Anda di halaman 1dari 3

Nama : Dinda Fadhilah Belahusna

No BP : 1810421037
Kelas : Biolog A
Mata kuliah : Biokonservasi
Dosen Pengampu : Dr. Syaifullah

RINGKASAN JURNAL

1. Identifikasi Jurnal
Judul : Keragaman Dan Strategi Konservasi Genetik Jenis Merbau (Intsia
Bijuga (Colebr.) O. Kuntze) Di Papua
Pengarang : Faisal Danu Tuheteru
Jurnal : Mitra Hutan Tanman
Volume :5
Nomor :2
Waktu Penerbitan : Agustus 2010
Halaman : 39-86

2. Latar Belakang
Merbau merupakan salah satu jenis tumbuhan hutan pantai dan hutan hujan tropika
dataran rendah di Indonesia. Jenis tersebut dapat menghasilkan kayu komersial dengan
nilai ekonomi tinggi.

Pemanfaatan merbau secara berlebihan dengan penerapan sistem silvikultur yang dengan
penebangan pohon. Kondisi formasi hutan yang demikian cenderung akan menimbulkan
erosi genetik akibat meningkatnya kawin kerabat serta dapat memusnahkan sumber
plasma nutfah/genetika yang baik sehingga akibatnya populasi merbau di alam terus
berkurang serta menyisakan tegakan dengan mutu rendah.

Dampak dari eksploitasi merbau yang berlebihan tersebut berakibat status konservasi
merbau di Indonesia telah masuk dalam Red List IUCN sebagai jenis yang beresiko
punah karena eksploitasi komersial, sedangkan menurut the Convention on the Trade in
Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES) merbau diklasifikasikan sebagai
jenis yang vulnerable (CITES Appendix III).
Keanekaragaman genetik merupakan variasi genetik dalam spesies yang meliputi
populasi, yang perbedaannya jelas di dalam jenis yang sama. Variasi genetik menunjuk
kepada frekuensi (struktur alelik dan genotipik) serta tipe genetik dalam populasi.
Diversitas genetik sangat penting karena merupakan faktor utama yang memungkinkan
populasi beradaptasi terhadap perubahan lingkungan, evolusi jangka panjang, serta
menjadi fondasi untuk pemuliaan genetik.

3. Metodologi Analisis
Analisis dilakukan dengan penanda molekuler DNA yaitu Random Amplified
Polymorphic DNA (RAPD) yang menggunakan 15 primer menghasilkan 77 loci (locus)
polimorfik. Penelitian mengambil contoh daun dari semai di bawah pohon induk merbau
yang berasal dari 4 populasi, yakni Hutan Penelitian Carita (Banten), Ternate (Maluku
Utara), Manokwari dan Nabire (Papua) dengan jarak antar pohon induk minimal 100 m
pada populasi hutan alam.

4. Hasil
Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata keragaman genetik di dalam populasi adalah
0,296 yang mengindikasikan bahwa keragaman genetik ke empat populasi masih cukup
tinggi. Angka ini lebih besar dari rata-rata keragaman genetik kelompok jenis tropis
maupun jenis konifer, yaitu 0,211 dan 0,207. Rata-rata jarak genetik antar populasi adalah
0,141; artinya 86% dari keragaman genetik berada di dalam populasi.

Strategi Konservasi Genetik Merbau


Konservasi Sumberdaya Genetik Hutan (SDGH) hanya dapat dicapai melalui proteksi
populasi di habitat alaminya (biasa disebut konservasi in-situ) atau preservasi dasar
sampel dalam gene banks (biasa disebut konservasi ex-situ). Kedua bentuk konservasi
tersebut saling melengkapi

a. Konservasi Genetik Merbau Cara Ex-Situ


Pada jenis merbau, sampai saat ini konservasi genetik ex-situ dinamis belum
dilakukan. Oleh karena itu pengumpulan materi genetik (baik generatif maupun
vegetatif) yang unggul harus segera dilakukan untuk mendukung program pemuliaan
seperti uji species, uji provenans, uji keturunan, serta pembangunan kebun benih
unggul. Selain untuk kepentingan konservasi genetik, hal ini juga dimaksudkan untuk
mendukung pembangunan hutan tanaman merbau, ketersediaan tanaman pengayaan,
reforestasi dan rehabilitasi lahan. Pendekatan statis mengandung makna preservasi
jenis flora dengan pembangunan kebun raya atau arboretum untuk tujuan
penyelamatan dan pendidikan.

b. Konservasi Genetik Merbau Cara In-Situ


Konservasi in-situ adalah konservasi genetik suatu jenis atau kelompok jenis di daerah
sebaran alaminya. Secara teori konservasi ini paling cocok untuk konservasi genetik
jangka panjang pada sebagian besar jenis, terutama jenis yang sudah mulai langka dan
terancam punah. Karena dilakukan pada ekosistemnya, maka interaksi genetik dengan
lingkungan serta adaptasi dan evolusi yang ada tetap dapat dipertahankan secara
lestari.

Tujuan konservasi in-situ adalah: 1) untuk memelihara dan mengabadikan keragaman


genetik yang terancam erosi genetik, 2) mengintegrasikan pengelolaan genetik ke
dalam keberadaan dan keberlanjutan tujuan dan rencana pengelolaan hutan, 3)
memanfaatkan asal-usul sumber populasi untuk kepentingan reboisasi dan pengayaan
tanaman, 4) memanfaatkan asal-usul sumber populasi sebagai sumber genetik
potensial untuk seleksi dan pemuliaan.
Pengetahuan tentang informasi keragaman genetik dan hubungan kekerabatan populasi
sangat diperlukan dalam konservasi in-situ, yaitu untuk menentukan jumlah lokasi
yang harus ditetapkan (sebagai areal konservasi) serta luas areal dan jumlah individu
di dalamnya. Pertimbangan utama konservasi in-situ adalah minimal 1 (satu) populasi
untuk masing-masing zona wilayah serta populasi yang dipilih harus memiliki
keragaman genetik yang tinggi.

Mengingat kondisi populasi I. bijuga di Papua masih baik (keragaman genetik masih
tinggi), maka untuk menjaga populasi-populasi tersebut perlu secepatnya dilakukan
konservasi in-situ di beberapa wilayah sebaran alaminya. Untuk itu perlu dilakukan
inventarisasi dan penetapan kawasan konservasi. IUPHHK di Papua telah dilakukan,
namun belum dilakukan evaluasi, bahkan pengamatan dan pelaporannya tidak
terdokumentasi dengan baik.

5. Kesimpulan
Sumberdaya genetik tanaman hutan (SDGTH) adalah bagian integral dari
keanekaragaman hayati yang merupakan salah satu penyangga kehidupan manusia.
Merbau (Intsia bijuga O. Kuntze) merupakan salah satu sumberdaya genetik hutan
Indonesia, namun populasinya terus menurun dari tahun ke tahun akibat penebangan
hutan alam yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan kayu baik di tingkat lokal
maupun internasional, tanpa diimbangi dengan usaha penanaman yang memadai. Oleh
karena itu merbau perlu dikonservasi untuk menyelamatkan jenis ini dari ancaman
kepunahan. Konservasi jenis merbau dapat dilakukan melalui metode konservasi in-situ
maupun konservasi ex-situ. Berdasarkan hasil analisis variasi genetik dan dendrogram
kekerabatan populasi, maka disimpulkan bahwa keragaman genetik merbau di wilayah
Papua dapat diwakili populasi Manokwari dan Nabire. Untuk kepentingan konservasi
genetik merbau dari wilayah Papua, perlu dikumpulkan minimum 30 pohon tiap populasi.
Beberapa lokasi yang dijadikan sebagai tempat konservasi ex-situ merbau, diantaranya
hutanhutan penelitian Sumber Waringin (Bondowoso, Jawa Timur), Pasir Awi, Dramaga,
Yanlapa, Haurbentes (Bogor, Jawa Barat), Carita (Banten), Pasir Hantap (Sukabumi,
Jawa Barat), dan Cikampek (Jawa Barat).

6. Implikasi
Eksplorasi bahan genetik merbau dari hutan alam untuk konservasi exsitu dan kegiatan
pemuliaan serta menjaga populasi yang memiliki keragaman genetik yang tinggi di
habitat alaminya merupakan agenda mendesak yang harus dilakukan oleh semua
pemangku kepentingan (stakeholders) seperti pemerintah (daerah dan pusat), dunia usaha
perkayuan, lembaga penelitian, Perguruan Tinggi, dan masyarakat Papua secara khusus.

7. Limitasi
Penelitian ini pun tidak luput dari keterbatasan, diantaranya adalah literatur yang
digunakan dalam baik dalam bentuk opini maupun penelitian empiris sehingga
menyulitkan penulis untuk merangkumnya.

Anda mungkin juga menyukai