Anda di halaman 1dari 6

Protobiont (2020) Vol.

9 (2) : 161-166

KARAKTERISTIK HABITAT KATAK CAPAPUYA Barbouroula


kalimantanensis (Iskandar, 1978) (AMFIBIA: ANURA) DI DUA
SUB-DAS MELAWI KALIMANTAN BARAT

Syuryadi Wijaya1*, Junardi1, Riyandi1


1
Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Tanjungpura
Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak, Kalimantan Barat
*Email korespondensi: suryadiwijaya443@gmail.com

Abstract
Capapuya or Barbourula kalimantanensis is an endemic lungless frog in Borneo that live in water, but data
on this frog's habitat is still very limited. This study aims to obtain data on habitat characteristics and in the
Melawi sub-watershed, namely the Mentatai and Ella stream. The research was conducted in August-
December 2019. Each location is divided into three stations with each station divided into three points. Data
were collected during the day and night by measuring the characteristics of water, vegetation, and recording
temperature and humidity. The results of this study found three individuals of B. kalimantanensis in the
Mentatai and one individual in the Ella stream. The habitat of B. kalimantanensis in the Mentatai and Ella
stream is characterized by a rocky substrate, shallow water (<1 m), high dissolved oxygen content, low carbon
dioxide content and riparian vegetation dominated by Dipterocarpace.
Keywords: Barbourula kalimantanensis, Habitat Characteristics, West Kalimantan

PENDAHULUAN Berdasarkan studi pendahuluan di Sub-DAS


Mentatai pada tahun 2018 didapatkan informasi
Capapuya adalah nama yang diberikan oleh
bahwa katak ini juga dikonsumsi oleh warga
penduduk Melawi dan sekitarnya untuk katak yang
setempat. Kondisi tersebut dikhawatirkan dapat
seluruh hidupnya berada perairan, yaitu di Sub-
menganggu jumlah individu dalam populasi B.
DAS Mentatai. Katak ini memiliki karakter unik,
kalimantanensis jika pengambilannya terus
yaitu tanpa paru-paru (lungless frog) yang pertama
dilakukan.
kali dideskripsikan oleh Djoko T. Iskandar pada
Tahun 1978 dan diberi nama Barbourula Keberadaan katak Capapuya di Sub-DAS Mentatai
kalimantanensis (Iskandar, 1978). Distribusi belum dilengkapi dengan data ilmiah tentang
spesies ini di lokasi lain masih belum diketahui dan habitatnya. Secara spesifik katak ini ditemukan
sampai saat ini hanya ditemukan terbatas di Pulau terbatas pada hamparan batu, air yang jernih, dan
Kalimantan, seperti Kalimantan Tengah (Santoso arus yang deras (Maisyara, 2019;
et al., 2006) dan Kalimantan Barat (Iskandar, 1978; Rachmayuningtyas et al., 2011). Kondisi Sub-DAS
Iskandar, 1995; Bickford et al., 2008). Mentatai saat ini mulai terancam akibat adanya
penebangan liar (Illegal logging) (Singleton et al.,
Katak B. kalimantanensis di Kalimantan Barat 2004) dan penambangan emas tanpa izin (PETI)
ditemukan di Sub-DAS Pinoh dan DAS Melawi (Jarvie et al., 1998), sehingga dikhawatirkan dapat
(Iskandar, 1978; 1995). Penelitian terkait dengan berakibat pada penurunan dan kepunahan populasi.
spesies ini di Kalimantan Barat telah dilakukan Menurut IUCN (2019), status konservasi katak ini
mencakup keberadaan (Iskandar, 1978), status saat ini terancam punah (endangered). Penelitian
konservasinya (Rachmayuningtiyas et al., 2011), tentang faktor-faktor ekologis, seperti karakteristik
dan penemuan terbaru oleh Maisyara (2019) di fisika dan kimia pada lokasi yang spesifik katak ini
Sub-DAS Ella, Resort Belaban, Kawasan Taman berada sudah pernah dilakukan sebelumnya.
Nasional Bukit Baka Bukit Raya, Kalimantan Namun membutuhkan pengamatan lebih lanjut.
Barat. Minimnya informasi berkaitan dengan B.
kalimantanensis menyebabkan usaha untuk
Data tentang aspek biologi belum tersedia sehingga melakukan konservasi juga terhambat.
belum diketahui ukuran populasinya di alam.

161
Protobiont (2020) Vol. 9 (2) : 161-166

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Sub-DAS Mentatai dan Sub-DAS Ella (TNBBBR, 2020)

BAHAN DAN METODE Lokasi kedua berada di Sub-DAS Ella, KM 37,


Resort Belaban, Kawasan Taman Nasional Bukit
Waktu dan Tempat Penelitian Baka Bukit Raya, Provinsi Kalimantan Barat.
Penelitian dilakukan di dua Sub-DAS Melawi, Sungai Ella merupakan bagian dari DAS Melawi
yaitu Sub-DAS Mentatai dan Sub-DAS Ella. yang berbatasan dengan Provinsi Kalimantan
Kedua Sub-DAS berada di Kabupaten Melawi Tengah di bagian selatan. Sub-DAS Ella termasuk
Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan mulai dalam wilayah kerja Resort Belaban, Seksi
bulan Agustus-Desember 2019. Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Nanga
Pinoh. (Gambar 1)
Deskripsi Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Lokasi utama penelitian berada di aliran Sub-DAS
Mentatai, Dusun Beloyang, Desa Mawang Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Mentatai, Kecamatan Manukung, Kabupaten alat tulis, bola tenis meja, wadah pengambilan
Melawi, Kalimantan Barat. Keberadaan B. sampel air, botol Winkler, GPS (Garmin 76CSX),
kalimantanensis ditemukan pada koordinat headlamp, kamera Canon Mirrorless M10, Keping
00°26.435' LS 112°19.986' BT. Hasil studi Secchi, meteran (100 meter), pH meter (Hana pH-
pendahuluan mendapatkan lebar Sub-DAS 009), stopwatch, thermohygrometer (DC105).
Mentatai antara 25-30 meter dengan kedalaman 7- Bahan yang digunakan yaitu sampel air dari lokasi
8 meter untuk bagian yang terdalam. Aliran air penelitian. Sampel air diambil dari tiap stasiun
deras dengan substrat dasar berupa bebatuan dan pada lokasi penelitian.
suhu air berkisar 14-17°C. Vegetasi riparian di Prosedur Kerja
aliran sungai ini didominasi oleh tumbuhan famili
Dipterocarpace, pada salah satu sisi sungai Penentuan lokasi Penelitian
terdapat pemukiman penduduk. Kedua lokasi penelitian dibagi menjadi tiga stasiun
Sub-DAS Mentatai merupakan bagian dari DAS dan setiap stasiun dibagi menjadi tiga titik. Lokasi
Melawi. Kondisi air di sungai ini masih tergolong pengamatan dan pengambilan data sama dengan
jernih dan bersih. Masyarakat yang tinggal di sisi tempat penemuan B. kalimantanensis. Pemilihan
sungai memanfaatkan sungai ini untuk kegiatan lokasi berdasarkan hasil survei awal dan informasi
sehari-hari. Selain itu masyarakat sekitar juga dari warga setempat, yaitu batu cadas yang ada di
sering memanfaatkan aliran Sub-DAS Mentatai tepi sungai berarus deras.
untuk mencari sumber makanan dengan cara
memanah dan menggunakan jaring.

162
Protobiont (2020) Vol. 9 (2) : 161-166

Gambar 2. Katak Capapuya (B. kalimantanensis) yang ditemukan di, A. Sub-DAS Mentatai, B. Sub-DAS Ella pada
malam hari

Pengumpulan Data dan Pengukuran Parameter Bentuk tubuh dan kepala pipih dengan moncong
Lingkungan yang membulat. Kulit dari B. kalimantanensis
berkerut (rugose), longgar dan berlendir. Kulit
Pengumpulan data dilakukan sebanyak empat kali,
bagian dorsal lebih kasar dan berkerut dibanding-
pada siang hari dimulai dari pukul 09.00-13.00
kan dengan kulit di bagian ventral. Jari-jari pada
WIB dan pada malam hari dimulai dari pukul
kedua tungkai berselaput penuh. Warna tubuh
19.00-23.00 WIB mencakup data morfometrik
sama, yaitu bagian dorsal berwarna hitam pekat
sungai, faktor fisika dan kimia air, fisika udara, dan
dengan bintik-bintik warna kuning dan bagian
vegetasi riparian. Data morfometrik sungai
ventral cerah dengan banyak bintik-bintik putih.
meliputi lebar dan kedalaman sungai, tipe substrat
serta kecepatan arus. Data faktor fisik-kimia air Stasiun tempat spesimen ditemukan di Sub-DAS
adalah suhu air, kecerahan, pH air, kelembaban Ella lebih lebar dibandingkan stasiun penemuan di
udara, DO (Dissolved Oxygen) dan CO2 Sub-DAS Mentatai. Kedalaman dan kecerahan
(karbondioksida) bebas. Pengamatan vegetasi rata-rata lebih tinggi di Sub-DAS Mentatai.
riparian sungai diidentifikasi sampai tingkat famili Kecepatan arus Sub-DAS Mentatai lebih cepat
dan dianalisis secara deskriptif vegatasi yang dibandingkan Sub-DAS Ella dengan kedua tipe
dominan. substrat sungai yaitu batu cadas (Tabel 1).

Analisis Data Suhu air pada siang dan malam hari pada dua Sub-
DAS tidak jauh berbeda, sedangkan untuk kan-
Data parameter lingkungan fisika-kimia Sub-DAS dungan oksigen terlarut lebih tinggi terdapat di
Mentatai dan Ella dianalisis menggunakan Uji Sub-DAS Ella. Nilai pH pada Sub-DAS Mentatai
Kolmogorov-Smirnov untuk melihat normalitas lebih tinggi dibandingkan dengan Sub-DAS Ella.
data dari ke dua lokasi. Uji lanjutan menggunakan Kandungan karbondioksida dan padatan terlarut di
Uji t untuk melihat perbedaan kedua sungai. dua Sub-DAS tidak jauh berbeda, namun kadar
Analisis tersebut menggunakan aplikasi SPSS padatan tersuspensi lebih tinggi terdapat pada Sub-
Statistics versi 24. DAS Ella. Suhu udara dan kelembaban di siang dan
malam hari di kedua Sub-DAS tidak berbeda.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data parameter lingkungan dari kedua
Hasil
lokasi penelitian, Sub-DAS Mentatai dan Ella
Penelitian ini menemukan empat individu adalah setipe (similar). Hasil analisis Uji t kedua
Capapuya (B. kalimantanensis). Tiga individu Sub-DAS berdasarkan karakteristik fisik-kimia air
ditemukan pada Sub-DAS Mentatai yaitu di menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
Stasiun Lengkung Beloyang (Gambar 2. A) dan (p=0,85). Vegetasi riparian di kedua stasiun
satu individu di Sub-DAS Ella yaitu di Stasiun III penemuan B. kalimantanensis didominasi oleh
(Gambar 2. B). Semua spesimen di kedua lokasi famili Dipterocarpaceae terdiri atas empat spesies,
ditemukan pada malam hari. yaitu Dipterocarpus lineuris, Dipterocarpus
oblongifolius, Elaeocarpus sp., dan Ficus sp.

163
Protobiont (2020) Vol. 9 (2) : 161-166

Tabel 1. Perbandingan Karakteristik Habitat Antar Lokasi Tempat Ditemukannya B. kalimantanensis


Lokasi
Parameter
Sub-DAS Mentatai Sub-DAS Ella
Karakteristik Sungai
Lebar (m) 21,7 28,3
Kedalaman (m) (n=3) (0,82±0,1) (0,65±0,5)
Arus (m/dt) (n=3) (0,51±0,2) (0,42±0,2)
Substrat Batu cadas Batu cadas
Fisika Kimia Air
Kecerahan (m) (n=3) (0,82±0,1) (0,65±0,5)
Suhu Siang (°C) (n=3) (25±0) (27±0)
Suhu Malam (°C) (n=3) (23±0) (26±0)
pH (n=3) (6,9±0,1) (6,4±0,1)
DO (mg/L) (n=3) (6,3±0) (7,3±0)
CO2 (mg/L) (n=3) (0,52±0) (0,49±0)
TDS (mg/L) (n=3) (10,3±0,6) (9,8±0,7)
TSS (mg/L) (n=3) (4,7±4,2) (5,7±1,4)
Fisika Udara
Suhu Siang (°C) (n=3) (30,9±0,1) (31,4±0)
Suhu Malam (°C) (n=3) (28,5±0,1) (28,5±0)
Kelembaban Siang (%) (n=3) (87±0) (80±0)
Kelembaban Malam (%) (n=3) (92±0) (88±0)
Keterangan: DO: Dissolved Oxygen, CO2: Karbondioksida, TDS: Total Dissolve Solids, TSS: Total Suspended Solids

Pembahasan Kecepatan arus berkorelasi positif dengan tingkat


oksigen terlarut. Arus perairan dapat menentukan
Katak B. kalimantanensis ditemukan pada celah-
penyebaran gas dalam air, sehingga oksigen ter-
celah batuan cadas berukuran besar pada bagian
larut menyebar sesuai dengan massa air yang
tepi sungai. Bebatuan cadas tersebut ditumbuhi
menyebar, semakin tinggi kecepatan arus maka se-
lumut pada bagian atas yang tidak terendam air.
makin cepat dan semakin luas penyebaran kan-
Stasiun tempat ditemukannya B. kalimantanensis
dungan oksigen terlarut yang terjadi (Odum, 1971).
memiliki tutupan kanopi yang jarang karena
pepohonan Dipterocarpace yang tumbuh di sisi Kandungan oksigen terlarut pada stasiun penemu-
sungai masih berukuran kecil. Hal ini an dibandingkan dengan hasil penelitian sebelum-
menyebabkan cahaya masih bisa masuk ke badan nya lebih rendah. Maisyara (2019) menyatakan
sungai. Katak B. kalimantanensis pada penelitian kandungan oksigen terlarut yaitu rata-rata (7,10
ini ditemukan pada bagian sungai yang relatif mg/L). Sumber utama kandungan oksigen terlarut
dangkal (<1 m), yaitu di hilir sungai. Perairan yang di perairan berasal dari proses difusi dari air dan
dangkal mengandung lebih banyak oksigen terlarut udara serta hasil fotosintesis organisme yang hidup
karena adanya proses difusi antara air dan udara di perairan tersebut (Salmin, 2005).
serta adanya proses fotosintesis (Gemilang et al.,
2017). Semakin dalam perairan, intensitas cahaya Suhu air siang dan malam hari pada stasiun
akan berkurang dan laju fotosintesis juga akan penemuan B. kalimantanensis lebih tinggi.
semakin menurun sehingga kandungan oksigen Maisyara (2019) mendapatkan hasil yaitu di siang
terlarut juga menjadi rendah (Ferianita, 1993). hari suhu air berkisar antara 15-16°C, sedangkan di
malam hari suhu air berkisar antara 13-16°C. Ini
Kecerahan air pada penelitian ini lebih tinggi disebabkan lokasi yang cukup terbuka dan tutupan
dibandingkan penelitian sebelumnya oleh kanopi yang jarang sehingga cahaya matahari yang
Maisyara (2019). Kecerahan air berkorelasi dengan masuk ke badan sungai menjadi lebih banyak.
banyaknya sedimen yang terkandung di perairan.
Menurut Agustira et al. (2013), kecerahan memili- Nilai pH rata-rata pada stasiun penemuan lebih
ki korelasi negatif dengan padatan terlarut dan tinggi dibandingkan penelitian sebelumnya oleh
padatan tersuspensi, ini sesuai dengan hasil peng- Maisyara (2019) yaitu rata-rata 6,12. Derajat
ukuran pada kedua stasiun penemuan. Semakin keasaman suatu perairan merupakan salah satu
rendah kadar padatan terlarut dan padatan ter- parameter kimia yang cukup penting dalam
suspensi maka kecerahan akan semakin meningkat. memantau kestabilan perairan (Simanjuntak,
2009). Nilai derajat keasaman pada stasiun
Kecepatan arus pada stasiun penemuan lebih penemuan B. kalimantanensis tergolong optimal,
lambat dibandingkan dengan hasil penelitian Odum (1971) menyatakan derajat keasamaan yang
sebelumnya oleh Rachmayuningtyas (2011) yaitu optimal untuk biota air tawar antara 6,5-8.
2-5 m/dt dan Maisyara (2019), yaitu 1-2 m/dt.

164
Protobiont (2020) Vol. 9 (2) : 161-166

Kadar CO2 di Stasiun Lengkung Beloyang tidak Bickford, BA, Iskandar, DT & Barlian, A, 2008, 'A
jauh berbeda dengan Stasiun Hilir. Kandungan Lungless Frog Discovered on Borneo', Current
senyawa ini khususnya di lokasi penemuan B. Biology, vol. 8, no. 9, hal. 37-47.
kalimantanensis masih dalam batas toleransi
Ferianita, FM, 1993, Studi Kualitas Air Waduk
kehidupan biota air tawar. Kandungan karbondiok- Setiabudi Jakarta Ditinjau dari Sifat Fisika
sida bebas dalam suatu perairan apabila lebih tinggi Kimia Air, Struktur Komunitas dan Produktivitas
dari 15 mg/L dapat membahayakan kehidupan Primer Fitoplankton, Tesis, Institut Pertanian
organisme perairan (Tresna, 1991). Bogor, Bogor.
Suhu udara siang dan malam pada penelitian ini Gemilang, WA, Guntur, AR & Ulung, JW, 2017, 'Kua-
lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian sebelum- litas Perairan Teluk Ambon Dalam Berdasarkan
nya. Maisyara (2019) mendapatkan hasil yaitu Parameter Fisika dan Kimia pada Musim Peralih-
berkisar antara 24-30°C di siang hari dan di malam an I', Enviro Scienteae, vol. 13, no. 1, hal. 79-90.
hari berkisar antara 22-28°C. Suhu udara berban-
ding terbalik dengan kelembaban, ketika suhu Iskandar, DT, 1978, 'A New Species of Barbourula:
First Record of A Disclogossidae Anuran in
udara tinggi maka kelembaban udara akan menu-
Borneo', Copeia, vol. 4, no. 6, hal. 564-566.
run dan sebaliknya ketika suhu udara rendah maka
kelembaban udara meningkat (Tjasyono, 1999). Iskandar, DT, 1995, 'Note on The Second Specimen of
Barbourula kalimantanensis (Amphibia: Anura:
Vegetasi riparian pada stasiun penemuan
Discoglossidae)', Raffles Bulletin of Zoology, vol.
didominasi oleh famili Dipterocarpaceae, terdiri
43, no. 2, hal. 309-311.
dari lima spesies yaitu Dipterocarpus lineuris,
Dipterocarpus oblongifolius, Elaeocarpus sp., IUCN 2019, IUCN (International Union for
Ficus sp. dan Shorea macrophylla. Vegetasi Conservation of Nature), Retrieved from IUCN
riparian tidak mempengaruhi B. kalimantanensis (International Union for Conservation of
secara langsung karena tempat bernaung dan ber- Nature), diakses 15 Mei 2019,
lindung B. kalimantanensis adalah celah batu cadas <http://www.iucnredlist.org>
yang berada di bawah air bukan tanaman yang
berada atau tumbuh di sekitar lokasi penemuan Jarvie, JK, Ermayanti, U, Mahyar, A, Church & Ismail,
(Maisyara, 2019). Menurut Rachmayuningtyas 1998, 'The Habitats and Flora of Bukit Baka
Bukit Raya National Park', Tropical Biodiversity,
(2011), B. kalimantanensis tidak satu pun ditemu-
vol. 5, no. 1, hal. 11-56.
kan di perairan dengan daun mati atau jenis puing-
puing lainnya untuk menghindari air dengan kan- Maisyara, S, 2019, 'Mikrohabitat Katak Tanpa Paru-
dungan oksigen lebih sedikit yang disebabkan oleh Paru (Barbourula kalimantanensis Iskandar,
pembusukan bahan organik. 1978) di Kawasan Taman Nasional Bukit Baka
Bukit Raya Kabupaten Melawi Kalimantan
Selama penelitian berlangsung tidak ditemukan
Barat', Jurnal Hutan Lestari, vol. 7, no. 2, hal.
adanya kompetitor, predator dan belum diketahui
753-762.
dengan pasti jenis makanan B. kalimantanensis.
Informasi dan data tentang kompetitor, predator Odum, EP, 1971, Fundamentals of Ecology, Third
dan makanan dari katak Capapuya sampai saat ini Edition, W. B. Sounders Company, Philadelphia.
belum tersedia. Kurangnya informasi dan data bio-
logi dari B. kalimantanensis dapat menjadi referen- Rachmayuningtyas, Bickford, BA, Kamsi, D, Kutty, M,
si untuk penelitian selanjutnya di Sub-DAS Meier, SN, Arifin, R, Rachmansah & Iskandar,
Mentatai dan Ella. Perlunya dilakukan penelitian 2011, 'Conservation Status of The Only Lungless
lebih lanjut tentang faktor-faktor biotik yang Frog Barbourula kalimantanensis Iskandar, 1978
(Amphibia: Anura: Bombinatoridae)', Journal of
memengaruhi keberadaan B. kalimantanensis di
Threatened Taxa, vol. 3, no. 8, hal. 1981-1989.
Sub-DAS Mentatai dan Ella.
Salmin, 2005, 'Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan
DAFTAR PUSTAKA Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu
Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan',
Agustira, R, Lubis, SK & Jamilah, 2013, 'Kajian Oseana, vol. 30, no. 3, hal. 21-26.
Karakteristik Kimia Air, Fisika Air dan Debit
Santoso, E, Shonleben, S, Sapari, I & Sadikin, LA, 2006,
Sungai pada Kawasan DAS Padang Akibat
'Barbourula kalimantanensis Iskandar, 1978 - a
Pembuangan Limbah Tapioka', Jurnal Online
New Record for Central Kalimantan, Indonesian
Agroekoteknologi, vol. 1, no. 3, hal. 615-625.
Borneo (Amphibia: Anura: Disclogossidae)',
Herpetological Bulletin, vol. 98, no. 17, hal. 6-8.

165
Protobiont (2020) Vol. 9 (2) : 161-166

Simanjuntak, M, 2009, 'Hubungan Faktor Lingkungan Habitat Viability Assesment: Final Report,
Kimia, Fisika terhadap Distribusi Plankton di IUCN/SSC, Conservation Breeding Specialist
Perairan Belitung Timur, Bangka Belitung', Group, Apple Valley.
Journal of Fisheries Sciences, vol. 12, no. 2, hal.
31-45. Tjasyono, B, 1999, Klimatologi Umum, Institut
Teknologi Bandung, ITB, Bandung.
Singleton, IS, Husson, WS, Stephen, S, Amoko, SU,
Tresna, S, 1991, Pencemaran Lingkungan, Cetakan
Leighton, M, Rosen, N, Taylor-Holzer, Lacy, R
Pertama, PT. Rineka Cipta, Jakarta.
& Byers, 2004, Orangutan Population and

166

Anda mungkin juga menyukai