Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Beruang merupakan mamalia bertubuh besar yang termasuk kedalam famili

Ursidae (Kusumawati & Sardjana, 2013:59). Di dunia terdapat delapan spesies

beruang, yaitu Ursus americanus (beruang hitam amerika), Ursus maritimus

(beruang kutub), Ursus arctos (beruang coklat eropa), Tremarctos ornatus

(beruang kacamata), Melursus ursinus (beruang sloth), Ursus thibetanus (beruang

hitam himalaya), Ailuropoda melanoleuca (beruang panda), Helarctos malayanus

(beruang madu) (Servheen, 1989). Dari kedelapan spesies beruang yang ada di

dunia tersebut, di Indonesia hanya terdapat satu spesies yaitu beruang madu (H.

malayanus) yang berada di pulau Kalimantan dan Sumatera (Crudge, 2019:4).

Mamalia besar memiliki peran besar pada ekosistem hutan hujan tropis, terkhusus

yang berperan sebagai konsumen tingkat 1 dan 2.

Keberadaan mamalia di hutan dapat menjadi faktor yang menunjang proses

regenerasi hutan. Suyanto (2002:42) menyatakan bahwa peran mamalia di alam,

antara lain sebagai pemencar biji, penyubur tanah, serta pengendali hama. Hal ini

sesuai dengan Fredriksson (2005:2) menyatakan bahwa sebagai satwa mamalia

omnivora, beruang madu memakan buah-buahan beserta bijinya langsung dan

mengeluarkan biji tersebut dalam bentuk feses di area teritorialnya, kemudian

beruang madu akan menggali lalu membongkar sarang serangga di dalam tanah,

yang mempercepat proses penguraian dan daur ulang di hutan hujan tropis. Secara

ekologis perilaku seperti inilah yang memengaruhi ekosistem di hutan,


keberadaan dan perana beruang madu di ekosistem tersebut menjadikannya

sebagai spesies payung (Noss dkk., 1996:42). Pentingnya peran beruang madu di

ekosistem hutan tersebut, mengakibatkan tingkat keterancaman yang tinggi pada

beruang madu.

Keterancaman populasi beruang madu dihutan disebabkan oleh berbagai

faktor diantaranya, alih fungsi lahan (Scotson dkk., 2017) ; (Margono dkk., 2012),

dan perburuan liar dan perdagangan ilegal (Meijaard 1999, Nea dan Nong 2006,

Foley dkk., 2011, Burgess dkk., 2014, Lee dkk., 2015, Willcox dkk., 2016).

Padahal status konservasi beruang madu telah masuk kategori Vulnerable

(terancam) pada indeks IUCN (International Union for Conservation of Nature)

(Scotson dkk., 2017:1). Akibat dari aktivitas perburuan dan perdagang ilegal

berdampak secara langsung terhadap penurunan jumlah individu beruang madu di

alam, jika hal ini terus dibiarkan maka sangat mungkin Indonesia kehilangan satu-

satunya spesies beruang yang ada di bentang alamya.

Perlindungan beruang madu di Indonesia dilakukan berdasarkan UU Republik

Indonesia No. 5 tahun 1990 dan Peraturan Menteri LHK Republik Indonesia

nomor 20 tahun 2018 tentang jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi

yang menyatakan bahwa beruang madu termasuk kedalam satwa yang dilindungi

di negara Indonesia. Hal ini menjadi dasar untuk dilakukannya kegiatan

konservasi beruang madu dan manajemen untuk menanganinya di habitatnya serta

untuk dapat mengurangi angka penurunan populasi beruang madu.

Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) adalah salah satu kawasan

konservasi in-situ yang ada di pulau Sumatera. Keberadaan taman nasional

menjadi habitat bagi satwa dilindungi seperti beruang madu, dengan potensi
keberadaan beruang madu yang tinggi, akan dapat digunakan sebagai acuan

pengembangan wilayah konservasi di TNBT. Potensi ini akan dapat digunakan

ketika data yang ada didalamnya telah diolah menjadi data spesifik seperti pola

aktivitas dan distribusi spasial dari beruang madu.

Silveira (2003:354) menyatakan bahwa mengetahui pola aktivitas, menghitung

kelimpahan relatif atau melakukan estimasi populasi mamalia sangat sulit

dilakukan. Pengamatan langsung ekologi mamalia pada habitat tropis akan sulit

dilakukan karena banyak spesies yang bersifat nokturnal, sekretif, elusif dan

cenderung menghindari manusia (Schaik & Griffiths, 1996:105-112). Namun hal

ini dapat diatas dengan penggunaan camera trap, menurut Azlan dkk., (2003: )

dalam 1 dekade terakhir terjadi peningkatan penggunaan camera trap dalam

penelitian ekologi hewan dan telah menambah rujukan mengenai pendeteksian

terhadap mamalia daerah tropis yang bersifat sekretif. Penggunaan camera trap

memudahkan peneliti untuk mendapatkan sampel yang sama pada cakupan area

yang luas dengan menggunakan jenis camera trap yang sama, pengaturan dan

pemprograman yang sama. Hal ini membuat camera trap, menjadi alat

monitoring yang ideal (Sunarto dkk., 2013:29).

Yayasan Perlindungan Konservasi Harimau Sumatera (PKHS) adalah salah

satu lembaga konservasi yang melakukan pengamatan harimau sumatera bersama

Balai Konservasi TNBT di Kawasan TNBT. Berdasarkan wawancara Bersama

Yayasan PKHS didapati informasi bahwa selama tahun 2017 – 2019, keberadaan

beruang madu ditemukan didalam data yang terkumpul pada database camera

trap Yayasan PKHS. Akan tetapi potensi data yang ada pada database Yayasan

PKHS selama ini belum dianalisis secara terfokus sedangkan data tersebut akan
sangat berguna bagi berbagai tujuan. Antara lain sebagai bahan rujukan dan

keberadaan beruang madu bagi Balai Konservasi TNBT, pusat studi ilmiah

tentang pola perilaku dari beruang madu dan sebagai materi edukasi konservasi

bagi masyarakat sekitar TNBT dan akademisi yang bergerak di bidang terkait.

Maka dari itu peneliti berminat untuk menggunakan data tersebut sebagai

bahan rujukan melaksanakan judul penelitian tentang “Pola Aktivitas Dan

Distribusi Spasial Beruang Madu (Helarctos malayanus) di Taman Nasional

Bukit Tigapuluh (TNBT) Berdasarkan Data Camera Trap Sebagai Materi

Praktikum Perilaku Hewan”.

1.2 Pembatasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu pola aktivitas dan distribusi spasial

beruang madu (Helarctos malayanus) yang diamati melalui camera trap yang

dipasang oleh Yayasan Perlindungan Konservasi Harimau Sumatera (PKHS).

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah pada

penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana pola aktivitas beruang madu di Taman Nasional Bukit Tigapuluh

(TNBT)?

2. Bagaimana distribusi spasial dari beruang madu di Taman Nasional Bukit

Tigapuluh (TNBT)?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini yaitu :

1. Mengetahui pola aktivitas beruang madudi (TNBT) Taman Nasional Bukit

Tigapuluh.
2. Mengetahui distribusi spasial dari beruang madu di Taman Nasional Bukit

Tigapuluh (TNBT).

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat atau kegunaan penelitian ini yakni sebagai berikut :

1. Sebagai materi video pembelajaran dalam mata kuliah perilaku hewan.

2. Sebagai rujukan pengelola balai taman nasional dalam perlindungan dan

konservasi beruang madu.

Anda mungkin juga menyukai