Anda di halaman 1dari 69

Jenis Pakan dan Daya Dukung Habitat Rusa Sambar (Cervus unicolor Kerr, 1972) di Resort Teluk Pulai,

Taman
Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah (Food Plants and Habitat’s Carrying Capacity of Sambar Deer,
Cervus unicolor Kerr, 1972) in Teluk Pulai Resort, Tanjung Puting National Park, Central Kalimantan)
Abdul Haris Mustari, Afroh Manshur, Burhanuddin Masyud (47 – 54)

PENENTUAN SISTEM PENANGKARAN RUSA TIMOR (Rusa timorensis de Blainville 1822)


BERDASARKAN JATAH PEMANENAN DAN UKURAN POPULASI AWAL (Determining of Captive
Breeding System of Rusa Deer Based on Harvest Quota and Initial Population Size)
Yanto Santosa, Rozza Tri Kwatrina, Agus Priyono Kartono (55 – 64)

KEANEKARAGAMAN JENIS SATWALIAR DI KAWASAN PERKEBUNAN KELAPASAWITDAN


STATUS PERLINDUNGANNYA: STUDI KASUS DI KAWASAN UNIT PENGELOLAAN PT. TANDAN
SAWITA PAPUA, KABUPATEN KEEROM, PAPUA (Diversity of Animals in Oil Palm Plantation Area and
Status Proctetion: Case Study in Zone Management Unit PT. Tandan Sawita Papua, Keerom Regency, Papua)
Harnios Arief (65 – 70)

PENGETAHUAN LOKAL MASYARAKAT SAMIN TENTANG KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN


DAN PENGELOLAANYA (Local Knowledge of Samin Society of Plant Diversity and Conservation)
Jumari, Dede Setiadi, Y. Purwanto, Edi Guhardja (71 – 78)

STRATEGI PENGEMBANGAN WISATA DI PULAU BAWEAN KABUPATEN GRESIK (Tourism


Development Strategy in Bawean Island, Gresik Distric)
Mohammad Ramli, E.K.S. Harini Muntasib dan Agus Priyono Kartono (79 – 84)

PEMANFAATAN DAN UPAYA KONSERVASI KAYU PUTIH (Asteromyrtus symphyocarpa) DI TAMAN


NASIONAL WASUR (Utilization and Conservation Action of Asteromyrtus symphyocarpa in Wasur National
Park)
Yarman dan Ellyn K. Damayanti (85 – 95)
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 47 – 54

JENIS PAKAN DAN DAYA DUKUNG HABITAT RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR
KERR, 1972) DI RESORT TELUK PULAI, TAMAN NASIONAL TANJUNG PUTING,
KALIMANTAN TENGAH

(Food Plants and Habitat’s Carrying Capacity of Sambar Deer, Cervus unicolor Kerr, 1972)
in Teluk Pulai Resort, Tanjung Puting National Park, Central Kalimantan)

ABDUL HARIS MUSTARI 1), AFROH MANSHUR2), BURHANUDDIN MASYUD3)


1,3)
Bagian Ekologi dan Manajemen Satwaliar, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas
Kehutanan IPB, Bogor 16001-Indonesia (kontak person:haris.anoa@yahoo.com)
2)
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB

Diterima 27 Februari 2012/Disetujui 9 Mei 2012

ABSTRACT

The existence of sambar deer (Cervus unicolor) are increasingly threatened due to habitat loss and ilegal huntingt. One of sambar deer’s
stronghold population in Kalimantan is Tanjung Puting National Park (TNTP). Population decline of sambar deer can be avoided by habitat
management. This study aimed to reveal food plants that potentially eaten by the deer and productivity and carrying capacityof the deer’s habitat.
This study was focused in Teluk Pulai Resort of TPNP. The study revealed that sambar deer consumed at least 53 species of plant including into 33
families. Parts of plants eaten by sambar deerconsisted leaves (31 species), leaves and stems (4 species), leaves and flowers (6 species), leaves and
fruits (10 species) and fruit (2 species). The distribution patterns of sambar deer’s food plants were clumped distribution (57,38%), random (16,39%)
and unknown (26,23%). Productivity of the habitat was 1.809.879,644 kg day-1 to 2.613.587,565 kg day-1, resulting an estimate of carrying capacity
of 2 individuals ha-1.

Keywords: Sambar deer, food plant, distribution pattern, carrying capacity

PENDAHULUAN proses ekologi yang berjalan di dalam ekosistem. Oleh


karena itu, pemahaman tentang kondisi habitat terutama
Rusa sambar (Cervus unicolor) merupakan rusa aspek pakan merupakan salah satu informasi penting
yang terbesar ukurannya di daerah tropika. Penyebaran dalam menentukan rencana pengelolaan rusa sambar di
rusa sambar di Indonesia hanya terbatas di daerah kawasan TNTP secara tepat dan berdaya guna.Penelitian
Sumatera dan Kalimantan (Yasuma 1994). Keberadaan ini bertujuan untukmengetahui jenis pakan, bagian yang
rusa sambar yang semakin terancam terjadi akibat adanya dimakan dan pola penyebaran tumbuhan pakan rusa
kerusakan habitat. Penurunan populasi rusa sambar dapat sambar serta untuk mengetahui produktivitas dan daya
dihindari dengan melakukan pembinaan habitatnya. dukung habitat dari aspek pakan. Hasil penelitian ini
Komponen habitat rusa sambar yang perlu mendapatkan diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi
perhatian lebih adalah pakan. Hal ini dikarenakan pakan dalam menentukan rencana konservasi rusa sambar dan
merupakan faktor pembatas dan sumber energi utama manajemen habitatnya di Taman Nasional Tanjung
bagi rusa. Selain itu, vegetasi pakan ditinjau dari Puting.
potensinya memiliki korelasi positif dengan jumlah
populasi dan daya dukung habitatnya. Secara umum,
keadaan tumbuhan pakan di suatu habitat tidak selalu METODE PENELITIAN
tersedia dengan cukup, sempurna dan merata. Kondisi
yang demikian misalnya terjadi akibat adanya gangguan Bahan dan alat
baik dari rusa itu sendiri, kondisi lingkungan (iklim dan Penelitian ini dilakukan di Resort Teluk Pulai,
tanah), pengaruh manusia atau persaingan antar jenis SPTN III Tanjung Harapan, Taman Nasional Tanjung
tumbuhan. Oleh karena itu, diperlukan campur tangan Puting pada bulan Juli−September 2010. Bahan dan alat
manusia untuk mengelola habitat agar tercapai kondisi yang digunakan yaitu label spesimen, Alkohol 70%,
optimum dalam mendukung kehidupan rusa sambar. sprayer, kertas koran, GPS, kompas bruton, binokuler,
Salah satu kawasan konservasi yang penting dalam termometer, alat dokumentasi, tambang, pita meteran,
upaya perlindungan rusa sambar secara in-situ di haga hypsometer, timbangan dan alat tulis-menulis.
Indonesia adalah Taman Nasional Tanjung Puting
(TNTP). Salah satu bentuk pengelolaan rusa sambar di Komposisi dan struktur vegetasi
TNTP adalah akan didirikannya pusat pembinaan habitat
rusa sambar. Keberhasilan pengelolaan tergantung pada Parameter kuantitatif vegetasi pada hutan dataran
rencana pengelolaan dan pemahaman terhadap seluruh rendah dan hutan rawa air tawar diperoleh dengan
metode kombinasi garis berpetak (Soerianegara &

47
Jenis Pakan dan Daya Dukung Habitat Rusa Sambar

Indrawan 1988). Sedangkan untuk habitat padang rumput Kriteria yang digunakan adalah, jika:
dan semak belukar sebelumnya digunakan metode kurva
spesies area (Soerianegara & Indrawan 1988) dan χ2 ≤ χ2 0.975; maka jenis tumbuhan tersebut menyebar
didapatkan luasan minimal 2 m x 2 m. Penempatan plot secara merata;
secara sistematis dengan dasar lokasi yang diketahui χ2 0.975 < χ2< χ2 0.0.25; maka jenis tumbuhan tersebut
merupakan tempat makan rusa sambar. Banyaknya plot menyebar secara acak;
ukur sebanyak 25 petak dan jarak antar petak ukur adalah χ2 ≥ χ2 0.025; maka jenis tumbuhan tersebut menyebar
10 meter secara berkelompok.
Identifikasi jenis tumbuhan pakan dilakukan dengan
menggunakan dua tahapan utama, yaitu: (1) identifikasi Produktivitas tumbuhan pakan dan daya dukung
jenis tumbuhan pakan secara langsung atau dengan kawasan
melihat bekas makan rusa sambar yang dikuatkan dengan
Produktivitas tumbuhan dapat dihitung dengan
penemuan jejak atau kotoran (feces) rusa sambar di
menggunakan persamaan (Garsetiasih 1990):
sekitarnya, dan (2) identifikasi jenis tumbuhan pakan
rusa secara tidak langsung dengan studi literatur. Hasil
identifikasi ini kemudian dicek silang dengan jenis
tumbuhan pakan rusa sambar yang ditemukan di lokasi Dimana:
penelitian. P = produktivitas hijauan (kg ha -1hari-1).
Produktivitas hijauan dilakukan pada petak yang Bb = biomassa tumbuhan setelah dilakukan pemotongan
dipagar seluas 1 m2 sebanyak 10 plot dengan jarak antar (kg).
plot 10 m. Pemotongan jenis rumput dan tumbuhan Lpu = luas petak ukur (10-3 ha).
bawah dilakukan pada ketinggian 5 cm di atas t = interval waktu pemotongan (hari).
permukaan tanah. Sedangkan untuk pohon, hanya pada
tingkat pertumbuhan semai dan pancang dengan Kebutuhan makan rusa antar individu menurut
ketinggian kurang dari 4 meter dan pemotongan hanya Staines et al. (1982) salah satunya bergantung pada umur
pada daun yang masih muda. Interval waktu pemotongan dan berat badan. Perkiraan kebutuhan rusa pada tingkat
selama 20 hari, 40 hari dan 60 hari. Ada 2 asumsi yang aman adalah menghitung kebutuhan anak rusa sama
digunakan yaitu: (1) ada 4 tipe habitat yang digunakan dengan kebutuhan induknya (Asraf 1980). Kebutuhan
dalam penghitungan poduktivitas dan (2) hanya 3 tipe rata-rata makan rusa sambar per hari sebanyak 13.27
habitat yang digunakan tanpa hutan dataran rendah. kg/hari (Ahmed & Sarker 2002). Sehingga daya dukung
Asumsi ini digunakan karena pada Buku Statistika tumbuhan pakan rusa sambar di Resort Teluk Pulai dapat
Taman Nasional Tanjung Puting Tahun 2009, dihitung dengan menggunakan rumus (Susetyo 1980):
berdasarkan data citra yang digunakan, hutan dataran
rendah di kawasan ini didefinisikan sebagai hutan rawa
primer. Hal ini dikarenakan pada musim penghujan hutan Dimana:
dataran rendah di Tanjung Paring akan tergenang air DD = daya dukung kawasan (individu ha-1)
akibat luapan danau di sekitarnya. Analisis vegetasi P = produktivitas hijauan (kg ha -1hari-1)
digunakan untuk mencari Indeks Nilai Penting (INP). pu = proper use (0.70)
Persamaan yang digunakan untuk mencari nilai penting A = luas permukaan yang ditumbuhi rumput (ha)
tersebut adalah rumus Soerianegara dan Indrawan C = kebutuhan makan rusa (kg/ind/hari).
(1988).

Pola sebaran tumbuhan pakan HASIL DAN PEMBAHASAN


Pola penyebaran tumbuhan pakan rusa sambar Kondisi Habitat
dianalisis dengan indeks penyebaran berdasarkan Ludwig
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa
dan Reynold (1988). Data yang digunakan adalah hasil
Resort Teluk Pulai memiliki setidaknya 4 tipe habitat
analisis vegetasi dengan jumlah plot (n) < 30, sehingga
yang sebagian besar digunakan oleh rusa sambar yakni
persamaan yang digunakan yaitu:
meliputi vegetasi hutan dataran rendah, hutan rawa air
dan tawar, padang rumput dan semak belukar. Selain sebagai
penyedia pakan, hutan dataran rendah dan hutan rawa air
Dimana: tawar di Resort Teluk Pulai memiliki tutupan yang cukup
ID = indeks dispersal rapat sehingga dimanfaatkan rusa sambar sebagai tempat
S2= keragaman nilai berteduh (cover) dan menghindar dari gangguan predator
x = rata-rata jumlah individu tiap jenis (individu) atau manusia. Perbedaan karakteristik antar habitat yang
χ2= nilai uji tercantum pada Tabel 1 digunakan untuk mem-
n = jumlah petak ukur jenis pakan. bandingkan fungsi utama dari masing-masing habitat.

48
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 47 – 54

Tabel 1. Karakteristik masing-masing habitat di Resort Teluk Pulai, Taman Nasional Tanjung Puting
Hutan Dataran Hutan Rawa Air Padang Rumput Semak Belukar
Karakteristik
Rendah Tawar
Kondisi habitat Datar dengan Datar, kelerengan < Pinggir pantai, Padang rumput yang
kelerengan < 5°, 5°, tergenang datar, tergenang air berasosiasi dengan
kering, terisolasi bergantung pasut air ketinggian 5-10 cm hutan rawa,
berada ditengah- laut (20-120 cm), tergenang air
tengah danau terletak di dekat aliran bergantung pasut air
sungai besar laut (20-120 cm)
Jumlah jenis 98 81 15 16
Jumlah jenis 11 10 14 10
pakan
Tinggi tumbuhan 22 ± 10 m Bervariasi <10 m - > Mencapai 2 m Mencapai 3 m
30 m
Jenis dominan Ribu-ribu1) (34,5%), Poga1) (20,78%), Tilam buaya Sempiring
tembaras2) (23,97%), ketiau (15,50% 2) dan (61,68%), tratat (68,80%), kelakai
lewari (39,94% 3) dan 41,68 4)), bedaru3) (27,73%). (34,72%)
54,32% 4)) (24,68%)
Sumber air minum Danau dan kubangan Sungai dan Kubangan Tatah*) dan air laut Sungai
Fungsi utama Cover Sumber pakan dan Sumber pakan dan Sumber pakan dan
habitat cover garam mineral shelter.
Keterangan (Remarks) : 1) : tingkat pertumbuhan semai; 2) : tingkat pertumbuhan pancang; 3) : tingkat pertumbuhan semai; 4) = tingkat
pertumbuhan pohon; *): Sungai-sungai kecil buatan manusia yang ditujukan untuk masuknya air laut dalam
tambak.

Habitat yang paling berpotensi untuk dikembangkan Padang rumput sebenarnya merupakan habitat yang
sebagai lokasi pembinaan habitat jika dibandingkan sangat penting bagi kelangsungan hidup rusa sambar
dengan habitat yang lain adalah habitat semak belukar. karena mampu menyediakan pakan bagi rusa sambar.
Meskipun demikian, habitat lain juga memiliki fungsi Penelitian Ngampongsai (1978) menunjukkan bahwa
yang tidak kalah penting bagi kehidupan rusa sambar. rusa sambar lebih bersifat grazer dari pada browser.
Kondisi habitat semak belukar di kawasan ini dikelilingi Akan tetapi dikarenakan letaknya yang dekat dan
oleh hutan rawa air tawar di bagian tepinya, sehingga berbatasan langsung dengan pemukiman, maka
selain menyediakan pakan yang cukup, kawasan ini juga dikhawatirkan rusa sambar terganggu dan akan
merupakan perlindungan yang baik bagi rusa sambar berdampak pada perubahan perilakunya. Selain itu luasan
terutama pada waktu makan.Selain itu, kawasan ini juga area padang rumput yang sempit (3,17 ha) di Resort
memiliki ketersediaan air yang terus ada sepanjang tahun Teluk Pulai menunjukkan hal yang tidak baik terhadap
di sungai-sungai kecilnya. kehidupan rusa sambar di habitat alaminya. Hal ini
Siregar et al. (1983) menyatakan bahwa rusa dikarenakan luasan habitat pakan rusa sambar yang
sambar merupakan jenis rusa yang lebih suka hidup di sempit akan meningkatkan intensitas renggutan rumput
rawa-rawa berair. Kondisi ini sesuai dengan pengamatan oleh rusa sambar yang dapat mempengaruhi kandungan
Seidensticker (1976) di Chitawan Valley, Nepal bahwa protein dalam tumbuhan pakan yang selanjutnya akan
rusa sambar lebih mudah dijumpai di habitat semak menurunkan daya cerna satwa. Selain itu daerah yang
belukar yang berair jika dibandingkan dengan habitat sempit mampu meningkatkan tingkat stres rusa sambar
padang rumput, asosiasi rumput semak maupun hutan sehingga memperlihatkan perilaku yang cenderung
Dipeterocarpaceae. gugup (Semiadi 1996).
Hal lain yang turut memperkuat bahwa kawasan
semak belukar baik bagi rusa sambar adalah habitat ini Potensi Pakan
dapat menyediakan pakan rusa sambar lebih bervariasi
Berdasarkan hasil pengamatan di Resort Teluk
baik ketika rusa bersifat browser pada siang hari maupun
Pulai ditemukan sedikitnya 53 jenis tumbuhan (33 famili)
grazer pada malam hari sesuai hasil pengamatan Lekagul
yang teridentifikasi sebagai pakan rusa sambar.
dan McNeely (1988). Hal ini menunjukkan bahwa
Banyaknya jumlah jenis pakan yang dimakan
kebutuhan rusa dapat dipenuhi di kawasan habitat semak
menunjukkan bahwa rusa sambar lebih adaptif dan
belukar. Sedangkan untuk hutan dataran rendah dan
memiliki pakan yang lebih fleksibel.
hutan rawa air tawar lebih digunakan sebagai tempat
Hasil inventarisasi pakan rusa sambar menunjukkan
berteduh dan menghindar dari gangguan predator atau
bahwa 9 dari 53 jenis pakan rusa sambar merupakan jenis
manusia.
rumput-rumputan dari famili Poaceae dan Cyperaceae.
Jenis tersebut adalah keriung (Cyperus pilosus), purun

49
Jenis Pakan dan Daya Dukung Habitat Rusa Sambar

kudung (Fimbristylis acuminate) dan tilam buaya Berdasarkan jenis habitusnya, pakan rusa sambar
(Isachne globosa) yang termasuk dalam famili dibagi menjadi 6 jenis habitus sesuai Gambar 1. Hasil
Cyperaceae, serta paha belalang (Chrysopogonaci- analisis data juga menunjukkan bahwa daun merupakan
culatus), pekat laki (Leptaspis urceolata), rumput bagian dari tumbuhan yang paling banyak dimakan oleh
mambun (Zoysia matrella), tratat (Eleusine indica), rusa sambar yakni sebesar 51 jenis tumbuhan. Sedangkan
sempiring (Themeda gigantea) dan sulur daging bagian dari tumbuhan yang lain yang dimakan adalah
(Axonopus compressus) yang termasuk dalam famili buah, bunga dan batang (Gambar 2). Daftar jenis dan
Poaceae. Hal ini menunjukkan bahwa jenis rerumputan bagian tumbuhan yang dimakan rusa sambar disajikan
merupakan tumbuhan penting bagi rusa sambar. pada Lampiran 1.

\
Gambar 1. Pakan rusa sambar berdasarkan habitusnya di TN Tanjung Puting

Gambar 2. Kombinasi jumlah jenis berdasarkan bagian tumbuhan


yang dimakan oleh rusa sambar di TN Tanjung Puting

Jumlah pakan yang melimpah ini tidak semuanya yang paling banyak di makan adalah pekat laki
dimakan oleh rusa sambar. Hasil pengamatan di lapangan (Leptaspis urceolata) yang banyak ditemukan di pinggir
terhadap bekas pakan menunjukkan bahwa jenis pakan sungai. Terlepas dari kandungan protein dan serat,
yang paling banyak di makan pada musim hujan adalah kondisi ini menunjukkan bahwa rusa sambar memiliki
jenis kelakai (Stenochlaena palustris), pulai (Alstonia kemampuan untuk menyesuaikan jenis pakannya
scholaris), bebakauan (Rhizophora spp.). Bekas pakan berdasarkan ketersediaan pakan dan Pada musim
baru dapat diidentifikasi melalui getah tumbuhan yang kemarau hijauan pakan di hutan akan berkurang sehingga
masih basah dan penemuan jejak rusa sambar di rusa sambar akan mencari hijauan pakan yang masih
sekitarnya. Sedangkan berdasarkan informasi masyarakat melimpah dan salah satunya adalah di pinggiran sungai.
sekitar kawasan bahwa pada saat musim kemarau jenis

50
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 47 – 54

Gambar 3. Pola penyebaran jenis tumbuhan pakan yang ditemukan di


berbagai tipe habitat di Resort Teluk Pulai TN Tanjung Puting

Daun yang dimakan oleh rusa sambar adalah daun merupakan habitat yang digunakan oleh rusa ketika
muda. Umumnya daun yang dimakan oleh rusa sambar mencari makan.
memiliki struktur yang halus seperti tunas daun pulai
(Alstonia scholaris), pekat laki (Leptaspis urceolata) dan Produktivitas dan Daya Dukung Kawasan
bebakauan (Rhizophora spp.). Akan tetapi pada beberapa
Hasil analisis data menunjukkan bahwa kemampuan
jenis juga memiliki struktur daun yang cukup kasar
menyediakan pakan antar habitat cukup berbeda (Tabel
seperti jenis sempiring (Themeda gigantea), bayawan
2). Secara umum padang rumput merupakan sumber
(Crudia gracilis) dan kelakai (Stenochlaena palustris).
pakan paling potensial jika dibandingkan jenis yang lain
Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya rusa sambar
karena mampu menghasilkan produktivitas tumbuhan
tidak memperhatikan struktur daun dan bentuk daunnya.
tertinggi yakni 92.32 kg/hari/ha.
Akan tetapi Stafford (1997) melalui analisis anatomi alat
Hasil perhitungan di Resort Teluk Pulai pada
pencernaan berpendapat bahwa rusa sambar di Selandia
berbagai tipe habitat menunjukkan bahwa secara umum
Baru sangat menyukai rumput yang bertekstur kasar.
padang rumput menyumbang lebih banyak produktivitas
Lain halnya dengan Blandford (1988) yang menyatakan
hijauan pakan jika dibandingkan dengan tipe habitat yang
bahwa pakan rusa sambar adalah segala jenis rumput
lain. Hal ini karena kecepatan suksesi tumbuhan di
terutama rumput hijau yang lokasinya berada dekat
habitat padang rumput lebih tinggi dari habitat lain. Hasil
dengan air dan buah-buahan liar yang mudah ditemukan
analisis juga menunjukkan bahwa secara habitat hutan
serta tunas dan daun muda.
dataran rendah menyumbang biomassa terbanyak. Hal ini
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa sebanyak
dikarenakan pada hutan dataran rendah jenis tumbuhan
10 jenis tumbuhan pakan di berbagai tipe habitat
contoh sebagian berada pada tingkat pertumbuhan
ditemukan menyebar secara acak. Sedangkan 35 jenis
pancang sehingga batang menyumbang biomassa yang
lainnya memiliki pola sebaran mengelompok dan 16
lebih banyak selain daun-daun yang sudah tua.
jenis lainnya tidak diketahui pola sebarannya (Gambar
Sedangkan untuk produktivitas yang kurang merupakan
3). Jenis yang tidak diketahui ini ditemukan di luar plot
konsekuensi dalam perebutan sumberdaya (hara dan air)
analisis vegetasi akan tetapi diidentifikasi merupakan
karena keanekaragaman yang tinggi dari spesies
pakan rusa sambar. Pola peyebaran ini dipengaruhi oleh
tumbuhan penyusunnya dan stratifikasi yang kompleks,
faktor habitus dan dominansi jenis.Sedangkan banyaknya
sehingga diperlukan persaingan baik antar jenis maupun
pola berkelompok pada tumbuhan pakan merupakan
antar individu.
konsekuensi dari pemilihan lokasi analisis vegetasi yang

Tabel 2. Produktivitas hijauan pakan rusa sambar di berbagai tipe habitat TN Tanjung Puting
Produktivitas Luasan Tutupan Lahan Total Produktivitas
No Tipe Habitat
(kg/ha/hari) (ha) (kg/hari)
1 Hutan Dataran Rendah 34,58 23.760,460 0821.707,998
2 Hutan Rawa Air Tawar 34,58 15.046,635 0520.357,778
3 Padang Rumput 92,32 0000.3,172 0000.292,830
4 Semak Belukar 65,32 19.738,032 1.289.229,036
Total 058.548,30 2.613.587,565
Sumber (Sources): Data primerdan BTNTP (2010).

51
Jenis Pakan dan Daya Dukung Habitat Rusa Sambar

Resosoedarmo et al. (1986) menyatakan bahwa Blandford WT. 1988. The Fauna of British India
faktor yang mempengaruhi besaran produktivitas adalah Including Ceylon and Burma. India: Secretary State
kecepatan perkecambahan biji tumbuhan dan of India in Council.
pertumbuhan semai (seedling) serta kemampuan
BTNTP [Balai Taman Nasional Tanjung Puting].2010.
tumbuhan untuk bersaing terhadap unsur hara, udara, dan
Ststistika Taman Nasional Tanjung Puting 2009.
air yang ada di dalam tanah. Ketidakmampuan suatu
Pangkalan Bun: Balai Taman Nasional Tanjung
jenis dalam persaingan berakibat dalam pengurangan
Puting.
pertumbuhan tunas yang pada akhirnya akan
mengakibatkan produktivitasnya kecil. Fischhoff IR, Sundaresan SR, Cordingley J, Rubenstein
Daya dukung yang optimal menunjukkan suatu DI. 2007. Habitat use and movements of plains
keseimbangan antara produksi tumbuhan pada periode zebra (Equus burchelii) in response to predation
tertentu dengan jumlah satwa yang melakukan grazing. danger from lion. Behavioral Ecology 18: 725-729.
Oleh karena itu suatu kawasan mempunyai daya dukung
rendah apabila jumlah satwa yang melakukan kegiatan Garsetiasih.1990. Potensi Lapangan Perumputan Rusa di
grazing lebih tinggi dari pada nilai daya dukung optimal. Pulau Menipo pada Musim Kemarau.Laporan
Teknis. Kupang: Balai Penelitian Kehutanan
Berdasarkan perhitungan produktivitas pakan di Resort
Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Teluk Pulai, maka dapat diketahui bahwa kemampuan
kawasan dalam penyediaan pakan terbatas sebanyak 2,33 Hochman V, Kotler B. 2007. Patch use, apprehension,
individu/ha. Hasil di atas menggunakan asumsi pertama. and vigilance behaviour of nubian ibex under
Sedangkan jika menggunakan asumsi ke dua, maka daya perceived risk of predation. Behavioral Ecology 18:
dukung kawasan di Resort Teluk Pulai sebesar 2,74 368-374.
individu/ha.
Kondisi vegetasi dan produktivitas tumbuhan di Lekagul B, McNeely JA. 1988. Mammals of Thailand.
Resort Teluk Pulai tidak selalu sama meskipun Thailand: Dharashunta Press.
habitatnya sama. Oleh karena itu dengan dasar keamanan Ludwig JA, Reynold JF. 1988. Statistical Ecology: A
bagi satwa dan tumbuhan pakannya, maka daya dukung Primer on Methods and Computing. Canada: John
pakan bagi rusa sambar di Resort Teluk Pulai adalah 2 Wiley & Sons, Inc.
individu/ha atau sebanyak 122.958 individu untuk
seluruh kawasan (58.548,299 ha). Ngampongsai C. 1978. Grassland food preference of the
sambar (Cervus unicolor) in Khao Yai National
Park, Thailand. J. Biotrop 8: 99-115.
KESIMPULAN
Resosoedarmo S, Kartawinata K, Soegiarto A. 1986.
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat Pengantar Ekologi. Bandung: Penerbit Redmaja
disimpulkan bahwa jenis pakan di Resort Teluk Pulai Rosda Karya.
teridentifikasi sebanyak 53 jenis tumbuhan yang Seidensticker J. 1976. Ungulate population in Chitawan
termasuk dalam 33 famili. Bagian yang dimakan Valley, Nepal.J. Biol. Consev. 10: 293-308.
bervariasi meliputi daun (31 jenis), daun dan batang (4
jenis), daun dan bunga (6 jenis), daun dan buah (10 jenis) Semiadi G. 1996. Perilaku rusa sambar (Cervus unicolor)
dan buah sebanyak 2 jenis yakni kasai (Pometia dalam proses penjinakan. Hayati 3 (2):47-49.
alnifolia) dan betiti (Mangifera longipetiolata). Pola Siregar AP, Sitorus P, Radjaguguk BPA, Santoso,
sebaran tumbuhan pakan rusa sambar, meliputi pola Sabrani M, Soedirman S, Iskandar T, Kalsid E,
sebaran mengelompok (57,38 %), acak (16,39 %) dan Batubara LP, Situmorang H, Syarifudin A, Saleh A,
tidak diketahui (26,23 %). Produktivitas tumbuhan pakan Wiluto. 1983. Kemungkinan Pembudidayaan
rusa sambar di Resort Teluk Pulai sebesar 1,809,879.644 Satwaliar di Indonesia. Di dalam: BP3[Badan
kg/hari-2,613,587.565 kg/hari. Daya dukung kawasan di Penelitian dan Pengembangan Pertanian], editor
Resort Teluk Pulai sebanyak 2 individu/ha atau sebanyak Prosiding Seminar Satwaliar. Pusat Penelitian dan
122,958 individu di seluruh kawasan Resort Teluk Pulai. Pengembangan Peternakan; Bogor, 12 September
1983. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan
DAFTAR PUSTAKA Pertanian. Departemen Pertanian. hlm 30-38.
Soerianegara I, Indrawan A. 1988.Ekologi Hutan
Ahmed S, Sarker NJ. 2002. Food consumption of sambar
Indonesia. Bogor: Laboratorium Ekologi Hutan.
deer (Cervus unicolor, Kerr) in Captivity. Saudi J
Biol. Sci. 1: 80-84. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Asraf IMM. 1980. Studi tentang daya dukung areal Stafford KJ. 1997. The Diet and trace element status of
sambar deer (Cervus unicolor) in Manawatu
pembiakan rusa (Rusa timorensis) perum angkasa
District, New Zealand. New Zealand Journal of
pura, Jakarta [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan.
Zoology 24: 261-271.
Institut Pertanian Bogor.

52
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 47 – 54

Staines BW, Crisp JM, Parish T. 1982.Differnces in the Susetyo S. 1980. Padang Penggembalaan.Bogor:
quality of food eaten by red deer (Cervus elaphus) Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
stags and hinds in winter.Jurnal of Applied Ecology
Yasuma S. 1994. An introduction to the mammals of
19: 65-77.
East Kalimantan.Pusrehut Spec. Publ. 3: 192-193.

53
Jenis Pakan dan Daya Dukung Habitat Rusa Sambar

Lampiran 1. Jenis tumbuhan dan bagian tumbuhan yang dimakan oleh rusa sambar Resort Teluk Pulai TN Tanjung
Puting
Bagian yang
Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Habitus
dimakan
Abu-abu Rawa Symplocos celastrifolia Symplocaceae Da Pohon
Asam Lambai Oxalis corniculata Oxalidaceae Da, Bu Semak
Balik Angin Mallotus barbatus Euphorbiaceae Da, Bu Herba
Bayawan Crudia gracilis Fabaceae Da Terna
Bebakauan Rhizophora spp. Rhizophoraceae Da Pohon
Belimbing Kasai Pometia alnifolia Sapindaceae Bu Pohon
Betiti/Petiti Mangifera longipetiolata Anacardiaceae Bu Pohon
Camplok Sida indica Malvaceae Da Terna
Galam Malaleuca cajuputi Myrtaceae Da Pohon
Genjer Abutilon theophrasti Malvaceae Da, Bg Herba
Idur Nephelium eriopetalum Sapindaceae Da Pohon
Jamai Ficus Septica Moraceae Da, Bu Pohon
Kacang Laut Canavalia maritima Fabaceae Da Terna
Kangkung Ipomoea aquatica Convolvulaceae Da, Bg Terna
Kekait Uncaria cordata Rubiaceae Da Liana
Kelakai Stenochlaena palustris Blechnaceae Da, Ba Semak
Kemanjing Garcinia dioica Clusiaceae Da, Bu Pohon
Keriung Cyperus pilosus Cyperaceae Da Herba
Ketiau Ganua motleyana Sapotaceae Da, Bu Pohon
Lambajay Diplazium esculentum Dryopteridaceae Da, Ba Semak
Lokap Eriobotrya japonica Rosaceae Da, Bu Perdu
Mahang Macaranga hypoleuca Euphorbiaceae Da Pohon
Manggis Hutan Garcinia sp. Clusiaceae Da Pohon
Mentanguran Rapanea umbellata Myrsinaceae Da Pohon
Merang Tetramerista glabra Thymelaeaceae Da, Bu Pohon
Paha Belalang Chrysopogon aciculatus Poaceae Da Herba
Paku Uban Nephrolepis sp. Davalliaceae Da, Ba Herba
Pansulan Pternandra caerulescens Melastomataceae Da, Bu Pohon
Pekat Laki Leptaspis urceolata Poaceae Da Herba
Pelantan Cerbera odollam Apocynaceae Da Pohon
Penaga Mesua ferrea Clusiaceae Da Terna
Pendo Evodia meliifolia Rutaceae Da Pohon
Piai Acrostichum aureum Polypodiaceae Da Terna
Plepok Nymphaea lotus Nymphaeaceae Da, Bg Terna
Prepot Sonneratia alba Sonneratiaceae Da Pohon
Puak Artocarpus anisophyllus Moraceae Da, Bu Pohon
Pulai Alstonia scholaris Apocynaceae Da Pohon
Purun Kudung Fimbristylis acuminata Cyperaceae Da Herba
Putat Barringtonia recemosa Lecythidaceae Da, Bg Pohon
Ragi Ukw*) Ukw*) Da, Bg -
Rambutan Hutan Nephelium lappaceum Sapindaceae Da, Bu Pohon
Ribu-ribu Lygodium microphyllum Schizeacaceae Da Pohon
Rumput Mambun Zoysia matrella Poaceae Da Herba
Rumput Tratat Eleusine indica Poaceae Da Herba
Sempiring Themeda gigantea Poaceae Da Herba
Serunai Wedelia biflora Asteraceae Da Herba
Singkong Manihot esculenta Euphorbiaceae Da Perdu
Sulur daging Axonopus compressus Poaceae Da Herba
Tentulang Fagraea caelaniea Loganiaceae Da Pohon
Terentang Camnosperma auriculatum Anacardiaceae Da Pohon
Tilam buaya Isachne globosa Cyperaceae Da Herba
Ubi Jalar Ipomoea batatas Convolvulaceae Da, Bg Herba
Ubi-ubi Dioscorea esculenta Dioscoreaceae Da Perdu
Keterangan (Remarks): *) = tumbuhan tidak dapat diidentifikasi karena kerusakan herbarium; Da = Daun; Bu = Buah; Bg = Bunga; ; Bg = Batang.

54
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 55 – 64

PENENTUAN SISTEM PENANGKARAN RUSA TIMOR (Rusa timorensis de Blainville


1822) BERDASARKAN JATAH PEMANENAN DAN UKURAN POPULASI AWAL

(Determining of Captive Breeding System of Rusa Deer Based on Harvest Quota and Initial
Population Size)

YANTO SANTOSA 1), ROZZA TRI KWATRINA 2), AGUS PRIYONO KARTONO3)
1)
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Kampus IPB Dramaga, Bogor
2)
Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi, Balitbanghut
Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor
3)
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Kampus IPB Dramaga, Bogor

Diterima 28 Oktober 2011/Disetujui 24 Januari 2012

ABSTRACT

Harvest quota and population size could be used to determine deer captive breeding system. Development Center of Deer Captive Breeding
Technology at Dramaga Research Forest (DRF) is one of captive breeding projected to be one of professional institution that produce deer offspring
for conservation and commercial requirement. The objective of this research was to determine deer captive breeding system harvestbased on
harvestharvest quota and initial population size at Dramaga Research Forest. Data and information were collected by literature study and field
observation during February until April 2009. The result revealed that based on minimal harvest quota and initial population size, and considering of
carrying capacity, semi intensive system (SS) was the best deer captive breeding system alternative for DRF.

Keywords: rusa deer, harvest quota, population size, captive breeeding system

PENDAHULUAN Selain ukuran populasi, besarnya jatah panen yang


akan ditetapkan sangat terkait dengan sistem
Rusa timor (Rusa timorensis de Blainville) penangkaran yang diterapkan. Dalam analisis finansial
merupakan salah satu jenis rusa asli Indonesia yang ini, digunakan analisis Break Even Point (BEP) yang
populasinya terus menurun di alam. Kondisi ini nilainya dipengaruhi oleh komponen-komponen biaya
disebabkan berbagai hal, salah satunya adalah perburuan tertentu. Sehingga, dalam penentuan jatah panen
secara illegal pada habitat aslinya di alam untuk berdasarkan analisis BEP, maka sistem penangkaran
pemenuhan kebutuhan ekonomi (IUCN 2008). dengan komponen biaya yang berbeda akan
Salah satu upaya konservasi dan pemanfaatan jenis menghasilkan nilai jatah panen yang berbeda.
rusa timor secara lestari adalah kegiatan penangkaran. Secara umum, di Indonesia dikenal tiga sistem
Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan penangkaran yaitu sistem ekstensif, semi intensif, dan
Rehabilitasi merupakan salah satu institusi pemerintah intensif. Perbedaan ketiga sistem penangkaran tersebut
yang sedang mengembangkan penangkaran rusa timor. adalah intensitas keterlibatan manusia dalam pengelolaan
Penangkaran yang terletak di Hutan Penelitian Dramaga, dan penyediaan pakan. Pada sistem ekstensif, pakan
Bogor, Provinsi Jawa Barat ini selain berfungsi sebagai hanya tersedia di alam tanpa campur tangan manusia
media pendidikan, penelitian, dan rekreasi, juga dalam penyediaan dari luar areal penangkaran. Pada
dirancang sebagai salah satu lembaga penyedia bibit rusa sistem semi intensif, pakan yang tersedia berasal dari
timor. Sesuai dengan salah satu tujuan pengelolaan dalam dan luar areal penangkaran yang diperoleh melalui
satwaliar, yaitu konservasi dan pemanenan (Cauhgley campur tangan manusia. Untuk sistem intensif, pakan
1977), maka pengelolaan populasi rusa timor di hanya diperoleh dari luar areal penangkaran dengan
penangkaran harus diarahkan untuk memperoleh panenan bantuan manusia. Saat penelitian ini dilaksanakan hanya
lestari berupa jatah panen setiap tahun. Keberhasilan sistem semi intensif dan intensif yang diterapkan di
pengelolaan tersebut sangat tergantung pada upaya Dramaga. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini
pemanenan yang dilakukan dan waktu pemanenan (Xu et bertujuan untuk menentukan sistem penangkaran rusa
al. 2005), sehingga salah satu pertanyaan yang harus timor di penangkaran Hutan Penelitian Dramaga
dijawab oleh pengelola populasi satwaliar adalah berapa berdasarkan jatah panen dan ukuran populasi awal
jumlah satwa yang harus dipanen dari populasi dalam berdasarkan tiga panen.
setiap tahunnya (CCM 2008), dan kapan pemanenan
dapat mulai dilakukan. Jatah panen yang telah ditetapkan
METODE PENELITIAN
hanya dapat dipanen apabila terpenuhinya ukuran
populasi yang tersedia pada saat pemanenan, dan ukuran Penelitian ini dilakukan di Hutan Penelitian
populasi awal saat kegiatan penangkaran dimulai. Dramaga, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan

55
Penentuan Sistem Penangkaran Rusa Timor

Konservasi Alam, Bogor. Penelitian dilaksanakan dari Penentuan jatah panen mempertimbangkan
Februari sampai dengan April 2009. beberapa hal, yaitu:
Data dikelompokkan menjadi data primer dan data a) Sistem penangkaran yang digunakan, meliputi:
sekunder. Data primer terdiri dari; (1) standar biaya sistem ekstensif, sistem semi intensif, dan sistem
pembangunan penangkaran yang digunakan untuk intensif,
menyusun biaya investasi, biaya operasional, dan biaya b) Jenis produk yang dihasilkan adalah satu jenis
vaiabel penangkaran, (2) data parameter demografi rusa produk (single product) yaitu bibit rusa.
timor yang digunakan untuk analisis populasi rusa, (3)
Analisis BEP diperhitungkan berdasarkan biaya
data daya dukung habitat yang digunakan untuk analisis
tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan setiap tahun.
jatah panen. Data sekunder terdiri dari data kondisi
Komponen biaya tetap yang digunakan meliputi: biaya
kawasan Hutan Penelitian Dramaga, serta data
pemeliharaan bangunan dan alat, biaya operasional
bioekologi rusa timor.
perkantoran dan kegiatan penangkaran, serta gaji dan
Data dikumpulkan melalui studi literatur,
upah karyawan. Komponen biaya variabel meliputi biaya
wawancara, dan pengamatan lapangan pada beberapa
pembelian pakan tambahan, konsentrat dan vitamin,
penangkaran di Jawa Barat. Studi literatur dilakukan
biaya perawatan kesehatan dan obat-obatan, serta biaya
untuk mendapatkan data mengenai komponen dan biaya
penangkapan dan pengangkutan rusa.
yang dibutuhkan dalam menyelenggarakan kegiatan
Jatah panen rusa timor yang dinyatakan sebagai Qt
penangkaran rusa timor. Biaya pembangunan
dihitung dengan menggunakan persamaan (Home
penangkaran dikelompokkan menjadi biaya investasi,
&Wachowicz 1995):
biaya tetap dan biaya variabel. Penyusunan biaya-biaya
tersebut menggunakan standar biaya yang berlaku secara
lokal maupun nasional, yang mencakup standar biaya
pegawai, tenaga kerja, upah, bahan dan pekerjaan.
Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh, Keterangan (Remarks):
selanjutnya disusun biaya penangkaran untuk Qt = jatah panen (harvest quota) (individu/th)
penangkaran Hutan Penelitian Dramaga berdasarkan F = total biaya tetap (total fixed cost) (Rp./th)
masing-masing sistem penangkaran. Selain itu, juga P = harga jual per unit produk (sale price per unit of
dikumpulkan data mengenai parameter demografi rusa product) (Rp./individu)
timor, dan daya dukung habitat. V = biaya variabel per unit produk (variable cost
Wawancara tidak terstruktur dilakukan terhadap per unit of product) (Rp./individu/th)
pengelola penangkaran pada beberapa penangkaran di
wilayah Jawa Barat diantaranya Taman Safari Indonesia- 2. Ukuran Populasi Pada Saat Pemanenan
Cisarua, penangkaran rusa Jonggol, dan penangkaran
Jatah panen dapat tercapai apabila ukuran populasi
rusa Vedca. Selain itu juga dilakukan pengamatan
pada saat pemanenan mencukupi. Apabila Qt dinyatakan
terhadap populasi rusa di penangkaran yang dikunjungi.
sebagai panenan lestari (SY), maka ukuran populasi yang
Data parameter demografi rusa timor yang dikumpulkan
harus tersedia pada saat pemanenan (Nt) dapat dihitung
meliputi: natalitas, mortalitas, dan laju pertumbuhan
dengan menggunakan persamaan (Caughley 1977):
populasi.

1. Jatah panen
Penangkaran rusa timor di Hutan Penelitian Keterangan (Remarks):
Dramaga yang dikembangkan dengan tujuan Nt = ukuran populasi pada saat pemanenan
menyediakan bibit rusa timor, memerlukan perencanaan (population size at harvest time) (individu)
pemanenan seperti target dan jatah panen. Jatah panen Qt = jatah panen (harvest quota) (individu/th)
dapat ditetapkan berdasarkan perhitungan nilai Break h = laju pemanenan (harvest rate)
Event Point (BEP). Pendekatan BEP digunakan karena r = laju pertumbuhan eksponensial (exponential
dapat menggambarkan produksi minimal yang harus growth rate)
dipenuhi agar penangkaran dapat lestari tidak saja secara
ekologi namun juga secara ekonomi. Dalam konteks 3. Ukuran Populasi Awal
pengelolaan penangkaran rusa, penerimaan yang
Untuk mencapai jatah panen dan ukuran populasi
diperoleh dari penjualan produk harus sama dengan biaya
pad saat pemanenan, maka dilakukan perhitungan
yang dikeluarkan untuk mengelola penangkaran. Kondisi
besarnya ukuran populasi awal yang harus tersedia pada
ini tercapai apabila jumlah produksi minimal dapat saat kegiatan penangkaran dimulai. Ukuran populasi
terjual. Dengan demikian, pengelola harus menentukan
awal (N0) ditentukan berdasarkan model pertumbuhan
jumlah penjualan minimal berupa kuota panenan
populasi terpaut kerapatan atau model logistik (Caughley
minimal setiap tahun, sehingga kegiatan penangkaran
1977). Berdasarkan persamaan logistik tersebut, maka
dapat terus terselenggara.

56
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 55 – 64

ukuran populasi awal (N0) dapat ditentukan menurut Ay = kebutuhan areal penangkaran sistem semi intensif
persamaan: (area requirement of semi intensive system) (ha)
Az = kebutuhan areal penangkaran sistem intensif
(area requirement of intensive system) (ha)
Keterangan (Remarks): N = ukuran populasi (population size) (individu)
Nt = ukuran populasi pada waktu pemanenan C = kebutuhan konsumsi setiap individu
(population size at harvest time) (individu) (consumption size per individu) (sebesar 6,4
N0 = ukuran populasi awal (initial population size) kg/individu/th; Kwatrina 2009)
(individu) PA = produktivitas hijauan pakan di dalam areal
K = daya dukung habitat (carrying capacity) penangkaran saja (feed plant productivity inside
(individu/th) of the breeding area) (sebesar 4.442,29 kg/ha/th;
r = laju pertumbuhan (growth rate) Kwatrina 2009)
t = waktu pemanenan (harvest time) (th) PB = produktivitas hijauan pakan di dalam dan di luar
e = bilangan euler (e = 2,718281…) areal penangkaran (feed plant productivity
Berdasarkan tiga sistem penangkaran yang outside of the breeding area) (sebesar 8.155,36
digunakan, maka daya dukung di dibedakan atas daya kg/ha/th; Kwatrina 2009)
dukung untuk sistem ekstensif, daya dukung untuk R = kebutuhan ruang setiap individu (space
sistem semi intensif, dan daya dukung untuk sistem requirement per individu) (seluas 2,75 m2/
intensif. Daya dukung habitat di Hutan Penelitian individu; Semiadi & Nugraha, 2004)
Dramaga berdasarkan Kwatrina (2009) yaitu untuk fc = faktor koreksi bagi konsumsi setiap individu rusa
sistem ekstensif sebanyak 14 individu per tahun, daya (correction factor for individual consumption)
dukung untuk sistem semi intensif, yaitu sebanyak 52 (sebesar 25%)
individu per tahun, dan daya dukung untuk sistem fr = faktor pengaman kebutuhan ruang setiap
intensif sebanyak 38 individu per tahun. individu, 2 kali kebutuhan ruang setiap individu
(guard factor for space requirement per
individu, twice of space requirement per
4. Pendugaan Kebutuhan Areal Penangkaran individu)
Pendekatan yang digunakan untuk pendugaan Penggantian notasi πr2 menjadi R merupakan
kebutuhan areal penangkaran pada sistem ekstensif dan perubahan luas ruang dalam bentuk lingkaran dalam
intensif adalah kebutuhan areal penangkaran berdasarkan persamaan Priyono menjadi bentuk persegi empat pada
ketersediaan pakan, sedangkan untuk sistem intensif persamaan penelitian ini. Prinsip persamaan persamaan
digunakan pendekatan kebutuhan areal penangkaran awal dan setelah modifikasi adalah sama sehingga tidak
berdasarkan kebutuhan terhadap ruang. Pendugaan menimbulkan resiko perubahan dalam perhitungan
kebutuhan luas areal penangkaran rusa timor pada tiga kebutuhan areal penangkaran.
sistem penangkaran dilakukan dengan menggunakan
persamaan matematis yang dimodifikasi dari Priyono
(2007) sebagai berikut: 5. Pemilihan Sistem Penangkaran
Sistem penangkaran yang sesuai untuk penangkaran
Hutan Penelitian Dramaga ditentukan berdasarkan jatah
panen yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan
Keterangan: ukuran populasi yang harus tersedia pada saat
A = kebutuhan areal penangkaran satwa (ha) pemanenan, ukuran populasi awal, serta kebutuhan areal
A = kebutuhan ruang (ha) penangkaran.
N = populasi satwa (individu)
fh = faktor pengaman
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persamaan Priyono (2007) selanjutnya disesuaikan
berdasarkan tiga sistem penangkaran yang digunakan. Jatah panen
Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Jatah panen yang ditentukan melalui analisis BEP
memiliki pengertian bahwa penerimaan yang diperoleh
, dari penjualan produk harus sama dengan biaya yang
dikeluarkan untuk mengelola penangkaran. Kondisi ini
tercapai apabila jumlah produksi minimal dapat terjual.
Dengan demikian, pengelola harus menentukan jumlah
Keterangan (Remarks): penjualan minimal berupa jatah panen minimal setiap
Ax = kebutuhan areal penangkaran sistem ekstensif tahun, sehingga kegiatan penangkaran dapat terus
(area requirement of extensive system) (ha) terselenggara.

57
Penentuan Sistem Penangkaran Rusa Timor

Jatah panen ditetapkan berdasarkan biaya tetap, dipahami karena pengelolaan yang semakin intensif
biaya variabel dan harga jual produk (rusa). Perbedaan membutuhkan komponen pengelolaan tertentu, seperti
sistem penangkaran yang digunakan mengakibatkan pembangunan kandang dan kebun pakan, yang
perbedaan dalam komponen dan biaya tetap serta biaya mengakibatkan tingginya biaya tetap. Biaya variabel
variabel penangkaran, sebagaimana disajikan pada dalam perhitungan ini merupakan biaya yang
Lampiran 1 dan 2. Dengan menggunakan persamaan berhubungan langsung dengan segala keperluan yang
Home &Wachowicz (1995) maka jatah panen pada dibutuhkan untuk memelihara satu individu rusa,
masing-masing sistem penangkaran disajikan pada sehingga perbedaan sistem penangkaran menyebabkan
Tabel 1. perbedaan besarnya biaya variabel pada masing-masing
Biaya tetap tertinggi terdapat pada sistem intensif, sistem.
dan terendah pada sistem ekstensif. Hal ini dapat

Tabel 1. Biaya tetap, biaya variabel, dan jatah panen rusa timor di Hutan Penelitian Dramaga (Fix cost, variabel cost,
and harvest quota of rusa deer at Dramaga Research Forest)
Sistem penangkaran (Captive breeding system)
Komponen analisis
Intensif Semi intensif Ekstensif
(Analysis component)
(Intensive) (Semi intensif system) (Extensive)
Biaya Tetap (Fix cost) (Rp/th) 185.238.831 167.123.486 114.302.236
Biaya Variabel (Variable cost) 6.680.100 2.446.500 147.000
(Rp/th)
Harga jual (Sell price) 7.500.000 7.500.000 7.500.000
(Rp./individu)
BEP/ Jatah panen (Harvest quota) 226 33 16

Biaya variabel pada sistem ekstensif merupakan Ukuran Populasi


yang terendah dibandingkan dua sistem lainnya. Hal ini
Ukuran populasi dalam pengelolaan penangkaran
disebabkan tidak adanya komponen biaya penyediaan
dengan tujuan pemanenan terdiri dari ukuran populasi
atau pengolahan pakan pada sistem ekstensif, dimana
pada saat pemanenan dan ukuran populasi awal pada saat
seluruh kebutuhan pakan rusa diperoleh satwa dari areal
penangkaran dimulai. Ukuran populasi pada saat
penangkaran tanpa campur tangan manusia. Berdasarkan
pemanenan (Nt) merupakan banyaknya rusa yang harus
hasil perhitungan BEP dengan menggunakan harga rusa
tersedia pada saat pemanenan dilakukan, sedangkan
sebesar Rp. 7.500.000,- perindividu sebagaimana
ukuran populasi awal (N0) merupakan banyaknya rusa
disajikan pada Tabel 1, maka diperoleh jatah panen
yang harus disediakan pada awal kegiatan penangkaran
minimal per tahun pada ketiga sistem penangkaran
agar ukuran populasi pada saat pemanenan tercapai.
masing-masing adalah 226 individu pada sistem intensif,
Berdasarkan studi literatur terhadap hasil-hasil
33 individu pada sistem semi intensif, dan 16 individu
penelitian, jurnal ilmiah, dan laporan ilmiah yang relevan
pada sistem ekstensif.
(Priyono 1997, Firmansyah 2007, Setio 2007, Kwatrina
Nilai BEP, yang merepresentasikan jatah panen,
dan Takandjandji 2008, Kwatrina 2009), maka diperoleh
selain ditentukan oleh biaya tetap, juga ditentukan oleh
data dan informasi mengenai laju pertumbuhan, natalitas,
unit contribution margin atau selisih antara harga jual
dan mortalitas pada beberapa penangkaran rusa timor di
dengan biaya variabel per unit produk. Pengaruh biaya
Propinsi Jawa Barat seperti disajikan pada Lampiran 3.
tetap dan unit contribution margin terhadap nilai BEP
Dasar dalam penetapan nilai laju pertumbuhan, natalitas,
diperkuat oleh hasil penelitian Teddy (1998) di
dan mortalitas dalam perhitungan kuota panenan adalah
penangkaran Jonggol yang menggunakan sistem semi
dengan merata-ratakan nilai yang diperoleh dari beberapa
intensif. Biaya yang digunakan pada penelitian Teddy
penangkaran di Jawa Barat. Pertimbangan dalam
(1998) adalah biaya tetap sebesar Rp. 86.836.000,- untuk
menggunakan data yang berasal dari wilayah Jawa Barat
areal seluas 3 ha, biaya variabel per unit sebesar Rp.
adalah kemiripan kondisi iklim setempat. Berdasarkan
1.317.500,-, dan harga jual sebesar Rp. 1.750.000,-.
hal tersebut, maka pada penelitian ini ditentukan laju
Berdasarkan nilai-nilai tersebut maka BEP diperoleh
pertumbuhan populasi rusa timor di penangkaran semi
pada nilai 201 individu. Nilai tersebut lebih besar dari
intensif sebesar 0,19, natalitas sebesar 0,33, dan
nilai BEP pada penelitian ini yaitu 33 individu. Unit
mortalitas sebesar 0,15.
contribution margin menggambarkan besarnya
Data parameter demografi yang tersedia untuk
kontribusi terhadap biaya operasional, sehingga semakin
sistem ekstensif dan intensif sangat terbatas. Oleh sebab
besar unit contribution margin maka semakin kecil nilai
itu, nilai laju pertumbuhan ditetapkan dengan
BEP (Martin et al. 1991). Dengan kata lain, semakin
menganalogikan nilai laju pertumbuhan yang diperoleh
besar penerimaan maka semakin sedikit jatah panen yang
dari literatur, serta nilai laju pertumbuhan terendah dan
dapat ditetapkan.
tertinggi pada sistem semi intensif yang diperoleh dari

58
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 55 – 64

berbagai penangkaran. Berdasarkan hal tersebut, maka b) tujuan pemanenan adalah untuk menghasilkan bibit
pada penelitian ini ditentukan laju pertumbuhan populasi rusa dalam kondisi siap bereproduksi, sehingga
rusa timor di penangkaran semi intensif sebesar 0,19, diutamakan bagi rusa yang telah melampaui usia
untuk sistem intensif sebesar 0, 25 dan untuk sistem dewasa kelamin.
ekstensif sebesar 0,13. Menurut Caughley (1977),
Beberapa literatur menyatakan bahwa umur dewasa
pemanenan lestari (SY) = h.Nt, dan h = 1-e-r.
kelamin pada rusa timor adalah 15 – 18 bulan. Untuk
Berdasarkan laju pertumbuhan eksponensial untuk
wilayah Nusa Tenggara Timur, umur perkawinan
masing-masing sistem penangkaran tersebut, maka laju
pertama (minimum breeding age) pada rusa timor jantan
pemanenan pada sistem semi intensif sebesar 0,173; pada
adalah 11 – 12,67 bulan, dan 10 – 15,25 bulan pada
sistem intensif sebesar 0,221; dan pada sistem ekstensif
betina. Untuk wilayah Jawa, rusa jantan di penangkaran
sebesar 0,122.
menampakkan sifat berahi pada umur 15 – 16 bulan, dan
Apabila jatah panen (Qt) yang diperoleh dari
rusa betina asal Jawa bunting pada umur 16-18 bulan.
perhitungan BEP merupakan representasi dari panenan
Rusa timor bunting selama 8,3 – 8,5 bulan (Takandjandji
lestari untuk penangkaran Hutan Penelitian Dramaga,
et al. 1998, Semiadi dan Nugraha 2004, Semiadi 2006).
maka besarnya ukuran populasi pada saat pemanenan
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka individu
(Nt) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: Nt
yang dipanen adalah individu keturunan kedua yang telah
= Qt/h. Berdasarkan jatah panen pada masing-masing
berumur 15 bulan. Pada umur 15 bulan, rusa telah
sistem penangkaran sebagaimana telah disampaikan di
dewasa kelamin dan memiliki peluang untuk
muka, maka diperoleh ukuran populasi pada saat
menghasilkan keturunan dalam jangka waktu yang cukup
pemanenan (Nt) sebesar 1022 individu pada sistem
lama. Dengan mempertimbangkan masa kebuntingan
intensif, 191 individu pada sistem semi intensif, dan 131
selama 8,5 bulan, maka rusa timor keturunan kedua yang
individu pada sistem ekstensif.
telah berumur 15 bulan dapat dipanen minimal empat
Jumlah individu rusa timor yang harus disediakan
tahun setelah ukuran populasi awal tersedia.
pada awal kegiatan penangkaran sangat tergantung pada
Ukuran populasi awal yang harus tersedia di awal
waktu awal dimulainya kegiatan penangkaran tersebut.
kegiatan penangkaran dapat bervariasi berdasarkan
Ada beberapa pertimbangan dalam penetapan waktu
waktu awal kegiatan penangkaran. Berdasarkan waktu
awal kegiatan pemanenan, yaitu:
awal pemanenan, maka ukuran dan karakteristik populasi
a) sebagai satwa dilindungi, individu rusa yang
awal pada ketiga sistem penangkaran disajikan pada
dipanen merupakan keturunan kedua (F2) sesuai
Tabel 2. Nisbah kelamin yang digunakan pada penelitian
dengan Peraturan Pemerintah RI No. 8 Tahun
ini adalah 1:20 pada sistem intensif, 1:10 pada sistem
1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan
semi intensif, dan 1:5 pada sistem ekstensif.
Satwa,

Tabel 2. Ukuran populasi awal berdasarkan waktu awal pemanenan (Initial population size based on initial harvest
time)
Ukuran populasi (Population size)
Waktu awal panenan
Intensif (Intensive) Semi intensif (Extensive) Ekstensif (Extensive)
(Initial harvest time) (Year)
♂ ♀ Total ♂ ♀ Total ♂ ♀ Total
4 18 358 376 8 81 89 13 65 78
5 14 279 293 7 67 74 11 57 68
6 11 217 228 6 55 61 10 50 60
7 8 170 178 5 46 51 9 44 53
8 7 131 138 4 38 42 8 38 46
9 5 103 108 3 32 35 7 34 41
10 4 80 84 3 26 29 6 30 36
11 3 62 65 2 21 24 5 26 31
12 2 49 51 2 18 20 5 23 28
13 2 38 40 1 15 16 4 20 24
14 1 30 31 1 12 13 4 17 21
15 1 23 24 1 10 11 3 16 19
16 1 18 19 1 8 9 3 14 16
17 1 14 15 1 7 8 2 12 14
18 1 10 11 1 5 6 2 11 13
19 0 9 9 0 5 5 2 9 11
20 0 7 7 0 4 4 2 8 10

59
Penentuan Sistem Penangkaran Rusa Timor

Tabel 2 menunjukkan bahwa pada waktu awal Untuk sistem intensif, kebutuhan terhadap pakan
pemanenan 4 (empat) tahun, ukuran populasi awal yang bukan merupakan faktor pembatas, karena seluruh
harus disediakan pada sistem intensif adalah 376 kebutuhan pakan disediakan oleh manusia dari luar
individu, pada sistem semi intensif sebanyak 89 individu, penangkaran. Faktor pembatas pada sistem intensif
dan pada sistem ekstensif sebanyak 78 individu. Semakin adalah kebutuhan terhadap ruang. Menurut Semiadi &
lama jangka waktu awal pemanenan, maka semakin kecil Nugraha (2004), kebutuhan ruang untuk rusa betina
ukuran populasi yang harus disediakan di awal kegiatan dewasa adalah 1,75 – 2,25 m2 per individu, dan rusa
penangkaran. jantan dewasa adalah 2,00 – 2,75 m2 per individu. Dalam
perhitungan kebutuhan ruang pada sistem intensif di
Luas Areal Penangkaran Hutan Penelitian Dramaga ini digunakan kebutuhan
ruang pada rusa jantan dewasa sebesar 2,75 m2 untuk
Untuk menjamin keberhasilan penangkaran pada
menghitung kebutuhan semua rusa yang ada. Hal ini
setiap sistem penangkaran diperlukan areal yang
berdasarkan pertimbangan bahwa penggunaan kebutuhan
memadai. Ukuran populasi awal yang besar akan
maksimal dapat mengantisipasi kebutuhan ruang untuk
membutuhkan areal yang luas, dan sebaliknya. Untuk
semua kelompok rusa jantan, betina dan anak.
sistem semi intensif dan sistem ekstensif, luas areal
Berdasarkan ukuran populasi awal, produktivitas
penangkaran ditentukan oleh ketersediaan pakan yang
hijauan pakan, dan kebutuhan ruang per individu, maka
dapat diukur melalui besarnya nilai produktivitas hijauan
dapat ditentukan kebutuhan areal penangkaran
pakan. Semakin tinggi produktivitas hijauan pakan,
berdasarkan sistem penangkaran dan waktu awal
semakin sempit areal yang dibutuhkan. Produktivitas
pemanenan sebagaimana disajikan pada Tabel 3.
hijauan pakan pada sistem semi intensif terdiri dari; 1)
Tabel 3 menunjukkan bahwa jika waktu awal
produktivitas hijauan pakan dari alam yang terdapat di
pemanenan ditetapkan empat (4) tahun setelah awal
dalam areal penangkaran, dan 2) produktivitas hijauan
penangkaran, maka luas lahan yang dibutuhkan pada
yang disediakan manusia dengan sistem cut and carry
sistem intensif untuk menampung 376 individu adalah
dari luar areal penangkaran. Produktivitas hijauan pakan
seluas 0,1 ha. Pada sistem semi intensif, dibutuhkan areal
pada sistem ekstensif hanya merupakan produktivitas
seluas 31,87 ha untuk menampung 89 individu, dan pada
yang tersedia dari alam yang terdapat di dalam areal
sistem ekstensif dibutuhkan areal seluas 51,27 ha untuk
penangkaran. Menurut Kwatrina (2009), rata-rata
menampung 78 individu. Semakin lama waktu awal
terboboti produktivitas hijauan pakan rusa timor di Hutan
pemanenan dan semakin kecil ukuran populasi awal,
Penelitian Dramaga pada sistem ekstensif adalah
maka semakin sempit areal yang dibutuhkan.
sebanyak 4.442,29 kg/ha/th, dan pada sistem semi
intensif sebanyak 8.155,36 kg/ha/th.

Tabel 3. Luas areal penangkaran berdasarkan ukuran populasi awal dan waktu awal pemanenan (Width of captive
breeding area based on initial population size and initial harvest time)
Waktu Awal Panen Intensif (Intensive) Semi Intensif (Semi intensive) Ekstensif (Extensive)
(Initial harvest time) N0 (individu) A (ha) N0 (individu A (ha) N0 (individu) A (ha)
(Year) (tahun)
4 376 0,1 89 31,87 78 51,27
8 138 0,04 42 15,04 46 30,24
12 51 0,01 20 7,16 28 18,40
16 19 0,01 9 3,22 16 10,52
20 7 0,002 4 1,43 10 6,57
Keterangan (Remarks): N0 = ukuran populasi awal (Initial population size), A = luas areal penangkaran (width of captive breeding
area)

Jika dihitung jumlah rusa yang dapat ditampung dengan mempertimbangkan ketersediaan hijauan pakan
pada masing-masing areal penangkaran, maka diperoleh serta luas areal.
rata-rata kepadatan rusa pada sistem intensif sebanyak Pada sistem ekstensif, seluruh kebutuhan rusa
3.634 individu/ha, pada sistem semi intensif sebanyak diperoleh dari alam tanpa campur tangan manusia
2,8 individu/ha, dan pada sistem ekstensif sebanyak 1,5 sehingga biaya tetap dan biaya variabel yang dibutuhkan
individu/ha. untuk memproduksi satu individu sangat rendah, yaitu
Rp. 147.000,-. Berdasarkan harga jual satu individu rusa
Pemilihan Sistem Penangkaran di beberapa wilayah Jawa Barat sebesar Rp.7.500.000,-
maka nilai margin atau selisih antara biaya produksi
Pemilihan sistem penangkaran yang sesuai dengan
dengan harga jual menjadi sangat besar, sehingga break
kondisi areal Hutan Penelitian Dramaga sangat
even point pada sistem ekstensif diperoleh pada
tergantung pada jatah panen dan ukuran populasi awal
penjualan atau jatah panen sebesar 16 individu per tahun.

60
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 55 – 64

Walaupun nilai jatah panen minimal dan ukuran dibandingkan sistem ekstensif. Pengelola dapat
populasi awal pada sistem ekstensif relatif rendah namun menyediakan sumber pakan dari luar areal penangkaran,
areal penangkaran yang dibutuhkancukup luas. Hal ini yaitu kebun pakan dengan cara cut and carry, sehingga
disebabkan oleh terbatasnya ketersediaan hijauan sumber ketersediaan hijauan pakan dapat ditingkatkan. Dengan
pakan pada areal penangkaran ekstensif, yang berakibat mempertimbangkan jatah panen, ukuran populasi awal,
pada rendahnya daya dukung habitat. Berdasarkan hal serta kebutuhan areal penangkaran, maka sistem semi
tersebut, dengan daya dukung areal penangkaran pada intensif dapat dipilih sebagai sistem yang sesuai untuk
sistem ektensif sebesar 1,5 individu per hektar, maka penangkaran Hutan Penelitian Dramaga.
dibutuhkan areal yang cukup luas untuk menampung
sejumlah 131 rusa saat pemanenan. Nilai daya dukung
Hutan Penelitian Dramaga untuk sistem ekstensif ini KESIMPULAN
lebih rendah dibandingkan dengan daya dukung di 1. Jatah panen minimal pertahun di penangkaran Hutan
halaman Istana Bogor sebesar 8-15 individu per hektar Penelitian Dramaga adalah 226 individu pada sistem
(Garsetiasih dan Herlina 2005).Kondisi sebaliknya intensif, 33 individu pada sistem semi intensif, dan 16
terdapat pada sistem intensif. Luas areal yang dibutuhkan individu pada sistem ekstensif. Ukuran populasi awal
sedikit namun daya tampung perhektar areal sangat besar yang harus tersedia pada waktu awal pemanenan
yaitu 3.634 individu. Walaupun demikian, untuk minimal empat (4) tahun adalah 376 individu pada
menyelenggarakan penangkaran dengan sistem intensif sistem intensif, 89 individu pada sistem semi intensif,
diperlukan dana yang sangat besar. Pada sistem intensif dan 78 individu pada sistem ekstensif.
seluruh keperluan rusa disediakan oleh manusia sehingga 2. Sistem penangkaran yang dipilih untuk penangkaran
dibutuhkan sejumlah komponen biaya tetap seperti, Hutan Penelitian Dramaga berdasarkan jatah panen
pemeliharaan dan operasional kandang intensif dan dan ukuran populasi awal dengan mempertimbangkan
sarana pengelolaan limbah, serta gaji petugas untuk luas areal penangkaran adalah sistem semi intensif.
menyediakan hijauan pakan.
Biaya variabel pada sistem intensif juga sangat
tinggi. Biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi satu DAFTAR PUSTAKA
individu rusa adalah Rp. 6.680.100,-, sedangkan harga
jual satu individu rusa adalah Rp. 7.500.000, sehingga Caughley G. 1977. Analysis of Vertebrate Populations.
margin yang diperoleh sangat rendah. Hal ini John Wiley & Sons. 215 pp
mengakibatkan jatah panen minimal dan ukuran populasi [CCM] Conservation Comission of Missouri. 2008.
pada saat pemanenan menjadi sangat besar, yaitu Managing Deer Population.
masing-masing 226 dan 1.022 individu. Selain itu, http://mdc.mo.gov/nathis/mammals/deer/populat.ht
ukuran populasi awal yang harus disediakan juga lebih m. [9 Nop 2008].
banyak. Sebagai contoh, pada pemanenan 4 tahun setelah
kegiatan penangkaran dimulai, maka ukuran populasi Firmansyah. 2007. Prospek Pengembangan Kebun Buru
awal yang harus disediakan adalah sebesar 376 individu. di Lokasi Penangkaran Rusa Perum perhutani
Kondisi ini dapat menjadi kendala bagi pengelola BKPH Jonggol Jawa Barat Berdasarkan Tinjauan
penangkaran, karena dibutuhkan dana yang besar untuk Ekologi [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan,
menyediakan 376 individu rusa pada awal kegiatan Institut Pertanian Bogor.
penangkaran. Garsetiasih R dan N Herlina. 2005. Evaluasi Plasma
Berdasarkan ukuran populasi awal yang harus Nutfah Rusa Totol (Axis axis) di Halaman Kebun
tersedia, maka sistem ekstensif dan semi intensif lebih Raya Bogor. Bull Plasma Nutfah. 11(1): 34-40.
berpeluang diterapkan. Namun demikian, penerapan
sistem semi intensif dan ekstensif tersebut sangat Home, JCV and JM Wachowicz. 1995. Fundamentals of
tergantung pada produktivitas hijauan pakan. Salah satu Financial Management. 9th Edition. New
keterbatasan pada sistem ekstensif dalam upaya Jersey:Prentice-Hall Incorporated. 760 pp.
pemenuhan kebutuhan pakan adalah ketersediaan pakan [IUCN] International Union for Conservation of Nature
yang hanya terbatas pada hijauan pakan di dalam areal and Natural Resource. 2008. IUCN Red List of
penangkaran. Pengelola hanya dapat melakukan Threatened Species. http://www.iucnredlist.org. [13
pembinaan habitat di dalam areal penangkaran, namun Mei 2009].
tidak dapat menambah sumber pakan lain dari luar areal
penangkaran. Hal ini dapat menjadi kendala dalam upaya Kwatrina RT. 2009. Penentuan kuota panenan dan
peningkatan laju pertumbuhan karena terbatasnya ukuran populasi awal rusa timor di penangkaran
campur tangan manusia dalam pengelolaan populasi. Hutan Penelitian Dramaga [tesis]. Sekolah
Upaya yang dapat dilakukan terbatas pada pengaturan Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
nisbah kelamin, komposisi umur, dan pembinaan habitat. Kwatrina RT dan M Takandjandji. 2008. Penangkaran
Sebaliknya, pada sistem semi intensif, pengelolaan Rusa Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Laporan
penangkaran dapat dilakukan secara lebih intensif Lapangan Manajamen Perburuan Satwaliar, Bogor:

61
Penentuan Sistem Penangkaran Rusa Timor

Mayor Konservasi Biodivesitas Tropika Sekolah Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 282
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. hal.
Martin JD, JW Petty, AJ Keown and DF Scott. 1991. Setio P. 2007. Penelitian penangkaran satwa langka
Basic Financial Management. 5th Edition. New bernilai ekonomis di Jawa. Laporan Hasil
Jersey:Prentice-Hall Incorporated. 872 pp. Penelitian. Bogor: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.
Priyono A. 2007. Pendekatan ekologi dan ekonomi
dalam penataan kawasan buru rusa sambar: Studi Takadjandji M, N Ramdhani, dan M Sinaga. 1998.
kasus Taman Buru Gunung Masigit-Kareumbi Penampilan Reproduksi Rusa Timor (Cervus
[disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut timorensis) di Penangkaran. Bull BPK Kupang
Pertanian Bogor. 13(1): 11 – 24.
Priyono A. 1997. Analisis pertumbuhan populasi rusa Xu C, MS Boyce, and DJ Daley. 2005. Harvesting in
jawa (Cervus timorensis de Blainville) di Taman seasonal environment. J Math Biol 50: 663-682.
Safari Indonesia-Cisarua, Bogor. Laporan Hasil
Teddy. 1998. Analisis faktor-faktor penentu keberhasilan
Penelitian Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan.
usaha penangkaran rusa: Studi kasus di
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
penangkaran rusa Perum Perhutani [tesis]. Bogor:
Semiadi G. 2006. Biologi Rusa Tropis. Cibinong: Pusat Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 tentang
Indonesia. 182 hal.
Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwaliar,
Semiadi G dan RTP Nugraha. 2004. Panduan tanggal 27 Januari 1999.
Pemeliharaan Rusa Tropis. Pusat Penelitian

62
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 55 – 64

Lampiran (Appendix) 1. Rancangan biaya tetap pada tiga sistem penangkaran di Hutan Penelitian Dramaga (Design of
fix cost on three captive breeding system at Dramaga Research Forest)

Biaya Tetap (Fix cost) (Rp./th)


Komponen (Component) Intensif Semi Intensif Ekstensif
(Intensive) (Semi intensive) (Extensive)
Pemeliharaan dan operasional (Maintenance and
Operational):
- Kantor & Pusat Informasi (Office & Information centre) 1.380.000 1.380.000 1.380.000
- Laboratorium (laboratory) 1.104.000 120.000 -
- Pos keamanan (Security post) 120.000 32.000 120.000
- Papan nama (Signpost) 12.000 12.000 12.000
- Gudang makanan dan gudang alat (Storehouse) 960.000 600.000 -
- Sarana pengolahan limbah (Fence) 810.000 29.400.000 -
- Menara air (Water tower) 140.000 3.696.000 -
- Kandang intensif (Intensif cage) 9.240.000 600.000 -
- Kandang individu (Individual cage) 924.000 504.000 -
- Shelter (Shelter) 26.400.000 131.250 -
- Tempat pakan (Feeding location) 4.125.000 700.000 -
- Kandang angkut (Container) 700.000 4.550.000 700.000
- Kebun pakan intensif (Intensive feeding ground) 13.650.000 15.400.000 -
- Menara pengawas (Observation tower) - - 32.000
- Pagar (Fence) - - 29.400.000
- Pagar tembok kandang terminal (Fence of terminal cage) - - 600.000
- Pembinaan habitat (Habitat manupulation) - - 18.200.000
- Perlengkapan penangkaran Captive breeding equipment) 1.174.688 1.174.688 1.174.688
- Instalasi listrik dan air (Electric and water instalation) 1.093.968 861.648 861.648
- Biaya listrik (Electric cost) 7.200.000 6.000.000 6.000.000
- Klinik satwa (Animal clinic) 1.422.175 - -
- Neraca pegas (Spring balance) - 18.900 18.900
- Sarana transportasi (Transportation) 15.125.000 15.125.000 15.125.000
- Perlengkapan operasional perkantoran (Office operational) 2.698.000 2.698.000 2.698.000
Gaji dan Upah karyawan per tahun (Official salary & fee) 96.960.000 84.120.000 37.980.000
Jumlah (Total) 185.238.831 167.123.486 114.302.236

63
Penentuan Sistem Penangkaran Rusa Timor

Lampiran (Appendix) 2. Rancangan biaya variabel pada tiga sistem penangkaran di Hutan Penelitian Dramaga (Design
of variable cost on three captive breeding system at Dramaga Research Forest)

Biaya Variable (Variable cost) (Rp./th)


Komponen (Component) Semi Intensif
Intensif Ekstensif
(Semi
(Intensive) (Extensive)
intensive)
Pemberian pakan intensif (Intensive woof) 1.401.600 657.000 -
Pemberian konsentrat (Concentrate) 1.095.000 1.095.000 -
Pakan tambahan (Addition woof) 547.500 547.500 -
Biaya pengelolaan rumput tambahan (Cost of additional
woof management) 3.504.000 - -
Perawatan kesehatan dan obat2an (Health care &
medicine) 12.000 12.000 12.000
Biaya penangkapan rusa (Fee of deer harvesting) - 15.000 15.000
Biaya pengangkutan rusa (Fee of deer transport) 20.000 20.000 20.000
Biaya ear tag & legalitas satwa (Ear tag & animal legality) 100.000 100.000 100.000
Jumlah (Total) 6.680.100 2.446.500 147.000

Lampiran (Appendix) 3. Parameter demografi populasi rusa timor pada beberapa lokasi penangkaran semi intensif di
Jawa Barat (Demography parameter of rusa deer population on some semi intensive system
captive breeding at West Java)
Lokasi
Rata-rata laju
penangkaran Nisbah
pertumbuhan Natalitas Mortalitas Fekunditas Keterangan
(Captive kelamin
(growth rate (Natality) (Mortality) (Fecundity) (Remark)
breeding (Sex ratio)
average)
location)
Dramaga, 0,15 0,15 0 - 1 : 1,5 Diolah dari
Bogor berbagai
Ranca Upas, 0,10 - 0,05 - 1 : 2,5 sumber
Bandung (Processed
Vedca, Cianjur 0,21 - - - 1:4 from sources):
Balapapat, 0,24 - - - 1 : 1,67 Kwatrina
Bogor (2009)(pengam
Haurbentes, 0,16 - - - 1:1 atan pribadi),
Bogor Kwatrina dan
Taman Safari 0,18 0,33 0,15 0,9 1 : 1,8 Takandjandji
Indonesia, (2008), Setio
Cisarua (2007),
Jonggol 0,22 - - 0,59 1 : 1,3 Firmansyah
(2007),
Priyono (1997)

64
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 65 – 70

KEANEKARAGAMAN JENIS SATWALIAR DI KAWASAN PERKEBUNAN


KELAPASAWITDAN STATUS PERLINDUNGANNYA: STUDI KASUS DI KAWASAN
UNIT PENGELOLAAN PT. TANDAN SAWITA PAPUA, KABUPATEN KEEROM,
PAPUA

(Diversity of Animals in Oil Palm Plantation Area and Status Proctetion: Case Study in Zone
Management Unit PT. Tandan Sawita Papua, Keerom Regency, Papua)

HARNIOS ARIEF
Bagian Manajemen Kawasan Konservasi, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor, PO Box 168, Bogor 1600, Indonesia

Diterima 12 September 2011/Disetujui 14 Desember 2011

ABSTRACT

Forests development into oil palm plantations of course have much impact on the environment within and surrounding both direct and
indirect impacts. One of the affected is wildlife. Based on field observations during the course of the study, it is known there are 19 species of
mammals, 47 species of birds and 5 species of reptiles. Based on the analysis, this region contains of 10 species of mammals, 16 species of birds and
4 species of reptiles which includes the category of rare / protected. Poaching, habitat destruction, the unclear status of the land, and the decline in
feed quality is a serious threat to the existence of wildlife in the region.

Keywords: ecosystems, habitats, wildlife, and wildlife species diversity.

PENDAHULUAN memungkinkan terdapat kehidupan satwaliar yang


diduga merupakan jenis-jenis yang langka/dilindungi
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa
berkategori terancam punah (critical endanger),
hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang
terancam (endangered) atau rentan (vulnerable) di Daftar
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
Merah IUCN, dan kategori Appendix I dan II CITES,
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat
maupun dilindungi oleh Pemerintah Indonesia di bawah
dipisahkan. Hutan merupakan habitat yang sangat
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 dan hukum serta
penting bagi kehidupan satwaliar yang ada didalamnya.
peraturan dibawahnya (PP No 7 Tahun 1999). Penelitian
Pembukaan wilayah hutan untuk dijadikan areal
ini bertujuan untuk menginventarisasi dan meng-
perkebunan kelapa sawit dengan land clearing system
identifikasi keanekaragaman jenis satwaliar di Kawasan
dan mengubah bentuk penutupan menjadi monokultur
Perkebunan Kelapa Sawit Unit Pengelolaan PT. TSP
tentu saja mengganggu siklus ekologi yang berada di
serta status perlindungannya berdasarkan Daftar Buku
dalam maupun sekitarnya. Dari sekian banyak dampak
Merah IUCN, CITES dan PP No 7 Tahun 1999.
yang ditimbulkan, ada hal yang harus diperhatikan, yaitu
kehidupan satwaliar yang ada di dalamnya. Degradasi
hutan yang terus terjadi, mengakibatkan hilangnya METODE PENELITIAN
sebagian atau bahkan keseluruhan dari komponen
habitat, dimana sangat diperlukan bagi satwa liar. Pada Pengumpulan data mengenai jenis satwaliar
akhirnya, kehidupan satwaliar akan terpojok atau dilakukan di Kawasan Hutan Calon Perkebunan Kelapa
terfragmentasi pada kantung-kantung habitat yang masih Sawit Unit Pengelolaan PT. Tandan Sawita Papua,
tersisa, seperti sempadan-sempadan sungai maupun pada Distrik Arso, Kabupaten Keerom, Provinsi Papua
bukit-bukit dengan kelerengan > 40% yang memang dikumpulkan secara langsung di lapangan dalam kurung
kebanyakan tidak dibuka untuk areal kebun. waktu dua bulan (Juli-Agustus 2010). Metode
Kawasan Unit Pengelola (UP) Kebun Kelapa Sawit pengambilan dilakukan secara Purposive Sampling
PT. Tandan Sawita Papua yang berlokasi di Kabupaten Kualitatif, dimana lokasi sampling diduga merupakan
Keerom Provinsi Papua saat ini sebagian besar berupa habitat dari satwaliar di kawasan tersebut. Lokasi
hutan sekunder eks HPH PT. Hanurata. Sebagian besar pengambilan sampling yaitu Bukit Kapur sebelah Utara
kawasan ini juga dibatasi oleh ekosistem hutan yang dan Timur, ekosistem sagu, kawasan lindung antara
telah terdegradasi mulai dari ringan sampai berat yang sungai Bewani dan Bergower, dan sempadan sungai
berlokasi di sebelah timur dan sebagian di sebelah barat. Tami, Bigionggi, Bewani, Bewani Kecil, Bergower,
Kemudian di batasi juga dengan permukiman penduduk, Sangke dan Perahu. Pengumpulan data tentang satwaliar
kebun kelapa sawit dan kebun/ladang masyarakat. di lapangan dilakukan dengan wawancara dengan
Meskipun kondisi hutan sudah terdegradasi, masih masyarakat lokal dan pengamatan lapangan dengan

65
Keanekaragaman Jenis Satwaliar di Kawasan Perkebunan

menggunakan metode gabungan jalur dan point dalam satu jalur pengamatan. Penggunaan metode ini
abundace (PA). Metode pengamatan lapangan juga dimaksudkan untuk memperoleh data tentang satwaliar
terbagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu pengamatan dengan peluang kontak yang lebih tinggi. Metode
langsung dan tidak langsung. Wawancara dengan kombinasi ini dapat digunakan sekaligus untuk
kelompok masyarakat setempat dilakukan guna pengamatan terhadap mamalia, aves, dan reptil. Teknik
memperoleh informasi tentang penyebaran jenis-jenis Pencatatannya adalah dengan teknik present and absent
satwaliar berdasarkan habitatnya. (perjumpaan ada dan tidak ada), dimana hanya dicatat
Metode Kombinasi Titik Pengamatan dengan Jalur jenis yang dijumpai dan tidak dilakukan pencatatan
Pengamatan merupakan kombinasi antara metode titik jumlah individu. Untuk analisis data dilakukan secara
pengamatan point abundace (PA) dengan metode deskriptif, dimana jenis-jenis yang telah diketahui
transek jalur (strip transect) seperti yang terlihat pada selanjut dicek status perlindungannya berdasarkan IUCN,
Gambar 1. Berdasarkan pada metode tersebut, CITES dan Peraturan Pemerintah (PP) RI No 7 Tahun
pengambilan data dilaksanakan secara bersama-sama 1999.

S
2
± 50 S y
m 1 r
y  P
P 
1 P n 
r r
2 y
± 50
m S
n

1.00
0m
Gambar 1. Bentuk unit contoh inventarisasi satwaliar metode kombinasi antara PA
(point abundance) dengan transek jalur.

HASIL DAN PEMBAHASAN CITES appendiks II dan dilindungi menurut Peraturan


Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999dan hukum serta
Keanekaragaman Jenis Satwa peraturan dibawahnya, CITES appendiks I dan II.
Kawasan UP PT. Tandan Sawita Papua adalah Didasarkan hasil pengamatan lapangan diketahui bahwa
kawasan yang mengandung keanekaragaman jenis kawasan ini mengandung 8 jenis mamalia langka/
satwaliar yang relatif cukup tinggi. Hal ini disebabkan dilindungi, 39 jenis burung langka/dilindungi dan 3 jenis
masih terjaganya kawasan lindung yang terdapat di reptil langka/dilindungi yang mana dapat dilihat pada
dalam kawasan seperti; kawasan perlindungan setempat Lampiran 1.
(sempadan sungai), kawasan yang memberikan Sebagian besar jenis satwaliar langka/dilindungi
perlindungan terhadap air (sempadan mata air), kawasan didasarkan pola kebiasaannya dapat hidup di daerah
pengungsian satwa (bukit kapur dan daerah diantara berhutan tinggi, hutan sekunder, dan areal perkebunan.
Sungai Bergower dan Bewani), dan kawasan yang Namun demikian sebagian besar jenis-jenis satwaliar
memberikan perlindungan terhadap kawasan langka dan atau dilindungi dapat bertahan hidup di
bawahannya (kawasan lindung dengan kelerengan > 40% kawasan lindung sempadan sungai dan bukit kapur yang
dan kawasan resapan air di bukit Kapur). Di dalam masih berhutan karena ketersediaan pakan, air dan cover
kawasan ini didasarkan hasil pengamatan lapangan di dalam kawasan lindung sempadan sungai dan bukit
dijumpai paling sedikit ada 10 jenis mamalia yang kapur yang relatif masih baik. Berdasarkan hasil temuan
termasuk ke dalam enam famili, 147 jenis burung yang secara keseleruhan sebaran jenis satwa langka dan
termasuk ke dalam 32 famili, 3 jenis amfibi yang dilindungi ditemukan di Bukit Kapur sebelah Utara dan
termasuk ke dalam dua famili dan 8 jenis reptil yang Timur, kawasan lindung antara sungai Bewani dan
termasuk ke dalam enam jenis famili. Bergower, dan sempadan sungai Tami, Bigionggi,
Bewani, Bewani Kecil, Bergower, Sangke dan Perahu
Keanekaragaman Jenis Satwa Dilindungi yang mana peta penyebaran disajikan pada Gambar 2.
Proporsi jenis langka/dilindungi terhadap total satwa
Kawasan UP PT. Tandan Sawita Papua juga yang dijumpai di dalam kawasan UP dan distribusinya
merupakan habitat dari berbagai jenis satwaliar dengan disajikan pada Gambar 3.
status terancam punah (CR), rentan (vulnerable/VU),

66
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 65 – 70

Gambar 2. Peta sebaran lokasi diketemukannya jenis satwaliar langka/dilindungi di


kawasan perkebunan Kelapa Sawit PT Tandan Sawita Papua.

Gambar 3. Proporsi satwaliar langka/dilindungi terhadap total satwa yang dijumpaidan distribusi satwaliar langka/
dilindungi di kawasan perkebunan Kelapa Sawit PT Tandan Sawita Papua.

Ancaman utama kelestarian satwaliar langka dan dilindungi menjadi areal penggunaan lainnya
dilindungi di dalam kawasan UP di kawasan perkebunan setelah aksesnya membaik, karena belum jelas
Kelapa Sawit PT Tandan Sawita Papua, adalah : penetapan status kawasannya oleh unit manajemen.
a. Perburuan satwaliar, terutama satwaliar yang c. Perburuan dan perusakan habitat pada saat
memiliki nilai ekonomi dan/atau protein hewani pembersihan lahan-lahan yang telah dibebaskan dan
dan/atau mengancam kehidupan manusia dan atau akan ditanami kelapa sawit. Dalam prakteknya,
hama tumbuhan budidaya. kegiatan pembukaan dan pembersihan lahan biasanya
b. Potensi konvenrsi lahan terutama kawasan lindung dilakukan oleh kontraktor tanpa memperhatikan
yang mengandung jenis flora/fauna langka/ kerusakan lingkungan dan atau kawasan lindung.

67
Keanekaragaman Jenis Satwaliar di Kawasan Perkebunan

d. Kebakaran hutan dan lahan. kawasan PT Tandan Sawita Papua, diperlukan


e. Penurunan kuantitas dan kualitas pohon pakan satwaliar komitmen unit pengelola (UP) dan konsistensi
akibat semakin menurunnya luas habitat satwaliar. implementasinya melalui pembentukan divisi
khusus yang didukung dengan sumberdaya manusia
handal dan professional, sarana prasarana dan
KESIMPULAN pembiayaan yang memadai. Pengelolaannya
1. Jenis-jenis satwaliar yang dijumpai di areal konsesi dilakukan dengan prinsip manajemen adaptif
PT Tandan Sawita Papua umum didaerah yang (adaptive management), dan pemantauan secara
masih berhutan di sempadan-sempadan sungai yang berkala terhadap potensi ancaman kualitas habitat
membentuk sebuah koridor sekaligus sebagai areal dan populasi flora-fauna langka/dilindungi.
pengungsian satwa dan kantung-kantung habitat
bagi satwaliar tersebut. DAFTAR PUSTAKA
2. Terdapat 158 jenis satwaliar yang dikelompokan ke
dalam empat kelas yaitu 10 jenis Mamalia, 147 Anonimous. 1999. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun
jenis Burung (Avifauna), 8 jenis Reptil dan 3 jenis 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
Amphibi. Satwa liar.
3. Jenis satwaliar yang masuk kategori langka/
Anonimous. 1990. Undang-Undang No 5 Tahun 1990
dilindung terdiri dari 8 jenis mamalia, 39 jenis
Tentang Konsevasi Sumberdaya Alam Hayati dan
burung dan 3 jenis reptil.
Ekosistemnya.
4. Terdegradasinya ekosistem di dalam kawasan PT
Tandan Sawita Papua menyebabkan kawasan ini [CITES] Convention on International Trade in
tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai habitat Endangered Species of Wild Fauna and Flora. 2010.
satwaliar meskipun tingkat perjumpaan satwa relatif www.cites.org/eng/app/appendices.html.13
tinggi. Kondisi ini dapat menjadi ancaman September 2010.
penyebab turunnya populasi satwaliar, disamping
[IUCN] International Union for Conservation of
faktor lain seperti perburuan dan potensi konversi
Nature.2010.
lahan yang berfungsi sebagai kawasan lindung
karena ketidakjelasan penetapan status lahan www.iucn.org/about/work/programmes/species/red
tersebut. _list. 13 September 2010.
5. Untuk menjamin perlindungan dan pelestarian
habitat flora dan fauna langka/dilindungi di

68
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 65 – 70

Lampiran 1. Daftar Jenis Satwaliar Langka dan Dilindungi yang dijumpai PT Tandan Tandan Sawita Papua
Jenis Satwaliar Lokasi Status satwa
No. Nama Lokal Nama Latin 1 2 3 4 5 6 7 9 10 11 12 14 15 IUCN CITES PP 7 1999
MAMALIA
1 Kanguru pohon
Dendrolagus ursinus     VU App II 
nemena
2 Walabi Dorcopsis luctuosa     VU 
3 Kanguru tanah Thylogale brunii      VU 
4 kuskus bohai Spilocuscus rufoniger     CR 
5 kuskus biak Spilocuscus wilsoni     CR 
6 Kuskus Phalanger vestitus    VU 
7 Kalong hitam Pteropus alecto       
8 Rusa Cervus timorensis       VU 
Sub Total 3 5 5 7 5 2 3 0 0 2 3 0 0
BURUNG
1 Kasuari gelambir- Casuarius
            VU 
tunggal unappendiculatus
2 Kasuari gelambir-
Casuarius casuarius    VU 
ganda
3 Maleo kerah-coklat Talegalla jobiensis             
4 Maleo gunung Aeypodius arfakianus  
5 Gosong kelam Megapodius freycecinet     
6 Puyuh batu Conturnix chinensis   
7 Kuntul besar Egretta alba    
8 Elang alap pucat Accipiter poliocephalus   
9 Elang alap kelabu Accipiter novahollandiae    
10 Elang alap mantel hita Accipiter melanochlamys 
11 Elang alap mayer Accipiter meyerianus    
12 Elang bondol Haliastur indus  
13 Mambruk selatan Goura scheepmakeri    VU App II 
14 Mambruk Victoria Goura victoria        VU App II 
15 Mambruk ubiaat Goura cristata          VU App II 
16 Nuri bayan Eclectus roratus  
17 Cekakak pita kecil Tanysiptera hydrocharis   
18 Cekakak pita biasa Tanysiptera galatea    
19 Cekakak pita kepala
Tanysiptera danae    
coklat
20 Cekakak pita bidadari Tanysiptera nympha    
21 Raja udang biru langit Alcedo azurea   
22 Udang merah kerdil Ceyx Lepidus    
23 Cekakak suci Halycon sancta  
24 Cekakak sungai Halycon chloris    
25 Cekakak biru hitam Halycon nigrocyanea   
26 Cekakak pantai Halycon saurophaga  
27 Julang papua Rhyticeros plicatus              App II 
28 Paok lantang Pitta versicolor    
29 Paok mopo Pitta erythrogaster
   
macklotii
30 Cendrawasih merah Paradisaea rubra   AppII 
31 Cendrawasih loria Cnemophilus loriae   AppII 
32 Cinderawasih sutera Loboparadisea sericea  AppII 
33 Cendrawasih kecil Paradisaea minor  AppII 
34 Cendrawasih besar Paradisaea apoda  AppII 
35 Cendrawasih raggiana Paradisaea raggiana  AppII 
36 Cendrawasih mati
Seleucidis melanoleuca  AppII 
kawat
37 Cendrawasih botak Cicinnurus respublica  AppII 
38 Cendrawasih belah
Cicinnurus magnificus   AppII
rotan
39 Cendrawasih raja Cicinnurus regius  AppII

Sub Total 6 7 3 4 5 5 7 7 5 8 5 8

69
Keanekaragaman Jenis Satwaliar di Kawasan Perkebunan

Lampiran 1. (lanjutan)
Jenis Satwaliar Lokasi Status satwa
No. Nama Lokal Nama Latin 1 2 3 4 5 6 7 9 10 11 12 14 15 IUCN CITES PP 7 1999
REPTIL
1 Lua-lua/lengkuar Varanus Indicus         App II
2 Buaya Irian Crocodylus
   App II
novaeguineae
3 New Guinea Snapping
Turtle Elseya novaeguineae 

Sub Total 1 0 0 2 1 1 2 1 1 1 0 0 2
Keterangan : 1 = Kampung sagu sebelah barat Sungai Bigionggi; 2 = Ekosistem hutan sekunder di antara Sungai Bigionggi dengan Jalan Ujung
Karang – Yeti; 3 = Muara Sungai Perahu yang bertemu dengan Sungai Bergower; 4 = Sempadan Sungai Bewani; 5 = Pertemuan
Sungai Bergower dengan Sungai Bewani; 6 = Ekosistem hutan sekunder di tengah kawasan UP; 7 = Sempadan Sungai Bewani di
sebelah utara persemaian; 9 = Sempadan Sungai Bewani di tengah antara kebun pembibitan dan muara sungai Bewani; 10 = Sempadan
Sungai Sangke di sebelah tenggara bukit kapur T 12; 11 = Sebelah selatan Bukit Kapur T 12; 12 = Bukit kapur T 12; 14 = Bukit kapur
T 14 (batas areal di sebelah utara); 15 Muara Sungai Bewani;  = Keberadaan jenis.

70
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 71 – 78

PENGETAHUAN LOKAL MASYARAKAT SAMIN


TENTANG KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN DAN PENGELOLAANYA

(Local Knowledge of Samin Society of Plant Diversity and Conservation)

JUMARI1, DEDE SETIADI2, Y.PURWANTO3, EDI GUHARDJA2


1)
Jumari, Program Studi Biologi Tumbuhan Sekolah Pasca Sarjana IPB,
e-mail: jumari_bot07@yahoo.com
2)
Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB
3)
Puslitbang Biologi-LIPI

Diterima 15 Maret 2012/Disetujui 14 Mei 2012

ABSTRACT

The aims of the study is to reveal of local knowledge the Samin society about the diversity of plant species is usefulness, the utilization
category, the potential use, value of cultural and concept of traditional conservation. The location of observation are 7 villages: Larikrejo and
Kaliyoso (Kudus); Bombong and Ngawen (Pati); Klopoduwur and Tambak (Blora); Margomulyo (Bojonegoro). Data collection using survey and
open ended interview techniques. Useful plant inventory carrying more than 235 species of plants; as 118 species of food; ingredient in traditional
medicines 74 species: 16 species of building materials; equipment and craft materials 15 species: 16 species of firewood; 27 species of animal feed;
fiber materials and rope three species, two species of fish poisons; pest control materials 16 species and ornamental plants 25 species. The most of
useful plant species (80% ) are cultivated plant and 25% intensity value utilization of this species is high. The results of calculation of the Indeks of
Cultural Signification found the species that have important value is the highest Oryza sativa L. and the second is Tectona grandis L.f.

Keyword: local knowledge, plant diversity, plant conservation, Indeks of Cultural Signification, Samin Society

PENDAHULUAN bertahan hidup karena mampu beradaptasi dengan


kondisi lingkungannya.
Masyarakat Samin merupakan suatu kelompok Kajian berbagai aspek etnosain diperlukan untuk
masyarakat tradisional yang tinggal di daerah perbatasan mengungkapkan pengetahuan tradisional suatu kelompok
Jawa Tengah dan Jawa Timur yang mempunyai budaya masyarakat. Studi etnobotani merujuk pada kajian
unik dan banyak menyimpan nilai-nilai tradisi. interaksi antara manusia dengan sumberdaya tumbuhan
Komunitas ini adalah sekelompok orang yang mengikuti (Martin 1995; Cotton 1996; Hamilton et al. 2003).
ajaran Samin Surosentiko yang muncul pada masa Peneliti etnobotani dalam melakukan analisis etnosain
kolonial Belanda (Benda & Castel 1969; Hutomo 1996; pengetahuan tradisional menitik beratkan pada dunia
Mumfangati dkk. 2004; Poluso 2006). Gerakan Samin tumbuhan meliputi berbagai aspek, diantaranya: cara
muncul sebagai perlawanan pada pemerintah kolonial pemanfaatan, pengelolaan, persepsi dan konsepsi dari
Belanda terhadap ketidak adilan dalam penguasaan dan berbagai kelompok masyarakat atau etnik yang berbeda
pengelolaan tanah. Bentuk perlawanan mereka berupa (Cotton 1996; Purwanto 2007). Menurut Walujo (2009)
penolakan terhadap segala kebijakan pemerintah etnobotani harus mampu mengungkapkan keterkaitan
Belanda, diantaranya adalah penolakan membayar pajak hubungan budaya masyarakat, terutama tentang persepsi
(King 1973; Hutomo 1996; Poluso 2006). Pengaruh dan konsepsi masyarakat dalam memahami sumberdaya
ajaran dan sikap anti pemerintah melekat dalam diri nabati di sekitar tempat bermukim.
masyarakat Samin hingga membentuk suatu tatanan atau Pada umumnya pengetahuan lokal terakumulasi
adat istiadat sendiri yang agak berbeda dengan dari generasi ke generasi dan merupakan kekayaan
kebanyakan masyarakat Jawa pada umumnya bangsa yang tidak tergantikan dan bermanfaat bagi masa
(Mumfangati dkk. 2004). kini dan masa yang akan datang. Pengetahuan tersebut
Masyarakat Samin menganggap menjadi petani perlu didokumentasi dan dikaji keilmiahannya tentang
merupakan pekerjaan paling mulia. Mereka mempunyai potensi, kegunaan, manfaat atau prospek pengem-
ketergantungan yang tinggi terhadap sumberdaya hayati bangannya. Disamping itu pengetahuan lokal dapat
dan lingkungannya. Keterbatasan lahan dan kondisi dijadikan sebagai data dasar untuk pengembangan
biofisik yang kurang menguntungkan tidak menyurutkan sumberdaya tumbuhan yang lebih bermanfaat dan
semangat mereka untuk bertahan pada pekerjaannya. berdayaguna.
Menurut Berkes dan Folke (1998), masyarakat yang Penelitian etnobotani masyarakat Samin penting
sering dihadapkan pada tantangan mempunyai banyak untuk dilakukan mengingat semakin besarnya tekanan
pengetahuan lokal dibanding dengan masyarakat yang dan terdegradasinya pengetahuan lokal akibat
jarang menghadapi masa-masa kritis, mereka bisa pembangunan dan kemajuan teknologi. Studi etnobotani

71
Pengetahuan Lokal Masyarakat Samin

dapat memberi kontribusi yang besar dalam proses Karena setiap jenis tumbuhan mempunyai beberapa
pengungkapan manfaat dan potensi sumber daya alam kegunaan, maka persamaannya menjadi sebagai berikut :
hayati tumbuhan yang ada di suatu wilayah untuk
n
pengembangan selanjutnya.
ICS = ∑ ( q1 x i1 x e1 )n1 + ( q2 x i2 x e2 )n2 +
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap-
……… + ( qn x in x en )nn
kan pengetahuan lokal masyarakat Samin mengenai
i=1
pandangan terhadap keanekaragaman sumberdaya
tumbuhan, kategori pemanfaatan, nilai kepentingan Keterangan:
budaya, dan aspek pengelolaannya oleh masyarakat ICS = index of cultural significance, adalah jumlah dari
samin. perhitungan pemanfaatan suatu jenis tumbuhan dari 1
hingga n, dimana n menunjukkan pemanfaatan ke-n
(terakhir) dari suatu jenis tumbuhan; sedangkan huruf i
METODE PENELITIAN
menunjukkan nilai 1 hingga ke-n secara berurutan.
Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Agustus Selanjutnya nilai q = nilai kualitas (quality value);
2010 s/d Februari 2011. Lokasi penelitian 7 desa/dusun dihitung dengan cara memberikan skor atau nilai
tempat pemukiman masyarakat Samin, yaitu: Desa terhadap nilai kualitas dari suatu jenis tumbuhan,
Larikrejo dan Desa Kaliyoso, Kecamatan Undaan contohnya : 5 = makanan pokok; 4 = makanan
Kabupaten Kudus; dusun Bombong dan dusun Ngawen, sekunder/tambahan + material primer, 3 = bahan
Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati; Desa Klopoduwur makanan lainnya + material sekunder + tumbuhan obat; 2
dan Dusun Tambak, Kabupaten Blora Jawa Tengah; dan = ritual, mitologi, rekreasi dan lain sebagainya; 1=
dusun Jepang Kecamatan Margomulyo Bojonegoro Jawa mere recognition. Simbol huruf i= nilai intensitas
Timur. (intensity value); menggambarkan intensitas
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian pemanfaatan dari jenis tumbuhan berguna dengan
ini meliputi: alat rekam suara, GPS, kamera, alat tulis, memberikan nilai, contohnya : nilai 5= sangat tinggi; 4=
peta, gunting, parang, tali plastik, kantong plastik secara moderat tinggi; 3 = sedang; 2 = rendah; dan nilai
berbagai ukuran, amplop sampel, kertas mounting, label 1= sangat jarang . Simbol huruf e = nilai eklusivitas
gantung, kertas koran, kantong plastik, dan sasak. (exclusivity value), sebagai contoh: 2 = paling disukai,
Adapun bahan kimia yang digunakan adalah alkohol merupakan pilihan utama dan tidak ada duanya; 1=
70%, formalin 5% dan spiritus. terdapat beberapa jenis yang ada kemungkinan menjadi
Pengumpulan data etnobotani dilakukan dengan pilihan; dan 0,5 = sumber sekunder atau merupakan
metode survei yaitu melakukan pengamatan langsung di bahan yang sifatnya sekunder.
lapangan; wawancara menggunakan teknik wawancara
bebas atau open ended dan wawancara semi terstruktur HASIL DAN PEMBAHASAN
untuk menggali pengetahuan masyarakat tentang
keanekaragaman jenis tumbuhan berguna, pemanfaatan A. Pandangan Masyarakat Samin tentang alam
dan pengelolaannya (Purwanto 2007). Dengan cara semesta
melibatkan diri dalam kegiatan sehari-hari masyarakat
Masyarakat Samin menyebut alam yang ditempati
(Purwanto dkk. 2011). Dalam penelitian ini digunakan
informan kunci yaitu anggota masyarakat yang dianggap saat ini sebagai alam donya (alam dunia), sedangkan
mampu memberikan informasi yang akurat dengan alam yang akan ditempati nanti disebut alam
kelanggengan. Alam dunia terdiri dari unsur-unsur
kriteria tokoh masyarakat, ahli pengobatan lokal, anggota
tanah (lemah), air (banyu), api (geni) dan angin. Mereka
masyarakat yang memiliki pengetahuan cukup baik
juga memahami adanya jagat gede dan jagad cilik . Alam
mengenai keanekaragaman jenis tumbuhan. Untuk
semesta yang berisi langit, bumi dan seisinya ini disebut
mendapatkan informan kunci yang tepat digunakan
metode snowbolling (Golar 2006) yaitu teknik penentuan sebagai jagad gede (makrokosmos), sedangkan jagat
responden berdasarkan petunjuk atau penentuan cilik (mikrokosmos) adalah diri manusia. Jagat gede dan
jagat cilik hakekatnya sama, jagad cilik merupakan
responden awal terhadap seseorang yang dianggap lebih
gambaran dari jagad gede.
mampu memberikan informasi sesuai kebutuhan
Bumi melambangkan simbol perempuan, dari kata
penelitian.
ibu sing di mimi, dipundi-pundi, (ibu yang sangat
Untuk mengukur kepentingan jenis tumbuhan bagi
kehidupan masyarakat dilakukan analisis indeks dihormati). Pemahaman tersebut memberi gambaran
kepentingan budaya (Index of Cultural Significance, bahwa Masyarakat Samin sangat menghormati bumi dan
apa yang ada di dalamnya, karena dari bumilah mereka
ICS). Penghitungan ICS didasarkan pada formula yang
mendapatkan sandang pangan untuk kebutuhan hidup
dikembangkan Turner (1988) yang telah dimodifikasi
sehari-hari. Bumi diibaratkan sebagai seorang ibu,
oleh Purwanto (2007). Untuk menghitung ICS digunakan
rumus: n memberikan tempat perlindungan, kasih sayang kepada
ICS = ∑ ( q x i x e )ni anaknya sepanjang hidupnya. Bumi menumbuhkan
tanaman, menyediakan air, dan menyediakan segala
i=1

72
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 71 – 78

kehidupan lainnya. Karena itulah masyarakat Samin jenis-jenis tumbuhan yang dipergunakan dalam
sangat menghormati bumi. Penghormatan mereka kehidupan sehari-hari, berupa bahan pangan, obat
terhadap bumi dilakukan mengolah tanah, memberikan tradisional, bahan bangunan, kayu bakar, pakan ternak
pupuk, merawat, memelihara dan memberikan perhatian dan lainnya. Jenis tumbuhan liar yang jarang
setiap hari. Ibarat merawat seorang ibu yang telah dimanfaatkan atau jenis tumbuhan yang jauh dari tempat
memberikan kasih sayang dan membesarkannya. tinggal mereka umumnya tidak dikenali dengan baik.
Langit adalah nama atau simbol untuk laki-laki. Tumbuhan dalam pengetahuan masyarakat Samin
Langit dan bumi dua unsur yang berlawanan namun dipandang sebagai bagian dari sandang pangan. Istilah
merupakan suatu pasangan, langit sebagai laki-laki dan sandang pangan digunakan untuk menyebut segala
bumi sebagai perempuan. Pada langit terdapat matahari, sesuatu di luar manusia. Masyarakat Samin memandang
matahari dalam bahasa Jawa disebut srengenge, berasal isi dunia ini hanya ada dua unsur yaitu: uwong (manusia)
dari kata sreng (berarti hasrat atau keinginan). Matahari dan sandang pangan. Sandang mangan merupakan
memancarkan energi, yang diteruskan ke bumi. Sinergi simbol dari segala sesuatu yang diperlukan untuk
antara bumi dan matahari menciptakan kehidupan di memenuhi kebutuhan hidup manusia. Bumi dengan
bumi. Kehidupan dibumi dapat terus berlangsung karena segala isinya, merupakan sandang pangan yang
adanya sinergi antara langit dan bumi. Pada bumi disediakan Yang Maha Kuasa untuk kehidupan manusia.
terdapat tumbuhan yang mempunyai kemampuan secara Dalam pengetahuan ilmiah pandangan tentang uwong
langsung mengubah energi matahari menjadi bahan- dan sandang pangan ini identik dengan pandangan
bahan organik melalui proses fotosintesis. mengenai manusia dan lingkungan.
Masyarakat Samin merealisasikan pandangan Dalam pengetahuan masyarakat Samin, manusia,
tentang langit dan bumi tersebut pada kehidupan mereka hewan dan tumbuhan disebut sebagai tritunggal yang
dalam bentuk perkawinan antara laki-laki dan berarti tiga wujud tetapi merupakan kesatuan yang diberi
perempuan. Perkawinan merupakan merupakan jalan hidup. Wujud yang pertama adalah manusia, yang bisa
yang mulia untuk menghasilkan penerus kehidupannya. bicara, bergerak atau berpindah tempat. Wujud kedua
Dalam ajaran Samin agar diperoleh keturunan yang baik, berupa hewan, yaitu sandang pangan yang hidup dan
harus di awali dengan tata cara yang baik yakni dengan bisa bergerak atau pindah tempat. Wujud ketiga adalah
sikep rabi (pernikahan cara masyarakat Samin). tumbuhan yaitu sandang pangan yang hidup tapi tidak
Pernikahan adalah sesuatu yang sakral, untuk bisa berjalan atau berpindah tempat.
menebarkan benih kehidupan dan menghasilkan
keturunan yang baik. C. Keanekaragaman jenis tumbuhan berguna
Masyarakat Samin mempunyai pengetahuan yang
B. Pengetahuan masyarakat terhadap keaneka-
baik mengenai pengenalan dan pemanfaatan keaneka-
ragaman jenis tumbuhan
ragaman jenis tumbuhan yang terdapat di sekitar tempat
Masyarakat Samin merupakan masyarakat petani tinggalnya. Hasil studi keanekaragaman jenis tumbuhan
yang tinggal di pedesaan dan kawasasan hutan jati. di lingkungan masyarakat Samin teridentifikasi lebih dari
Mereka mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap 300 jenis. Jenis tumbuhan berguna tercatat setidaknya
sumberdaya hayati dan lingkungan di sekitarnya. 235 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan dalam kehidupan
Lingkungan tempat tinggal masyarakat Samin sehari-hari, yang tergolong dalam 205 marga dan 62
merupakan lingkungan budidaya, berupa sawah, tegalan, suku. Kategori pemanfaatan dan jumlah jenis tumbuhan
pekarangan dan hutan jati, jauh dari lingkungan alami, berguna bagi masyarakat Samin ditampilkan pada
misalnya hutan primer. Pengetahuan mereka tentang Tabel 1.
keanekaragaman tumbuhan cukup baik terutama terhadap

Tabel 1. Kategori pemanfaatan dan jumlah jenis tumbuhan berguna


Jumlah jenis
No Kategori pemanfaatan jenis tumbuhan Non
Budidaya Total
Budidaya
1 Makanan utama atau makanan pokok 01 00 01
2 Makanan Tambahan
a. Umbi-umbian 08 04 12
b. Sayur-sayuran 32 05 37
c. Buah-buahan 26 02 28
d. Biji-bijian dan kacang-kacangan 08 01 09
e. Bahan minuman 07 01 08
f. Bumbu 17 00 17
3 Bahan obat tradisional dan kosmetika 49 25 74

73
Pengetahuan Lokal Masyarakat Samin

Jumlah jenis
No Kategori pemanfaatan jenis tumbuhan Non
Budidaya Total
Budidaya
4 Bahan bangunan 14 01 16
5 Bahan peralatan dan kerajinan 13 02 15
6 Kayu bakar 14 02 16
7 Makanan ternak 14 13 27
8 Bahan serat dan tali temali 02 01 03
9 Bahan ritual 24 02 26
10 Bahan mitos atau legenda 07 02 09
11 Bahan racun (racun ikan) 1 01 02
12 Bahan pengendalian hama 13 01 16
13 Indikator lingkungan 02 03 05
14 Tanaman hias, tanaman pagar 20 05 25

Tabel 1 tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatan tumbuhan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari,
terbanyak adalah untuk bahan pangan (118 jenis), secara reguler, harian, musiman, atau dalam waktu
kemudian untuk bahan obat tradisional 74 jenis. Pada berkala, misalnya bahan pangan dan obat-obatan.
tabel tersebut juga ditunjukkan jumlah jenis tumbuhan Intensitas sedang (35%) adalah jenis tumbuhan yang
berguna berdasarkan aspek produksinya. Jenis tumbuhan digunakan secara reguler tetapi dalam kurun waktu
yang dimanfaatkan, lebih dari 80% merupakan jenis tertentu, misalnya bersifat musiman. Sedang intensitas
hasil budidaya, sedangkan jenis yang bukan hasil rendah (41%) meliputi jenis yang jarang digunakan.
budidaya kurang dari 20%. Jenis yang intensitas penggunaan tinggi banyak
Gambar 1 menunjukkan jumlah jenis tumbuhan tiap dibudidayakan masyarakat, sedang yang intensitas
kategori kegunaan berdasarkan intensitas penggunaannya rendah atau sedang, tidak banyak
penggunaannya. Intensitas tinggi, sedang, rendah dibudidayakan masyarakat, maka rentan terhadap
didasarkan kriteria yang dibuat Turner (1988). Jenis kepunahan.
dengan intensitas tinggi (24%) meliputi jenis-jenis

Gambar 2. Grafik intensitas pengguaan tumbuhan berguna bagi masyarakat Samin

Berdasarkan analisis nilai kepentingan tumbuhan jenis yang paling disukai masyarakat. Hasil perhitungan
dengan menggunakan ICS, telah dianalisis 235 jenis ICS ditentukan berdasarkan nilai kegunaan, intensitas
tumbuhan berguna. Pada Tabel 2 disajikan 10 jenis penggunaan dan tingkat kesukaan masyarakat, oleh
tumbuhan yang mempunyai nilai ICS tertinggi. Nilai karena itu nilai ICS dapat berubah dalam perjalanan
indeks kepentingan tumbuhan menggambarkan jenis- waktu (Turner, 1988).

74
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 71 – 78

Tabel 2. Sepuluh jenis dengan nilai ICS paling tinggi di lingkungan masyarakat Samin
No Nama Lokal Nama ilmiah Kegunaan utama Kegunaan lain*) ICS
1 Padi Oriza sativa L Makanan pokok 2; 3a;3b; 7; 8; 9;10;14 122
2 Jati Tectona grandis L.f Bahan bangunan 4; 5;6;10; 13 75
3 Pring ori Bambusa bambos L) Voss Bahan peralatan 2a; 4;5; 6; 13 60
4 Meh Samanea saman (Jacq) Merr Kayu bakar 4; 5;6; 13;14 53
5 Pring petung (Dendrocalamus asper (Schult. Bahan peralatan 2a; 4; 5;6; 13 52
& Schult. f.) Backer ex K.
Heyne
6 Lamtoro Leucaena glauca Benth Kayu bakar 2b, 3a;5;6;7;14 50
7 Pisang Musa paradisiaca L Buah 2d; 3a;3b; 8b; 9 48
8 Jagung Zea mays L Bahan pangan 2b; 7;9; 14 48
tambahan
9 Randu Ceiba pentandra (L) Gaertn Bahan serat 6;7; 10; 13 47
10 Temu ireng Curcuma aeroginosa Bahan obat 3a;3b;12 42
*) Keterangan: 1. Bahan makanan pokok; 2. Bahan makanan Tambahan (a.umbi-umbian/tunas, b.sayur, c.biji, d. buah); 3a. Bahan
obat tradisional; 3b. Bahan kosmetika; 4. Bahan bangunan; 5. Bahan peralatan dan kerajinan; 6. Kayu bakar; 7.
Makanan ternak; 8a. Bahan serat ; 8b. Bahan tali temali; 9.Bahan ritual; 10. Bahan mitos dan legenda 11. Bahan
racun ikan; 12. Bahan pengendalian hama. 13. Indikator lingkungan; 14. Kegunaan lain (pupuk)

Padi (Oryza sativa L.) merupakan jenis tanaman rumah. Jenis tumbuhan bahan bangunan dan peralatan
berguna yang mempunyai nilai kepentingan paling paling penting adalah kayu jati (Tectona grandis L.f.,)
tinggi. Kegunaan utama jenis ini sebagai bahan Jenis tumbuhan lain yang penting adalah bambu ori
makanan pokok, kegunaan lain adalah sebagai bahan (Bambusa bambos (L) Voss) dan bambu petung
pangan suplemen, bahan obat dan kosmetika, pakan (Dendrocalamus asper (Schult. & Schult. f.) Backer ex
ternak dan pupuk (jerami), bahan ritual dan mitologi. K. Heyne ), kayu nangka (Artocarpus heterophyllus
Jenis ini memiliki nilai ICS sangat tinggi, nilai kegunaan Lam), kayu meh (Samanea saman (Jacq) Merr), lamtoro
dan intensitas penggunaan sangat tinggi serta merupakan (Leucaena glauca Benth).
jenis yang paling disukai masyarakat. Jenis bahan pangan Kayu bakar masih merupakan sumber energi yang
sumber karbohidrat lainnya yang penting adalah Zea penting bagi masyarakat Samin, meskipun umumnya
mays L (ICS 48) dan Manihot utilissima (ICS 40). Jenis sudah tersedia sumber bahan bakar lain. Kebutuhan kayu
buah-buahan yang penting adalah Musa paradisiaca L bakar terutama dipenuhi dari lahan pekarangan, tegalan
(ISC 48), Carica papaya L (ICS 42) dan Artocarpus atau hutan jati. Jenis kayu bakar yang digunakan
heterophyllus Lam (ICS 40). Jenis sayur-sayuran yang masyarakat Samin setidaknya tercatat 14 jenis. Jenis-
penting adalah Ipomoea aquatica Forssk (ICS 32), jenis yang sering digunakan antara lain: kayu meh
Sesbania grandiflora (L.) Poir. (ICS 32) dan Colocasia (Samanea saman (Jacq) Merr), lamtoro (Leucaena
esculenta (L.) Schott (ICS 28). glauca Benth ), rencek jati (Tectona grandis L.f), dan
Obat tradisional masih menjadi kebutuhan penting kayu turi (Sesbania grandiflora (L.) Poir.). Kayu bakar
bagi masyarakat Samin. Hasil inventarisasi terhadap jenis yang baik menurut masyarakat adalah yang bisa
tumbuhan obat yang digunakan masyarakat Samin menghasilkan kualitas api/panas yang baik, mudah
didapatkan 74 jenis tumbuhan termasuk dalam 61 marga terbakar, tidak cepat habis terbakar, dan mudah di belah
dan 33 suku. Jenis-jenis dari suku Zingiberaceae paling ketika membuat kayu.
banyak dimanfaatkan tercatat 12 jenis, diikuti Fabaceae Kebutuhan pakan bagi ternak sapi dan kambing di
(7 jenis) dan Euphorbiaceae (5 jenis). Tumbuhan yang lingkungan Masyarakat Samin di Blora dan Bojonegoro
digunakan sebagai tumbuhan obat sebagian besar (59 cukup tinggi. Hasil identifikasi jenis pakan ternak
jenis) merupakan tanaman budidaya sedang lainnya (15 mencatat setidaknya 27 jenis tumbuhan yang digunakan
jenis) hasil ekstraktivisme dari tumbuhan liar. Jenis untuk pakan ternak sapi maupun kambing. Jenis bahan
tumbuhan bahan obat yang penting berdasarkan nilai ICS pakan ternak sapi terutama adalah jerami padi dan rebon
adalah temu ireng (Curcuma aeroginosa Roxb, ICS 42), (daun muda) jagung, serta daun kacang-kacangan
Lempurang (Zingiber aromaticum Val, ICS 42) dan (Leguminosae). Jenis pakan ternak kambing yang
temu lawak (Curcuma xanthoriza Roxb, ICS 40). penting adalah daun lamtoro (Leucaena glauca Benth),
Masyarakat Samin masih menggunakan kayu lokal kangkung (Ipomoea aquatica Forssk.) dan berbagai jenis
sebagai bahan bangunan maupun peralatan. Tercatat 15 rumput (Poaceae).
jenis tumbuhan kayu yang digunakan sebagai bangunan

75
Pengetahuan Lokal Masyarakat Samin

D. Pengelolaan sumberdaya hayati lokal menemukan barang yang bukan miliknya saja tidak
mau).
Masyarakat Samin adalah masyarakat agraris, cara
mengelola sumberdaya alam dan lingkungannya sangat Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan
dipengaruhi oleh pandangan hidupnya. Ajaran Samin sumberdaya hayati masyarakat Samin adalah semakin
memberikan tuntunan untuk membimbing manusia terkikisnya kekayaan sumberdaya hayati lokal akibat
berbuat baik dan jujur, tidak boleh mencuri, membenci sistem pembudidayaan yang hanya mengintensifkan
orang lain, atau menyakiti orang lain. Mereka menyakini jenis tertentu yang bernilai ekonomi atau jenis yang
bahwa dengan melaksanakan ajaran Samin Surosentiko intensitas penggunaannya tinggi. Hal ini juga tidak lepas
mereka akan terbebas dari hukum karma, siapa yang dari sentralisasi kebijakan pemerintah yang telah
melanggar akan mendapat hukuman yang sesuai dengan berperan besar menghilangkan berbagai kekayaan hayati
perbuatannya (Mumfangati dkk. 2004). lokal, bahkan oleh Zuhut (2009) dikatakan bahwa
Ajaran Samin menuntun masyarakat untuk berbuat kondisi ini telah berperan besar dalam melemahkan
baik tidak hanya terhadap sesama manusia tetapi juga keunikan sistem kedirian masyarakat lokal. Oleh karena
semasa makhluk lainnya dan lingkungan alam sekitarnya. itu diperlukan sistem pengelolaan yang berdasarkan
Beberapa prinsip Ajaran atau pandangan hidup yang budaya sehingga lebih operasional di dalam masyarakat.
mempengaruhi masyarakat Samin dalam pengelolaan Sistem pengelolaan sumberdaya alam mempunyai
sumberdaya hayati antara lain: target utama pemanfaatan yang berkelanjutan
1. Prinsip bekerja keras: untuk mendapatkan sandang (sustainable use) didasarkan pada prinsip manfaat
pangan manusia harus trokal (bekerja keras). bersama dan saling timbal balik untuk menjaga
2. Prinsip menggunakan milik sendiri: masyarakat keseimbangan sosial dan keselarasan dengan alam sekitar
Samin hanya boleh menggunakan barang yang jelas (Purwanto dkk, 2004). Pada dasarnya terdapat tiga
merupakan kepunyaannya sendiri (barang sing dimensi peran sumberdaya hayati bagi kita yaitu peran
dumunung ), pantangan untuk menggunakan milik yang berdimensi ekologi, ekonomi dan sosial budaya.
orang lain tanpa ada ijin. Dimensi ekologi sangat jelas manfaatnya dalam fungsi
3. Prinsip rukun: rukun dengan istri/suami, anak, orang ekosistem. Namun peran dimensi ekologi atau sosial
tua, tetangga kanan kiri dan rukun kepada sesama budaya sering diabaikan, pada umumnya penguasa
makhluk (tumbuhan, hewan dan lingkungan sekitar) (pemerintah) lebih mengutamakan peran ekonomi yang
4. Prinsip berbuat baik: Ojo drengki srei, dahwen, manfaatnya lebih nyata. Ketiga dimensi keanekaragaman
kemeren, tukar padu, bedog, colong, begal kecu ojo hayati tersebut merupakan kesatuan yang tidak
dilakoni, opo maneh kutil juput, nemu wae emoh terpisahkan. Apabila pengelolaan sumberdaya hayati
(Jangan berkelakuan buruk, keinginan memiliki tidak mengacu pada kepentingan tiga dimensi tersebut
kepunyaan orang lain, iri hati, bertengkar mulut, maka dapat dipastikan bahwa sumberdaya hayati akan
merampok, mencuri, menjambret jangan dilakukan, mengalami kerusakan seperti yang banyak terjadi di
berbagai wilayah di Indonesia.

KEANEKARAGAMAN HAYATI LOKAL

Dimensi Ekologi Dimensi ekonomi Dimensi Sosial Budaya

1. Kekayaan jenis, asal- Berguna 1. Pengetahuan lokal


usul, distribusi 2. Pandangan hidup
2. Peran dan fungsi Komersial / Intensitas 3. Persepsi konsepsi
dalam ekosistem subsisten penggunaan 4. Prinsip ajaran

ANCAMAN

Konservasi Sumberdaya Tumbuhan Sustainable use

Gambar 2. Konsep pengelolaan sumberdaya hayati lokal masyarakat Samin

76
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 71 – 78

Gambar 2 menunjukkan skema mengenai konsep Folke.1998. Linking Social and Ecological System:
pengelolaan keanekaragaman hayati yang dapat Management Practices and Spcial Mechanism for
digunakan sebagai acuan dan rambu-rambu kebijakan Buiding Resiliencies. Cambridge: Cambridge
dalam pengelolaan sumberdaya alam hayati masyarakat University Press.
Samin, dimodifikasi dari konsep yang dikemukanan
Cotton; C.M. 1996. Ethnobotany: Principles and
Purwanto dkk. (2004).
Applications. New York. J Wiley and Sons.
Cunningham A.B. 2001. Applied ethnobotany: people,
KESIMPULAN
wild plant use and conservation. London.
Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan: Earshscan.
1. Masyarakat Samin mempunyai pengetahuan cukup Golar. 2006. Adaptasi sosio kultural komunitas adat Toro
baik mengenai keanekaragaman tumbuhan. Mereka dalam mempertahankan kelestarian hutan. Di dalam
memandang tumbuhan merupakan bagian dari Soedjito H. (ed.).2006. Kearifan Tradisional dan
sandang pangan yang dipergunakan untuk memenuhi Cagar Biosfir di Indonesia2005. Proseding Piagam
kebutuhan hidupnya. Jenis tumbuhan yang MAB untuk Peneliti Muda dan Praktisi Lingkungan
dimanfaatkan oleh masyarakat Samin tercatat 235 Indonesia. Jakarta. Komite Nasional MAB
jenis, dikategorikan sebagai bahan pangan (118 Indonesia, LIPI.
jenis); bahan obat-obatan tradisional (74 jenis); bahan
bangunan (16 jenis); bahan peralatan dan kerajinan Hamilton A.C., P. Shenji, J. Kessy , A.A. Khan, S.
(15 jenis); kayu bakar (16 jenis); pakan ternak (27 Lagos-White, Z.K. Shinwaei. 2003. The Purpose
jenis); bahan serat dan tali (3 jenis), bahan racun ikan ang Teaching of Applied Ethnobotany. UK. WWF.
(2 jenis); bahan pengendalian hama (16 jenis) dan Hutomo S.S. 1996. Tradisi dari Blora. Semarang. Citra
tanaman hias (25 jenis). Tumbuhan yang digunakan almamater Press.
tersebut 80% merupakan tumbuhan budidaya,
hampir 25% jenis intensitas penggunaannya tinggi. King V.T. 1973. Some observation of the Samin
Jenis yang intensitas penggunaanya rendah, jarang Movement of the North Java: Sugestion for the
dibudidayakan, sehingga rentan terhadap kepunahan theoretical Analisis of the dynamic of rural Unrest.
jenis, perlu upaya lebih lanjut untuk meningkatkan Leiden. BKITLV.
potensinya pemanfaatan dan pengelolaannya Martin G .J. 1995. Ethnobotany. London. Chapman and
sehingga keanekaragaman jenis tetap terjaga. Hall.
2. Hasil identifikasi dan analisis nilai kepentingan
ditemukan jenis-jenis yang mempunyai nilai penting Mumfangati.T, G. Murniatmo, W.P. Sunjata, S.
tinggi bagi masyarakat Samin dan potensial untuk Sumarsih, E. Susilantini E, Ch. Ariani. 2004.
dikembangkan lebih lanjut. 10 jenis diantaranya Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin
adalah: Oryza sativa L, Tectona grandis Lf, Bambusa kabupaten Blora Jawa Tengah. Yogyakarta.
bambos (L) Voss, Samanea saman (Jacq) Merr, Jarahnitra.
Dendrocalamus asper (Schult. & Schult. f.) Backer Poluso N.L. 2006. Hutan Kaya Rakyat melarat:
ex K. Heyne, Leucaena glauca Benth, Musa Penguasaan Sumber Daya dan Perlawanan di
paradisiaca L, Zea mays L, Ceiba pentandra (L) Jawa.L. Simatupang, penerjemah. Jakarta.
Gertn, Curcuma aeroginosa Roxb. KONPHALINDO.
3. Dalam pengelolaan sumberdaya hayati lokal
masyarakat Samin secara berkelanjutan, selain peran Purwanto Y. 2007. Ethnobiologi. Ilmu interdisipliner,
dimensi ekologi dan ekonomi perlu lebih diperhatikan metodologi, aplikasi, dan prosedurnya dalam
peran dimensi sosial budaya masyarakat Samin pengembangan Sumberdaya tumbuhan. Bahan
terutama mengenai pengetahuan lokal, pandangan Kuliah PascaSarjana IPB. Bogor (inpress).
hidup dan prinsip-prinsip ajaran yang terkait dengan Purwanto Y, Y. Laumonir, M. Malaka. 2004.
pengelolaan sumberdaya hayati. Antropologi dan Etnobiologi Masyarakat Yamdena
di Kepulauan Tanimbar. Jakarta. The TLUP Project
DAFTAR PUSTAKA Director, Tanimbar LUP/BAPPEDA.
Benda; H.J. & L.Castle. 1969. The Samin Movement. Di Purwanto Y, E.B. Walujo, A. Wahyudi. 2011. Valuasi
dalam Bijdragen Tot de Tal, Land en Volkenkunde, hasil hutan bukan kayu (Kawasan Lindung PT
Vol. 125 , hlm. 207-240. Yale university. Southeast Wirakarya Sakti Jambi). Jakarta . LIPI Press.
Asia Studies.
Turner N.J. 1988. The Importance of a Rose: Evaluating
Berkes F. & C. Folke. 1998. Linking Social and the Cultural Significance of Plants in Thompson
Ecological System for Resilience and and Lillooet Interior Salish. British. Royal British
Sustainability, hlm 1-25. Di dalam Berkes F. & C. Columbia Museum.

77
Pengetahuan Lokal Masyarakat Samin

Walujo E.B. 2009. Etnobotani, Menfasilitasi Zuhut, E.A.M. 2009. Revitalisasi pengetahuan etnobotani
penghayatan, pemutakhiran pengetahuan dan bagi pembangunan masyarakat kecil (etnis) menuju
kearifan lokal dengan menggunakan prinsip-prinsip bangsa yang mandiri dan bermanfaat dalam era
dasar ilmu pengetahuan, hlm.12-20. Di dalam Y. global. Di dalam Y. Purwanto, E.B. Walujo, (ed).
Purwanto dan E.B. Walujo (ed), Proseding Seminar Proseding Seminar Etnobotani IV: Keaneka-
Etnobotani IV: Keanekaragaman Hayati, Budaya ragaman Hayati, Budaya dan ilmu Pengetahuan, 18
dan ilmu Pengetahuan, 18 Mei 2009. Jakarta. LIPI Mei 2009. Jakarta. LIPI Press.
Press.

78
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 79 – 84

STRATEGI PENGEMBANGAN WISATA DI PULAU BAWEAN KABUPATEN GRESIK

(Tourism Development Strategy in Bawean Island, Gresik Distric)

MOHAMMAD RAMLI1), E.K.S. HARINI MUNTASIB2) DAN AGUS PRIYONO KARTONO3)


1)
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
2)
Bagian Rekreasi Alam dan Ekowisata Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor
3)
Bagian Ekologi dan Manajemen Satwaliar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Diterima 21 Juli 2011/ Disetujui 27 Oktober 2011

ABSTRACT

Bawean island has many potential tourism objects both in the land and in the sea. There is a nature reserve and a sanctuary in the island
where Bawean Deer an endemic species of Bawean Island lived. The development of bawean as a tourism destination was base on the natural
resources culture, local management, local community and visitor characteristics. The data was analyzed using SWOT (Strengths, Weaknesses,
Opportunities and Threats) analysis, AHP (Analytical Hierarchy Process) and descriptive analysis.
SWOT Analysis showed that the score of Strengths was 2,530; Weaknesses was 0,773; Opportunities was 1,15 and Threats was 1,89. The
tourism objects development priority were 0,233 of gili and noko island; 0,220 of kastoba lake; 0,206 of bawean deer; 0,114 of pasir putih beach;
0,097 of slayar beach; 0,076 of waterfalls and 0,054 of hot spring.

Keywords: Bawean, tourism, SWOT, AHP

PENDAHULUAN System) atau kompas dan binokuler, field guide.


quisioner, pedoman wawancara dan peta pulau bawean.
Otonomi daerah memberikan peluang bagi setiap
daerah untuk mengelola sumberdayanya sendiri dalam 3. Kerangka Pemikiran Penelitian
rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
menghasilkan PAD yang sebesar-besarnya. Salah satu Otonomi daerah memberikan peluang bagi setiap
sasaran yang menjadi andalan dalam rangka mencapai daerah untuk mengelola sumberdayanya sendiri dalam
tujuan tersebut adalah pariwisata. rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
Kabupaten Gresik secara administratif berada pada menghasilkan PAD yang sebesar-besarnya. Salah satu
wilayah tingkat I Provinsi Jawa Timur memiliki posisi sasaran yang menjadi andalan dalam rangka mencapai
strategis karena berdekatan dengan ibu kota Jawa Timur tujuan tersebut adalah pariwisata.
yaitu Surabaya. Posisi tersebut menjadi peluang bagi Gresik memiliki objek dan daya tarik wisata yang
Kabupaten Gresik untuk meraih keuntungan dengan beragam, salah satunya adalah Pulau Bawean yang di
menjadi destinasi wisata bagi masyarakat Surabaya dan dalamnya terdapat danau, pantai serta gugusan gunung
sekitarnya. Gresik memiliki objek dan daya tarik wisata semua tersaji dalam keadaan alami. Namun hingga saat
yang beragam, salah satunya adalah Pulau Bawean yang ini belum tergarap. Maka dari itu perlu adanya rencana
di dalamnya terdapat danau, pantai, gugusan gunung strategis dalam pengembangannya yaitu melalui
dengan hutan Cagar Alam dan Suaka Margasatwa serta pengumpulan data dan informasi mengenai Pulau
berbagai macam objek wisata antara lain Rusa Bawean Bawean dengan menelusuri berbagai literatur dan
dan seni budaya. wawancara dengan masyarakat setempat, pengunjung,
dan instansi terkait.
METODE PENELITIAN
4. Metode Pengumpulan Data
1. Waktu dan Lokasi Penelitian Metode pengumpulan data melalui beberapa tahap
Penelitian bertempat di Pulau Bawean, Kabupaten yaitu: studi literatur, observasi lapang dan wawancara.
Gresik. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan yaitu
bulan Mei – Agustus 2008. 5. Metode Analisis Data
Perolehan data dilapangan berdasarkan penilaian,
2. Alat dan Bahan wawancara dan pengamatan akan dianalisis
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian menggunakan SWOT (Rangkuti 2003), AHP (Analitical
ini yaitu: alat tulis, kamera, GPS (Global Positioning Hierarchy Process) (Saaty 1993) dan deskriptif.

79
Strategi Pengembangan Wisata di Pulau Bawean

6. Pengembangan Wisata yaitu: wisata perorangan, kelompok dan keluarga yang


masing-masing memiliki persentase: 24,39%; 31,71%;
Data yang dihasilkan dari studi literatur, wawancara
25,61% dan sisanya adalah 19,51%. Libur sekolah
dan observasi langsung di lapangan, semuanya dianalisis
memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
melalui berbagai metode, yaitu: AHP, SWOT dan
berlibur sehingga presentase kunjungan pada libur
deskriptif. Sehingga bisa disusun sebuah rencana
sekolah mendominasi yaitu 64,63% dan 36,59% pada
pengembangan wisata di Pulau Bawean.
hari biasa. Motor merupakan kendaraan yang paling
banyak dengan presentase 51,22%, kendaraan sewaan
HASIL DAN PEMBAHASAN
19,51% dan kendaraan umum 15,85% sedangkan
kendaraan lainnya yang dipakai menuju suatu objek
1. Karakteristik Pengunjung
wisata berupa mobil sewaan tapi yang disewa berupa
Secara keseluruhan pengunjung Pulau Bawean kendaraan umum yaitu 14,63%.
sangat variatif baik dari segi umur, asal, pendidikan dan
jenis aktifitas yang dilakukan saat berkunjung ke suatu 3. Objek Wisata Pulau Bawean
objek wisata.
Objek yang paling menarik di Pulau Bawean
Kecenderungan pengunjung objek wisata di Pulau
menurut pengunjung adalah danau pantai dengan
Bawean adalah perempuan dibanding laki-laki yaitu
persentase masing-masing adalah 28,05%; vegetasi dan
57,83 % perempuan dan 43,57 % laki-laki, dengan
satwa persentase masing-masing adalah 10,98%; gunung
kisaran umur 16-20 tahun merupakan pengunjung yang
13,41% dan yang lainnya 9,76%. Objek wisata lainnya
terbanyak yaitu 34,93 %, dibawahnya tingkat umur <15
bisa berupa kesenian,budaya dan sejarah. Penjelasan
tahun yaitu 27,71% dan tingkat umur 21-30 tahun yaitu
mengenai objek wisata meliputi: mitos/ legenda, sejarah,
22, 89%. sedangkan pengunjung dengan tingkat umur
deskripsi objek dan lainnya dengan persentase masing-
31-40 tahun adalah 10, 84 %, tingkat umur 41-50 tahun
masing adalah 24, 39%; 29,27%; 30,49% dan 17,07%.
adalah 2,40%, tingkat umur >51 tahun adalah 1,20%.
Kegiatan pengunjung yang dilakukan di lokasi objek
Persentasependidikan tertinggi adalah pendidikan
wisata meliputi, melihat dan menikmati pemandangan,
terakhir sekolah menengah atas yaitu 43,37%, sedangkan
melihat satwa, menjelajah/tracking, penelitian/
pengunjung dengan tingkat pendidikan sekolah dasar
pengamatan. Persentase masing-masing kegiatan tersebut
adalah 16,86%, sekolah menengah pertama 26,50%, dan
adalah 47,56%; 24,39%; 14,63% dan 14,63%.
perguruan tinggi adalah 13,25%.
Sejumlah objek di Pulau Bawean yang meliputi
Pekerjaan pengunjung objek wisata Pulau Bawean
danau, pantai, vegetasi, gunung dan lainnya memiliki
digolongkan ke dalam empat golongan yaitu pegawai
potensi yang bisa dikembangkan menjadi objek wisata
negeri sipil 14, 45%, pegawai swasta 2,40%, wiraswasta
unggulan. Objek wisata tersebut terdiri dari: Danau
6,02%, dan pelajar/ mahasiswa 50,60%. Pelajar/
Kastoba (26.83), Penangkaran Rusa (13.41), Air Terjun
mahasiswa merupakan golongan pengunjung yang paling
(13.41), Makam Panjang (10.98), Pulau Noko (6.10),
banyak. Sedangkan perbandingan asal pengunjung
Cagar Alam (4.88), Pantai Ria (4.88), Pulau Gili (4.88),
jumlahnya adalah 1,20% pengunjung mancanegara dan
Pantai Slayar (3.66), Pulau Slayar (3.66), Suaka
98,79% pengunjung domestik. Pengunjung mancanegara
Margasatwa (2.44), Pantai Tajunggahan (2.44), lainnya
didominasi dari Malaysia dan Singapura.
(2.44) dan Sumber Air Panas (1.22).
Sebagai pulau yang memiliki keberagaman suku,
2. Motivasi Pengunjung
Bawean memiliki berbagai jenis objek wisata yang salah
Informasi keberadaan wisata banyak berasal satunya hadir karena akulturasi budaya yang berasal dari
teman(60,24%), media elektronik (19,28%) dan media berbagai suku. Berbagai objek wisata tersebut terbagi
cetak (20,48%). Informasi tersebut mempengaruhi dalam wisata alam, seni, kerajinan (souvenir), budaya
pengunjung karena mereka tertarik dengan informasi dan sejarah serta kuliner.
yang diterima (32,93%), belum pernah berkunjung ke Objek wisata budaya religius dan sejarah tersebar di
objek tersebut (20,73%), mudah dicapai (13,41%), biaya berbagai desa di Pulau Bawean, objek-objek ini ramai
murah (10,98%), fasilitas lengkap (10,98%), dan lainnya dikunjungi pada musim-musim tertentu. Objek ini
(12,20%). Pengunjung objek wisata Pulau Bawean berupa kuburan yaitu: Makam Maulana Umar Mas’ud,
bertujuan untuk piknik (17,07%), menikmati keindahan Makam Pangeran Purbonegoro, Makam Cokrokusumo,
alam (46,34%), menikmati kebudayaan (10,98%), Makam Dora dan Sembada, Makam Jujuk Campa dan
pendidikan/penelitian (12,20%), serta mengisi waktu Makam Jujuk Tampo (Sunan Bonang).
luang (14,63%). Jumlah kunjungan yang dilakukan Kesenian yang dapat dijumpai merupakan kesenian
wisatawan ke berbagai objek wisata di Bawean umumya asli Pulau Bawean dan ada pula yang merupakan
lebih dari sekali. Persentase perbandingan jumlah akulturasi dengan kesenian luar yang dibawa oleh para
kunjungan tersebut adalah kunjungan pertama (31,71%), pendatang di masa lampau. Kesenian tersebut antara lain:
kunjungan kedua (29,27%) dan kunjungan lebih dari dua Terbang Besar, Korcak/Hadrah, Zamrah, Orkes Melayu,
kali (40,24%). Jenis wisata terbagi kedalam tiga bagian

80
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 79 – 84

Band, Mandailing, Dibak, Samman, Kasidah Modern dan pelayanan khusus yang diberikan disetiap lokasi objek
Kercengan. wisata, sebagian besar pengunjung merasa puas dengan
Kerajinan dan makanan khas bawean juga menjadi apa yang mereka peroleh di lokasi tersebut hal itu
daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang datang ke terbukti dengan persentase kepuasan pengunjung sebesar
Pulau Bawean diantaranya: Batu Onix, Tikar (anyaman 58,54% sedangkan yang tidak/ kurang merasa puas
pandan), Kerupuk Ikan, Kerupuk Petola, Jenang/ Dodol, persentasenya sebesar 42,68%.
Kerupuk Sukun, Gula Aren .Berbagai jenis kerajinan dan Sistem pengelolaan kawasan wisata dan pengunjung
makanan khas tersebut bisa dijumpai hanya di desa saat ini kondisinya 23,17% baik; 31,71% cukup baik dan
tertentu saja. Wisata kuliner di Pulau Bawean memiliki 46,34% kurang baik. 62,20% pengunjung merasa senang
berbagai macam menu khas yang ada. Di Desa ketika berkunjung ke salah satu objek wisata, sedangkan
Sawahmulya terdapat menu khasnya, antara lain kela 39,02% sisanya merasa tidak senang. Adanya tingkat
kuning kerapu, bali ikan kerapu, ayam bakar, kerapu kepuasan dan kesan yang baik menyebabkan para
goreng, rajungan kuah bali, dan tongkol bakar. pengunjung merasa tidak puas jika hanya datang sekali
Objek wisata alam di bawean meliputi daerah pantai saja ke suatu objek, melainkan masih merasa penasaran
dan pegunungan serta tersebar di berbagai desa di Pulau untuk berkunjung kembali. Persentase keinginan
Bawean. Objek wisata tersebut antara lain: Air panas berkunjung kembali adalah 64,63% dan yang merasa
Kebun Daya, Air panas Taubat, Pantai Selayar, Pantai tidak ingin berkunjung kembali 36,59%. Peningkatan
Noko (Selayar), Pantai Gili, Pantai Noko (Gili), Air kualitas dan kuantitas berbagai sarana dan prasarana
terjun Laccar, Air terjun Kuduk-kuduk, Kuburan wisata sangat dibutuhkan dalam rangka mendukung
Panjang, Tanjung Geen, Pulau Gili, Pulau Cina, Pantai pengembangan objek wisata tersebut. Persentase
Pasir Putih, Air Terjun Padang Jambu, Pantai Labuhan pengembangan berbagai sarana dan prasarana tersebut
Tanjung Ori, Air panas Kepuh Legundi, Danau Kastoba meliputi penambahan jenis kegiatan 23,17%;
dan Pantai Labuhan Kumalasa. penambahan/ perbaikan fasilitas 53,66% dan peningkatan
pelayanan pengunjung 24,39%.
1. Fasilitas dan Layanan
2. Analisis SWOT
Kenyamanan berbagai objek wisata di Pulau
Bawean diindikasikan oleh minim/ tidak adanya Salah satu metode yang digunakan untuk
gangguan yang dihadapi oleh pengunjung. Persentase menentukan peluang, tantangan, kekuatan dan kelemahan
indikator kenyamanan objek wisata adalah bebas bau Pulau Bawean dalam pengembangannya sebagai
13,41%; udara sejuk 48,78%; bebas gangguan lalulintas destinasi wisata adalah metode SWOT. Metode ini
14,63%; bebas kebisingan 13,41%; serta bebas gangguan digunakan untuk mengetahui faktor internal dan eksternal
manusia10,98%. Dalam rangka medukung kenyamanan, dalam usaha pengembangan Pulau Bawean (Rangkuti
maka perlu ada kelengkapan lain yang perlu disediakan 2003)
guna memberi informasi dan pengetahuan baik kepada Berdasarkan hasil penilaian terhadap masing-
pengunjung maupun calon pengunjung. Kelengkapan masing faktor (kekuatan, kelemahan, peluang dan
tersebut antara lain: buku panduan 29,27%; leaflet ancaman) maka disusun tabel IFA (Internal Faktor
14,63%; booklet 17,07%; pemutaran film 25,61% dan Analysis) dan tabel EFA (Eksternal Faktor Analysis).
lainnya 14,63%. Hambatan yang dialami pengunjung Tabel IFA dan EFA menyajikan hasil perhitungan antara
terdiri atas dua komponen yaitu: tidak adanya papan bobot, nilai dan jumlah (Bobot X Nilai) yang disajikan
interpretasi dan jalan yang rusak/ jelek dengan persentase pada Tabel 1.
masing-masing 34,15% dan 67,07%. Meskipun tidak ada

Tabel 1. IFA (Internal Faktor Analysis) dan EFA (Eksternal Faktor Analysis)
No Faktor Jumlah (Bobot X Nilai)
1 Kekuatan 2.530
2 Kelemahan 0.773
3 Peluang 1.15
4 Ancaman 1.89

Berdasarkan tabel IFA dan EFA dapat diketahui digunakan menghadapi kondisi tersebut seperti yang
nilai perhitungan antara faktor internal dan eksternal terlihat pada Gambar 1.
yang selanjutnya dapat diketahui strategi yang harus Proses perhitungan nilai faktor internal dan
eksternal adalah sebagai berikut:

Kekuatan (Strengths) – Kelemahan (Weaknesses) = 2.530-0.773 = 1.758


Peluang (Opportunities) – Ancaman (Threats) = 1.15-1.89 = -0.74

81
Strategi Pengembangan Wisata di Pulau Bawean

Pada gambar tersebut Pulau Bawean berada pada yaitu dengan mendorong segala objek wisata yang ada
posisi (quadran) dua. Sehingga strategi yang harus baik wisata alam, budaya, seni dan sejarah untuk terus
diterapkan adalah diversifikasi. Strategi ini menggunakan berkembang. Hal ini diperlukan dalam rangka
kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang mengurangi dampak dari ancaman.

Gambar 1. Analisis SWOT Pulau Bawean

Strategi pengembangan wisata di Pulau Bawean Kerjasama bisa dilakukan dengan masyarakat sekitar
bisa juga diketahui dengan menggunakan matrik internal maupun dengan pihak swasta, dalam hal ini para
eksternal. Nilai matrik internal sebesar 3,303 dan agen wisata dan para investor, sehingga dengan
eksternal sebesar 3,04 sehingga apabila nilai tersebut adanya kegiatan wisata ekonomi masyarakat lokal
dipetakan pada matrik internal eksternal berada pada terangkat dan mengurangi ancaman terhadap
posisi (quadran) satu yaitu Growth (konsentrasi melalui sumberdaya alam.
integrasi vertikal). Hal ini mengindikasikan bahwa 3. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana serta
strategi pertumbuhan dengan konsentrasi melalui kualitas sumberdaya manusia. Peningkatan kualitas
integrasi vertikal diperlukan untuk mengembangkan jalan, shelter dan fasilitas interpretasi.
wisata Pulau Bawean.
Faktor-faktor strategi berkaitan dengan upaya untuk 3. Analysis Hierarchy Process (AHP)
mengembangkan wisata di Pulau Bawean dengan
Metode Analysis Hirarchi Process digunakan untuk
menggunakan matrik SWOT dapat disusun setelah
menentukan aspek dukungan terbesar yang harus menjadi
diketahui posisi Pulau Bawean berdasarkan hasil uraian
perhatian dalam pengambilan kebijakan dan keputusan.
faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan
Selain itu, metode ini juga digunakan untuk menentukan
ancaman. Strategi yang harus disiapkan dalam rangka
urutan skala prioritas pengembangan objek wisata
memanfaatkan kekuatan yang dimiliki oleh pulau
berdasarkan perbandingan antara berbagai objek yang
Bawean untuk mengatasi ancaman yang dihadapi dalam
telah ditentukan.
mengembangkan wisata di Pulau Bawean, maka perlu
Prioritas pengembangan objek wisata di Pulau
dilakukan faktor strategi sebagai berikut:
Bawean berdasarakan hasil analisis vertikal pada AHP
1. Memanfaatkan seluruh sumberdaya yang ada
nilainya tersaji pada Gambar 2. Rasio inkonsistensi pada
sebagai daya tarik wisata yang dimiliki Pulau
masing-masing level tidak ada yang melebihi 0,10. Dari
Bawean yang meliputi wilayah laut, pantai dan
gambar tersebut terlihat bahwa Pulau Gili dan Noko
pegunungan dengan alternatif wisata meliputi wisata
memiliki nilai tertinggi yaitu 0,233, berikutnya adalah
alam, sejarah, budaya dan pendidikan.
Danau Kastoba dengan nilai 0,220; Penangkaran Rusa
2. Memperkuat kerjasama dengan berbagai stakeholder
0,206; Pantai Pasir Putih 0,114; Pantai Slayar 0,097 Air
untuk meningkatkan perekonomian lokal dan
Terjun 0,076 dan yang terakhir Air Panas 0,54.
peningkatan sumberdaya manusia sehingga
mengurangi ancaman terhadap sumberdaya wisata.

82
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 79 – 84

Gambar 2. Nilai Prioritas pengembangan objek wisata unggulan di Pulau Bawean

7. Pengembangan Wisata Pulau Bawean setempat. Untuk kegiatan interpretasi wisata Pulau
Bawean direncanakan 3 jalur yaitu jalur kanan, jalur kiri
Sarana dan prasarana wisata merupakan elemen
dan jalur tengah. Jalur kanan terdiri dari Pelabuhan,
penting demi terciptanya kegiatan wisata. Sarana dan
Sungai Rujing, Daun, Kebun Teluk Dalam, Sido Gedung
prasarana tersebut meliputi transportasi, komunikasi serta
Batu, Kepuh Legundi, Kepuh Teluk, Diponggo, Tanjung
akomodasi.
Ori dan Paromaan. Jalur kiri terdiri dari Sungai Teluk,
Paket wisata diperlukan sebagai penawaran bagi
Bulu Lanjang, Lebak, Suwari, Dekat Agung, Teluk Jati
calon pengunjung yang nantinya bisa dijadikan daya
Dawang, Gelam, Sukaoneng, Sukalela, Pekalongan,
saing terhadap produk wisata lain dan menjadi daya tarik
Tambak, Tanjung Ori dan Paromaan. Jalur tengah terdiri
bagi calon pengunjung. Paket ini bisa menggabungkan
dari Pelabuhan, Gunung Teguh, Balik Terusdan
berbagai unsur wisata di bawean seperti sejarah, alam,
Paromaan.
pendidikan dan petualangan. Mengingat waktu
Rencana kegiatan wisata di Pulau Bawean
kunjungan tidak bisa dilakukan setiap hari melainkan
merupakan kegiatan yang mengakomodir segala potensi
menyesuaikan dengan jadwal kapal, maka pembuatan
yang ada baik alam dan budaya. Kegiatan tersebut antara
paket harus disesuaikan dengan jumlah hari
lain: menyaksikan tradisi maulid nabi, treking menelusuri
keberangkatan kapal. Jika berangkat dari Gresik hari
jalan setapak, naik turun bukit di lingkungan yang alami,
Sabtu dan kembali ke Gresik hari Selasa, maka paket
menyaksikan kegiatan pertanian, menyaksikan
yang disediakan 4 hari.
pembuatan kerajinan batu onix, menyaksikan pembuatan
Interpretasi merupakan suatu alat bantu yang dapat
tikar anyaman, menyaksikan pembuatan gula aren dan
menterjemahkan keindahan dan keunikan sumberdaya
cara pengambilan getahnya, menaiki jukung, treking
manusia dan alam sehingga bisa dinikmati secara utuh
mengelilingi Pulau Slayar, mandi air panas, snorkling,
oleh pengunjung atau wisatawan. Pulau Bawean dengan
diving, melihat burung air dan melihat burung migran.
berbagai keunikan dan keindahan sumberdaya alam dan
Kegiatan wisata di Pulau Bawean selama ini
manusianya sangat membutuhkan adanya interpretasi.
didukung oleh pemerintah maupun swasta. Di Bawean
Tujuannya adalah memberikan pengetahuan lebih kepada
tersedia beberapa fasilitas seperti penginapan, shelter,
wisatawan agar ketika datang ke suatu objek ada nilai
tempat ibadah, transportasi dan komunikasi. Selain
lebih yang diperoleh, baik secara ilmiah maupun tidak.
fasilitas utama, diperlukan juga pembangunan fasilitas
Interpretasi juga dijadikan sebagai media promosi bagi
pendukung.
calon wisatawan.
Perencanaan jalur-jalur interpretasi dalam kegiatan
wisata menawarkan sebuah perjalanan yang menarik bagi
pengunjung sekaligus memberdayakan masyarakat

83
Strategi Pengembangan Wisata di Pulau Bawean

KESIMPULAN DAN SARAN air surut sehingga pengunjung bisa berjalan kaki di pasir
untuk menuju ke Pulau Selayar. Prioritas ke enam adalah
A. Kesimpulan air terjun, Pulau Bawean Memiliki 3 objek wisata air
Sebagai pulau yang memiliki keberagaman suku, terjun yang tersebar di Pulau Bawean, yaitu Air Terjun
Bawean memiliki berbagai jenis objek wisata yang salah Laccar, Air Terjun Kuduk-kuduk dan Air Terjun Gunung
satunya hadir karena akulturasi budaya yang berasal dari Durin. Prioritas ke tujuh adalah sumber air panas.
berbagai suku. Berbagai objek wisata tersebut terbagi Pengembangan wisata perlu didukung interpretasi
dalam wisata alam, seni, kerajinan (souvenir), budaya agar lebih optimal. Interpretasi Pulau Bawean saat ini
dan sejarah serta kuliner. masih sangat minim, maka dari itu perlu usaha yang
Posisi objek wisata Pulau Bawean berada diantara lebih maksimal dan optimal agar tercipta suatu
ancaman dan kekuatan sehingga strategi pengembangan pengembangan interpretasi yang efektif namun tetap
wisata Pulau Bawean adalah: efisien. Meliputi perencanaan jalur interpretasi
1. Memanfaatkan seluruh sumberdaya yang ada lingkungan, perencanaan kegiatan dan perencanaan
sebagai daya tarik wisata yang dimiliki Pulau fasilitas pendukung interpretasi.
Bawean yang meliputi wilayah laut, pantai dan
pegunungan dengan alternatif wisata meliputi: B. Saran
wisata alam, sejarah, budaya dan pendidikan. Proses pengembangan suatu wilayah terkadang
2. Memperkuat kerjasama dengan berbagai stakeholder mengalami gesekan baik dengan alam maupun dengan
untuk meningkatkan perekonomian lokal dan manusia itu sendiri. Maka dari itu dalam usaha
peningkatan sumberdaya manusia sehingga pengembangan wisata bawean harus tetap memper-
mengurangi ancaman terhadap sumberdaya wisata. hatikan aspek lingkungan, mengingat bawean memiliki
Kerjasama bisa dilakukan dengan masyarakat sekitar kawasan suaka alam dan satwa endemik di dalamnya.
maupun dengan pihak swasta, dalam hal ini para Selain itu, masyarakat harus terlibat aktif dalam
agen wisata dan para investor, sehingga dengan mengontrol semua upaya yang dapat merusak
adanya kegiatan wisata ekonomi masyarakat lokal lingkungan. Pengembangan objek wisata bawean harus
terangkat dan mengurangi ancaman terhadap mengacu pada kebijakan yang ada dengan memper-
sumberdaya alam. hatikan skala prioritas. Perlu perhatian lebih dari
3. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana serta pemerintah daerah untuk mengembangkan objek wisata
kualitas sumberdaya manusia. Peningkatan kualitas Pulau Bawean selain untuk mengangkat perekonomian
jalan, shelter dan fasilitas interpretasi. lokal, juga untuk mengurangi ancaman terhadap
Prioritas pengembangan objek wisata di Pulau sumberdaya hutan bawean.
Bawean adalah Pulau Noko yang merupakan kawasan
Suaka Margasatwa yang letaknya berdekatan dengan DAFTAR PUSTAKA
Pulau Gili Timur. Prioritas ke dua adalah Danau
Kastoba, sebagai salah satu objek wisata yang banyak Rangkuti F. 2003. Analisis SWOT Teknik Membedah
diminati oleh masyarakat bawean. Prioritas ke tiga adalah Kasus Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Penangkaran Rusa Bawean yang merupakan pusat
pelestarian satwa Rusa Bawean secara eksitu yang saat Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para
ini status satwa ini terancam punah dan habitat alaminya Pemimpin. Proses Hirarki Analitik untuk
Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang
hanya ada di Pulau Bawean. Prioritas ke empat adalah
Kompleks. Setiono L, penerjemah; Peniwati K,
Pantai Pasir Putih yang menawarkan keindahan pantai
editor. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.
dengan kombinasi hutan mangrove yang menjadi habitat
Terjemahan dari: Decision Making For Leaders.
burung air, selain itu yang paling dicari oleh masyarakat
yaitu pohon santegi. Prioritas ke lima adalah pantai The Analitical Hierarchy Process for Decision in
selayar yang berada berdekatan dengan Pulau Selayar Complex World.
tersebut memiliki hamparan pasir yang indah apalagi saat

84
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 85 – 93

PEMANFAATAN DAN UPAYA KONSERVASI KAYU PUTIH


(Asteromyrtus symphyocarpa) DI TAMAN NASIONAL WASUR

(Utilization and Conservation Action of Asteromyrtus symphyocarpa


in Wasur National Park)

YARMAN1) DAN ELLYN K. DAMAYANTI2)


1)
Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika Sekolah Pascasarjana IPB
2)
Bagian Konservasi Tumbuhan Obat, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan IPB

Diterima 7 November 2011/Disetujui 20 Februari 2012

ABSTRACT

Asteromyrtus symphyocarpa synonym with Melaleluca symphyocarpa of the Myrtaceae family is an endemic plant at Northern Australia,
South Papua (Indonesia,) and Papua New Guinea. Wasur National Park (South Papua District, Papua, Indonesia) is one of A.symphyocarpa’s
distribution areasTwo villages in Wasur National Park, namely Yanggandur Village and Rawa BiruVillage have been performing utilization of
A. symphyocarpa with the process of distillation. Today, the utilization of A. Symphyocarpa has become one of livelihoods sources for the peoples in
this region. However, A. symphyocarpain Wasur National Park was facing a high level of threats, the mostly are: habitat destruction, habitat
fragmentation, habitat degradation, and the invasion of alien species. This paper was aimedat exploringother potential uses of A. symphyocarpa in
addition to its essential oil and also to formulate conservation efforts in Wasur National Park. The analysis is was done through literature studies
and authors’ experiences. An alternative solution to preserve this species is was to developmentof stakeholders’ participation. Those stakeholders
must be involved actively of performingin the real conservation efforts.

Key words: Asteromyrtus symphyocarpa, utilization, threats, conservation, Wasur National Park

PENDAHULUAN atsiri yang dihasilkan dari daunnya, yakni mengandung


sekitar 0,97% minyak atsiri (Jamal et al. 1997). Selain
Keanekaragaman hayati di dunia terpusat pada itu daun Asteromyrtus symphyocarpa juga diketahui
hutan-hutan tropis yang terletak di sekitar garis mengandung cineol berkadar tinggi yang sesuai standar
khatulistiwa, termasuk Indonesia. Indonesia dikenal nasional, yaitu 60% (WWF. 2010). Meskipun kental,
sebagai negara megabiodiversity karena memiliki minyak tersebut tidak terasa lengket/berminyak di kulit.
beragam kekayaan alam baik di daratan maupun di Menyuling minyak kayu putih merupakan salah
perairan. Sumberdaya hutan merupakan salah satu satu sumber penghasilan bagi masyarakat di beberapa
kekayaan alam yang penting di tengah perubahan Kampung di dalam TN Wasur yang memiliki potensi
paradigma dari pengelolaan berorientasi kayu (Timber hutan kayu putih tinggi seperti di Kampung Rawa Biru
Oriented Management) kepada pengelolaan berbasis dan Yanggandur. Minyak kayu putih ini merupakan
sumberdaya (Resources Based Management), karena hasil hutan non kayu (non timber forest product), yang
peranan hutan tidak terbatas hanya untuk menghasilkan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan tanpa merusak
kayu tetapi juga menyediakan banyak manfaat lainnya. hutan.
Salah satunya bentuk pemanfaatannya adalah hasil hutan Kegiatan penyulingan minyak kayu putih di dalam
non kayu berupa kayu putih. Menurut Cravenet al. kawasan TN Wasur telah dikembangkan sejak tahun
(2002) di Indonesia terdapat 2 genus kayu putih yaitu 1992 melalui program pendampingan oleh WWF
Melaleuca dan Asteromyrtus. Indonesia. Tahun 1998, Balai TN Wasur bekerjasama
Asteromyrtus symphyocarpa dari famili Myrtaceae dengan WWF dan Yayasan Wasur Lestari (YWL)
ditemukan di wilayah utara Australia dari Darwin ke meningkatkan kerjasama melalui program pemberdayaan
Cape York Peninsula di Queesland utara meluas ke masyarakat. Proses pendampingan dan bantuan peralatan
bagian selatan Papua New Guinea dan Papua di penyulingan lebih diintensifkan terhadap kelompok-
Indonesia (Doran dan Turbull, 1997). Taman Nasional kelompok masyarakat yang tergabung dalam industri
Wasur (TN Wasur) yang terletak dibagian selatan Papua kecil penyulingan minyak kayu putih, sehingga
termasuk daerah penyebaran jenis ini. penyulingan minyak kayu putih diharapkan dapat
Selain Asteromyrtus symphyocarpa, terdapat 3 jenis menjadi salah satu peluang peningkatan sumber
kayu putih lainnya, yaitu Melaleuca leucadendron L, pendapatan masyarakat yang ada di kawasan TN Wasur.
kayu putih bunga kuning (Melaleuca angustifolia Menurut Indrawan et al. (2007) ancaman terhadap
Gaertn), dan kayu putih (Melaleuca leucadendron keanekaragaman hayati adalah aktifitas manusia yang
latifolia L. var latifolia L.F.) (Jamal et al., 1997). Kayu menyebabkan fragmentasi habitat, berupa pembukaan
putih merupakan salah satu tumbuhan penghasil minyak areal untuk pemukiman dan perladangan; degradasi

85
Pemanfaatan dan Upaya Konservasi Kayu Putih

habitat, invasi jenis-jenis eksotik; pemanfaatan jenis burung migran dari suku Scolopacidae, Haematopodidae,
yang berlebihan, dan meningkatnya penyebaran penyakit. Pelecanidae, Phalaropodidae, Recurvirostridae, Laridae,
Salah satu upaya guna menanggulangi ancaman terhadap Anatidae, Charadriidae, dan Thresciornithidae.
kelestarian keanekaragaman jenis maka dilakukan kajian Kawasan TN Wasur merupakan lahan basah yang
pemanfaatan dan upaya konservasi sehingga kayu putih luas, dimana banyak kehidupan aquatik yang menjadi
tetap lestari di alam dan masyarakat sejahtera. Makalah komponen penting bagi keanekaragaman hayati dalam
ini ditulis dengan tujuan untuk mendeskripsikan potensi kawasan. Terdapat 72 jenis ikan seperti Scleropages
pemanfaatan Kayu Putih (Asteromyrtus symphyocarpa) jardinii, Cochlefelis, Doiichthys, Nedystoma,
dan merumuskan upaya konservasi kayu putih di TN Tetranesodon, Iriatherina, Kiunga dan lain-lain (BTNW.,
Wasur. 1999).
Terdapat beberapa jenis reptil seperti jenis buaya
Crocodylus porosus dan Crocodylus novaguineae),
TINJAUAN KONDISI TAMAN NASIONAL biawak (Varanus spp.), kura-kura, kadal (Mabouya spp.),
WASUR ular (Condoidae, Liasis, Pyton), bunglon (Calotus
Kondisi Umum Kawasan jutatas) dan katak pohon (Hylla crueelea), katak pohon
Irian (Litoria infrafrenata) dan katak hijau (Rana
Penunjukkan kawasan hutan Wasur menjadi Taman macrodon).
Nasional (TN) Wasur dilakukan tahun 1997 berdasarkan Serangga yang tercatat di TN Wasur 48 jenis,
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 282/Kpts- diantaranya: kupu-kupu (Ornithoptera priamus), rayap
VI/1997 tanggal 23 Mei 1997, dengan luas 413.810 (Tumulitermissp. dan Protocapritermis sp.), semut
hektar (BTNW 1999). Secara astronomis TN Wasur (Formicidae, Nytalidae, Pieridae) dan lain-lain. Selain
terletak antara 08006’00’’ LS sampai 09012’00’’ LS dan jenis fauna asli, di dalam kawasan TN Wasur juga
140018’00’’ BT sampai 141000’00’’. Secara administratif terdapat jenis-jenis fauna eksotik seperti : rusa (Cervus
kawasan tersebut berada di wilayah kerja Distrik timorensis), Sapi (Bos sp.), betik (Anabas testudineus),
Merauke, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua. gabus (Crassis auratus), mujair (Orechromis
Secara umum vegetasi di dalam kawasan TN Wasur mossambica) dan tawes (Cyprinus carpio) (BTNW
dikelompokkan dalam 10 (sepuluh) kelas hutan, yaitu 1999).
hutan dominan Melaleuca sp, hutan co-dominan
Melaleuca sp - Eucalyptus sp, hutan jarang, hutan pantai, BioekologiKayu Putih - Asteromyrtus Symphyocarpa
hutan musim, hutan pinggir sungai, hutan bakau, savana,
padang rumput dan padang rumput rawa. Jenis tumbuhan Pohon kayu putih - Asteromyrtus symphyocarpa
yang mendominasi kawasan TN Wasur, antara lain memiliki sinonim Melaleuca symphyocarpa (Oyen dan
Melaleuca sp, Asteromyrtus symphiocarpa, Eucalyptus Nguyen 1999). Kayu putih ini merupakan pohon
sp, Acacia sp, Alstonia actinopilla, Dilenia alata, Baksia bertangkai semak atau pohon kecil, di Australia tingginya
dentata, Graminae sp, Pandannus sp, Cycas sp, berkisar 3 - 12 m. Di Papua ukurannya lebih besar
Amorphopalus sp, anggrek dan lain-lain (BTNW 1999). dibandingkan dengan di Australia. Batangnya kadang
Selain Flora, TN Wasur juga mempunyai beralur, kulit gelap, keras, slinghtly keripik tetapi tidak
keanekaragaman jenis satwa yaitu 34 jenis mamalia, tipis dan berlapis. Karakter cabang-cabangnya tegak dan
diantaranya adalah kangguru (Macropus agilis, gantung, gundul dan kadang-kadang berwarna hijau
Darcopsis veterum, Thylogale brunii, musang hutan keabu-abuan. Daun berbentuk elips, bulat telur terbalik,
(Dasyurus spartacus) dan kuskus berbintik (Spilocuscus dengan panjang 3 - 9 cm dan lebar 0,5 cm; bagian ujung
petaurus breviceps) yang dikenal masyarakat setempat daun tumpul, dengan sarat utama sebanyak 5 - 10 dan
sebagai tupai, dan lain-lain. bertangkai pendek. Keadaan bunganya padat, kepala
TN Wasur memiliki keanekaragaman burung yang bulat, dan benang sari terdiri dari 10 - 25 ikat; filamen
telah tercatat 403 jenis dengan 74 jenis diantaranya (panjang 10-15 mm) berwarna kekuning-kuningan dan
endemik Papua dan diperkirakan terdapat 114 jenis yang kadang-kadang berubah merah setelah atau pada saat
dilindungi. Jenis-jenis burung tersebut antara lain: garuda bunga mekar; cakar bundel dengan panjang 8 - 9,5 mm
papua (Aquila gurneyei), cenderawasih (Paradisea (Craven, 1989) (Gambar 1).
apoda), kasuari (Cassowary), elang (Circus sp.), alap- Klasifikasi ilmiah dari kayu putih (Asteromyrtus
alap (Accipiter sp.), dan lain-lain. Menurut Winara dan Symphyocarpa), sebagai berikut: Kerajaan: Plantae;
Atapen (2010) lahan basah yang dimiliki TN Wasur Divisi Magnoliophyta; Kelas Magnoliopsida; Ordo
merupakan tempat yang sangat penting bagi burung Myrtales; Famili Myrtaceae; Genus Asteomyrtus, Jenis :
migran dari Australia dan New Zealand sepertiburung- Asteromyrtus symphyocarpa, dan Jenis Sinonimnya
Melaleuca symphyocarpa.

86
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 85 – 93

Kayu Putih (Asteromyrtus symphyocarpa)


merupakan tanaman endemik yang ada di Papua selatan
yaitu TN Wasur. Status perlindungan terhadap jenis ini
belum terdaftar baik di tingkat nasional maupun
internasional (CITES).

Masyarakat
Di dalam kawasan TN Wasur terdapat 11 Kampung
yang berasal dari 4 suku asli di TN Wasur yaitu suku
Marind Inbuti, suku Kanum, suku Marory Men-Gey, dan
suku Yeinan. Selain itu terdapat juga beberapa suku
pendatang lainnya seperti Suku Muyu, suku Kei, Suku
Gambar 1. Asteromyrtus symphyocarpa di TN Wasur. Jawa, dan Suku Makassar (Tabel 1).

Tabel 1. Sebaran Kampung, Wilayah Pengelolaan, jumlah populasi Suku yang ada di TN Wasur tahun 2006

Jumlah populasi tiap Suku


Nama Wilayah Jumlah
No. Marind Marori Men- Lain-
Kampung pengelolaanTN Kanume Yei-Nan Jiwa
Inbuti Gey lain
1 Erambu SPTN I - - - 280 12 392
2 Toray SPTN I - - - 290 30 320
3 Kuler SPTN II 206 4 - - 130 340
4 Onggaya SPTN II 112 48 - - 92 252
5 Tomer SPTN II 124 - - - 217 341
6 Tomerau SPTN II - 180 - - 6 186
7 Kondo SPTN II - 204 - - 6 210
8 Wasur SPTN III - - 429 - 30 459
9 Rawa Biru SPTN III - 188 - - 8 196
10 Yanggandur SPTN III - 330 - - 10 340
11 Sota SPTN III - - - 222 632 854
Jumlah 442 954 429 1176 1177 4278
Sumber : Data Survey TN Wasur 2006.

TN Wasur memiliki karakteristik tersendiri, jika Pengertian stimulus adalah sinyal, fenomena atau
dibandingkan dengan kawasan taman nasional lainnya di gejala yang diperlihatkan oleh komponen ekosistem
Indonesia. Masyarakat mempunyai adat budaya yang hutan yang dapat menjadi perangsang masyarakat untuk
berhubungan dengan pelestarian lingkungan dan bersikap terhadap sesuatu. Menurut Amzu (2007)
konservasi seperti perlindungan daerah sakral yang telah prasyarat terwujudnya sikap masyarakat pro-konservasi
ada di masyarakat secara turun temurun, melestarikan di lapangan ditunjukkan oleh: (1) masyarakat lokal yang
berbagai adat istiadat yang berkaitan dengan konservasi spesifik dan unik, yaitu masyarakat yang sudah
seperti sistem sasi dan melindungi berbagai jenis satwa bertungkus lumus berinteraksi dengan hutan dan
dan tumbuhan yang berkaitan dengan totem / marga- sumberdaya hayati setempat dalam kehidupannya sehari-
marga masyarakat adat. hari dan bahkan sudah turun temurun dan memiliki
pengetahuan lokal tentang sumberdaya hayati tersebut;
(2) kejelasan hak akses, hak kepemilikan, hak memanen
KERANGKA TEORI ANALISIS PEMANFAATAN dan hak memanfaatkan sumberdaya hayati bagi
KAYU PUTIH masyarakat lokal tersebut; (3) adanya keberlanjutan
Kerangka teori yang dijadikan acuan didalam pengetahuan lokal dari generasi tua ke generasi muda,
melakukan analisis pemanfaatan kayu putih adalah dan harus ada pembinaan dan penyambungan
konsep Tri-Stimulus AMAR Pro-Konservasi. Ada tiga pengetahuan lokal/tradisional ke pengetahuan modern
kajian stimulus, yakni stimulus alamiah (A), manfaat dalam masyarakat lokal tersebut. Kerangka konsep teori
(MA) dan rela/religios (Zuhud, 2007). tri-stimulus amar konservasi tersebut dapat dilihat pada
Gambar 2.

87
Pemanfaatan dan Upaya Konservasi Kayu Putih

Mengacu pada kerangka konsep tersebut, dilakukan dengan mengacu pada berbagai laporan dan
dirumuskan kerangka pemikiran terkait pengkajian dokumen yang tersedia maupun pengalaman lapang dari
pemanfaatan kayu putih dan upaya konservasinya di TN penulis sendiri.
Wasur seperti ditunjukan pada Gambar 3. Telaahan

Tri-Stimulus Amar Konservasi Sikap


 Stimulus Alamiah Konservasi
Nilai-Nilai kebenaran dari
alam, kebutuhan
keberlanjutan Kayu Putih Cognitive
sesuai dengan karakter Persepsi,
bioekologinya pengetahuan, Perilaku Aksi
pengalaman, Konservasi Konservasi
 Stimulus Manfaat pandangan, Kayu Putih Kayu Putih
Nilai-nilai kepentingan untuk keyakinan
manusia: manfaat ekonomi,
manfaat obat, manfaat
biologis/ekologis dan lainnya. Affective
Emosi, senang
 Stimulus Religius benci, dendam,
Nilai-nilai kebaikan, terutama sayang,
ganjaran dari Sang Pencipta, cintadll.
nilai spiritual, nilai agama
yang universal, pahala,
kebahagiaan, kearifan budaya Overt actions
/ tradisional, kepuasan batin Kecenderungan
dan lainnya bertindak

Gambar 2. Diagram alir tri-stimulus amar konservasi: stimulus, sikap dan perilaku aksi konservasi (dimodifikasi dari
Zuhud 2007).

TAMAN NASIONAL WASUR

STAKOHOLDER POTENSI ANCAMAN

PERUSAKAN
DEPHUT MASYARAKAT
HAYATI NON HABITAT
LSM
- Kayu putih HAYATI
- Anggrek - Air
PEMDA PERGURUAN - Sarang - Tanah FRAGMENTASI
TINGGI HABITAT
semut, dll - Udara, dll.

DEGRADASI
PEMANFAATAN HABITAT
KAYU
PUTIH
- Deskripsi
- Taksonomi INVASI JENIS
- Sejarah
DATA & Pemanfaatan
INFO

STIMULUS
UPAYA AMAR
KONSERVASI

Gambar 3. Kerangka pemikiran pengkajian pemanfaatan dan pelestarian kayu putih di TN Wasur

88
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 85 – 93

PEMANFAATAN KAYU PUTIH DI TN WASUR

DiversifikasiPemanfaatan Kayu Putih


Masyarakat di TN Wasur telah menempati wilayah
TN Wasur sejak dahulu. Mereka telah terbiasa dengan
pola hidup nomaden, menggantungkan hidup pada alam
sekitar dengan meramu dan berburu. Kondisi ini masih
dipertahankan oleh sebagian masyarakat sampai
sekarang. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
ekonomi masyarakat telah coba dilakukan oleh berbagai
pihak dengan berbagai macam pendekatan, diantaranya
melalui pengembangan potensi Hasil Hutan Bukan Kayu
(HHBK) berupa pemanfaatan kayu putih oleh masyarakat
didalam TN Wasur.
Sesungguhnyanya kegiatan pemanfaatan kayu putih
ini telah dilakukan masyarakat sejak lama, antara lain
ditunjukkan dengan pemberian dari pemberian nama Gambar 4. Lokasi kampung penyulingan minyak kayu
daerah dari kayu putih (Asteromyrtus symphyocarpa). putih di TN Wasur.
Kayu putih dalam bahasa daerah setempat adalah
Ruu(Bahasa suku Kanume). Produksi Minyak Kayu Putih
Masyarakat memanfaatkan daun kayu putih untuk
Penyulingan kayu putih di TN Wasur telah
pengobatan batuk, influenza dan malaria. Cara
dilakukan sejak tahun 1992. Penyulingan dilakukan
penggunaannya yakni dengan mengunyah daun lalu
dengan sistem semimodern dengan alat penyulingan yang
airnya dihisap. Daun kayu putih juga digunakan sebagai
dimodifikasi. Kegiatan penyulingan dilakukan di
alas tidur dan daunnya dimasak untuk sukup (mandi uap).
beberapa kampung meliputi Kampung Yanggandur,
Selain daunnya, dari kayu putih juga dapat dimanfaatkan
Wasur, Rawa Biru dan Tomerau. Kegiatan penyulingan
bagian ranting dan kayunya sebagai kayu bakar
lebih dominan dilakukan oleh masyarakat Kampung
sebagaimana diceritakan oleh Manase Ndimar sebagai
Yanggandur dan Rawa Biru. Kapasitas produksinya tidak
wargasuku Kanume, di Kampung Tomer (2008).
kontinu, terutama pada musim kemarau (Gambar 5).
Pohon kayu putih ini dketahui tumbuh secara alami
dan menyebar merata dan luas hampir diseluruh
kawasan, sehingga mempunyai potensi tinggi sebagai
bahan baku minyak kayu putih bagi masyarakat. Secara
alami pohon ini tumbuh di hutan sekitar dusun atau hutan
yang merupakan tanah adat dan secara hak ulayat
dimiliki oleh masyarakat Kampung yang pembagiannya
secara turun temurun berdasarkan kekerabatan marga,
sehingga dapat dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat.
Pola pengambilan daun oleh masyarakat dilakukan secara
bergilir sehingga secara alami memberikan kesempatan
tumbuh kembali terhadap pohon yang telah diambil
daunnya. Lokasi kampung penyulingan minyak kayu
putih dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 5. Produksi minyak kayu putihdi TN Wasur


(Sumber : Survey Lapang Staf TN Wasur 2007).

Gambar 5 ini menunjukkan bahwa produksi minyak


kayu putih tertinggi terjadi pada bulan Juni. Diantara
faktor penyebab adalah iklim, karena pada bulan Februari
terjadi musim hujan dan rawa tergenang air sehingga
masyarakat sulit mendapatkan bahan baku dan juga
bahan bakar kayu. Selain itu, karena masyarakat juga
belum melakukan kegiatan pemanfaatan kayu putih
secara kontinyu.

89
Pemanfaatan dan Upaya Konservasi Kayu Putih

Dilihat dari produksi minyak kayu putih di komunitas, jenis, populasi maupun variasi genetik
kampung-kampung penyulingan, maka data menunjuk- (Indrawan et al., 2007). Dari berbagai sumber, dapat
kan bahwa produksi tertinggi ditemukan di Kampung diidentifikasi beberapa penyebab utama ancaman
Yanggandur (Gambar 6). Hal ini dapat terjadi karena terhadap kelestarian keanekaragaman hayati di TN
kelompok-kelompok masyarakat di Kampung Wasur termasuk ancaman terhadap kelestarian kayu
Yanggandur diketahui lebih aktif melakukan pemanenan putih, yaitu perusakan habitat, fragmentasi habitat,
yang didukung oleh adanya pendampingan dan degradasi habitat dan invasi spesies eksotik. Secara
pembinaan dari lembaga mitra. singkat di bawah diuraikan masing-masing faktor
tersebut sebagai berikut:

Perusakan Habitat
Menurut Indrawan et al. (2007) penyebab utama
kerusakan habitat adalah bertambahnya populasi
penduduk dan kegiatan manusia. Sementara itu menurut
Sala et al. (2000) dalam Indrawan et al. (2007) sumber-
sumber utama perusakan habitat adalah perubahan iklim
dan masuknya jenis asing (invasif).
Dalam kawasan TN Wasur terdapat 11 kampung,
yang telah ada sebelum terbentuknya TN Wasur.
Pertambahan penduduk terus berlangsung seiring dengan
Gambar 6. Perbandingan produksi minyak kayu putih di kebutuhan akan sumber daya alam yang semakin besar.
4 Kampung(Sumber : Survey Lapang Staf Hal tersebut akan menimbulkan keterancaman terhadap
TN Wasur 2007). kelestarian sumberdaya alam seperti pohon kayu putih.
Pemanfaatan kayu putih di TN Wasur dilakukan
Upaya peningkatan produksi dengan cara diambil langsung dari alam. Apabila terus
dilakukan tanpa kendali, maka dapat mengancam
Dalam upaya peningkatan produktifitas dari minyak kelestariannya di alam. Untuk mencegah kemungkinan
kayu putih, pengelola Balai TN Wasur bersama-sama kepunahannya, maka cara yang dapat digunakan untuk
dengan WWF dan YWL telah melakukan kegiatan menjamin kelestariannya adalah dengan kegiatan
pendampingan dan pembinaan kepada masyarakat pembinaan habitat.
mengenai penyulingan minyak kayu putih yang
dilakukan secara produktif. Kegiatan pendampingan dan Fragmentasi Habitat
pembinaan tersebut ditujukan untuk meningkatkan
keterlibatan masyarakat dalam aktifitas penyulingan Fragmentasi habitat adalah peristiwa yang
minyak kayu putih yang berdampak pada peningkatan menyebabkan habitat yang luas dan utuh menjadi
perekonomian masyarakat. berkurang dan terbagi mejadi dua atau lebih fragmen
Pengelola Balai TN Wasur juga bekerjasama (Laurance dan Williamson 2001). Salah satu penyebab
dengan Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai (BPDAS) dari fragmentasi habitat adalah pembangunan jalan,
Jayapura melakukan upaya untuk meningkatkan produksi pemukiman, dan perladangan.
minyak kayu putih dengan program reboisasi hutan Kawasan TN Wasur dibelah oleh jalan Trans Irian,
disekitar dusun yang dianggap relatif mudah dijangkau sehingga terjadi perubahan ekosistem dialam sebagai
dari Kampung-Kampung tersebut (di sekitar zona akibat terjadinya pemutusan jalur aliran air. Kondisi ini
pemukiman). Program ini dilakukan dengan kegiatan dapat mengganggu habitat kayu putih. Selain itu dengan
silvikultur intensif (Silint) yang dipusatkan di Kampung bertambahnya penduduk juga berdampak pada
Wasur dan Rawa Biru seluas 22.000 ha. Apabila program meningkatnya kebutuhan lahan untuk pembangunan
perbanyakan tanaman penghasil minyak kayu putih ini pemukiman dan areal peladangan, dan pada gilirannya
dilakukan dengan baik dan kontinyu, maka akan menjadi akan menyebabkan semakin sempitnya habitat bagi
salah satu potensi yang nantinya diharapkan memberikan pertumbuhan kayu putih.
kontribusi cukup berarti bagi pembangunan daerah dan
kehidupan ekonomi masyarakat. Degradasi Habitat
Salah satu penyebab degradasi habitat adalah
ANCAMAN KELESTARIAN KAYU PUTIH kebakaran hutan. Kebakaran hutan di kawasan TN
DI TN WASUR Wasur terjadi pada saat musim kemarau sekitar bulan
Juni sampai Desember setiap tahun.
Lingkungan yang sehat memiliki nilai ekonomi, Penyebab dari kebakaran hutan ini adalah kebiasaan
keindahan dan etika yang sangat tinggi. Memelihara masyarakat membakar alang-alang dengan maksud untuk
lingkungan yang sehat berarti menjaga semua mencari tikus tanah dan memancing pertumbuhan rumput
komponennya dalam keadaan baik, baik ekositem,

90
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 85 – 93

muda sebagai pakan rusa atau kanguru. Dengan adanya Terkait dengan pertimbangan mengakomodasi
rumput muda maka rusa atau kanguru akan datang kepentingan pemanfaatannya oleh masyarakat lokal,
memanfaatkannya, dan masyarakat dapat dengan mudah maka didalam peraturan perundangan tentang zonasi
memburu rusa atau kanguru tersebut. Cara ini, ternyata taman nasional disediakan suatu zona yakni zona
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap menurunya tradisional. Dalam kaitan dengan pemanfaatan kayu
kualitas habitat kayu putih sehingga dalam jangka putih di TN Wasur, mengingat realitas menunjukkan
panjang harus diwaspadai. bahwa keberadaan pohon kayu putih ini tidak hanya
terdapat di zona tradisional, melainkan menyebar di
Invasi jenis eksotik banyak zona, maka perlu ada upaya-upaya perbanyakan
terhadap tanaman ini dengan cara melakukan penanaman
Diantara jenis tanaman eksotik di TN Wasur adalah
di wilayah zona pemanfaatan. Dengan demikian, jaminan
Mimosa sp, Senna alata, dan Stachytarphrta urticaefolia.
kelestarian keberadaannya dan pemanfaatannya oleh
Tanaman eksotik tersebut dapat tumbuh di daerah-daerah
masyarakat dapat terpantau dengan mudah.
yang relatif terbuka dan sering dilalui oleh manusia atau
Mengingat bahwa zonasi kawasanTN Wasur hingga
hewan. Artinya bahwa tumbuhan tersebut diduga keras
saat ini masih dalam proses penyelesaiaan/ penetapan
terbawa oleh manusia dan hewan, kemudian mampu
tata batas, maka pertimbangan pelestarian dan
beradaptasi di daerah tersebut dan menyebar ketempat
pemanfaatan kayu putih ini harus mendapat perhatian.
yang lebih luas. Biasanya keberadaan tanaman eksotik ini
Sesuai rencana dan ketentuan yang berlaku, maka
mengganggu pertumbuhan tanaman endemik (asli)
Rencana Penataan Zonasi di TN Wasur meliputi zona
setempat, sehingga dapat menjadi perusak pada dimensi
inti, zona rimba, zona pemanfaatan dan zona Pemukiman
ruang dan waktu tertentu dimana kondisi bioekologinya
(BTNW 1999).
menunjang pertumbuhannya. Nilai manfaatnya meskipun
diakui ada, namun dampaknya bioekologisnya tentu jauh
Peran Para Pihak dalam Pengembangan Kayu Putih
lebih besar.
Pengembangan penyulingan kayu putih akan
berhasil dengan baik apabila didukung oleh adanya kerja
UPAYA KONSERVASI sama antar para pihak (stakeholders) yang ber-
Zonasi TN Wasur kepentingan. Beberapa stakeholders yang berperan dalam
pemanfaatan kayu putih di TN Wasur antara lain
Dalam upaya pencapaian tujuan pengelolaan, Kementerian Kehutanan cq Balai TN Wasur, Pemerintah
kawasan Taman Nasional ditata kedalam beberapa zona Daerah yakni Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan
yaitu zona inti, zona rimba/zona bahari, zona Dinas Sosial, LSM (WWF, YWL) dan masyarakat lokal.
pemanfaatan dan zona lain. Zona lain ditetapkan Masing-masing stakeholders mempunyai peran sendiri
berdasarkan kebutuhan pelestarian sumberdaya alam dan harus saling mendukung. Gambaran peran masing-
hayati dan ekosistemnya (Sriyanto dan Haryanta, 2008). masing stakeholders tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Peran Stakeholders dalam Pemanfaatan Asteromyrtus symphyocarpa di TN Wasur.


DEPHUT PEMDA WWF dan Perguruan Masyarak
PERAN
(TN Wasur) YWL Tinggi at
Pengamanan, perlindungan kayu putih √ √
Perumusan kebijakan pengembangan
Kayu Putih. √ √
Pemberian fasilitasi dalam pengadaan
lahan hutan. √ √
Perumusan, penerapan standar kualitas √
Penelitiandan pengembangan √ √
Pemberdayaanperan serta masyarakat
serta pengembangan kemitraan. √ √ √
Penyelenggaraan temu usaha dan
promosi di dalam dan luar negeri. √ √
Penyelenggaraan diklat, magang dan
studi banding. √ √ √
Pengadaan infrastruktur ekonomi √ √ √
Pembentukan , penguatan kelembagaan. √ √ √
Fasilitasi promosi √ √ √
Fasilitasi perijinan. √

91
Pemanfaatan dan Upaya Konservasi Kayu Putih

Pemanfaatan Lestari Tumbuhan Liar yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat sejak dulu.
Sejak tahun 1992 masyarakat telah melakukan proses
Pohon kayu putih Asteromyrtus symphyocarpa dan
penyulingan dengan menggunakan peralatan semi
Melaleuca sp. banyak tumbuh di sekitar kawasan TN
permanen (semi moderen).
Wasur. Kelompok masyarakat, khususnya kelompok ibu-
Pemanfaatan kayu putih (Asteromyrtus
ibu, memetik daun pada musim kering sekitar bulan Juni-
symphyocarpa) selain sebagai sumber minyak atsiri juga
November kemudian menyulingnya menjadi minyak
secara tradisional sebagai kayu bakar. Pola pemanfaatan
kayu putih berkualitas tinggi. Minyak beraroma khas
kayu putih oleh masyarakat dilakukan dengan bijaksana
tersebut mengandung cineol berkadar tinggi sesuai
sebagai bentuk manifestasi kearifan lokal yang telah
standar nasional: 60%. Meskipun kental, minyak tersebut
berlangsung secara turun-temurun dari nenek moyang
tidak terasa lengket/berminyak di kulit.
mereka seperti sistem sasi (pelarangan pemanfaatan
Di samping menjaga tradisi warisan leluhur,
dalam waktu tertentu). Pelaksanaan dilakukan melalui
masyarakat adat setempat melakukan kegiatan
sistem pemanenan daun kayu putih secara bergilir
penyulingan kayu putih untuk memperoleh pendapatan
dengan tujuan memberikan kesempatan tumbuh kembali
tambahan. Hasil penjualan minyak kayu putih tersebut
terhadap pohon yang telah diambil daunnya.
membantu mereka menyekolahkan anak, menabung dan
Upaya konservasi yang diperlukan adalah penataan
mencukupi sebagian kebutuhan hidup mereka.
zonasi di dalam kawasan TN Wasur yang memper-
Kearifan masyarakat telah terbukti menjaga
timbangkan kepentingan pemanfaatan kayu putih oleh
kelestarian pohon kayu putih dan produksi minyaknya.
masyarakat lokal.
Dengan memperhatikan nilai-nilai konservasi yang telah
terjadi turun temurun maka terdapat aturan proses
pengambilan daun kayu putih, yaitu pohon tidak boleh DAFTAR PUSTAKA
ditebang, daun tidak boleh dipetik habis dan lokasi
pengambilan daun digilir secara berkala. Amzu E. 2007. Sikap Masyarakat dan Konservasi Suatu
Peran aktif masyarakat asli yang ada dalam Analisis Kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.)
kawasan Taman Nasional terhadap produksi minyak Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi
kayu putih ini telah memberikan manfaat konservasi Masyarakat, Kasus di Taman Nasional Meru Betiri
langsung yakni pengelolaan hutan secara lestari serta [desertasi]. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
turunnya perburuan rusa, kasuari dan kanguru di kawasan Bogor
TN Wasur. [BTNW] Balai Taman Nasional Wasur. 1999. Rencana
Beberapa hal yang perlu dilakukan pengelola dalam Pengelolaan TN Wasur (RPTN). Merauke: Balai
mewujudkan pemanfaatan lestari pohon kayu putih TN Wasur.
(Asteromyrtus symphyocarpa), adalah:
a. Inventarisasi keberadaan kayu putih di TN Wasur. Craven LA. 1989. Reinstatement and revision of
b. Melakukan kajian terkait produktivitas kayu putih Asteromyrtus (Myrtaceae). Australian Systematic.
yang dapat dihasilkan dari masing-masing zona di TN Botany, 1, 375–385.
Wasur untuk pengaturan pemanfaatannya. Craven LA, Sunarti S, Wardani M, Mudiana D,
c. Pengaturan mekanisme pemanfaatan kayu putih dan Yulistarini T. 2002. Kayu Putih and Its Relatives
peningkatan semangat kerelaan masyarakat untuk In Indonesia. Floribunda II (I).
menanam di alam kepada masyarakat, sehingga
keberadaan populasi kayu putih dapat lestari dan Doran JC, Turnbull JW. 1997. Australian Trees and
meningkat. Shrubs : Species for Land Rehabilitation and Farm
d. Melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi dan Planting in the Tropics.
LSM (NGO) untuk kegiatan-kegiatan penelitian dan
Indrawan M, Primack RB, Supriatna J. 2007. Biologi
pengembangan kayu putih dalam upaya penyediaan
Konservasi. Edisi Revisi. Jakarta: Yayasan Obor
data dan informasi terkait kelestarian.
Indonesia.
e. Melakukan koordinasi dengan seluruh stakeholder
baik pemerintah pusat cq Kementerian Kehutanan, Jamal Y, Chairul, Agusta A. 1997. Komponen Kimia
Pemerintah Daerah, pengusaha ataupun masyarakat, Minyak Atsiri beberapa daun kayu putih yang
sehingga diharapkan ada keterpaduan program berasal dari Merauke. Laporan Proyek Penelitian,
pemberdayaan masyarakat berbasis pemanfaatan Pengembangan, Djamhuriah S et al. Penyunting.
kayu putih. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
KESIMPULAN Laurance WF.,Williamson GB. 2001. Positive feedback
among forest fragmentation, drought and climate
Kayu Putih (Asteromyrtus symphyocarpa) merupa- change in the Amazonian Conservation Biology 15:
kan tanaman yang tumbuh secara alami di TN Wasur, 1529-1535.
sebagai salah satu jenis tanaman penghasil minyak atsiri

92
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 85 – 93

Oyen LPA, Nguyen VT (Editor). 1999. Plant WWF. 2010. Minyak Kayu Putih "Walabi".
Resources of South-East Asia. Essential-oil plants. http://www.wwf.or.id/tentang_
Prosea. Bogor. Indonesia. wwf/upaya_kami/gcce/com_empowerment/greenan
dfairproducts/walabi/. [29 Des 2010].
Sriyanto, Haryanta 2008. Pengelolaan dan Pembiayaan
Kawasan Konservasi. School of Environmental Zuhud E A M. 2007. Tri stimulus amar (alamiah,
Conservation and Ecotourism Management. Bogor manfaat, religius) pro-konservasi (suatu konsep
: Pusat Penelitian dan Pelatihan Kehutanan dan pendidikan pro-konservasi yang digali dari budaya
Korea International Cooperation Agency. masyarakat asli Indonesia). Di dalam: Mulyani YA
&Sunkar A, editor. Lokakarya Pendidikan
Winara A, Atapen A. 2010. Laporan Hasil Penelitian.
Konservasi dalam rangka Memperingati 25 Tahun
Valuasi Potensi dan Pemanfaatan Taman Nasional
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
di Papua. Manokwari: Balai Penelitian Kehutanan
Ekowisata; Bogor: 20 November 2007. Bogor:
Manokwari, Badan Penelitian Dan Pengembangan
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
KehutananDepartemen Kehutanan.
Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Hlm 112-120.

93
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 94 – 110

ANALISIS FAKTOR EKOLOGI TUMBUHAN LANGKA ROTAN BEULA Ceratolobus


glaucescens Blume DI CAGAR ALAM SUKAWAYANA SUKABUMI JAWA BARAT

(Rare Plant Ecological Study of Rotan Beula Ceratolobus glaucescens Blume at Sukawayana
Natural Reserve, Sukabumi, West Java)

RUDI HERMAWAN1), AGUS HIKMAT2), AGUS P. KARTONO3)


1)
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
2)
Bagian Konservasi Tumbuhan Obat, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
3)
Bagian Ekologi dan Manajemen Satwaliar, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Diterima 12 Oktober 2011/Disetujui 13 Januari 2012

ABSTRACT

Indonesian forest possesses a huge number of rare plants species but support of data and information that have supported preservation
action was not available optimally. One of rare plant is rotan beula (Ceratolobus galucescens Blume). The aims of this study is to determine the
structure, composition, and diversity vegetation which grows at habitat of rotan beula; to know the population condition of rotan beula; and to
identify the ecological factors of rotan beula. Data was collected from 7 of circular plot sample. The width of every circular plot was 0.1 ha. The
processing and analysis of data was done using Minitab's program version 14. The result showed the condition of rotan beula populations was well,
they still grow normally. This conditions was described with young age (446 individuals) is more than the total of Rotan beula in old age (162
individuals). The sustainability of rotan beula population at Sukawayana Natural Reserve (SNR) was being threatened by society activity surround
the SNR. The other, the abundance of Rotan beula was affected by density of pole level (n=7; t=7.81; p=0.001) and relative humidity of air (n=7;
t=12.10; p=0.000). It can be formulated with regression: rotan beula density = -1155 + 0.154 density of pole + 13.9 relative humidity of air. The R2
value of formulation was 98,53%.

Key word: Rare plant, ecological factor, preservation, Ceratolobus galucescens Blume.

PENDAHULUAN ini tetapi secara ekologi berperan penting dalam menjaga


kelestarian lingkungan. Given (1994) menyatakan bahwa
Hutan Indonesia ditumbuhi oleh flora maupun terdapat alasan-alasan dilakukannya tindakan konservasi
fauna yang sangat kaya baik jumlah maupun spesiesnya. terhadap spesies tumbuhan yaitu nilai ekonomi
Di antara tumbuhan tersebut terdapat spesies yang telah tumbuhan, peran tumbuhan dalam pemeliharaan
dilindungi Pemerintah Republik Indonesia karena kelestarian lingkungan, nilai ilmiah dari tumbuhan,
termasuk tumbuhan langka. Salah satu spesies tumbuhan pilihan untuk masa depan, nilai budaya dan simbolik,
yang dilindungi melalui Peraturan Pemerintah Nomor 7 inspirasi bagi masyarakat, nilai moral, dan hak tumbuhan
tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan untuk tetap hidup.
Satwa adalah rotan beula Ceratolobus glaucescens Pada umumnya spesies tumbuhan dapat tumbuh
Blume. dengan baik pada ekosistem yang seimbang atau
Penyebaran rotan beula di Pulau Jawa diantaranya lingkungan yang sehat. Menurut Primack et al. (1998),
ada di Cagar Alam Sukawayana (CAS), Palabuhan Ratu, syarat lingkungan yang sehat adalah harus disusun oleh
Jawa Barat (Mogea et al. 2001). Kawasan CAS yang beberapa komponen yang keadaannya mendukung, baik
merupakan tempat persebaran rotan tersebut, sebagian komponen fisik maupun biotiknya. Oleh karena itu,
telah berubah status menjadi Taman Wisata Alam kajian terhadap ekologi rotan beula penting dilakukan
(TWA) berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri agar tersedia informasi yang dapat digunakan dalam
Kehutanan No.570/Kpts-II/1991, tanggal 1 Januari 1991 pengelolaan spesies tumbuhan langka tersebut agar tetap
tentang Pengukuhan Perubahan Kawasan CA menjadi lestari.
TWA. Sehubungan dengan perubahan sebagian kawasan Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan
tersebut, dikhawatirkan akan terjadi ancaman terhadap struktur, komposisi dan keanekaragaman spesies vegetasi
kelestarian tumbuhan yang ada di CAS khususnya rotan yang ada di tempat hidup rotan beula; mengetahui
beula. FAO (1998) menyatakan bahwa rotan beula kondisi populasi rotan beula; dan mengidentifikasi faktor
termasuk salah satu spesies rotan Asia Tenggara yang ekologi (fisik, biotik, dan lingkungan) yang berhubungan
terancam kelestariannya. dengan kelimpahan rotan beula.
Tindakan konservasi terhadap rotan beula perlu
dilakukan. Rotan beula harus tetap lestari meskipun rotan
tersebut belum memiliki nilai secara ekonomi pada saat

94
Analisis Faktor Ekologi Tumbuhan Langka Rotan Beula

BAHAN DAN METODE r1 =1,784 meter), B = 0,01 ha (jari-jari, r2 = 5,7 meter),


dan C = 0,1 ha (jari-jari, r3 = 17,84 meter) (Tabel 1).
A. Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Cagar Alam
Sukawayana (CAS), Desa Cikakak, Kecamatan Cikakak,
Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Waktu penelitian
dibagi dua, yaitu pengambilan data lapang selama bulan
Juni 2009, dan pengolahan data lapang selama bulan Juli
2009.

B. Bahan dan Alat


Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian
adalah alkohol 70%, karung plastik, tali plastik, kamera
digital, kertas koran, parang, penggaris, pita ukur
diameter, kompas, field guide tumbuhan, thermohygro- Gambar 1. Bentuk plot contoh lingkaran.
meter, kertas lakmus (pH meter), hagameter, tally sheet,
sasak, global positioning system (GPS), fluxmeter, dan Setelah plot contoh dibuat, data komposisi rotan
alat tulis. beula yang ada di dalam plot tersebut kemudian
dikumpulkan. Data rotan beula berupa pencacahan
C. Pengumpulan Data kondisi populasi individunya yaitu jumlah individu
anakan (tinggi < 1 meter), muda (tinggi 1-2 meter), dan
1. Pengumpulan Data Biotik Rotan Beula
tua (tinggi > 2 meter) rotan beula pada setiap rumpun.
Pengumpulan data biotik dilakukan dengan Analisis vegetasi dilakukan terhadap tumbuhan lain,
membuat plot contoh. Plot-plot contoh ditetapkan secara yang ada di sekitar rumpun rotan beula. Hasil analisis
terarah dengan metode purposive sampling. vegetasi tersebut diperlukan untuk mengetahui struktur
Pengukurannya dilakukan di tempat-tempat yang dan komposisi spesies vegetasi habitat rotan beula. Data
terdapat individu atau rumpun rotan beula. Plot contoh yang dikumpulkan adalah nama spesies, diameter
yang dibuat di lapangan tersebut berbentuk lingkaran setinggi dada, jumlah individu, frekuensi perjumpaan
dengan luas tiap bagiannya adalah A = 0,001 ha (jari-jari, jenis dan tinggi total pohon.

Tabel 1. Kriteria tingkat pertumbuhan dalam analisis vegetasi


Ukuran Plot
Tingkat Pertumbuhan Kriteria Vegetasi
(ha)
Pohon (Tree), Diameter batang setinggi dada 20 cm atau lebih. 0,1
Tiang (Pole) dan liana Diameter batang setinggi dada dengan 10 cm ≤ Ø < 20 cm 0,1
Pancang (Sapling) dan semak Permudaan dengan tinggi ≥ 1,5 cm sampai anakan berdiameter 0,01
batang < 10 cm.
Semai (Seedling) dan Permudaan dari kecambah sampai tinggi < 150 cm/tumbuhan yang 0,001
tumbuhan bawah ketika dewasa tidak akan setara atau dibawah tinggi pohon.
Sumber: Soerianegara & Indrawan (1998).

2. Pengumpulan Data Fisik Rotan Beula makro karena dibutuhkan dalam jumlah besar oleh
tumbuhan.
2.a. Kondisi fisik dan kimia tanah
Analisis sampel tanah utuk mengetahui kandungan
Pengukuran kemiringan tempat (kelerengan) kimianya dilakukan di Laboratorium Kimia dan
menggunakan clinometer pada setiap plot contoh. Besar Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan
kelerengan dinyatakan dalam persen (%). Kelerengan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian Institut Pertanian
maksimal yaitu 100% (450). Pengukuran arah kelerengan Bogor. Sampel tanah diambil dari lobang yang dibuat
menggunakan kompas pada setiap plot contoh. Parameter dengan kedalaman 0-25 cm pada setiap plot contoh.
ini diukur untuk mengetahui kebutuhan dan sifat rotan
beula terhadap sinar matahari. Besaran arah kelerengan 2.b. Suhu Udara
dinyatakan dalam derajat (0). Data mengenai kondisi
Pengamatan suhu atau temperatur udara dilakukan
tanah yang diambil dari lokasi penelitian yaitu unsur
dengan mengukur suhu lingkungan sekitar rumpun rotan
kimia tanah, kandungan pH tanah, jenis tanah, struktur
beula menggunakan thermohygrometer. Pencatatan suhu
tanah dan tekstur tanah. Unsur hara tanah yang diambil
udara dilakukan pada plot-plot yang dibuat. Pengukuran
dari lapangan dan diuji di laboratorium yaitu unsur hara
dilakukan pada pagi hari (pukul 06.30 WIB), siang hari

95
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 94 – 110

(pukul 13.00 WIB), dan sore hari (pukul 17.30 WIB). Y  b0  b1 X 1  b2 X 2  ...  b18 X 18  
Perhitungan suhu udara harian menggunakan rumus
(Handoko 1993): Keterangan:
Y = Kerapatan rotan beula (Jumlah individu/
[2 (t pagi) + (t siang) + (t sore)] hektar)
T-harian = b0 = Nilai kerapatan rotan beula ketika seluruh
4
variabel bebas bernilai 0 (nol)
2.c. Kelembaban Udara Relatif b1 - b18 = Koefisien variabel regresi
 = Error
Kelembaban udara relatif diukur dengan X1 = Kerapatan vegetasi tingkat pohon (Jumlah
thermohygrometer. Pengukuran dilakukan pada pagi hari individu/1000 m2)
(pukul 06.30 WIB), siang hari (pukul 13.00 WIB) dan X2 = Kerapatan vegetasi tingkat tiang (Jumlah
sore hari (pukul 17.30 WIB) hari. Perhitungan individu/1000 m2)
kelembaban udara (RH) harian menggunakan rumus X3 = Kerapatan vegetasi tingkat pancang (Jumlah
(Handoko 1993): individu/100 m2)
X4 = Keragaman spesies vegetasi tingkat pohon
[2 (RH pagi) + (RH siang) + (RH sore)] (Jumlah spesies/1000 m2)
RH-harian =
4 X5 = Keragaman spesies vegetasi tingkat tiang
(Jumlah spesies/1000 m2)
2.d. Intensitas Cahaya X6 = Keragaman spesies vegetasi pancang (Jumlah
Intensitas cahaya atau intensitas radiasi matahari spesies/100 m2)
merupakan absorpsi energi matahari dalam satuan per X7 = Kelembaban udara relatif (%)
cm2/menit (Kartasapoetra 2006). Pengukuran intensitas X8 = Intensitas cahaya (Flux)
cahaya dilakukan dengan menggunakan fluxmeter. X9 = Kandungan N dalam tanah (%)
Pengukuran dilakukan pada pagi hari (pukul 06.30 WIB), X10 = Kandungan P dalam tanah (ppm)
siang hari (pukul 13.00 WIB), dan sore hari (pukul 17.30 X11 = Kandungan K dalam tanah (ms/100 gram)
WIB). Pengukuran intensitas cahaya dilakukan pada tiap X12 = Kandungan Ca dalam tanah (ms/100 gram)
plot contoh. X13 = Kandungan Mg dalam tanah (ms/100 gram)
X14 = Kandungan Na dalam tanah (ms/100 gram)
[2 (Cahaya pagi) + (Cahaya siang) + X15 = Kandungan S dalam tanah (ms/100 gram)
Intensitas X16 = Kandungan pH tanah (1-14)
(Cahaya sore)]
cahaya = X17 = Arah kelerengan (0)
4
X18 = Derajat kelerengan (%)
D. Analisis Data
Pegolahan data menggunakan bantuan alat software
1. Indeks Nilai Penting Vegetasi Minitab 14.
Struktur dan komposisi spesies vegetasi dianalisis
dengan menggunakan indeks nilai penting (INP) menurut HASIL DAN PEMBAHASAN
Soerianegara dan Indrawan (1998).
Indeks Nilai Penting (INP) untuk tumbuhan bawah, A. Penyebaran Rotan Beula
semai, dan pancang:
Lokasi penelitian yang menjadi tempat tumbuh
INP = KR + FR rotan beula termasuk hutan dataran redah karena
ketinggiannya kurang dari 700 mdpl (Dephut 1989).
Indeks Nilai Penting (INP) untuk tingkat tiang dan
Lokasi penelitian yang paling rendah atau paling dekat ke
pohon:
pantai ternyata memiliki jumlah rumpun dan jumlah
INP = KR + FR + DR individu rotan yang banyak.
Plot contoh II memiliki jumlah individu yang paling
Keterangan: banyak dibanding plot contoh lainnya (Tabel 2) dan
KR = Kerapatan Relatif (Relatife Density) merupakan lokasi yang memiliki ketinggian tempat
FR = Frekuensi Relatif (Relative Frequency) paling rendah dan paling dekat ke pantai yaitu 22 mdpl
DR = Dominasi Relatif (Relative Dominancy) dibanding plot contoh yang lainnya. Plot contoh yang
paling tinggi ke tiga setelah Plot Contoh I dan II adalah
2. Analisis Faktor Ekologi Rotan Beula Plot Contoh V dengan ketinggian tempat 130 mdpl.
Untuk mengetahui hubungan antara rotan beula
dengan faktor-faktor ekologinya dilakukan analisis
regresi. Secara umum persamaan regresinya adalah:

96
Analisis Faktor Ekologi Tumbuhan Langka Rotan Beula

Tabel 2. Penyebaran Populasi Rotan Beula di Lokasi Penelitian

Jumlah rotan beula menurut kelas umur (Individu)


Plot Contoh Total (Individu)
Anak (<1 m) Muda (1-2 m) Tua (>2 meter)
I. 105 46 81 232
II. 204 59 51 314
III. 15 2 0 17
IV. 13 3 3 19
V. 74 14 21 109
VI. 28 4 6 38
VII. 7 0 0 7

Plot contoh yang ada di tengah kawasan seperti plot Rotan beula merupakan tumbuhan yang keadan
contoh III, IV dan VII memiliki jumlah individu rotan individu jantan dan betinanya terpisah (dioecious).
beula paling sedikit. Plot contoh yang ada di tengah Khusus bagi spesies diecious pohon (tumbuhan) jantan
kawasan CAS ini memiliki vegetasi yang rapat dan dan betinanya tidak boleh berpisah jauh sehingga
banyak ditumbuhi oleh pohon-pohon yang lebih tinggi penyerbukan dan fertilisasi masih dapat terjadi
dibanding plot contoh lainnya (Gambar 2). Plot contoh I (Guariguata & Pinard, 1998 diacu dalam Rasnovi 2006).
memiliki rumpun rotan beula terbanyak yaitu 19 rumpun. Pada plot contoh VII hanya terdapat rotan beula dalam
Dari 19 rumpun rotan tersebut, terdapat rumpun yang bentuk permudaan dan jarak dengan rumpun lain sangat
memiliki jumlah individu paling banyak yaitu 39 jauh (terpencil) sehingga besar kemungkinan rotan beula
individu. Plot contoh yang memiliki jumlah rumpun yang tumbuh pada tempat tersebut tidak bisa melakukan
paling sedikit yaitu plot contoh VII yang hanya memiliki reproduksi dan akhirnya akan terjadi kepunahan rotan
1 (satu) rumpun yang terdiri dari dari 7 individu anakan beula pada plot contoh tersebut.
rotan beula. Jarak terdekat antar rumpun dalam plot Dari pengamatan di lapangan, rotan beula
contoh yang sama yaitu 0,5 meter. Jumlah individu tiap cenderung menyukai tempat tumbuh yang datar
rumpun rotan paling sedikit yaitu 2 individu. meskipun tempat tersebut sempit. Keadaan tersebut
menyebabkan semua keliling dari plot contoh yang
dibuat berupa daerah yang curam. Tempat tumbuh rotan
beula yang paling curam yaitu 160 (35,5%) seperti pada
plot contoh VII. Di lokasi-lokasi yang kecuramannya
lebih dari 35,5% tidak ditumbuhi rotan beula.
Dari grafik persebaran (Gambar 3) rotan beula,
terlihat bahwa setiap plot contoh yang dibuat memiliki
jumlah anakan yang lebih banyak dari pada jumlah
individu muda dan tua. Hal ini menggambarkan bahwa
regenerasi rotan beula tersebut berlangsung normal
(sustainable).

Gambar 2. Persebaran rumpun rotan beula dan titik plot


contoh di CAS.

97
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 94 – 110

250
Jumlah.Individu Rotan
200

150

100 Anak
Muda
50
Tua
0
I. II. III. IV. V. VI. VII.
Plot Contoh

Gambar 3. Persebaran jumlah individu rotan beula pada tiap plot contoh.

B. Karakteristik Biotik dan Fisik palahlar (Dyospyros trucata), ki bodas (Aporosa


microsphaera), kepuh (Sterculia foetida), ki baceta
1. Struktur dan Komposisi Vegetasi
(Micromelum pubescens), teureup (Artocarpus elastica),
1.a. Struktur Vegetasi dahu (Dracontomelon magniferum), kadongdong
leuweung (Spondias spp.), beurih (Sterculia
Struktur vegetasi yang ada di lokasi penelitian campanulata), dan kondang (Caesaria coriaceae). Strata
bersifat lengkap karena struktur vegetasi tersebut terdiri
B memiliki jumlah individu sebanyak 37. Jumlah
dari struktur yang memiliki strata A (>30 m), B (20 - 30
individu dari strata B yang paling banyak ditemukan
m), C (4 - 20 m), D (1 - 4 m) dan E (<1 m). Selain itu
yaitu dahu (Dracontomelon magniferum) (7 individu).
ditemukan juga berbagai spesies liana seperti Uvaria
Strata C dan D masing-masing terdiri dari 143 dan 430
purpurea dan Drypetes longifolia. individu. Jumlah individu dari strata C yang paling
Strata A (ketinggian > 30 m) yang terdiri dari 19 banyak ditemukan yaitu heucit (Baccaurea javanica)
individu (13 spesies) dan kepuh (Sterculia foetida)
sebanyak 16 individu dan strata D yaitu patat (Phrynium
merupakan individu yang paling banyak (3 individu).
capitatum) sebanyak 113 individu. Jumlah individu dari
Spesies yang menyusun strata A dan dapat dijumpai di
strata E merupakan yang paling banyak dibanding jumlah
setiap plot contoh adalah bayur (Pterospermum
individu dari strata lainnya yaitu sebanyak 983 individu
javanicum), taritih (Chrysophyllum roxburghii), jabon (26 spesies) (Gambar 4).
(Antochepallus indicus), huru kacang (Claoxylon polot),

Gambar 4. Strata vegetasi yang terdapat di seluruh plot contoh.

98
Analisis Faktor Ekologi Tumbuhan Langka Rotan Beula

Strata C merupakan strata yang paling banyak 1.b. Komposisi Vegetasi


spesiesnya (46) dibanding strata yang lain. Hal ini terjadi
1.b.1 Tingkat Pohon
karena rentang klasifikasi stratanya paling luas yaitu
ketinggian vegetasi 4-20 m, sedangkan yang paling Dari lokasi penelitian diperoleh jumlah vegetasi
sedikit spesiesnya yaitu strata A yang berjumlah 13 tingkat pohon sebanyak 71 spesies. Sepuluh spesies
spesies. Strata yang menyusun CAS merupakan strata dominan yang memiliki indek nilai penting (INP)
yang lengkap (A sampai E) dan susunan strata dilihat tertinggi dari tingkat pohon lainnya disajikan pada
dari jumlah tiap strata menggambarkan tegakan yang Tabel 3. Artocarpus elastica merupakan spesies yang
normal. Suatu tegakan disebut normal jika regenerasinya memiliki INP tertinggi dengan kerapatan 15,71
berjalan baik seperti dicirikan oleh jumlah anakan lebih individu/ha (8,27%), dengan frekuensi 6,94%, hal ini
banyak dari jumlah individu tua. menunjukkan bahwa spesies ini memiliki frekuensi yang
Keadaan jumlah vegetasi suatu spesies dari merata ditemukan pada tiap plot contoh. Berbeda dengan
berbagai strata yang ada akan mempengaruhi keadaan Sterculia campanulata (Sterculiaceae), Spondias sp.
vegetasi lainnya yang ada pada tempat tumbuh yang (Anacardiaceae), dan Baccaurea javania (Euphor-
sama. Dari keadaan tersebut maka rotan beula dapat biaceae) yang frekuensinya hanya 2,78%. Nilai tersebut
tumbuh dengan baik karena dipengaruhi juga oleh jumlah menunjukkan bahwa spesies-spesies tersebut hanya
individu dari berbagai strata. Susunan strata vegetasi ditemukan pada plot contoh tertentu. Berdasarkan hasil
yang cocok untuk pertumbuhan rotan beula di CAS pengamatan, heucit (Baccaurea javanica) merupakan
dengan luasan plot 0,7 ha yaitu strata A 1,18%, strata B vegetasi yang banyak ditemukan dalam tingkat tiang dan
2,29%, strata C 8,87%, strata D 26,67%, dan strata E pancang.
60,98%.

Tabel 3. Sepuluh spesies tingkat pohon yang memiliki INP tertinggi


KR FR DR INP
No. Spesies Famili K F D
(%) (%) (%) (%)
1. Artocarpus elastica Moraceae 15,71 8,271 0,714 6,94 3,26 11,3 26,50
Dracontomelon
2. Anacardiaceae 18,57 9,774 0,571 5,56 2,41 8,32 23,65
magniferum
3. Sterculia foetida Sterculiaceae 14,29 7,519 0,571 5,56 2,79 9,64 22,71
4. Sterculia campanulata Sterculiaceae 17,14 9,023 0,286 2,78 2,34 8,08 19,88
5. Caesaria coriaceae Moraceae 11,43 6,015 0,571 5,56 1,78 6,14 17,71
6. Dyospyros trucata Ebenaceae 8,571 4,511 0,571 5,56 1,18 4,07 14,14
7. Spondias sp. Anacardiaceae 2,857 1,504 0,286 2,78 2,84 9,82 14,10
8. Baccaurea javanica Euphorbiaceae 11,43 6,015 0,286 2,78 1,32 4,57 13,37
9. Bischofia javanica Bignoniaceae 8,571 4,511 0,429 4,17 0,88 3,03 11,71
10. Syzygium pycnanthum Myrtaceae 7,143 3,759 0,429 4,17 0,86 2,96 10,89
Keterangan: satuan K = (individu/ha), D = (lbds/luas petak), lbds =1/4 π d .
2

Famili dari beberapa vegetasi yang ada di plot pohon tersebar sebanyak 53 individu pada kelas diameter
contoh pada tingkat pohon sebanyak 22 famili, dengan 20 - 29 cm (Gambar 5). sebaran individu pohon yang
famili tertinggi yaitu Moraceae (52,8%) dan diikuti paling sedikit yaitu pohon dengan diameter lebih dari 100
famili lainnya (Gambar 5). Famili yang memiliki nilai cm yaitu hanya 2 pohon. Spesies pohon yang memiliki
INP terkecil yaitu Gnetaceae, Tiliaceae dan Apocynaceae dimeter terbesar (145,5 cm) yaitu kadongdong leuweung
yang masing-masing memiliki nilai INP 2,43%. (Spondias spp.) dari famili Anacardiaceae dan terbesar
Selain diketahui komposisi vegetasinya, sebaran kedua (101,9 cm) yaitu teureup (Artocarpus elastica) dari
untuk tingkat pohon juga dapat diketahui dengan famili Moraceae.
berdasarkan kelas diameter ≥ 20 cm. Setiap individu

99
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 94 – 110

Gambar 5. Urutan famili tingkat pohon berdasarkan INP.

Dari grafik sebaran kelas diameter pohon diketahui Loewenstein (1996) diacu dalam Mush (1999)
bahwa terdapat kekosongan individu pada kelas diameter menyatakan bahwa pada hutan yang berkembang akan
90 - 99 cm (Gambar 6). Hal ini terjadi karena terbatasnya memiliki sebaran diameter yang berbentuk J terbalik.
plot contoh yang dibuat di lapangan, tetapi diasumsikan Kondisi yang berkembang ditandai dengan adanya
di keseluruhan lokasi pasti akan ditemukan kelas dimeter individu muda lebih banyak dibanding individu dewasa,
tersebut. Grafik sebaran diameter yang dihasilkan secara artinya regenerasi dalam komunitas tumbuhan tersebut
keseluruhan ”berbentuk J terbalik” (inverse J-shaped). berjalan dengan normal (Gambar 6).

Gambar 6. Sebaran diameter pohon pada plot contoh pengamatan.

1.b.2. Tingkat Tiang heucit merupakan spesies yang mendominasi vegetasi


tingkat tiang (Tabel 4). Dari 68 individu vegetasi tingkat
Berdasarkan analisis vegetasi, diperoleh jumlah
tiang, spesies yang paling sedikit ditemukan di lapangan
vegetasi pada tingkat tiang sebanyak 33 spesies dan 68
atau yang memiliki INP terkecil (4,1%) adalah nyatoh
individu. Nilai INP yang paling besar (31,95%) dari
(Planchonella linggensis) dari famili Sapotaceae.
tingkat tiang yaitu heucit (Baccaurea javanica) sehingga

100
Analisis Faktor Ekologi Tumbuhan Langka Rotan Beula

Tabel 4. Sepuluh spesies tingkat tiang yang memiliki INP tertinggi


KR FR DR INP
No. Spesies Famili K F D
(%) (%) (%) (%)
1. Baccaurea javanica Euphorbiaceae 12,86 13,20 0,57 7,69 0,18 11,02 31,95
2. Vitis repens Vitaceae 8,57 8,82 0,57 7,69 0,13 7,77 24,29
Dracontomelon
3. Anacardiaceae 5,71 5,88 0,57 7,69 0,08 4,89 18,46
magniferum
4. Bischofia javanica Bignoniaceae 5,71 5,88 0,29 3,85 0,13 7,90 17,63
5. Knema intermedia Myrtaceae 4,29 4,41 0,43 5,77 0,06 3,84 14,03
6. Artocarpus elastica Moraceae 4,29 4,41 0,29 3,85 0,08 4,95 13,21
7. Aglaia elliptica Meliaceae 4,29 4,41 0,29 3,85 0,08 4,48 12,74
8. Ficus variegata Moraceae 2,86 2,94 0,29 3,85 0,07 4,31 11,10
Pterospermum
9. Sterculiaceae 2,86 2,94 0,29 3,85 0,07 3,92 10,71
javanicum
10. Ficus fistula Moraceae 2,86 2,94 0,29 3,85 0,05 3,27 10,06
Keterangan: Satuan K = (individu/ha), D = (lbds/luas petak), lbds =1/4 π d .
2

Dari nilai dominasi relatif (DR) dapat diketahui ditemukan, kemudian terbanyak kedua yaitu famili
bahwa Baccaurea javanica banyak ditemukan dalam Euphorbiaceae 43,1%. Famili vegetasi yang paling
ukuran diameter tiang yang paling besar dibanding yang sedikit ditemukan yaitu Sapotaceae hanya 4,1%
lainnya (Tabel 4). Tingkat famili memiliki INP tertinggi (Gambar 7). Di kawasan CAS Sapotaceae banyak
berbeda dengan tingkat spesies, Moraceae 47,2% ditemukan dalam tingkat semai.
merupakan famili vegetasi tingkat tiang yang banyak

Gambar 7. Urutan famili tingkat tiang berdasarkan INP.

1.b.3. Tingkat Pancang capitatum) memiliki INP 28,5%. Hal tersebut terbukti
dilapangan bahwa patat ini ditemukan paling banyak
Berdasarkan analisis vegetasi diperoleh bahwa
jumlahnya, 113 individu, tetapi hanya terdapat di dalam
vegetasi pada tingkat pancang sebanyak 36 spesies dan
plot contoh II, dan terbukti dengan frekuensi relatif yang
428 individu. Berdasarkan 10 spesies yang memiliki INP
rendah yaitu 14,29% (Tabel 5).
tertinggi, diperoleh data bahwa patat (Phrynium

101
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 94 – 110

Tabel 5. Sepuluh spesies tingkat pancang yang memiliki INP tertinggi


KR FR INP
No. Spesies Famili K F (%)
(%) (%) (%)
1 Phrynium capitatum Marantaceae 1.614,29 26,40 0,14 2,04 28,44
2 Planchonella linggensis Sapotaceae 542,86 8,88 0,57 8,16 17,04
3 Smythea lanceolata Rhamnaceae 500,00 8,18 0,14 2,04 10,22
4 Lepisanthes tetraphylla Sapindaceae 185,71 3,04 0,43 6,12 9,16
5 Leea aequeta Vitaceae 271,43 4,44 0,29 4,08 8,52
6 Vitis repens Vitaceae 271,43 4,44 0,29 4,08 8,52
7 Aporosa microsphaera Euphorbiaceae 185,71 3,04 0,29 4,08 7,12
8 Eugenia polyantha Myrtaceae 185,71 3,04 0,29 4,08 7,12
9 Grewia acuminata Juss, Tilliaceae 271,43 4,44 0,14 2,04 6,48
10 Dyospyros trucata Ebenaceae 128,57 2,10 0,29 4,08 6,18
Keterangan: K = (individu/ha), D = (lbds/luas petak), lbds =1/4 π d .
2

Pada tingkat pancang ditemukan sebanyak 22 Lauraceae, Lecythidaceae, Olacaceae, Piperaceae dan
famili. Famili yang mendominasi tingkat pancang yaitu Rutaceae yang masing masing memiliki INP sebesar
Maranthaceae dengan INP sebesar 28,5%. Famili tingkat 2,8%.
pancang yang paling sedikit ditemukan yaitu Fabaceae,

Gambar 8. Urutan famili tingkat pancang berdasarkan INP.

1.b.4. Tingkat Semai dan Tumbuhan Bawah Tingkat semai dan tumbuhan bawah disusun oleh
19 famili. Famili yang paling banyak ditemukan yaitu
Analisis vegetasi pada tingkat semai dan tumbuhan
Fabaceae 47,46%. Famili Fabaceae ini hanya terdapat di
bawah diperoleh vegetasi sebanyak 27 spesies dan 983
plot contoh I, II, dan IV. Famili yang memiliki nilai INP
individu. Derris trifoliata merupakan anggota dari famili
paling kecil yaitu Pandanaceae 2,43% (Gambar 9). Pada
Fabaceae yang memdominasi diantara spesies yang
tingkat vegetasi semai dan tumbuhan bawah pertambahan
lainnya (Tabel 6). Spesies tumbuhan tingkat semai yang
individu rotan beula cenderung semakin berkurang ketika
paling merata atau sering ditemukan pada tiap plot
jumlah individu tingkat semai dan tumbuhan bawah
contoh yaitu kenung atau nyatoh (Planchonella
bertambah.
linggensis) dengan nilai frekuensi relatif paling tinggi
(11,6%).

102
Analisis Faktor Ekologi Tumbuhan Langka Rotan Beula

Tabel 6. Sepuluh spesies tingkat semai yang memiliki INP tertinggi


KR FR INP
No. Spesies Famili K F (%)
(%) (%) (%)
1. Derris trifoliate Fabaceae 51429 36,60 14,29 2,33 38,95
2. Panicum brevifolium Poaceae 34143 24,30 28,57 4,65 28,96
3. Planchonella linggensis Sapotacecae 9143 6,51 71,43 11,6 18,14
4. Strombosia javanica Olacaceae 7714 5,49 42,86 6,98 12,47
5. Lygodium circinatum Schizacaceae 11714 8,34 14,29 2,33 10,67
6. Dalbergia pinnata Fabaceae 5429 3,87 28,57 4,65 8,517
7. Platea excelsa Icacinaceae 2714 1,93 28,57 4,65 6,584
8. Ceratolobus glaucescens Arecaceae 2143 1,53 28,57 4,65 6,177
9. Xerospermum noronhianum Sapindaceae 1714 1,22 28,57 4,65 5,872
10. Dyospyros trucata Ebenaceae 1571 1,12 28,57 4,65 5,77
Keterangan: satuan K = (individu/ha).

Gambar 9. Urutan famili tingkat semai dan tumbuhan bawah berdasarkan INP.

2. Faktor Fisik Kisaran suhu ini merupakan suhu standar di daerah hutan
tropis seperti CAS. Goldsworthy & Fisher (1984)
2.a. Suhu udara, Kelembaban udara relatif dan
menyatakan bahwa di dataran rendah khatulistiwa, suhu
intensitas cahaya
rata-rata biasanya berada pada kisaran 250C sampai 300C.
Pengamatan dan pengukuran suhu udara di tiap plot Kisaran suhu di setiap habitat rotan beula tersebut
contoh yang menjadi tempat tumbuh rotan beula merupakan suhu optimum bagi rotan beula sehingga
dilakukan tiga kali yaitu pagi hari, siang hari, dan sore dapat mendukung fotosintesis. Kisaran suhu optimal
hari (Tabel 7). Suhu udara yang ada di tempat tumbuh untuk fotosintesis bervariasi dengan spesies dan ekotipe
rotan beula menurut waktu pengukuran keseluruhan tetapi biasanya antara 18 dan 250C untuk daerah sedang,
berkisar antara 260C sampai 320C (Tabel 8). Kisaran dan kisaran ekstrim antara -5 sampai 400C (Stocker 1960
suhu tersebut tidak jauh antara 250C sampai 300C. Suhu dan Kozlowski & Keller 1966 diacu dalam Daniel 1979).
harian di tiap plot contoh yang menjadi tempat tumbuh
rotan beula berkisar antara 27,750C sampai 29,250C.

103
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 94 – 110

Tabel 7. Suhu udara pada waktu tertentu di tiap plot contoh

Suhu Udara (0 C)
Waktu
Plot I Plot II Plot III Plot IV Plot V Plot VI Plot VII
Pagi 26,5 27 26 26,5 28 27 27
Siang 29 30 32 32 31 31 30
Sore 29 28,5 29,5 29 30 30 30
Suhu Udara harian 27.75 28.125 28.38 28.5 29.25 28.75 28.5

oleh Goldsworthy & Fisher (1984) bahwa kawasan dekat


khatulistiwa terdapat variasi musiman yang kecil dalam
tekanan uap dan kelembaban udara relatif selalu di atas
80%.
Pengaruh kelembaban udara relatif terhadap
pertumbuhan rotan beula salah satunya dapat diamati dari
persentase kelembaban udara relatif yang ada dengan
jumlah individu rotan beula yang dapat tumbuh sehingga
membentuk pola hubungan tertentu. Hubungan antara
jumlah individu rotan beula dengan kelembaban udaara
relatif berbanding lurus, atau akan semakin bertambah
jumlah rotan beula jika kelembaban udara relatif di
sekitar rotan beula semakin tinggi dan sebaliknya
(Gambar 10).
Pengamatan dan pengukuran intensitas cahaya di
tiap plot contoh yang menjadi tempat tumbuh rotan beula
dilakukan tiga kali, yaitu pagi hari, siang hari dan sore
hari (Tabel 8). Pengukuran intensitas cahaya dilakukan
sebanyak tiga kali pada plot contoh yang sama karena
Gambar 10. Hubungan jumlah individu rotan beula
matahari yang digunakan untuk fotosintesis oleh rotan
dengan kelembaban udara relatif.
beula dan tumbuhan lain memiliki intensitas yang
berbeda dari waktu ke waktu. Kimmins (2004)
Pengamatan dan pengukuran kelembaban udara
menyatakan fotosintesis yaitu suatu proses yang
relatif (relative humidity) di tiap plot contoh yang
tergantung pada cahaya sehingga jumlah fikasasi
menjadi tempat tumbuh rotan beula dilakukan tiga kali,
fotosintesis dari CO2 dan energi matahari adalah secara
yaitu pagi hari, siang hari dan sore hari. Kisaran
nyata tergantung pada waktu intensitas cahaya.
kelembaban udara relatif yang paling banyak terjadi pada
Intensitas cahaya berdasarkan waktu pengukuran
setiap waktu pengukuran yaitu diatas 80%. Kelembaban
paling rendah terjadi pada pagi hari yaitu 25 lux dan
udara relatif yang ada di tiap plot contoh rotan beula
berada di Plot Contoh I dan paling tinggi pada siang hari
secara keseluruhan berkisar antara 71% sampai 95%.
yaitu 1.380 lux dan berada di Plot Contoh V. dari hasil
Berbeda dengan kelembaban udara relatif tiap satuan
data yang ada maka dapat dibuat suatu kisaran intensitas
waktu pengukuran, kelembaban udara relatif harian (RH
cahaya yang cocok untuk tempat tumbuh rotan beula
harian) yang ada di habitat rotan beula berkisar antara
yaitu dari 25 lux sampai 1.850 lux. Plot Contoh VII
77,87% (Plot Contoh V) sampai 93,75% (Plot Contoh I).
memiliki intensitas cahaya yang paling sedikit karena
Kelembaban udara relatif harian tersebut jika dibulatkan
tempat tumbuhnya dipadati oleh pohon-pohon.
nilainya ternyata mendekati 80%. Hal ini dinyatakan juga

Tabel 8. Intensitas cahaya di tiap plot contoh rotan beula

Intensitas Cahaya (Lux)


Waktu
Plot I Plot II Plot III Plot IV Plot V Plot VI Plot VII
Pagi 25 47 55 85 288 129 39
Siang 331 1.850 1.005 922 1.380 992 113
Sore 75 187 45 81 425 77 34
IC harian 114 532,75 290 293,25 595,25 331,75 56,25

104
Analisis Faktor Ekologi Tumbuhan Langka Rotan Beula

Hubungan antara tumbuhan dengan intensitas 2.b. Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lahan
cahaya juga dijelaskan oleh Rasnovi (2006) bahwa
Cagar Alam Sukawayana merupakan lokasi yang
intensitas cahaya yang masuk secara berlebihan akan
berbentuk bukit, dengan lokasi yang memiliki kecuraman
mengakibatkan terhambatnya perkecambahan dan
lahan yang tinggi sehingga perubahan ketinggian terjadi
meningkatnya mortalitas spesies-spesies yang tidak tahan
pada jarak yang dekat. Keadaan lokasi tempat tumbuh
cahaya dan sebaliknya akan memicu pertumbuhan
rotan beula tersebut memiliki ketinggian tempat yang
spesies tumbuhan pionir yang toleran terhadap cahaya.
paling tinggi 130 mdpl, dan pada tempat paling tinggi
tersebut ditumbuhi juga oleh rotan beula (Tabel 9).

Tabel 9. Ketinggian tempat yang ada pada tiap plot contoh rotan beula

Plot Contoh I II III IV V VI VII


Ketinggian Tempat (mdpl) 30 22 95 101 130 50 100
Kemiringan Lahan (%) 3,33 8,89 31,11 26,67 20,00 2,22 35,56

Kelas kemiringan lereng berdasarkan SK Menteri besar (35,56%) yaitu pada Plot Contoh XI, dan
Pertanian No. 837/Kpts/Um/1980 tentang kawasan kemiringan yang paling sedikit (2,22%) yaitu pada Plot
lindung menetapkan bahwa kelas 0 – 8% termasuk datar, Contoh VI. Semua plot contoh rotan beula tersebut
8 – 15% termasuk landai, 15 – 30% termasuk agak termasuk tempat yang lebih datar dibanding lahan
curam, 25 – 40% termasuk curam dan > 40% termasuk sekitarnya. Kemiringan lahan di sekitar plot contoh
sangat curam. Berdasarkan pengelompokkan tersebut berkisar antara 35% sampai 100%.
maka tempat tumbuh rotan beula menyukai lahan dengan
kemiringan datar sampai curam. Pada lokasi-lokasi yanga 2.c. Tanah
sangat curam (> 40%) tidak ditemukan rotan beula.
Unsur kimia tanah yang diteliti terdiri dari unsur
Tempat tumbuh yang datar hingga curam diasusikan
hara makro primer (N, P, dan K) dan unsur hara makro
akan menyimpan banyak endapan mineral-mineral tanah
sekunder (Ca, Mg, dan S). Unsur natrium (Na) juga
yang berasal dari lokasi yang lebih tinggi dari tempat
diamati karena lokasi penelitian berada di dekat pantai
tersebut. Arsyad (2006) menyatakan bahwa semakin
dengan asumsi bahwa di dekat pantai akan memiliki
miringnya lahan maka akan semakin banyak butir-butir
garam natrium yang tingi karena terpengaruh air laut
tanah yang memercik ke bagian bawah lahan jika air
(Tabel 10).
hujan menumbuk lokasi tersebut. Kemiringan paling

Tabel 10. Kandungan kimia tanah mineral pada masing-masing plot contoh

No. pH Ca Mg K Na N S-tersedia P
Plot H2O (me/100g) (me/100g) (me/100g) (me/100g) (%) (ppm) (ppm)
I 6,8 9,68 4,81 0,77 0,66 0,14 4,24 4,6
II 6,7 4,06 3,95 1,32 0,72 0,09 2,92 3,9
III 6,5 7,64 6,14 1,26 0,83 0,13 3,44 4,4
IV 6,5 4,26 2,25 0,85 1,2 0,11 2,65 4,1
V 6,7 10,52 3,31 0,99 1,3 0,09 2,92 3,5
VI 6,8 10,67 3,12 0,72 1,15 0,13 2,65 3,4
VII 6,7 7,26 2,77 0,81 0,74 0,10 3,18 5,7
-1
Keterangan: Berat 1 me (meli ekivalen) = 1 mg H 100 g ; 1 me Ca = 20 mg Ca; 1 me Mg = 12 mg Mg; 1me K = 39 mg K; 1 me Na = 23 mg Na
(Hanafiah 2007)

Lakitan (2007) menyatakan bahwa umumnya netral dan atau optimum, yaitu antara 6,5 sampai 6,8.
diperlukan pH optimum (antara pH 6 sampai pH 8) agar Dengan adanya pH netral pada tanah yang menjadi
suatu enzim dapat berfungsi maksimum, selain itu tempat tumbuh rotan beula maka rotan tersebut akan
aktifitas enzim akan menurun pada pH yang lebih tinggi memiliki pasokan unsur hara tanah pada tingkat
atau lebih rendah (ekstrim). Rotan beula yang ada pada optimum. Hanafiah (2007) menyatakan bahwa tanaman
tiap plot contoh menunjukkan kecenderungan menyukai tertentu menyukai kisaran pH ideal tertentu pula. Pada
tanah sebagai tempat tumbuh yang memiliki pH yang kondisi pH 6,0-7,0 hampir semua jenis unsur hara yang

105
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 94 – 110

diperlukan tanaman berada dalam keadaan tersedia suatu tanah disebut “tanah alkali” atau “tanah salin” jika
(available) (Buckman & Brady 1960 diacu dalam muatan negatif koloid-koloidnya dijenuhi oleh > 15% Na
Adalina 2007). yang mencerminkan unsur ini
Kalsium (Ca) dalam tanah didapati sebagai kapur merupakan komponen dominan dari garam-garam
atau kalsium karbonat yang jumlahnya tergantung proses laut yang ada. Meskipun unsur Na bukan merupakan
pelapukan dan perpaduan pengaruh iklim dan biologik komponen dominan di tempat tumbuh rotan beula tapi
terhadap materi dasar batuan, serta dari komposisi termasuk kriteria kandungan Na yang sangat tinggi
asalnya (Wirakusumah 2003). Dari kandungan Ca yang karena > 1,0 me/100 gram. Hal tersebut bisa terjadi
ada tersebut maka kandungan Ca di seluruh plot contoh karena letak geografisnya yang berbatasan langsung
termasuk ke harkat rendah hingga sedang. dengan pantai sehingga uap air laut masih sampai ke
Lakitan (2007) menyatakan bahwa kadar Ca tempat tumbuh rotan beula tersebut.
termasuk berkecukupan jika konsentrasi internalnya > Kandungan nitrogen (N) pada tiap plot contoh
0,5%. Kadar Ca yang ada di seluruh plot contoh berkisar dari paling rendah 0,09% di Plot Contoh II dan
termasuk kurang dari berkecukupan untuk tumbuhan V sampai tertinggi 0,14% di Plot Contoh I. Kisaran
tingkat tinggi karena konsentrasinya tertinggi hanya tersebut menggambarkan bahwa kandungan N di tiap
mencapai 10,52 me/100 gram (0,213%) dan terrendah plot contoh termasuk dalam harkat sangat rendah sampai
4,06 me/100 gram (0,0812%). rendah. Harkat sangat rendah sampai rendah tersebut
Kandungan magnesium (Mg) di tiap plot contoh dapat juga dinyatakan bahwa kandungan unsur N di tiap
berkisar antara paling rendah 2,25 me/100 gram plot contoh di bawah nilai berkecukupan karena kurang
(0,033%) di Plot Contoh IV, sampai paling tinggi 6,14 dari 1,5%. Lakitan (2007) menyatakan bahwa unsur N
me/100 gram (0,073%) di Plot Contoh III. Berdasarkan dianggap berkecukupan untuk tumbuhan tingkat tinggi
tabel pengharkatan tanah dari PPT (1983) maka jika terdapat >1,5%.
kandungan Mg di lokasi penelitian memiliki tingkatan Kandungan Sulfur (S) di tiap plot contoh berkisar
yang rendah (2,25 me/100 gram) sampai sedang (6,14 antara terrendah 2,65 ppm pada Plot Contoh IV dan VI
me/100 gram). Kandungan magnesium yang ada di tiap sampai tertinggi 4,24 ppm pada Plot Contoh I.
plot contoh masih termasuk kurang dari berkecukupan Kandungan belerang tersebut termasuk di bawah nilai
karena konsentrasinya kurang dari 0,2%. berkecukupan karena nilainya kurang dari 1.000 ppm
Kandungan Mg dalam tanah yang ada di tempat atau 0,1%. Kandungan S dalam tanah memiliki hubungan
tumbuh rotan beula ternyata memiliki hubungan yang yang berbanding lurus dengan jumlah individu rotan
berbanding lurus yaitu semakin tinggi kadar Mg dalam beula. Hubungan tersebut yaitu semakin banyak
tanah maka jumlah individu rotan beula semakin banyak. kandungan S dalam tanah maka akan semakin banyak
Kandungan kalium (K) di tiap-tiap plot contoh jumlah individu rotan beula yang dapat tumbuh.
berkisar antara 0,72 me/100 gram sampai 1,32 me/100 Hadjowigeno (1987) menyatakan bahwa unsur S dalam
gram. Kandungan K tanah berdasarkan pedoman tanah berfungsi untuk membentuk protein sehingga
pengharkatan termasuk dalam tingkat yang tinggi tumbuhan menjadi sehat, pematangan cepat dan
(kisaran 0,5 sampai 1,0) sampai tingkatan yang sangat memperpanjang usia hidup daun. Jadi semakin sedikit S
tinggi (kisaran > 1,0). Plot Contoh II dan III termasuk di suatu habitat maka rotan beula akan semakin sedikit.
tanah yang memiliki kandungan K yang sangat tinggi Kandungan S ini memiliki pengaruh yang sangat besar
(berturut-turut 1,32 me/100 gram dan 1,26 me/100 gram), dibanding unsur lain. Hal tersebut terbukti dari grafik
sedangkan kandungan K pada plot contoh yang lainnya yang kenaikan garis lurusnya lebih curam dibanding
tergolong tinggi. kenaikan garis lurus unsur lain (Gambar 12).
Kandungan K di habitan rotan beula termasuk Kandungan fosfor (P) yang ada di tiap plot contoh
kisaran tinggi sampai sangat tinggi. Hal ini terjadi karena berkisar dari 3,4 ppm di Plot Contoh VI sampai 5,7 ppm
seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa rotan beula di Plot Contoh VII. Kandungan P tersebut termasuk
menyukai tempat yang datar sebagai habitatnya. Habitat harkat yang sangat rendah karena kurang dari 10 ppm.
yang datar dapat menahan K yang terbawa air hujan Hardjowigeno (1987) menyatakan bahwa unsur P
(leaching) dari tempat lain yang lebih curam di dekatnya dalam tanah berasal dari bahan organik seperti sisa-sisa
dan dapat menyimpan K yang telah ada karena laju aliran tumbuhan atau serasah. Habitat rotan beula di kawasan
permukaan (run off) di tempat datar sangat lambat. CAS memiliki serasah yang sangat tipis yaitu ketebalan 1
Hardjowigeno (1987) menyatakan bahwa hilangnya K sampai 2 cm. Ketebalan serasah yang tipis dapat
dari tanah terjadi salah satunya karena pencucian oleh air diasumsikan bahwa habitat rotan beula tersebut memiliki
hujan. kandungan P yang rendah. Meskipun demikian, rotan
Kandungan natrium (Na) pada tiap plot contoh beula dapat tumbuh dengan baik di habitat tersebut
berkisar antara paling rendah 0,66 me/100 gram (1,5% karena memiliki pH yang ada di sekitar kisaran netral
Na) pada Plot Contoh I, sampai paling tinggi 1,3 me/100 (6-7). Hardjowigeno (1987) menyatakan bahwa faktor
gram (2,99% Na) pada Plot Contoh V. Kandungan Na yang mempengaruhi tersedianya P untuk tanaman yang
pada tiap plot contoh kurang dari 15% sehingga tanahnya terpenting adalah pH tanah sehingga P akan mudah
tidak termasuk tanah alkali. Menurut Hanafiah (2007) diserap oleh tumbuhan pada pH sekitar netral.

106
Analisis Faktor Ekologi Tumbuhan Langka Rotan Beula

Dari adanya data tentang kimia tanah mineral yang tanah mineral yang diamati dengan kerapatan rotan beula
dikandung oleh tanah yang menjadi tempat tumbuh rotan disajikan pada Gambar 11. Dari gambar-gambar tersebut
beula, dapat ditentukan bahwa unsur-unsur kimia tanah dapat dibaca bahwa jika garis lurus naik menuju sebelah
mineral tersebut mempengaruhi keberadaan rotan beula kanan maka perbandingannya bersifat lurus, sedangkan
di tempat tumbuhnya sehingga membentuk pola jika garis lurusnya turun ke kanan maka per-
hubungan tertentu. Hubungan antara unsur-unsur kimia bandingannya bersifat terbalik.

Gambar 11. Hubungan antara jumlah rotan beula dengan beberapa unsur tanah.

107
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 94 – 110

tanah di Kawasan CAS yang dijadikan plot contoh


penelitian (Tabel 11). Perbandingan antara ukuran yang
berbeda-beda dalam partikel batuan, merupakan hal
penting dalam pertimbangan ekologis (McNaughton,
1973). Perbandingan antara batuan atau tanah penyusun
di CAS sangat bervariasi antara plot contoh satu dengan
lainnya. Meskipun terdapat perbedaan, tapi secara umum
persentase partikel tanah yang paling besar yaitu debu
(silt) dibanding partikel pasir (sand) dan dan liat (clay).
Tekstur debu yang paling banyak yaitu di Plot Contoh VI
sebesar 51,40% karena pada plot ini terletak di lokasi
yang terbuka dan berada di daerah yang paling bawah
serta memiliki kelerengan lahan 0%. Kelerengan lahan
seperti Plot Contoh VI sangat memungkinkan persentase
debu sangat banyak karena daerah datar merupakan
tempat pengumpulan tanah dalam bentuk lumpur yang
terbawa air hujan dari daerah yang lebih tinggi di
dekatnya. Selain Plot Contoh VI, Plot Contoh I dan II
juga memiliki persentase debu terbesar kedua dan ketiga.
Hal ini terjadi karena Plot Contoh I dan II memiliki
Gambar 12. Hubungan antara jumlah rotan beula dengan kemiripan dengan Plot Contoh VI, yaitu berada di lokasi
sulfur (S). paling rendah dan memiliki kemiringan lahan yang datar
atau hampir mendekati 00.
Selain beberapa kandungan kimia tanah mineral,
terdapat juga hasil analisis terhadap proporsi (%) tekstur

Tabel 11. Tekstur tanah pada tiap plot contoh rotan beula
No. Plot Proporsi (%) Tekstur tanah
Kelas Tekstur Tanah*
Contoh Pasir (%) Debu (%) Liat (%)
I 30,87 50,04 19,09 Lempung berdebu (Silty loam)
II 15,57 49,01 35,42 Lempung liat berdebu (Sandy-silt loam)
III 24,27 36,54 39,19 Lempung berliat (Clay loam)
IV 19,47 42,36 38,17 Lempung liat berdebu (Sandy-silt loam)
V 34,42 34,55 31,03 Lempung berliat (Clay loam)
VI 26,88 51,40 21,72 Lempung berdebu (Silty loam)
VII 42,48 36,86 20,66 Lempung (Loam)
Keterangan: *Kelas tekstur tanah diacu dalam Hanafiah (2007).

Tekstur tanah yang ada pada tiap plot contoh rotan melalui bantuan transpirasi oleh vegetasi. Kelestarian
beula didominasi oleh persentase debu. Erosi mudah rotan beula pada tekstur tanah yang dominan berdebu
terjadi pada tanah bertekstur debu jika vegetasi yang akan terjaga jika kelestarian vegetasi alami lainnya yang
tumbuh di tempat tersebut mengalami kerusakan. tumbuh di habitat rotan beula juga terjaga.
Hardjowigeno (1987) menyatakan bahwa tekstur tanah
yang paling peka terhadap erosi adalah debu dan pasir C. Analisis Faktor Ekologi Rotan Beula
sangat halus sehingga makin tinggi kandungan debu
Data hasil penelitian dianalisis dengan statistika
dalam tanah maka tanah makin peka terhadap erosi.
untuk meramalkan hubungan antara peubah (variable)
Penetapan fungsi Sukawayana sebagai kawasan cagar
bebas dan peubah terikat. Peubah-peubah yang
alam merupakan tindakan sangat tepat, selain disebabkan
digunakan untuk meramalkan nilai peubah terikat (Y)
terdapat tumbuhan langka rotan beula, juga karena
berjumlah 18 peubah (X1 sampai X18). Delapan belas
tekstur tanah dari cagar alam tersebut yang rentan
peubah yang digunakan adalah kerapatan individu pohon,
terhadap erosi. Hardjowigeno (1987) menyatakan bahwa
tiang, pancang, kerapatan spesies pohon, spesies tiang,
vegetasi memiliki beberapa pengaruh terhadap
spesies pancang, kelembaban udara relatif, intensitas
pencegahan erosi dengan cara menghalangi air hujan
cahaya, kandungan N, P, K, Ca, Mg, Na, S, pH pada
agar tidak jatuh langsung di permukaan tanah,
tanah, arah kelerengan, dan derajat kelerengan.
menghambat aliran permukaan dan memperbanyak aliran
Masing-masing peubah bebas secara terpisah akan
infiltrasi dan memperkuat penyerapan air ke dalam tanah
memiliki hubungan dengan peubah terikat (kelimpahan

108
Analisis Faktor Ekologi Tumbuhan Langka Rotan Beula

rotan beula) meskipun hubungan tersebut sangat kecil. KESIMPULAN DAN SARAN
Antar peubah bebas yang ada jika digabungkan akan
memiliki hubungan yang sangat kuat dengan peubah A. Kesimpulan
terikat.
1. Struktur vegetasi yang ada di tempat tumbuh rotan
Hasil analisis regresi stepwise dengan taraf
beula terdiri dari strata yang lengkap (starata A
kepercayaan 95% (α = 0,05) terhadap seluruh peubah
sampai E). Komposisi vegetasi yang ada di tempat
yang diteliti, terdapat peubah bebas yang berhubungan
tumbuh rotan beula pada tingkat pohon didominasi
kuat dengan peubah terikat (kelimpahan rotan beula).
oleh spesies teureup (Artocarpus elastica) dari famili
Peubah bebas yang berhubungan kuat dengan peubah
Moraceae (INP=26,5%), tingkat tiang didominasi
terikat tersebut yaitu kelembaban udara relatif (n=7; t
oleh heucit (Baccaurea javanica) dari famili
=12,10; p=0,000) dan kerapatan tingkat vegetasi pancang
Euphorbiaceae (INP=31,95%), tingkat pancang
(n=7; t=7,81; p=0,001). Peubah bebas yang berhubungan
didominasi patat (Phrynium capitatum) dari famili
nyata dengan peubah terikat tersebut dapat dirumuskan
Marantaceae (INP=28,44%) dan pada tingkat semai
persamaan regreseinya sebagai berikut:
atau tumbuhan bawah didominasi oleh Derris
Y = -1154 + 0,154 X3 + 13,9 X7 trifoliata dari famili Fabaceae (INP=38,95%).
Keanekaragaman vegetasi tertinggi yaitu pada tingkat
atau:
pohon sebesar 3,43 dan paling rendah pada tingkat
Kelimpahan rotan beula = -1154 + 0,154 kerapatan semai atau tumbuhan bawah sebesar 2,87. Nilai
vegetasi tingkat pancang + 13,9 kelembaban udara keanekaragaman untuk tingkat pohon, tiang dan
relatif. pancang termasuk kategori tinggi, sedangkan untuk
tingkat semai dan tumbuhan bawah termasuk kategori
Nilai t hitung dari tiap peubah bebas (kelembaban sedang.
udara relatif dan kerapatan vegetasi tingkat pancang) 2. Komposisi populasi rotan beula masih berjalan
melebihi t0,05 (t0,05 masing-masing adalah 6,758) atau p normal seperti ditunjukkan oleh tingginya populasi
hitungnya kurang dari α=0,05. Hal tersebut menunjukkan anakan rotan beula dibanding populasi rotan beula
bahwa terdapat faktor-faktor ekologi yang berhubungan muda dan tua. Kelestarian populasi rotan beula di
nyata dengan kelimpahan rotan beula (tolak H0 dan Cagar Alam Sukawayana (CAS) mengalami ancaman
terima H1). Selain itu adanya hubungan peubah bebas dari kegiatan masyarakat sekitar CAS.
dengan kelimpahan rotan beula dapat juga dilihat dari 3. Faktor-faktor ekologi yang sangat berhubungan
nilai F hitung (134,43) yang melebihi F0,05 pada tingkat dengan kerapatan rotan beula yaitu kerapatan vegetasi
kepercayaan. tingkat pancang dan kelembaban udara relatif.
Persamaan regresi yang dihasilkan terdiri dari
peubah kerapatan vegetasi tingkat pancang dan B. Saran
kelembaban udara relatif memiliki ketelitian hubungan
1. Perlu dilakukan pemantauan terhadap beragam flora
dengan peubah kelimpahan rotan beula sebesar 98,53%
fauna pada umumnya dan terhadap rotan beula pada
(R2 = 98,53). Jika peubah bebas yang terpilih hanya
khususnya secara berkala dan bukan untuk
terdapat salah satu pada tempat tumbuh rotan beula maka
kepentingan sesaat saja.
hubungannya terhadap kelimpahan rotan beula akan
2. Pelestarian terhadap CAS pada umumnya, dan
semakin lemah. Hal ini dapat dilihat langsung misalnya
terhadap rotan beula pada khususnya perlu dilakukan
di lapangan hanya terdapat kelembaban udara relatif
secara bersama-sama oleh semua pihak. Tindakan
maka hubungannya dengan kelimpahan rotan beula
pelestarian ini harus dilakukan dengan cara
hanya 71,4%, atau hanya terdapat kerapatan vegetasi
penyadartahuan terhadap masyarakat sekitar CAS
tingkat pancang maka hubungannya dengan kelimpahan
mengenai peran penting hutan bagi kelangsungan
rotan beula hanya 33,9%.
hidup flora, fauna dan bagi masyarakat itu sendiri.
Hasil uji normalitas residual model regresi
Tindakan penyadartahuan terhadap masyarakat dapat
diperoleh nilai rata-rata residual yang mendekati nol
dilakukan melalui kegiatan penyuluhan kehutanan
(4,547474 x 10-13), standar deviasi residual 14,75,
dan pendidikan konservasi.
Kolmogorov-Smirnov = 0,270, dan p=0,125
(Kolmogorov-Smirnov 0,05 = 0,483). Hasil uji tersebut
memberi informasi bahwa asumsi kenormalan residual DAFTAR PUSTAKA
pada suatu model regresi telah dipenuhi oleh model
regresi linier sehingga model regresi yang telah dibuat Adalina. 2007. Prosiding Gelar Teknologi 2007.
bisa digunakan. Dari persamaan regresi yang telah dibuat Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB
maka kerapatan rotan beula di tempat tumbuh alaminya Press.
akan semakin meningkat jika kelembaban udara relatif
dan kerapatan pancang semakin meningkat.

109
Media Konservasi Vol. 17, No. 2 Agustus 2012 : 94 – 110

Departemen Kehutanan (Dephut). 1989. Kamus Kimmins JP. 2004. Forest Ecology (A Foundation for
Kehutanan Volume II. Jakarta: Departemen Sustainable Forest Management and Environment
Kahutanan Republik Indonesia. Ethics in Forestry) - Third Edition. New York:
Pearson Education, Inc.
Given DR. 1994. Principles and Practice of Plant
Conservation. Oregon: Timber Press. Lakitan B. 2007. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Goldsworthy PR dan Fisher NM. 1984. The Physiology
of Tropical Field Crops. New York: John Wiley & Mogea JP, D Gandawidjaja, H Wiriadinata, RE Nasution,
Sons Ltd. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Irawati. 2001. Tumbuhan Langka Indonesia. Bogor:
1992. Penerjemah: Tohari, penyunting: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Soedharoedjian. Yogyakarta: Gadjah Mada
Primack Richard B., M. Indrawan, J Supriatna. 1998.
University Press.
Biologi Konservasi. Yayasan Obor. Jakarta.
Rasnovi S. 2006. Ekologi Regenerasi Tumbuhan
Soerianegara I, dan A Indrawan. 1998. Ekologi Hutan
Berkayu Pada Sistem Agroforest Karet. Disertasi.
Indonesia. Bogor: Departemen Manajemen Hutan.
Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
PPT [Proyek Penelitian Tanah dan Agroklimat]. 1983.
Hanafiah AK. 2007. Dasar Dasar Ilmu Tanah. Edisi 2.
Term of Reference Klasifikasi Kesesuaian Lahan.
Jakarta: Raja Gravindo Persada.
Bogor: Proyek Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Handoko 1993. Klimatologi. Jakarta: Bumi Aksara.
Wirakusumah S. 2003. Dasar-dasar Ekologi: Menopang
Hardjowigeno S. 1987. Ilmu Tanah. Jakarta: Mediyatama Pengetahuan Ilmu-ilmu Lingkugan. Jakarta: UI-
Sarana Perkasa. Press.
Kartasapoetra AG. 2006. Pengaruh Iklim terhadap Tanah
dan Tanaman. Jakarta: Bumi Aksara.

110
PETUNJUK FORMAT PENULISAN ARTIKEL UNTUK
MEDIA KONSERVASI
1. Naskah berupa tulisan ilmiah berdasarkan hasil penelitian, studi pustaka, artikel ulasan (essay) dan hasil bedah
buku (book review). Buku yang direview merupakan buku terbitan 3 tahun terakhir.
2. Naskah diketik 2 spasi dalam kertas A4 dengan jumlah halaman minimum 12 dan maksimum 15 halaman, huruf
times new roman 12; menggunakan kertas A4 dengan batas kiri 4 cm, batas atas, tengah dan kanan 3 cm. Setiap
awal paragraph dimulai dengan menjorok 1 cm.
3. Artikel dikirimkan ke Media Konservasi sebanyak 2 eksemplar disertai CD file naskah (dengan menggunakan
program Microsoft Word). File (softcopy) naskah dapat dikirimkan juga melalui email ke
media.konservasi@gmail.com dicc ke media_konservasi@yahoo.com
4. Untuk naskah/artikel penelitian harus disenaraikan dalam Judul, Identitas Penulis, Abstrak, Kata Kunci,
Pendahuluan, Metode Penelitian, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan dan Ucapan Terima Kasih, Daftar Pustaka
dan Lampiran.
 Judul harus tegas dan ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Inggris, tidak lebih dari 12 kata (tidak termasuk kata
sambung dan kata depan).
 Identitas penulis berisi nama lengkap penulis (hindari penggunaan singkatan) dan dibubuhi angka arab secara
berurut untuk keterangan tentang penulis (bila lebih dari satu penulis). Alamat lengkap penulis berisikan
lembaga/institusi asal penulis, lembaga dan alamat lengkap dengan nomor telepon, faksimili dan e-mail yang
dapat digunakan untuk melakukan komunikasi dengan mudah dan cepat.
 Abstrak (maksimal 300 kata) ditulis dalam Bahasa Inggris apabila naskah berbahasa Indonesia dan sebaliknya.
 Kata kunci/Keywords (5-8 kata).
 Pendahuluan (memuat alasan mengapa penelitian dilakukan, permasalahan, tujuan, sedikit kajian pustaka
dengan sub judul sesuai dengan kebutuhan, dan hipotesis jika ada).
 Metode penelitian diuraikan secara rinci dan jelas (lokasi penelitian, bahan dan alat apabila ada, rancangan
penelitian yang digunakan, teknik pengumpulan, pengolahan dan analisis data).
 Hasil dan Pembahasan digabungkan. Tabel dan gambar dapat digabungkan atau dipisah dengan bagian ini
disertai keterangan yang jelas. Foto berwarna atau hitam putih dapat dikirim dengan ukuran 9 x 13 cm
(maksimum). Biaya untuk proses separasi foto akan dibebankan kepada penulis dan segera dikirim ke Redaksi
sebelum majalah ini dicetak. Grafik yang diperoleh dari hasil pengolahan data dikirim dalam file yang terpisah
dari file artikel yang disertai nama program penyusunan grafik dan disertai data dasarnya.
 Daftar pustaka disusun menurut sistem nama dan tahun. Disusun menurut abjad nama belakang penulis
dengan urutan sebagai berikut: Nama penulis, tahun penerbitan, judul lengkap, nama publikasi/penerbitan,
nomor publikasi dan halaman (untuk majalah/jurnal).
Contoh Pustaka: Buku
Kuijt, J. 1969. The biology of parasitic flowering plants.
Berkeley and Los Angeles. University of California Press.
Bab dalam Buku
Lovejoy, T.E. & D.C. Oren. 1981. The minimum critical size of ecosystem, hlm. 7 –
12. Di dalam R.L. Burges & D.M. Sharpe. 1981. New York. Forest island
dynamics in man-dominated landscapes. Springer-verlag.
Jurnal
Meijer, W. 1985. A contribution to the taxonomy and biology of Rafflesia arnoldii in
West Sumatera. Anneles Bogoriense 3 (1):33-34.

Prosiding
Turner, S. 1994. Scale, observation and measurement: critical choices for biodiversity
research, hlm.97-111. Di dalam T.J.B. Boyle & B. Boontawee (ed.).1995.
Measuring and monitoring biodiversity in tropical and temperate forests.
Proceeding of a IUFRO Symposium August 27 th – September 2nd, 1994. Bogor.
Center for International Forestry Research.
Website/Internet
MacCracken, M.C. 1995. Climate change : The evidence mounts up.
Http://www.vsgcrp.gov/vsgcrp/mmnature.html
5. Artikel Essay (setara hasil penelitian) memuat:
 Judul harus tegas dan ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Inggris, tidak lebih dari 12 kata (tidak termasuk kata
sambung dan kata depan).
 Identitas penulis berisi nama lengkap penulis (hindari penggunaan singkatan) dan dibubuhi angka arab secara
berurut untuk keterangan tentang penulis (bila lebih dari satu penulis). Alamat lengkap penulis berisikan
lembaga/institusi asal penulis, lembaga dan alamat lengkap dengan nomor telepon, faksimili dan e-mail yang
dapat digunakan untuk melakukan komunikasi dengan mudah dan cepat.
 Abstrak (maksimal 300 kata) ditulis dalam Bahasa Inggris apabila naskah berbahasa Indonesia dan sebaliknya.
 Kata kunci/Keywords (5-8 kata).
 Pendahuluan (tanpa sub judul).
 Sub judul (jumlahnya disesuaikan kebutuhan).
6. Artikel untuk Book Review
 Judul buku
 Pengarang buku, penerbit, tahun terbit, jumlah halaman, ISBN
 Isi ulasan
7. Teknik pengutipan mengikuti format author date page (ADP) dengan mencantumkan nama pengarang dan tahun
penerbitan yang dikurung untuk teks awal atau tengah paragraph, serta keseluruhan nama dan tahun dimasukkan
dalam kurung untuk teks akhir paragraf tanpa menggunakan tanda koma).
8. Penulisan judul tabel dan gambar merupakan frase (bukan kalimat) pernyataan tentang tabel atau gambar secara
ringkas. Judul gambar diletakkan dibawah gambar dan diawali oleh huruf kapital serta diakhiri dengan tanda titik.
Judul tabel diletakkan di atas tabel dengan diawali oleh huruf kapital tanpa diakhiri dengan tanda titik. Secara
seragam di seluruh tubuh tulisan, judul tabel dimulai dari tepi kiri halaman sedangkan judul gambar di tengah
halaman.
9. Penomoran sub bab menggunakan angka arab (misalnya 1, 1.1 dan seterusnya). Hindari penggunaan bulleting.
10. Naskah asli, belum pernah dipublikasikan di media lainnya.
11. Hindari penggunaan bahasa asing, kecuali bila sulit ditemukan padanannya dan penulisannya dengan menggunakan
tulisan miring.
12. Kepastian penerimaan, penolakan dan pemuatan naskah akan diberitahukan kepada penulis secara tertulis atau
dengan media lainnya.
13. Naskah yang masuk serta pemuatan dalam jurnal merupakan hak prerogatif penyunting dan dijadikan bank data
serta tidak dapat diganggu gugat.
14. Redaksi dapat merubah kalimat tanpa merubah isi naskah secara keseluruhan.
15. Naskah yang tidak dimuat tidak akan dikembalikan kecuali pengiriman naskah disertai dengan perangko balasan.

Anda mungkin juga menyukai