Anda di halaman 1dari 5

MULAI PUNAHNYA PESUT MAHAKAM (Orcaella brevirostris)

Muhammad Abdul Rahmansyah


Kelompok 1
Akuakultur / Kelas Bahasa Indonesia
abdrahmanbtg24@gmail.com

Abstrak: Pesut mahakam (Orcaella brevirostris) merupakan hewan yang dikenal


sebagai ikon Kalimantan Timur. Sayangnya, hewan ini kini terancam punah karena
berbagai penyebab yang mengancam keberlangsungan hidupnya. Padahal pesut
mahakam merupakan satwa langka yang dilindungi oleh undang-undang yang
naasnya tahun ketahun populasinya semakin berkurang lebih dari 4 ekor kematian
pertahunnya. Rusaknya habitat pesut mahakam banyak mempengaruhi kehidupannya,
terutama sampah plastik yang dibuang ke air tawar oleh manusia dan adanya kegiatan
batu bara yang beralu lalang sehingga menggangu habitat pesut. Aktivitas nelayan
yang seringkali menangkap ikan menggunakan jaring, setrum, maupun racun
menyebabkan pesut mulai punah. Saat ini, pesut mahakam tidak lagi mendiami habitat
aslinya, yaitu wilayah Muara Pahu-Penyinggahan, tetapi berpindah pada lokasi lain
yaitu Pela-Muara Kaman. Dampak yang ditimbulkan akibat seluruh kerusakan serta
aktivitas manusia adalah rusaknya keberlangsungan hidup juga populasi pesut
mahakam yang semakin berkurang hingga kini menjadi hampir punah.
Kata kunci: Pesut Mahakam, Populasi, Habitat Inti, Dampak, Kalimantan Timur,
Sungai Mahakam

A. PENDAHULUAN
Pesut mahakam (Orcaella brevirostris) memiliki kepala bulat, ukuran mata kecil,
dan tidak memiliki moncong seperti lumba-lumba pada umumnya. Pesut mahakam
merupakan lumba-lumba air tawar dan termasuk mamalia (menyusui anaknya)
sehingga meskipun hidup di air tetapi bukan termasuk ikan. Seekor pesut dewasa bisa
mencapai panjang 2,7 meter dengan berat maksimal 150 kg dengan ukuran betina
yang lebih kecil dari jantan. Saat lahir, bayi pesut memiliki kisaran panjang 90-100 cm
dan berat antara 10-12 kg. Habitat dari pesut mahakam terletak di sungai mahakam
yang panjangnya 920 KM tepatnya di Kalimantan Timur. Menurut Danielle Kreb dari
RASI, sebuah yayasan konservasi yang fokus pada spesies akuatik langka
menyebutkan bahwa rengge, sebuah alat tangkap ikan yang sering digunakan oleh
nelayan menjadi salah satu penyebab utama dari kematian lumba-lumba air tawar.
Selain itu, penggunaan racun oleh nelayan saat menangkap ikan juga mempengaruhi
keberlangsungan hidup pesut. Dampak yang ditimbulkan mengakibbatkan jumlah
pesut yang semakin berkurang dikarenakan membunuh pesut secara perlahan hingga
menuju kepunahan yang nyata. Pada tahun 2019, sebuah penelitian menunjukkan
bahwa jumlah pesut mahakam telah menyusut dan tersisa hingga 81 ekor padahal
pesut mahakam merupakan satwa langka yang dilindungi oleh undang-undang yang
naasnya tahun ketahun populasinya semakin berkurang lebih dari 4 ekor kematian
pertahunnya. Diperlukan pengujian dan pengamatan terhadap berbagai metode yang
mampu mengatasi permasalahan kepunahan pesut mahakam.

1
B. METODE
Penelitian dilakukan dengan metode studi literatur yang dianalisis secara
mendalam. Pada penelitian ini dilakukan pengecekan terhadap berbagai hal:
1. Pengujian kualitas air sungai mahakam
2. Pengecekan jumlah populasi pesut mahakam
3. Analisis ancaman populasi pesut mahakam dikarenakan:
a. Alat tangkap ikan yang tidak aman dan tidak lestari
b. Populasi suara dari kapal dengan frekuensi tertentu
c. Polusi bahan serta limbah kimia dan plastik

C. PEMBAHASAN
Pesut mahakam (Orcaella brevirostris) merupakan lumba-lumba air tawar yang
termasuk mamalia (menyusui anaknya) serta dikenal sebagai ikon Kalimantan Timur.
Hewan ini memiliki kepala bulat, ukuran mata kecil, dan tidak memiliki moncong seperti
lumba-lumba pada umumnya. Seekor pesut dewasa bisa mencapai panjang 2,7 meter
dengan berat maksimal 150 kg dengan ukuran betina yang lebih kecil dari jantan. Saat
lahir, bayi pesut memiliki kisaran panjang 90-100 cm dan berat antara 10-12 kg (Kreb
& Susanti, Irra Waddy River Dolphins Oracaella Brevirostris, 2005).
Pesut mahakam merupakan satwa langka yang dilindungi oleh undang-undang
yang naasnya tahun ketahun populasinya semakin berkurang lebih dari 4 ekor
kematian pertahunnya. (Rakhmat, 2017).
Hewan ini terancam punah karena berbagai faktor yang menggangu
keberlansungan hidup. Diantaranya seperti penggunaan alat tangkap ikan yang tidak
aman dan tidak lestari sehingga menyebabkan kematian pada pesut. Kemudian
penggunaan racun yang tentunya membahayakan ekosistem sungai hingga ancaman
limbah plastik dari manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab. Semua faktor
tersebut pada akhirnya semakin mendorong pesut mahakam menuju ambang
kepunahan. Oleh karena itu, perlu adanya dorongan untuk menambah kepedulian
pada mamalia tawar tersebutb agar ikon Kalimantan Timur ini tidak punah dan tetap
bertahan pada habitat aslinya. Jika kita berbicara mengenai habitat hewan ini, kini
perpindahan habitat dari Muara Pahu-Penyinggahan menjadi Pela-Muara Kaman,
tentunya dikarenakan faktor eksternal pula, yaitu kegiatan kapal batu bara yang berlalu
lalang di sungai mahakam (Kreb & Susanti, Program Konservasi Pesut Mahakam,
2008)
Terkait dengan penurunan populasi pesut, faktor kualitas air dianggap penting
untuk diketahui, mengingat keterkaitan terhadap keberadaan pesut di lingkungan
habitat tersebut. Habitat merupakan tempat untuk mencari makan, tempat berlindung,
tempat bermain, dan berkembang biak. (Planet Indonesia, 2020). Menurut Alikodra
(1980), habitat merupakan tempat-tempat yang berfungsi untuk mencari makan, untuk
berlindung, bermain dan berkembang biak yang membentuk satu kesatuan.
Sedangkan menurut Smiet (1986) dalam Priyono,A. (1993), habitat merupakan tempat
di mana organisme dapat ditemui, yaitu suatu lahan tertentu yang ditempati organisme
atau komunitas (Ridgway & SR, 1989).

2
Kondisi kualitas air di sungai mahakam menunjukkan bahwa perairan tergolong
baik untuk habitat pesut. Naik permukaan air menimbulkan peningkatan total N dan P
yang mencirikan bahwa perairan di 5 stasiun tergolong eutrofik; namun menyebabkan
penurunan konduktivitas, kekeruhan, dan kadar oksigen terlarut, namun data tersebut
merupakan data tahun 2008 yang artinya diambil 12 tahun lalu dan tidak dengan
pertimbangan mobilitas manusia yang kini semakin tinggi di perairan. (Aisyah &
Dharmadi, 2008).
Kemudian, Penyebab kematian lima dari enam individu pesut ternyara terjerat
jaring penangkap ikan (bahasa lokal: rengge/pukat). Satu dari anak pesut betina
yang mati ditemukan langsung oleh penelitidi Muara Muntai. (Bettelheim, Brown,
Campbell, & Farrell, 2010). Tanda-tanda luka bekas jeratan rengge di bagian dada dan
pangkal ekor menunjukkan bahwa penyebab kematiannya adalah terjerat
rengge.Tiga kematian tercatat di Kabupaten Kutai Barat, yang berdasarkan data
terakhir merupakan tempat dimana pesut mahakam sudah jarang terlihat (Jefferson &
Karczmarski, 2008).
Di berbagai tempat di mana lumba-lumba sungai hidup, penggunaan rengge
memang menimbulkan dilema, khususnya dalam upaya pelestarian jenis-jenis
mamalia air tersebut. Apabila penggunaannya tidak dibatasi (diatur) maka alat
tangkap ini sangat potensial menimbulkan kematian (Elliot, Sohl, & Burgener, 2009).
Sebaliknya, apabila penggunaan rengge dilarang sama sekali maka hal itu
akan memutus mata pencaharian masyarakat, karena jaring/rengge tersebut
merupakan salah satu alat penangkap ikan yang di-andalkan untuk mencari nafkah
(Noor & Basuni, 2013).

3
D. PENUTUP
Dengan adanya faktor penyebab yang membuat punahnya pesut Mahakam,
banyaknya hal-hal yang bisa dilakukan untuk mencegah punahnya pesut yaitu dengan
memberi edukasi pada masyarakat sekitar untuk tidak membuang sampah
sembarangan, menjaga kelestarian pada hewan mamalia air tersebut dan juga untuk
nelayan diberi peraturan yang memakai alat tangkap ataupun racun yang
menyebabkan kematian dan kelangsungan hidup pada pesut terancam punah dan jika
melanggar peraturan yang diberikan sanksi yang bertujuan untuk memberikan
peringatan pada nelayan untuk tetap menjaga lingkungan sungai dan menjaga
kelestarian hewan yang hidup di sekitar sungai Mahakam karena pakan pesut adalah
ikan-ikan kecil yang ada di dalam sungai, jika dia makan ikan tersebut yang telah
ditabur racun ataupun alat yang bisa menyebabkan kematian pada pesut dan bisa
menyebabkan berkurangnya populasi pesut Mahakam.
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, & Dharmadi. (2008). Kondisi Kualitas Air Habitat Pesut Mahakam di Wilayah Aliran
Sungai Mahakam Kalimantan Timur. 47-53.

Bettelheim, F. A., Brown, W. H., Campbell, M. K., & Farrell, S. O. (2010). Introduction to
General, Organic and Biochemistry. Belmont: Mary Finch.

Elliot, W., Sohl, H., & Burgener, V. (2009). Small cetaceans: the forgotten whales. WWF
International.

Jefferson, T., & Karczmarski, L. (2008). Orcaella brevirostris (Mahakam River subpopulation).
IUCN Red List of Threatened Species.

Kreb, D., & Susanti, I. (2005). Irra Waddy River Dolphins Oracaella Brevirostris. Conversation
Management of Small Core Areas.

Kreb, D., & Susanti, I. (2008). Program Konservasi Pesut Mahakam. Samarinda: YK.

Noor, I., & Basuni, S. (2013). Abundance and Distribution of Mahakam Irrawaddy
Dolphin(Orcaella brevirostris Gray,1866) in Mahakam River, East Kalimantan.
Conservation Foundation for Rare Aquatic Species of Indonesia.

Planet Indonesia. (2020). Reducing Inequalities. Diambil kembali dari Planet Indonesia:
https://www.planetindonesia.org/

Rakhmat, R. (2017). Peran Pemerintah Daerah dalam Konservasi Satwa Langka Pesut Mahakam
di Kabupaten Kutai Kartanegara. Jurnal Ilmu Pemerintahan.

Ridgway, S., & SR, H. (1989). River Dolpin and The Large Toothed Whale. Handbook of Marine
Mamals.

Anda mungkin juga menyukai