Anda di halaman 1dari 12

Adaptasi kelompok Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis Raffless 1821) Pada

Habitat Hutan Mangrove di Suaka Margasatwa Muara Angke, Jakarta


(The Adaptation of Long Tailed Macaque (Macaca fascicularis Raffless 1821) at Isolated
Mangrove Forest of Muara Angke Wildlife Sanctuary, Jakarta)

Oleh/By :

Dea Sonia Firanty1, Unu Nitibaskara2 dan Sofian Iskandar3

ABSTRAK

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) merupakan jenis satwa yang tidak dilindungi, termasuk dalam kategori
satwa Apendiks II CITES dan merupakan salah satu jenis satwaliar yang terdapat di kawasan Suaka Margasatwa
mangrove Muara Angke. Namun saat ini pada habitat primata tersebut semakin menyempit dan terisolasi diantara
kawasan pemukiman di sekitar Muara Angke. Kondisi ini mengakibatkan terganggunya kestabilan ekosistem
mangrove dikawasan tersebut dapat berdampak pada menurunnya daya dukung habitat monyet ekor panjang.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola adaptasi kelompok monyet ekor panjang di kawasan hutan
mangrove Suaka Margasatwa Muara Angke. Metode yang digunakan adalah transek dengan lebar jalur tetap (Fixed-
width transects), dan Scan Sampling Method.. Hasil dari penelitian diketahui bahwa terdapat 3 kelompok monyet
ekor panjang di SM Muara Angke dan berdasarkan struktur umurnya mempunyai komposisi yang berbeda. Rata-rata
populasi tiap blok untuk kelompok darmaga sebanyak 24 ekor, kelompok sungai sebanyak 31 ekor dan kelompok
pagar sebanyak 35 ekor. Monyet ekor panjang di SM Muara Angke mempunyai kemampuan beradaptasi dengan
perubahan kondisi habitatnya terhadap pola penggunaan waktu aktivitas harian. Perhitungan analisis vegetasi di SM
Muara Angke untuk tingkat anakan, tiang dan pohon menunjukkan bahwa vegetasinya cukup rapat, tetapi frekuensi
vegetasi di kawasan tersebut terbilang rendah yang menyebabkan sumber pakan menjadi tersebar . Sebagian besar
masyarakat mengetahui permasalahan monyet ekor panjang, intensitas konflik tersebut jarang terjadi. Monyet ekor
panjang mencari pakan lain keluar kawasan hutan diantaranya menghampiri rumah masyarakat yang terdapat
tanaman buah, ke tempat sampah dan masyarakat sering memberi makan monyet ekor panjang. Upaya yang telah
dilakukan yaitu pengelola kawasan hutan telah memasang papan-papan himbauan dan melakukan sosialisasi
terhadap pengunjung.

ABSTRACT

The long-tailed monkey (Macaca fascicularis) is an unprotected species, included in the CITES
Appendix II category and is one of the wildlife species found in the Muara Angke mangrove
reserve. However, currently the primate habitat is getting smaller and more isolated among the
residential areas around Muara Angke. This condition results in disruption of the stability of the
mangrove ecosystem in the area which can have an impact on decreasing the carrying capacity
of the long-tailed monkey habitat. The purpose of this study was to determine the adaptation
pattern of long-tailed monkey groups in the mangrove forest area of Muara Angke Wildlife
Reserve. The methods used are fixed-width transects, and Scan Sampling Method. The results of

1
Alumnus Fakultas Kehutanan, Universitas Nusa Bangsa; E-mail : deasoniafiranty@yahoo.com
2
Dosen Fakultas Kehutanan, Universitas Nusa Bangsa Bogor
3
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi/ Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Nusa Bangsa; E-mail:
sofianiskandar@yahoo.com
this study show that there are 3 groups of long-tailed monkeys in Muara Angke Wildlife Reserve
and based on their age structure, they have different compositions. The average population of
each block for the darmaga group is 24 individuals, for the river group as many as 31
individuals and for the fence group as many as 35 individuals. The long-tailed monkeys in
Muara Angke Wildlife Reserve have the ability to adapt to changes in habitat conditions to the
usage patterns of daily activity time. The calculation of vegetation analysis in Muara Angke
Wildlife Reserve for the level of tillers, poles and trees shows that the vegetation is quite dense,
but the frequency of vegetation in the area is relatively low which causes food sources to be
scattered. Most of the people are aware of the problem of long-tailed monkeys, the intensity of
this conflict rarely occurs. Long-tailed monkeys look for other food outside the forest area,
including approaching community houses where there are fruit plants, to trash bins and people
often feeding long-tailed monkeys. Efforts that have been made include forest area managers
that have installed warning boards and conducted outreach to visitors.

PENDAHULUAN berkembangnya kawasan pemukiman di sekitar


Suaka Margasatwa Muara Angke. Kondisi ini
A. Latar Belakang mengakibatkan terganggunya kestabilan
Indonesia kaya akan jenis primata atau ekosistem mangrove di kawasan tersebut dapat
bangsa monyet. Persebaran monyet ekor panjang berdampak pada pola perilaku monyet ekor
(Macaca fascicularis) di Indonesia cukup luas panjang di kawasan tersebut sebagai adaptasi dari
dan hidup di hutan primer dan sekunder mulai perubahan luasan dan kualitas habitatnya
dari dataran rendah hingga dataran tinggi.
Monyet ekor panjang hidup dalam kelompok B. Rumusan Masalah
yang terdiri atas banyak jantan dan banyak Rumusan masalah dalam penelitian ini
betina. Jumlah individu setiap kelompok di adalah :
tentukan oleh predator dan jumlah sumber pakan 1. Bagaimana populasi monyet ekor panjang di
yang ada (Supriatna & Wahyono 2000). SMMA
Ketersediaan pakan untuk monyet baik yang 2. Bagaimana kondisi habitat monyet ekor
berasal dari alam maupun manusia sangat panjang di SMMA
menunjang kelangsungan hidup monyet tersebut. 3. Bagaimana adaptasi monyet ekor panjang
Suaka Margasatwa Muara Angke yang hidup di kawasan SMMA
(SMMA) merupakan salah satu kawasan suaka
alam yang terdapat di wilayah pantai utara C. Tujuan Penelitian
Jakarta. Kawasan tersebut mempunyai ekosistem Tujuan penelitian ini adalah :
hutan mangrove, merupakan habitat monyet ekor 1. Menganalisis populasi monyet ekor panjang
panjang yang tersisa di Pantai Utara Jakarta dan di SMMA
mempunyai fungsi ekologis sebagai garis 2. Menganalisis kondisi habitat monyet ekor
pelindung pantai dari abrasi gelombang serta panjang di kawasan hutan mangrove di
penahan laju intruksi air laut (BKSDA DKI Suaka Margasatwa Muara Angke.
Jakarta, 2011). 3. Menganalisis perilaku dan aktivitas harian
Monyet ekor panjang telah ada di monyet ekor panjang.
kawasan hutan mangrove sepanjang pantai hutan
Jakarta sejak jaman dahulu. Namun saat ini pada D. Manfaat Penelitian
habitat primata tersebut terisolasi dengan
Sebagai informasi ilmiah tentang
perilaku dan aktivitas harian monyet ekor
panjang dan ekologi habitat monyet ekor panjang
di kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke dan
sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam
pengelolaan kawasan konservasi satwaliar di
kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke.

E. Kerangka Pemikiran
Adapun kerangka pemikiran dalam
penelitian “Populasi dan Perilaku Adaptasi
kelompok Monyet Ekor Panjang (Macaca
fascicularis) Pada Habitat Hutan Mangrove di
Suaka Margasatwa Muara Angke, Jakarta”
disajikan pada Gambar 1.

Potensi Hayati Kawasan


Suaka Margasatwa Muara angke

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)

Habitat : Populasi : Perilaku dan


1. Struktur 1. Struktur Aktivitas harian :
vegetasi populasi dan sex 1. Makan
2. Kelimpahan rasio 2. Bergerak
jenis 2. Estimasi 3. Istirahat
3. Kerapatan populasi 4. Sosial
tegakan 3. Kerapatan

Pola Adaptasi Monyet Ekor Panjang di


Suaka Margasatwa Muara Angke

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Suaka


Margasatwa Muara Angke secara administratif,
A. Lokasi Dan Waktu Penelitian
termasuk wilayah Kelurahan Kapuk Muara,
Kecamatan Penjaringan, Kota madya Jakarta
Utara dengan luas areal 25,02 Ha. Penelitian a. Struktur umur dan seks rasio
dilakukan selama ± 30 hari kerja antara bulan b. Populasi tiap blok
April-Mei 2013. c. Rata-rata populasi
d. Kerapatan populasi (individu dan
B. Alat Dan Bahan kelompok).
Alat yang digunakan dalam penelitian ini Survei populasi dilakukan dengan metode
diantaranya adalah kamera, pita meter, tally jalur Transek dengan lebar jalur tetap (Fixed-
sheet, alat tulis, pengukur waktu, kuisioner. width transects) (Tobing, 2008). Metode ini
Sedangkan bahan dalam penelitian ini adalah menganut faham bahwa lebar jalur yang diamati
monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). untuk mendeteksi dan menghitung (jumlah
individu) primata adalah konstan (tetap
C. Jenis Data sepanjang jalur). Lebar jalur ditetapkan sebelum
Data primer diperoleh dari pengamatan pengamatan yang disesuaikan dengan
langsung terhadap populasi, perilaku dan kemampuan deteksi observer terhadap spesies
aktivitas harian monyet ekor panjang, analisis primata tertentu (yang hendak diamati) pada
vegetasi serta penyebaran kuisioner dan kondisi kawasan studi. Umumnya lebar jalur
wawancara mengenai potensi konflik monyet yang dianut dalam metode ini adalah 100 meter;
ekor panjang. dengan asumsi bahwa peneliti dapat mendeteksi
Data sekunder yang dikumpulkan terdiri keberadaan primata dalam jarak 50 meter di kiri
dari kondisi biofisik habitat monyet ekor panjang jalur dan 50 meter di kanan jalur. Data yang
di Hutan Angke Kapuk dan studi literatur. dicatat adalah jumlah individu yang di jumpai,
umur dan jenis kelamin individu yang dilihat
D. Metode Pengumpulan Data waktu perjumpaan, dan aktivitas saat perjumpaan.
1. Parameter populasi monyet ekor panjang Disajikan pada Gambar 2.
(Macaca fascicularis), mencakup :

50m lebar jalur Jalur Transek

50m
Gambar 2. Jalur Transek Dengan Lebar Jalur Tetap

2. Pengamatan aktivitas harian dilakukan dilakukan dengan sensus atau total sampling
dengan metode Scan Sampling Method, (Hasan, 2003).
yaitu mengamati aktivitas dan perilaku 4. Ekologi habitat mencakup komposisi dan
kelompok satwa (Altmann, 1974) terhadap struktur vegetasi, serta potensi. Pengambilan
aktivitas makan, bergerak, sosial dan data vegetasi yaitu kombinasi metode jalur
istirahat. dengan metode garis berpetak dengan
3. Wawancara dilakukan secara langsung intensitas sampling 5%. Ukuran petak
kepada Pengelola Kawasan Hutan Angke contoh untuk tingkat semai adalah 2 m x 2
Kapuk. Kuisioner untuk mendapatkan m, pancang 5 m x 5 m, tiang 10 m x 10 m
informasi tentang potensi konflik monyet dan pohon 20 m x 20 m. Bentuk jalur
ekor panjang kepada masyarakat yang inventarisasi tumbuhan disajikan pada
berbatasan langsung dengan kawasan hutan, Gambar 3.

10 m
D
Arah rintis

C
A
B

10 m
10 m 10 m
Keterangan : A : 2 m x 2 m C : 10 m x 10 m
B : 5 m x 5 m D : 20 m x 20 m

Gambar 3. Desain Petak Contoh Dengan Metode Kombinasi (Indriyanto, 2008)

E. Metode Analisis Data Pj


1. Parameter demografi populasi monyet
Ṕ j= individu /ha
Aj
ekor panjang Keterangan :
Pendugaan ukuran populasi monyet ekor Ṕ j=¿ kerapatan populasi pada blok
panjang dilakukan dengan menggunakan pengamatan ke-j (individu/ha)
persamaan-persamaan sebagai berikut : Aj = luas areal blok pengamatan ke-j (ha)
a. Strutur Umur dan Seks Rasio
Struktur Umur : 2. Pengamatan Perilaku dan Aktivitas
Persentase komposisi kelas umur = Harian monyet ekor panjang dihitung dengan
(Ni/Nt) x 100% rumus sebagai berikut (Altmann, 1974) :
Keterangan : Ni = populasi ke – i
Nt = populasi ke – t F = Frekuensi tiap aktivitas x 100%
Total Frekuensi
Seks Rasio : (S) = J/B
Dimana J = jumlah jantan potensial reproduksi 3. Analisis Vegetasi
seluruh areal pengamatan Dari hasil pengamatan vegetasi untuk
B = jumlah betina potensial reproduksi tingkat pohon, tiang, pancang dan semai di
seluruh areal pengamatan hitung besaran-besaran sebagai berikut
b. Populasi tiap blok (Kusmana, 1997) :
∑Xі a. Kerapatan suatu spesies (K) =
Pj= individu
n Jumlah individu suatu spesies
Keterangan : Luas petak contoh
Pj = populasi pada blok pengamatan ke-j b. Kerapatan Relatif suatu spesies (KR) =
(individu) Kerapatan suatu spesies x 100%
Xi = jumlah individu yang dijumpai pada Kerapatan seluruh spesies
pengamatan ke-і (individu) c. Frekuensi suatu spesies (F) =
n = jumlah ulangan pengamatan Jumlah petak contoh ditemukannya spesies
Jumlah seluruh petak contoh
c. Rata-rata populasi
∑ Pj
Ṕ j= individu
j d. Frekuensi Relatif suatu spesies (FR) =
Keterangan : Frekuensi suatu spesies x 100%
Ṕ j = rata-rata populasi pada blok Frekuensi seluruh spesies
pengamatan ke-j (individu) e. Dominansi suatu spesies (D) =
Pj = populasi pada blok pengamatan ke-j Luas bidang dasar suatu spesies
(individu) Luas petak contoh
j = jumlah blok pengamatan f. Dominansi Relatif suatu jenis (DR) =
d. Kerapatan populasi Dominansi suatu spesies x 100%
Dominansi seluruh spesies kelompok monyet ekor panjang di kawasan
g. Indeks Nilai Penting = KR + FR + DR untuk tersebut.
pohon dan tiang dan untuk tingkat pancang Adapun jumlah monyet ekor panjang di
dan semai adalah KR+ FR. setiap kelompok tersebut berdasarkan kelas
umurnya seperti tercantum pada Tabel 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Struktur Umur Monyet Ekor
A. Parameter Demografi Populasi Panjang Berdasarkan Kelompoknya
1. Struktur umur dan seks rasio
Kelompok Kelas Jumlah Persentase
Struktur umur adalah perbandingan
pengamatan umur (ekor) (%)
jumlah individu di dalam setiap kelas umur dari
suatu populasi dan dapat juga digunakan untuk Bayi 2 8,33
menilai keberhasilan perkembangbiakan Kelompok Anak 7 29,17
satwaliar, sehingga dapat dipergunakan pula darmaga Muda 6 25
untuk menilai prospek kelestarian satwa liar Dewasa 9 37,50
(Alikodra, 1990). Jumlah 24 100,00
Struktur umur populasi monyet ekor Bayi 5 16,13
panjang di kawasan suaka margasatwa Muara Anak 9 29,03
Angke dari ketiga kelompok tersebut Kelompok
Muda 9 29,03
mempunyai komposisi yang berbeda dari kelas sungai
Dewasa 8 25,81
umur bayi, anak, remaja dan dewasa. Jumlah 31 100,00
Pengelompokan kelas umur ini berdasarkan hasil Bayi 5 14,29
kualitatif. Anak 12 34,29
Pengamatan terhadap struktur umur dan Kelompok
Muda 8 22,85
seks rasio monyet ekor panjang di kawasan pagar
Dewasa 10 28,57
Suaka Margasatwa Muara Angke dilakukan
Jumlah 35 100,00
dengan 4 kali pengulangan pengamatan pada tiga

Berdasarkan tabel diatas, terdapat tiga kelompok Menurut Santosa (1993), seks rasio
monyet ekor panjang di Suaka Margasatwa merupakan suatu perbandingan antara jumlah
Muara Angke yaitu kelompok darmaga, jantan potensial reproduksi terhadap banyak
kelompok sungai dan kelompok pagar. betina potensial reproduksi (seks rasio spesifik).
Pengamatan yang dilakukan terhadap Identifikasi jenis kelamin populasi
struktur umur Monyet ekor panjang kelompok monyet ekor panjang di kawasan Suaka
darmaga diantaranya terdapat bayi 2 ekor Margasatwa Muara Angke hanya dilakukan pada
(8,33%), anak 7 ekor (29,17 %), muda 6 ekor kelas umur dewasa dan muda, sedangkan kelas
(25%), dewasa 9 ekor (37,50 %), kelompok umur anak dan bayi tidak dilakukan karena
sungai diantaranya terdapat bayi 5 ekor mengalami kesulitan. Dengan demikian,
(16,13%), anak 9 ekor (29,03 %), remaja 9 ekor penyajian komposisi jenis kelamin monyet ekor
(29,03%), dewasa 8 ekor (25,81%), kelompok panjang pada ketiga kelompok tersebut hanya
pagar diantaranya terdapat bayi 5 ekor (14,29%), terbatas pada kelas umur dewasa dan muda.
anak 12 ekor (34,29%), muda 8 ekor (22,85%), Hasil pengamatan seks rasio ketiga kelompok
dewasa 10 ekor (28,57%). monyet ekor panjang disajikan pada Tabel 2.

Muda (Ekor) Dewasa (Ekor)


Blok Pengamatan
Jantan Betina Seks rasio Jantan Betina Seks rasio
Kelompok Darmaga 3 3 1 : 1,00 4 5 1 : 1,25
Kelompok Sungai 4 5 1 : 1,25 4 5 1 : 1,25
Kelompok Pagar 4 4 1:1 5 5 1:1
Tabel 2. Seks Rasio Monyet Ekor Panjang Berdasarkan Kelompok
Seks rasio kelompok monyet ekor Lindburg (1980), metode yg lebih akurat untuk
panjang dibagi berdasarkan muda dan dewasa. menghitungan individu monyet ekor panjang
Tabel diatas menunjukkan bahwa seks rasio dalam sebuah kelompok adalah dengan cara
monyet ekor panjang pada kelompok (muda) menghitung ketika monyet tersebut sedang
darmaga, jantan muda sebanyak 3 ekor dan memanjat pohon yang bdijadikan sebagai tempat
betina muda sebanyak 3 ekor dengan tidurnya di sore hari.
perbandingan seks rasio jantan dan betina, 1:1. B. Perilaku Dan Aktivitas Harian
Seks rasio monyet ekor panjang pada kelompok Monyet Ekor Panjang
(muda) sungai, jantan muda sebanyak 4 ekor dan
betina muda sebanyak 5 ekor dengan Monyet ekor panjang melakukan
perbandingan seks rasio jantan dan betina, aktivitas pada siang hari (Diurnal),
1:1,25. Seks rasio monyet ekor panjang pada aktivitasnya lebih banyak dilakukan di atas
kelompok (muda) pagar, jantan muda sebanyak 4 tanah (terrestrial) dibandingkan di atas pohon
ekor dan betina muda sebanyak 4 ekor dengan (Napier & Napier, 1985 dalam Sari 2009).
perbandingan seks rasio jantan dan betina, 1:1.
Pengamatan aktivitas harian kelompok
monyet ekor panjang di SM Muara Angke
2. Ukuran populasi dan
umumnya dilakukan mulai pukul 06.00 sampai
kelompok
sekitar pukul 18.00. Proporsi waktu setiap
Dari hasil pengamatan monyet ekor
kategori aktivitas harian dalam satu kelompok
panjang dikawasan Suaka Margasatwa Muara
monyet ekor panjang di SM Muara Angke
Angke terdapat 3 kelompok monyet ekor
disajikan pada Gambar 4.
panjang, dari ketiga kelompok tersebut kelompok
1 dinamakan kelompok darmaga, kelompok 2 Persentase Aktivitas Harian Total Monyet
dinamakan kelompok sungai dan kelompok 3 Ekor Panjang
dinamakan kelompok pagar. Dari ketiga
kelompok tersebut jumlah populasinya berbeda- 30
beda. Adapun data ukuran populasi Monyet ekor 20
panjang di Suaka Margasatwa Muara Angke
10
ditunjukkan pada Tabel 3.
0 2 3 4
1
Perilaku Perilaku Perilaku Perilaku
Populasi
Makan Bergerak Istirahat Sosial
Blok Luas Rata-rata Kerapatan
No. Ulangan
Pengamatan (Ha) Populasi Gambar 4. Persentase Aktivitas Harian Total
tiap blok Monyet Ekor Panjang
Kelompok
1 1 ekor/ha
darmaga 25,02 4 24 Berdasarkan pengamatan yang
Kelompok 1,23 dilakukan, aktivitas bergerak monyet ekor
2
Sungai 25,02 4 31 ekor/ha panjang di SM Muara Angke mempunyai
Kelompok 1,39 proporsi yang paling tinggi. Hal tersebut
3
Pagar 25,02 4 35 ekor/ha disebabkan karena beberapa hal diantaranya,
Tabel 3. Ukuran Populasi monyet ekor panjang di hutan mangrove memiliki kelimpahan dan
Suaka Margasatwa Muara Angke keragaman jenis sumber pakan yang rendah
dibandingkan dengan habitat lainnya, hal
Ukuran kelompok monyet ekor panjang tersebut menyebabkan kelompok monyet ekor
adalah jumlah individu yang terdapat di dalam panjang harus meluangkan waktu lebih banyak
suatu kelompok monyet ekor panjang (Priyanto, untuk mencari sumber pakan. Selain itu, sebagai
1998). Menurut Whealey (1974) dalam primata omnivora tidak hanya mengandalkan
satu jenis sumber pakan saja. Pola konsumsi dan
kelimpahan jenis pakan akan mempengaruhi pola
pergerakan dan perilaku menjelajah (ranging Persentase Penggunaan Jenis Makanan
behaviour) (Iskandar, 2007 dalam Afandi, 2012). Monyet Ekor Panjang
Kelompok monyet ekor panjang
memperlihatkan penggunaan ruang yang Buah
berbeda. Stratifikasi ketinggian dibagi kedalam 5 Daun
kelas ketinggian yaitu: A= 0-5 meter, B= >5-10
Bunga
meter, C= >10-15 meter, D= >15-20 meter, E=
>20-25 meter. Serangga
Monyet ekor panjang di SM Muara Sampah
Angke melakukan pergerakan pada posisi Diberi makan
ketinggian A sebanyak 67,97%, ketinggian B
sebanyak 21,5%, dan ketinggian C sebanyak Gambar 5. Persentase Penggunaan Jenis Makanan
10,53%. Persentase gerakan berdasarkan strata Monyet Ekor Panjang
ketinggian disajikan pada Gambar 4. Daun merupakan pakan alami yang
paling sering di makan oleh monyet ekor panjang
Strata Ketinggian di SM Muara Angke dengan persentase 51,8%
80 dan buah 24,82%, bagian daun yang paling
disukai adalah yang masih muda atau pucuk
60
daun. Jenis tumbuhan yang bagian daun atau
40 buahnya dijadikan sumber pakan monyet ekor
20 panjang diantaranya adalah pidada, beringin, api-
api, ketapang, bakau, buah petai cina, nipah,
0
A B C rumput-rumputan, trubus eceng gondok, anggur-
Gambar 4. Pergerakan Ketinggian angguran, dan waru laut.
Monyet Ekor Panjang Monyet ekor panjang memakan serangga
kecil sedangkan pada sore hari mencari alternatif
B.2 Aktivitas Makan Monyet Ekor Panjang sumber pakan lain seperti bunga asoka yang
Aktivitas makan didefinisikan tumbuh di luar kawasan hutan.
sebagai aktivitas monyet ekor panjang dalam Terdapat banyak sampah yang masuk ke
mengambil makanan dari sumber pakan, kawasan SM Muara Angke melalui aliran sungai
memasukkan ke dalam mulut lalu Angke dapat mengancam keberadaan kelompok
monyet ekor panjang dan tumbuhan mangrove
mengunyahnya. Posisi tubuh saat makan
sebagai sumber pakan alaminya. Dampak yang
adalah duduk, namun ditemukan juga terlihat adalah perubahan perilaku makan monyet
monyet ekor panjang mengunyah makanan ekor panjang mencari makan dengan mengorek
sambil berjalan bahkan melompat. sampah dan masih ada pengendara mobil atau
Monyet ekor panjang di SM Muara sepada motor yang berhenti di sekitar kawasan
Angke mengkonsumsi dua jenis pakan yaitu hutan untuk memberi makan kepada monyet ekor
pakan alami berasal dari buah, daun, bunga dan panjang, selain itu pengunjung tanpa memiliki
serangga serta pakan non alami yang berasal dari SIMAKSI sering membawa perbekalan untuk
pemberian warga atau makanan yang diambil memberi makan kepada monyet ekor panjang,
dari sampah Sungai Angke dan tempat tentu saja hal ini dilarang keras karena dapat
pembuangan sampah. Persentase penggunaan menghilangkan sifat liar dari satwa tersebut.
jenis makanan monyet ekor panjang disajikan
pada Gambar 5. B.3 Aktivitas Bergerak Monyet Ekor Panjang
Monyet ekor panjang berjalan antara
kayu yang satu dengan yang lain diselingi
lompatan kecil. Melompat dilakukan antara kayu
satu dengan kayu lain. Pergerakan berayun
dilakukan dengan bertumpu pada suatu batang
pohon ke batang pohon lain. Persentase
penggunaan jenis pergerakan monyet ekor A.5. Aktivitas Sosial Monyet Ekor Panjang
panjang disajikan pada Gambar 6.
Aktivitas sosial melibatkan interaksi dua
Persentase Penggunaan Jenis Pergerakan individu atau lebih, terdiri dari aktivitas kawin,
Monyet Ekor Panjang bermain, bersuara, mengutui dan interaksi.
Perilaku kawin biasanya betina memberikan
Berjalan
tanda undangan seksual kepada jantan. Perilaku
Melompat bermain meliputi bergelut, berkejaran, berayunan
Berayun dan berangkulan. Perilaku bersuara merupakan
pertanda seperti waktu makan, kawin, bermain,
istirahat, perkelahian dan adanya bahaya.
Perilaku mengutui adalah kegiatan mencari kutu.
Gambar 6. Persentase Penggunaan Jenis Perilaku interaksi salah satunya berkelahi.
Pergerakan Monyet Ekor Panjang Persentase penggunaan aktivitas sosial monyet
Dari pengamatan monyet ekor panjang di ekor disajikan pada Gambar 8.
Suaka Margasatwa Muara Angke, diperoleh
persentase pergerakan, yakni berjalan sebesar Persentase Perilaku Sosial
49,7%, melompat sebesar 20,82%, dan berayun Monyet Ekor Panjang
sebesar 29,48%. Kawin
Main
B.4. Aktivitas Istirahat Monyet Ekor Panjang Bersuara
Menurut Alikodra (1990), menyatakan Mengutui
bahwa perilaku aktivitas istirahat merupakan Interaksi
periode tidak aktif satwa dalam bentuk apapun.
Monyet ekor panjang melakukan aktivitas
istirahat beberapa kali dalam sehari terpisah
dilakukan di beberapa pohon, bertujuan untuk Gambar 8. Persentase Penggunaan Aktivitas Sosial
menjaga keseimbangan energi dimana energi Monyet Ekor Panjang
lebih banyak terpakai pada saat monyet ekor Dari pengamatan monyet ekor panjang
panjang melakukan kegiatannya. Duduk adalah Suaka Margasatwa Muara Angke diperoleh
posisi yang umum dilakukan untuk istirahat. persentase aktivitas sosial yakni kawin sebesar
Persentase penggunaan jenis istirahat monyet 24,87 %, main sebesar 18,97%, bersuara sebesar
ekor panjang disajikan pada Gambar 7. 10,26 %, mengutui sebesar 21,8 % dan interaksi
sebesar 24,1%.
Persentase Penggunaan Jenis Istirahat
Monyet Ekor Panjang C. Ekologi Habitat
Kegiatan analisis vegetasi untuk
mengetahui kondisi struktur vegetasi dan
Duduk
komposisi jenis pada masing–masing tipe
Berbaring
vegetasi. Di kawasan SM Muara Angke tidak
ditemukan tingkat pertumbuhan semai dan
didominasi tingkat pancang, tiang dan
pohon. INP berdasarkan tingkat pertumbuhan
vegetasinya di SM Muara Angke, disajikan pada
Gambar 7. Persentase Penggunaan Jenis Istirahat Tabel dibawah ini.
Monyet Ekor Panjang
Tabel 4. INP Tingkat Pancang Di SM MA
Posisi duduk adalah persentase No. Nama Lokal Nama Latin INP (%)
tertinggi, yaitu sebesar 73,32% dan berbaring 1. Bakau Rhizophora mucronata 156,67
persentase terkecil, yaitu sebesar 26,68%. 2. Pidada Sonneratia caseolaris 43,33
Untuk melangsungkan kehidupannya
Tabel 5. INP Tingkat Tiang Di SMMA secara normal satwa liar membutuhkan kondisi
No. Nama Lokal Nama Latin INP (%) habitat dengan luas yang cukup dengan kualitas
1. Pidada Sonneratia caseolaris 214,49 yang baik. Kondisi ini dinyatakan dalam bentuk
2. Bakau R. mucronata 72,53 cover, sumber pakan dan air. Dalam kenyataan
3. Ketapang Terminalia catappa 12,98 akibat adanya penebangan liar, perambahan,
kebakaran hutan, konversi hutan menjadi
Tabel 6. INP Tingkat Pohon Di SMMA pemukiman, hutan monokultur, areal pertanian
No. Nama Lokal Nama Latin INP (%) dan pemukiman habitat satwa liar telah
1. Pidada Sonneratia caseolaris 255,85 mengalami degradasi baik dari luasan maupun
2. Bakau R. mucronata 23,17 kualitasnya (Waldemar, 2011).
3. Ketapang Terminalia catappa 20,98
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya konflik satwa liar diantaranya akibat
dari degradasi hutan habitat satwa liar menjadi
Perhitungan analisis vegetasi di SM sempit dan sumber pakan berkurang sehingga
Muara Angke untuk tingkat anakan menunjukkan untuk melangsungkan hidupnya satwa liar keluar
bahwa vegetasinya cukup rapat, dan untuk dari habitatnya dan menimbulkan konflik dengan
tingkat tiang dan pohon pun vegetasinya cukup manusia dan dapat menimbulkan kerugian
rapat, tetapi frekuensi vegetasi di kawasan misalnya korban jiwa maupun korban luka-luka,
tersebut terbilang rendah yang menyebabkan kerugian materi serta hilangnya rasa aman
sumber pakan menjadi tersebar dan monyet ekor (Waldemar, 2011).
panjang harus melakukan pergerakan untuk Sifat-sifat konflik satwa liar diantaranya
mencari sumber pakan tersebut. (Waldemar, 2011) :
Berdasarkan hasil pengamatan di 1. Tunggal, yaitu konflik antara satwa liar
lapangan diketahui monyet ekor panjang dengan manusia yang terjadi hanya sesaat
mengkomsumsi beberapa jenis pakan alami yang saja. Biasanya konflik ini terjadi karena
disajikan pada Tabel 10. adanya aktifitas manusia di habitat satwa liar
sehingga merasa terganggu dan berpindah
Tabel 9. Pakan Alami Monyet Ekor Panjang Di
Kawasan Hutan Angke Kapuk
untuk mencari habitat baru.
Bagian Yang
2. Berulang, yaitu konflik antara satwa liar
Lokasi ditemukan dengan manusia yang terjadi berulang-ulang.
Nama Lokal Dimakan
HLAK SMMA Pd D Bg B Hal ini terjadi karena degradasi habitat satwa
Bakau √ √ √ √ liar yang cukup berat dan satwa liar terpaksa
Api-api √ √ √ keluar mencari habitat yang baru yang
Pidada √ √ √ √ √ membutuhkan waktu dan adaptasi yang cukup
Nipah √ √
Petai Cina √ √ lama.
Eceng Gondok √ √ 3. Permanen, yaitu konflik antara satwa liar
Waru Laut √ √ √ √ dengan manusia yang terjadi secara terus
Ketapang √ √ √ menerus atau berulang-ulang. Konflik ini
Anggur-angguran √ √ √
terjadi sebagian besar dikarenakan
Beringin √ √ √
Rumput √ √ berubahnya teritorial satwa liar karena adanya
konversi habitat.
D. Potensi Konflik Monyet Ekor Panjang Dalam kasus monyet ekor panjang di
Dengan Masyarakat kawasan Hutan Angke Kapuk, sifat konfliknya
Konflik manusia dan satwa liar adalah termasuk dalam kategori konflik berulang.
segala interaksi antara manusia dan satwa liar Karena konflik yang terjadi antara monyet ekor
yang mengakibatkan efek negatif kepada panjang dengan manusia di Hutan Angke Kapuk
kehidupan manusia dan pada konservasi satwa terjadi secara berulang setiap tahun.
liar atau pada lingkungannya (Departemen Penyebaran kuisioner dilakukan untuk
Kehutanan, 2008 dalam Waldemar, 2011). mengetahui persepsi masyarakat terhadap Suaka
Margasatwa Muara Angke dan potensi konflik 1. Penyebab potensi konflik monyet ekor
monyet ekor panjang dengan masyarakat. panjang : daya dukung kawasan kurang
1. 63,33% masyarakat mengetahui tentang memadai, populasi meningkat, tidak ada
fungsi hutan mangrove untuk melindungi predator, dekatnya jarak hutan dengan
dari abrasi. pemukiman, kebiasaan warga memberi
2. 53,33% masyarakat tidak mengetahui makan, dan tempat sampah yang terbuka.
kondisi vegetasi hutan SM Muara Angke 2. Monyet ekor panjang di Kawasan Hutan
pada masa lalu. Angke Kapuk tidak pernah melukai warga.
3. 40% masyarakat merasakan manfaat 3. Monyet ekor panjang menghampiri
keberadaan kawasan SM Muara Angke. rumah masyarakat yang terdapat tanaman
4. 36,67 % masyarakat menyatakan buah dan menimbulkan kerugian materi.
bersedia ikut serta menjaga kawasan hutan. Monyet ekor panjang di SM Muara Angke
5. 43,33 % masyarakat berharap kawasan akan mendekati masyarakat yang membawa
hutan SM Muara Angke dapat terus lestari. makanan.
6. 53,33% masyarakat menyatakan 4. Ancaman yang dikhawatirkan akan
mengetahui permasalahan monyet ekor mempercepat proses populasi dan akan lebih
panjang. agresif disaat lapar.
7. 40% masyarakat mendapatkan informasi 5. Upaya yang telah dilakukan adalah
dari masyarakat yang secara langsung menambah papan-papan himbauan dan
terkena konflik dan dari mulut ke mulut melakukan sosialisasi terhadap pengunjung.
menyatakan intensitas konflik tersebut
jarang. KESIMPULAN DAN SARAN
8. 30% masyarakat menyatakan monyet A. Kesimpulan
ekor panjang mencari pakan lain keluar 1. Terdapat 3 kelompok monyet ekor panjang
kawasan hutan dan warga sering memberi di SM Muara Angke dan berdasarkan
makan. struktur umurnya mempunyai komposisi
9. 50% masyarakat menyatakan tidak ada yang berbeda. Kelompok darmaga
masyarakat yang terluka dan 26,67% didominasi oleh monyet ekor panjang
menyatakan monyet ekor panjang jantan dewasa, kelompok sungai dan kelompok
dewasa yang berkonflik dengan masyarakat. pagar didominasi oleh monyet ekor panjang
10. 73,33% masyarakat mengetahui monyet muda. Seks rasio untuk kelompok darmaga
ekor panjang mencari makan ke tempat dan sungai didominasi oleh jantan,
sampah dan 66,67% masyarakat sengaja sedangkan kelompok pagar antara jantan
memberi makan monyet ekor panjang. dan betina memiliki perbandingan yang
11. 80% masyarakat tidak terganggu dengan sama. Rata-rata populasi tiap blok untuk
monyet ekor panjang tetapi merasa terhibur. kelompok darmaga sebanyak 24 ekor,
12. 93,33% masyarakat tidak pernah kelompok sungai sebanyak 31 ekor dan
mengalami konflik dengan monyet ekor kelompok pagar sebanyak 35 ekor.
panjang. 2. Monyet ekor panjang mempunyai
13. 100% masyarakat menyatakan tidak kemampuan beradaptasi dengan perubahan
pernah ada monyet ekor panjang dari kondisi habitatnya terhadap pola
kawasan hutan yang diamankan oleh penggunaan waktu aktivitas harian, adaptasi
petugas. pola aktivitas, perilaku makan dan
14. 76,67% masyarakat menyatakan penggunaan ruang.
pengelola kawasan hutan telah memasang 3. Terdapat 5 jenis tumbuhan yang menjadi
papan-papan himbauan disekitar hutan. sumber pakan monyet ekor panjang, yaitu
15. 66,67% masyarakat berharap Bakau (Rhizophora mucronata), Pidada
permasalahan dengan monyet ekor panjang (Sonneratia caseolaris), Api-api (Avicennia
tidak terjadi. spp), Waru laut (Hibiscus tilliaceus), dan
Hasil wawancara dengan pengelola Ketapang (Terminalia catappa).
kawasan Hutan Angke Kapuk :
4. Interaksi antara masyarakat dengan
kelompok monyet ekor panjang
memberikan dampak negatif merubah sifat
alaminya dan berpotensi mendatangkan
konflik.

B. Saran
1. Upaya pencegahan terjadinya kontak
langsung antara kelompok monyet ekor
panjang dengan manusia sangat diperlukan,
misalnya memagari kawasan hutan dengan
pagar beraliran listrik rendah dan penjagaan
yang lebih ketat dari polisi hutan.
2. Penggunaan tempat sampah yang terbuka di
dalam kawasan hutan dapat memungkinkan
monyet ekor panjang meraih sampah di
dalamnya, maka sebaiknya digunakan tempat
sampah yang tertutup.
3. Sosialisasi rutin minimal sebulan sekali
kepada masyarakat atau pengunjung.

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Wahyu. 2012. Perilaku Harian Monyet


Ekor Panjang Pada Habitat Pulau
Handeuleum Taman Nasional Ujung Kulon.
Skripsi. Fakultas Kehutanan. UNB Bogor.
Alikodra, S. H. 1990. Pengelolaan Satwa Liar
Jilid I. Institut Pertanian Bogor.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI
Jakarta. 2011. Buku Informasi Kawasan
Konservasi Suaka Margasatwa Muara
Angke.
Indriyanto, 2008. Ekologi Hutan. Bumi Aksara,
Jakarta.
Supriatna J, Wahyono EH. 2000. Panduan
Lapangan Primata Indonesia. Jakarta.
Yayasan Obor Indonesia.
Tobing, Imran SL. 2008. Teknik Estimasi
Ukuran Populasi Suatu Spesies Primata.
Jakarta
Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990
Tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekositemnya.
Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1991
Tentang Kehutanan.
Waldemar, Hasiholan. 2011. Teknis
Penanggulangan Konflik Harimau Sumatera
Dengan Manusia. Pusat Pendidikan Dan
Pelatihan Kehutanan. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai