Anda di halaman 1dari 23

REVIEW JURNAL

1. JURNAL 1

Judul POPULASI DAN SEBARAN BEKANTAN (Nasalis


larvatus) DI DELTA BERAU (The Population and
Distribution of Proboscis Monkey (Nasalis larvatus) in Berau
Delta)

Jurnal Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea

Volume dan Halaman Volume (10) No 1 Halaman 11-23

Tahun 2021

Penulis Tri Atmoko, Ani Mardiastuti, M. Bismark, Lilik Budi


Prasetyo, and Entang Iskandar

Reviewer Sinta R Pardosi

Tanggal 29 November 2023

Metode Identifikasi sebaran dan populasi bekantan dilakukan secara


langsung melalui sungai menggunakan perahu (boat survey).
Perhitungan populasi dilakukan secara langsung terutama saat
bekantan menuju dan/atau berada di pohon tidur pada sore
hari mulai pukul 16.30 sampai bekantan diam beristirahat di
pohon tidur.

Data perhitungan yang digunakan adalah single observation


untuk meminimalisir double counting dengan mengambil satu
data dengan jumlah terbanyak dari beberapa ulangan yang
dilakukan, kecuali lokasi perjumpaannya pada titik berjauhan
atau berada di seberang sungai besar.

Abstrak Bekantan (Nasalis larvatus) adalah satwa primata langka


dilindungi yang populasinya terus mengalami penurunan
akibat hilang dan rusaknya habitat. Delta Berau adalah salah
satu lokasi penyebaran bekantan yang berada di luar kawasan
konservasi yang kurang mendapat perhatian. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui populasi dan sebaran bekantan di
Delta Berau dan sekitarnya. Perhitungan populasi dilakukan
secara langsung dari sungai (boat survey) pada pagi dan sore
hari. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 1.350-1.774 ekor
bekantan yang terbagi dalam 115 kelompok satu-jantan, 5
kelompok semua-jantan, 1 soliter, dan 5 kelompok tidak
teridentifikasi. Faktor koreksi sebagai pengali populasi
tertinggi pada habitat riparian dan mangrove masing-masing
sebesar 1,33 dan 1,27. Kepadatan populasi bekantan secara
umum adalah 6,56 ekor/km2 (kisaran: 0,91-93,33) atau 0,59
kelompok/km2 (kisaran: 0,13-9,17). Nisbah kelamin
kelompok satu-jantan pada tipe habitat riparian dan habitat
mangrove masing-masing sebesar 1:5,6 dan 1:6,1. Sebaran
bekantan tertinggi berada di wilayah Kampung Pulau Besing
(Pulau Besing, Pulau Bungkung, dan Pulau Sambuayan),
yaitu sebanyak 42 kelompok 426 ekor atau sebesar 32% dari
total populasi bekantan. Populasi bekantan yang tinggi
menunjukkan bahwa Delta Berau adalah habitat penting bagi
bekantan di Indonesia. Inisiasi pengelolaan habitat bekantan
sebagai Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) diperlukan,
selain perlindungan bekantan secara lokal oleh masyarakat
adat setempat sekaligus sebagai upaya melindungi sumber
daya perikanan di sekitarnya.

Pendahuluan Bekantan (Nasalis larvatus Wurmb.) adalah satwa primata


langka dan dilindungi. Status konservasi bekantan menurut
IUCN (International Union for Conservation of Nature &
Natural Resources) adalah terancam punah (endangered
species) (Boonratana et al., 2020), selain itu jenis ini juga
masuk dalam Apendiks I CITES (Convention on International
Trade in Endangered Species of Wild Fauna & Flora)
(CITES, 2017). Habitat utama bekantan adalah hutan
mangrove, hutan rawa, dan hutan riparian (Boonratana, 2013;
Phillips & Phillips, 2016). Namun saat ini habitat tersebut
telah banyak dikonversi dan mengalami kerusakan. Rata-rata
kerusakan habitat bekantan diperkirakan sebesar 2% per
tahun (Manansang et al., 2005). Delta Berau adalah salah satu
habitat bekantan di Kalimantan Timur yang memiliki potensi
populasi yang tinggi, namun informasinya masih sangat
terbatas.

Pembahasan Populasi bekantan di Delta Berau termasuk dalam kategori


tinggi, yaitu lebih dari seribu ekor (Meijaard & Nijman,
2000). Populasinya yang tinggi menunjukkan bahwa areal
tersebut adalah habitat penting bagi bekantan.

Pemanfaatan jaringan sosial di Kalimantan dilakukan untuk


memenuhi kebutuhan COP yang dilakukan oleh para aktor,
yaitu aktor pusat dan aktor lokal. Jaringan sosial COP
terbentuk atas ikatan-ikatan kepentingan didalamnya
bertujuan untuk kegiatan investigasi, aktor pusat
memberlakukan jaringan power untuk mempertahankan
jaringan dan menghasilkan keteraturan kerja dan
terpenuhinya kebutuhan dan kepentingan antar aktor dan Tim
COP di Kalimantan dengan cepat mencari informan-informan
untu jaringan investigasi yang bersifat bonding atau tertutup
menghasilkan informasi yang dibutuhkan oleh aktor. Struktur
sosial yang dibentuk oleh hubungan-hubungan emosi ini
cenderung lebih mantap dan keterlibatan aktor pusat dalam
jaringan powernya dalam menjamin terpenuhinya kebutuhan
dan keteraturan tindakan kolektif dan konfigurasi saling
keterhubungan antar pelaku dalam jaringan sosial. Kompilasi
hubungan sentiment antar aktor, high trust dan jaringan
power menghasilkan stabilitas jaringan yang bagus.

Organisasi sosial dasar bekantan masih dijumpai pada


populasi bekantan di Delta Berau, yaitu one-male group
(OMG) dan all-male group (AMG). Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa dinamika pembentukan kelompok
bekantan secara alami masih berjalan dengan baik.

Kelompok OMG atau harem yang terdiri dari satu jantan


dewasa, beberapa betina dewasa dan anak-anaknya akan
memberikan akses penuh kepada jantan dewasa untuk
mengawini semua betina dewasa dalam kelompoknya. Jantan
yang menginjak remaja di kelompok OMG akan keluar
meninggalkan kelompoknya dan bergabung dengan
kelompok AMG. Perpindahan jantan antar kelompok adalah
untuk meningkatkan keberhasilan reproduksi bersama
pasangan kawin yang tidak ada hubungan keluarga untuk
menghindari terjadinya inbreeding pada bekantan yang hidup
pada pulau-pulau kecil seperti di beberapa pulau kecil Delta
Berau.

Kisaran kepadatan bekantan antar lokasi di Delta Berau


sangat lebar. Hal itu dikarenakan bekantan tidak menyebar
merata di seluruh areal survei, sehingga ada daerah dengan
kepadatan sangat tinggi dan ada wilayah yang kepadatannya
rendah. Secara umum kepadatannya relatif tinggi
dibandingkan di habitat lainnya, yaitu sebesar 6,56 ekor/km2
(0,59 kelompok/km2). Sex-ratio bekantan dewasa di Delta
Berau lebih tinggi dibandingkan di hutan riparian Kuala
Samboja (1:3,9) (Atmoko et al., 2013)

Kesimpulan Populasi bekantan di Delta Berau diperkirakan berkisar antara


1.350-1.774 ekor yang terbagi dalam 126 kelompok dan
menjadi salah satu populasi yang tinggi di Kalimantan. Pulau-
pulau kecil di Delta Berau memiliki populasi bekantan yang
tinggi, beberapa diantaranya adalah pulau tidak berpenghuni
dengan kondisi habitat yang masih baik. Selain itu, organisasi
sosial bekantan masih berjalan secara alami. Hal itu ditandai
dengan masih dijumpainya tipe-tipe kelompok bekantan (one-
male group dan all-male group). Bekantan sebagian besar
menyebar di wilayah Pulau Besing, Tanjung Perangat, Pulau
Saodang Kecil, Bebanir Lama, dan Teluk Semanting.
Pengelolaan habitat bekantan berupa hutan riparian dan
mangrove di Delta Berau perlu ada inisiasi pengelolaan
Kawasan Ekosistem Esensial (KEE). Peraturan Direktur
Jenderal Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekosistemnya
Nomor P.8/KSDAE/BPE2/KSA.4/9/2011 menyatakan bahwa
KEE adalah ekosistem di luar kawasan konservasi yang
secara ekologis penting bagi konservasi keanekaragaman
hayati yang mencakup ekosistem alami dan buatan yang
berada di dalam maupun di luar kawasan hutan. Ekosistem
penting yang termasuk ekosistem esensial diantaranya adalah
lahan basah sungai dan areal mangrove

Kekuatan penelitian 1. Metode yang digunakan peneliti tepat.

2. Sumber dan jenis data yang digunakan bersifat nyata.

3. Penulisan jurnal didukung oleh penjelasan teknik


pengumpulan data dan teknik analisis data secara terperinci.

4. Jurnal dilengkapi dengan referensi yan cukup


Kelemahan penelitian Perhitungan populasi Bekantan yang kurang tepat,
kemungkinan perhitungan double dan keseluruhan habitat
bekantan tidak dapat dilalui dengan menggunakan boat.
REVIEW JURNAL

1. JURNAL 2

Judul EKOWISATA BERBASIS KONSERVASI BEKANTAN

Jurnal Journal of architecture

Volume dan Halaman Volume (11) No 1 Halaman 11-23

Tahun 2022

Penulis Tri Atmoko, Ani Mardiastuti, M. Bismark, Lilik Budi


Prasetyo, and Entang Iskandar

Reviewer Sinta R Pardosi

Tanggal 29 November 2023

Metode Ekowisata ini menekankan konsep edukatif dengan metode


simbiosis alam-manusia

Abstrak Bekantan adalah satwa maskot Kalimantan Selatan yang


sedang mengalami penurunan populasi dan termasuk satwa
langka. Diperlukan upaya dengan tujuan melestarikan satwa
tersebut. Salah satu program pelestarian yang dapat
dilaksanakan adalah pengembangan wisata alam dengan
objek bekantan. Guna mendukung program tersebut, maka di
rancanglah kawasan Ekowisata Berbasis Konservasi
Bekantan dengan tujuan memberikan edukasi akan
pentingnya pelestarian bekantan. Lokasi objek perancangan
tersebar di dua titik, yaitu Desa Muara Kanoco dan Pulau
Curiak yang telah ditetapkan SBI sebagai kawasan ekowisata.
Ekowisata ini menekankan konsep edukatif dengan metode
simbiosis alam-manusia. Konsep edukatif adalah menjadikan
alam sebagai ruang pembelajaran, sedangkan metode
simbiosis alam-manusia menjadikan manusia dan alam
memiliki hubungan timbal balik yang baik

Pendahuluan Ekowisata adalah salah satu wisata alternatif yang


memberikan pemahaman akan kelestarian alam dengan turut
berpartisipasi pada kegiatan konservasi lingkungan, sehingga
memberikan pengalaman dan nilai lebih kepada wisatawan
selain pengalaman rekreasional. Kegiatan ekowisata
dilakukan dengan meminimalkan dampak negatif terhadap
alam. Harapannya, pemahaman tersebut dapat membentuk
kesadaran bagaimana harus bersikap untuk kelestarian alam
setempat, untuk masa kini dan masa depan.

Bekantan ditetapkan menjadi hewan dengan status konservasi


terancam (endangered) oleh International Union for
Conservation of Nature. Menurut McNeely et al. (1990) di
dalam Bismark (2009), terjadi penurunan luas habitat sebesar
40% dari 29.500km habitat bekantan. Habitat yang memiliki
status konservasi kawasan hanya 4,1 %. Padahal jumlah
populasi bekantan yang berada di luar kawasan konservasi
lebih banyak. Pada tahun 2000, laju deforestasi habitat
bekantan 3,49% per tahun (Supriatna, 2004). Bekantan sulit
mentolerir penurunan luas habitatnya tersebut, sehingga
berdampak pada turunnya populasi sebesar 90% dalam 20
tahun dan turunnya populasi 3,1% persen per tahun (Bismark,
2009).

Salah satu upaya konservasi bekantan adalah dengan


melibatkan pemberdayaan masyarakat sekaligus pemanfaatan
jasa lingkungan/ekosistem yaitu pengembangan ekowisata
berbasis konservasi. Ekowisata berbasis konservasi bekantan
adalah program pariwisata berkelanjutan yang terdiri dari
edukasi, aktivitas konservasi, dan kegiatan wisata. Tempat
ekowisata ini berlokasi di dua titik yaitu di desa dan di Pulau
Curiak serta area di seberangnya.

Pembahasan Lokasi Tapak perancangan berada di dua lokasi, yaitu Pulau


Curiak dan Desa Muara Kanoco yang berada di wilayah
Kecamatan Anjir Muara, Kabupaten Barito Kuala,
Kalimantan Selatan. Titik koordinatnya yaitu 3°13'48.1"S
114°32'27.4"E. Untuk mencapai wisata yang edukatif,
diperlukan sistem dalam menyampaikan materi pembelajaran.
Kegiatan edukasi ini dapat didukung oleh adanya unsur
arsitektural yang dapat memperkuat pemahaman wisatawan
pada objek alam yang edukatif. Konsep edukatif diterapkan
secara menyeluruh terhadap seluruh rancangan dengan
menjadikan ruang alam sebagai media dalam belajar. Konsep
ini diterapkan dalam skala kawasan (skala besar) guna
mencapai tujuan yang diinginkan (mengedukasi wisatawan)
dan didukung dengan komponen arsitektural pada skala
mikro. Sedangkan konsep ekologis diterapkan untuk
mewadahi konsep edukatif tersebut agar rancangan yang
dihasilkan meminimalkan gangguan dan kerusakan pada
lingkungan setempat.

Kesimpulan Ekowisata berbasis konservasi bekantan adalah wisata


berkelanjutan dengan menjadikan konservasi satwa langka
yaitu bekantan sebagai atraksi dengan tujuan menjadikannya
sebagai wadah edukasi yang memberikan pemahaman
konservasi bekantan. Permasalahan arsitektural yang diangkat
adalah bagaimana rancangan kawasan ekowisata berbasis
konservasi bekantan yang edukatif dan meminimalkan
dampak kerusakan serta gangguan pada lingkungan setempat.
Berdasarkan permasalahan tersebut, konsep yang diangkat
adalah konsep edukatif dan ekologis sebagai jawaban
terhadap permasalahan arsitektural. Penerapan Konsep
edukatif diterapkan dalam skala besar dimana terdapat
pembagian tahapan secara runtut yang melingkupi area-area
tertentu pada tapak sehingga lebih mudah dipahami oleh
wisatawan. Pada skala kecil, wisatawan dapat mengenali dan
mempelajari objek nyata yang dijadikan materi, yang
diperjelas dengan unsur-unsur arsitektural seperti adanya
signage media informasi, pocket space, sirkulasi, dll. Konsep
ekologis diterapkan untuk mewadahi konsep edukatif
tersebut, dimana hubungan antara rancangan arsitektur
dengan tapak diperhatikan, sehingga desain yang dihasilkan
tanggap terhadap kondisi lingkungan setempat dan kerusakan
serta gangguan dapat diminimalkan. Kedua konsep ini
dijembatani oleh metode simbiosis manusia dan alam
berdasar jabaran enam poin (pembauran dengan alam,
keterbukaan, adanya zona antara, pemanfaatan hutan,
memperkuat hubungan antara manusia, teknologi, dan alam,
dan keterbukaan) sehingga rancangan yang dihasilkan
memiliki kesesuaian dengan alam.

Kekuatan penelitian 1. Sumber dan jenis data yang digunakan bersifat nyata.

2. Penulisan jurnal didukung oleh penjelasan teknik


pengumpulan data dan teknik analisis data secara terperinci.

3. Jurnal dilengkapi dengan referensi yan cukup

Kelemahan penelitian Belum mempertegas kelebihan jenis metode konservasi yang


digunakan dibandingkan dengan metode konservasi yang
lain.
REVIEW JURNAL

1. JURNAL 3

Judul POPULASI BEKANTAN (Nasalis larvatus) DI KAWASAN


HUTAN MANGROVE SUNGAI SETINGGA ASIN DESA
SEBUBUS KECAMATAN PALOH KABUPATEN
SAMBAS

Jurnal Jurnal Hutan Lestari

Volume dan Halaman Volume (7) dan halaman 1437-1438

Tahun 2019

Penulis Ayu Dewi Puspitasari, Erianto, Slamet Rifanjani

Reviewer Sinta R Pardosi

Tanggal 29 November 2023

Metode Metode yang digunakan nadalah metode survei sungai (Sha et


al. Metode yangf mengunakan perahu untuk menyusuri
sepanjang sungai areal yang diteliti. Titik awal jalur
pengamatan diletakkan di bagian hulu sungai secara
purposive kemudian menggunakan sampan mengikuti sungai
ke arah hilir. Panjang jalur pengamatan yaitu 2,98 km yang
dibagi menjadi 3 jalur yaitu jalur A, B dan C dengan masing–
masing panjang jalur adalah 993,3 m. Pengamatan dilakukan
dengan 6 kali ulangan pada setiap jalur pengamatan.

Data yang dikumpulkan dimasukkan dalam tabel dan


kemudian dihitung jumlah individu dan jumlah kelompok
populasi. Hasil pengamatan dianalisis untuk mendapatkan
kepadatan populasi, dihitung dengan menggunakan metode
King

Abstrak Bekantan or Proboscis Monkey (Nasalis larvatus) is a


herbivorous primate that occupies. Riparian areas, mangrove
forests and coastal forests in Kalimantan in the form of
mangrove swamp forest areas has now been opened due to
human activities so, bekantan (Nasalis larvatus) in the
mangrove forest area of Sungai Setingga Asin Sebubus The
research method used is the river survey method. Bekantan
population calculation is done by the King method.

Pendahuluan Sebagian besar habitat bekantan berada dipulau kalimantan,


pada umumnya bekantan tinggal di wilayah lahan basah,
daerah riparian dan daerah mangrove. Desa sabubuh
ikecamatan palo kabupaten sambas merupakan daerah pesisir
yang berbatasan langsung dengan kepulauan natuna yang
merupakan salah satu wilayah yang dihuni oleh hewan
endemik bekantan. Hutan mangrove memiliki fungsi sebagai9
pelindung lingkungan, mengekspos satwa tersebut. Penelitian
ini bertujuan untuk memprediksi jumlah populasi Bekantan
(Nasalis larvatus) di kawasan hutan mangrove Sungai
Setingga Asin Desa Sebubus Kecamatan Paloh Kabupaten
Sambas. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan
data dan informasi mengenai jumlah populasi bekantan yang
ada di hutan mangrove Desa Sebubus agar dapat digunakan
sebagai acuan untuk peneliti selanjutnya.

Hasil dan pembahasan Jumlah penjumapaan yang paling sedikit ditemukan dijal;aur
A adalah 5 individu sedangkan jumlah tertinggi sebanyak 30
individu. Dan berdasar data uang diperoleh dari jalur A
dengan luas areal 4,97 Ha adalah sekitar 10,6 individu. Dan
ketika dilihat dari jalur B, ada 3 jumlah individu sedangkan
juml;ah tertinggi adalah 29, berdasarkan data tersebut dapat
diperkirakan jumlah bekantan dijalur B dengan luas areal
penelitian 4,97 Ha adalah sekitar 17,6 individu. Dan jumlah
bekantan dijalur C adalah sebanyak 2 individu, dan
berdasarkan data tersebut diperkirakan jumlah bekantan
dijalur C dengan luas areal penelitian adalkah 47,9 Ha adalah
sekitar 7,6 individu.

Hasil pengamatan kepadatan individu per hektar untuk


masingmasing jalur pengamatan dapat dilihat bahwa
kepadatan individu bekantan yang terlihat pada areal
penelitian yang luasanya 4,97 Ha pada jalur A adalah 5,3
individu/Ha pada jalur B adalah 8,8 individu/Ha dan pada
jalur C adalah 3,8 individu/Ha. Jalur A, B dan C kepadatan
individunya 17,91 individu/14,91 ha. Kepadatan individu
yang ditemukan pada seluruh jalur pengamatan 1,2
individu/ha. Populasi bekantan yang ditemukan pada kawasan
hutan mangrove Desa Sebubus yang luasnya 35 ha adalah 42
individu. Kepadatan kelompok bekantan yang terlihat pada
seluruh areal penelitian yang luasanya 14,91 Ha adalah 0,50
kelompok, sedangkan kepadatan kelompok pada kawasan
hutan mangrove Desa Sebubus yang luasannya 35 ha adalah
1,05 kelompok.

Kesimpulan Jumlah bekantan yang ditemukan di hutan bakau di tepi


sungai sama seperti desa assingsebubus. Total ukuran
kelompok 35,8 orang, maksimal 1 grup jumlah laki-laki
dewasa 2,7 individu, betina dewasa 5,5 perorangan, remaja
laki-laki dan perempuan 23,3 individu dan Anak 4.2 Individu.
Kepadatan penduduk di sepanjang jalur nilai teramati 1,2
orangutan, Kepadatan penduduk adalah 0,03 kelompok/ha.
populasi bekantan ditemukan di kawasan hutan hutan
mangrove yang luas di desa Sebubus 35 hektar adalah 42
orang.

Kekuatan penelitian 1. Metode yang digunakan peneliti tepat.

2. Sumber dan jenis data yang digunakan bersifat nyata.

Kelemahan penelitian Perhitungan total populasi dari bekantan seharusnya


meneybutkan langsung total dari perhitungan bekantan yang
ditemukan.
REVIEW JURNAL

1. JURNAL 4

Judul KONSERVASI BEKANTAN MELALUI PENANAMAN


MANGROVE RAMBAI (Sonneratia Caseolaris) DI PULAU
CURIAK KABUPATEN BARITO KUALA

Jurnal Jurnal Pengabdian Al-Ikhlas

Volume dan Halaman Volume (8) no 2 dan halaman 237- 245

Tahun 2022

Penulis Muhammad Rezky Noor Handy, Ersis Warmansyah Abbas,


Mutiani, M. Adhitya Hiadyat Putra, Riswan Putra Azhari, dan
Riva Afiva Firyal

Reviewer Sinta R Pardosi

Tanggal 29 November 2023

Metode Kegiatan pengabdian “Kegiatan Peduli Wilayah Konservasi


Bekantan Melalui Penanaman Mangrove Rambai (Sonneratia
Caseolaris) Di Pulau Curiak Kabupaten Barito Kuala”
dilaksanakan selama 2 hari. Desain pelaksanaan sehari penuh
(full day) dalam 2 kali pelaksanaan. Kegiatan utamanya
adalah penanaman bibit mangrove rambai yang terdiri dari
pengantar kegiatan satu minggu sebelum pelaksanaan dan
hari pelaksanaan penuh pada minggu berikutnya. Pelaksanaan
dilakukan pada hari minggu 13 dan 20 September 2020.
Fokus peserta pengabdian adalah keterlibatan Program Studi
Pendidikan IPS dalam konservasi lingkungan pada ekosistem
bekantan di Pulau Curiak, Anjir Muara, Kabupaten Barito
Kuala. Kegiatan ini dilakukan dengan melaksanakan
penanaman mangrove rambai oleh dosen dan mahasiswa
Program Studi Pendidikan IPS FKIP Universitas Lambung
Mangkurat bersama dengan Sahabat Bekantan Indonesia
(SBI) (Ilhamiyah et al., 2021; Wulandari et al., 2022). HASIL
DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan kegiatan pengabdian
Masyarakat “Kegiatan Peduli Wilayah Konservasi Bekantan
Melalui Penanaman Mangrove Rambai (Sonneratia
Caseolaris)

Abstrak Indonesia sebagai negara yang sangat kaya akan


keanekaragaman baik flora ataupun fauna, menjadikan
sebagai negara yang diberkahi sehingga patut untuk dijaga
dan dilestarikan. . Secara khusus dari banyak
keanekaragamannya ini adalah bekantan yang berada di
Kalimantan Selatan, Pelaksanaan kegiatan ini selama 2 kali
yaitu tanggal 13 dan 20 September 2020 secara full day.
Kegiatan meliputi diskusi mengenai lingkungan dan
ekosistem kehidupan bekantan di sekitar Pulau Curiak,
diskusi mengenai pihak-pihak terkait yang membantu
keberlangsungan wilayah konservasi hingga penanaman bibit
mangrove rambai (Sonneatia Caseolaris) pada lahan yang
telah di sediakan oleh Sahabar Bekantan Indonesia (SBI).

Pendahuluan Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman


flora dan fauna. Keragam ini harus terus dijaga agar dapat
diwariskan kepada generasi yang akan datang. keragaman
fauna adalah keberadaan hewan primata yakni Bekantan.
Bekantan merupakan satwa yang dilindungi dan habitatnya
berada di hutan mangrove. Oleh sebab itu, konservasi
mangrove dan bekantan berkaitan dengan upaya perlindungan
satwa liar dan habitatnya sekaligus. Bekantan termasuk dalam
Appendix I CITES (Convention on International Trade in
Endangered Species of Wild Fauna and Flora) yang berarti
sebagai jenis satwa yang sama sekali tidak boleh
diperdagangkan. satwa liar ini dimasukkan dalam kategori
endangered species dalam Red Book IUCN (International
Union for Conservation of Nature and Natural Resources).
Hutan mangrove memiliki peran penting dalam melindungi
daratan dari gelombang dan abrasi, dan menjaga kekayaan
genetik dari flora fauna di dalamnya, termasuk menjaga
produktivitas sumder daya perikanan Indonesia. Upaya
peningkatan konservasi satwa liar yang dilindungi juga terus
dilakukan. Mulai dari pengelolaan kawasan konservasi
sebagai habitat satwa yang dilindungi, pengelolaan populasi
sampai dengan penelitian ekologi, Satu aspek ekologi yang
penting adalah pakan. Pakan merupakan salah satu kaidah
utama dalam mempelajari habitat satwa liar. Keberadaan
pakan yang akan menjamin keberadaan satwa tersebut di
suatu lokasi.
Hasil dan pembahasan Sebelum kegiatan dari penanaman mangrove rambai
(Sonneratia Caseolaris) yang dilakukan adalah diskusi
terapung bersama dengan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI)
di posko Save Bekantan punya SBI di Pulau Curiak, Barito
Kuala. Kegiatan ini dengan mengedepankan protocol
kesehatan tentang COVID-19 (Corona Virus Diseases 2019).
Pada diskusi ini juga dijelaskan banyak hasil-hasil penelitian
dari berbagai pihak yang bekerja sama dengan SBI untuk
meneliti keadaan ekosistem lahan basah di Pulau Curiak dan
kehidupan tentang bekantan, hingga pengembangan
ekowisata berbasis lingkungan pada wilayah tersebut, diskusi
diharapkan bisa mengembangkan penelitian dengan SBI dari
program studi pendidikan IPS dari sisi sosial-lingkungan,
pada kegiatan ini diajak juga untuk berkeliling wilayah
konservasi ini sehingga dapat melihat bagaimana
keberlangsungan dari program konservasi lahan untuk
menjaga ekosistem kehidupan dari bekantan ini di pulau
Curiak. Sebelum dilakukan lepasliar, satwa yang diberi nama
Marry (2 th), Dara (5 th), Julia (10 th), dan Wandi (7 th)
tersebut telah melalui proses penyelamatan (rescue),
perawatan di SBI, pemeriksaan kesehatan, serta telah
dinyatakan tidak mempunyai gejala penyakit tertentu dan
masih memiliki perilaku liar (aktif, lincah, agresif). Petugas
juga melakukan diskusi Antara Program Studi Pendidikan
IPS dengan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) mengenai
erosi lahan pada bantaran sungai yang mempengaruhi area
persawahan warga sekitar. Dan melakukan kegiatan
penanaman Mangrove Rambai (Sonneratia Caseolaris) oleh
Program Studi Jurnal Pengabdian Pendidikan IPS bersama
dengan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI).

Kesimpulan Kalimantan Selatan menjadi salah satu bentuk kepedulian


dari yayasan organisasi Sahabat Bekantan Indonesia (SBI),
kegiatan yang dilakukan pada pengabdian masyarakat ini
adalah sharing diskusi mengenai keberlangsungan dari
ekosistem lingkungan dari perluasan lahan, penanaman
mangrove dengan tujuan sebagai salah satu rantai makanan
dari bekantan, dan ada beberapa Program Studi juga
menyumbangkan bibit pohon rambai kepada pengelola
wilayah konservasi bekantan untuk keberlangsungan
kehidupan dari bekantan itu sendiri.
Kekuatan penelitian 1. Metode yang digunakan peneliti tepat.

2. Sumber dan jenis data yang digunakan bersifat nyata.

3. penulis tidak menyimpulkan keseluruhan dibagian

4. Jurnal dilengkapi dengan referensi yan cukup

Kelemahan penelitian Masih terdapat kesalahan penulisan dalam jurnal dan di


bagian kesimpulan tidak dijelaskan keseluruhan bagian-
bagian penting
REVIEW JURNAL

1. JURNAL 5

Judul Population and Conservation Status of Proboscis Monkeys


(Nasalis larvatus Wurmb. 1787) in Rawa Gelam Habitat,
South Kalimantan.

Jurnal Jurnal penelitian hutan dan konservasi alam

Volume dan Halaman Volume (14) No 2 dan halaman 123-132

Tahun 2017

Penulis Sofian Iskandar , Hadi S. Alikodra, M. Bismark , dan Agus P.


Kartono

Reviewer Sinta R Pardosi

Tanggal 29 November 2023

Metode Waktu pengamatan dilakukan pada pagi hari pukul 06.00


hingga 11.00 dan pada sore hari pukul 15.00 hingga 17.00.
Kegiatan tersebut diulang sebanyak dua kali, untuk
memastikan keberadaan setiap kelompok bekantan. Kategori
individu bekantan dikelompokkan berdasarkan umur menjadi
(Bismark & Iskandar, 2002) : a. Jantan dewasa: Ukuran tubuh
sudah penuh, hidung besar, alat kelamin jelas, rambut lebih
panjang di seluruh punggung, terdapat bagian berbentuk
segitiga di bagian bokong atau di atas ekor dengan warna
rambut di bagian ini lebih muda dari rambut sekitarnya. b.
Betina dewasa: Ukuran tubuh lebih kecil dari jantan dewasa,
hidung kecil, puting susu menonjol. c. Jantan muda: Ukuran
tubuh ¾ ukuran tubuh jantan dewasa, hidung belum tumbuh
besar, alat kelamin jelas dan rambut di bagian punggung
belum panjang. d. Betina muda: Ukuran tubuh hampir sama
atau ¾ ukuran tubuh betina dewasa, puting susu belum
menonjol. Warna rambut bagian segitiga pada bokong atau di
atas ekor agak pucat atau kadang-kadang masih gelap
(kehitaman) dari warna rambut sekitarnya. e. Remaja: ukuran
tubuh ½ - 2/3 dari ukuran dewasa, sudah bebas dari
gendongan tetapi masih sering dekat dengan induk betinanya.
f. Bayi: Masih selalu dalam gendongan induk betinanya
dengan rambut kepala dan badan berwarna coklat, muka
masih berwarna hitam.

Abstrak Penelitian populasi bekantan dilakukan di kawasan ekosistem


riparian Rawa Gelam, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan
pada bulan Februari-Maret 2014. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui kondisi populasi dan struktur kelompok
bekantan yang hidup di luar kawasan hutan. Kawasan
ekosistem Rawa Gelam merupakan lahan budidaya yang
terletak di kanan-kiri Sungai Puting. Vegetasi Rawa Gelam
yang tersisa hanya selebar maksimal 200 meter dan di
belakangnya terdapat persawahan dan kebun kelapa sawit.
Penghitungan populasi bekantan dilakukan dengan metode
Total Count Sampling.

Pendahuluan Bekantan merupakan primata endemik Kalimantan yang


populasinya semakin terancam. Dalam buku Redlist Data
Book of Endangered Species-IUCN, 2014, bekantan
dikategorikan sebagai spesies terancam punah (endangered
species), sedangkan dalam CITES dikategorikan ke dalam
Appendix I (CITES, 2010). Dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan
dan Satwa-liar, bekantan termasuk dalam jenis satwa primata
yang dilindungi. Pada tahun 1986 McKinnon menaksirkan
jumlah populasi bekantan masih 250.000 individu, 25.000
diantaranya berada di kawasan konservasi. Berdasarkan
Yeager & Blondal (1992), bekantan yang ada di kawasan
konservasi kurang dari 5.000 individu sedangkan habitat
bekantan yang berada dalam kawasan konservasi hanya 4,1
persen dari seluruh habitat bekantan (McNeely et al., 1990).
Pada tahun 1994 populasi bekantan di Kalimantan diduga
sejumlah 114.000 individu (Bismark, 2008) dan dalam
laporan simposium Population and Habitat Viable
Assessment (PHVA) bekantan tahun 2004 (Manansang,
Traylor-Holzer, Reed, & Leus, 2005), disebutkan bahwa
populasi bekantan diduga tinggal 25.000 individu, dan yang
berada di kawasan konservasi sebanyak 5.000 individu.
Hasil dan pembahasan Kepadatan populasi bekantan di kawasan ekosistem Rawa
Gelam adalah 28,34 individu/km2 dengan kepadatan
kelompok 1,34 kelompok/km2 . Kondisi populasi ini sedikit
lebih rendah dari hasil penelitian yang dilakukan pada tahun
2012, dimana dijumpai 11 kelompok bekantan dengan jumlah
258 individu. Jika dibandingkan dengan kepadatan populasi
bekantan yang dijumpai di lokasi lain dengan kondisi habitat
yang relatif sama, yaitu kawasan budidaya, jumlah bekantan
yang ditemukan di Rawa Gelam relatif lebih tinggi. Pada
habitat hutan karet di Kabupaten Tabalong, kepadatan
populasi bekantan dilaporkan sebanyak 17,6 individu/km2
(Soendjoto, 2005). Di Kuala Samboja, jumlah bekantan
tercatat 98 individu dalam tiga kelompok (Alikodra, 1997).
individu/km2 (Bismark, 1986); beberapa peneliti mencatat
kepadatan populasi bekantan di TN Tanjung Puting mencapai
94 individu/km2 (Bismark, 1981) dan 41 individu/km2
(Yeager, 1992).

Kesimpulan Populasi bekantan di Rawa Gelam, menunjukkan adanya


pertumbuhan yang baik, ditinjau dari struktur populasinya.
Kepadatan populasi tersebut tidak jauh berbeda dengan
populasi di kawasan lainnya, bahkan menunjukkan kepadatan
populasi bekantan yang lebih tinggi. Namun demikian,
populasi bekantan di kawasan tersebut dapat terancam kritis
jika pegelolaan habitat dan kawasan budidaya di sekitarnya
tidak memperhatikan kelestarian habitat.

Kekuatan penelitian 1. Sumber dan jenis data yang digunakan bersifat nyata.

2. penulis tidak menyimpulkan keseluruhan dibagian

3. Jurnal dilengkapi dengan referensi yan cukup

Kelemahan penelitian Penjelasan dibagian metode penelitian kurang tepat dan


dibagian pembahasan terdapat sebagiuan kata yang diulang-
ulang sehingga susah untuk dimengerti.

Anda mungkin juga menyukai