Anda di halaman 1dari 8

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/303407859

Habitat fragmentation Owa Kelawat (Hylobates muelleri) in the area of the


settlement of Samarinda, East Kalimantan (Fragmentasi Habitat Owa Kelawat
(Hylobates muelleri) Di Kawasan...

Conference Paper · March 2016

CITATIONS READS

0 984

11 authors, including:

Teguh Muslim
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumberdaya Alam
68 PUBLICATIONS   17 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

survey of Amyda on East Kalimantan View project

Survei sarang orangutan di Kalimantan Timur View project

All content following this page was uploaded by Teguh Muslim on 23 May 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Seminar Nasional Biologi 2016

Fragmentasi Habitat Owa Kelawat (Hylobates muelleri) Di Kawasan


Pemukiman Samarinda, Kalimantan Timur
Suryanto 1, Teguh Muslim 2, Warsidi3
1,2,3
Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam
Jl. Soekarno Hatta Km. 38 PO. BOX 578 Balikpapan 76112 Telp. (0542) 7217663
email : 1suryantoflitce@gmail.com/ 2tm97_forester@yahoo.com

Abstrak
Di tengah ancaman kepunahannya, keberadaan Owa Kelawat dilaporkan ada di habitat yang terfragmentasi di
sela derap pembanguan kota. Upaya perlindungan perlu segera dilakukan Tujuan penelitian ini adalah
menyediakan informasi pendahluan mengenai populasi, perilaku, dan daya dukung habitat untuk Owa. Informasi
ini kemudian dapat digunakan sebagai refenrensi dalam usaha penyelamatan Owa yang tepat. Pengamatan
dilakukan selama 3 minggu menggunakan metode pengamatan langsung (Visual Encounter Survey) pada habitat
terfragmentasi (Patch area) selama 3 minggu dengan waktu pengamatan pagi hari (pukul 05.30-10.00 WITA),
sore hari (pukul 14.30-16.00 WITA) serta pengumpulan data vegetasi. Penelitian memberikan hasil bahwa
terdapat 2 kelompok Owa dengan jumlah total 5 individu yang berada di antara areal terfragmentasi seluas
3,6 hektar. Keunikan yang teramati adalah selain bersosialisasi dengan kelompok Owa lain, juga berdampingan
dengan monyet ekor panjang (Macaca fasicularis). Pohon sarang untuk tidur adalah jenis Hevea sp. (karet) yang
berada pada puncak bukit. Sedangkan pohon pakan terdiri beberapa jenis, yaitu Artocarpus integer (cempedak),
Lansium domesticum (lansat), Baccaurea motleyana (rambai) dan Nephelium lappaceum (rambutan). Karena
daya dukung yang tidak memadai untuk keberlangsungan hidup Owa Kelawat di habitat subjek amatan,
translokasi adalah pilihan terbaik yang disarankan.

Kata Kunci: Owa Kelawat, Hylobates muelleri, perilaku, habitat

PENDAHULUAN

Owa Kelawat (Hylobates muelleri) adalah satwa terkecil dalam family Hylobatidae;
merupakan primate tidak berekor (Payne et al., 2000) dan hidup secara berkelompok dan mem-
pertahankan teritorinya dengan suara atau tanda-tanda khusus lainnya (Alikodra, 2004). Owa
jenis ini dikenal juga dalam nama lain sebagai Gibbon Kalimantan atau Gibbon Abu-abu
Kalimantan atau Kelampiau. Satwa ini memiliki ciri fisik kecil dan berbulu dihampir seluruh
tubuhnya, dengan warna dominan coklat atau abu-abu. Pada bagian wajah, warna coklat/abu-
abu bulu Owa Kelawat lebih terang dan pada kepala bagian atas berwarna lebih gelap sehingga
terlihat seperti memakai topi. Ciri lain adalah lengan yang lebih panjang daripada kaki. Berat
tubuh Owa Kelawat dewasa adalah rata-rata 5,7 kg. Pada pagi hari, satwa diurnal ini memiliki
kebiasaan mengeluarkan suara yang keras, panjang dan mengalun, dengan daya jangkau hingga
2 km.

Owa Kelawat merupakan satwa endemik Kalimantan bagian utara dan timur. Merupakan
satwa arboreal sejati karena seluruh aktifitas hidupnya dilakukan pada bagian tajuk atas. Kaki
yang sangat pendek bahkan hampir tidak pernah digunakan untuk aktifitas berjalan. Untuk
berpindah tempat, tangan lebih banyak difungsikan, yaitu dengan cara berayun dari cabang ke
cabang lain atau ke pohon yang lain. Termasuk dalam aktifitas mencari makanan. Sehingga
demikian, keberadaan hutan atau kawasan yang bertegakan menjadi syarat penting
keberlangsungan hidup bagi Owa Kelawat. Terutama tegakan yang memiliki pohon buah
sebagai sumber pakan, seperti Cempedak, Rambutan dan lainnya.

Samarinda dulunya adalah kawasan bertegakan hutan dan menjadi habitat bagi banyak satwa..
Samarinda kemudian menjadi sebuah kota yang berkembang dan akan terus berkembang.
Pembangunan selalu berjalan untuk penyediaan fasilitas untuk beragam aktifitas manusia di
dalamnya. Konsekuensi dari pembangunan ini adalah merubah fungsi hutan atau tegakan

Hal-1
Seminar Nasional Biologi 2016

menjadi jalan, perkantoran, pemukiman dan fasilitas umum lainnya. Hutan dan tegakan
perlahan menghilang, dan akan terus berkurang. Perubahan fungsi ini menyebabkan ekosistem
yang berubah drastis untuk satwa, termasuk bagi Owa Kelawat. Pertahanan hidupnya menjadi
sangat lemah karena ketersediaan hutan atau tegakan menyempit di kluster-kluster yang tersisa;
yang sangat berkebetulan; belum tersentuh pembangunan.

Sampai sejauh ini belum tersedia satu hasil studi tentang penurunan populasi Owa Kelawat di
kota Samarinda. Namun demikian, sifat ketergantungan hidupnya yang sangat tinggi terhadap
tegakan mengargumentasikan telah banyak Owa Kelewat yang mati karena dampak
pembangunan kota. Bagi yang beruntung, kluster-kluster sempit hutan atau tegakan menjadi
tempat hidup terakhir bagi Owa Kelawat yang tersisa. Dituntun melalui keramaian suaranya
yang khas di pagi hari, beberapa pemukim kota melaporkan berita baik tentang adanya
keberadaan Owa Kelawat di kluster-kluster seperti itu. Salah satunya di seperti dilaporkan
oleh pemukim di perumahan SKM Borneo, Kelurahan Mugirejo Jln. Damanhuri Samarinda.

Owa Kelawat tergolong satwa dilindungi yang masuk dalam appendix I Cites (Cites, 2015) dan
termasuk dalam kategory/kriteria Endangered A2cd ver 3.1. dalam daftar merah IUCN yang
memiliki resiko kepunahan yang sangat tinggi di alam liar (Geissmann, T. & Nijman, V. 2008).
Laporan mengenai adanya Owa Kelawat di habitat yang terfragmentasi di Kota Samarinda
tentunya memerlukan adanya upaya untuk perlindungannya. Beberapa cara yang mungkin
dilakukan adalah mengubah status kawasan menjadi habitat perlindungan bagi Owa Kelawat
atau merelokasi ke Kawasan yang lebih layak. Untuk itu diperlukan penelitian agar solusi
penyelamatan Owa dapat dilakukan dengan tepat. Tujuan dari penelitian ini adalah
menyediakan informasi pendahuluan tentang populasi, perilaku dan daya dukung habitat di
fragmen kawasan yang dilaporkan oleh pemukim.

METODE

1. Tempat dan Waktu


Kegiatan penelitian dilaksanakan di kluster hutan / tegakan yang terfragmentasi pemukiman di
perumahan SKM Borneo, Kelurahan Mugirejo Jln. Damanhuri Samarinda. Karena ancaman
kepunahannya, pengambilan data dilaksanakan secara cepat, yaitu selama 3 minggu yang
dilakukan pada bulan Maret.
2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan meliputi Binokuler, GPS Garmin, Kamera Tally Sheet dan
Buku Panduan Lapang Primata untuk membantu identifikasi jenis. Binokuler dan buku
panduan digunakan untuk membantu penglihatan pengamat agar Owa Kelawat yang letaknya
jauh di tajuk atas dapat diidentifikasikan dengan baik. GPS digunakan untuk pengambilan titik
koordinat dan pemetaan kawasan. Sementara itu, Kamera digunakan untuk dokumentasi dan
tally sheet untuk pencatatan data.
3. Pengambilan Data
Jenis data yang dikumpulkan meliputi data habitat, jenis dan jumlah individu dan perilaku.
Data habitat yang dihimpun berkenaan dengan luas, kondisi tutupan hutan, tempat beraktifitas
dan sumber pakan. Pengamatan dilakukan dengan metode pengamatan langsung (Visual
Encounter Survey) dan amatan tidak langsung. Pengamatan langsung di awali dengan
menentukan beberapa titik amatan terdekat untuk beragam aktifitas subjek. Pengamatan tidak
langsung dilakukan dengan identifikasi suara, sisa makanan yang ditinggalkan dan informasi
dari pemukim terdekat dengan habitat. Pengamatan terdiri dari dua kali pengulangan, yaitu
pada periode pagi hari (pukul 05.30-10.00 WITA) dan sore hari (pukul 14.30-18.00 WITA).

Hal-2
Seminar Nasional Biologi 2016
HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Habitat

Habitat subjek Owa Jelawat yang di amati (kluster A) memiliki luas 3,6 ha, yang ter-
fragmentasi oleh pemukiman penduduk, jalan dan tanah kosong. Kluster hutan atau kawasan
bertegakan terdekat (kluster B) berjarak sekitar 2 km. Pada pagi hari, suara Owa Jelawat saling
bersahutan antara dua kluster ini, sehingga dapat diduga juga terdapat individu Owa Jelawat
lainnya di kluster B. Menurut penuturan pemukim setempat, dua kluster ini dulunya
terhubung, namun demikian, sejak tahun 2013 dua kluster ini terpisah karena pembangunan
jalan dan pemukiman baru. Fragmentasi ekstrim ini menyebabkan tidak memungkinkan Owa-
owa ini saling bermigrasi dan terhubung selain hanya terhubung suara.
Penelitian ini fokus dilakukan di kluster A. Deskripsi bentuk habitat seperti tergambar dalam
Gambar 1 berikut.

(b).

(a) (c)
Gambar 1. Deskripsi lokasi penelitian
a) Peta lokasi; b) Habitat yang berbatasan dengan pemukiman dan
c) Pembukaan baru disisi lainnya yang menyebabkan habitat semakin terfragmentasi

Kawasan bertegakan sebagai subjek amatan adalah tanah milik yang termasuk dalam fungsi
APL (Areal Penggunaan Lain). Tegakan terbentuk dari hutan sekunder dan kebun. Kawasan
ini memiliki dua bukit dengan topografi yang cukup ekstrim dengan kelas kelerengan curam
hingga sangat curam.
Habitat subjek ini terbagi dalam 3 sub cluster (perhatikan gambar 1 a.), yaitu :
a. Subcluter A1 sebelah kiri; didominansi pohon buah hasil tanaman (kebun), seperti
cempedak (Artocarpus integer) 12 pohon berbuah, Rambutan (Nephellium lappacium)
sebanyak 4 pohon berbuah dan Rambai (Baccaurea motleyana) sebanyak pohon berbuah.
Berdasarkan amatan langsung, 3 jenis pohon buah dalam kawasan ini menjadi pakan utama
Owa Kelawat. Selain itu terdapat tanaman pepaya (Carica papaya) dan kelapa (Cocos
nucifera).
b. Sub cluster A2 sebelah kanan, didominasi pohon buah alam dari jenis Laban (Vitex sp).
Berdasarkan beberapa kali amatan, pada siang hari (10.00 WITA) Owa Kelawat

Hal-3
Seminar Nasional Biologi 2016
beraktifitas di pohon ini. Sehingga diduga bahwa, selain tempat beristirahat, buah Laban
juga dijadikan sebagai pakan.
c. Sub cluster A3, bagian tengah. Pada sub cluster ini, tegakan pohon sangat jarang.
Kecendru-ngan digunakan oleh Owa Kelawat sebagai koridor penghubung antara sub
cluster A1 dan A2.
Jenis-jenis tumbuhan lainnya yang terdapat secara menyebar dalam seluruh kluster adalah Aren
(Arenga pinnata), Karet (Hevea brasiliensis), Belimbing (Baccarea sp), Kenidal (Bridelia sp.),
Ficus, Makaranga (Macaranga sp.) dan Bambu (Bambusa sp), Beberapa tumbuhan bawah di
antaranya jenis Geunsia, Senduduk (Melastoma sp.), Kiseureuh (Viper aduncum), pakis-
pakisan, Putri malu (Mimosa pudica) dan Bunga kupu-kupu (Bauhinia sp). Sebagian kawasan
juga telah ditumbuhi alang-alang (Imperata cylidrica).
Berdasarkan jenis-jenis tumbuhan yang teridentifikasi dapat disimpulkan bahwa ketersediaan
pakan cukup memadai untuk kebutuhan nutrisi Owa Kelawat dalam tegakan. Aktifitas Owa ini
juga teridentifikasi cukup aktif beraktifitas dan lincah dalam pergerakan, yang menunjukkan
kesehatan yang memadai.
2. Jenis dan Jumlah Populasi Owa Kelawat di Habitat Subjek

Dapat dipastikan bahwa jenis Owa yang diamati dalam habitat subjek adalah dari jenis Kelawat
(Hylobates muelleri). Jumlah individu adalah berjumlah 5 ekor. Gittins dan Raemakers (1980)
dalam Rinaldi (1992) membagi Owa dalam 5 kelas umur, yaitu Bayi berumur 0-2 tahun, anak
berumur 2-4 tahun, Muda berumur 4-6 tahun, hampir dewasa berumur lebih dari 6 tahun dan
belum memiliki pasangan serta dewasa, berumur lebih dari 6 tahun tapi telah memiliki
pasangan. Dalam habitat subjek, 5 ekor Owa Kelawat yang ditemukan termasuk dalam 2
kelomok umur, yaitu hampir dewasa (1 ekor) dan dewasa (4 ekor). Hal ini ditunjukkan dari
perilaku 4 ekor yang selalu beraktifitas secara berpasangan. Sementara 1 ekor lainnya
cenderung terpisah. Namun demikian, dalam beberapa kali waktu amati lainnya, 5 ekor satwa
ini terkumpul dalam space ruang yang sama.
Berdasarkan pengamatan, tidak terdapat jenis primata atau mamalia liar lain yang terdapat dan
berdomisili secara permanen dalam habitat subjek. Secara temporer pernah ditemukan
komunitas Monyet (Macaca sp.) yang sedang bermigrasi mencari alternative pakan dalam
habitat subjek. Namun kejadian ini hanya berlangsung selama 1 hari amatan. Di hari-hari
lainnya, komunitas Monyet yang berjumlah 10-12 ekor ini sama sekali tidak terlihat lagi. .

Gambar 2. Beberapa aktifitas Owa Kelawat yang teridentifikasi menggunakan kamera.

Hal-4
Seminar Nasional Biologi 2016
3. Perilaku
Menurut Payne et al. (2000) setiap kelompok Owa Kelawat memiliki teritori seluas minimal 20
ha. Persyaratan teritori ini tidak terpenuhi dalam habitat subjek yang tersedia, karena hanya
memiliki luas 3,6 ha dan terisolasi. Aktifitas bersuara merupakan kegiatan yang selalu
dilakukan oleh kelompok Owa Kelawat, yang menurut Rinaldi (1992), aktifitas ini yang
berfungsi untuk menunjukkan dan mempertahankan territorial serta pengaturan ruang antar
kelompok. Berdasarkan studi kasus di habitat subjek, aktifitas bersuara ini tidak berfungsi
optimal sebagai penanda territorial. Territori sempit yang tidak mungkin terbagi lagi
melahirkan kemungkinan bahwa aktifitas bersuara hanya terdorong oleh insting atau kebiasaan
naluriah Owa Jelawat semata. Hal ini ditunjukkan dari aktifitas bersuara yang tidak jarang
dilakukan dalam space ruang yang sama oleh 5 ekor Owa Kelawat. Setiap pagi, suara Owa
Jelawat juga teramati saling bersahutan antara kluster A yang di amati dan kluster B yang
terpisah. Namun demikian, kondisi habitat yang terfragmentasi ekstrim menutup
kemungkinkan Owa untuk saling bermigrasi dan mengancam teritori kelompok lainnya.
Sehingga demikian, aktifitas bersuara ini juga tidak efektif sebagai penanda teritori.
Aktifitas makan teramati dilakukan setelah aktifitas bersuara dilakukan. Sumber pakan dalam
habitat amatan tersedia lebih banyak di sub-kluster A1 sehingga jumlah waktu dalam aktifits
makan ini lebih sering ditemukan di kluster ini. Amatan langsung ini diperkuat dengan adanya
bekas feses di sub kluster A1 ini yang teridentifikasi mengandung bagian biji cempedak dan
rambutan. Di bawah tajuk pohon cempedak juga banyak ditemukan sisa-sisa buah cempedak,
seperti yang di sajikan dalam gambar 2 berikut. Mcgrew (2009) menyatakan bahwa analisis
feses selalu menjadi alat yang berguna dan informatif untuk mendapatkan data pola makan dan
aspek lain dari kehidupan primate liar. Namun, potensi untuk perbandingan di taksa dan
populasi akan dirilis hanya ketika data dikumpulkan secara komprehensif dan sistematis.
Persyaratan tersebut tidak terpenuhi dalam penelitian ini, sehingga demikian, analisis feses
lebih lanjut tidak disampaikan dalam tulisan ini.

Gambar 3. Feses dan sisa makanan di bawah pohon pakan


Kegiatan istirahat tidak teramati secara baik. Menurut Rinaldi (1992), aktifitas istirahat ini
biasanya dilakukan pada siang hari, dimana dalam penelitian ini, pada waktu tersebut tidak
dilakukan pengamatan secara mendetail. Namun demikian, beberapa pohon teridentifikasi
sebagai tempat istirahat. Yaitu pohon Karet dan Cempedak di sub cluster A1 dan Pohon Vitex
di Sub Cluster A2. Pohon-pohon ini berkarakter rimbun dan terdapat di puncak bukit atau
malah dilembah. Pemilihan tempat istirahat ini dilakukan Owa Kelawat agar aktifitas
istirahatnya tidak terganggu oleh aktifitas manusia. Dalam waktu istirahat di pohon Karet,
sesekali teramati Owa Kelawat bermain ke ujung dahan tertinggi, seperti menggapai sesuatu.
Jarang pandang yang jauh dan ditutupi kerimbuhan serta cahaya matahari mengganggu
pandangan menyebabkan tidak dapat dipastikannya detail aktifitas ini. Kemungkinan dilakukan
untuk mengambil daun muda atau sesuatu yang lain.
Aktifitas harian Owa Kelawat ditutup menjelang sore. Di awali dengan suara-suara khasnya,
Owa-owa ini menuju pohon sarang untuk tidur di malam hari. Pohon sarang ini yang
teridentifikasi terdapat di bagian lembah sub kulster A1. Pohon sarang lain terdapat di sisi
berjauhan, yaitu di sub cluster A2. Aktifitas dan pola bersarang ini cukup acak. Kadang

Hal-5
Seminar Nasional Biologi 2016
dilakukan secara bersama di salah satu pohon sarang tersebut (A1 atau A2) atau kadang
berbagi kelompok, sebagian di pohon sarang sub kluster A1 dan sebagian di sub kluster A2.
4. Pembahasan
Laporan keberadaan populasi Owa Kelawat di kota Samarinda menghadirkan dua sisi
psikologis bagi konservasinis. Pertama, Owa Kelawat yang memiliki resiko kepunahan yang
sangat tinggi di alam liar ternyata ditemukan di perkotaan. Hai ini tentu sebuah kegembiraan
dan harapan baru untuk penyelamatannya. Kedua, kegetiran. Owa Kelawat ini terisolasi
dalam fragmentasi yang sangat sempit. Walaupun daya dukung habitat cukup memberi
dukungan kehidupan untuk 5 ekor Owa di dalamnya, jaminan tentang keberlangsungan
tegakan itu sendiri masih memerlukan perhatian para pihak yang peduli. Owa-owa ini juga
dalam pertahanan yang lemah karena akses menuju habitat yang sangat terbuka. Sewaktu-
waktu para pemburu akan mengeksploitasi Owa ini ke pasar gelap untuk diperdagangkan.
Atau sewaktu-waktu pemilik lahan merubah tutupan lahan beserta fungsinya ke lain bentuk.
Berdasarkan beberapa pertimbangan, upaya relokasi perlu dilakukan. Persyaratan utama yang
harus dipenuhi lokasi habitat baru untuk Owa Kelawat adalah bertegakan dengan tinggi tajuk
yang memadai untuk beberapa aktifitas atas tajuknya. Ketersediaan pohon pakan di lokasi
baru adalah persyaratan lain yang harus dipenuhi. Selai itu, lokasi baru juga musti
mempertimbangan aspek endemic Owa Kelawat sebagai penciri khas daerah asal dan
sebarannya. Pilihan pertama untuk persyaratan terakhir ini adalah kawasan bertegakan di kota
Samarinda. Alternatif lokasi di kota Samarinda adalah di Kebun Raya Unmul Samarinda
(KRUS). Keberadaan tegakan di KRUS dan jaminan keberlangsungannya statusnya sebagai
kawasan hijau merupakan aspek pendukung yang baik dalam memilih lokasi ini. Keberadaan
Owa Kelawat dengan ciri keramaian suaranya yang khas tentunya memberi nilai tambah untuk
pariwisata di KRUS, termasuk untuk tujuan pendidikan.
Beberapa informasi pendahuluan telah disampaikan dalam tulisan ini, termasuk perilaku dan
keberadaanya pada periode-periode waktu hariannya. Informasi ini menjadi acuan untuk
eksekusi relokasi. Balai Konservasi Sumberdaya Alam sebagai lembaga yang berwenang
dalam eksekusi perlu secara cermat mengikuti prosedur yang tepat dalam penangkapan,
perlakuan setelah penangkapan hingga pelepasan dihabitat baru. Prosedur ini di antaranya
telah dkuasai oleh Balai Penelitian Teknologi Konservasi KSDA, Samboja, Kalimantan Timur.
Sehingga demikian, koordinasi untuk penyelamatan yang aman tanpa menciderai dapat
terlaksana dengan baik.

SIMPULAN
Diidentifkasikan adanya komunitas Owa Kelawat yang terfragmentasi di tegakan yang tersisa
di daerah perkotaan membuktikan dua hal. Pertama, kota Samarinda adalah salah satu habitat
bagi satwa endemic pulau Kalimantan ini. Satwa ini ternyata mampu hidup berdampingan
dengan komunitas manusia, dengan syarat penting, tegakan menyediakan tajuk atas sebagai
tempat hidup baginya dan jumlah pakan yang memadai. Kedua, pembangunan kota telah
menghilangkan beberapa tempat hidup ini, sehingga populasi Owa Kelawat di dalam kota
Samarinda dipastikan berkurang dari periode per periode waktu, seiring menghilangnya habitat
hidupnya. Menyelamatkan Owa Kelawat yang tersisa di kluster-kluster sempit bertegakan
adalah tindakan mulia untuk menjamin kelestarian satwa ini. Salah satu cara yang disarankan
adalah merelokasi satwa dari habitat yang terfragmentasi dan tidak mempunyai jaminan
keberlangsungan habitatnya ke lokasi lain yang memenuhi syarat-syarat hidup Owa Kelawat.

Hal-6
Seminar Nasional Biologi 2016
PUSTAKA

Alikodra HS. 2004. Wisata Berwawasan Lingkungan. Media Konservasi 10(2):93-97

Cites. 2015. Convention on international trade in endangered species Of wild fauna and flora.
https://cites.org/eng/app/appendices.php. Di download tanggal 10 Maret 2016.

Geissmann, T. & Nijman, V. 2008. Hylobates muelleri. The IUCN Red List of Threatened
Species 2008: e.T10551A3200262. http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2008.
RLTS.T10551A3200262.en. Downloaded on 17 March 2016.

McGrew, WC., Marchant, LF. dan Phillips, CA.. 2009. Standardised protocol for primate faecal
analysis. Primates (2009) 50:363–366.DOI 10.1007/s10329-009-0148-z

Payne J, C. M. Francis, K. Phillips dan S. N. Kartikasari. 2000. Panduan Lapangan Mamalia di


Kalimantan, Sabah, Serawak, dan Brunei Darussalam. Jakarta : Prima Centra Indonesia.

Rinaldi, D. 1992. Penggunaan Metode Triangle dan Concetration Count dalam Penelitian Sebaran
dan Populasi Gibbon (Hylobatidae). Media Konservasi Vol. IV (1), Oktober 1992. Hal. 9-
21. Bogor.

Hal-7
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai