Huasin Latuconsina
Staf Pengajar FPIK UNIDAR Ambon, e-mail: husainlatuconsina@ymail.com
ABSTRAK
Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2007 di Dusun Wainuru dan Batu
dua, Desa Waai Kecamatan Salahutu, Maluku Tengah yang berbatasan langsung
dan masyarakatnya selalu melakukan penangkapan ikan di kawasan konservasi
pulau Pombo. Tujuan penelitian untuk mengetahui keragaman jenis alat tangkap
ikan berdasarkan indikator ramah lingkungan. Penelitian menggunakan metode
survai dengan pendekatan studi kasus, melalui penentuan responden secara
purposive dan dianalisa secara deskriptif. Hasil penelitian ditemukan 8 jenis alat
tangkap, termasuk dalam 4 kategori,yaitu; (1) Sangat Ramah Lingkungan
(pancing), (2) Ramah lingkungan (bubu, jaring insang permukaan), (3) merusak
(Jala, jaring insang dasar), dan (4) sangat merusak (bom, bius dan bameti).
Kata Kunci: Alat Penangkapan Ikan, Kawasan Konservasi Laut Pulau Pombo
23
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 2 (Oktober 2010)
24
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 2 (Oktober 2010)
jalur migrasi, feeding ground, nursery ground 30 orang dan 20 orang. Masyarakat umum pada
dan spawning ground, serta beberapa jenis kedua dusun ini juga selalu memanfaatkan
moluska ekonomis penting dan telah dilindungi perairan pulau pombo untuk aktivitas bameti
berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.7 Tahun (mengumpulkan kerang-kerangan). Menurut
1999. Sahertian (1995), masyarakat Wainuru dan Batu
Studi bio-ekologi oleh Sumadiharga (1977) Dua selalu menganggap pulau Pombo sebagai
di perairan pulau Pombo ditemukan 160 jenis “dapur kehidupannya”, karena sumberdaya
ikan yang tergolong dalam 83 marga dan 34 perikanan di perairan pulau Pombo bermanfaat
famili, meliputi : 97 jenis ikan hias, 31 jenis ikan sebagai sumber pangan dan pendapatan bagi
ekonomis penting dan 41 jenis ikan konsumsi mereka.
lokal. Tingginya potensi sumberdya perikanan Kondisi perekonomian mereka terbilang
ini, menyebabkan kawasan konservasi pulau rendah, dengan rata-rata berpenghasilan sebagai
Pombo menjadi areal penangkapan ikan (fishing nelayan (khususnya pada musim ikan) sebesar
ground) potensial bagi masyarakat disekitar Rp.15.000-Rp.20.000/hari dan terendah
kawasan maupun nelayan luar daerah yang Rp.12.000/hari, artinya pendapatan mereka
bermigrasi musiman, seperti nelayan asal sekitar Rp.450.000-600.000/bulan, dan terendah
Madura. Rp. 360.000/bulan. Namun jika musim paceklik
yang ditandai dengan buruknya kondisi perairan,
3.2. Kondisi Sosial - Ekonomi Masyarakat maka mereka tidak melaut sehingga tidak
Penduduk yang mendiami pesisir timur mendapatkan penghasilan selama berbulan-bulan,
pulau Ambon yang berada di sebelah barat pulau dan untuk bertahan hidup mengandalkan hasil
Pombo pada Dusun Wainuru dan Batu dua kebun yang biasanya dijual dan sebagian lagi
merupakan Etnis Buton yang secara turun untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari. Sehingga
temurun mendiami kawasan ini dan menjadikan antara bertani dan profesi sebagai nelayan
potensi perairan pulau Pombo untuk memenuhi merupakan dua pekerjaan yang sama-sama
kebutuhan hidup sehari-hari. Jumlah nelayan di penting bagi mereka.
Dusun Batu Dua dan Waainuru masing-masing
(a) (b)
Gambar 1. (a) Lokasi Kawasan Koservasi Pulau Pombo dan (b) lokasi Pengambilan Sampel (responden) di
Dusun Wainuru dan Batudua (Pantai Timur Pulau Ambon) di Sebelah Barat Pulau Pombo.
3.3. Identifikasi Alat Penangkapan Ikan digunakan masyarakat ditemukan 8 jenis alat
Setiap jenis alat penangkapan ikan umumnya tangkap (Tabel 1). Tabel 1. memperlihatkan alat
mempunyai spesifikasi dan ciri khas tersendiri, tangkap yang digunakan nelayan umumnya
hal ini menunjukan bahwa satu alat tangkap masih tergolong sederhana, ini menunjukkan
tertentu ditujukan untuk menangkap spesies lambatnya proses perkembangan teknologi
tertentu pula, dan disesuaikan dengan desain penangkapan yang dialami mereka. Selain itu
ukuran alat tangkap yang akan digunakan ditemukan armada penangkapan yang di
(Dirjen Perikanan Tangkap, 2005). Berdasarkan operasikan nelayan relatif sederhana, seperti
hasil survey identifikasi alat tangkap yang perahu tanpa mesin dan perahu
bermesin (katinting). Sehingga daya jangkau
25
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 2 (Oktober 2010)
tidak jauh dari garis pantai dan terkonsentrasi (hanya memuat 2-4 orang) dan digerakan oleh
pada perairan pulau Pombo, akibatnya semakin tenaga manusia yaitu dayung, dengan dilengkapi
tinggi intensitas penangkapan di kawasan ini. dengan alat tangkap berupa pancing, jala lempar,
Kenyataan ini membuktikan bahwa nelayan di dan jaring gill net, serta sero dengan jangkauan
kedua dusun ini tergolong nelayan tradisonal, penangkapan tidak lebih dari kedalaman 100 m,
sebagaimana menurut Indrawasih (1993), bahwa dan cara penangkapannya dilakukan secara
nelayan tradisional adalah mereka yang sendiri-sendiri atau berkelompok yang terdiri dari
menggunkan alat bantu (perahu) berukuran kecil ayah dan anak.
Tabel 1 . Identifikasi Alat Tangkap dan Hasil Tangkapan di Perairan Pulau Pombo.
Jenis Ikan Hasil Tangkapan
No Jenis Alat Tangkap
Nama Lokal Nama Ilmiah
1. Pancing ulur (Hand Line) Bobara Caranax sp
Salmaneti Upeneus sp
Garopa Epinephalus spp
Momar Decapterus macrosoma
Komu Auxis tazard
Kawalinya Rastraliger kanagurta
2. Jaring Insang Permukaan Julung Hemiramphus sp
(Surface gill net) Saku Tylosurus sp
3. Jaring Insang Dasar Kawalinya Rastraliger kanagurta
(Bottom gill net) Lalosi Caesio sp
4 Jala Lompa Thrisina baelama
Make Sardinella sp
Puri Stoephorus sp
5 Bubu (Trap) Garopa Epinephalus spp
Bobara Caranaxsp
Salmaneti Upeneus sp
Samandar Siganus sp
6. Bameti Kerang-kerangan -
7. Potas (potacium cyanida) Ikan-ikan karang hias Ornamental fishes
8. Bom Molotov (Blast fishing) Ikan-ikan bergerombol -
Sumber : Data Primer (2007) dan Manurung (1996)
3.4. Kriteria Alat Tangkap Ikan Ramah Perikanan Tangkap (2005) yang digolongkan
Lingkungan menjadi 4 kriteria, yaitu: Sangat Ramah
Pengembangan teknologi penangkapan lingkungan (Memenuhi 8 indikator), ramah
ikan dimasa mendatang menurut Wiyono (2005), lingkungan (memenuhi 6-7 indikator), Merusak
lebih ditekankan pada teknologi penangkapan (memenuhi 4-5 indikator), Sangat merusak
yang ramah lingkungan untuk dapat (memenuhi 0-3 indikator). Seperti yang terlihat
memanfaatkan sumberdaya perikanan secara pada Gambar 2.
berkelanjutan, karena teknologi ini tidak
memberikan dampak negatif terhadap 3.5. Deskripsi 8 Jenis Alat Tangkap Ikan
lingkungan, seperti merusak dasar perairan, Berikut ini di deskripsikan sembilan jenis
dampak terhadap bio-diversity dan target alat penangkapan ikan yang dioperasikan oleh
komposisi hasil tangkapan, dan ikan tangkapan masyarakat (responden) pada keduan dusun di
non target yang kurang termanfaatkan, mengingat kawasan perairan laut pulau Pombo.
hilangnya biota laut dalam struktur ekosistem 3.5.1. Pancing Ulur (Hand lines)
akan mempengaruhi secara keseluruhan Pancing ulur (Hand line) merupakan alat
ekosistem yang ada. Selain itu penangkapan ikan penangkapan ikan yang mempunyai prinsip
ramah lingkungan dalam penerapannya pada penangkapan dengan memancing ikan target
dasarnya bersifat produktif dan hasil tangkapan sehingga terkait dengan mata pancing yang
mempunyai nilai ekonomis tinggi, serta dirangkai dengan tali menggunakan atau tanpa
pengoperasiannya tidak merusak lingkungan dan umpan. Pancing ulur terdiri dari tali pancing,
kelestarian sumberdaya perikanan yang ada. pancing, umpan dan pemberat dan ukuran mata
Hasil identifikasi alat tangkap ikan ramah pancing dan diameter tali yang digunakan
lingkungan berdasarkan petunjuk teknis Dirjen
26
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 2 (Oktober 2010)
disesuiakan dengan jenis ikan yang menjadi nelayan di jedua dusun pada perairan pulau
target penangkapan. Pombo, karena berdasarkan tauran merupakan
Berdasarkan rekapitulasi (Gambar 2), pancing satu-satunya alat tangkap yang diizinkan oleh
tergolong alat tangkap yang sangat ramah pihak pengelola kawasan konservasi pulau
lingkungan dengan memenuhi 8 indikator ramah Pombo untuk beroperasi di kawasan tersebut.
lingkungan dan cukup dominan digunakan oleh
Ket: 1= Pancing ulur , 2 = jaring insang permukaan, 3 = jaring insang dasar. 4 = Jala,, 5 = Bubu
6= Bameti, 7 = obat bius, 8 = bom
3.5.2. Jaring Insang Permukaan (Surface merusak karang secara meluas. Dikategorikan
Gill Net) merusak karena pada bagian bawah kedua ujung
Disebut jaring insang karena ikan yang jaring ditancapkan jangkar, sementara bagian
tertangkap oleh alat ini umumnya tersangkut di tengahnya diberikan pemberat sehingga
bagian insang. Pengoperasiannya menggunakan pengoperasiannya bisa merusak karang, sehingga
pemberat pada bagian bawah jaring dan bagian cukup rentan terhadap kerusakan karang di
atasnya diberikan pelampung, sehingga tubuh perairan pulau Pombo.
jaring secara keseluruhan berdiri tegak di dalam 3.5.4. Jala Tebar (Casting net)
perairan untuk bisa menghadang gerombolan Jala tebar termasuk alat tangkap yang
ikan. Berdasarkan rekapitulasi (Gambar 2), Jaring cukup sederhana karena tidak membutuhkan
Insang Permukaan tegolong ramah lingkungan biaya yang besar dalam pembuatannya.
dengan memenuhi 7 dari 8 indikator ramah Bahannya terbuat dari nilon multi filamen dan
lingkungan, yaitu tidak diizinkan menangkap di bisa juga dari mono filament, dengan diameter
kawasan konservasi. Menurut Sudirman dan sekitar 3-5 meter. Pada bagian kaki jaring
Mallawa (2004), jenis ikan yang menjadi tujuan diberikan pemberat yang terbuat dari timah. Alat
penangkapan adalah; ikan horisontal dan vertical tangkap ini biasanya diopersikan di perairan
migration yang tidak seberapa aktif, dan terbatas pantai dengan kedalam sekitar 0,5 – 10 m
pada kedalaman tertentu. (Sudirman dan Mallawa, 2004).
3.5.3. Jaring Insang Dasar (Bottom Gill Net) Berdasarkan rekapitulasi pada Gambar 2,
Berdasarkan rekapitulasi (Gambar 2), Jala relatif tergolong alat tangkap yang merusak
Jaring Insang Dasar tergolong alat tangkap yang dengan hanya memenuhi 5 dari 8 indikator alat
ramah lingkungan dengan memenuhi 6 dari 8 tangkap ramah lingkungan. Meskipun alat
indikator alat tangkap ramah lingkungan, dimana tangkap ini memiliki hasil tangkapan sampingan
tidak menangkap ikan berkualitas tinggi karena rendah karena ukuran mata jaring yang
ikan yang terjerat jika dibiarkan lama akan mati digunakan disesuaikan dengan ikan target
sehingga menurunkan kesegaran ikan. Kelebihan penangkapan, namun alat tangkap ini akan
alat tangkap ini adalah bersifat menetap, sehingga bisanya menangkap biota laut langka yang di
jika ditinjau dari aspek ramah lingkungan tidak lindungi seperti penyu dan dugong yang tanpa
27
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 2 (Oktober 2010)
sengaja terjerat jaring sehingga dinilai tidak pengawasan menyebabkan aktivitas bameti
memiliki selektif tinggi. secara bebas dengan membongkar karang untuk
3.5.5. Bubu (Trap) mengambil biota yang menempel dan
Bubu yang teridentifikasi di lokasi bersembunyi di balik karang.
penelitian terbuat dari anyaman bambu dan Berdasarkan rekapitulasi (Gambar 2),
berbentuk empat persegi panjang dan memiliki bameti tergolong alat tangkap yang sangat
satu pintu. Menurut Ardidja (2007), bubu merusak dengan hanya memenuhi 2 dari 8
konvensional memiliki bentuk beragam, indikator alat tangkap ramah lingkungan yaitu
umumnya memiliki satu pintu atau lebih yang tidak membahayakan nelayan dan hasil
dilengkapi dengan alat jebakan yang tidak tangkapan sampingan rendah, namun sangat
memungkinkan ikan keluar. Peletakan bubu di merusak karena biasanya mencungkil dan
perairan menurut Sudirman dan Mallawa (2004) merusak karang untuk mendapatkan biota yang
dilakukan berdasarkan perkiraan tempat yang menempel atau bersembunyi di balik karang.
terdapatnya ikan demersal, ditandai banyaknya 3.5.7. Potas/Obat bius (Potasium cyanide)
terumbu karang atau berdasarkan pengalaman Potas (potasium cyanide) didapatkan
nelayan. nelayan setempat dari para pengusaha atau
Berdasarkan rekapitulasi (Gambar 2), pedagang pengumpul ikan karang hias. Sehingga
Bubu di perairan pulau Pombo termasuk alat posisi nelayan hanyalah sebagai pekerja lapangan
tangkap ramah lingkungan dengan memenuhi 6 yang diberikan upah sesuai jumlah hasil
dari 8 indikator ramah lingkungan. Alat tangkap tangkapan. Berdasarkan rekapitulasi (Gambar 2),
ini bersifat menetap sehingga tidak merusak nelayan yang menggunakan potas sebenarnya
karang secara meluas, namun akan berbahaya sudah mengetahui pelarangan penggunaannya,
jika dioperasikan dalam jumlah yang banyak, namun merke tetap menggunakannya secara
karena menurut Ikawati dkk (2001), bubu sembunyi-sembunyi.
biasanya menggunakan pemberat berupa karang Penggunaan potas untuk mendapatkan ikan
mati atau karang hidup yang diambil dari karang hidup dan tanpa cacat. Dengan cara
perairan sekitar, sehingga merusak komunitas menyemprotkan potas ke arah terumbu karang
karang yang ada. Hal ini terbukti dengan yang menjadi tempat bersembunyinya ikan,
ditemukannya bunga karang jenis acropora yang sehingga ikan mengalami pusing dan
sengaja disimpan bersamaan dengan alat tangkap penangkapannya lebih mudah. Namun cara ini
bubu di kawasan pulau Pombo oleh nelayan saat menurut Ikawati dkk (2001), sangat merusak
tidak dioperasikan. terumbu karang karena penyemprotan potassium
3.5.6. Bameti (alat pengumpul) cyanida menyebabkan hewan karang mengalami
Bameti merupakan istilah masyarakat stress dan mati. Bahkan ikan hasil tangkapan
pesisir di Maluku terkait dengan aktivitas menggunakan potasium cyanida akan
mengumpulkan biota laut berupa mega bentos mempengaruhi kesehatan manusia jika dibeli
pada saat surut. Dalam dunia perikanan peralatan dalam keadaan mati, karena ikan yang mati
yang digunakan saat Bameti dikategorikan menyimpan bahan kimia beracun dalam tubuhnya
sebagai alat pengumpul moluska yang biasanya yang tidak sempat dikeluarkan melalui proses
berupa parang dan linggis atau benda keras metabolisme.
lainnnya untuk mencungkil moluska yang Potas tergolong alat tangkap yang sangat
menempel. merusak dengan hanya memenuhi 2 dari 8
Aktivitas bameti di perairan pulau Pombo indikator alat tangkap ramah lingkungan, yaitu
sangat dominan saat air laut surut dan tidak tidak menangkap spesies yang dilindungi dan
tergantung musim, dan aktivitas ini akan tidak mengancam keselamatan nelayan, namun
meningkat pada musim barat, dan puncaknya saat sangat merusak karang (bleaching) dan ikan
kawasan pulau Pombo mengalami surut terendah, target maupun non target secara fisiologis akibat
dimana sebagian besar rataan terumbu karang di keracunan.
kawasan ini tidak tergenang air, sehingga 3.5.8. Bom molotov/bahan peledak (Blast
masyarakat dalam jumlah besar melakukan fishing)
aktivitas ’bameti’ selama 1-2 minggu. Pihak Informasi yang didapatkan dari responden
pengelola kawasan konservasi pulau pombo tidak ternyata mereka telah mengenal bom sebagai alat
melarang penggunaan alat tangkap bameti oleh bantu penangkapan ikan sudah secara turun
masyarakat dengan syarat selama tidak merusak temurun. Berdasarkan rekapitulasi (Gambar 2),
terumbu karang, namun karena kurangnya bom tergolong alat tangkap yang sangat merusak
28
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 2 (Oktober 2010)
dengan tidak memenuhi 8 indikator alat tangkap karang batu (Planula), sehingga proses
ramah lingkungan, sehingga sangat mengancam rekolonisasi karang menjadi terhambat.
terumbu karang di perairan pulau Pombo.
Menurut Monk dkk (2000), penggunaan bom IV. PENUTUP
sebagai alat penangkapan ikan di pulau Ambon 4.1. Kesimpulan
dan sekitarnya sudah sejak pendudukan Jepang Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat
(tahun 1942). Awalnya bahan dasar pembuatan disimpulkan sebagai berikut :
Bom terbuat dari bubuk mesiu bekas 1. Ditemukan 8 jenis alat tangkap, termasuk
peninggalam perang dunia II yang tidak meledak, dalam 4 kategori, yaitu; (1) Sangat Ramah
dan berkembang dengan menggunakan bom botol Lingkungan (pancing), (2) ramah lingkungan
(bom molotov) yang dibuat dengan (bubu, jaring insang permukaan), (3) merusak
mencampurkan bahan kimia. (Jala, jaring insang dasar), (4) sangat merusak
Penggunaan bom oleh masyarakat nelayan (bom, bius dan bameti). Dengan demikian
setempat secara sembunyi-sembunyi karena aktivitas penangkapan masyarakat lebih
mereka mengetahui bahwa penggunaan bom didominasi oleh alat tangkap merusak dan
sangat dilarang oleh pihak pengelola kawasan, tidak ramah lingkungan
namun mereka tetap nenggunakannya dengan 2. Alat tangkap dan armada penangkapan yang
alasan sudah terbiasa dan efisien dalam hal waktu digunakan nelayan masih sederhana,dan lebih
meskipun bagi mereka sangat beresiko karena terkonsentrasi pada kawasan konservasi pulau
tidak sedikit yang memakan korban di kalangan Pombo, sehingga mereka dapat digolongkan
mereka pasa saat dioperasikan. sebagai nelayan tradisonal.
Penggunaan Bom menurut Ikawati dkk 4.2. Rekomendasi
(2001) memberikan dampak negatif, karena Berdasarkan permasalah yang ditemukan
penggunaan bahan peledak seberat 0,5 kg saat penelitian, maka direkomendasikan sebagai
menyebabkan karang pada radius 3 meter hancur nerikut :
total. Sekitar 20 % ikan terbuang sia-sia karena 1. Melarang pengoperasian alat tangkap yang
mengalami kehancuran akibat berada dekat merusak dan tidak ramah lingkungan serta
dengan titik ledakan, sekitar 40 % ikan motorisasi perikanan untuk menghindari
mengapung dan 40 % sisanya tenggelam, dan ketergantungan nelayan terhadap potensi
larva ikan akan ikut hancur. Selain itu rusaknya perikanan di perairan pulau Pombo.
terumbu karang akibat pengeboman 2. Mengintensifkan pengawasan, penyuluhan,
menyebabkan perubahan habitat sehingga pemberian sanksi tegas bagi yang melanggar
sebagian besar ikan dan invertebrata akan aturan, dan penciptaan mata pencaharian
menghilang dan digantikan oleh komunitas yang alternatif bagi masyarakat di sekitar kawasan
didominasi karang (Fungia), bulu babi konservasi.
(Diadema), dan dalam hal tertentu pecahan 3. Penentuan zonasi yang jelas pada kawasan
karang akibat pengeboman ditumbuhi oleh larva konservasi pulau Pombo, untuk menghindari
tumpang tindih pemanfaatan.
DAFTAR PUSATAKA
Ardidja, S. 2007. Alat Penangkap Ikan. Jurusan Teknologi Penangkapan Ikan. Sekolah Tinggi
Perikanan Jakarta.
BKSDA VIII Malirja, 1995. Pengembangan dan Pengelolaan Cagar Alam-Taman Laut Pulau Pombo.
Departemen Kehutanan, Propinsi Maluku.
Dirjen Perikanan Tangkap. 2005. Petunjuk Teknis Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan.
Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Ikawati, Y., P.S.Hanggarwati., H.Parlan., H. Handini dan B.Siswodihardjo. 2001. Terumbu Karang di
Indonesia. MAPIPTEK. Jakarta.
Indrawasih, R. 1993. Peranan Ekonomi Wanita Nelayan di Maluku” dalam Masyarakat Indonesia.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Jakarta.
Manurung, R.1996. Pulau Pombo;Antara Pemanfaatan dan Pelestarian.Marinyo No.5/Thn III.
Ambon.
29
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 2 (Oktober 2010)
Monk,A.K., Y.Defretes dan J.Tirtosudarmo. 1998. Ekologi Nusa Tenggara dan Maluku. Prenhalindo.
Jakarta.
Sahertian, I. 1995. Tinjauan Beberapa Aspek yang Berkaitan Dengan Rencana Pengelolaan Pulau
Pombo. PUSDI-PSL Universitas Pattimura. Ambon.
Singarimbun, M. dan S, Efendi. 1989. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta.
Sudirman dan A.Mallawa.2004.Teknik Penangkapan Ikan. Rineka Cipta. Jakarta.
Sumadiharga, O.K. 1977. A Preliminary Study on the Ecology of the Coral Reef of Pombo Island.
Marine Research In Indonesia, No. 17. P3O-LIPI, Ambon.
Wiyono, E.S. 2005. Pengembangan Teknologi Penangkapan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Ikan,
(Online), (www.berita iptek.com, diakses 26 Agustus 2007.
30