambulakral dan
lubang-lubangnya untuk tabung-tabung telapak. Baris intermedier berakhir pada papanpapan genital. Baris-baris intermedier itu adalah papan-papan interambulakral. Di sini
terdapat 3 buah pediselaria.(Zoologi Dasar)
Bulu babi dan dolar pasir simetri meruji ketika dewasa, tetapi bulu hati
mempunyai simetri antara meruji dan bilateral. Ia mempunyai cangkang yang agak
memanjang dengan mulut pada ujung satu dan anus pada ujung lain dan bergerak pada
arah mulut, sedangkan bulu babi bergerak ke segala arah. (Biologi Laut, 2007)
Mulut bulu babi dan dolar pasir terletak di bawah dan di tengah-tengah. Bagian
mulut atau gigi merapat jadi satu yang dilekatkan oleh sederetan bagian terdiri dari bahan
kapur untuk membentuk struktur yang dinamakan lentera aristotle. Jadi lentera Aristotle
ini adalah himpunan gigi yang terdapat pada banyak jenis bulu babi. Ia tak mudah dicerna
oleh pemangsa bulu babi, sehingga tersisa dalam perut pemangsa. Sisa dari sistem
pencernaan terdiri dari usus yuang relatif panjang dengan bagian yang menggembung
sebagai perut, dan anus yang terletak di sisi atas. (Biologi Laut, 2007)
Pada bulu hati, sebagai pengecualian, anusnya terletak antara sisi atas dan sisi
bawah, di ujung berlawanan dengan mulut. Hal yang tak biasa dalam sistem pencernaan
adalah adanya sebuah tabung yang dinamakan sifon mulai dekat mulut. Ia bercabang
keluar dari usus, melintasi perut, untuk masuk kembali ke bagian usus setelah perut. Ia
berfungsi mengalirkan air melalui usus tanpa mengganggu proses pencernaan makanan
dalam perut. (Biologi Laut, 2007)
Sistem pembuluh air sama dengan bintang laut. Kaki tabung bersama duri
digunakan untuk berjalan, kelamin terpisah, telurnya dapat dimakan, terdapat pediselaria,
beberapa jenis berbisa. Contoh yang banyak ditemukan di dasar pasir dan terumbu karang
adalah Diadema setosum. Bulu babi berwarna hitam dengan duri-durinya yang panjang
dan mudah sekali patah dan terinjak kaki telanjang ujung duri akan menusuk telapak kaki.
Karena tersusun dari bahan kapur, duri itu mudah terlarut dalam darah jika dihancurkan
dengan memukul-mukul telapak kaki yang terkena dengan benda keras. (Biologi Laut,
2007)
10
2. KELAS CRINOIDEA
Hewan-hewan ini tumbuh pada pangkalnya (contoh : Metacrinus atau lili air),
melekat dengan bantuan permukaan aboral, tetapi ada juga yang berenang bebas (contoh:
Antedon sp.). jenis-jenis hewan ini lebih banyak terdapat pada zaman palaezoik dari pada
sekarang. (Zoologi Dasar)
Hewan-hewan krinoid hidup di laut sampai kedalaman 4000 meter. Tubuhnya
kecil berbentuk seperti mangkok dan disebut calyx. Melekat pada dasar laut dengan
bantuan akar (cirri). Yang berenang bebas tidak mempunyai sirus. Mulut terpisah dari
anus. Dari calyx tumbuh tangan-tangan yang dilengkapi dengan silia. Makanan terdiri
dari plankton yang di tangkap dengan tentakel dan dicengkeram dengan silia. Di sini
tidak terdapat madreporit. Dalam tiap tangan ada saraf. Selom sangat kecil. Gonad
terdapat pada ujung tangan-tangannya. Fertilisasi berlangsung internal, bahkan zigot
berkembang di dalam tubuh. Nampaknya tidak banyak hewan yang memangsa krinoid.
Namun sebagian besar jenis krinoid telah menjadi fosil. Yang masih hidup seperti lili air
dan bintang bulu (father star) membentuk taman indah di dasar laut. (Zoologi Dasar)
Hewan-hewan asteroid berdiskus (bercakram) sentral dengan penjuluran-penjuluran yang
berongga dan bercabang-cabang sebagai selon. Asteroid mempunyai kaki tabung dan
terletak pada alur sepanjang sisi oral penjuluran-penjuluran itu. Contoh: Asterias vulgaris
(bintang laut). (Zoologi Dasar)
3. KELAS ASTEROIDEA
Karakteristik
Asteroidea merupakan spesies Echinodermata yang paling banyak jumlahnya,
yaitu sekitar 1.600 spesies.Asteroidea juga sering disebut bintang laut.Contoh spesies ini
adalah Acanthaster sp., Linckia sp., dan Pentaceros sp.Tubuh Asteroidea memiliki duri
tumpul dan pendek.Duri tersebut ada yang termodifikasi menjadi bentuk seperti catut
yang disebut Pediselaria. Fungsi pediselaria adalah untuk menangkap makanan serta
melindungi permukaan tubuh dari kotoran.Pada bagian tubuh dengan mulut disebut
bagian oral, sedangkan bagian tubuh dengan lubang anus disebut aboral.Pada hewan ini,
kaki ambulakral selain untuk bergerak juga merupakan alat pengisap sehingga dapat
melekat kuat pada suatu dasar. Sistem ambulakral Asteroidea terdiri dari :
a. Medreporit adalah lempengan berpori pada permukaan cakram pusat dibagian dorsal
tubuh.
b. Saluran cincin terdapat di rongga tubuh cakram pusat
c. Saluran radial merupakan cabang saluran cincin ke setiap lengan
d. Kaki ambulakral merupakan juluran saluran radial yang keluar.
Hewan-hewan asteroid berdiskus (bercakram) sentral dengan penjuluranpenjuluran yang berongga dan bercabang-cabang sebagai selon. Asteroid mempunyai
kaki tabung dan terletak pada alur sepanjang sisi oral penjuluran-penjuluran itu. Contoh:
Asterias vulgaris (bintang laut). (Zoologi Dasar)
Pada bintang laut (star fish) jelas dapat dibedakan permukaan atas (sisi aboral)
dan permukaan bawah (sisi oral). Pada sisi aboral terdapat papan berwarna yang disebut
madreporit yang letaknya pada persimpangan empat dari 2 penjuluran. (Zoologi Dasar)
Seluruh tubuhnya tertutup duri kecuali pada lekuk sisi oral yang disebut celah
ambulakral. Alat gerak berupa kaki tabung, biasanya 4 buah, terlatak dalam celah
ambulakral. Dinding selom menonjol sebagai kantong yang disebut branki atau papulae.
Branki muncul di antara papan-papan kapur, dan berfungsi sebagai alat pernafasan dan
ekskresi. Pada permukaan tubuhnya terdapat pediselariae, sebagai alat-alat tambahan dan
11
hidup sekarang, dan mereka kebanyakan ditemukan pada kedalaman lebih dari 500 meter
(1.620 kaki).
Seperti Echinodermata lainnya, Ophiuroidea memiliki rangka yang terbuat dari
kalsium karbonat. Hewan ini memiliki kerangka dalam yang terdiri dari lempenglempeng kapur. Lempeng-lempeng kapur ini bersendi satu dengan yang lainnya dan
terdapat di dalam kulit. Hewan ini juga umumnya mempunyai duri-duri kecil. Duridurinya berbentuk tumpul dan pendek. Bentuk tubuh bintang ular ini mirip dengan
Asteroidea. Kelima lengan Ophiuroide menempel pada cakram pusat yang disebut calyx.
Ophiuroide memiliki lima rahang. Di belakang rahang terdapat kerongkongan pendek
dan perut yang besar, serta buntu yang menempati setengah cakram.
Ophiuroide tidak memiliki usus maupun anus. Oleh karena itu, pencernaan terjadi
di perut. Pertukaran udara dan ekskresi terjadi pada kantong yang disebut bursae.
Umumnya ada 10 bursae. Kelamin pada Ophiuroide ini pada kebanyakan spesies
terpisah. Ophiuroide memiliki gonad. Gamet-gamet yang dibentuk disebar oleh bursal
sacs.
Ophiuroide memiliki sistem saraf yang terdiri atas cincin saraf utama yang
bekerja di sekitar cakram utama. Ophiuroidea tidak memiliki mata, atau sejenisnya.
Tetapi, mereka memiliki kemampuan untuk merasakan cahaya melalui reseptor pada
epidermis. Baik Ophiurida maupun Euryalida memiliki lima lengan yang panjang,
langsing, fleksibel, dan berbentuk seperti cambuk. Mereka dibantu dengan rangka internal
yang terbuat dari kalsium karbonat.Pembuluh dari sistem vaskular air berakhir di kaki
tabung. Sistem vaskular air umumnya memiliki satu madreporit. Kaki tabung tidak
memiliki penghisap dan ampulla. Ophiuroidea memiliki kemampuan untuk meregenerasi
kaki yang putus. Ophiuroidea menggunakan kemampuan ini untuk melarikan diri dari
predator, seperti kadal, yang mampu memutuskan ekor mereka untuk membingungkan
pengganggu.
Bintang ular menggunakan lengan mereka untuk bergerak. Mereka, tidak seperti
bintang laut yang memiliki kaki amburakral. Ophiuroidea bergantung pada kaki tabung.
Bintang ular laut bergerak dengan menggerakan lengan mereka yang sangat fleksibel dan
membuat mereka bergerak seperti ular. Pergerakan mereka mirip dengan hewan simetri
bilateral.
Pernapasan dilakukan oleh 5 pasang kantong kecil yang bercelah di sekitar mulut,
alat ini berhubungan dengan saluran alat reproduksi (gonad). Alat reproduksi dan alat
pencernaannya terdapat didalam lempengan utama atau bola cakram.
Alat-alat pencernaan makanan terdapat dalam bola cakram yang berada di
perutnya, dimulai dari mulut yang terletak di pusat tubuh kemudian lambung yang
berbentuk kantong. Hewan ini tidak memiliki anus. Permukaan oral Ophiuroidea ini
berada dibagian atas. Mulutnya terletak di tengah-tengah cakram yang dikelilingi oleh
lima buah keping kapur yang berfungsi sebagai rahang. Makanan dipegang dengan satu
atau lebih lengannya, kemudian dihentakkan dan dengan bantuan tentakel dimasukkan ke
mulut. Sesudah dicerna, bahan-bahan yang tidak tercerna dibuang ke luar melalui
mulutnya.
Jenis kelamin hewan ini terpisah. Hewan ini melepaskan sel kelamin ke air dan
hasil pembuahannya akan tumbuh menjadi larva mikroskopis yang lengannya bersillia,
disebut pluteus. Pleteus kemudian mengalami metamorfosis menjadi bentuk seperti
bintang laut dan akhirnya menjadi bintang ular.
Ciri-ciri lain yang menjadi cirri khas Ophiuroidea ini adalah hewan ini jenis
tubuhnya memiliki 5 lengan yang panjang-panjang. Kelima tangan ini juga bisa digerakgerakkan sehingga menyerupai ular. Mulut dan madreporitnya terdapat di permukaan
oral. Hewan ini tidak mempunyai amburakal dan anus, sehingga sisa makanan atau
13
kotorannya dikeluarkan dengan cara dimuntahkan melalui mulutnya. Hewan ini hidup di
laut yang dangkal atau dalam. Biasanya bersembunyi di sekitar batu karang, rumput laut,
atau mengubur diri di lumpur/pasir. Ia sangat aktif di malam hari untuk mencari makan
karena Ophiuroidea tidak memiliki mata, atau sejenisnya. Tetapi, mereka memiliki
kemampuan untuk merasakan cahaya melalui reseptor pada epidermis yang hanya dapat
membedakan terang dan gelap. Makanannya adalah udang, kerang atau serpihan
organisme lain (sampah).
Beberapa opiuran memelihara anak-anaknya dalam bursa, karena anak-anaknya
tidak dapat berenang. Contoh bintang ular, bintang rapuh (Ophiura sp.), bintang
keranjang (Gorgonocephalus sp.) (Zoologi Dasar)
5. KELAS HOLOTHUROIDEA
Karakteristik
Tubuh Holothuroidea lunak, berbentuk bulat panjang, terlindung atas osikel yang
amat halus dan tidak mempunyai lengan. Lekuk ambulakral tertutup tidak terdapat
madreporit eksternal. Kaki tabung termodifikasi menjadi tentakel oral, kaki tabung
dengan atau tanpa penghisap. Skeleton terdiri atas osikel kecil, tanpa spina dan
pediselaria. Holothuroidea memiliki daya regenerasi yang tinggi.
Pada ujung anterior terdapat mulut dekelilingi sepuluh sampai tiga puluh buah
tentakel. Fungsi tentakel ini dapat disamakan dengan kaki tabung bagian oral
echinodermata.
Fitur yang paling penting membedakan teripang Calcareous adalah cincin yang
mengelilingi faring atau tenggorokan. Cincin ini berfungsi sebagai titik lampiran operasi
otot tentakel lisan dan untuk ujung anterior otot yang lain kontrak longitudinal tubuh.
Teripang juga berbeda sebagai echinodermata dalam lingkaran memiliki tentakel oral. Ini
mungkin sederhana, digitate (dengan jari-seperti proyeksi), menyirip (bulu-seperti), atau
peltate (dipipihkan dan perisai-suka). Fitur utama ketiga, ditemukan dalam 90% dari
spesies hidup, adalah pengurangan kerangka untuk mikroskopis ossicles (Pada beberapa
spesies, dapat ossicles diperbesar dan seperti piring.
Seperti echinodermata lainnya, maka sistem vaskular air holothurian terdiri dari
sebuah cincin anterior kanal dari kanal yang timbul selama menjalankan posterior
Meskipun kesamaan dengan kanal radial echinodermata lainnya, struktur terakhir ini
muncul embriologis dalam cara yang sangat berbeda. Untuk alasan ini kanal di
holothurians ini telah baru-baru ini berganti nama menjadi kanal longitudinal (mooi dan
David 1997). Dalam holothurians, larva struktur yang akan membentuk radial kanal di
echinodermata lain bukan menjadi lima tentakel utama. Juga, dengan pengecualian
holothurians anggota dalam Elasipodida memiliki madrepore yang membuka ke dalam
coelom (rongga tubuh). Sebaliknya, hampir semua elasipodans dan echinodermata
lainnya memiliki madrepore yang terbuka eksternal.
Beberapa teripang memiliki organ tidak ditemukan dalam invertebrata lain. Dalam
beberapa Aspidochirotida, pohon-pohon pernapasan layar Cuvierian tubulus. Pada
sebagian besar spesies, ini tampaknya struktur defensif. Mereka dapat dikeluarkan
melalui anus, dimana mereka secara dramatis memperluas panjang dan menjadi lengket,
melibatkan atau menghalangi calon predator, seperti kepiting dan gastropods. Banyak
bentuk, dengan pengecualian anggota Elasipodida dan Apodida, memiliki pohon
pernapasan yang digunakan dalam pertukaran gas. Ini adalah dipasangkan, berat tabung
bercabang melekat pada usus di dekat anus. Jenis pernapasan ( "cloacal bernapas") juga
hadir dalam kelompok yang tidak terkait, yang echiuran cacing.
Habitat
14
Teripang adalah hewan yang bergerak lambat, habitat di lautan hidup pada dasar
substrat pasir, lumpur pasiran maupun dalam lingkungan terumbu. Mereka ditemukan di
hampir semua lingkungan laut, tetapi yang paling beragam di perairan dangkal tropis
terumbu karang. Teripang merupakan komponen penting dalam rantai makanan di
terumbu karang dan ekosistem asosiasinya pada berbagai tingkat struktur pakan (trophic
levels). Teripang berperan penting sebagai pemakan deposit (deposit feeder) dan pemakan
suspensi (suspensi feeder). Di wilayah Indo-Pasifik, pada daerah terumbu yang tidak
mengalami tekanan eksploitasi, kepadatan teripang bisa lebih dari 35 ekor per m2,
dimana setiap individunya bisa memproses 80 gram berat kering sedimen setiap harinya.
Beberapa spesies teripang yang mempunyai nilai ekonomis penting diantaranya: teripang
putih (Holothuria scabra), teripang koro (Microthele nobelis), teripang pandan (Theenota
ananas), teripang dongnga (Stichopu ssp) dan beberapa jenis teripang lainnya.
Struktur Tubuh
Dinding tubuh Holothuroidea tertutup oleh epidermis yang umumnya bersilia. Di
sebelah luar epidermis yang tidak bersilia sering dilapisi lapisan kutikula. Di sebelah
dalam epidermis terdapat otot memenjang dan melingkar yang memungkinkan tubuh
teripang dapat memanjang dan memendek seperti cacing tanah.
Kerangka terletak interna dan terdiri atas spikula kapur mirip batang, roda ataupun
jangkar. Mulut di ujung dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi menggumpalkan
makanan(diduga kaki tabung yang sudah bermodifikasi).
Tubuh teripang sebagian besar terdiri dari jaringan ikat yg mungkin berubah
bahwa mereka dapat dengan cepat berubah dari lembut ke batu keras. Jaringan ini
dikembangkan dengan baik ditambah lapisan otot (sekitar tubuh dan sepanjang panjang)
membantu mereka untuk bergerak; mengalir ke tempat-tempat sempit untuk
menyembunyikan atau predator dari disuade menggigit dari mereka. Mereka juga
memiliki ossicles (potongan keras kalsium karbonat), tetapi ini mikroskopis dan
didistribusikan secara luas di jaringan ikat bisa berubah. Dalam beberapa teripang,
mereka dapat memberikan ossicles kulit mereka yang kaku dan kasar tekstur. Ossicles
timun laut yang menakjubkan mengambil berbagai bentuk halus dan digunakan untuk
mengidentifikasi spesies timun laut.
Sistem Pencernaan
Alat pencernaan terdiri atas esophagus, lambung, usus yang cukup panjang dan
berakhir pada usus di kloaka. Zat-zat makanan hasil pencernaan diserap oleh usus dan
diedarkan oleh sel-sel amebosit yang terdapat pada cairan tubuhnya
System pembuluh airnya terdiri atas madreporit, saluran cincin yang mengelilingi
esophagus dan saluran radial yang berhubungan dengan bagian ampula sepanjang lapisan
otot.
Sistem Reproduksi
Teripang berkembang biak secara kawin dan berkelamin terpisah. Gonadnya
berbentuk seperti sikat dilengkapi saluran-saluran halus yang dihubungkan dengan
saluran kelamin yang terletak dekat tentakel.
Pembuahannya bersifat eksternal. Telur yang telah dibuahi setelah menetas akan
menghasilkan larva yang disebut aurikularia. Alat reproduksi terdiri atas jumbai filamen
yang bermuara ke saluran genital.
Sebagian besar teripang memiliki jenis kelamin terpisah dan biasanya baik lakilaki atau perempuan. Organ reproduksi mereka di dekat bagian depan tubuh mereka.
Dalam kebanyakan spesies, sperma dan sel telur dilepaskan secara bersamaan untuk
fertilisasi eksternal. Beberapa pemijahan teripang meningkatkan depan mereka berakhir
dalam kobra-seperti postur ketika merilis telur dan sperma. Pengamatan menyarankan
pemijahan adalah disinkronisasikan, kadang-kadang lebih dari satu spesies pemijahan
15
bersama-sama. Teripang mengalami proses metamorfosis dan larva mereka tampak tidak
seperti bentuk dewasa mereka. Bentuk larva menetas dari telur bilateral simetris dan
bebas berenang, melayang dengan plankton. Mereka akhirnya menetap dan berkembang
menjadi teripang kecil.
Sistem Pernapasan
Sebuah ciri khas beberapa teripang adalah sistem pernapasan internal percabangan
tabung sepanjang tubuh mereka. Pernafasan yang disebut pohon, teripang yang paling
besar memiliki sepasang ini, masing-masing terhubung ke pembukaan pada bagian
belakang. Untuk bernapas, mentimun laut pompa air melalui bagian belakang dan naik
melalui pohon pernapasan. Air itu kemudian memerah keluar melalui bagian belakang
lagi. Dengan ini air terus mengalir, beberapa makhluk kecil menemukan bagian belakang
sebuah seacucumber yang nyaman dan aman untuk menjadi. Ini termasuk kepiting dan
kacang polong Pearlfish. Kecil atau berdinding tipis teripang Namun, hanya bernapas
melalui kulit.
6. Kelas Anthozoa
Anthozoa berasal darikata Anthos = bunga, zoon = binatang. Anthozoa berarti
dalam daur hidupnya hanya mempunyai polip. Bila dibandingkan, polip Anthozoa
berbeda dengan polip pada Hydrozoa. Mari kita lihat perbedaannya dengan mengamati
gambar di bawah ini.
Gambar 10. (a) struktur polip Hydrozoa, (b) struktur polip Anthozo
Kelas Anthozoa meliputi Mawar Laut (Anemon Laut) dan Koral (Karang).
Koral (karang)
Jika sudah mati, rangka kapurnya akan menjadi batu karang/terumbu. Ada tiga
tipe batu karang, yaitu karang pantai, karang penghalang dan karang atol.
Seperti halnya Mawar laut, polip koral adalah karnivora atau pemakan detritus.
Kegiatan makan dan mengembangakan tentakel dilakukan pada malam hari. Filamen
melebar sampai ke tengah rongga gastrovaskular, bahkan keluar dari mulut apabila
memakan mangsa yang besar.
Reproduksi dan daur hidup koral. Koloni koral bertambah besar dengan jalan
reproduksi aseksual, yaitu pembentukan polip baru tumbuh dengan jalan pertunasan.
Tergantung pada jenisnya, polip baru tumbuh secara ekstratentakular atau intertentakular.
Pada pertunasan ekstratentakular, polip baru tumbuh dari tengah bagian tubuh ke bawah,
pada intertentakular, polip baru tumbuh dari penyekatan membujur mulai dari oral disk
kearah aboral. Proses pertunasan diikuti pembentukan sklerosepta dan mangkuk karang
dari masing-masing polip baru.
Jenis-jenis koral ada yang dioecious, ada yang hermafrodit, gonad pada
gastrodermis, pembuahan didalam atau diluar. Hasil pembuahan adalah larva planula
yang berenang bebas. Larva planula menempel pada substrat dan tumbuh menjadi sebuah
16
polip lengkap dengan tentakel dan mangkuk karangny,dan merupakan induk dari sebuah
koloni karang yang baru dengan cara aseksual yaitu menghasilkan polip-polip baru yang
tetap bersambungan dan masing-masing polip menghasilkan mangkuk karang, hingga
mangkuk karang makin lama makin besar.
2.10
Class
: Sauropsida
Ordo
: Testudines
Sub ordo
: Cryptodira
Superfamily
: Chelonioidea
Family
: Cheloniidae
Spesies
: Eretmochelys Imbricate
Nama ilmiah dari Penyu Sisik adalah Eretmochelys imbricata pada daerah pedesaan
sering kali disebut penyu karang atau penyu genting. Disebut penyu karang karena binatang
ini hidup pada kawasan terumbu karang dan disebut penyu genting karena susunan
karapasnya yang letaknya nyaris bersusun susun seperti susunan genting. ( Konservasi Biota
Terancam Punah, 2011).
Penyu sisik bersifat karnifora, dengan makanan utama sponge, karang lunak, dan kerangkerangan. Penyu sisik mudah dibedakan dengan jenis penyu lain dengan melihat skutnya yang
tebal dan tumpang tindih yang menutupi karapasnya. Karakteristik skutnya yang tumpang
tindih pada penyu sisik yang indah menyebabkan penyu ini di eksploitasi secara besar-besaran
untuk ornament (Dermawan, 2003 dalam Konservasi Biota Terancam Punah, 2011).
2. Morfologi
Ciri morfologi penyu sisik bentuk karapas seperti jantung (elongate) meruncing di
punggung, kepalanya sempit serta karapasnya berwarna cokelat dengan beberapa variasi
terang mengkilat (Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2009). Penyu sisik dewasa
berbentuk oval/ elips, bagian pinggiran karapas bergerigi, kecuali pada tukik dan hewan yang
sangat tua (Nuitja 1992 dalam Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2009).
Karapas penyu sisik memiliki empat pasang sisik rusuk (coastal scute) yang tersusun
tumpang tindih seperti genting, lima vertebral scute yang menyatu pada tulang belakang, di
sekeliling tempurungnya terdapat lempeng-lempeng kecil yang disebut marginal
scute berjumlah 13 yang saling tumpang tindih dan bergerigi. Sedangkan pada penyu muda
biasanya bewarna hitam atau hitam kecoklatan dengan warna coklat terang pada keel, pinggir
cangkang dan sirip dan leher atas. (Yusuf, 2000).
Penyu sisik sangat mudah dibedakan dengan jenis penyu lainnya dengan melihat skutnya
yang tebal dan tumpang tindih, yang menutupi karapasnya. Karapasnya sendiri berbentuk elip,
dan ditutupi oleh lima skut sentral, empat pasang skut lateral, dan 11 pasang skut marginal.
Skut dorsalnya lebih tebal disbanding penyu Hijau, dan berwama cerah. Karakteristik skut
inilah yang menyebabkan penyu ini dieksploitasi secara besar-besaran untuk dijadikan
ornamen, Warna skut sangat bervariasi dari regio satu ke regio lainnya. Skutnya memiliki
corak garis-garis radia yang terdiri atas empat warna dasar yaitu hitam, coklat, merah, dan
kuning. Lebar karapasnya adalah 70-79% dari total panjang karapas (diukur lurus
Scute Carapace Length). Jika pada penyu Hijau terdapat sepasang sisik prefrontalis,
maka pada penyu Sisik terdapat dua pasang. (Konservasi Biota Terancam Punah, 2011).
Untuk dapat membedakan jenis kelamin penyu dewasa dapat dilihat pada Gambar 3,
dimana penyu jantan dewasa memiliki ekor yang lebih panjang dari pada ekor penyu betina.
Selain itu hal lain yang membedakannya adalah ukuran kepala penyu jantan lebih kecil dari
penyu betina. Hampir dapat dipastikan, penyu yang naik pada malam hari ke pantai adalah
penyu betina (Nuitja, 1992 dalam Konservasi Biota Terancam Punah, 2011).
3. Habitat
Habitat penyu adalah laut yang airnya bersih dan dingin seperti halnya pada laut
Samudera. Sedangkan daerah yang disukai penyu adalah laut dalam. Untuk mencari makan
biasanya penyu pergi ke perairan yang dangkal dengan sedikit batu-batuan serta kedalaman air
tidak melebihi 200 meter karena di daerah ini banyak terdapat rumput-rumputan atau jenis
ganggang yang merupakan makanan pokok dari berbagai jenis penyu. Wilayah perairan yang
19
berbatu selain sebagai tempat beristirahat atau berlindung juga terdapat ikan kecil, udang,
moluska, dan spon. Kebanyakan penyu bersifat omnivora, meskipun pada beberapa jenis ada
yang bersifat herbivora dan karnivora (Kartika, 2008 dalam Departemen Kelautan dan
Perikanan RI,( 2009).
Berdasarkan habitat, penyu terbagi dalam dua jenis yaitu habitat laut dan darat. Pada
habitat laut, semua jenis penyu pada umumnya sangat menyukai hidup pada bagian-bagian
laut yang dangkal dan terdapat tumbuh-tumbuhan seperti yang terdapat di daerah terumbu
karang serta ditumbuhi oleh rumput laut dan padang lamun. Sedangkan pada habitat darat,
penyu naik ke darat untuk bertelur dan selama telur berada pada sarangnya didalam pasir serta
saat telur baru menetas menjadi tukik sebelum turun ke laut. Tiap jenis penyu menyukai tipe
habitat yang berbeda-beda di laut maupun di darat yang mungkin disebabkan oleh jenis
makanan yang disukainya. Sehingga keberadaan masing-masing jenis penyu berbeda-beda di
daerahnya (Kartika, 2008 dalam Departemen Kelautan dan Perikanan RI,( 2009).
4. Habitat Bertelur Penyu
Pasir merupakan tempat yang mutlak diperlukan untuk penyu bertelur. Habitat peneluran
bagi setiap penyu memiliki kekhasan. Umumnya tempat pilihan bertelur merupakan pantai
yang luas dan landai serta terletak di atas bagian pantai. Rata-rata kemiringan 30 derajat di
pantai bagian atas.(Dapartemen Kelautan dan Perikanan RI, 2009)
Jenis tanaman atau formasi vegetasi pantai yang biasanya terdapat di sepanjang daerah
peneluran penyu secara umum dari daerah pantai ke arah daratan adalah sebagai berikut.
a) Tanaman Pioner
b) Zonasi jenis-jenis tanaman yang terdiri dari Hibiscus tiliaceus, Gynura procumbens,
dan lainnya
c) Zonasi jenis-jenis tanaman seperti Hernandia peltata, Terminalia catappa, Cycas
rumphii, dan lainnya
d) Zonasi terdalam dari formasi hutan pantai Callophyllum inophyllum, Canavalia
ensiformis, Cynodon dactylon, dan lainnya.
5. Reproduksi
Reproduksi penyu adalah proses regenerasi yang dilakukan penyu dewasa jantan dan
betina melalui tahapan perkawinan, peneluran sampai menghasilkan generasi baru (tukik).
Tahapan reproduksi penyu dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Perkawinan
Penyu melakukan perkawinan dengan cara penyu jantan bertengger di atas punggung
penyu betina (Gambar 2). Tidak banyak regenerasi yang dihasilkan seekor penyu, dari ratusan
butir telur yang dikeluarkan oleh seekor penyu betina, paling banyak 13% yang berhasil
mencapai dewasa.
Penyu melakukan perkawinan di dalam air laut, terkecuali pada kasus penyu tempayan
yang akan melakukan perkawinan meski dalam penangkaran apabila telah tiba masa kawin.
Pada waktu akan kawin, alat kelamin penyu jantan yang berbentuk ekor akan memanjang ke
belakang sambil berenang mengikuti kemana penyu betina berenang. Penyu jantan kemudian
naik ke punggung betina untuk melakukan perkawinan. Selama perkawinan berlangsung,
penyu jantan menggunakan kuku kaki depan untuk menjepit tubuh penyu betina agar tidak
mudah lepas. Kedua penyu yang sedang kawin tersebut timbul tenggelam di
permukaan air dalam waktu cukup lama, bisa mencapai 6 jam lebih (Dapertemen
Kelautan dan Perikanan RI, 2009).
Untuk membedakan kelamin penyu dapat dilakukan dengan cara sexual dimorp Hism,
yaitu membedakan ukuran ekor dan kepala penyu sebagai berikut
Menurut Dapartemen Kelautan dan Perikanan RI (2009), pertumbuhan embrio sangat
dipengaruhi oleh suhu. Embrio akan tumbuh optimal pada kisaran suhu antara 2433 C, dan
20
akan mati apabila di luar kisaran suhu tersebut. Kondisi lingkungan yang sangat
mempengaruhi pertumbuhan embrio sampai penetasan, antara lain:
a.
Suhu pasir. Semakin tinggi suhu pasir, maka telur akan lebih cepat menetas.
b.
Kandungan air dalam pasir. Diameter telur sangat dipengaruhi oleh kandungan air
dalam pasir. Makin banyak penyerapan air oleh telur dari pasir menyebabkan
pertumbuhan embrio makin besar yang berakibat diameter telur menjadi bertambah besar.
Sebaliknya, pasir yang kering akan menyerap air dari telur karena kandungan garam
dalam pasir lebih tinggi. Akibatnya embrio dalam telur tidak akan berkembang dan mati.
c.
Kandungan oksigen. Oksigen sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan embrio. Air
hujan yang menyerap ke dalam sarang ternyata dapat menghalangi penyerapan oksigen
oleh telur, akibatnya embrio akan mati.
d.
Embrio dalam telur akan tumbuh menjadi tukik mirip dengan induknya, masa
inkubasi yang dilewati kurang lebih 2 bulan. Tahapan proses penetasan hingga tukik
keluar dari sarang menurut Dapartemen Kelautan dan Perikanan RI (2009) yaitu disajikan
pada gambar dibawah ini
e.
Induk penyu tidak mengerami telur-telurnya tetapi diserahkan pada alam untuk
melakukannya. Telur-telur tersebut akan menetas secara alami. Suhu inkubasi pada telur
penyu agar embrio tumbuh dengan baik memiliki kisaran antara 24-33 C. masa inkubasi
tergantung pada, suhu pasir disekitar sarang. Makin tinggi suhu pasir makin cepat pula
telur-telur tersebut akan menetas. Sarang yang terdapat di area terbuka dengan sinar
matahari yang selalu mengenai permukaan pasir akan lebih cepat menetas dibandingkan
sarang yang terletak di daerah/bawah tumbuhan dengan intensitas cahaya yang minim.
Rata-rata telur akan menetas setelah 60 hari. Disamping mempengaruhi persentase jenis
kelamin tukik yang akan lahir. Dengan kata lain jenis kelamin penyu yang akan lahir
ditentukan oleh suhu inkubasi. Apabila 24 C atau kurang maka 100% tukik yang lahir
adalah jantan, sedangkan bila suhu inkubasi 32 C atau lebih maka 100% tukik yang akan
lahir adalah betina (Prihanta, 2007)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan tanggal
Praktikum lapangan ini dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober 2016 sampai
dengan tanggal 30 Oktober 2016. Tempat praktikum lapangan dilakukan di Pulau kotok
dan Pulau Pramuka tepatnya:
-Pulau Kotok
-Pulau Pramuka
Kelurahan
: Pulau Kelapa
Kelurahan
: Pulau Panggang
Kecamatan
: Kepulauan Seribu Utara
Kecamatan
: Kepulauan Seribu
Utara
Kabupaten
: Kepulauan Seribu
Kabupaten
: Kepulauan Seribu
Provinsi
: DKI Jakarta
Provinsi
: DKI Jakarta
21
(Haliastur indus), Roko-roko (Plegadis falcneleus), Raja udang biru kecil (Halcan
chlaris), Ular Taliwangsa atau ular cincin emas (boiga dendrophila), Ular Piton (Python
spp). Sedangkan di bawah air, terdapat keragaman species laut tropis Indo-Pasifik yang
tinggi, terutama jenis koral, moluska, echinodermata dan ikan. Jenis koral-koral yang
seringkali ditemukan adalah karang daging (Porites lobata) yang kebanyakan berwarna
ungu, coklat dan kekuningan.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tali rafia untuk membuat
transek dan kuadrat pengamatan, meteran, penggaris untuk alat pembanding, wadah
plastik untuk sampel, kamera, patok kayu, hygrometer untuk mengukur kelembaban
udara, anemometer untuk mengukur kecepatan angin, termometer untuk mengukur suhu
dan luxmeter untuk mengukur intensitas cahaya. Bahan yang diperlukan antara lain
aquades, dan alkohol 70 % untuk mengawetkan sampel yang akan diidentifikasi lebih
lanjut.
3.3 Metode Pelaksanaan Praktikum Lapangan
1.1
Teknik Sampling
Metode yang digunakna dalam penelitian ini adalah metode survei. Teknik
sampling yang digunakan secara sistematik random sampling dengan menggunakan belt
transect yaitu dengan membuat bentangan jalur dengan menggunakan tali rafia sebanyak
1 belt transeck sepanjang 50 meter dengan jarak antara belt yang satu dengan yang
lainnya adalah 5 meter pada kawasan pantai Pulau kotok dengan kuadrat berukuran 1 x
1 m2, namun yang diambil sampel hanya berasal dari 10 titik.
1.2
Cara Kerja
1. Tahap Persiapan
Dilakukan observasi untuk menentukan pantai-pantai yang perirannya surut, yaitu
pada siang hari untuk mempermudah pengambilan sampel. Karena pada siang hari air laut
mulai surut, setelah itu dilakukan persiapan alat dan bahan yaitu : tali rafia, penggaris,
wadah plastik (ember), kamera, luxmeter, higrometer, termometer, patok kayu,
anemometer, alkohol 70% , aquades.
Tempat pengambilan sampel ditentukan berdasarkan kondisi perairan pantai
(topografi) yang surut. Daerah yng ditetapkan sebagai lokasi pengambilan sampel adalah
bibir pantai bagian barat pulau kotok. Pembuatan garis transek dengan jarak 50 meter
secara vertikal dari bibir pantai sebanyak 10 garis ke arah laut dengan jarak antara garis
transek yang satu dengan yang lain adalah 5 meter pada setiap transek dibuat 10 kuadrat
dengan jarak antara kuadrat 1 dengan yang lainnya adalah seragam, dengan demikian
akan ditemukan berbagai populasi pada berbagai kuadrat.
2. Pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan pada siang hari dengan pengulangan 3 kali.
Pengambilan sampel dilakukan di setiap kuadarat pengamatan yang berukuran 1 x 1 m 2.
Spesimen invertebrata (Echinoermata, Coelenterata, Molusca) dan vertebrata (pisces)
yang berada di dalam kuadrat diambil, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik
atau ember dan diberi label, label tersebut diberi nomor transect, waktu dan tanggal
pengambilan. Di darat sampel tersebut di identifikasi dan selanjutnya dilepaskan kembali
ke laut.. Spesimen yang terdapat dalam kuadrat yang tidak diketahui jenisnya diambil
kemudian di foto kemudian dimasukkan ke dalam stoples yang berisi larutan alkohol 70
% selanjutnya di bawa ke laboltorium untuk diidentifikasi.
Pengambilan sampel makro fauna tanah yang dilakukan pada pagi hari dengan 3 kali
pengulang pada tempat yang berbeda (dibawah kanopi, tidak berkanopi, dan pada semaksemak), dilakukan dengan cara menggali tanah pada lokasi-lokasi yang telah ditentukan,
23
kemudian diukur faktor fisik, penggalian dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu 10
cm, 20 cm, 30 cm, dan 40 cm dengan ukuran 40x40 cm. setelah itu spesimen yang
ditemukan disimpan pada plastik sampel dan dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi.
3. Pengukuran Parameter Lingkungan
Pengambiln data tentang faktor fisik kimia lingkungan dibatasi hanya pada
pengukuran suhu, intensitas cahaya, dan kecepatan angin. Untuk pengukuran parameter
lingkungan, dilakukan pengamatan 2 jam sekali untuk suhu, sedangkan untuk
kelembaban udara dan kecepatan angin hanya dilakukan satu kali yaitu hanya bertujuan
untuk memperkenalkan alat-alat ukurnya serta bagaimana cara menggunakannya.
Pengukuran kedalaman dilakukan dengan menggunakan penggaris stainles.
4. Pengamatan Morfometri Pisces
Pengamatan morfometri pisces ini dilakukan dengan cara mengukur panjang total
(PT), panjang standar (PS), panjang kepala (PK), panjang batang eko (PE), panjang
moncong (PM) , tinggi sirip punggung (TP), panjang pangkal sirip punggung (PP),
diameter mata (DM), tinggi batang ekor (TE), panjang sirip dada (PD), panjang sirip
perut (PPe). Pada pengamatan ini ikan yang diamati yaitu, ikan hiu bambu brownbanded
(Chiloscyllium punctatum), dan ikan tongkol (Euthynnus affinis)
5. Pengukuran reptil
Pengamatan reptil ini dilakukan dengan cara mengamati bentuk-bentuk morfologinya
seperti karapaks, bentuk kaki, bentuk moncong. Hewan yang diamati yaitu, penyu sisik
(Eretmochelys imbricata) dan penyu hijau (Chclonia mydas).
24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil yang didapat pada praktikum lapangan Sistematika Hewan ini didapati
hasil sebagai berikut:
4.1.1 Parameter lingkungan
A. faktor fisik makro fauna tanah
A.1 lokasi semak semak
Gps : S = 5 44 31. 4808
E = 106 7 29. 9352
Tabel 1. faktor abiotik lokasi semak-semak
Suhu
Kelembapan
Suhu
Kelembapan
pH
tanah
tanah
udara
udara
31,5 C 6,7
6,8
26 C
78 rh
Tekanan
udara
1144 bar
Alt
Kecepatan
(ketinggian)
angin
-894
0,2 m/s
Tekanan
udara
1146 bar
Alt
Kecepatan
(ketinggian)
angin
-918
3,4 m/s
Tekanan
udara
1146 bar
Alt
Kecepatan
(ketinggian)
angin
-909
1,7 m/s
pH
5,3
suhu
29 C
Kedalaman (cm)
0-10
Jumlah
2
25
Dibawah kanopi
Tidak berkanopi
Kaki seribu
Kaki seribu
Serangga tanah
Kaki seribu
Semut rang-rang
Kumbang tanah
Kumbang tanah
Semut rang-rang
Tidak ada
Tidak ada
Larva kumbang
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
10-20
20-30
30-40
0-10
10-20
20-30
30-40
0-10
10-20
20-30
30-40
2
1
2
1
3
1
1
1
1
-
kuadran
Jarak (m)
0
5
10
15
1.
Kuadran
satu
20
25
30
35
40
45
2.
Kuadran dua
50
0
5
10
15
Keanekaragaman
Tidak ada
Holothuroidea
Sargasum sp.
Tidak ada
Holothuroidea
Sargasum sp.
Padina sp.
Tidak ada
Sargasum sp.
Porifera
sandgoby
Sargasum sp.
Porifera
Padina sp.
Padina sp.
Sargasum sp.
Ikan kecil
Tidak ada
Tidak ada
Padina sp.
Anus anuuliis
Sargasum sp.
Padina sp.
Ikan kecil
Biota laut
Jumlah
1
1
1
2
1
2
1
2
1
2
1
1
2
1
1
3
1
2
keterangan
Berwarna hitam
Berwarna putih
Bergaris hitam
Berwarna hijau
26
20
25
30
35
40
45
50
0
5
10
15
20
3.
Kuadran tiga
25
30
35
40
45
50
Ikan kecil
Karang
Padina sp.
sandgoby
Coelenterata
Padina sp.
porifera
Ikan kecil
Ikan kecil
Lamun
Padina sp.
Ikan kecil
Padina sp.
Holothuroidea
Keong-keongan
Sargasum sp.
Euapta godeffroyi
makroalgae
Sargasum sp.
Sargasum sp.
Coelenterata
Holothuroidea
Porifera
ikan kecil
Ikan kecil
Padina sp.
Padina sp.
Padina sp.
porifera
Ikan kecil
Padina sp.
coelenterata
Ikan kecil
Ikan kecil
Ikan kecil
1
1
2
1
1
1
4
40
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
5
3
1
1
1
1
1
Dari hasil yang didapati, dapat diketahui bahwa keanekaragaman yang terdapat di pulau
kotok termasuk keanekaragaman sedang. Berikut deskripsi singkat mengenai biota laut di
pulau kotok dan mvsp:
27
: Animalia
: Echinodermata (Klein, 1734 )
: Holothuroidea (de Blainville, 1834)
: Aspidochirotida (Grube, 1840)
: Holothuriidae (Ludwig, 1894 )
: Holothuria
: Holothuria sp.
Sumber
Deskripsi
Tubuh Holothuroidea lunak, berbentuk bulat panjang, terlindung atas osikel yang
amat halus dan tidak mempunyai lengan. Memiliki kanal longitudinal sebagai saluran air.
Memiliki pohon pernapasan yang digunakan dalam pertukaran gas. Di sebelah dalam
epidermis terdapat otot memenjang dan melingkar yang memungkinkan tubuh teripang
dapat memanjang dan memendek seperti cacing tanah. Tubuh teripang sebagian besar
terdiri dari jaringan ikat yg mungkin berubah bahwa mereka dapat dengan cepat berubah
dari lembut ke batu keras. Memiliki ossicles (potongan keras kalsium karbonat) yang
bersifat mikoskopis. Alat pencernaan terdiri atas esophagus, lambung, usus yang cukup
panjang dan berakhir pada usus di kloaka (sistem pencernaan sempurna). Organ
reproduksi mereka di dekat bagian depan tubuh mereka dan bersifat dioceus. Hidup pada
28
dasar substrat pasir, lumpur pasiran maupun dalam lingkungan terumbu. Teripang akan
mengeluarkan seluruh isi di dalam tubuhnya apabila dia di sentuh secara kasar.
2. Ular timun laut (Euapta godeffroyi)
: Animalia
: Echinodermata
: Holothuroidea
: Apodida
: Synaptidae
: Euapta
: Euapta godeffroyi
Deskripsi
hidup di daerah pinggir pantai, bentuk tubuhnya menyerupai ular dengan
panjang kira-kira 50 cm. Tubuhnya berwarna coklat dengan bintik hitam.
Permukaan tubuhnya kasar yang jika dipegang ia akan seolah-olah menempel
pada tangan, dan jika diambil dari lautan ia akan mengeluarkan air laut yang
diserap olehnya. Ular timun laut merupakan predator bagi ekosistem terumbu
karang.
3. Bantal laut (Culcita sp.)
: Animalia
: Echinodermata
: Asteroidea
29
Ordo
Famili
Genus
Spesies
: Forcipulata
: Oreasteridae
: Culcita
: Culcita sp.
Deskripsi
Culcita sp. merupakan jenis bintang laut yang memiliki lengan, berbentuk
segi lima, tubuhnya tebal seperti roti. Warna tubuh dari bintang laut ini adalah kuning
kecoklatan. Hidupnya di daerah terumbu karang, dasar berpasir, dan padang lamun.
Bintang laut bentuknya mengikuti kontur permukaan bebatuan. Hewan ini pada umumnya
menempati daerah yang digenangi air. Bintang laut berbentuk simetris radial, permukaan
bagian bawahnyamemiliki kaki tabung, yang masing-masing dapat bertindak sebagai
cakrampenyedot. Bintang laut mengkoordinasikan kaki tabungnya untuk menempel
padabebatuan dan atau untuk merangkak secara perlahan-lahan, sementara kaki tabung
tersebut memanjang, mencengkeram sekali lagi. Bintang laut juga menggunakan kaki
tabungnya untuk menjerat mangsa, antara lain remis dan tiram.
Bintang laut sebagaimana anggota filum echinodermata lainnya mempunyai
susunan tubuh bersimetri lima (pentraradial simetri), tubuh berbentuk cakram yang di
dalamnya terdapat sistem pencernaan, sistem respirasi, dan sistem saraf. Tubuh dilindungi
oleh lempeng kapur berbentuk perisai (ossicles). Mulut dan anus terletak di sisi yang
sama yaitu di sisi oral (Safitri 2010). Kehadiran bintang laut biru Linckia laevigata dan
bintang bantal Culcita novaeguinenae merupakan pemandangan umum pada ekosistem
terumbu karang. Bintang laut pemakan poli karang (Acanthaster planci) relatif jarang
dijumpai di perairan ini. Penelitian bintang laut di Indonesia masih jarang dilakukan.
Informasi kelompok hewan ini biasanya merupakan hasil studi ekologi dan
dipublikasikan
sebagai
bagian
dari
filum
Echinodermata.
(http://www.psychologymania.com/)
4. Cumi-cumi (Lolligo sp.)
: Animalia
: moluska
: Cephalopoda
: Coleoidea
: Teuthoidea
: Myopsida
: Loliginidae
: Loliga
: Loliga sp.
Genus Loligo adalah genus yang banyak sekali dieksploitasi manusia. Kelompok
cumi cumi ini dikelompokkan berdasarkan letak geografi dan tidak adanya modifikasi
30
khusus pada tubuhnya. GenusLoligo banyak ditemukan di wilayah samudera atlantik, Ciri
ciri umum dari genus ini adalah memiliki 8 lengan dan 2 tentakel, badan silinder dengan
ujung meruncing, memiliki sirip (shell luar yang tereduksi) tipis yang memanjang dan
menutupi ujung kepala. Kelompok cumi cumi ini juga tidak memiliki fotofora. Species
dalam genus ini ada 3 yaitu Loligo forbesii, Loligo reynaudii, dan Loligo vulgaris. Ketiga
jenis Loligo sp ini diketahui mudah tertarik pada cahaya dan penerangan di malam hari,
sehingga mudah untuk tertangkap nelayan.
5. Sotong (Sephia officinalis)
Klasifikasi
Kerajaan : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Cephalopoda
Superordo : Decapodiformes
Ordo : Sepiida
Famili : Sepiidae
Genus : Sepia
Spesies : Sepia
Deskripsi
Sotong tidak memiliki bentuk kaki yang lebar dan datar seperti halnya moluska
lain. Bagian anterior kaki Cephalopoda tumbuh menjadi serangkaian tangan yang
mengelilingi mulut, dan bagian posteriornya membentuk corong (funnel atau sifon)
berotot pada bukaan rongga mantel (Suwignyo et al. 2005). Fisiologi sotong (Sepia
recurvirostra) Sotong hidup di dasar berbatu, berpasir dan berlumpur hingga daerah
lamun, rumput laut, maupun terumbu karang. Kebanyakan spesies sotong bermigrasi
musiman dalam menanggapi perubahan iklim. Jenis Sepia recurvirostra tersebar di Pasifik
Barat, Laut Andaman, Laut Cina Selatan, Filipina dan selatan Laut Cina Timur. Sotong ini
hidup di daerah demersal pada kedalaman 50-140 m
(Jereb dan Roper 2005).
Sotong berenang dengan gaya dorong (jet propulsion) untuk memburu mangsa.
Tenaga dorong tersebut berasal dari air yang disemburkan dari rongga mantel yang keluar
melalui sifon. Kecepatan berenang mundur lebih cepat daripada berenang maju (Barnes
1980). Sotong mempunyai sistem peredaran darah tertutup. Darah sotong mengandung
hemocyanin. Alat ekskresi sotong ialah sepasang nephridia, sedangkan alat
pernapasannya ialah sepasang insang. Sotong bersifat karnivora yang makanannya berupa
hewan avertebrata yang berada di atas permukaan dasar laut, terutama udang dan kepiting
. Alat indera Cephalopoda berkembang sangat baik. Mata cumi, sotong, dan gurita
mempunyai struktur seperti mata vertebrata. Mata sotong terdiri atas bagian retina, lensa,
kornea dan iris (Barnes 1980).
6. Penyu sisik (Eretmochelys imbricata)
Klasifikasi
Kingdom
: Animalia
Famili : Cheloniidae
Kelas : Reptilia
Ordo : Testudinata
Genus : Eretmochelys
Spesies : Eretmochelys imbricate
Deskripsi
31
Ciri morfologi penyu sisik bentuk karapas seperti jantung (elongate) meruncing di
punggung, kepalanya sempit serta karapasnya berwarna cokelat dengan beberapa variasi
terang mengkilat (Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2009). Penyu sisik
dewasa berbentuk oval/ elips, bagian pinggiran karapas bergerigi, kecuali pada tukik dan
hewan yang sangat tua (Nuitja 1992 dalam Direktorat Konservasi dan Taman Nasional
Laut, 2009).
Karapas penyu sisik memiliki empat pasang sisik rusuk (coastal scute) yang
tersusun tumpang tindih seperti genting, lima vertebral scute yang menyatu pada tulang
belakang, di sekeliling tempurungnya terdapat lempeng-lempeng kecil yang
disebut marginal scute berjumlah 13 yang saling tumpang tindih dan bergerigi.
Sedangkan pada penyu muda biasanya bewarna hitam atau hitam kecoklatan dengan
warna coklat terang pada keel, pinggir cangkang dan sirip dan leher atas. (Yusuf, 2000).
Penyu sisik sangat mudah dibedakan dengan jenis penyu lainnya dengan melihat
skutnya yang tebal dan tumpang tindih, yang menutupi karapasnya. Karapasnya sendiri
berbentuk elip, dan ditutupi oleh lima skut sentral, empat pasang skut lateral, dan 11
pasang skut marginal. Skut dorsalnya lebih tebal disbanding penyu Hijau, dan berwama
cerah.
7. Penyu hijau (Chelonia mydas)
Klasifikasi
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Reptilia
Ordo
: Testudines
Famili
: Cheloniidae
Genus
: Chelonia
Spesies
: Chelonia mydas
Deskripsi
Chelonia mydas merupakan nama ilmiah yang paling umum dipergunakan bagi
penyu hijau. Penyu hijau memiliki tempurung punggung (karapaks) yang terdiei dari
sisik-sisik yang tidak saling tumpang tindih. Penyu hijau tergolong hewan pemakan
segala (omnivora). Penyu hijau memiliki panjang lebih dari 0,9 m sampai 1,5 m dengan
berat mencapai 391,95 kg. Dan memiliki cakar yang tajam pada kaki depannya.
8. Ikan hiu bambu brownbanded (Chiloscyllium punctatum)
Klasifikasi :
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Chondrycthyes
Ordo
: Orec
Famili
: Sphygniidae
Genus
: Chiloscyllium
Spesies
: Chiloscyllium punctatum
Deskripsi
Ikan Hiu pada pengamatan ini memiliki: panjang total 80 cm, panjang standar 53
cm, panjang kepala 14,5 cm, panjang batang ekor 25 cm, panjang moncong 4,5, tinggi
sirip punggung 7 cm, pangjang pangkal sirip punggung 9,5, diamterer mata 1 cm,
tinggi batang ekor 3,2 cm, panjang sirip dada 8,5, panjang sirip perut 6,5 cm,.
Memiliki bentuk sirip ekor yaitu heteroserkal. Tipe mulut Inferior. Tipe gigi Canine
dan molar. Bentuk badan Pipih panjang.
Hiu bambu (Chiloscyllium punctatum) jenis hiu yang peka itu, hidup di perairan
dangkal Pasifik Barat dan bisa tumbuh hingga 1 meter lebih. Tidak seperti jenis hiu
lain, induk hiu bambu tidak melahirkan anak mereka, melainkan melepaskan embrio
hidup, berupa calon hiu yang masih berselaput membran. Butuh waktu lima bulan
untuk hiu keluar dari embrio. Selama itulah mereka rentan terhadap bahaya predator,
ikan besar atau hiu lain yang bisa merasai bau, arus air dan medan listrik yang
dihasilkan gerakan sekecil apa pun.
9. Ikan tongkol (Euthynnus affinis)
Klasifikasi
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
: Animalia
: Chordata
: Pisces
: Perciformes
: Scombridae
: Euthynnus
: Euthynnus affinis
Deskripsi
Ikan tongkol masih tergolong pada ikan Scombridae, bentuk tubuh seperti betuto,
dengan kulit yang licin. Sirip dada melengkung, ujngnya lurus dan pangkalnya sangat
kecil. Ikan tongkol merupakan perenang yang tercepat diantara ikan-ikan laut yang
berangka tulang. Sirip-sirip punggung, dubur, perut, dan dada pada pangkalnya
mempunyai lekukan pada tubuh, sehingga sirip-sirip ini dapat dilipat masuk kedalam
33
lekukan tersebut, sehingga dapat memperkecil daya gesekan dari air pada waktu ikan
tersebut berenang cepat. Dan dibelakang sirip punggung dan sirip dubur terdapat siripsirip tambahan yang kecil-kecil yang disebut finlet. (T. Djuhanda, 1981).
Ikan tongkol memiliki: panjang total 39,5 cm, panjang standar 33 cm, panjang kepala
10 cm, panjang batang ekor 3,5 cm, panjang moncong 4,5cm, tinggi sirip punggung 3,8
cm, pangjang pangkal sirip punggung 14 cm, diameter mata 1,5 cm, tinggi batang ekor 1
cm, panjang sirip dada 6cm, panjang sirip perut 3,7 cm.
10. Kelabang (Scolopendra sp.)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum
: Arthropoda
kelas
: Chilopoda
Ordo
: Centipedes
Famili
: Scolopendridae
Genus
: Scolopendra
Species : Scolopendra sp.
Kelabang termasuk dalam kelas Chilopoda yang dapat bergerak dengan cepat dan
gesit. Biasanya disebut dengan sebutan centipoda. Bertempat tinggal di darat dan
merupakan hewan terrestrial yang aktif memakan hewan lain sehingga dapat juga disebut
sebagai hewan karnivora. Bernapas dengan trakea. Tubuh hewan ini pipih dan dan
segmen terlihat dengan jelas. Pada masing-masing segmen terdapat sepasang kaki pada
bagian ventral. Hewan ini memiliki antena yang panjang pada kepalanya. Hewan ini juga
dilengkapi dengan sepasang rahang beracun yang berfungsi untuk mengeluarkan racun
guna meracuni mangsanya. Tubuhnya cukup panjang berwarna cokelat gelap kehijauhijauan. Alat kelaminnya terpisah, alat kelamin terdapat pada bagian akhir segmen.
Hewan ini sangat berbahaya.
11. Laba-laba (Araneus diadematus)
Klasifikasi
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
: Animalia
: Athropoda
: Arachnida
: Araneae
: Araneidea
: Araneus
: Araneus diadematus
Deskripsi
Laba-laba, atau disebut juga labah-labah, adalah sejenis hewan berbuku-buku
(arthropoda) dengan dua segmen tubuh, empat pasang kaki, tak bersayap dan tak
memiliki mulut pengunyah. Semua jenis laba-laba digolongkan ke dalam ordo Araneae;
dan bersama dengan kalajengking, ketonggeng, tungau semuanya berkaki delapan
dimasukkan ke dalam kelas Arachnida. Bidang studi mengenai laba-laba disebut
arachnologi.
Laba-laba merupakan hewan pemangsa (karnivora), bahkan kadang-kadang
kanibal. Mangsa utamanya adalah serangga. Hampir semua jenis laba-laba, dengan
34
perkecualian sekitar 150 spesies dari suku Uloboridae dan Holarchaeidae, dan subordo
Mesothelae, mampu menginjeksikan bisa melalui sepasang taringnya kepada musuh atau
mangsanya. Meski demikian, dari puluhan ribu spesies yang ada, hanya sekitar 200
spesies yang gigitannya dapat membahayakan manusia.
12. Kaki seribu (Julus virgatus)
Kingdom
: Animalia
Sub Kingdom
: Invertebrata
Phylum
: Arthropoda
Classis
: Myriapoda
Ordo
: Diplopoda
Familia
: Juluidae
Genus
: Julus
Species
: Julus virgatus
Deskripsi
Hewan kaki seribu atau keluwing termasuk dalam kelas Diplopoda. Diplopoda
merupakan hewan terrestrial yang bergerak lambat. Biasa disebut dengan nama cacing
kawat. Bertempat tinggal di darat terutama di tempat-tempat yang lembab, gelap,
dibawah batu, dedaunan atau di dalam kayu yang lapuk dan hidup sebagai binatang
pemakan tumbuh-tumbuhan (herbivora).
Kaki seribu memiliki bentuk tubuh yang terdiri atas kepala dan badan, bentuknya
silindris dan beruas-ruas, di setiap ruasnya terdapat satu sampai dua pasang kaki.
Walaupun demikian jumlah total kakinya tidak mencapai seribu seperti namanya. Warna
tubuhnya coklat kekuning-kuningan. Bagian kepalanya terdiri atas lima segmen, thorax
terdiri atas empat segmen dan bagian perut dengan 20-100 segmen. Kaki seribu memiliki
sepasang antenna yang pendek dan dua kelompok mata tunggal yang terdiri dari
sekumpulan oselli pada kepalanya. Tidak memiliki taring dan bernapas dengan trakea. Di
bagian bawah dari ruas yang paling belakang terdapat anus yang berfungsi sebagai
saluran pembuangan air dari metabolisme. Tidak mempunyai cakar beracun. Alat
kelaminnya terpisah.
35
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang didapat, kekerabatan yang paling dekat adalah
walet linci dengan layang-layang api dengan indeks persamaannya hampir 100%.
Berdasarkan morfologinya kedua spesies ini memiliki ciri yang hampir sama sedangkan
kalau dilihat berdasarkan klasifikasinya spesies ini memiliki tingkat klasifikasi yang sama
yang membedakan antara keduanya hanya pada genusnya saja. Kekerabatan yang
terdekat selanjutnya adalah kumbang tanah dengan semut hitam kecil. Kekerabatan yang
terdekat selanjutnya adalah kambing dengan kucing . Kekerabatan yang terdekat
selanjutnya adalah sotong dengan cumi-cumi.
36
DAFTAR PUSTAKA
Prihanta.2007.Prinsip-Prinsip Ekolgi dan Organisasi Ekosistem komunitas dan
Lingkungan. Jakarta : Penerbit Bumi Aksara
Suin, N, M.2006. Ekologi hewan tanah.Jakarta.Bumi Aksara
Hanafiah, K.A. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Grafindo Persada. Jakarta
Leksono, A.S.2007.Ekologi : Pendekatan deskriptif dan kuantitatif.Malang.Bayumedia
Publishin
37
38