Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

ILMU PEMULIAN TERNAK

“KONSERVASI INSITU DAN EKSITU”

DOSEN PENGAMPU : Dr. Ir. W. M. Nalley, M. Si.

OLEH

OKTAN TUSRY HERDHI POY/NIM. 1911010010


NITTY CENDRABAGUSTI MAFEFA/NIM. 1911010005

PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2019
Konservasi untuk Hewan dan Spesies Ternak

Secara umum yang dimaksud dengan konservasi adalah penggunaan sumber


daya alam seperti tanah, air, tanaman, hewan dan mineral secara berkelanjutan
(sustainable). Sumber daya alam pada suatu wilayah adalah merupakan suatu asset
dasar, sehingga pemborosan penggunaannya akan mengakibatkan kehilangan yang
sangat berharga dari segi ekonomi, keilmuan, sosial, budaya, maupun estetika.
Sementara itu ternak merupakan sumberdaya genetik hewan yang telah melayani
kebutuhan manusia baik untuk sandang, pangan dan tenaga kerja sejak berabad-abad
yang lalu (PONZONI, 1997). Untuk spesies ternak, terminologi sumberdaya genetik
pada umumnya adalah sinonim dari terminologi breed (rumpun atau bangsa atau ras).
Rumpun atau bangsa atau ras yang ada sekarang terbentuk karena aktifitas manusia
atau karena seleksi alam (SIMON, 1999).

Defenisi In-Situ Konservasi Genetik Hewan

Konservasi Insitu, meliputi metode dan alat untuk melindungi spesies, variasi
genetik dan habitat dalam ekosistem aslinya. Pendekatan insitu meliputi penetapan dan
pengelolaan kawasan lindung seperti: cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional,
taman wisata alam, hutan lindung, sempadan sungai, kawasan plasma nutfah dan
kawasan bergambut. Dalam prakteknya, pendekatan insitu juga termasuk pengelolaan
satwa liar dan strategi perlindungan sumberdaya di luar kawasan lindung. Di bidang
kehutanan dan pertanian, pendekatan insitu juga digunakan untuk melindungi
keanekaragaman genetik tanaman di habitat aslinya serta penetapan spesies dilindungi
tanpa menspesifikasikan habitatnya.
Pada program peningkatan genetik secara konvensional, seleksi dilakukan
dengan berdasarkan fenotipe (sifat) yang nampak saja tanpa mengetahui gen mana
yang sebenarnya diseleksi. Dengan demikian berkembangnya marka molekuler ini
disambut secara antusias yang besar karena merupa-kan suatu penemuan utama yang
menjanjikan untuk mengatasi keterbatasan teknik konvensional. Untuk mendapatkan
marka gen, dapat dilakukan melalui dua pendekatan utama, yaitu:
1. Pendekatan marka gen kandidat (Candidate gene marker approach), dan
2. Pendekatan marka random (Random marker approach).
Pengertian konservasi in situ adalah konservasi dari spesie target dalam
ekosistem alami yang ditempatkan oleh ekosistem tersebut, khusus untuk tumbuhan
untuk populasi yang dibiakkan secara alami, konservasi in situ termasuk regenerasi
buatan bilamana penanaman dilakukan tanpa seleksi yang disengaja dan pada area
yang sama bila benih atau materi reproduktif lainnya dikumpulkan secara acak. Secara
umum, metode konservasi in situ memiliki 3 ciri: Fase pertumbuhan dari spesies dijaga
di dalam ekosistem di mana mereka terdapat secara alami, Regenerasi target spesies
terjadi tanpa manipulasi manusia atau intervensi terbatas pada langkah jangka pendek
untuk menghindarkan faktor-faktor yang merugikan sebagai akibat dari tataguna lahan
dari lahan yang berdekatan atau dari fragmentasi hutan.
Untuk menjamin konservasi diversitas genetik yang besar di dalam spesies,
beberapa area konservasi mungkin diperlukan, jumlah yang tepat dan ukurannya akan
tergantung kepada distribusi diversitas genetik dari spesies yang dikonservasi.
Penjagaan dan berfungsinya ekosistem pada konservasi in situ tergantung kepada
pemahaman beberapa interaksi ekologi.
Karena kemajuan di bidang pemuliaan, varietas unggul dapat diciptakan dengan
merakit sifat-sifat yang baik dari beberapa sumber plasma nutfah. Semakin besar sifat
keanekaragaman yang dimilikinya, akan semakin bebas pemulia untuk merakit sifat-
sifat yang baik. Dengan silih bergantinya zaman, varietas unggul tidak dapat langgeng
bertahan dipakai oleh petani. Memang pada saat tertentu atau pada kondisi yang
memadai varietas unggul mampu mengatasi atau melebihi hasil varietas lain, akan
tetapi pada kondisi yang lain untuk lingkungan yang kurang menguntungkan misalnya
munculnya kembali penyakit atau hama di daerah penanamannya dapat memukul
parah bahkan mengakibatkan fatal.

Ex-Situ Konservasi Genetic Hewan

Konservasi Eksitu, meliputi metode dan alat untuk melindungi spesies tanaman,
satwa liar dan organisme mikro serta varietas genetik di luar habitat/ekosistem aslinya.
Kegiatan yang umum dilakukan antara lain penangkaran, penyimpanan atau
pengklonan karena alasan:
(1) habitat mengalami kerusakan akibat konversi;
(2) materi tersebut dapat digunakan untuk penelitian, percobaan, pengembangan
produk baru atau pendidikan lingkungan. Dalam metode tersebut termasuk:
pembangunan kebun raya, koleksi mikologi, museum, bank biji, koleksi kultur jaringan
dan kebun binatang. Mengingat bahwa organisme dikelola dalam lingkungan
buatan,metode eksitu mengisolasi spesies dari proses-proses evolusi.
Konservasi ex situ merupakan metode konservasi yang mengonservasi spesies
di luar distribusi alami dari populasi tetuanya. Konservasi ini merupakan proses
melindungi spesies tumbuhan dan hewan (langka) dengan mengambilnya dari habitat
yang tidak aman atau terancam dan menempatkannya atau bagiannya di bawah
perlindungan manusia.
Konservasi exsitu ini sesungguhnya sangat bermanfaat untuk melindungi
biodiversitas, tetapi jauh dari cukup untuk menyelamatkan spesies dari kepunahan.
Metode ini dipengunakan sebagai cara terakhir atau sebab suplemen terhadap
konservasi ini situ karena tidak dapat menciptakan kembali habitat secara keseluruhan:
seluruh varisi genetik dari suatu spesies, pasangan simbiotiknya, atau elemen-
elemennya, yang dalam jangka panjang, mungkin membantu suatu spesies beradaptasi
pada lingkungan yang berubah.
Sebaliknya, konservasi ex situ menghilangkan spesies dari konteks ekologi
alaminya, melindunginya di bawah kondisi semi-terisolasi di mana evolusi alami dan
proses adaptasi dihentikan sementara atau dirubah dengan mengintroduksi spesimen
pada habitat yang tidak alami. Dalam hal metode penyimpanan kriogenik, proses-
proses adaptasi spesimen yang dipreservasi membeku keseluruhannya. Kelemahannya
adalah bila spesimen ini dilepaskan ke alam, spesies mungkin kekurangan adaptasi
genetik dan mutasi yang akan memungkinkannya untuk bertahan dalam habitat alami
yang selalu berubah.
Teknik-teknik konservasi ex situ seringkali mahal, dengan penyimpanan
kriogenik yang secara ekonomis tidak layak pada kebanyakan spesies. Bank benih
tidak efektif untuk tumbuhan tertentu yang memiliki benih rekalsitran yang tidak tetap
viabel dalam jangkan lama. Hama dan penyakit tertentu di mana spesies yang
dikonservasi tidak memiliki daya tahan terhadapnya mungkin juga dapat merusakannya
pada pertanaman ex situ dan hewan hidup dalam penangkaran ex situ.
Faktor-faktor ini dikombinasikan dengan lingkungan yang spesifik yang
diperlukan oleh banyak spesies, beberapa di antaranya tidak mungkin diciptakan
kembali, membuat konservasi ex situ tidak mungkin dilakukan untuk banyak flora dan
fauna langka di dunia.
Beberapa butir kesimpulan yang dapat dirumuskan dafi Seminar Nasional
Konservasi dan Pemanfaatan Plasma Nutfah Satwa Nusantara pada hari Rabu 5
September 2012, mencakup:
1. Kekayaan keanekaragaman (biodiversitas) plasma nutfah satwa Nusantara,
khususnya ternak, yang cukup tinggi merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa
yang harus dijaga kelestariannya serta dioptimalkan pemanfaatannya bagi generasi
penerus bangsa Indonesia secara berkelanjutan. Puluhan rumpun ternak asli
Indonesia dan ratusan rumpun ternak yang telah teradaptasi dengan kondisi lokal
Indonesia merupakan potensi besar sebagai penyedia bahan baku pangan dan
bahan baku industri di Indonesia.
2. Dari potensi fauna yang begitu besar, yang dibudidayakan untuk manfaat
kepentingan peri kehidupan bangsa Indonesia baru sebahagian saja, seperti yang
sudah dilakukan sejak zaman Majopahit yaitu ikan bandeng dan domestikasi ikan
tambra/ikan kancra atau ikan batak (Labeobarbus tambriodes) yang dilakukan oleh
keluarga batak di Sumatra; banyak yang belum dimanfaatkan untuk tujuan produksi
maupun perbaikan mutu genetik bangsa-bangsa satwa seperti banteng liar yang
merupakan " stock " bibit masa depan.
3. Dalam rangka meningkatkan produktivitas ternak sebagai penyedia bahan baku
pangan, kebijakan pemerintah dalam memanfaatkan teknologi inseminasi buatan
selama puluhan tahuan dengan menyilangkan ternak asli dan ternak lokal
(khususnya sapi) dengan ternak exotic (impor) telah berhasil meningkatkan produksi
daging dan susu secara nasional. Namun demikian, karena implementasi program
persilangan tidak dilakukan secara terencana dan terarah, perhatian terhadap mutu
genetik ternak lokal Indonesia sangat rendah karena banyak pihak mengklaim bahwa
ternak hasil persilangan selalu lebih besar dan lebih menguntungkan secara
ekonomis daripada rumpun ternak lokal. Demikian juga untuk implementasi teknologi
transfer embrio.
4. Karena hampir semua komoditas ternak asli/lokal di Indonesia tidak atau kurang
diperhatikan, usaha perbibitan ternak lokal kurang dikembangkan sehingga tidak
tersedia ternak berkualifikasi bibit dalam jumlah besar. Bahkan untuk komoditas sapi
dan kerbau, tidak ada satu ekor pun yang dapat dikategorikan sebagai bibit karena
tidak adanya catatan asal-usul dan catatan produktivitasnya secara genetik.
Sebaliknya, mutu genetik ternak lokal terus menurun dan beberapa rumpun ternak
berstatus langka, kritis, dan hampir punah.
5. Selain karena sebagian besar ternak lokal dikelola peternak berskala kecil sebagai
usaha sampingan, kemunduran mutu genetik sumberdaya genetik ternak juga
disebabkan karena perilaku eksploitatif manusia yang lebih mengutamakan
kepentingan ekonomi tanpa mempedulikan keberlanjutannya, atau karena bencana
alam dan keadaan darurat, epidemi penyakit hewan termasuk zoonosis. Untuk
penyebab yang dapat dikontrol, perlu ada upaya pencegahan kemerosotan mutu
genetik ternak lokal.
6. Pemanfaatan bioteknologi molekuler untuk perbaikan mutu genetik ternak lokal
kurang efektif karena tidak tersedianya data produksi dan reproduksi pada hampir
semua komoditas ternak sebagai akibat tidak adanya usaha perbibitan ternak yang
dikelola secara professional dalam populasi besar. Usaha perbibitan ternak yang
dilakukan peternak berskala kecil memiliki banyak kelemahan di hampir semua
aspek usaha.
7. Menyadari bahwa konservasi biodiversitas yang mengoptimalkan pemanfaatan
ternak lokal dengan memperhatikan pelestariannya mutlak diperlukan, maka
Program perbibitan ternak lokal harus digencarkan; Usaha perbibitan ternak yang
telah dilakukan pemerintah melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT Pusat) dan UPT
Daerah perlu lebih mengutamakan rumpun ternak asli/lokal serta perlu ditata ulang;
Berbagai kebijakan pemerintah yang sejalan dengan arah pengembangan bibit
ternak lokal perlu disosialisasikan; Selain itu, komitmen pemerintah untuk
menjalankan semua kebijakan yang telah disusunnya perlu dijamin konsistensinya;
Etnozoologi dan Perubatanetno (ethnomedicine) satwa harus menjadi perhatian kita
(jenis-jenis ular, serangga, dan lainnya yang mempunyai bisa yang sekarang dipakai
obat; dalam kaitan ini harus diupayakan adanya Bank Genom dan kriopreservasi
mulai dari DNA sampai sperma dan embrio dari satwa liar, satwa domestikasi
maupun ternak. Dari segi pemanfaatan satwa primata sebagai dalam penelitian
biomedis secara lestari, maka penting melakukan penangkaran sp Indonesia sebagai
pendukung kegiatan penelitian biomedis ; dan Penelitian menggunakan sp Indonesia
mendukung konsep penyediaan hewan laboratorium mendukung rantai evaluasi dari
laboratorium ke percobaan klinik .
8. Perlu lebih mengefektifkan kegiatan konservasi, sinergi antara pemerintah,
akademisi/peneliti, pelaku usaha, dan komunitas mutlak diperlukan dengan
memainkan peran masing-masing pihak tersebut sesuai dengan kompetensi dan
tanggungjawabnya dalam kerangka visi yang sama untuk melestarikan dan
memanfaatkan biodiversitas ternak asli/lokal secara optimal dan berkelanjutan.
9. Belajar dari kegiatan konservasi biodiversitas ternak asli/lokal Indonesia, ke depan
bangsa Indonesia harus lebih mengedepankan pendekatan imu pengetahuan dan
teknologi yang digali dari kekayaan bangsa Indonesia sendiri untuk kemajuan
manusia Indonesia dalam berkompetisi secara internasional di komunitas global.

*Diolah dari berbagai sumber

Anda mungkin juga menyukai