Anda di halaman 1dari 5

Jurnal Primatologi Indonesia, Vol. 7 No. 2 Desember 2010, p. 55-59.

ISSN 1410-5373. Pusat Studi Satwa Primata, Institut Pertanian Bogor.

Status Populasi Satwa Primata di Taman Nasional Gunung Gede


Pangrango dan Taman Nasional Halimun Salak, Jawa Barat
[PRIMATE POPULATIONS IN MOUNTAIN GEDE PANGRANGO NATIONAL PARK AND
HALIMUN SALAK NATIONAL PARK, WEST JAVA]
Fitriah Basalamah, Achi Zulfa, Dewi Suprobowati, Devi Asriana, Susilowati,
Agnes Anggraeni, Rahmalia Nurul
LUTUNG Forum Studi Primata, Fakultas Biologi
Universitas Nasional, Jakarta
Korespondensi : f3_basalamah@yahoo.com
Abstrak. Taman nasional mempunyai peran penting dan strategis dalam melestarikan biodiversitas alam, salah
satunya hewan primata. Primata memiliki fungsi utama sebagai penyebar biji dan menjaga keseimbangan
ekosistem. Beberapa indikasi gangguan yang terjadi pada ekosistem area konservasi (Taman Nasioanl
Gunung Gede – Pangrango dan Taman Nasional Gunung Halimun - Salak) yaitu kepadatan penduduk,
kerusakan habitat dan aktivitas ekowisata. Monitoring tahunan yang dilakukan pada kedua area konservasi
menggunakan metode line transect dan fruit trail dimulai pada tahun 2000 hingga 2006 menunjukkan adanya
penurunan populasi dari lima jenis primata yang signifikan. Penurunan populasi tersebut diduga akibat dari
fluktuasi jumlah pengunjung dan ketersediaan sumber pakan.
Abstract. The national park plays an important and strategic role in conserving the biodiversity; for which
primates are very important. Primates have a primary function in dispersing seeds of fruit trees and balancing
the ecosystem. There are several indications of ecosystem disturbances in two conservation sites, Gede
Pangrango National Park and Halimun Salak National Park. These two sites underwent urbanization, habitat
destruction and increase of ecotourism activities. Annual monitoring of primates at the two conservation sites
using line transects and fruit trail methods (2000-2006) showed that availability of primate food resources
was fluctuating and five primate species suffered from a severe population decline.
Key words: primate density, conservation, ecotourism, Mountain Gede-Pangrango National Park,
Halimun-Salak National Park

Pendahuluan Pendidikan Konservasi Alam Bodogol (PPKAB).


PPKAB merupakan satu lokasi yang berperan
Taman nasional mempunyai peran yang
sebagai salah satu tempat untuk memperkenalkan
sangat penting dan strategis dalam pelestarian
kekayaan alam hutan hujan tropis kepada masyarakat
keanekaragaman hayati, sehingga penunjukkan
umum dan masyarakat di sekitar kawasan TNGGP.
dan penetapannya sedapat mungkin diupayakan
Kawasan PPKAB merupakan salah satu
bisa mencakup perwakilan semua tipe ekosistem
kawasan yang menyediakan tempat hidup dan
yang ada di berbagai pulau di Indonesia. Jawa
Barat merupakan salah satu habitat terakhir bagi perlindungan bagi keanekaragaman hayati,
kehidupan berbagai jenis flora dan fauna endemik khususnya bagi satwa primata endemik Pulau Jawa
sebagai komponen keanekaragaman hayati di yaitu owa jawa (Hylobates moloch) dan surili
Indonesia. (Presbytis comata). Bagian dari kawasan TNGGP
Provinsi Jawa Barat memiliki tiga Taman dan PPKAB merupakan habitat empat jenis
Nasional, dua di antaranya Taman Nasional Gunung satwa primata yang ada di Pulau Jawa. Potensi
Halimun Salak (TNGHS) dan Taman Nasional satwa primata yang dimiliki kedua kawasan taman
Gunung Gede Pangrango (TNGGP). TNGHS nasional ini (TNGHS dan PPKAB) ialah fauna yang
merupakan kawasan yang memiliki ekosistem memiliki arti penting bagi fungsi ekologis, yaitu
hutan hujan tropis yang kondisinya masih baik. penyebar benih (seed dispersal), keseimbangan, dan
Kawasan seluas ±113.357 ha ini   merupakan kelestarian ekosistem.
taman nasional terbesar di Jawa Barat. TNGGP Jenis satwa primata di kawasan ini yang
memiliki luas kawasan ±21.975 ha. Bila ditinjau dilindungi IUCN memiliki status endemik dan
dari segi konservasi, kawasan ini mempunyai critically endangered adalah owa jawa (Hylobates
keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. moloch) dan surili (Presbytis comata). Jenis yang
Salah satu pusat pendidikan, penelitian, dan tergolong berstatus rentan adalah lutung jawa
ekowisata dalam kawasan taman nasional di (Trachypithecus auratus) dan kukang (Nycticebus
Jawa Barat, khususnya di TNGGP, adalah Pusat javanicus). Satu lagi jenis satwa primata yang belum
56 Jurnal Primatologi Indonesia, Volume 7, Nomor 2, Desember 2010, p. 55-59

masuk satwa primata dilindungi oleh Pemerintah Pengambilan Data


Republik Indonesia yang terdapat di kawasan ini Pengambilan data menggunakan metode Line
adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Transect yang dimodifikasi (Gambar 1) dengan
Meskipun telah memiliki status kawasan taman mencatat objek target pada jalur pengamatan yang
nasional, gangguan dan tekanan yang dialami telah disediakan oleh pihak pengelola. Pencatatan
Taman Nasional Gunung Halimun-Salak dan dilakukan dengan mengukur jarak peneliti dengan
Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango diduga satwa primata yang ditemui (direct distance) dan
dapat menurunkan kualitas habitat dan selanjutnya jarak tegak lurus antara satwa primata yang ditemui
berakibat pada kritisnya populasi satwa primata. dengan jalur (prependicular distance).
Keberadaan satwa primata pada dua kawasan
Jalur pengamatan
konservasi ini terancam oleh peningkatan aktivitas
manusia, seperti ekowisata dan pertambahan jumlah
penduduk di sekitar kawasan. Populasi satwa primata
sangat dipengaruhi oleh kondisi habitat mereka, PPD
Objek/Primata
yang menyediakan sumber makanan dan tempat
hidup. Kegiatan ekowisata yang dilakukan pada
tiap taman nasional bertujuan untuk memberikan θ
kontribusi dalam pengelolaan kawasan. Namun,
eksploitasi yang berlebihan dari kegiatan ekowisata DD
tersebut dapat memengaruhi perilaku satwa primata Peneliti
khususnya dan akan memengaruhi fungsi ekologis
satwa primata. Penelitian yang dilakukan pada Gambar 1. Metode transek garis (Wilson dan
beberapa jalur ekowisata menunjukkan populasi Wilson, 1976)
satwa primata yang cenderung lebih rendah jika
dibandingkan dengan jalur penelitian yang bukan Pengambilan data dilakukan pada tiga jalur
jalur ekowisata. berbeda pada TNGP (dam, short track, dan long
Bila melihat pentingnya keberadaan satwa track), pada setiap jalur dilakukan penelusuran dari
primata dan fungsinya sebagai sistem pendukung titik awal hingga titik akhir jalur, dan pengulangan
kehidupan keanekaragaman hayati di TNGHS dari titik akhir ke titik awal jalur. Pengambilan
dan TNGGP, pemantauan populasi satwa primata data dari titik awal ke titik akhir dilakukan pada
sangat diperlukan dengan tujuan menganalisis pukul 05.30 – 11.30 WIB, sedangkan pengulangan
status keberadaan populasi jenis satwa primata dan pengamatan dari titik akhir hingga awal jalur
mendapatkan informasi faktor pendukungnya. dilakukan pukul 12.30 – 16.30 WIB.
Metodologi Beberapa parameter pengamatan yang dicatat
antara lain waktu pertemuan, jumlah satwa primata
Lokasi dan Waktu yang dapat dilihat, jarak antara pengamat dengan
Pengambilan data dilakukan setiap tahun sejak satwa primata, sudut antara pengamat terhadap
tahun 2000 hingga 2006 yang dilakukan di Taman satwa primata, tinggi pohon, tinggi posisi satwa
Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) primata, jenis pohon, lokasi satwa primata pada
difokuskan di Pusat Pendidikan Konservasi Alam jalur pengamatan, cuaca, komposisi umur dan jenis
(PPKA) Bodogol yang memiliki luas 0,61% (133,71 kelamin, serta jam terakhir perjumpaan.
ha) dari luas area TNGGP dengan pengambilan data
difokuskan pada jalur dam, short track, dan long Analisis Data
track. Secara administrasi pemerintah, PPKAB Analisis data dilakukan untuk mengetahui
termasuk dalam wilayah Kabupaten Bogor dan besaran kepadatan populasi satwa primata.
Kabupaten Sukabumi, meliputi Desa Benda dan Menurut van Schaik et al. (1995), perhitungan nilai
Purwasari Kabupaten Cicurug. Desa Bodogol kepadatan populasi setiap jenis satwa primata dari
Kecamatan Caringin, secara geografis terletak data pengamatan langsung, dapat digunakan rumus
antara 60320-60340 LS dan 106050’-106056’ BT. sebagai berikut ini:
Lokasi pengamatan kedua Taman Nasional Keterangan:
Gunung Halimun-Salak (TNGHS) dengan D = nilai estimasi kepadatan populasi jenis
pengambilan data dipusatkan pada bagian timur satwa primata (ind/ha),
kawasan, yaitu kawasan Cicemet, Cikaniki, N = jumlah individu yang ditemukan (ind),
Citalahab, dan Cikudapaeh yang memiliki luas area W = lebar jalur (m), dan
0,60% (678,6 ha) dari total luas TNGHS. L = panjang jalur (km).
Basalamah et al., Status Populasi Satwa Primata 57

Hasil dan Pembahasan PPKA Bodogol, serta sedikitnya ancaman


predator. Jumlah kelompok yang besar, mudahkan
Status Primata di TNGGP dan PPKA Bodogol perjumpaan pada saat sensus.
Luas areal pengamatan 133,71 ha yang Tidak ditemukanya monyet ekor panjang
mewakili 0,61% luas TNGGP. Hasil sensus populasi pada kawasan ini, karena monyet ekor panjang
satwa primata tertinggi terdapat pada tahun 2002 lebih menyukai hidup dekat daerah perairan di
di kawasan PPKA (Gambar 2). Faktor-faktor yang dataran rendah, pada daerah tersebut memiliki
dapat mempengaruhi jumlah populasi antara lain suhu lebih hangat. Apabila dilihat pada pola
kondisi habitat, ketersediaan pakan, keberadaan perilaku pada monyet ekor panjang yang fleksibel
predator dan aktivitas manusia. Hal ini serupa dengan terhadap kondisi habitat dan keberadaan manusia,
pernyataan Tim BScC (1992) bahwa penyebaran mempunyai indikasi bahwa keberadaan satwa
owa dapat dipengaruhi oleh keterbatasan alamiah. primata ini terdesak oleh pembukaan ladang dan
Tipe habitat yang merupakan syarat utama untuk perburuan (BScC, 1992).
kelangsungan hidupnya dan pengaruh manusia baik Pada jalur ekowisata dengan kondisi habitat
terhadap habitat maupun terhadap owa jawa itu yang masih ideal, keberadaan satwa primata lebih
sendiri. Kappeler (1981) menyatakan kepadatan rendah dibandingkan jalur non-ekowisata. Hal ini
populasi owa jawa berbeda-beda dari satu lokasi dapat mengindikasikan bahwa keberadaan satwa
ke lokasi lainnya, dipengaruhi oleh variasi kualitas primata sangat dipengaruhi aktivitas manusia.
habitat dan aktivitas predator. Satwa primata akan lebih memilih kawasan yang
Menurut Supriatna dan Hendras (2000) jarang dilalui manusia untuk mencari pakan.
populasi surili paling terancam di antara Terdapat hubungan antara perjumpaan spesies
jenis satwa primata lainnya, karena jumlah satwa primata dengan jumlah pengunjung ekowisata
kelompoknya yang kecil, rasio perbandingan dalam kawasan. Pada tahun 2000 jumlah pengunjung
kelamin, fragmentasi dan penyempitan habitat. tinggi, mengakibatkan perjumpaan terhadap sebaran
Rendahnya populasi surili pada saat sensus primata menjadi rendah (Gambar 3). Pada tahun
mungkin karena kondisi habitat yang tidak lagi 2002 terjadi peningkatan jumlah pengunjung dari
sesuai dan sumber pakan yang tidak mencukupi, tahun sebelumnya, tetapi perjumpaan terhadap
sehingga mengakibatkan kelompok satwa primata populasi satwa primata pun meningkat. Hal ini
ini memperluas daerah jelajahnya, sehingga sulit kemungkinan karena spesies satwa primata yang
untuk dijumpai. Hal ini serupa dengan pernyataan mulai terhabituasi aktivitas manusia. Namun pada
Chivers (1972) bahwa sumber pakan menentukan akhir tahun pengamatan, jumlah pengunjung lebih
besar kecilnya daerah jelajah, artinya semakin sedikit dan populasi satwa primata menurun.
langka makanan, maka akan semakin jauh dan Keadaan ini mungkin karena perilaku satwa
luas daerah jelajah untuk mencari makan. primata yang telah terhabituasi tadi telah lebih jauh
Tingginya populasi lutung dibandingkan mengubah pola aktivitas dan penggunaan ruang
dengan owa dan surili mungkin karena sumber satwa primata, yang mengakibatkan perubahan
pakan yang melimpah bagi lutung pada kawasan populasi.
GRAFIK POPULASI PRIMATA DI PPKA-BODOGOL
7.007
5.79
5,79
Populasi (ind/Ha)

6.006
Populasi (ind/ha)

5.005
4.004 3.27
0,30
2.90
2,90
3.003
2.002
0.97
0,97
1.001 0.180.36
0,18 0,360.01 0.23
0,23 0.06 0.30
0,30
0.000.00
0,01 0,06
0.000
2000
2000 2002
2002 2004
2004 2006
2006
Tahun
Tahun
owa jawa lutung jawa surili
Owa jawa Lutung jawa Surili
Gambar 2. Populasi satwa primata di Kawasan PPKA-Bodogol
Total Pengunjung PPKA Bodogol Tahun 2000-2006
58 Total
Jurnal Primatologi Pengunjung
Indonesia, PPKA
Volume 7, Nomor Bodogol
2, Desember 2010, p.Tahun
2000-2006 55-59
5000
(orang)
Pengunjung
5000
5.000 4062
Pengunjung

4000 4062
4.062
4000
4.000 3621
3000 3.621
3621 3261
Pengunjung

3.000
3000 3005 3.261
3261
2402
2000 3.005
3005 2.402
2402
2.000 2048
Jumlah

2000
1000 2.048
2048
Jumlah

1.000
1000 757
Jumlah

0 757
757
00 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
2000
2000 2001
2001 2002
2002 2003
2003 2004
2004 2005
2005 2006
2006
Tahun
Tahun
Tahun
Pengunjung
Pengunjung
Gambar 3. Total pengunjung di kawasanPengunjung
PPKA Bodogol tahun 2000-2006

Status Primata di Taman Nasional Gunung data) masih dapat dikatakan baik mengingat owa
Halimun-Salak (TNGHS) jawa yang kehidupanya relatif tergantung pada
Luas areal pengamatan 678,6 ha, mewakili kondisi hutan yang belum terganggu. Jenis Macaca
0,60% luas TNGHS. Populasi satwa primata fascicularis menurut informasi masyarakat setempat
tertinggi di kawasan TNGHS terjadi pada tahun sejak sekitar tahun 1990-an keberadaannya sudah
2003 (Gambar 4). Variasi kepadatan populasi tidak ditemukan lagi di jalur Cikaniki (Tobing 1999).
primata di jalur ekowisata terjadi karena pengunjung Penurunan kualitas habitat menurut Tobing
ekowisata dapat memberikan pengaruh terhadap (1999) dapat mempengaruhi stabilitas populasi
kehidupan liar satwa primata khususnya pada dan perilaku satwa primata. Cara untuk melihat
aktivitas bergerak. Sifatnya yang arboreal dan liar kualitas suatu habitat, yaitu dengan melihat
(sensitif dengan kehadiran manusia) membuat satwa ketersediaan pakan sebagai salah satu fungsi
primata tidak bebas berjelajah untuk mencari pakan daya dukung habitat terhadap satwa yang tinggal
guna memenuhi kebutuhannya. didalamnya. Hasil sensus fruit trail yang dilakukan
Tingginya frekuensi perjumpaan dengan dapat dilihat pada Tabel 1.
satwa primata terutama owa jawa karena lokasi Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat
pengamatan yang merupakan dataran tinggi. Hal populasi satwa primata cenderung lebih tinggi pada
ini sesuai dengan sifat kehidupan owa jawa yang kawasan non-ekowisata. Walaupun jalur ekowisata
hidupnya pada habitat dataran tinggi (Napier dan menyediakan sumber pakan yang cukup besar, satwa
Napier 1985). Kondisi ini dapat menunjukkan bahwa primata lebih memilih kawasan non-ekowisata
GRAFIK POPULASI PRIMATA DI TNGH
sebagian kondisi hutan TNGHS (jalur pengambilan untuk mencari pakannya.

1.60
1,60 1,44
1.44
1.40
1,40
Populasi (ind/Ha)

1,20
1.20
Populasi (ind/ha)

1,04
1.04
1.00
1,00
0.80
0,80
0.60
0,60 0,52
0.52 0.51
0,51
0.35
0,35
0.40
0,40 0,28
0.28
0,20 0,11 0,03 0,13
0.13
0.20 0.11 0,08
0.08
0.03 0.01 0,03
0,01 0.03
0,00
0.00
2002
2002 2003
2003 2005
2005 2006
2006
Tahun
Tahun
owa jawa lutung jawa
Owa jawa Lutung jawasurili Surili
Gambar 4. Populasi satwa primata di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak
5000
Jumlah Pengunjung 4062
Total Pengunjung TNGHS tahun 1998-2005
4000 Basalamah et al., Status Populasi Satwa Primata 59
3621
30006000 3261
6.000 Jumlah Pengunjung (orang) 3005
Jumlah pengunjung
2402
2000 5000
5.000
4000
4.000 2048
10003000
3.000
757
02000
2.000
1000
1.000
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
0 0
1998 1999 2000 Tahun
2001 2002 2003 2004 2005
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Tahun
Tahun
Pengunjung
Pengunjung
Gambar 5. Total pengunjung di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak tahun 1998-2005
Pengujung
Tabel 1. Kelimpahan buah berdasarkan fruit Daftar Pustaka
trail di Taman Nasional Gunung
Chivers DJ. 1972. The Siamang and Gibbon in
Halimun-Salak
Malayan Peninnsula. Di dalam Gibbon dan
Kelimpahan Buah (buah/ha) Siamang eds) Basel, Karger, Vol. 1.
Tahun Kappeler M. 1981. The Javan Silvery Gibbon
Jalur Cicemet Jalur Cikaniki
(Hylobates moloch): Habitat, distribution
2003 217,4 106,9 numbers. Zoological Institute of Basel
2005 167,6 210,9 University, Basel.
Napier JR, Napier PH. 1985. The natural history
Simpulan of the primates. Walsworth Publising Co. USA.
Supriatna J, Hendras E. 2000. Panduan Lapangan
Estimasi kepadatan populasi satwa primata
Primata Indonesia. Yayasan Obor Indonesia,
yang berfluktuasi di kawasan PPKAB-TNGP dan
Jakarta.
TNGHS masih sulit menggambarkan meningkat
Tim Biological Scince Club (BScC). 1992.
atau tidak populasinya. Namun, tekanan gangguan
Proceding dan Resume. Workshop Persiapan
yang ada, baik efek pengunjung ataupun kondisi
Organisasi dalam Pengelolaan Taman Nasional
habitat yang mengalami perubahan dapat diduga
Gunung Halimun. BScC-KLH-PHPA-
memengaruhi menurunnya populasi satwa primata
BADRENA. Jakarta.
di dua kawasan taman nasional tersebut.
Tobing ISL. 1999. Pengaruh perbedaan kualitas
habitat terhadap perilaku dan populasi primata
Ucapan Terima Kasih
di Kawasan Cikaniki TNGH Jawa Barat,
Terima kasih kami ucapkan kepada Balai Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor,
Taman Nasional Gunung Halimun-Salak dan Balai Jurusan Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Fakultas Lingkungan, Bogor.
Biologi Universitas Nasional, Tatang Mitra Setia, Van Schaik, Azwar CP, Priatna D. 1995.
Sri Suci Utami Atmoko, Imran S. L. Tobing, seluruh Population estimates and habitat preferences of
anggota aktif dan senior “LUTUNG” Forum Studi orangutans based on line transects of nests (eds.
Primata serta seluruh staf PPKA Bodogol yang telah R.D. Nadler, B.M.F. Galdikas, L.K. Sheeran, N.
banyak membantu dalam pelaksanaan kegiatan. Rosen). In: The Neglected Ape. Plenum Press,
New York, pp. 129-147.
Wilson CC, Wilson WL. 1976. Year Book of
Physical Anthropology (In Press).

Anda mungkin juga menyukai