TELAAH PUSTAKA
A. Struktur Populasi
4
Mortalitas alami yang tinggi dimiliki oleh organisme yang memiliki nilai
koefisien laju pertumbuhan yang tinggi. Sedangkan mortalitas alami yang
rendah dimiliki oleh organisme yang memiliki nilai laju koefesien pertumbuhan
yang rendah. Mortalitas akibat penangkapan adalah kemungkinan ikan mati
karena penangkapan selama periode waktu tertentu (Beverton & Holt, 1957).
Laju eksploitasi suatu kelimpahan ikan berada pada tingkat maksimum
dan lestari apabila nilai laju mortalitas penangkapan bernilai sama dengan laju
mortalitas alami (Pauly, 1984). Nilai laju eksploitasi diperoleh dari perbandingan
antara laju mortalitas penangkapan dengan nilai laju mortalitas total. Laju
eksploitasi memiliki nilai lebih dari 0,5 atau terjadi over eksploitasi ditandai
dengan berkurangnya jumlah penangkapan per upaya penangkapan (Gulland,
1971).
Pendugaan hasil per rekruitmen relatif merupakan salah satu model yang
digunakan sebagai dasar strategi pengelolaan perikanan. Analisis ini diperlukan
dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Selain itu, analisis ini memberikan
gambaran mengenai pengaruh-pengaruh jangka pendek dan jangka panjang dari
uapaya penangkapan ikan yang berbeda (Sparre & Venema, 1999).
B. Biologi Ikan Palung Hampala macrolepidota (C.V.)
Ciri-ciri morfologi ikan palung yaitu ikan dewasa memiliki bercak hitam
antara pinae dorsalis dan pinae abdominalis, kemudian akan samar pada ukuran
besar. Tubuh memanjang dan pipih. Bagian kepala diantara mata agak menonjol.
Bagian pinae dorsalis dipenuhi sisik dan bagian tepinya berwarna gelap. Bagian
lain di pinae caudalis berwarna merah tua. Pinna dorsalis, pinae pectoralis,
pinna abdominalis, dan pinna analis berwarna merah kekuningan (Pulungan,
2009).
bio.unsoed.ac.id
5
Gambar 2.1. Ikan palung Hampala macrolepidota (C.V.) (Wibowo & Rukayah,
2014).
bio.unsoed.ac.id
6) palung, politah, dan suco (Jawa Tengah), dan 7) palitan (Jawa Timur).
Sebaran ikan palung di dunia diketahui berada di Indonesia, Semenanjung
Malaysia, Thailand, Vietnam hingga ke China. Di Indonesia, sebaran ikan ini
berada di Sumatera (Sungai Asuhan, Danau Toba, Sungai Musi, dan Danau
Singkarak), Kalimantan (Sungai Kapuas, Sungai Barito, dan Sungai Mahakam),
Jawa Barat (Sungai Citarum, Sungai Cisadane, Waduk Cisokan, Waduk Cirata,
dan Waduk Jatiluhur), Jawa Tengah (Sungai Serayu, Sungai Bengawan Solo,
6
dan Sungai Bogowonto), dan Jawa Timur (Sungai Brantas dan Sungai Porong)
(Connel, 1987).
Ikan palung merupakan salah satu predator (Intan et al., 2013) yang
bersifat nokturnal (Jubaedah, 2004). Keberadaan ikan palung sebagai predator
berpengaruh terhadap penurunan populasi spesies lain di waduk. Vaas et al.
(1953) menyatakan bahwa pakan ikan palung di sungai Ogan-Komering dan
Danau Cakung Sumatera berupa ikan, udang, larva, dan insekta. Jubaedah
(2004) menyatakan bahwa hasil identifikasi organisme yang terdapat pada
lambung ikan palung adalah ikan, udang, insekta, larva insekta, Cladocera,
Copepoda, Ostracoda, Annelida, Rotifera, serasah, dan telur ikan.
Penyebaran spesies ikan berkaitan erat dengan faktor lingkungan. Setiap
spesies ikan air tawar mempunyai daya adaptasi dan toleransi yang berbeda.
Ikan air tawar berdasarkan pada adaptasi dan toleransi terbagi dalam beberapa
spesies yaitu blackfishes, whitefishes, dan moderat. Spesies blackfishes
merupakan ikan yang memiliki kemampuan adaptasi tinggi di seluruh habitat air
tawar karena tahan terhadap perubahan lingkungan karena pada umumnya
Blackfish memiliki labyrinth. Spesies whitefishes adalah spesies ikan yang aktif
bermigrasi selama hidupnya dan sensitif terhadap perubahan lingkungan. Ikan
spesies moderat adalah spesies ikan dengan kemampuan adaptasi lebih dan dapat
ditemukan di berbagai tipe habitat. Salah satu ikan spesies whitefishes adalah
ikan dari Famili Cyprinidae. Ikan Cyprinidae akan melakukan migrasi saat
musim penghujan, baik untuk memijah, mencari makan, membesarkan anak atau
karena perubahan lingkungan. Ikan palung termasuk Cyprinidae dan tergolong
spesies whitefishes karena aktif bermigrasi dan sensitif terhadap perubahan
lingkungan. Beberapa faktor yang berpengaruh pada sebaran ikan di waduk
antara lain; spesies ikan, ketersediaan pakan, tingkat persaingan, predasi, musim,
dan faktor fisik-kimia (Connel, 1987).
C. Waduk
bio.unsoed.ac.id
Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat
dengan cara membendung aliran-aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi
terhalang (Barus, 2002). Waduk atau danau buatan membentuk ekosistem
dengan memotong aliran sungai. Waduk berperan sebagai reservoir yang airnya
7
dapat dimanfaatkan untuk PLTA, irigasi, perikanan, sumber air baku, pengendali
banjir, dan sumber air tanah (Haeruman, 1999).
Waduk Panglima Besar Jenderal Soedirman terletak di dua Kecamatan,
yakni Kecamatan Bawang dan Kecamatan Wanadadi, Kabupaten Banjarnegara,
Provinsi Jawa Tengah. Waduk P.B. Soedirman secara geografis terletak pada
701215-703135 LS dan 10902934-10904550 BT (Wulandari, 2007).
Waduk ini mempunyai tinggi bendung 110 m dan genangan seluas 8.258.253
m2 dengan ketinggian muka air 231 mdpl, serta kapasitas daya tampung air
83.945.901 m3 (KNI-BB, 2010). Waduk P.B. Soedirman dimanfaatkan untuk
PLTA, irigasi, domestik, pengendali banjir, obyek wisata, dan perikanan
(Wulandari, 2007).
Pasokan air utama berasal dari Sungai Serayu, Sungai Lumajang, Sungai
Merawu, Sungai Kandangwangi, dan Sungai Pekacangan (Wulandari, 2007).
Waduk P.B. Soedirman berbatasan dengan Kecamatan Wanadadi (Utara),
Kecamatan Wanadadi dan Bawang (Timur), Kecamatan Bawang (Selatan),
Kecamatan Wanadadi dan Bawang (Barat). Desa yang berbatasan langsung
dengan Waduk P.B. Soedirman adalah Desa Linggasari, Karang Kemiri,
Wanakarsa, Wanadadi, Karang Jambe, Kasilib, Tapen, Bawang, Bandingan, dan
Blambangan (Musrin, 2013).
D. Kualitas air waduk
bio.unsoed.ac.id
Pengkajian kualitas air dibutuhkan untuk pengelolaan kualitas air secara tepat
yakni sesuai dengan kondisi lingkungan ikan (Susanti et al., 2012)
Permasalahan lingkungan yang sering kali dialami di waduk adalah
menurunnya kualitas perairan. Penurunan kualitas air disebabkan oleh masuknya
bahan pencemar yang berasal dari berbagai kegiatan manusia seperti sampah
dari kegiatan domestik dan pariwisata, sisa pemupukan dan pestisida dari
kegiatan pertanian, sisa pakan dari kegiatan budidaya perikanan, maupun proses
8
sedimentasi. Sedimentasi berpengaruh terhadap kehidupan ikan di waduk
(Apridiyanti, 2008).
Permasalahan utama yang dihadapi di Waduk P.B. Soedirman yaitu
sedimentasi (Wulandari, 2007). Sedimentasi merupakan proses kelanjutan dari
peristiwa erosi. Material-material hasil erosi tesebut mengalir hingga masuk ke
sungai. Sungai mengalirkan material-material hasil erosi sehingga bahan-bahan
material yang berupa sedimen masuk ke dalam waduk dan mengendap (Setyono,
2011). Jenis sedimen yang masuk ke waduk diantaranya adalah lumpur, tanah
liat, pasir halus, pasir kasar, kerikil halus, kerikil kasar, dan batu bulat koral
(Wulandari, 2007). Umur rencana operasi Waduk P.B. Soedirman pada awal
perencanaan dan pembangunan adalah 60 tahun, namun umur waduk menjadi
lebih pendek dari perencanaan dan pembangunan awal yaitu menjadi 30 tahun
yang disebabkan oleh sedimentasi (Said, 2013).
Sedimentasi juga berpengaruh terhadap kualitas air di waduk. Material
bahan sedimentasi yang tersuspensi di air waduk menyebabkan pendangkalan,
penurunan kualitas air, dan penurunan kapasitas waduk (Wahid, 2012).
Darmono (2001) menyimpulkan bahwa laju sedimentasi di Waduk P.B.
Soedirman berdasarkan metode analisis model adalah sebesar 4.298.245,10
m3.tahun-1, berdasarkan metode Meyer-Peter-Muller (MPM) sebesar
3.142.780,77 m3.tahun-1, dan berdasarkan metode Brune sebesar 4.116.931,28
m3.tahun-1.
Tabel 2.1. Hasil pengukuran sedimentasi Waduk P.B. Soedirman tahun 1989-2006
(Wulandari, 2007)
9
Tabel 2.1. (Lanjutan)
Vol. Sedimen per Vol. Sedimen Prosentase vol. waduk
No. Tahun
tahun (Juta.m-3) Kumulatif (Juta.m-3) terisi sedimen (%)
15 2003 4,430 64,200 43,30
16 2004 2,900 67,100 45,25
17 2005 4,600 71,700 48,35
18 2006 2,300 74,000 49,91
10
tekanan hidrostatik. Biota akan merespon perubahan fisik-kimia akibat adanya
perubahan kedalaman perairan (Barus, 2002). Ikan palung mampu tumbuh dan
berkembang biak di daerah dengan ketinggian 0-800 mdpl dan optimal pada
ketinggian 50-500 m (Pescod, 1973) dengan substrat berpasir dan berlumpur
(Musrin, 2013).
Arus merupakan faktor pembatas pada aliran air yang ditentukan oleh
kemiringan, kedalaman, dan lebar dasar (Odum, 1998). Arus berperan sangat
penting di perairan, baik pada ekosistem mengalir (lotic) maupun ekosistem
menggenang (lentic) (Barus, 2002). Kecepatan arus mempengaruhi kualitas
lingkungan lainnya seperti kecerahan dan proses transportasi nutrien di perairan
(Johan & Ediwarman, 2011).
Faktor kimia yang dianalisis untuk menduga kualitas perairan,
diantaranya: 1) pH, 2) oksigen terlarut (DO), dan 3) karbondioksida (CO2)
bebas. Derajat keasaman (pH) merupakan ukuran kosentrasi ion hidrogen yang
menunjukkan suasana asam suatu perairan. Derajat keasaman perairan
dipengaruhi oleh kosentrasi karbondioksida dan senyawa yang bersifat asam.
Pada umumnya organisme akuatik toleran pada kisaran nilai pH netral
(Ambarita, 2009). Kisaran pH untuk kelangsungan hidup ikan palung yaitu 6-8
(Jubaedah, 2004).
Oksigen berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan kimia
menjadi senyawa yang lebih sederhana sebagai nutrien untuk organisme
perairan. Sumber utama oksigen di perairan berasal dari proses difusi udara
bebas dan hasil proses fotosintesis (Mulyanto, 1992). Kandungan O2 yang baik
bagi ikan palung yaitu 3 mg.l-1 (Haryono, 2004).
Karbondioksida bebas menggambarkan keberadaan gas CO2 di perairan
yang membentuk keseimbangan dengan CO2 di atmosfer. Karbondioksida di
perairan berasal dari barbagai sumber, yaitu difusi dari atmosfer, air hujan, air
bio.unsoed.ac.id
yang melewati tanah organik, respirasi tumbuhan, hewan, dan bakteri (Effendi,
2003). Karbondioksida bebas yang baik di perairan berkisar antara 2-8 mg.l-1
(Mulyanto, 1992).
11