Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Relung ekologi merupakan istilah dalam ekologi untuk mendeskripsikan peranan suatu
organisme dalam suatu ekosistem. Odum (1993) menjelaskan, yang dikatakan relung
ekologi adalah persaingan penggunaan habitat, termasuk ruang fisik dan peran fungsional
pada komunitas, serta posisi didalam gradien suhu, kelembaban, pH, tanah dan keadaan
lainnya. Aspek relung ekologi yang menyangkut dimensi sumber dayaatau hal mendasar
untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan dari suatu spesies harus berbeda (terpisah)
dengan spesies lainnya, agar dapat berkoeksistensi dalam habitat yang sama hingga waktu
yang lama. Sebagai tambahan, Wirakusumah (2013) menyatakan bahwa aspek waktu aktif
juga termasuk sebagai pembeda atau pemisah relung tersebut.

Beberapa taksa hewan primata di dunia diketahui hidup berdampingan di banyak


habitat. Tak terkecuali di Indonesia salah satunya di pulau Sumatera. Pulau Sumatera
merupakan salah satu pulau yang mendukung keberadaan hewan-hewan primata dari
genus Macaca, Presbytis, Hylobates dan Symphalangus. Hewan-hewan primata ini dapat
hidup berdampingan di wilayah yang sama dan pada waktu yang sama, seperti spesies
Macaca fascicularis (monyet ekor panjang) dengan Macaca nemestrina (beruk) yang
cenderung sering ditemukan simpatrik atau berkohabitasi. Dua spesies monyet ini
mempunyai kesamaan sumber pakan dan memiliki pola adaptif yang mirip jika dibanding
dengan genus primata lainnya. Kedua spesies ini jugamemiliki distribusi yang tumpang
tindih, sehingga akan menimbulkan kompetisi antar spesies (Crockett dan Wilson, 1980).

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan tentang bagaimana pemisahan


relung pada hewan liar khususnya hewan primata yang hidup simpatrik diketahui bahwa
ada beberapa mekanisme adaptasi ekologi yang dilakukan oleh hewan untuk mengurangi
persaingan dalam memanfaatkan sumber daya, sehingga memungkinkan beberapa spesies
dapat hidup bersama secara damai atau berkoeksistensi untuk waktu yang lama. Adapun
faktor-faktor yang telah diidentifikasi yang dapat menentukan pemisahan relung spesies
simpatrik yaitu makanan, penggunaan ruang habitat, dan pola aktivitas. Variasi dari ketiga
hal ini dapat mewakili pemisahan relung ekologi sehingga primata simpatrik dapat
berkoeksistensi (Tokeshi, 1999; Schreier, et al. 2009).Penelitian tentang pemisah relung
ekologi pada monyet ekor panjang dan beruk sudah pernah dilakukan oleh Crockett dan
Wilson pada tahun 1980 di Sumatera dengan menggunakan metode sensus atau survei
langsung. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa kedua spesies monyet ini
menunjukkan pemisah relung yang jelas berdasarkan kepadatan relatif dan keberadaannya
diberbagai tipe habitat. monyet ekor panjang lebih memilih habitat di tepi sungai, pinggiran
hutan, dan habitat hutan sekunder di dataran rendah, sedangkan beruk ditemukan di hutan
primer, terutama pegunungan. Akan tetapi, kondis hutan di Sumatera saat ini telah
mengalami perubahan. Hutan hujan primer di Sumatera khususnya di dataran rendah telah
mengalami pengurangan dengan cepat (Linkie, Smith, dan Williams, 2004), selain itu
sebagian besar lahan hutan juga dikonversi untuk kebutuhan kayu komersial dan
pembukaan lahan untuk tanaman budidaya serta permukiman manusia (Holmes, 2001).

Berkurangnya lahan hutan atau habitat untuk satwa liar menjadi salah satu faktor
keberadaan primata akhir-akhir ini menjadi sangat memprihatinkan, disamping adanya
faktor lain seperti terjadinya perburuan primata untuk kepemilikan illegal, souvenir, dan
konsumsi. Akibat dari kerusakan dan terfragmentasinya hutan, hewan primata khususnya
monyet ekor panjang dan beruk meninggalkan habitat mereka karena menghadapi
kurangnya sumber makanan dan hilangnya tempat untuk tidur atau tempat berlindung.
Dampak dari keadaan ini dapat dilihat dari banyaknya laporan dan ditemukannya kedua
spesies monyet ini mencuri dan merusak ladang atau lahan pertanian sehingga spesies ini
dianggap sebagai hama dan diburu oleh manusia (Schwitzer et al. 2011). Kondisi ini tentu
saja dapat memicu pandangan negatif terhadap hewan primata dan berpengaruh terhadap
konservasinya.

Salah satu upaya untuk mengendalikan dan menjaga kelestarian populasi monyet ekor
panjang dan beruk yaitu dengan dilakukannya kegiatan monitoring agar diketahui keadaan
populasi dan habitatnya. Monitoring atau pemantauan hewan di suatu wilayah dapat
dilakukan dengan metode langsung maupun tidak langsung, seperti berdasarkan jejak dan
kotoran ataupun dengan menggunakan camera trap(perangkap kamera) (Wemmer et al.
1996). Khusus di Sumatera Barat, berbagai penelitian telah dilakukan untuk memantau
populasi dan melihat akibat aktivitas manusia terhadap hewan liar. Penelitian-penelitian ini
telah membuktikan keefektifan penggunaan camera trap dalam memantau kehadiran
hewan liar yang biasanya menghindari kontak dengan kehadiran manusia (Holden, Yanuar
dan Martyr, 2003; Kinnaird et al. 2003; Lizcano dan Cavelier, 2000; Novarino et al. 2005).

Kegiatan monitoring khususnya di Sumatera Barat telah banyak menghasilkan data


camera trap. Namun, informasi dan data statistik tentang pemisah relung ekologi monyet
ekor panjang dengan beruk masih belum ada. Oleh karena itu, penelitian tentang pemisah
relung ekologi antara kedua spesies ini menggunakan data camera trap sangat penting
dilakukan. Mengingat pengetahuan tentang relung suatu organisme merupakan hal yang
sangat diperlukan sebagai landasan untuk memahami berfungsinya suatu komunitas dan
ekosistem dalam habitat. Selain itu, data dan informasi tentang penggunaan ruang dan
pemanfaatan sumber daya spesies yang berkohabitasi sangat penting bagi konservasi satwa
liar (Singh et al. 2000) dan pengelolaan kawasan konservasi secara menyeluruh (integrated)
(Forsyth, Parkes, dan Hickling, 2000).

Berdasarkan fakta bahwa kerusakan dan terfragmentasinya hutan merupakan salah satu
faktor dari memprihatinkannya keadaan hewan primata saat ini, maka penelitian ini
dilaksanakan di kawasan hutan di PT. Tidar Kerinci Agung (PT TKA) Solok Selatan, serta
kolaborasi data hasil camera trap dibeberapa lokasi di Sumatera

Barat yang pemasangannya tersebar pada hutan sehamparan baik hutan primer maupun
hutan sekunder, habitat yang terfragmentasi, dan habitat riparian. Lokasilokasi tersebut
yakni di Hutan Pendidikan dan Penelitian Biologi(HPPB) Universitas Andalas, Cagar Alam
Lembah Anai, Hutan Kalaweit Supayang Kabupaten Solok, Nagari Mahat Kabupaten Lima
Puluh Kota, PT. Kencana Sawit Indonesia Solok Selatan, kawasan objek wisata alam Nyarai
Kecamatan Lubuk Alung, Cagar Alam Rimbo Panti Kabupaten Pasaman, dan di Suaka Alam
Malampah Kabupaten Pasaman.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas dapat diperoleh rumusan-rumusan masalh sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan Habitat?

2 Sebut dan jelakan macam-macam habitat?

3. Apa yang dimaksud dengan Relung ekologi?

4. Bagaimana bunyi Asas Ekslusi Persaingan dan Pemisahan Relung Ekologi?

5. Apa dan jelaskan yang dimaksud Ekivalen Ekologi ?

6. Apa dan jelaskan yang dimaksud Pergeseran Cin?

1.3 Tujuan

Dari rumusan masalh diatas dapat diambil beberapa kesimpulan diantaranya:

1. Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan Habitat

2 Dapat mengetahui macam habitat


3. Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan Relung ekologi

4. Dapat mengetahui Asas Ekslusi Persaingan dan Pemisahan Relung Ekologi

5. Dapat mengetahui apa yang dimaksud Ekivalen Ekologi

6. Dapat mengetahui apa yang dimaksud Pergeseran Ciri

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Habitat

Setiap populasi mahluk hidup menempati habitat atau biotop tertentu Habitat suatu
populasi hewan pada dasarnya menunjukkan totalitas dari corak lingkungan yang ditempati
populasi itu termasuk faktor-faktor abiotik berupa ruang tipe substratum atau medium yang
ditempati cuaca dan iklimnya serta vegetasinya.

2.2 Macam-macam Habitat

Secara garis besar dikenal empat tipe habitat utama yakni: daratan perairan
tawar,perairan payau,dan estuaria serta perairan bahari/laut. Masing-masing kategori
utama itu dapat dipilah-pilahkan lagi tergantung corak kepentingannya mengenai aspek
yang ingin diketahui.Dari sudut pandang dan kepentingan populasi-populasi hewan yang
menempatinya.pemilihan tipe-tipe habitat itu teratama didasarkan pada segi variasinya
menurut waktu dan ruang

Berdasarkan variasi habitat menurut waktu,dapat dikenal 4 macam habitat.


1. Habitat yang konstan, yaitu suatu habitat yung kondisinya terus-menerus relatif baik atau
kurang baik

2 Habitat yang bersifat memusim, yaitu suatu habitat yang kondisinya secara relatifteratur
JHsecara berganti-ganti antara baik dan kurang baik.

3. Habitat yang tidak menentu yaitu suatu habitat yang mengalami suatu perioda
dengankondisi baik yang lamanya juga bervariasi sehingga kondisinya tidak dapat
diramalkan.

4. Habitat yang efemeral yaitu suatu habitat yang mengalami perioda kondisi baik vang
berlangsung relatif lama sekali.

Berdasarkan variasi kondisi habitat menurut ruang habitat dapat diklasifikasi menjadi:

1. Habitat yang bersinambung yaitu apabila suatu habitat mengandung area dengan
berjumlah 10 ekor.

2. Habitat yang terputus-putus,merupakan suatu habitat yang mengandung area dengan


kondisi baik letaknya berselang-seling dengan area berkondisi kurang baik,dan hewan-
hewan penghuninya dengan mudah dapat menyebar dari area berkondisi baik yang satu ke
yang lainnya,

3. Habitat yang terisolasi merupakan suatu habitat yang mengandung area berkondisi baik
yang terbatas luasnya dan letaknya terpisah jauh dan area berkondisi baik yang lain
sehingga hewan-hewan tidak dapat menyebar untuk mencapainya,kecinii bila didukung oleh
faktor kebetulan Misal suatu pulau kecil yang dihuni oleh populasi rusa. Jika makanan habis
rusa tersebut tidak dapat pindah ke pulau lain. Pulau kecil tersebut bukan merupakan
habitat terisolasi bagi suatu populasi burung yang dapat dengan mudah pindah ke pulau
lainnya tetapi lebih cocok disebut habitat yang terputus.

Mikrohabitat

Mikrohabitat populasi-populasi hewan yang mendiami suatu habitat tertentu akan


terkonsentrasi ditempat-tempat dengan kondisi yang paling cocok bagi pemenuhan
persyaratan hidupnya masing-masing. Mikrohabitat adalah bagian dari habitat yang
merupakan lingkungan yang kondisinya paling cocok dan paling akrab berhubungan dengan
hewan.

2.3 Pengertian Relung Ekologi


Istilah relung ekologi diluar bidang ekologi praktis tidak dikenal. Hal ini dikarenakan
konsep relung ekologi relatif baru. Secara umum dapat dikatakan bahwa relung ekologi
merupakan suatu konsep abstrak mengenai keseluruhan persyaratan hidup dan interaksi
organisme dalam habitatnya. Dalam hal ini habitat merupakan penyedia berbagai kondisi
dan sumberdaya yang dapat digunakan oleh organisme sesuai dengan persyaratan hidupnya

Menurut Keindegh (1980), Relung ekologi suatu populasi atau hewan adalah status
fungsional hewan itu dalam habitat yang ditempatinya berkaitan dengan adaptasi-adaptasi
fisiologis, struktur/morfologi, dan pola perilaku hewan itu.

Hutchinson (1957) dalam Begon, et al. (1986) telah mengembangkan konsep relung
ekologi multidimensi (dimensi-n atau hipervolume). Setiap kisaran toleransi hewan
terhadap suatu faktor lingkungan, misalnya suhu, merupakan suatu dimensi. Dalam
kehidupannya hewan dipengaruhi oleh bukan hanya satu faktor lingkungan saja, melainkan
banyak faktor lingkungan secara simultan Faktor lingkungan yang mempengaruhi atau
membatasi kehidupan organisme bukan hanya kondisi lingkungan, seperti suhu, cahaya,
kelembaban, salinitas, tetapi juga ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan hewan
(makanan dan tempat untuk membuat sarang bagi hewan dan nutrien bagi tumbuhan).

Selanjutnya Hutchinson membagi konsep relung menjadi relung fundamental dan


relung yang terealisasikan rehung fundamental menunjukkan potensi secara utuh kisaran
toleransi hewan terhadap faktor lingkungan, yang hanya dapat diamati dalam laboratorium
dengan kondisi lingkungan terkendali. Relung terealisasi adalah status fungsional yang
benar- benar ditempati dalam kondisi alami,dengan beroperasinya banyak faktor
lingkungan, seperti interaksi faktor, kehadiran pesaing, predator dsb. Dibandingkan dengan
kisaran relung fundamental, kisaran dari relung yang terealisasikan itu pada umumnya lebih
sempit, karena tidak seluruhnya dari potensi hewan dapat diwujudkan, tentunya karena
pengaruh dari beroperainya berbagai kendala dari lingkungan.

Dua spesies hewan atau lebih yang hidup bersama dalam satu habitat dikatakan
berkohabitasi atau berkoeksistensi. Hewan-hewan yang berkoeksistensi biasanya memilki
keserupaan dalam kisaran toleransi dan preferendum terhadap faktor lingkungan dalam
habitat, bahkan mungkin juga memiliki keserupaan dalam jenis sumber daya yang
dibutuhkan. Berdasarkan konsep relung ekologi multidimensi, hal ini berarti antara kedua
populasi tersebut memiliki keselingkupan relung atau beberapa dimensi. Jika dalam suatu
saat jumlah sumber daya yang dibutuhkan terbatas maka akan terjadi persaingan.

2.4 Asas Ekslusi Persaingan dan Pemisahan Relung Ekologi


Asas "Ekslusi Persaingan" atau aturan "Gause" menyatakan bahwa suatu relung ekologi
tidak dapat ditempati secara simultan dan sempurna oleh populasi stabil lebih dari satu
spesies. Sehubungan dengan asas tersebut diatas, menurut Asas koeksistensi", beberapa
spesies yang dapat hidup secara langgeng dalam habitata yang sama ialah spesies-spesies
yang relung ekologinya berbeda-berbeda. Darwin menyatakan bahwa semakin besar
perbedaan-perbedaan yang diperlihatkan oleh berbagai spesies yang hidup disuatu tempat,
makin besar pulu jumlah spesies yang dpat hidup disuatu tempat itu pernyataan darwin
tersebut dikenal sebagai " Asus divergensi".

Dari uraian tersebut diatas tampak bahwa aspek relung ekologi yang menyangkut
dimensi sumber daya, khususnya yang vital untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan dari
beberapa spesies harus berbeda (terpisah) agar dapat berkoeksistensi dalam habitat
yangsama. Perbedaan atau pemisahan relung itu juga mencakup aspek waktu aktif.

2.5 Ekivalen Ekologi

Jika memperhatikan tentang kehidupan berbagai jenis hewan diberbagai tempat sering
ditemukan spesies-spesies hewan serupa yang hidup didaerah geografi yang berbeda. Jenis-
jenis hewan yang menempati relung ekologi yang sama (ekivalen) dalam habitat yang
serupa didaerah zoogeografi yang berbeda disebut ekivalen-ekivalen ekologi. Biasanya
perkerabatan taksonomi dari skivalen-ekivalen ekologi sangat dekat, namun tidak selalu
demikian.

Secara umum ekivalen-ekivalen ekologi itu dapat dikenali dari kemiripan-kemiripan


yang diperlihatkan hewan-hewan tersebut dalam adaptasi-adaptasi morfologi (struktural)
serta pola perilakunya. Sebabnya ialah karena berbagai adaptasi itu adalah tiada lain
daripada perangkat "modal" kemampuan hewan untuk memanfaatkan sumber daya-
sumber daya didalam lingkungannya atau habitatnya.

2.6 Pergeseran Ciri

Spesies-spesies hewan yang berkerabat dekat,suatu marga atau genus misalnya.dapat


ditemuka pada habitat atau daerah penyebaran yang sama (simpatrik) atau ditemukan pada
daerah penyebaran yang berbeda (alopatrik). Jika spesies-spesies hewan yang berkerabat
dekat (kogenerik) ditemukan dalam keadaan simpatrik seleksi alam akan menghasilkan ciri-
ciri tubuh yang semakin mencolok perbedaannya diantara spesies-speies itu atau dikatakan
mengalami evolusi divergen. Sebaliknya apabila dalam keadaan alopatrik seleksi alami akan
menghasilkan evolusi konvergen sehingga perbedaan ciri-ciri itu makin kabur. Fenomena
tersebut diatas dikenal sebagai pergeseran ciri.

Evolusi yang menghasilkan pergeseran ciri pada spesies-spesies hewan dalam keadaan
simpatrik mempunyai dua kepentingan adaptif bagi spesies-spesies yang bersangkutan.
Pertama,karena ciri (adaptasi morfologis,misalnya) yang nyata bedanya akan menyebabkan
terjadinya pemisahan relung ekologi, dengan demikian maka kemungkinan terjadinya
interaksi berupa persaingan, apabila spesies itu berkohabitusi, akan tereduksi. Kedua
berbedanya ciri morfologi yang menghasilkan berbedanya pola perilaku, misalnya perilaku
berbiak, akan lebih menjamin terjadinya pemisahan genetik diantara spesies-spesies yang
berkerabat itu bial berköhabitasi, atau menghindari terjadinya inbreeding yang tidak
menguntungkan.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

1. Setiap populasi mahluk hidup menempati habitat atau biotop tertentu. Habitat suatu
populasi hewan pada dasarnya menunjukkan totalitas dari corak lingkungan yang ditempati
populasi itu termasuk faktor-faktor abiotik berupa ruang tipe substratumatau medium yang
ditempati cuaca dan iklimnya serta vegetasinya.

2. Secara garis besar dikenal empat tipe habitat utama yakni: daratan perairan tawar,
perairan payau, dan estuaria serta perairan bahari laut.

Berdasarkan variasi habitat menurut waktu,dapat dikenal 4 macam habitat

1. Habitat yang konstan

2. Habitat yang bersifat memusim,

3. Habitat yang tidak menentu.

4. Habitat yang efemeral,

Berdasarkan variasi kondisi habitat menurut ruang habitat dapat diklasifikasi menjadi

3 macam yaitu:

1. Habitat yang bersinambung.

2. Habitat yang terputus-putus.

3. Habitat yang terisolasi

3. Menurut Keindegh (1980), Relung ekologi suatu populasi atau hewan adalah status
fungsional hewan itu dalam habitat yang ditempatinya berkaitan dengan adaptasi-adaptasi
fisiologis, struktur morfologi, dan pola perilaku hewan itu konsep relung dibagi menjadi
relung fundamental dan relung yang terealisasikan

4. Asas "Ekslusi Persaingan" atau aturan "Gause" menyatakan bahwa suatu relung okologi
tidak dapat ditempati secara simultan dan sempurna oleh populasi stabil lebih dari satu
spesies." Asas koeksistensi", beberapa spesies yang dapat hidup secara langgeng dalam
habitata yang sama ialah spesies-spesies yang relung ekologinya berbeda-berbeda.

5. Ekivalen-ekivalen ekologi adalah jenis-jenis hewan yang menempati relung ekologi yang
sama (ekivalen) dalam habitat yang serupa di daerah zoogeografi yang berbeda.Biasanya
perkerabatan taksonomi dari ekivalen-ekivalen ekologi sangat dekat, namuntidak selalu
demikian.

6. Evolusi divergen terjadi jika spesies-spesies hewan yang berkerabat dekat (kogenerik)
ditemukan dalam keadaan simpatrik, seleksi alam akan menghasilkan ciri-ciri tubuh yang
semakin mencolok perbedaannya. Evolusi konvergen terjadi jika spesies-spesies hewan yang
berkerabat dekat (kogenerik) dalam keadaan alopatrik seleksi alami, sehingga perbedaan-
perbedaan ciri-ciri itu makin kabur. Kedua fenomena tersebut dikenal dengan pergeseran
ciri.
DAFTAR PUSTAKA

Dharmawan. Agus; dkk. 2005. Ekologi Hewan, Malang: UM Pross

Atharamadhana, Fauziah Habitat dan Relung. Ringkasan Ekologi SDH Habitat, Relung &
Produktifitas Ekosistem. Blogspot : Blogger. (Diakses Jumat, 10 Februari 2017 pada :
Drs.LugtyastyonoBn,M.Pd Bab 10 Ekosistem (X). Biologi Klaten. Pemerintah Kabupaten
Kelaten. Wordpress. (Diakses Sabtu, 11 Maret 2017 pada : 10-ekosistem-x/)

Fauzan, Ahmad Ekologi. Relung. Blogspot : Blogger. (Diakses Jumat, 10 Februari 2017 pada :
Kurniawan, Dheka Arie Relung Ekologi (Ecological Niche). Biopedia Indonesia. Kalimantan
Utara. Blogspot : Blogger. (Diakses Jumat, 10 februari 2017 pada : Lestari, Siti Segregasi
Relung Pada Hewan. Makalah Persilangan Monohibrid dan Dihibrid.

Blogspot : Blogger. (Diakses Jumat 10 Februari 2017 pada : Noname Tikus Sawah. Wikipedia
Ensiklopedia Bebas. Blogger. (Diakses Sabtu, 11 Maret 2017 pada : Rachmawati, Riana
Interaksi, Kedudukan Relung Ekologi dan Niche Spesies. Relung. Blogspot : Blogger. (Diakses
Jumat, 10 Februari 2017 pada : Supra, Agus Habitat dan Relung. Biologi. Blogspot : Blogger.
(Diakses Sabtu, 11 Maret 2017 pada : 20

Anda mungkin juga menyukai