Anda di halaman 1dari 7

STUDI KONSERVASI BERBASIS KEARIFAN LOKAL YANG

DILAKUKAN OLEH SUKU KOKODA DI KEPULAUAN UGAR,


KABUPATEN FAKFAK, PAPUA BARAT.

REZA SAPUTRA*
Mahasiswa Program Studi Sarjana Departemen Biologi Universitas Indonesia, Depok
Anggota Bidang Lapangan, Pengkajian dan Penelitian Tim Kajian Papua Barat, Perhimpunan
Pelajar Indonesia Se-dunia

ABSTRAK

Studi mengenai konservasi berbasis kearifan lokal yang dilakukan oleh Suku Kokoda di
Kepulauan Ugar, Kabupaten Fakfak, Papua Barat telah dilaksanakan pada bulan Mei
2016. Aspek penelitian yang diamati yaitu kearifan lokal yang berdampak pada konservasi
tingkat spesies atau ekosistem. Data yang didapat berasal dari wawancara semistruktural
kepada 10 informan kunci. Pada penelitian ini terdapat 3 kearifan lokal yang teramati,
yaitu Sasi laut, larangan masuk suatu kawasan sakral, dan pemanfaatan tumbuhan tanpa
merusak hutan. Hasil penelitian menunjukan kearifan lokal yang ada pada suku Kokoda
berperan penting dalam kelestarian alam di wilayah tersebut.

Kata Kunci : Konservasi, Kearifan lokal, Suku Kokoda, Papua Barat.

PENDAHULUAN keduanya. Misalnya suku yang ada di


pedalaman Papua, yaitu suku Yali yang
masih sangat bergantung pada hutan. Suku
Sejak zaman prasejarah, alam dan tersebut harus menjaga hutan agar tetap
manusia saling memiliki ketergantungan lestari, karena jika hutan tersebut rusak
satu sama lain (Suryadarma, 2008). Alam mereka tidak akan mendapat makanan lagi
membutuhkan manusia untuk (Miliken, 2002).
kelestariannya, dan manusia membutuhkan
Terdapat beraneka macam kearifan
alam untuk menunjang kebutuhan hidup
lokal yang ada pada suatu masyarakat lokal,
sehari-hari. Hal tersebut dikarenakan alam
salah satunya yaitu kearifan lokal yang
memiliki kebutuhan dasar yang diperlukan
berdampak pada konservasi alam
manusia untuk bertahan hidup, seperti air,
(Purnawibowo, 2014). Misalnya pada suku
energi, makanan, udara, dan perlindungan.
Helong di Nusa Tenggara Timur, terdapat
Ketergantungan antara keduanya seringkali
kearifan lokal berupa larangan memasuki
membuat suatu interaksi yang kuat untuk
mata air sakral, hanya ketua adat yang
menunjang satu sama lain (Satyananda
diperbolehkan untuk memasukinya pada
dkk., 2013). Interaksi tersebut umumnya
saat ritual meminta hujan (Satyananda dkk.,
menghasilkan suatu kearifan lokal yang
2013). Setelah diteliti lebih lanjut, mata air
memiliki timbal balik yang positif antara
merupakan sumber kehidupan yang

*)Korespondensi Penulis : reza.saputra21@sci.ui.ac.id


berperan penting dalam proses hidrologis, terletak di antara 0238 19,3 BT dan 132
sungai-sungai yang berasal dari mata air 26 33,3 LS dengan luas wilayah sekitar
membawa air yang berfungsi untuk 200 hektar dan jumlah penduduk sebanyak
kehidupan sehari-hari masyarakat. Jika 233 orang (Profil Kampung Ugar, 2015).
orang bebas dapat memasuki sumber mata Secara umum, budaya yang ada pada suku
air tersebut, dikhawatirkan akan terjadi Kokoda masih cukup terjaga kelestariannya
pencemaran, yang pada akhirnya akan (Saputra, 2016), sehingga penelitian terkait
berdampak pada masyarakat suku Helong kearifan lokal berbasis konservasi dapat
itu sendiri (Satyananda dkk., 2013). dilakukan. Tujuan dilakukan penelitian ini
Mengetahui kearifan lokal berbasis adalah untuk mengetahui bentuk konservasi
konservasi dapat menjadi salah satu berbasis kearifan lokal yang ada pada suku
referensi untuk terus melakukan konservasi Kokoda, serta mengetahui peranan kearifan
secara serentak di seluruh pelosok daerah. lokal tersebut terhadap lingkungan sekitar.
Karena pada dasarnya, konservasi berbasis
kearifan lokal lebih mudah diterima oleh
masyarakat lokal (Kuwati dkk., 2014). BAHAN DAN METODE
Suku Kokoda merupakan salah satu Tempat dan Waktu
suku di Papua Barat yang memiliki Penelitian konservasi berbasis
persebaran cukup luas, yakni meliputi kearifan lokal yang dilakukan oleh suku
Kabupaten Sorong, Sorong Selatan, dan Kokoda dilakukan di Kepulauan Ugar,
Kabupaten Fakfak. Penelitian ini fokus Distrik Kokas, Kabupaten Fakfak (Gambar
mengamati kearifan lokal suku Kokoda 1.). Penelitian dilaksanakan pada bulan
yang ada di Kepulauan Ugar, Kabupaten Februari sampai dengan Mei 2016.
Fakfak. Secara geografis, Kepulauan Ugar

Gambar 1. Peta Administrasi Distrik Kokas, Kabupaten Fakfak. (A). Lokasi


penelitian/ Kepulauan Ugar.
Cara Kerja masyarakat mandi di air laut dengan
membawa alat tangkap hewan laut seperti
Pengumpulan data terbagi menjadi
alat pancing, jaring ikan, tombak ikan, dan
dua, pengumpulan data primer dan
lain-lain. Selanjutnya, tempat yang
pengumpulan data sekunder. Data primer
dilakukan sasi laut tadi tidak boleh dipanen
didapat dari wawancara semistruktural
hasil lautnya selama 6 bulan oleh semua
kepada 10 informan kunci (Tabel 1).
masyarakat. Biasanya wilayahnya terbagi
Sedangkan data sekunder didapat dari
menjadi dua, bagian utara dan bagian
instansi pemerintah terkait dan studi
selatan. Ketika wilayah utara sedang
pustaka di internet mengenai kearifan lokal
diadakan sasi laut (tidak boleh dipanen),
suku yang ada di Papua Barat. Selanjutnya,
maka wilayah selatan diperbolehkan untuk
data dianalisis secara kualitatif dengan
dipanen, begitupula sebaliknya. Sasi laut
berfokus pada konservasi berbasis kearifan
berupa jenis tangkapan juga dilakukan
lokal yang ada di suku Kokoda dan
setiap 6 bulan. Contohnya hasil tangkapan
dikaitkan kepada beberapa permasalahan
berupa kepiting, lobster, dan teripang yang
konservasi.
hanya boleh dipanen selama 6 bulan pada
tiap tahunnya. Kepiting atau lobster yang
HASIL DAN PEMBAHASAN sedang bertelur juga tidak boleh dipanen
meskipun diluar periode sasi laut. Hal
Hasil tersebut menjadi pantangan yang jika
Penelitian berhasil merekam tiga dilanggar akan mendapat musibah.
kearifan lokal suku Kokoda yang berkaitan Kearifan lokal sasi laut ini
dengan konservasi, yaitu Sasi laut, larangan menjadikan ekosistem laut lebih terjaga,
memasuki kawasan sakral, dan karena terdapat pembatasan dalam
pemanfaatan tumbuhan tanpa merusak pengambilan sumber daya laut (Kuwati
tumbuhan itu sendiri. dkk., 2014). Sehingga, terjadi proses
Sasi laut regenerasi ekosistem terlebih dahulu. Jika
proses regenerasi ekosistem atau sasi laut
Menurut beberapa informan kunci, ini tidak dijalankan, dikhawatirkan akan
budaya Sasi laut merupakan budaya yang terjadi eksploitasi sumber daya laut yang
diturunkan oleh nenek moyang untuk berlebihan dan kepunahan beberapa spesies
mengatur hasil panen laut. Pengaturan hewan laut. Sasi laut merupakan salah satu
tersebut berupa pembagian wilayah kearifan lokal dengan tipe konservasi pada
tangkap pada periode waktu yang berbeda. tingkat ekosistem. Terbukti dengan
Biasanya terbagi menjadi beberapa wilayah diterapkannya budaya sasi laut ini,
tangkap, yang tiap wilayah tangkap tersebut kepulauan Ugar menjadi salah satu
hanya boleh diakses pada waktu tertentu. pemasok ikan paling besar di Papua Barat
Ada juga pengaturan berdasarkan jenis (Dinas Perikanan Kabupaten Fakfak,
hasil tangkap pada periode waktu yang Komunikasi Pribadi, 17 Februari 2016).
berbeda. Pada suku Kokoda, kedua jenis
budaya sasi laut tersebut masih dijalankan. Larangan Masuk Kawasan Sakral
Karena masyarakat lokal percaya jika Pada Kepulauan Ugar. diketahui
mereka menjalankan sasi laut, hasil terdapat beberapa kawasan sakral yang
tangkapan laut mereka akan semakin harus disertai izin dari ketua adat jika ingin
banyak karena diberkati oleh alam. memasukinya. Proses perizinannya terbagi
Budaya sasi laut yang ada di suku menjadi dua tahapan ritual. Pertama, yaitu
Kokoda dibuka oleh ketua adat, dengan ritual penyerahan sesaji berupa pinang,
cara melakukan ritual sesaji di tempat yang sirih, kapur, dan tembakau di tempat sakral.
akan dilakukan sasi laut. Selesai ritual, pada Kedua, yaitu ritual pengikatan tali merah
waktu subuh esok harinya seluruh oleh orang yang ingin masuk kawasan di
pintu masuk kawasan sakral. Hal tersebut kearifan lokal terkait pemanfaatan
dipercaya sebagai bentuk ikatan tumbuhan yang tidak merusak tumbuhan
persaudaraan antara leluhur dengan orang tersebut. Pada suku Kokoda, sebagian besar
yang ingin masuk kawasan agar dijaga oleh tanaman yang dimanfaatkan untuk obat
roh leluhur dan diberikan keselamatan. berasal dari hutan, namun ada juga
beberapa tumbuhan yang dibudidayakan.
Menurut beberapa informan kunci,
Umumnya bagian tumbuhan yang
jika ada yang melanggar adat tersebut dan
digunakan berupa daun dan ranting jika
masuk kawasan sakral tanpa izin, maka
tumbuhan tersebut berasal dari hutan.
orang yang melanggar itu akan mendapat
Sedangkan untuk batang jarang sekali
sanksi sendiri. Seringkali sanksi tersebut
dipakai. Contohnya Kayu Ular (Picrasma
datang dari roh leluhur berupa kesurupan.
javanica Blume.) atau dengan bahasa lokal
Pernah pada tahun 2015, terjadi peristiwa
disebut gorai, tumbuhan ini merupakan
kesurupan masal bagi orang yang tidak
tumbuhan yang berguna untuk mengobati
mengikatkan tali merah. Menurut ketua
penyakit malaria yang umum diketahui oleh
adat, kesurupan adalah sanksi paling
sebagian besar masyarakat di Papua.
ringan. Pernah ada juga sebelumnya yang
Umumnya bagian yang digunakan untuk
meninggal, bahkan hilang tanpa
pengobatan ialah bagian batang pohon
diketemukan jasadnya.
(Pratiwi dkk. 2007). Namun cara
Ketakutan akan sanksi tersebut pemanfaatan kayu ular pada suku Kokoda
membuat masyarakat lokal dan pendatang berbeda, bagian yang digunakan adalah
lebih berhati-hati jika akan memasuki daun dan ranting. Menurut ketua adat,
kawasan sakral. Hal tersebut secara tidak beberapa tokoh pengobatan, dan warga
langsung menjadikan kawasan sakral yang sering menggunakan kayu ular
sebagai kawasan yang terlindungi dan sebagai obat sehari-hari, bahwa bagian
lestari (Woretma, 2013). Hampir sama yang dipercaya dapat mengobati penyakit
dengan fungsi hutan lindung yang adalah bagian daun dan ranting, sedangkan
digunakan sebagai area konservasi in situ, bagian batang tidak dipercaya dapat
yang bertujuan untuk menjaga ekosistem digunakan untuk obat. Ilmu tersebut
dan keanekaragaman hayati yang ada di merupakan resep yang diwariskan secara
dalamnya. Jadi secara tidak langsung dan turun temurun dari leluhur/nenek moyang.
tidak disadari, masyarakat lokal berperan
Selain itu, terdapat apotik hidup
aktif dalam konservasi keanekaragaman
atau suatu tempat budidaya tumbuhan obat
hayati secara in situ. Lebih dari itu, konsep
yang terletak di tengah-tengah desa, yang
konservasi seperti ini lebih efektif dan
siapa saja dapat mengambilnya. Tumbuhan
diterima oleh masyarakat lokal dibanding
yang ditanam di apotik hidup sebagian
hutan lindung yang diatur oleh pemerintah.
Karena pada pengamatan di lapangan, besar adalah tanaman yang dimanfaatkan
bagian akar, rhizoma, batang, atau yang
masih terdapat masyarakat lokal yang
seluruh bagian tumbuhannya digunakan
menebang pohon di area hutan yang sudah
untuk obat. Contoh diantaranya yakni
ditetapkan sebagai hutan lindung oleh
tanaman jahe (halia), sereh (sareh),
pemerintah (Laporan Tim Kehutanan
meniran (tabalakiatan), kunyit, dan lain-
Subkorwil 7 Fakfak Ekspedisi NKRI 2016).
lain. Hal tersebut juga merupakan hasil dari
kebiasaan nenek moyang.
Pemanfaatan Tumbuhan Secara Setelah ditelaah lebih lanjut,
Bijaksana pemanfaatan tumbuhan yang diambil
Terdapat kearifan lokal yang sangat bagian batang atau akarnya dapat
penting, yang secara tidak sadar diterapkan membunuh tumbuhan tersebut. Mengingat
oleh suku Kokoda sejak dahulu, yakni letak geografis yang berupa kepulauan dan
terbatasnya luas wilayah desa suku dari nenek moyang dan diterapkan pada
Kokoda, kearifan lokal terkait pemanfaatan kehidupan suku Kokoda sehari-hari
tumbuhan yang digunakan tanpa ternyata memiliki nilai konservasi. Secara
membunuh tumbuhan itu sendiri bersifat tidak sadar, masyarakat lokal suku Kokoda
lebih bijaksana dan menjadi penting untuk telah berperan aktif dalam konservasi
kelestarian tumbuhan tersebut di alam. Ilmu tingkat spesies.
pengobatan tradisional yang diturunkan

A B

C D E

Gambar 2. Konservasi berbasis kearifan lokal yang ada pada suku Kokoda. (A) & (B) Masyarakat
membawa alat pancing ketika mandi pada acara sasi laut. (C) Mengikat tali merah pada pintu
masuk kawasan sakral. (D) Memanjat untuk mengambil daun atau ranting kayu ular, dan (E) daun
dan ranting kayu ular yang dimanfaatkan sebagai obat pegal-pegal, nafsu makan, stamina, dan
malaria.

KESIMPULAN DAN SARAN terdapat 3 kearifan lokal yang teramati,


yaitu Sasi laut, larangan masuk suatu
Studi mengenai konservasi berbasis
kearifan lokal yang dilakukan oleh Suku kawasan sakral, dan pemanfaatan
Kokoda di Kepualauan Ugar, Kabupaten tumbuhan tanpa membunuh tumbuhan itu
Fakfak, Papua Barat telah dilaksanakan sendiri. Masing-masing kearifan lokal
pada bulan Mei 2016. Pada penelitian ini memiliki nilai konservasi yang secara tidak
sadar telah dijalankan oleh suku Kokoda FMIPA, Universitas Indonesia. Depok: xii +
sejak dahulu. Konsep konservasi seperti ini 102 hlm.
lebih efektif dan diterima oleh masyarakat
Satyananda, I.M., I.P.K. Sanjaya, K. Dwikayana, &
lokal.
S.H. Nitbani. 2013. Kearifan lokal suku
Praktek konservasi berbasis helong di pulau semau Kabupaten Kupang
kearifan lokal yang dijalankan oleh Nusa Tenggara Timur. Yogyakarta, Penerbit
masyarakat lokal suku Kokoda, hendaknya Ombak Dua : xiii + 109 hlm.
terus dipertahankan karena bermanfaat
Pratiwi, M. Harapini & Chairul. 2007. Antimalaria
untuk kelestarian alam yang ada disana.
in-vivo activity test of ki pahit extract
Selain itu, disarankan pemerintah turut
(Picrasma javanica) to mice infected with
andil dalam menangani kasus memancing
Plasmodium berghei. Biodiversitas 8(2): 111-
ikan menggunakan bom karena dapat -113.
merusak terumbu karang. Hal tersebut
dilakukan oleh orang pendatang yang Suryadarma, I.G.P. 2008. Diktat kuliah etnobotani.
seringkali membuat resah masyarakat lokal. Universitas Negeri Yogyakarta: v + 42 hlm.

Woretma, M. 2013. Keanekaragaman tumbuhan


UCAPAN TERIMA KASIH pangan dan obat pada masyarakat suku
Mbaham Mata di Kampung Werabuan,
Penulis mengucapkan terima kasih Kabupaten Fakfak. Skripsi. Fakultas
kepada Kementerian Koordinator Bidang
Kehutanan IPB, Bogor: viii+52 hlm.
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
Republik Indonesia dan KOPASSUS TNI AD,
serta Ekspedisi NKRI 2016 Koridor Papua
Barat yang telah mendanai penelitian ini. Bapak
Isack, selaku ketua Balai Konservasi dan
Sumber Daya Alam Kabupaten Fakfak yang
telah membantu penulis ketika di lapangan. Ibu
Inggit, selaku Ketua Tenaga Ahli Tim Flora
Fauna dan kepada rekan-rekan semua yang
terlibat dalam penelitian ini.

DAFTAR ACUAN
Kuwati, M. Martosupono, J. C. Mangimbulude.
2014. Konservasi berbasis kearifan lokal
(Studi kasus; Sasi laut di Kabupaten Raja
Ampat). Prosiding Seminar Nasional Raja
Ampat Waisai A : 9 15.

Milliken, W. 2002. Ethnobotany of the Yali of


West Papua. Edinburgh, Royal Botanic
Garden: 36 hlm.

Purnawibowo, S. 2014. Konservasi berbasis


kearifan lokal di Situs Benteng Puteri Hijau,
Deli Serdang, Sumatera Utara. Jurnal
Konservasi Cagar Budaya Borobudur 8 (2):
32--41.

Saputra, R. 2016. Studi etnobotani Suku Kokoda,


Pulau Ogasmuni, Kabupaten Fakfak, Papua
Barat. Skripsi. Program Studi Biologi,
Lampiran

Daftar Informan Kunci

No Nama Informan Jenis Kelamin Umur Pekerjaan


1 Rogaya Kopauruma Perempuan 50 thn Ibu Rumah Tangga
2 Yunus Laki-laki 38 thn Sekertaris Desa dan Nelayan
3 Syaraf Biaruma Laki-laki 67 thn Ketua Adat/Tokoh pengobatan
4 Hasan Mambrasar Laki-laki 60 thn Nelayan
5 Andi Bauw Laki-laki 40 thn Nelayan
Ibu Rumah Tangga (istri kepala
6 Afifa Biaruma Perempuan 26 thn dusun)
7 Rouf Rumagesan Laki-laki 49 thn Nelayan/Tokoh pengobatan
8 Sahara Biaruma Perempuan 32 thn Ibu Rumah Tangga
9 Wahit Biawa Laki-laki 30 thn Nelayan
10 Isak Bertha Laki-laki 48 thn Nelayan

Anda mungkin juga menyukai