Anda di halaman 1dari 16

Jurnal AGRIFOR Volume XVII Nomor 1, Maret 2018 ISSN P : 1412-6885

ISSN O : 2503-4960

PREFERENSI HABITAT BERDASARKAN DISTRIBUSI SPASIAL


HERPETOFAUNA DI KAWASAN PERTAMBANGAN BATUBARA
PT SINGLURUS PRATAMA, KALIMANTAN TIMUR

Teguh Muslim1, Yaya Rayadin2, dan Ali Suhardiman3


1
Program Studi Magister Ilmu Kehutanan Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman.
Jl. Ki Hajar Dewantoro, Gunung Kelua, Samarinda Ulu, Samarinda
75119, Kalimantan Timur, Indonesia. Tel./Fax.: +62-541-741033.
2
Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman. Jl. Ki Hajar Dewantoro, Gunung Kelua,
Samarinda Ulu, Samarinda 75119, Kalimantan Timur, Indonesia. Tel./Fax.: +62-541-
741033.
E-Mail: thegue97@gmail.com

ABSTRAK

Preferensi habitat berdasarkan distribusi spasial herpetofauna di Kawasan Pertambangan Batubara


PT Singlurus Pratama, Kalimantan Timur. Komunitas herpetofauna terbentuk karena adanya kesesuaian
habitat atau proses adaptasi yang memaksa suatu spesies untuk bertahan hidup. Pembukaan lahan
pertambangan berakibat hilang atau berubahnya habitat herpetofauna. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui preferensi habitat herpetofauna berdasarkan distribusi spasial herpetofauna di sekitar kawasan
pertambangan PT Singlurus Pratama. Survei dilakukan di areal revegetasi, hutan fragmentasi, kawasan yang
berdekatan dengan areal pertambangan, sungai dan atau spot air alami dan buatan pada dua blok
pertambangan yaitu blok Mutiara dan blok Merdeka. Metode pemilihan lokasi secara purposive sampling
dengan metode survei pencarian langsung (Visual Encounter Survey). Ditemukan 4 spesies utama yang
penyebarannya paling luas dengan populasi yang tinggi. Jenis herpetofauna yang paling sering dan banyak
ditemukan antara lain: Eutropis multifasciata, Enhydris enhydris, Polypedates leucomystax, Fejervarya
cancrivora dan Duttaphrynus melanostictus. Berdasarkan nilai indeks menunjukkan bahwa keanekaragaman
herpetofauna rendah dengan komunitas yang tertekan. Jenis herpetofauna lebih banyak ditemukan pada
tutupan lahan semak belukar, hutan sekunder dan areal pertanian yang terdapat sumber air didalamnya.
Kata kunci : Herpetofauna, Penyebaran, Pertambangan.

ABSTRACT

Habitat preference based on herpetofauna spatial distribution in Coal Mining Area of PT Singlurus
Pratama, East Kalimantan. Herpetofauna communities are formed due to the suitability of the habitat or
adaptation process that forces a species to survive. The opening of the land mines result in missing or
changing the habitat of herpetofauna. This research was conducted to know the preferences of the
herpetofauna of habitat based on spatial distribution of herpetofauna in the vicinity of mining area of PT
Singlurus Pratama. The survey was conducted in the area of revegetasi, forest fragmentation, the district
adjacent to the mining area, rivers and water spots or natural and man-made on two mining blocks i.e. block
Pearl and block independence. The method of election of purposive sampling location with direct search
survey methods (Visual Encounter Surveys). The main species found 4 that its spread most widely with
populations high. The most frequent species of herpetofauna and many found among others: Eutropis
multifasciata, Enhydris enhydris, Fejervarya cancrivora, Polypedates leucomystax and Duttaphrynus
melanostictus. Based on the value of the index indicates that the diversity of herpetofauna communities
distress with low. Types of herpetofauna more land cover found in the undergrowth, secondary forest and
agricultural areas that there are sources of water in it.
Key words : Herpetofauna, distribution, mining.

175
Preferensi Habitat … Teguh Muslim et al.

1. PENDAHULUAN suatu organisme dapat mempunyai area


yang luas ataupun sempit. Variasi jenis
Herpetofauna merupakan salah
dan banyaknya sumber pakan serta umur
satu komponen penyusun ekosistem yang
vegetasi pada areal reklamasi tersebut
memiliki peranan yang sangat penting,
juga sangat mempengaruhi terutama
baik secara ekologis maupun ekonomis
berkaitan dengan faktor waktu,
(Kusrini dkk. 2003). Selain itu,
heterogenitas, persaingan, kestabilan
herpetofauna juga memiliki peranan
lingkungan (suhu, kelembaban,
penting dalam menjaga keseimbangan
penutupan tajuk, formasi tanah) dan
ekosistem, karena sebagian besar
produktivitas (Goin dan Goin (1971);
herpetofauna berperan sebagai predator
Krebs (1978); Primack dkk. (1998);
pada tingkatan rantai makanan di suatu
(Alikodra, 2002). Sedangkan Santosa
ekosistem (Iskandar, 1998) terutama
(1995) menambahkan dan menegaskan
dalam pengendalian populasi serangga.
bahwa kemerataan dapat digunakan
(Kusrini dkk, 2003), serta dapat
sebagai indikator adanya jenis yang
digunakan sebagai bio-indikator kondisi
mendominasi pada suatu komunitas
lingkungan karena memiliki keterkaitan
dimana jika dominasi suatu jenis tinggi
dan respon terhadap perubahan
maka kemerataannya rendah.
lingkungan (Stebbins & Cohen (1997);
Di hutan yang mengalami sedikit
Iskandar, (1996).
gangguan atau hutan dengan tingkat
Kerusakan terhadap habitat
perubahan sedang memiliki jumlah jenis
alaminya baik di hutan produksi dan
yang lebih kaya daripada kawasan yang
hutan lindung terus saja terjadi tidak
sudah terganggu seperti hutan sekunder,
hanya dari aktivitas penebangan saja,
kebun dan pemukiman penduduk
tetapi juga alih fungsi hutan baik untuk
(Gillespie, dkk. 2005). Di lahan-lahan
perkebunan maupun pertambangan.
terganggu seperti lahan pasca tambang
Untuk itu, upaya dan usaha untuk
kehadiran herpetofauna dapat dijadikan
melindungi komponen biologi (dalam hal
sebagai indikator kualitas habitat seperti
ini amfibi dan reptil) sangat diperlukan
didalam memberikan gambaran dan
(Iskandar dan Erdellen, 2006).Banyak
petunjuk dari keberhasilan suatu kegiatan
diantara jenis ditemukan di Indonesia.
reklamasi dan revegetasi (Boer dkk,
Dalam 70 tahun terakhir, 762 jenis taksa
2014). Untuk itu, upaya identifikasi
dari luar Indonesia dan hanya 262 dari
kehadiran jenis herpetofauna di kawasan
Indonesia. (Iskandar dan Erdellen, 2006)
pertambangan perlu dilakukan untuk
dan 160 Jenis diantaranya terdapat di
melihat tingkat daya dukung lingkungan
Kalimantan (Borneo).
dalam pembentukkan habitat
Kehadiran herpetofauna pada
herpetofauna tersebut.
suatu habitat seperti misalnya di areal
reklamasi pasca tambang dapat
ditentukan oleh faktor jarak dan ruang 2. METODA PENELITIAN
kawasan sekitar tambang yang masih
2.1. Tempat dan Waktu
tersisa baik sebagai hutan alami atau
Penelitian dilaksankan di Kawasan
terfragmentasi. Di dalam habitatnya,
Pertambangan Batubara PT
makhluk hidup termasuk herpetofauna
Singlurus Pratama, Kalimantan
sudah menyesuaikan diri dengan kondisi
Timur. Pada bulan Februari-April
yang ada sehingga mampu bertahan
2017.
hidup (survive), tumbuh (growth), dan
berkembang biak (reproduction). Selain 2.2. Bahan dan Alat
itu, dalam penggunaan ruang yang sesuai

176
Jurnal AGRIFOR Volume XVII Nomor 1, Maret 2018 ISSN P : 1412-6885
ISSN O : 2503-4960

Peralatan dan bahan yang digunakan dalam kawasan Hutan Produksi Tetap
dalam penelitian ini antara lain: GPS, dengan kondisi morfologi lokasinya
tongkat ular, tangguk katak/kodok, adalah bergelombang sedang dengan
kantong spesimen, panduan ketinggian antara 80 s.d 185 meter
identifikasi jenis herpetofauna, senter, dari permukaan air laut. Blok
Peta kawasan, perangkat komputer Mutiara, lokasinya berada di luar
dan software pemetaan Arc Gis 10.1, kawasan hutan dimana wilayah
Kamera, tally sheet dan alat tulis. produksinya berada diantara
2.3. Area Kajian perkampungan penduduk, kebun
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan kelapa sawit, daerah trasmigrasi serta
pada 2 (dua) blok lokasi di kawasan dekat dengan wilayah operasional PT
konsesi pertambangan batubara PT Vico. Kondisi umum morfologi lokasi
Singlurus Pratama, Kalimantan di blok Mutiara adalah bergelombang
Timur. Lokasi PT Singlurus Pratama sedang dengan ketinggian antara 30
terletak di wilayah Kecamatan s.d 150 meter dari permukaan air laut.
Samboja, Kabupaten Kutai Peta wilayah PKP2B PT Singlurus
Kartanegara dan berbatasan dengan Pratama dimana di dalamnya terdapat
wilayah Balikpapan. Blok Sungai blok Merdeka dan blok Mutiara.
Merdeka, sebagai besar kawasan (Gambar 1)
operasional pertambangan masuk


X
X

Gambar 1. Lokasi Penelitian (√) di Areal Konsesi PT Singlurus Pratama

2.4. Cara Kerja observasi lapangan pada lokasi


Pengumpulan data berupa tutupan penelitian yang sudah ditentukan
vegetasi, spot air dan jenis berdasarkan peta situasi
herpetofauna, dan penandaan pertambangan PT Singlurus antara
koordinat perjumpaan berdasarkan lain : areal revegetasi, areal

177
Preferensi Habitat … Teguh Muslim et al.

persemaian, areal berhutan yang s.d 10.00 WITA) dan malam hari
terfragmentasi, areal yang berbatasan (pukul 19.00 s.d 23.00 WITA). Data
langsung dengan kawasan penyebaran jenis herpetofauna
pertambangan, sungai, settling pond, dilakukan dengan cara terlebih dahulu
embung, pit Dam, rawa, saluran air. menentukan lokasi survei,
Identifikasi jenis herpetofauna mencatat/mengambil titik koordinat
dilakukan dengan cara pengambilan lokasi survei/awal survei, mencatat
sampel dan menggunakan buku posisi koordinat perjumpaan jenis
panduan identifikasi jenis. Data herpetofauna, mencatat posisi spot
potensi herpetofauna yang diambil air.
dalam penelitian meliputi jenis dan
jumlah individu yang berhasil 2.5. Analisis Data
ditemukan saat pengamatan. Identifikasi keanekaragaman jenis
Survei pencarian jenis herpetofauna secara deskriptif dengan panduan
menggunakan metode pengamatan buku lapangan Amphibia dan Reptil.
langsung/ VES (Visual Encounter
Keanekaragaman Jenis Indeks
Survey) pada plot pengamatan yang
telah ditentukan secara sengaja Keanekaragaman Jenis Shannon (H’),
(Purposive Sampling). Pengamatan Indeks kemerataan Shannon (E)dan
dilakukan pada pagi hari (pukul 07.00 Indeks Margalef (DMG).

Keterangan :
: Indeks kemerataan jenis : indeks kekayaan jenis
: Indeks Keanekaragaman jenis : Jumlah Jenis
: logaritma Natural : Total Individu
: Jumlah individu jenis ke-

Preferensi habitat berdasarkan tipe 3. HASIL PENELITIAN DAN


tutupan lahan, ketinggian lokasi dan PEMBAHASAN
jarak sumber air dianalisis dengan
3.1. Keanekaragaman Jenis Herpetofauna
perangkat ArcGIS 10.1 dan hasilnya
Hasil survei herpetofauna di lokasi
disajikan dalam bentuk peta dan
penelitian menemukan 22 jenis
tabulasi dengan interpretasi secara herpetofauna yang dikelompokkan
deskriptif menjadi 2 (dua) kelas yaitu: 11 jenis
Amfibi dan 11 jenis Reptil (Tabel 1)

178
Jurnal AGRIFOR Volume XVII Nomor 1, Maret 2018 ISSN P : 1412-6885
ISSN O : 2503-4960

Tabel 1 Komposisi jenis dan individu herpetofauna di lokasi penelitian

Blok Merdeka Blok Mutiara


No. Jenis Famili
Σindividu Σindividu
1 Apterygordon vittatum Scincidae 1 -
2 Eutropis multifasciata 20 7
3 Bronchocela cristatella Agamidae 1 -
4 Crytodactylus baluensis 1 -
5 Gehyra mutilata 12 5
Gekkonidae
6 Gecko monarchus 2 -
7 Hemidactylus frenatus 2 2
8 Coura amboinensis Geomydidae 1 -
9 Dendrelaphis pictus 3 2
10 Enhydris enhydris Colubridae 4 40
11 Xenopeltis unicolor - 1

12 Bufo divergens 1 2
13 Duttaphrynus melonostictus 28 18
Bufonidae
14 Ingerohrynus biporcatus 1 12
15 Fejervarya cancrivora 41 150
Dicroglossidae
16 Fajervarya limnocharis 2 -
17 Hylarana chalconata 2 1
Ranidae
18 Odorrana hosii 1 -
19 Kaloula baleata Microhylidae 1 1
20 Leptolalax dringi Megaphrydae 1 -
21 Polypedates leucomystax 42 17
Rhacophoridae
22 Polypedates macrotis 3 -

Dari tabel 1 menunjukkan jumlah jenis Enhydris enhydris. Sedangkan untuk


herpetofauna di blok Merdeka lebih amfibi terdapat 3 (tiga) jenis dengan
banyak dibandingkan jumlah jenis di blok populasi individu tertinggi yaitu:
Mutiara. Terdapat 2 (dua) jenis Reptil Fejervarya cancrivora, Polypedates
dengani populasi individu yang tinggi leucomystax, dan Duttaphrynus
yaitu : Eutropis multifasciata dan melanostictus.

Tabel 2 Indeks Kekayaan, Keanekaragaman dan Kemerataan Herpetofauna

No Variabel Blok Merdeka Blok Mutiara


1 Σ Individu (N) 170 258
2 Σ Jenis (S) 21 13
3 INDEKS KEKAYAAN (DMG) 3.89423383 2.1610098
4 INDEKS KEANEKARGAMAN (H) 0.06042116 0.0430462
5 INDEKS KEMERATAAN (E) 0.01984586 0.0167825

Dari Tabel 2 diatas dapat disimpulkan blok Mutiara rendah meskipun pada blok
bahwa kekayaan jenis, keanekaragaman Merdeka lebih tinggi dibandingkan pada
herpetofauna pada Blok Merdeka dan Blok Mutiara. Sedangkan indeks

179
Preferensi Habitat … Teguh Muslim et al.

kemerataan jenis herpetofauna pada


kedua Blok tersebut menunjukkan bahwa 3.2. Distribusi Spasial dan Preferensi
komunitas tertekan. Habitat Herpetofauna
Tabel 3. Preferensi habitat herpetofauna berdasarkan tipe tutupan lahan
No Tutupan Lahan/Jenis PT PB SB HS Rev PK
1 Polypedates leucomystax √ √ √ √ √
2 Eutropis multifasciata √ √ √ √ √
3 Enhydris enhydris √ √ √ √
4 Fejervarya cancrivora √ √ √ √
5 Duttaphrynus melanostictus √ √ √ √

Gambar 2. Distribusi 5 Jenis herpetofauna dominan berdasarkan Tipe tutupan lahan

Pada tabel 3 dan Gambar 2 di atas kawasan pemukiman, sedangkan


terdapat 5 jenis herpetofauna yang Eutropis multifasciata tidak ditemukan di
dominan yang memilki lokasi penyebaran areal revegetasi tetapi ditemukan di
hampir merata di setiap tipe tutupan kawasan pemukiman. Kurniati dan
lahan. Beberapa jenis menyebar di Sulistyadi (2016) menyebutkan bahwa
beberapa tipe tutupan lahan yang sama Polypedates leucomystax dapat dijumpai
dan beberapa lainnya tersebar pada tipe di areal persawahan. Kadal kebun
tutupan lahan yang berbeda, seperti (Eutropis multifasciata) termasuk dalam
Polypedates leucomystax dan Eutropis famili Scincidae yang penyebarannya
multifasciata yang ditemukan pada lahan hampir di seluruh kepulauan di Indonesia,
pertanian, perkebunan, semak belukar banyak dijumpai pada kawasan yang
dan hutan sekunder, tetapi Polypedates terbuka atau terganggu yang ditutupi
leucomystax ditemukan di areal serasah (Das, 2004). Hoeve (1992)
revegetasi dan tidak ditemukan di menyebutkan bahwa jenis kadal ini dapat

180
Jurnal AGRIFOR Volume XVII Nomor 1, Maret 2018 ISSN P : 1412-6885
ISSN O : 2503-4960

ditemukan disekitar persawahan, ditemukan di beberapa lokasi diduga erat


perkebunan dan semak belukar. kaitannya dengan ketersediaan pakan dan
Sedangkan Polypedates leucomystax minimnya tutupan lahan vegetasi
merupakan jenis katak pohon yang penyusun di lokasi tersebut sebagai
kehadirannya sangat tergantung dengan tempat berlindung. Dugaan ini didukung
keberadaan vegetasi (Gunzburger dan oleh pernyataan Wanda dkk. (2012) yang
Travis, 2004). menyebutkan bahwa heterogenitas jenis
Enhydris enhydris dan Fejervarya vegetasi pada suatu habitat juga
cancrivora ditemukan di 4 tipe tutupan mempengaruhi keanekaragaman jenis
lahan yang sama, yaitu di lahan pertanian, katak (anura). Pendapat yang sama juga
perkebunan, semak belukar dan areal dikemukakan oleh Rios-Lopez dkk.,
revegetasi. Kedua jenis ini paling banyak (2007) yang menyebutkan untuk
ditemukan di lahan pertaninan sawah. meningkatkan kekayaan suatu jenis
Karns, dkk (2005) menyebutkan Enhydris (herpetofauna) maka perlu peningkatan
mendominasi areal persawahan. Berbeda heterogenitas jenis vegetasi.
dengan Duttaphrynus melanostictus yang Selain itu, dari hasil penelitian ini
tidak ditemukan di semak belukar tetapi menunjukkan pula bahwa jumlah spesies
banyak ditemukan di kawasan dari reptil yang ditemukan adalah lebih
pemukiman dan sebagian di lahan banyak daripada spesies dari amfibi,
pertanian, perkebunan sawit dan sebagian namun jumlah individu dari amfibi jauh
kecil lainnya ditemukan di areal lebih besar dibandingkan reptil. Jumlah
revegetasi. Kehadiran dan perjumpaan individu tertinggi dari kelas amfibi
jumlah jenis yang rendah pada suatu didominasi jenis yaitu: Polypedates
habitat tertentu dapat memberikan leucomystax (Rhacophoridae), Fejervarya
indikasi bahwa kualitas lingkungan di cancrivora (Dicroglossidae). Fejervarya
lokasi tersebut relatif rendah. Hal ini cancrivora Sering disebut katak hijau atau
selaras dengan pernyataan Denoel (2012) katak sawah mempunyai habitat asli di air
yang menyebutkan bahwa salah satu (aquatik) dengan penyebaran mencakup
penyebab menurunnya populasi jenis daerah persawahan, rawa air tawar, rawa
adalah destruksi habitat. Pernyataan ini bakau dan kawasan hutan. namun
juga didukung dari hasil penelitian Ul- distribusinya lebih banyak ditemukan di
Hasanah (2006) dimana dari hasil persawahan (Brilliantono , 2004;
penelitiannya menemukan bahwa jenis Iskandar, 1998; Inger 1996). Sedangkan
katak yang terdapat di habitat yang tidak Menurut Inger dan Lian (1996)
terganggu memiliki jumlah jenis yang Keberadaan jenis ini jarang sekali
lebih banyak daripada di habitat yang dijumpai di hutan, akan tetapi berlimpah
terganggu. di persawahan, karena sawah merupakan
Penggunaan habitat dapat digunakan habitat buatan manusia yang sangat
untuk menduga bagaimana seleksi dan disukainya (Inger & Lian 1996)
preferensi satwa tersebut di habitatnya Gooch dkk (2006) menyebutkan
(Garshelis, 2000). Seleksi sumber daya bahwa herpetofauna memiliki sifat
oleh satwa liar dapat menjadi informasi eksotermal dan relatif memilki daya
penting untuk mengetahui hubungan jelajah yang sempit dengan terbatasnya
antara kondisi habitatnya (alam) dengan kemampuan penyebaran. Terkait dengan
satwa liar dan cara suatu jenis satwa liar sempitnya dan terbatasnya kemampuan
tersebut menemukan kebutuhannya untuk penyebaran dari kelompok herpetofauna
bertahan hidup (Manly dkk., 2002). maka Sudarmadji, dkk. (2016) menduga
Minimnya jumlah jenis dan individu yang bahwa kehadiran herpetofauna di lahan-

181
Preferensi Habitat … Teguh Muslim et al.

lahan terganggu seperti lahan pasca jelas dapat dilihat dan dijelaskan dimana
tambang memerlukan waktu yang alam ada perbedaan kondisi biofisik
selaras dengan tingkat keberhasilan dari lingkungan antara blok Merdeka dan blok
kegiatan reklamasi dan revegetasi dan Mutiara. Selain itu, di blok Merdeka
untuk kehadirannya diduga dalam urutan masih berbatasan langsung dengan hutan
terakhir dari proses suksesi alami. produksi yang masih sangat baik
Kondisi beragamnya aktivitas dan kondisinya. Di blok Merdeka yang masih
kegiatan baik di dalam dan di luar berbatasan langsung dengan kawasan
kawasan lokasi penelitian seperti di PT hutan dan menyediakan lebih banyak
Singlurus Pratama menciptkan beberapa ekoton (daerah peralihan) lebih baik
daerah peralihan atau daerah ekoton. daripada di blok Mutiara yang kondisi di
Daerah ekoton tersebut merupakan sekitarnya hanya berupa pemukiman,
daerah pencampuran dua buah tipe kebun kelapa sawit, dan peladangan.
habitat atau lebih atau merupakan daerah Beragamnya vegetasi tersedianya daerah
peralihan antara dua atau lebih komunitas ekoton di blok Merdeka diduga menjadi
yang berbeda. Umumnya menurut daerah faktor penting keragaman jenis di blok
ekoton memiliki keanekargaman hayati Merdeka lebih banyak daripada di blok
yang cukup tinggi. (Rahayuningsih Mutiara. Vegetasi juga berfungsi sebagai
dkk.,2012). pelindung (cover) dan tempat hidup bagi
Merujuk keberadaan ekoton di lokasi satwa khususnya herpetofauna (Hidayat,
penelitian terhadap keberadaan dan 2014).
kelimpahan jenis herpetofauna secara

Tabel 4. Preferensi habitat herpetofauna berdasarkan ketinggian lokasi


No Ketinggian (m dpl)/Jenis 0-15 15 - 30 30 -45 45 - 60 60 - 75 75 - 90
1 Fejervarya cancrivora √ √ √ √ √ √
2 Eutropis multifasciata √ √ √ √ √ √
3 Duttaphrynus melanostictus √ √ √ √ √
4 Polypedates leucomystax √ √ √ √ √
5 Enhydris enhydris √ √ √ √

Berdasarkan tabel 4 dan gambar 3 sedangkan Enhydris enhydris kurang


dapat dilihat jumlah 5 jenis tersebut adaktif dibandingkan jenis herpetofauna
mengalami kecendrungan menurun pada lainnya. Fejervarya cancrivora
peningkatan level ketinggian. Pada 4 mempunyai habitat asli di air (aquatik)
skala level ketinggian dari 0 – 60 meter yang salah satu habitatnya di daerah
dpl jenis masih tetap berjumlah 5 jenis , dataran rendah (Iskandar, 1998).
kemudian menurun menjadi 4 jenis pada Meskipun katak ini dapat dijumpai pada
level ketinggian 60 – 75 meter dpl dan ketinggian tempat antara 0-1500 meter
selanjutnya turun lagi menjadi hanya 2 dari permukaan laut. (Kurniati 2000;
jenis pada ketinggian antara 75 – 90 Kurniati 2003; Liem 1973), tetapi Kodok
meter dpl. Fejervarya cancrivora dan Hijau pada umumnya dijumpai melimpah
Eutropis multifasciata lebih adaktif di areal pada dataran rendah (0-300 meter
dibandingkan jenis herpetofauna lainnya, dpl).

182
Jurnal AGRIFOR Volume XVII Nomor 1, Maret 2018 ISSN P : 1412-6885
ISSN O : 2503-4960

Gambar 3. Distribusi 5 Jenis herpetofauna dominan berdasarkan ketinggian lokasi habitat

Duttaphrynus melanostictus dapat walaupun Enhydris enhydris termasuk


ditemukan di daerah dengan ketinggian 0 jenis ular semi-aquatic dan sering
– 2000 m dpl (Gelb, 2013; Dijk, et. al., memangsa katak (Karns, dkk .2005),
2004; Marcelino, 2006). Sedangkan Wati akan tetapi tidak pada level ketinggian
dan Yosmed (2014) berhasil menemukan lebih dari 60 m dpl.
jenis katak ini mulai dari dataran rendah Kemungkinan tidak mampu
sampai dataran tinggi dengan ketinggian berpindah pada level ketinggian tersebut
antara 0 – 1000 m dpl. Menurut Naya, et disebabkan oleh posisi spot air yang
al (2009) disebutkan bahwa faktor berada cekungan tanah terjal atau saluran
ketinggian dapat mempengaruhi air yang tidak terhubung sampai
komposisi organisme yang dimangsa ketinggian tersebut. Polypedates
sehingga juga mempengaruhi perilaku leucomystax tidak ditemukan pada level
makan dan luas daerah jelajah. ketinggian di atas 75 m dpl dapat
Diketahui bahwa Eutropis disebabkan oleh kondisi lingkungan yang
multifasciata merupakan pemangsa tidak sesuai antara lain : tidak ada sumber
oportunis yang memangsa jenis-jenis air, vegetasi karena diketahui katak ini
arthropoda seperti serangga belalang termasuk dalam famili Rhacophoridae
(Puspitaningrum, 2009). Sehingga yang biasa disebut katak pohon dengan
mampu beradaptasi lebih luas pada dominan habitat bervegetasi dan dekat
perbedaan ketinggian dimana masih dengan sumber air, karena Polypedates
terdapat sumber pakan dilokasi tersebut. leucomystax merupakan jenis katak
Dari hasil pengamatan dilapangan untuk pohon yang kehadirannya sangat
Enhydris enhydris sering ditemukan tergantung dengan keberadaan air
bersamaan dengan Fejervarya cancrivora (Gunzburger dan Travis, 2004).

183
Preferensi Habitat … Teguh Muslim et al.

Tabel 5. Preferensi habitat herpetofauna berdasarkan jarak sumber air

No Jarak Spot Air/Jenis 0 -5 5-10 10-20 >20


1
Fejervarya cancrivora √ √ √ √
2
Eutropis multifasciata √ √ √ √
3
Duttaphrynus melanostictus √ √ √
4
Polypedates leucomystax √ √
5
Enhydris enhydris √

Berdasarkan tabel 5 dan gambar 4 Polypedates leucomystax


menunjukkan bahwa ke-5 (lima) jenis merupakan katak pohon famili
herpetofauna lebih banyak ditemukan Rhacophoridae yang biasa disebut katak
pada jarak 0 – 5 meter dari sumber air. pohon bergaris dengan dominan habitat
Sedangkan pada jarak 5 – 10 meter dari di air tetapi juga sering kali ditemukan
sumber air ditemukan 4 jenis. Pada jarak didarat pada dahan, daun sekitar areal
antara 10 – 20 meter dari sumber air berair, karena Polypedates leucomystax
ditemukan 3 jenis dan paling sedikit merupakan jenis katak pohon yang
dijumpai individu pada jarak lebih dari 20 kehadirannya sangat tergantung dengan
meter dari sumber air hanya 2 jenis saja. keberadaan air (Gunzburger dan Travis,
Jenis yang paling banyak ditemukan pada 2004). Hidup diantara tetumbuhan, kebun
jarak paling dekat secara berurutan yaitu : atau sekitar rawa dan hutan terganggu.
Fejervarya cancrivora, Eutropis (Yanuarefa dkk, 2012). Duttaphyrnus
multifasciata, Duttaphyrnus melanostictus Lebih banyak didaratan
melanostictus, Polypedates leucomystax, tetapi perkembangbiakan berlangsung
Enhydris enhydris. Fejervarya cancrivora pada areal berair (kolam, badan air,
sering disebut katak hijau atau katak sungai berarus lambat bahkan sampai
sawah mempunyai habitat asli di air kadar salinitas air sampai 1%
(aquatik) yang salah satu habitatnya di (McClelland, dkk. 2015). Sedangkan
daerah dataran rendah persawahan khusus untuk perilaku reproduksi kadal,
(Iskandar, 1998). Pada areal lokasi keberadaan air adalah tempat yang paling
tambang paling banyak ditemukan optimal dan ideal untuk mendukung
Settling Pond 1, dengan aktifitas di dalam proses reproduksinya (Teyssier dkk.
air pinggir kolam. Menurut Inger 2014). Untuk pakan kadal Kurniati et al.
(1996), penyebaran Fejervarya cancrivora (2000) menyebutkan bahwa sumber
mencakup daerah berair seperti pakan utamanya adalah serangga
persawahan, rawa, kolam, selokan, (84,59%). Walaupun ada sebagian dari
tempat-tempat berair dalam hutan, di jenis kadal yang memangsa cecak seperti
pesisir pantai, sungai-sungai. Ini yang diungkap oleh Paulino dkk. (2015).
menunjukkan katak tersebut menemukan
tempat seperti habitat aslinya.

184
Jurnal AGRIFOR Volume XVII Nomor 1, Maret 2018 ISSN P : 1412-6885
ISSN O : 2503-4960

Gambar 4. Distribusi 5 Jenis herpetofauna dominan berdasarkan jarak dari sumber air

Khusus untuk Enhydris enhydris Walton (2012) menambahkan pula


berdasarkan hasil pengamatan di informasi bahwa areal berair yang luas
lapangan, jenis ini kerap ditemui di dalam kawasan tambang merupakan
saluran-saluran air, kolam kolam ikan, sumber populasi bagi banyak jenis
lingkungan sawah, rawa dan sungai- herpetofauna. Namun, dampak dari
sungai kecil yang berarus tenang, dan pertambangan sangat jelas memperkecil
memangsa ikan kecil, serta seringkali habitat herpetofauna menjadi
menjadi hama di kolam-kolam mikrohabitat yang homogen dan
pemeliharaan ikan (Wiguna dkk., 2009). terpecah-pecah dengan menurunnya
Dari hasil survey juga ditemukan kekayaan jenisnya (Loughman, 2005).
Enhydris enhydris yang memangsa katak Solsky dkk, (2014) menyebutkan bahwa
Fejervarya cancrivora. Fenomena ini juga suatu jenis tertentu dari kelompok
pernah ditemukan oleh Karns, dkk (2005) herpetofauna yang habitatnya alaminya
yang menyebutkan bahwa Enhydris adalah terrestrial/arboreal harus
enhydris termasuk jenis ular semi-aquatic bermigrasi menuju sumber air saat
dan sering memangsa katak. Di lokasi bertelur. Bahkan, untuk beberapa jenis
penelitian, individu Kadal Kebun herpetofauna khususnya amfibi akan
(Eutropis multifasciata) lebih banyak menjadi langka bahkan punah apabila
dijumpai di areal dekat dengan air di jauh dari sumber air (Vitt dkk., 2008).
pinggir kolam pada blok Merdeka dan di Khusus habitat yang terbentuk akibat
pematang sawah pada blok Mutiara . aktivitas pertambangan untuk kondisi
Jenis ini memiliki sebaran habitat yang perairan tergenang tidak berbeda dengan
luas diantaranya mudah ditemukan di habitat perairan tergenang alami sebagai
lokasi dekat dengan air seperti di sekitar mikrohabitat bagi spesies tertentu.
persawahan dan di pinggir kolam (Hoeve, Seiring dengan waktu secara alami
1992). Menurut Alfarisi (2013) suksesi akan berkembang dan spesies
disebutkan bahwa faktor yang sangat akan lebih beragam dengan kekayaan
berpengaruh terhadap keberadaan kadal jenis yang sama, tetapi mungkin sulit
Eutropis multifasciata adalah kerapatan untuk menemukan komposisi jenis yang
rumput, kepadatan semak dan jarak sama (Walton, 2012). Banyak faktor yang
dengan sumber air. mempengaruhi pembentukkan suatu

185
Preferensi Habitat … Teguh Muslim et al.

ekosistem dalam suatu habitat. Ada Boer CD, Rustam, Suba RB, Syoim M,
banyak faktor yang dapat memengaruhi Sugiharto, Udayanti R, Setiobudi
seleksi sumber daya. Faktor faktor D. 2014. Final Report Monitoring
tersebut diantaranya adalah kepadatan Satwa Liar di Areal Pasca Tambang
populasi, kompetisi dengan spesies lain, PT. Berau Coal (2011 – 2013).
seleksi alam, komposisi kimia dan tekstur Kerja Sama PT. Berau Coal - Pusat
tumbuhan pakan, hereditas, predasi, Penelitian Lingkungan Hidup
ukuran patch dan jarak antar patch Universitas Mulawarman,
(Manly dkk, 2002). Berdasarkan Kalimantan Timur, Indonesia.
informasi tersebut maka dari hasil Brilliantono E. 2004. Katak Sumber
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Rejeki Yang Menggiurkan.
keberadaan air adalah faktor utama http://www.Bisnis.com/artikel.
pembentuk suatu ekosistem dan awal dari html.kategori=Bisnis_Jakarta&
kehidupan suatu suksesi terutama terkait id=21177strart=250 [9 Janurai
dengan kehadiran dan keanekaragaman 2018].
herpetofauna.
Denoel M (2012) Newt decline in
4. KESIMPULAN Western Europe: highlights from
relative distribution changes within
Jumlah Jenis Amfibi lebih tinggi guilds. Biodivers Conserv 21:2887–
dibandingan dengan jumlah jenis reptil 2898. doi:10.1007/s10531-012-
yang ada pada kawasan pertambangan. 0343-x
Keanekaragaman dan Kemerataan jenis Das, I. 2004. A Pocket Guide. The
herpetofauna di kawasan pertambangan Lizards of Borneo. Natural History
batubara PT Singlurus tergolong rendah Publications (Borneo) Sdn Bhd.
yang menunjukkan bahwa kondisi jenis Kota Kinabalu.
herpetofauna dalam kawasan dalam
kondisi tertekan. Areal revegetasi belum Dijk, v. P. P.,J. Iskandar, D., Lau, M. W.
menjadi habitat yang ideal bagi sebagian N., Huiqing, G., Baorong, G.,
besar jenis herpetofauna. Semua jenis Kuangyang, L., Wenhao, C.,
herpetofauna yang ditemukan berada Zhigang, Y., Chan, B., Dutta, S.,
pada kawasan dataran rendah (< 500 Inger, R., Manamendra-Arachchi,
mdpl) dengan preferensi habitat di lokasi K., Khan, M. S. K. 2004.
yang datar sampai agak curam (0% - "Duttaphrynus melanostictus".
25%) serta tidak jauh dari sumber air. IUCN Red List of Threatened
Species. Version 2014.3.
International Union for
DAFTAR PUSTAKA Conservation of Nature.
www.iucnredlist.org. 21 February
Alfarisi AM, 2013. Faktor-faktor Habitat 2015.
yang Mempengaruhi Keberadaan Garshelis, D.L. 2000. Delusions in
Kadal Kebun (Eutropis habitat evaluation: measuring use,
multifasciata) di Hutan Wanagama selection, and importance. Pages
I). Skripsi. Fakultas Kehutanan 111–164 in L. Boitani and T.K.
Universitas Gajah Mada. Fuller [EDS.], Research techniques
Alikodra HS. 2002. Pengelolaan in animal ecology: controversies
Satwaliar. Bogor: Yayasan Penerbit and consequences, Columbia
Fakultas Kehutanan.

186
Jurnal AGRIFOR Volume XVII Nomor 1, Maret 2018 ISSN P : 1412-6885
ISSN O : 2503-4960

University Press, New York, NY Ranidae, Herpetologica Vol. 52, no.


U.S.A. 2, hal. 241-246.
Gelb, J. 2013.Duttaphrynus Inger, RF. & TF. Lian. 1996. The natural
melanostictus. Animal Diversity history of amphibians and reptiles
Web. University of Michigan in Sabah. Natural History
Museum of Zoology. Publications (Borneo). Kota
http://animaldiversity.org/accounts/ Kinabalu
Duttaphrynus_melanostictus/. 9 Iskandar D.T and Walter R. Erdellen,
January 2017. 2006. Conservation of amphibians
Gillespie G, Howard S, Lockie D, and reptiles in Indonesia: issues and
Scroggie M, Boeadi. 2005. problems. Amphibian and Reptile
Herpetofaunal richness and Conservation 4(1):60-87. DOI:
community structure of offshore 10.1514/journal.arc.0040016
islands of Sulawesi, Indonesia . (2329KB PDF).
Biotropica 37(2): 279-290. Iskandar D.T., 1998. Amfibi Jawa dan
Gooch, M. M., A. M. Heupel, S. J. Price, Bali–Seri Panduan Lapangan.
and M. E. Dorcas. 2006. The Bogor: Puslitbang LIPI.
effects of survey protocol on Iskandar, D. T. 1996. The biodiversity of
detection probabilities and site the amphibians and reptiles of the
occupancy estimates of summer Indo-Australian archipelago:
breeding anurans. Applied assessment for future studies and
Herpetology 3:129-142
conservation, p. 353-365 in Turner,
Goin CJ, Goin OB. 1971. Introduction to I. M., Diong, C. H., Lim, S. S. L.,
Herpetology. Second Edition. San and Ng, P. K. L. (editors).
Francisco: Freeman. Biodiversity and the Dynamics of
Ecosystems (DIWPA Series)
Gunzburger MS, Travis J. 2004.
Volume 1.
Evaluating predation pressure on
green treefrog larvae across a Karns, DR, JC. Murphy, HK Voris dan
habitat gradient. Oecologia 140: Suddeth J. 2005. Comparison of
422-429. Semi-aquatic Snake Communities
Associated with the Khorat Basin,
Hidayat, W .2014. Analisis Dampak
Thailand. The Natural History
Pertambangan terhadap
Journal of Chulalongkorn
Pengembangan Wilayah di
University 5(2): 73-90, October
Kabupaten Luwu Timur Provinsi
2005.
Sulawesi Selatan. Tesis. Program
Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Krebs CJ. 1978. Ecology The
Departemen Ilmu Tanah dan Experimental Analysis of
Sumber Daya Lahan, Fakultas Distribution and Abundance.
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ecological Methodology. New
York: Harper dan Row Publisher.
Hoeve, V. 1992. Reptilia dan Ampibia.
Ensiklopedi Indonesia Seri Fauna. Kurniati, H dan E. Sulistyadi. 2016.
Jakarta: Departemen Pendidikan Kepadatan Kodok Fejervarya
dan Kebudayaan. Cancrivora di Persawahan Daerah
Kabupaten Kerawang, Jawa Barat
Inger, RF,. 1996, Comentary on Proposed
pada Tahun 2016. Laboratorium
Classification of The Family

187
Preferensi Habitat … Teguh Muslim et al.

Ekologi Bidang Zoologi, Pusat Manly BFJ, McDonald LL, Thomas DL,
Penelitian Biologi Lembaga Ilmu McDonald TL, Erickson WP. 2002.
Pengetahuan Indonesia Cibinong, Resource selection by animals:
Juni 2016 statistical design and analysis for
field studies. 2nd ed. Dordrecht,
Kurniati, H. 2003. Amphibians and
The Netherlands: Kluwer Academic
reptiles of Gunung Halimun
Publishers;.
National Park, West Java,
Indonesia. Research Center for Marcelino, J. 2006. A Information on
Biology-LIPI. Cibinong. Amphibian Biology and
Conservation.
Kurniati, H., Agus, H.T, Ibnu, M., 2000.
http;//amphibiaweb.org.
Analisis Kebiasaan Makan Kadal
(Mabouya multifasciata) Di Kebun McClelland P., J .T. Reardon, F. Kraus,
Raya Indonesia Cabang Bali. Biota C.J. Raxworthy and C.
Vol. V (3) : 107 – 114. Oktober Randrianantoandro. Asian Toad
2000. ISSN 0853-8670. Eradication Feasibility Report for
Madagascar. 2015. Te Anau, New
Kurniati, H., W. Crampton, A. Goodwin,
A. Locket & A. Sinkins. 2000. Zealand. 7.
Herpetofauna diversity of Ujung Naya, D. E., C. Veloso, F. Bozinovic.
kulon National Park: An inventory 2009. Gut Size variation among
results in 1990. Journal of Bufo spinulosus populations along
Biological Researches 6 (2): 113- a altitudinal (and dietary) Gradient.
128. Ann. Zool. Fennici . 46:16-20.
Kusrini MD. 2003. Predicting the impact Paulino EDA, Oliveira DBD, Da Silva
of the frog leg trade in Indonesia: CF, Quirino TF, Avila RW. 2015.
An ecological view of the Coleodactylus meridionalis
indonesian frog leg trade, (Meridian Gecko). Predation.
emphasizing Javanese edible frog Herpet Rev 46 (4): 631.
species. Dalam: MD Kusrini, A Primack RB, Supriatna J, Indrawan M,
Mardiastuti dan T Harvey 2003 Kramadibrata P .1998. Biologi
Konservasi Amfibi dan Reptil di Konservasi. Jakarta : Yayasan Obor
Indonesia. Bogor: Fakultas Indonesia.
Kehutanan IPB. Hal. 27-44.
Puspitaningrum, Ratih. 2009. Analisis
Liem, DSS. 1973. The frogs and toads of Komposisi Makanan pada
Tjibodas National Park Mt. Gede, Lambung Kadal (Eutropis
Java, Indonesia. The Philippine multifasciata). Skripsi. Fakultas
Journal of Science 100 (2): 131- Kehutanan Universitas Gajah
161. Mada.
Loughman ZJ. 2005. Natural History and Rahayuningsih M, Abdullah M. 2012.
Conservation Biology of a Southern Distribution and diversity of
West Virginia Contour Surface herpetofauna in supporting the
Mine Reptile and Amphibian conservation of biodiversity in the
Community. [Theses]. Marshall Campus of Sekaran Semarang State
University, Huntington, West University. J Conservation 1 (1): 1-
Virginia.
10. [Indonesian]

188
Jurnal AGRIFOR Volume XVII Nomor 1, Maret 2018 ISSN P : 1412-6885
ISSN O : 2503-4960

Rios-Lopez,N and T. Mitchell Aide. Ul-Hasanah, A. U. 2006. Amphibian


2007. Herpetofaunal Dynamic Diversity in Bukit Barisan Selatan
During Secondary Succession. National Park, Lampung-Bengkulu.
Herpetologica Mar 2007: Vol. 63, [Skripsi]. Bogor. Institut Pertanian
Issue 1, pg(s) 35- Bogor.
50https://doi.org/10.1655/0018- Vitt L.J., Shepard D.B., Vieira G.H.C.,
0831(2007)63[35:HDDSS]2.0.CO; Caldwell J.P., Colli G.R., Mesquita
2 D.O. 2008. Ecology of Anolis
Santosa Y .1995. Teknik Pengukuran nitens brasiliensis in cerrado
Keanekaragaman Satwaliar. Bogor: woodlands of Cantão. Copeia.
Jurusan Konservasi Sumberdaya 2008;:142–151. doi:10.1643/CP-
Hutan Fakultas Kehutanan Institut 06-251
Pertanian Bogor. Bogor. Walton JL. 2012. The Effects of Mine
Solsky M., D Smolova, J. Dolezalova, K. Land Reclamation on
Sebkova, and J. Vojar. 2014. Herpetofaunal Communities.
Clutch size variation in Agile Frog [Thesis]. University of Texas,
Rana dalmatina on post-mining Arlington.
areas. Polish Journal of Wanda I F., W. Novarino dan D.H.
Ecology. Pol. J. Ecol. (2014) 62: Tjong. 2012. Jenis-Jenis Anura
679–677. (Amphibia) Di Hutan Harapan,
Stebbins RC, Cohen NW. 1997. A Jambi. Jurnal Biologi Universitas
Natural History of Amphibians. Andalas (J. Bio. UA.). 1(2)
New Jersey: Princeton Univ. Pr. – Desember 2012 : 99-107.
Sudarmadji T, Hartati W. 2016. The Wati M dan H. Yosmed Hidayat. 2014.
process of rehabilitation of mined Komposisi Makanan (Diet) Dua
forest lands towards degraded Spesies Kodok Bufo melanostictus,
forest ecosystem recovery in Schneider (1799) dan Bufo asper,
Kalimantan, Indonesia. Gravenhorst (1829) di Dataran
Biodiversitas 17:185-191. Tinggi dan Dataran rendah
Sumatera Barat. Website:
Teyssier A, E. Bestion, M. Richard and J.
ejournal.stkip-pgri-
Cotea, 2014. Partners’ personality
sumbar.ac.id/index.php/pelangi.
types and mate preferences:
Vol. 6 No.2 Juni 2014 (152-160).
predation risk matters.
http://dx.doi.org/10.22202/jp.2014.
Behavioral Ecology (2014),
v6i2.300.
25(4), 723–733.
doi:10.1093/beheco/aru049.
Downloaded from
http://beheco.oxfordjournals.org/
by teguh muslim on October 10,
2016.

189
Preferensi Habitat … Teguh Muslim et al.

Wiguna, Chandra, Darmono dan Kapsul. Yanuarefa, M.F, G, Heriyanto dan U.


2009. Inventarisasi Jenis Ular di Joko .2012. Panduan Lapang
Desa Keliling Benteng Ilir Herpetofauna (Amfibi dan Reptil)
Kecamatan Sungai Tabuk Taman Nasional Alas Purwo. Balai
Kabupaten Banjar. Jurnal Taman Nasional Alas Purwo.
Wahana Bio, Vol.1.

190

Anda mungkin juga menyukai