Kelompok 10
Anggota:
Anisah Oktaviani (18/427390/KT/08702)
Miftahulhuda (18/430148/KT/08837)
Muhammad Zidane Aqsal (18/430152/KT/08841)
Oktananda Gesang Prasojo (18/430157/KT/08846)
Syalsyabila Rahmi Safitri (18/430174/KT/08863)
Wahyu Eka Estianingrum (18/424106/KT/08681)
1.4 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi tentang estimasi
populasi Rusa Jawa (Rusa timorensis) dan kondisi di Hutan Pendidikan Wanagama I
terkini sebagai habitat Rusa Jawa. Hasil penelitian untuk tingkat partisipasi masyarakat
sekitar Hutan Pendidikan Wanagama I terkait restorasi Rusa Jawa dapat digunakan
sebagai informasi mengenai persentase dukungan, persentase penolakan atau sikap apatis
oleh beberapa kelompok masyarakat yang dapat dijadikan acuan oleh pengelola dalam
mempertimbangkan pengelolaan yang berkelanjutan. Semua hasil dapat digunakan
sebagai acuan informasi mengenai tingkat kelayakan Hutan Pendidikan Wanagama I
sebagai kawasan restorasi Rusa Jawa yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
bagi pengelola Hutan Pendidikan Wanagama I dalam merencanakan pengelolaan Rusa
Jawa di kawasan tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.3.1 Pakan
Menurut Kamal (1998) dalam Subekti (2009), pakan adalah bahan yang
dapat dimakan, dicerna dan diserap baik secara keseluruhan atau sebagian dan
tidak menimbulkan keracunan atau tidak mengganggu kesehatan ternak yang
mengkonsumsinya. Faktor pembatas bagi hewan herbivora terkait pakan adalah
kurangnya jumlah pakan atau rendahnya kualitas pakan (Garsetiasih, 2007). Pakan
berfungsi sebagai pembangunan dan pemeliharaan tubuh, sumber energi, produksi,
dan pengatur proses-proses dalam tubuh. Kandungan zat gizi yang harus ada dalam
pakan adalah protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan air (Subekti, 2009).
Biasanya rusa membutuhkan makanan 10% dari berat badannya (Syarief, 1974).
Kebutuhan pakan rusa rata-rata sekitar 6,4 kg/individu/hari (Kwatrina, dkk., 2011).
Menurut Arobaya, et al.. (2010), terdapat lima jenis pakan yang paling banyak
dikonsumsi oleh Rusa Jawa, yaitu rumput lapangan (field grass), alang alang
(Imperata cylindrica), rumput gajah (Pennisetum purpureum), king grass
(Pennisetum purpureophoides) dan Melinis minutiflora. Jenis tumbuhan pakan
Rusa Jawa yang ada di Hutan Pendidikan Wanagama I yaitu kacang tanah (Arachis
hypogaea), ketela pohon (Manihot esculenta), patikan (Euphorbia prostrata),
ketela rambat (Ipomoea batatas), mlanding (Leucaena glauca), mahoni (Swietenia
macrophylla), lamuran (Polytrias amaura), alang-alang (Imperata cylindrica),
wedusan (Ageratum conyzoides), Akasia (Acacia auriculiformis), dan kerinyu
(Chromolaena odorata) (Liptian, 2004).
2.3.2 Air
Air merupakan sesuatu yang dibutuhkan dalam proses metabolisme satwa.
Kebutuhan akan air merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk kesejahteraan
satwa. Rusa sangat memerlukan air karena digunakan untuk berkubang dan minum
(Garsetiasih, 2007). Rusa Jawa lebih cenderung tidak menyenangi terlalu banyak
air (Asianto, 1998). Persediaan air bagi rusa cukup dari kandungan air dalam
makanannya, embun dan air hujan. Rusa Jawa dapat mengkonsumsi 1-2,5 L air per
hari, namun Rusa Jawa mampu meminum air hingga 5 L per hari (Kayat, 2009).
Sumber air terbesar yang terdapat di Hutan Wanagama I adalah Sungai Oyo, pada
musim kemarau kondisinya surut dan saat musim penghujan air akan melimpah
(Ernawati, 2016).
2.3.3 Ruang
Menurut Zahra dan Winarno (2017), ruang dibutuhkan oleh individu satwa
untuk mendapatkan cukup pakan, pelindung, dan tempat untuk kawin. Tempat-
tempat tersebut merupakan vegetasi yang ada di lokasi penelitian. Luasan ruang
dalam habitat yang memadai tergantung besarnya satwa (semakin besar ukuran
satwa, semakin besar ruang yang dibutuhkan dan sebaliknya), jenis pakan,
produktivitas, dan keragaman habitat. Daerah jelajah (home range) adalah
daerah yang dikunjungi satwa liar secara tetap karena di dalamnya terdapat
beberapa komponen yang dapat memenuhi kebutuhan rusa yang meliputi suplai
makanan, minuman, serta mempunyai fungsi utama sebagai tempat berlindung atau
bersembunyi, tempat tidur dan kawin (Alikodra, 1990). Menurut Alikodra (1990),
setiap individu rusa memiliki home range sebesar 5-6 ha/individu. Wilayah jelajah
Rusa Jawa tahunan antara 33 sampai dengan 501 ha (Spagiari, et al. 2006). Hutan
Pendidikan Wanagama I memiliki luasan area seluas 600 ha (Marialilwur, 2012).
komponen atau variabel yang terkait dengan ruang antara lain:
2.3.3.3 Suhu
Suhu merupakan faktor pembatas distribusi hewan maupun
tumbuhan. Rusa Jawa memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi. Mereka
mampu berkembangbiak dengan baik di daerah yang bukan habitat aslinya
(Semiadi & Nugraha, 2004). Rusa mampu berkembang dengan baik pada
suatu lokasi yang memiliki suhu rata-rata tiap tahun sebesar 24-30℃. Suhu
udara di Hutan Pendidikan Wanagama I berkisar 32,1℃ sedangkan di
musim kemarau berkisar 37,9℃ (Rahmadi, 2013).
2.3.3.4 Kelembapan
Kelembapan merupakan faktor pembatas distribusi hewan maupun
tumbuhan. Menurut Puhun (2017), kelembapan dimana Rusa Jawa bebas
dari ketidaknyamanan lingkungan yaitu dengan kelembaban terendah 67%.
Rusa juga dapat hidup di daerah yang lembap sampai sangat lembap baik di
hutan maupun di lahan produktif (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994).
Kelembapan relatif bulanan rata-rata di Hutan Pendidikan Wanagama I
selama musim hujan berkisar antara 83-88% dan selama musim kering
berkisar antara 78-81% (Yuda, 1995).
2.3.3.5 Kelerengan
Menurut Purnomo (2010), Rusa Jawa menyukai area dengan
kelerengan curam karena dapat digunakan sebagai tempat bersembunyi dari
aktivitas manusia. Kelerengan dikatakan curam berkisar antara 25-45%
(Syah & Teguh, 2013). Hutan Pendidikan Wanagama I memiliki
kemiringan lahan sampai dengan 30% (Ernawati, 2016).
2.3.3.6 Ketinggian
Ketinggian tempat mempengaruhi perubahan suhu udara. Semakin
tinggi suatu tempat, semakin rendah suhu udaranya atau udaranya semakin
dingin. Semakin rendah daerahnya semakin tinggi suhu udaranya atau
udaranya semakin panas. Selain suhu, ketinggian tempat juga
mempengaruhi tekanan udara (Aqsar, 2009). Rusa Jawa mampu hidup di
berbagai ketinggian wilayah mulai dari daerah pantai sampai dengan
ketinggian 2.600 mdpl (Alikodra, 1990). Rusa Jawa memiliki kemampuan
adaptasi yang tinggi. Mereka mampu berkembangbiak dengan baik di
daerah yang bukan habitat aslinya (Semiadi & Nugraha, 2004).
2.3.4 Pelindung
Menurut Zahra dan Winarno (2017) Pelindung adalah segala tempat dalam
habitat yang mampu memberikan perlindungan dari cuaca, predator, atau kondisi
yang lebih baik dan menguntungkan. Pelindung dapat berupa tutupan vegetasi
maupun kondisi fisik area. Aktivitas rusa sangat sensitif dengan keadaan bila
terjadi perubahan atau gangguan. Sehingga tutupan/pelindung diperlukan rusa
sebagai tempat berlindung dari bahaya yang mengancam, berlindung dari terik
matahari pada siang hari serta untuk beristirahat (Shaw, 1985). Djuwantoko (2003)
menyatakan bahwa rusa memanfaatkan kawasan dengan penutupan dan kerapatan
tumbuhan yang relatif tidak terlalu rapat dan tidak terlalu terbuka seperti di sekitar
sungai atau anak sungai. Aspek pelindung terdiri dari beberapa komponen sebagai
berikut:
2.4 Restorasi
Restorasi adalah salah satu istilah yang digunakan dalam kegiatan pengawetan
pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. Salah satu kegiatan
pengawetan adalah pemulihan ekosistem. Pemulihan ekosistem dilakukan untuk
memulihkan struktur, fungsi, dinamika populasi, serta keanekaragaman hayati dan
ekosistemnya (Pramono, 2019). Restorasi juga dapat dikatakan sebagai kegiatan
pengelolaan habitat yang berfungsi untuk meningkatkan ukuran populasi maupun
mendistribusikan kembali organisme (Morrison, et al., 2006).
Peraturan Pemerintah No 28 tahun 2011 tentang pengelolaan kawasan suaka alam
dan kawasan pelestarian alam pasal 29 mengamanatkan bahwa tata cara pelaksanaan
pemulihan ekosistem yang dilakukan melalui mekanisme alam, rehabilitasi dan restorasi
(Pramono, 2019). Tahapan restorasi dimulai dari penentuan areal restorasi dan survey
awal area, kemudian perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring pelaksanaan restorasi
serta evaluasi (JICA, 2014). Salah satu upaya yang dilakukan dalam restorasi Rusa Jawa
di Hutan Pendidikan Wanagama I diawali dengan adanya introduksi sebanyak 20 ekor
Rusa Jawa pada tahun 2000 (Subeno, 2008). Pada tahun 2006 terdapat sekitar 37 ekor
yang berkembang biak secara alami di Hutan Wanagama I (Supraptomo, 2006).
Kemudian pada tahun 2019 hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah individu Rusa
Jawa terdapat sekitar 20 ekor (Na’iem, 2020). Hal ini menunjukkan bahwa populasi Rusa
Jawa cenderung mengalami penurunan.
2.5 Partisipasi Masyarakat
Hutan Pendidikan Wanagama I berbatasan langsung dengan lima desa padat
penduduk yaitu Ngleri, Gading, Banaran, Nglegi dan desa Bunder (Hidayat, 2017). Hal
ini memungkinkan adanya hubungan antara masyarakat dengan sumberdaya yang ada di
dalam hutan. Kelayakan restorasi dapat ditinjau dari tiga aspek meliputi aspek populasi,
habitat, dan sosial. Restorasi dapat dikatakan berhasil jika ketiga aspek tersebut dapat
terpenuhi (Irwanto, 2006). Kegiatan restorasi rusa Jawa berarti upaya pengembalian
populasi rusa Jawa agar jumlahnya mendekati populasi sebelum terkena ancaman
perburuan liar dan penurunan kualitas serta kuantitas habitat rusa Jawa. Selain
populasinya yang harus meningkat, keberhasilan restorasi rusa Jawa juga perlu
memperhatikan aspek habitat dan sosialnya (Morrison, 2002). Hal-hal yang
mempengaruhinya diantaranya adalah partisipasi masyarakat desa sekitar hutan.
Partisipasi menurut Keith Davis yang diungkapkan oleh Winardi (1990) adalah
turut sertanya seseorang, baik secara mental maupun secara emosional dalam
memberikan sumbangsih-sumbangsih kepada proses pembuatan keputusan, terutama
mengenai persoalan-persoalan terkait keterlibatan pribadi seseorang untuk melaksanakan
tanggung jawabnya dalam melaksanakan hal tersebut. Partisipasi masyarakat menurut
Isbandi (2007) adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah
dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang
alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan
keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.
BAB III
LANDASAN TEORI
4.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Peta Hutan Pendidikan Wanagama I.
2. Rumput dan tumbuhan bawah di Hutan Wanagama I
3. Tallysheet
4. Spesies Rusa Jawa atau tanda kehadiran berupa kotoran rusa, jejak kaki dan
rambut Rusa Jawa yang ditemukan.
5. Asam nitrat 10%
6. Gliserin
7. Potassium Kromat 10%
8. Aquadest
9. Alkohol 70-90%
4.2.3 Objek
Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Spesies Rusa Jawa (Rusa timorensis)/feses/tanda kehadiran.
2. Masyarakat sekitar Hutan Wanagama I.
3. Aspek habitat yang meliputi pakan (komposisi pakan, produktivitas hijauan
pakan), ruang, pelindung (penutupan tajuk, penutupan tumbuhan bawah,
volume daun, kepadatan semak), air di Hutan Pendidikan Wanagama I.
4. Faktor abiotik yang meliputi suhu, air, kelembapan, kelerengan, dan
ketinggian tempat di Hutan Pendidikan Wanagama I.
100 m
Gambar 2. Plot Ukur Metode Pellet Count
4.3.2 Habitat
Habitat merupakan suatu kawasan yang terdiri dari berbagai komponen, baik
abiotik maupun biotik, merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat
hidup serta berkembang biak satwa liar. Menurut Shaw (1985) dalam Nugroho
(1992) terdapat empat komponen dasar habitat yang mendukung dan dapat
mengendalikan kehidupan satwa liar yaitu pakan, air, ruang dan pelindung.
Prosedur pengambilan data komponen habitat Rusa Jawa secara keseluruhan
adalah sebagai berikut:
4.3.2.3 Ruang
Pengambilan data ruang dilakukan pada home range Rusa Jawa yang
digunakan untuk mencukupi kebutuhan pakan, cover, air dan tempat untuk
kawin. Dimana data variabel yang akan dicari yaitu:
a. Kerapatan Vegetasi
Data kerapatan vegetasi diambil menggunakan metode nested
sampling. Dalam metode nested sampling, dibuat plot bersarang
(Gambar 5) dengan ukuran 2 m x 2 m dan dilakukan pencatatan jenis
dan jumlah semai, 5 m x 5 m dilakukan pencatatan jenis, jumlah dan
tinggi sapihan/pancang, 10 m x 10 m dilakukan pencatatan jenis, jumlah,
tinggi dan diameter tiang dan 20 m x 20 m dilakukan pencatatan jenis,
jumlah, tinggi dan diameter pohon (Bismark, 2011).
20 m x 20 m
10 m x 10 m
5mx5m
2mx2m
b. Stratifikasi Tajuk
Data stratifikasi tajuk didapatkan menggunakan metode nested
sampling, cara mendapatkan data sama seperti pada kerapatan vegetasi.
Output yang dihasilkan adalah adanya tingkatan tajuk yang ada di petak
pengamatan.
c. Suhu dan Kelembapan
Pengambilan data dilakukan dengan pengukuran suhu
menggunakan sling-psychrometer, begitu pula data kelembapan udara
diambil dengan menggunakan sling-psychrometer. Penggunaan sling-
psychrometer adalah dengan cara mengayunkan alat dan ditunggu
selama 2-3 menit, kemudian dilihat hasil suhu basah dan suhu kering
pada bar yang terlihat. Data kelembapan didapat dengan menyejajarkan
suhu kering dan suhu basah.
d. Kelerengan
Pengambilan data dilakukan dengan bantuan alat clinometer, yakni
dengan menembak pada objek dengan kelerengan tertentu pada lokasi
yang berbeda. Data kelerengan diambil pada pusat protocol sampling
dengan melihat bentang lahan sekitar yang paling mencolok dari segi
kelerengan dan lahan yang memiliki kemiringan yang paling tinggi
dicatat sebagai data kelerengan.
e. Ketinggian
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan GPS (Global
Positioning System) dengan membaca pada layar GPS.
4.3.2.4 Pelindung
Pelindung adalah segala tempat dalam habitat yang mampu
memberikan perlindungan dari cuaca, predator, atau kondisi yang lebih baik
dan menguntungkan. Pelindung dapat berupa tutupan vegetasi maupun
kondisi fisik area. Data yang diambil dalam aspek pelindung adalah sebagai
berikut :
a. Penutupan Tajuk dan Tumbuhan Bawah
Data penutupan tajuk dan tumbuhan bawah diambil menggunakan
metode protocol sampling. Pada metode protocol sampling, dibuat plot
ukur berbentuk lingkaran dengan jari-jari 11,3 m atau berdiameter 22,6
m (Gambar 6) dan dilakukan pengambilan data pengukuran
penutupan/lebar tajuk dan tumbuhan bawah dengan melihat persen
tutupan tajuk atau tumbuhan bawah yang terlihat dari tabung okuler
(Gambar 7) (Noon, 1981). Data diambil pada setiap titik di dalam garis
utara-selatan dan barat-timur, dengan tiap arah memuat 5 titik (Purnomo,
2009). Data plus minus menunjukkan ada atau tidaknya vegetasi hijau.
Dikatakan plus apabila vegetasi menutup perpotongan garis silang
melebihi 50%, dan dikatakan minus apabila vegetasi menutup
perpotongan garis silang kurang dari 50% pada tabung okuler
(Noon,1981).
b. Kepadatan Semak
Data kepadatan semak diambil menggunakan metode protocol
sampling. Teknik pengambilan data dilakukan dengan membagi
lingkaran menjadi empat bagian. Dari utara-selatan serta timur-barat
menggunakan tongkat sepanjang 1 meter, tumbuhan bawah yang terkena
tongkat tersebut dicatat jenis dan jumlahnya. Data kepadatan semak
diambil menggunakan metode protocol sampling. Teknik pengambilan
data dilakukan dengan membagi lingkaran menjadi empat bagian
(Gambar 7). Kemudian, pengamat berjalan dari utara-selatan serta timur-
barat dengan membawa tongkat sepanjang 1 meter, tumbuhan bawah
yang terkena tongkat tersebut dicatat jenis dan jumlahnya.
100
cm
Gambar 9. Density board
Keterangan:
P = estimasi jumlah populasi
A = luas areal penelitian
p = jumlah onggokan minggu ke-2
a = luas seluruh plot sampel
t = interval waktu pengamatan
d = defekasi, rata-rata jumlah kelompok feses yang dikeluarkan oleh satu individu
rusa dalam sehari kelompok feses yang dimasukkan dalam perhitungan adalah
kelompok feses dengan perkiraan umur kurang dari 1 bulan.
Sedangkan dalam metode line transect, terdapat beberapa data yang harus
dicatat antara lain yaitu panjang jalur yang ditempuh (meter), jarak langsung (D =
direct distance) antara observer dan primata (meter), sudut antara garis khayal
observer primata dan jalur (derajat), dan jumlah individu primata. Kemudian
estimasi populasi satwa dihitung menggunakan rumus:
NxA
EP=
2 XY
Keterangan:
X = panjang jalur
Y = jarak antara primata target (yang terdeteksi) dan jalur secara tegak lurus
(rataan)
D = jarak antara primata target saat pertama kali terdeteksi dan observer (rataan)
b. Stratifikasi Tajuk
Stratifikasi tajuk dilakukan pengamatan langsung di lapangan, dan
menentukan struktur vegetasi masuk ke dalam stratum tajuk tipe
A,B,C,D atau E.
c. Suhu dan Kelembapan
Data suhu yang telah diukur menggunakan sling-psychrometer
dinyatakan dalam derajat celcius (°C), dan disajikan dalam tabel pada
setiap plot. Data kelembaban yang telah diukur menggunakan sling-
psychrometer dinyatakan dalam persen (%), dan disajikan dalam tabel
pada setiap plot.
d. Kelerengan dan Ketinggian
Data kelerengan dinyatakan dalam persen (%) dan diambil data
yang paling curam kemudian disajikan dalam tabel pada setiap plot. Data
ketinggian didapatkan dari GPS dan dinyatakan dalam mdpl.
Keterangan:
C: Persen penutupan tajuk
p: Jumlah tajuk atau tipe penutupan tanah yang terlihat pada silang
tabung okuler,
n: Jumlah titik pengamatan pada protocol sampling.
Tingkat penutupan tajuk berdasarkan Arief (2001) :
1. Rapat = penutupan lebih dari 70%
2. Cukup = penutupan 40% - 70%
3. Jarang = penutupan kurang dari 40%
∑ kisi terisi
% Penutupan Daun= x 100 %
∑kisi setiap interval
Adiati, Umi dan Brahmantiyo B. 2015. December. Karakteristik Morfologi Rusa Timor
(Rusa timorensis) di Balai Penelitian Ternak Ciawi. Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner: 596-600.
Alikodra, H. S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar Jilid I. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Ilmu
Hayati. IPB. Bogor.
Aqsar, Z. E. 2009. Hubungan Ketinggian dan Kelerengan dengan Tingkat Kerapatan
Vegetasi Menggunakan Sistem Informasi Geografis di Taman Nasional Gunung
Leuser. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.
Arnold, J.F., and H.G. Reynolds. 1943. Droppings of Arizona and Antelope Jackrabbits and
The “pellet census”. J. Wildl. Mgmt. 7:322-327.
Arobaya, A.Y.S., D.A. Iyai, T. Sraun and F. Pattiselanno. 2010. Makanan pakan rusa timor
(Cervus timorensis) di Manokwari, Papua Barat. Produksi Hewan, 12 (2): 91-95.
Asianto, Giri. 1998. Perilaku Sosial Rusa Jawa (Cervus timorensis russa, Mul & Schl) di
Penangkaran Wana Wisata Waluya Karangkates Malang Jawa Timur. Skripsi S1.
Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.
Aththorick, T. A. 2005. Kemiripan Komunitas Tumbuhan Bawah pada Beberapa Tipe
Ekosistem Perkebunan di Kabupaten Labuhan Batu. Jurnal Komunikasi Penelitian, Vol
17 (5).
Balebu, E. Boer, C., Sukaton. 2002. Identifikasi dan Analisis Kimia Jenis-Jenis Pakan Rusa
Sambar di Areal Penangkaran Rusa Kabupaten Pasir, Provinsi Kalimantan Timur.
Jurnal Equator, Vol. I (2).
Bismark, M. 2011. Prosedur Operasi Standar (SOP) Untuk Keragaman Jenis pada Kawasan
Konservasi. Bogor.
Bismark, M., Mukhtar, A. S., Takandjanji, M., Garsetiasih, R., Setio, P., Sawitri, R., dan
Subiandono, E., & Kayat. 2011. Sintesis Hasil-hasil Litbang: Pengembangan
Penangkaran Rusa Timor. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DIY. 2020. https://dlhk.jogjaprov.go.id/. Diakses
pada 23 Januari 2021.
Djohan, Tjut. S. 2003. Petunjuk Praktikum Ekologi (Biu 420 atau Bio 307). Laboratorium
Ekologi Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Djuwantoko. 2003. Pemanfaatan Rusa Secara Lestari. Makalah Seminar. Fakultas Kehutanan
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Drajat, A. S. 2002. Satwa Harapan Budidaya Rusa. Mataram University Press. Mataram.
Emu. 2012. Studi Komunitas Tumbuhan Dasar Hutan di Kawasan Hutan Wanagama (petak
5, 6 dan 7), Gunung Kidul, Yogyakarta. Undergraduate Thesis. Universitas Kristen
Duta Wacana. Yogyakarta.
Ernawati, Johanna. 2016. Jejak Hijau Wanagama. Forests and Climate Change Programme
(FORCLIME). Jakarta.
Garsetiasih, R. 2007. Daya Dukung Kawasan Hutan Baturaden sebagai Habitat Penangkaran
Rusa. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 4(5).
Handarini, R. 2006. Pola dan Siklus Pertumbuhan Ranggah Rusa Timor Jantan (Rusa
timorensis). Jurnal Agribisnis Peternakan. 2(1).
Handayani, T., dan Yustiah, Y. 2014. Analisis Vegetasi strata Semak Berdasarkan Cluster
Lingkungan Abiotik di Sempadan Sungai Tepus Sleman, Yogyakarta sebagai Sumber
Belajar Biologi SMA Kelas X. Jurnal Bioedukatika. 2(1): 30-34.
Haryani, R. 2010. Pengaruh Penutupan Tajuk Individu terhadap Dinamika Volume Batang
Jati Umur 12 Tahun. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.
Helms, J. A. 1998. The Dictionary of Forestry. CAB International: the Society of American
Foresters. Wallingford.
Hidayat, Denny. 2017. Dari Seresah Menjadi Tanah: Sejarah Pembangunan Hutan
Pendidikan Wangama I. Skripsi. Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Hoogerwerf, A. 1970. Ujung Kulon, The Land of The Last Javan Rhinoceros. Ej Brill.
Leiden.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.
Irwanto. 2006. Penilaian Kesehatan Hutan Tegakan Jati (Tectona grandis) dan. Eucalyptus
(Eucalyptus pellita) pada Kawasan Hutan Wanagama. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Isbandi R. A. 2007. Perencanaan Partisipasi Berbasis Aset Komunitas: dari Pemikiran
Menuju Penerapan. UI Press. Depok.
Iswandaru, Dian. 2018. Panduan Praktikum Manajemen Hidupan Liar. Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Lampung.
IUCN. 2019. https://www.iucnredlist.org/species/41789/22156866 [diakses pada 1 Januari
2021].
Jacoeb, T.N. dan Wiryosuhanto, S.D. 1994. Prospek Budidaya Ternak Rusa Cetakan
pertama. Penerbit Kanisius. Jakarta.
JICA. 2014. Pedoman Tata Cara Restorasi Di Kawasan Restorasi: Ekosistem Mangrove
Bekas Lahan Tambak. Kementerian Kehutanan. Jakarta.
Kayat. 2009. Evaluasi Pemeliharaan dan Perkembangbiakan Rusa Timor (Rusa timorensis
Blainville) Pada Beberapa Penangkaran di Nusa Tenggara Timur. Tesis S-2. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Kayat., Pudyatmoko, Satyawan., Maksum, Muchammad., Imron, M. Ali. 2017. Potensi
Konflik Penggembalaan Kuda pada Habitat Rusa Timor (Rusa timorensis Blainville
1822) di Kawasan Tanjung Torong Padang, Nusa Tenggara Timur. Jurnal Ilmu
Kehutanan II: 4-18.
Kiranaputri, G. 2015. Identifikasi Sel Pada Preparat Apus Vagina Rusa Timur (Rusa
timorensis) di Taman Lembah UGM. Skripsi. FKH UGM: Yogyakarta.
Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kwatrina, R. T., Takandjandji, M., dan Bismark, M. 2011. Ketersediaan Tumbuhan Pakan
dan Daya Dukung Habitat Rusa timorensis De Blainville, 1822 Di Kawasan Hutan
Penelitian Dramaga. Buletin Plasma Nutfah. 17(2): 129-138.
Liptian. 2004. Studi Jenis Pakan dan Analisis Proksimat Pada Pakan Rusa Jawa (Cervus
timorensis Mull & Schl, 1844) Di Wanagama I Kabupaten Gunung Kidul. Skripsi.
Fakultas kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Marialilwur, Y. 2012. Studi Komunitas Pohon di Kawasan Hutan wanagama (petak 5, petak
6, Dan 7) Gunungkidul Yogyakarta. [Undergraduate thesis]. Universitas Kristen Duta
Wacana. Retrieved from http://sinta.ukdw.ac.id.
Masyud, B., Ricky, W., Irawan, B.S. 2007. Pola Distribusi Populasi dan Aktivitas Harian
Rusa Timor (Cervus timorensis, de Blainville 1822) di Taman Nasional Bali Barat.
Jurnal Ilmiah Bidang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Lingkungan 12(3): 23.
Mcnaughton, S.J., dan L.L. Wolf. 1990. Ekologi Umum. Edisi ke-2. UGM. Yogyakarta.
Morrison, M.L. 2002. Wildlife Restoration: technique for habitat analysis and animal
monitoring. Island Press. Washington.
Morrison, M. L., Marcot, B. G., and Mannan, R. W. 2006. Wildlife-Habitat Relationships:
Concept and Applications. Island Press. Washington DC.
Mulyadin, R. M., Surati, S., & Ariawan, K. 2016. Kajian Hutan Kemasyarakatan sebagai
Sumber Pendapatan: Kasus di Kab. Gunung Kidul. Jurnal Penelitian Sosial dan
Ekonomi Kehutanan, 13(1), 13-23.
Narsuka, D. R. N dan Sujali. 2009. Persepsi dan Peran Serta Masyarakat Lokal dalam
Pengelolaan TNGM. Majalah Geografi Indonesia. Fakultas Geografi UGM.
Yogyakarta.
Noon, B.R. 1981. Techniques for Sampling Avian Habitat. In: Capen, D.E. (Eds.). The Use
of Multivariate Statistics in Studies of Wildlife Habitat. General Rednical Report RM-
87. US Department of Agriculture, Forest Service.
Noor, J. 2012. Metode Penelitian. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Nugroho, A. D. 1992. Studi Ekologi Makan Rusa Jawa (Cervus timorensis russa Mul. And
Schl.1844) pada Musim Kemarau di Taman Nasional Baluran. Skripsi. Fakultas
Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. tidak dipublikasikan.
Nurmalia, A., dan Wahyu Handono. 2019. Analisis partisipasi dan persepsi masyarakat petani
terhadap restorasi dan preservasi hutan. AGRISEP Vol. 18 No. 2 September 2019 Hal:
305 – 312.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi 2.
Salemba Medika. Jakarta.
Palguna, H. 1998. Pola Perilaku Rusa Jawa (Cervus timorensis russa, Mul. & Schl.) di
Beberapa Penangkaran Milik Perhutani.Tesis tidak dipublikasikan.Yogyakarta:
Program Studi Ilmu Kehutanan Jurusan Ilmu-ilmu Pertanian Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada.
Pattiselanno, F., Tethool, A. N., dan Seseray, D. Y. 2008. Karakteristik Morfologi dan
Praktek Pemeliharaan Rusa Timor di Manokwari. Jurnal Berkala Ilmiah Biologi. 7(2).
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 – Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 –
Tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Pramono. 2019. Rehabilitasi, Reklamasi, Restorasi, dan Recovery Hutan. [Online].
http://agroindonesia.co.id/2019/11/rehabilitasi-reklamasi-restorasi-dan-recovery-hutan/.
[Diakses pada 1 Januari 2021].
Pudyatmoko, Satyawan. 2007. Kerapatan dan Ukuran Populasi Burung Cekakak Sungai
(Halcyon chloris) di Dua Tipe Habitat di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Puhun, S. P. O. 2017. Pengelolaan Kesejahteraan Satwa Rusa Timor (Rusa timorensis) di
Oilsonbai. Jurnal Ilmu Kehutanan, 1(4): 18-29.
Purnomo, D. W. 2009. Seleksi Habitat oleh Rusa Timor (Rusa timorensis) di Hutan
Wanagama I. [Tesis]. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Purnomo, D. W. 2010. A habitat selection model for Javan deer (Rusa timorensis) in
Wanagama I Forest, Yogyakarta. Nusantara Bioscience, 2 (2): 84 - 89.
Purnomo, D. W. dan Didi U. 2012. Pengaruh Struktur dan Komposisi Vegetasi dalam
Menentukan Nilai Konservasi Kawasan Rehabilitasi di Hutan Wanagama I dan
Sekitarnya. Jurnal Biologi Indonesia, 8 (2): 255-267.
Rahardjanto, A. 2001. Ekologi Tumbuhan. UMM Press. Malang
Rahmadi, Taufik. 2013. Kelimpahan Fauna Tanah dalam Dekomposisi Seresah Gamal
(Gliricidia sepium) di Petak 5 Hutan Wanagama I Gunung Kidul. Skripsi. Fakultas
Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Santosa, Yanto., Auliyani, Diah., Kartono, A. Priyono. 2008. Pendugaan Model Pertumbuhan
dan Penyebaran Spasial Populasi Rusa Timor (Cervus timorensis De Blainville, 1822)
Di Taman Nasional Alas Purwo Jawa Timur. Jurnal Media Konservasi Vol. 13, No. 1 :
1 – 7.
Schroder T.O. 1976. Deer in Indonesia. Nature Conservation Department. Wageningen.
Scott J M, Csuti B, Jacobi JD & Estes JE. 1987. Species richness: a geographical approach
to protecting biodiversity. BioScience 37: 782-788.
Semiadi, G. dan Nugraha. 2004. Panduan Pemeliharaan Rusa Tropis. Pusat Penelitian
Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor.
Semiadi, G., Wirdateti, Jamal. Y., Brahmantiyo. B. 2008. Pemanfaatan Rusa Sebagai Hewan
Ternak. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian
Biologi. Bogor.
Septiawan, Wawan. 2016. Jenis Tanaman, Kerapatan, Dan Stratifikasi Tajuk Pada Hutan
Kemasyarakatan Kelompok Tani Rukun Makmur 1 Di Register 30 Gunung
Tanggamus, Lampung. Skripsi. Fakultas pertanian Universitas Lampung.
Shaw, J. H. 1985. Introduction to Wildlife Management. McGraw-Hill Book Company. New
York.
Subekti, E. 2009. Ketahanan Pakan Ternak Indonesia. Jurnal Mediagro, Vol. 5(2): 63 - 71.
Subeno. 2008. Seleksi Habitat Rusa Timor (Cervus timorensis) dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya di Kawasan Hutan Wanagama I dan Sekitarnya. Laboratorium
Satwa Liar, Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Supraptomo, H. 2006. Home Range dan Kelimpahan Rusa Jawa (Cervus timorensis) di
Wanagama I Gunung Kidul. Skripsi. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Syah, Mega Wahyu dan Teguh Hariyanto.2013. Klasifikasi Kemiringan Lereng dengan
Sistem Informasi Geografis sebagai Evaluasi Kesesuaian Landasan Pemukiman
berdasarkan Undang-Undang Tata Ruang dan Metode Fuzzy. Jurnal Teknik Pomits,
10(10):1-6.
Syarief A. 1974. Kemungkinan Pembinaan Dan Pembiakan Rusa di Indonesia. Direktorat
Perlindungan dan Pembiakan Alam. Bogor.
Taralalu, J. M., Chandradewana B. C., dan Kuncoro, I. 2006. Kajian Tentang Habitat dan
Populasi Rusa (Cervus timorensis) di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah.
Jurnal Kehutanan Unmul, 2 (2).
Utami, R. P. Dan Ratnaningsih, Y. 2018. Implementasi Kemitraan Kehutanan antara
Kelompok Tani dengan BKPH Rinjani Barat Pelangan Tastura (Studi Kasus: Gabungan
Kelompok Tani Maju Lestari, Desa Pusuk Lestari, Kecamatan Batulayar, Kabupaten
Lombok Barat). Jurnal Silva Samalas Vol. 1 No. 1; 35-44.
Winardi, 1990. Asas-Asas Manajemen. Mandar Maju. Bandung.
Yuda, P. 1995 Studi Keragaman dan Kelimpahan Burung di Berbagai Habitat di Hutan
Wanagama I, Daerah Istimewa Yogyakarta. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.
Zahra N. L. dan Winarno G.D. 2017. Studi Populasi Siamang (Symphalangus syndactylus) di
Hutan Lindung Register 25 Pematang Tanggang Kabupaten Tanggamus. Jurnal Sylva
Lestari, Vol. 5(3): 66-76.
LAMPIRAN
A. IDENTITAS RESPONDEN
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat Asal
Alamat Tinggal
Pendidikan Terakhir
Pekerjaan
B. PERTANYAAN
KELOMPO
TEMA SOSIAL PERTANYAAN
K
Apakah Anda sering memasuki kawasan Hutan Pendidikan Wanagama I?
Aktivitas apa yang dilakukan di dalam Hutan Pendidikan Wanagama I?
Di bagian mana Anda biasa beraktivitas?
Berapa jam anda melakukan aktivitas tersebut?
Berapa hari dalam satu minggu Anda beraktivitas di dalam Hutan Pendidikan
Wanagama I?
Apakah anda tahu ada rusa jawa di Hutan Pendidikan Wanagama I?
Apakah Anda pernah bertemu dengan rusa jawa ketika beraktivitas?
Aktifitas
1 Kegiatan apa yang sedang dilakukan ketika bertemu rusa jawa?
Masyarakat
Apa respon anda ketika bertemu dengan rusa jawa ketika sedang beraktivitas?
Berapa luas lahan yang Anda kerjakan?
Komoditas apa yang anda tanam?
Apakah rusa jawa pernah masuk ke lahan anda?
Apa yang dilakukan rusa jawa di lahan anda?
Jenis tanaman apa saja yang biasa dimakan hewan ternak anda?
Apakah keberadaan rusa jawa mengganggu Anda dalam beraktivitas di Hutan
Pendidikan Wanagama I?
2 Interaksi
3 Persepsi Apakah Anda tahu bahwa Rusa Jawa ada di hutan Pendidikan Wanagama I?
Apakah Anda Tahu tentang kawasan restorasi Rusa Jawa di Hutan Pendidikan
Wanagama I?
Seberapa dalam Anda memahami kegiatan restorasi Rusa Jawa di Hutan
Pendidikan Wanagama I?
Apakah Anda menyetujui kegiatan restorasi Rusa Jawa di Hutan Pendidikan
Wanagama I?
Apakah dampak yang anda rasakan dengan
adanya kegiatan restorasi Rusa Jawa
di Hutan Pendidikan Wanagama I?
Apakah keberadaan Rusa Jawa tersebut menganggu
aktivitas anda di Hutan Pendidikan Wanagama I?
Apakah tanaman pertanian milik anda pernah dirusak/dimakan
oleh Rusa Jawa yang ada di Hutan Pendidikan
Wanagama I?
Apakah anda pernah merasa khawatir jika tanaman pertanian
anda dirusak/dimakan oleh Rusa Jawa?
Apakah anda khawatir jika populasi rusa meningkat di Hutan
Pendidikan Wanagama I?
Apakah anda bersedia diajak bekerjasama dalam upaya pengembangan
restorasi rusa di Hutan Pendidikan Wanagama 1?
Apakah anda mengetahui jika Rusa Jawa merupakan salah satu satwa yang
dilindungi?
Apakah anda pernah berinteraksi langsung dengan rusa yang ada di Hutan
Pendidikan Wanagama I?
Seberapa besar kerugian yang ditimbulkan dengan adanya keberadaan rusa
jawa di Hutan Pendidikan Wanagama I?
Seberapa besar keuntungan yang ditimbulkan dengan adanya keberadaan rusa
jawa di Hutan Pendidikan Wanagama I?
Apakah Kawasan Hutan Pendidikan Wanagama I cocok untuk dijadikan
sebagai tempat restorasi rusa jawa?
Apakah anda mengetahui adanya rusa jawa di Hutan Pendidikan Wanagama
I?
Apakah anda mengetahui adanya kegiatan restorasi rusa jawa di Hutan
Pendidikan Wanagama I?
Apakah anda pernah mengikuti kegiatan sosialisasi tentang restorasi rusa jawa
di Hutan Pendidikan Wanagama I?
Apabila diadakan kembali sosialisasi mengenai restorasi rusa jawa di Hutan
Pendidikan Wanagama I, apakah anda bersedia mengikutinya?
Seberapa besar pemahaman anda mengenai kegiatan restorasi rusa jawa di
Hutan Pendidikan Wanagama I?
Apakah anda mendukung kegiatan restorasi rusa jawa di Hutan Pendidikan
Wanagama I?
4 Antusiasme Apakah anda pernah merasa dirugikan dengan adanya kegiatan restorasi rusa
di Hutan Pendidikan Wanagama I?
Apakah anda pernah merasakan manfaat dari adanya kegiatan restorasi rusa di
Hutan Pendidikan Wanagama I?
Apakah anda berminat untuk mengikuti kembali kegiatan terkait restorasi rusa
jawa di Hutan Pendidikan Wanagama I?
Apakah anda berminat mengetahui dan mempelajari lebih dalam lagi
mengenai restorasi rusa jawa di Hutan Pendudukan Wanagama I?
5 Sikap Apakah anda tahu bahwa Wanagama I merupakan restorasi rusa Jawa?
Menurut anda, apakah ada manfaat terkait adanya restorasi rusa jawa di
Wanagama?
Bagaimana sikap anda jika ada rusa di pemukiman/lahan?
6 Pemahaman Apakah anda tahu kalau di Hutan Pendidikan Wanagama I dijadikan sebagai
tempat restorasi?
Apakah restorasi rusa jawa penting?
Apa manfaat dengan adanya rusa jawa di Hutan Pendidikan Wanagama I?
8 Konflik
9 Dukungan apakah saudara mendukung adanya restorasi rusa jawa di hutan wanagama?
jika iya, bentuk dukunhan seperti apa yang anda berikan?