Anda di halaman 1dari 12

Kapata Arkeologi, 12(1), 91-102

ISSN (cetak): 1858-4101


ISSN (elektronik): 2503-0876
http://kapata-arkeologi.kemdikbud.go.id

KARAKTERISTIK DAN HABITASI MOLUSKA DI SITUS


HATUSUA SERAM BAGIAN BARAT MALUKU INDONESIA
Characteristic and Habitation of Mollusk in the Hatusua West Seram
Maluku Indonesia

Karyamantha Surbakti,1 Marlon NR Ririmasse2


Balai Arkeologi Maluku - Indonesia
Jl. Namalatu-Latuhalat Ambon 97118
1
manthatorong@gmail.com

Naskah diterima: 16/09/2016; direvisi: 18/11 - 06/12/2016; disetujui: 06/12/2016


Publikasi ejurnal: 30/12/2016

Abstract
Hatusua is a late prehistoric site in the southern coast of west Seram. Chronologically
dated until 1,100 BP, Hatusua is a site with rich molusc findings. The aim of this research
is to identify the profile of molusc in Hatusua site and its habitation characteristic in the
regional context. Collecting data with surface survey, excavation and bibliographical
study have been adopted as the approach in this research. The results show that The
Hatusua Site is Site Complex with the history of geological genesis was a part of wallacea
with the biotic marine faunal profile related to Sahul.

Keywords: Mollusk, Habitation, Ekskavation

Abstrak
Situs Hatusua adalah situs berkarakter masa prasejarah akhir di wilayah pesisir selatan seram
bagian barat. Situs yang memiliki penanggalan hingga 1,100 tahun silam, ini merupakan
salah satu situs yang banyak diidentifikasi temuan moluska. Penelitian ini bertujuan untuk
mengenali profil temuan moluska yang ada di Situs Hatusua dan karakteristik habitasinya
dalam konteks kawasan. Pengumpulan data dilakukan melalui survei permukaan, ekskavasi
dan telaah pustaka. Hasil penelitian ini menemukan bahwa Situs Hatusua yang berada di
Seram Bagian Barat merupakan kawasan situs yang memiliki histori pembentukan
geologisnya termasuk dalam zona transisi Asia-Australia (Wallasea) dengan kecenderungan
fauna biotis lautnya termasuk dalam kategori Zona Kawasan Sahul.

Kata kunci: Moluska, Habitasi, Ekskavasi

PENDAHULUAN lingkungan teresterial yang berciri pedalaman,


memiliki potensi yang cenderung kontras
Strategi habitasi merupakan salah satu dengan lingkungan berkarakter air asin. Di
elemen dasar dalam proses adaptasi manusia pedalaman yang cenderung tertutup, profil fauna
masa lalu. Akses menuju sumber daya terkait konsumsi tentu berbeda dengan lingkungan
penghidupan menjadi pertimbangan utama pesisir yang terbuka. Di pedalaman, fauna
dalam pemilihan lokus habitasi. Ketersediaan konsumsi didominasi oleh mamalia berukuran
sumber air menjadi faktor pertama dalam sedang hingga besar. Sementara di pesisir,
pemilihan tempat tinggal. Faktor pertimbangan sumber daya air laut menjadi pilihan utama.
berikutnya adalah akses pada sumber-sumber Mulai dari ikan hingga kerang.
bahan makanan. Tak heran di situs-situs arkeologi
Karakteristik lingkungan habitasi tentu berkarakter pesisir umum ditemui himpunan
akan mempengaruhi cara hidup komunitas temuan sampah konsumsi berupa tulang ikan
penghuni. Lingkungan teresterial akan berbeda dan moluska. Salah satu situs terkenal di
dengan lingkungan pesisir. Karakteristik Indonesia dengan ciri sampah dapur sumberdaya

91
© Kapata Arkeologi – Balai Arkeologi Maluku. Bebas akses di bawah lisensi CC BY-NC-SA.
Nomor Akreditasi: (LIPI) 678/Akred/P2MI-LIPI/07/2015.
karakter laut/air asin adalah bukit kerang di 1. Mengenali profil moluska yang ada di Situs
Aceh. Sementara di Kepulauan Maluku, situs Hatusua
Neolitik di Uattamdi, Pulau Kayoa adalah salah 2. Menemukan gambaran terkait korelasi
satu lokus dengan karakter temuan sampah moluska di situs Hatusua dalam kaitan
sumber daya laut/ air asin yang kaya. Selain dengan habitasi moluska dalam kawasan di
kerang, banyak teridentifikasi tulang-tulang ikan Pulau Seram
sisa konsumsi.
Menarik bahwa meski kaya dengan situs- METODE
situs arkeologi berciri pesisir, studi untuk Penelitian ini menggunakan tiga cara
meninjau konsumsi sumberdaya marine di pengumpulan data yang berkaitan dengan
Maluku masih terbilang minim. Bahkan untuk kerang/moluska. Pertama menggunakan survei
kajian yang berfokus pada temuan moluska di lapangan yang dilakukan sekitar permukaan gua
situs-situs arkeologi di Maluku jauh lebih ataupun ceruk peneduh di kompleks Situs
terbatas. Padahal ditinjau dari segi potensi, ruang Hatusua. Kedua, melakukan ekskavasi/
yang tersedia masih sangat luas. penggalian yang sistematis di Situs Hatusua itu
Salah satu kawasan situs berciri pesisir sendiri untuk melihat apakah ada tanda-tanda
yang kaya dengan temuan sampah sumberdaya okupasi/penghunian manusia yang
air laut/marine adalah Situs Hatusua di Pesisir kemungkinan menggunakan kerang/moluska
Selatan Seram Bagian Barat. Situs ini adalah sebagai bahan makanan ataupun bahan dasar
situs berciri kawasan karst di pesisir dengan pembuatan alat. Ketiga adalah dengan telaah
sebaran luas situs gua yang beberapa diantaranya refrensi, atau pencarian pustaka yang cukup
menunjukan indikasi sebagai hunian. representatif dalam menjelaskan dan
Dalam lingkup kawasan situs ini, sebaran memberikan pemahaman tentang dunia kerang
temuan moluska ditemukan secara luas. Baik di (conchology).
situs gua maupun situs terbuka. Salah satu titik Perolehan data dari lapangan kemudian
pengamatan yang kaya dengan himpunan diolah/dianalisis dengan patokan klasifikasi
sampah moluska adalah situs HTS-18 yang biologi umum dan sesuai jenis Class dan Genus
diekskavasi pada tahun 2014. Sebagaimana Moluska. Tindakan selanjutnya ialah dengan
temuan permukaan, hasil ekskavasi juga mentabulasi temuan kerang/moluska dari sektor
menemukan himpunan temuan sampah kerang keletakan, jenis perolehan baik survei maupun
konsumsi pendukung budaya situs ini. Tulisan ekskavasi, jumlah dan kode habitasi untuk dapat
ini merupakan sebuah upaya untuk memperoleh diinterpretasi secara kualitatif.
data awal dalam melihat karakteristik tinggalan
moluska di situs Hatusua. Kerangka Konseptual: Moluska di Indonesia
dan Maluku
Rumusan Masalah Sebagai kawasan bahari dengan ciri
Mengacu pada latar belakang di atas, pulau-pulau kecil dan pesisir, Kepulauan
maka permasalahan yang diajukan dalam Nusantara kaya dengan sumberdaya laut/air asin
penelitian ini adalah sebagai berikut; di Kepulauan Asia Tenggara. Baik ikan maupun
1. Bagaimana ragam temuan kerang/ moluska di aneka hewan laut konsumsi lainnya. Siput dan
situs Hatusua? kerang adalah kategori fauna marine yang lekat
2. Bagaimanakah gambaran habitasi temuan dengan keseharian masyarakat Nusantara.
moluska pada Situs Hatusua? Termasuk di Bagian Timur Nusantara.
Sebagai kajian untuk menemukan Bia adalah sebutan setempat untuk siput
karakteristik moluska dalam lingkungan situs, laut yang dikonsumsi di daerah Maluku dan
maka perhatian studi akan diarahkan pada proses Papua. Dahulu penduduk pedalaman Papua yang
identifikasi moluska untuk melakukan tinggal di daerah pegunungan, menggunakan
kategorisasi. Hasil klasifikasi ini akan ditinjau siput sebagai mata uang. Jenis siput yang dipakai
dalam hubungan habitasi moluska secara adalah Cypraea annulus dan yang berukuran
kawasan. Untuk itu dalam kaitan dengan besar, mereka menamakannya mere (baca:
rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian mege).
ini adalah: Siput-siput ini sudah sejak lama
dipergunakan sebagai alat tukar dan alat

92
Kapata Arkeologi Volume 12 Nomor 1, Juli 2016: 91-102
pembayaran sehingga permukaannya terkelupas upacara-upacara tertentu. Masih banyak lagi
dan jelas perbedaannya dengan yang baru. perhiasan dari berbagai macam siput/kerang
Nilainya cukup tinggi, 15 mere dapat ditukarkan yang dipakai sebagai perhiasan badan, terutama
dengan seekor babi. Konon kabarnya masih dipakai oleh penduduk Indonesia bagian Timur.
dipakai sampai sekarang disamping uang rupiah. Pada tahun 1925 dan 1926 van Stein
Kerang jenis Cypraea moneta berperan Callenfels melakukan ekskavasi di sebuah bukit
sebagai alat tukar dalam perdagangan bagi kerang di dekat Medan, dan menghasilkan
masyarakat pegunungan tinggi Papua. Nilai temuan kerang, beberapa buah kapak genggam
tukar ”rumah kerang” ini bervariasi tergantung Sumatera berbentuk lonjong yang dikerjakan
ukuran dan warna. Selain digunakan sebagai alat hanya pada satu sisinya beserta kapak pendek.
transaksi perdagangan dalam suku dan Ditemukan juga alu dan lesung batu, agak kasar
wilayahnya sendiri, kerang juga dipergunakan dan sejumlah besar hematit. Kerang/moluska
sebagai alat tukar dalam perdagangan dengan yang berasal dari ”bukit kerang” ini kemudian
suku lain, seperti Orang Ngalum yang mendiami diselidiki oleh van der Meer Mohr. Sebagian
lembah di bagian selatan deretan pegunungan besar kerang terdiri dari jenis Meretrix meretrix,
Jayawijaya tepatnya di daerah Pegunungan dan sebagian kecil lainnya dari Ostrea. Di antara
Bintang. Satuan nilai untuk dapat dipertukarkan, kerang itu, mungkin ada yang dipergunakan
mereka kenal dengan sebutan siwol (Suroto, sebagai alat tiup, tempat minum dan sebagai
2009: 98). gayung air. Adapula yang dipakai sebagai
Kerang yang berukuran kecil-kecil setelah perhiasan dengan jalan melubangi kerang itu dan
dianyam dengan kulit kayu dapat dibuat baju, sebagian lagi dijadikan alat-alat penggaruk
dompet, ikat pinggang, ikat kepala, gelang (serut). Terdapat pula jenis-jenis kerang yang
tangan, selendang dan sebagainya. Dahulu baju dijadikan makanan dengan cara dipanaskan
anyaman siput dipakai dalam peperangan, terlebih dahulu, kemudian diambil isinya untuk
sebagai pelindung terhadap senjata lawannya. dikonsumsi (Meretrix), dan ada pula yang harus
Siput terompet, Charonia tritonis digunakan dipecah terlebih dahulu, barulah dikeluarkan
dengan cara meniupnya sebagai tanda bahaya isinya (Melongena pugilira, Ellobium auris,
peperangan atau panggilan untuk berkumpul. Potamides telescopium) (Soejono, 1996: 153).
Kerang-kerang ini dilubangi pada bagian bawah Informasi dari buku Sejarah Nasional
sebelah belakangnya dan bila ditiup akan Indonesia 1, menyebutkan bahwa bukit kerang
menghasilkan bunyi mendengung yang khas. terjadi di laut yang dangkal, lapisan bawahnya
Para nelayan di Maluku mempunyai adalah endapan di bawah permukaan laut yang
kepercayaan, bahwa dengan meniup siput lama. Lumut dan kulit-kulit kerang melekat pada
terompet, mereka dapat memanggil angin yang permukaan beberapa alat batu adalah bukti
diperlukan untuk berlayar. Hingga dewasa ini bahwa di situ telah terjadi peristiwa penurunan
kerang Charonia tritonis tetap dipergunakan permukaan air laut (interglasial).
dalam upacara tari-tarian dan nyanyi-nyanyian. Gambaran di atas merupakan cuplikan
Pada zaman dahulu sebelum dikenal data artefaktual maupun data etnografis tentang
logam, kerang-kerang yang runcing, Terebria berbagai varian moluska/kerang yang
sp. dipergunakan sebagai mata bor. Siput Melo bersinggungan dengan manusia dan lingkungan.
sp. Digunakan sebagai gayung atau alat Genus ataupun marga dari kerang/moluska
penyiduk air dan masih sering dipakai sebelum tersebut sangat beragam dan bervariasi sehingga
dikenal barang-barang dari plastik dan bahkan kita mengetahui bahwa hewan bercangkang ini
siput Melo ini yang berukuran kecil digunakan memiliki nilai dan kegunaan tertentu, baik itu
sebagai koteka di Papua. untuk makanan, sebagai alat tukar, alat
Kepingan kerang mutiara yang berukuran pembayaran, perkakas, perhiasan dan bahkan
besar 20-25 cm, digantungkan di dada prajurit sebagai penguat asumsi dalam menggambarkan
suku Dayak di Kalimantan. Kilauan peraknya suatu kondisi lingkungan purba tertentu.
dapat menyilaukan penglihatan lawannya
sewaktu berduel. HASIL DAN PEMBAHASAN
Daerah Sumba mengenal bermacam- Kajian ini merupakan bagian dari olah
macam siput kecil diuntai menjadi baju yang hasil penelitian lapangan di Situs Hatusua, Desa
hanya dipakai oleh raja-raja dan pembesar dalam Hatuhuran, Kecamatan Kairatu, Kabupaten

93
Karakteristik dan Habitasi Moluska di Situs Hatusua Seram Bagian Barat
Maluku Indonesia, Karyamantha Surbakti, Marlon NR Ririmasse
Seram Bagian Barat. Penelitian dilakukan berkembang dengan cepat. Hal tersebut turut
dengan melakukan survei dan ekskavasi yang mempengaruhi jaringan sungai ke laut sehingga
berlangsung sekitar pertengahan bulan Mei menyebabkan pemisahan flora dan fauna baik
2014. diatas daratan maupun di bawah lautan. Kondisi
Temuan kerang/ moluska yang diperoleh ini pula yang memiliki andil sehingga
dari survei dan ekskavasi di situs ini menyebabkan tahap-tahap kontinental (glasial)
menunjukkan jumlah yang cukup banyak selain dan pulau (interglasial) berbanding lurus dengan
temuan pecahan tembikar, tulang hewan dan habitat biotik yang terkandung di dalamnya
beberapa keramik asing. Fragmen termasuk kuantitas air tawar dari sungai-sungai
kerang/moluska yang ditemukan tersebut yang memasuki lautan. Pada kala Pleistosen,
terdeposit di dalam gua yang memiliki karakter baik Daratan Sunda maupun Daratan Sahul
mulut gua yang lebar dan langit-langit tinggi berada di atas permukaan laut sebagai kawasan
serta intensitas cahaya masuk ke dalam yang kontinental yang luas (Bellwood, 1997: 47).
cukup baik, sehingga ada kemungkinan gua
tersebut termasuk dalam kategori gua yang
cocok untuk ditinggali. Penelitian ini adalah
sebuah upaya untuk melihat adanya
kemungkinan okupasi manusia zaman dahulu di
Hatusua.
Situs HTS-18 adalah salah satu dari 22
titik pengamatan di kawasan situs Hatusua. Di
situs ini melalui survei permukaan telah
diidentifikasi temuan berupa fragmen alat batu,
fragmen tembikar dan fragmen keramik asing.
Hasil ekskavasi juga menghasilkan data dengan
karakteristik serupa dengan diperkaya aneka
fragmen tulang fauna. Hal mana menjadi
indikasi bahwa HTS-18 adalah situs hunian.
Hasil penanggalan karbon dengan metode AMS
menghasilkan usia peradaban hingga 1,100
tahun yang lalu. Gambar 1. Perekaman data di Gua HTS-18
Selain himpunan data di atas, salah satu (Sumber: Balai Arkeologi Ambon 2014)
penanda indikasi hunian adalah himpunan
temuan kerang/moluska di situs ini. Data biotik Permukiman menetap muncul ketika masa
ini bisa dijadikan pijakan untuk mengamati dan tradisi bercocok tanam berkembang. Masyarakat
memperkirakan kondisi lingkungan masa lalu pada masa itu untuk memenuhi kebutuhannya,
dan konsumsi serta aktifitas pendukung budaya sudah tidak lagi hidup secara mengembara,
situs Hatusua. tetapi bermukim menetap di suatu tempat secara
mengelompok. Mereka memilih lokasi sesuai
Moluska di Situs Hatusua: Hasil Penelitian dengan lingkungan alam yang memenuhi
Ekskavasi di gua Situs Hatusua dilakukan kebutuhannya, misalnya di gua-gua yang dekat
dengan membuka dua kotak yaitu kotak dengan dengan sumber makanan atau tempat-tempat
kode S1B5 dan S3T3 pada sebuah gua yang terbuka di pinggir sungai. Kehidupan manusia
memiliki kode lokalitas HTS-18. Sistem yang tidak terlepas dari lingkungan sekitar. Manusia
digunakan adalah sistem grid yaitu membuka akan berusaha memilih lingkungan yang sesuai
kotak galian 1×1 meter. Pengupasan tanah untuk aktivitasnya dengan memanfaatkan
dilakukan dengan teliti dan setiap temuan dicatat sumber daya alam secara optimal (Herkovits,
x, y, dan z nya untuk memudahkan 1952: 3-8).
penggambaran. Rekam derajat geografisnya Situs Hatusua (Gua HTS-18) memiliki
menggunakan GPS serta rekam piktorialnya derajat geografis 03º 19’ 30.5” LS dan 128º
menggunakan kamera DSLR. 20’160” BT. Ketinggian datar lahan yang tertera
Kondisi lingkungan purba pada masa di GPS menunjukkan angka 43 Meter dpl. Mulut
glasiasi memperlihatkan fluktuasi yang gua/ pintunya menghadap utara dengan dimensi

94
Kapata Arkeologi Volume 12 Nomor 1, Juli 2016: 91-102
Gambar 2. Lokasi Penelitian
(Sumber: Balai Arkeologi Ambon, 2016)
Panjang: 8,5 M, Lebar: 11,3 M, dan Tinggi: 4,2 lintasan yang memisahkan Sumatera dari
M. Tinggi dalam gua berkisar 4,5 M dan Lebar Kalimantan.
dalam gua sekitar 6,7 M.
Untuk memahami karakter fauna 2. Zona Tengah Wallacea
moluska/kerang hasil temuan di Situs Hatusua, erlokasi antara garis Wallacea dan
terlebih dahulu kita melihat tinjauan global Webber-Lydekker. Pulau-pulau yang termasuk
teresterialnya di gugusan Kepulauan Indonesia. ke dalam garis Wallacea adalah pulau-pulau di
Buku Recent and Fossil Indonesian Shells Sulawesi dan Nusa Tenggara. Garis Lydekker
dijadikan acuan pokok karena penulis melihat termasuk di dalamnya pulau-pulau kecil seperti
cukup banyak paparan karakter fauna Buru, Seram, Banda, Kei dan Tanimbar. Lautan
moluskanya. yang ada di area Lydekker ini antara lain; Laut
Berdasarkan atas karakter dari fauna Maluku, Laut Seram, Laut Flores dan Laut
teresterial nya, termasuk moluska-moluska yang Banda.
mendiami pulau-pulau di gugusan Kepulauan
Indonesia dibagi menjadi tiga zona (zona ke 3. Zona Kawanan Sahul
empat yaitu zona Lautan Hindia yang dimana Zona yang lebih ke timur dan
moluska air asin nya berbeda dari moluska yang menyambung hingga ke benua Australia. Pulau
hidup di zona Laut Jawa): utama dari zona ini adalah Papua termasuk
pulau-pulau yang mengitarinya dan Kepulauan
1. Zona Kawanan Sunda Aru. Pulau lainnya yang masuk kedalam Zona
Sebelah barat Indonesia, menyebar Kawanan Sahul ini adalah Halmahera, Ternate,
sampai benua Asia. Sebelah timurnya berbatasan Tidore, dan Moti (pulau ini dicantumkan oleh
dengan garis Wallace. Pulau utamanya termasuk Webber dan berlawanan dengan pandangan
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali. Termasuk Lydekker. Termasuk juga di zona ini Laut
juga dalam zona ini adalah Laut Jawa dan Selat Arafura.
Karimata, di kedalaman 40-50 meter dengan

95
Karakteristik dan Habitasi Moluska di Situs Hatusua Seram Bagian Barat
Maluku Indonesia, Karyamantha Surbakti, Marlon NR Ririmasse
4. Zona Lautan Hindia
Berada di sisi barat Sumatera dan selatan Varian Moluska Zona Wallacea - Webber
Jawa dimana ini adalah perairan dalam yang Lydekker
memiliki parit 7000 meter kedalamannya Merupakan endemik Sulawesi yang
(Dharma, 2005:23). Sebelum kita mengaitkan kebanyakan dari suku Pleuroceridae,
daftar temuan moluska perolehan dari Situs Camaenidae, Ariophantidae. Genus Tricheulota,
Hatusua dengan zona dimaksud, hal berikut yang Obba, Camaena, Planispira, Amphidromus
harus kita kerjakan adalah melihat secara rinci (Syndromus), beberapa genus Xesta. Garis
jenis moluska apa saja yang sering ditemukan Lydekker (meliputi Buru, Seram, Banda, Kei,
dari paparan zona diatas. Tanimbar) yang banyak terdapat genus
Amphidromus (Syndromus) Contrarius. Contoh
5. Varian Moluska Zona Kawanan Sunda spesifik adalah Camaena mamilla-mamilla,
Berada di bagian barat Indonesia, yang Obba papilla-papilla, Tricheulota gloriosa-
panggul timurnya berbatasan dengan “Wallacea gloriosa, Tricheulota bulbulus-bulbulus,
Line”. Pada zona ini banyak ditemukan di pulau Tricheulota zodiacus-zodiacus dan beberapa
Sumatera, Jawa, Nias, Kepulauan Andaman dan gastropoda Miratesta. Cymbiola (Aulica)
Nicobar dari suku Cyclophoridae, genus Chrysostoma (Banggai) Conus (Eugeniconus)
Cylohelix. Cyclophorus (Salpingophorus) nobilis skinneri (Bali) Conus (Eugeniconus)
perdix. Banyak juga ditemukan di zona ini dari nobilis victor, C (Gastridium) wittigi (Flores).
suku Enidae dengan genus Coccoderma, suku
Ariophantidae dengan genus Dyakia dan Varian Moluska Zona Kawanan Sahul
Quantula striata. Spesies endemik yang tidak Kebanyakan dari genus Papuina (sekitar
ada yang berasal dari benua Asia yaitu Exrhysota Australia/ Queensland, pulau Melanesia, Papua
brookei merupakan sebuah jumlah siput darat Nugini). Papuina Lanceolata dapat ditemukan
yang besar yang hanya ditemukan di Kalimantan di Halmahera, Ternate, Tidore, Moti, Papua dan
yang berasal dari suku Camaenidae, dan Papua Nugini, namun genus Papuina tidak
beberapa spesies dari genus Amphidromus, ditemukan di Buru, Seram, Banda, Kei dan
Goniodromus dan Syndromus dan semua spesies Tanimbar. Pada zona ini banyak ditemukan
yang berasal dari genus Pseudopartula. keong darat dari suku Camaenidae dan genus
Contoh spesifik dari keong darat endemik Rhynchotrochus, Megalacron, Canefriula.
yang hidup zona ini antara lain; kelompok Kerang air asin yang banyak ditemukan di Laut
Cyclophorus (Glossostylus) raflesi raflesi, C. Arafura hingga Australia Barat seperti; Syrinx
(Glossostylus) egregious (ditemukan di aruanus, Sagina fusus pricei, Conus
Sumatera), Cyclohelix kibleri (Sumatera, Jawa), (Rhizoconus) trigonus, Conus (Asprella)
Coccoderma glandula glandula (Jawa), lizardensis, C (Phasmoconus) lynceus, Murex
Elaphroconcha bataviana (Sumatera, Jawa, coppingeri, Chicoreus cornucervi, Chicoreus
Pucang, Bawean, Madura), E. javacensis (triplex) cervicornis, Amoria damoni
(Bangka, Karimun Jawa, Kangean), Dyakia ludbrookae, A. Turneri, A. Maculata, Cymbiola
rumphii (Sumatera, Jawa, Madura), (Aulica) flavicans, C (Cymbiola), C. (Aulicina)
Pseudopartula galericulum galericulum Sophia, Volutoconus bednalli, Melo
(Madura, Nusa Kambangan), Amphidromus (melocorona) amphora, M (m) umbilicatus,
palaceus palaceus, A. javanicus, A. (Syndromus) Cypraea (erronea) subviridis dorsalis.
porcelannus (Bangka, Rakata, Sebesi),
Planispira quadrivolvis (Sumatera, Simeulue, Varian Moluska Zona Lautan Hindia
Jawa, Kalimantan) dan Sasakina plesseni (Nusa Zona perairan Lautan Hindia memiliki air
Penida). yang jernih, dalam dan lebih banyak gelombang.
Contoh spesifik moluska air asin yang Contoh spesies yang ditemukan di sini adalah:
hidup di zona Kawanan Sunda (Laut Jawa dan Angaria Javanica, Strombus (Euprotomus)
Selat Karimata) digolongkan berasal dari aurora, Nerita (theliostyla) ocellata,
perairan dangkal dan lapisan berlumpur antara Nodilittorina sundaica, Euthria javanica,
lain; Cryptospira tricincta, C. fischeri, C. traillii, Pyrene decussate, Pyrene fasciata, Anachis
C. dactylus, C. strigata, Pseudoneptunea Terpsichore, Pleuroploca persica, Cymbiola
varicose dan Macron rapulum. (Aulicina) innexa, Cypraea (Erronea)

96
Kapata Arkeologi Volume 12 Nomor 1, Juli 2016: 91-102
vredenburgi dan Phalium fimbria. Tidak banyak Agar mendapatkan sebuah asumsi dasar
ditemukan informasi mengenai spesies ini sebagai pijakan dihubungkan dengan paparan
ditemukan di sebelah utara Jawa (Laut Jawa), teresterial fauna moluska tersebut, maka perlu
tapi beberapa diantaranya hidup di Selat Sunda. disajikan sebuah tabel yang menerangkan
Selat Sunda terbentang diantara Jawa dan temuan moluska hasil survei maupun ekskavasi
Sumatera, adalah sebuah area transisi menarik di Situs Hatusua.
dimana arus yang berasal dari aliran Laut Jawa Berikut ini akan disajikan sebuah tabel
yang dangkal menuju ke Lautan Hindia yang yang menguraikan temuan beberapa varian
dalam. Beberapa spesies dari Lautan Hindia moluska hasil perolehan di lapangan:
yang ditemukan di Selat Sunda adalah: Angaria
Javanica, Nerita (Theliostyla) ocellata,
Nodilittorina sundaica, Cypraea (Erronea)
vredenburgi (Dharma, 2005: 28).

Tabel 1. Variabel Moluska Penelitian Hatusua 2014

No Nama Kelas Nama Genus Lokalitas Keletakan/ Kode Jenis Jumlah


Spit Habitasi Perolehan Temuan

M/FW/T

1 Gastropoda Strombus (euprotomus) aratrum HTS 3 ---------------- M Survey 1


2 Bivalvia Mactra violacea HTS 8 ---------------- M Survey 1
3 Gastropoda Hexaplex chicoreum HTS 18/Kotak S1B5 Permukaan M Ekskavasi 1
Gastropoda Conus nocturnus HTS 18/Kotak S1B5 Permukaan M Ekskavasi 4
Gastropoda Conus Bandanus HTS 18/Kotak S1B5 Permukaan M Ekskavasi 1
Gastropoda Strombus (lentigo) lentiginosus HTS 18/Kotak S1B5 Permukaan M Ekskavasi 1
4 Gastropoda Strombus (lentigo) lentiginosus HTS 18/Kotak S1B5 Spit 2 M Ekskavasi 2
Gastropoda Strombus (dolomena) marginatus HTS 18/Kotak S1B5 Spit 2 M Ekskavasi 2
Bivalvia Hippopus hippopus HTS 18/Kotak S1B5 Spit 2 M Ekskavasi 1
Bivalvia Spondylus lamyi HTS 18/Kotak S1B5 Spit 2 M Ekskavasi 1
Bivalvia Codakia punctate HTS 18/Kotak S1B5 Spit 2 M Ekskavasi 1
Bivalvia Vasticardium flavum HTS 18/Kotak S1B5 Spit 2 M Ekskavasi 4
Bivalvia Asaphis violascens HTS 18/Kotak S1B5 Spit 2 M EKskavasi 6
Gastropoda Conus nocturnus HTS 18/Kotak S1B5 Spit 2 M Ekskavasi 3
Gastropoda Strombus (canarium) labiatus HTS 18/Kotak S1B5 Spit 2 M Ekskavasi 1
Gastropoda Angaria delphinus HTS 18/Kotak S1B5 Spit 2 M Ekskavasi 1
Gastropoda Angaria javanica HTS 18/Kotak S1B5 Spit 2 M Ekskavasi 1
Gastropoda Haliotis dohrniana HTS 18/Kotak S1B5 Spit 2 M Ekskavasi 1
Bivalvia Mactra violacea HTS 18/Kotak S1B5 Spit 2 M Ekskavasi 3
Bivalvia Codakia tigerina HTS 18/Kotak S1B5 Spit 2 M Ekskavasi 1
Bivalvia Tridacna (cometracea) crocea HTS 18/Kotak S1B5 Spit 2 M Ekskavasi 1
Bivalvia Vasticardium subrugosum HTS 18/Kotak S1B5 Spit 2 M Ekskavasi 1
Bivalvia Asaphis deflorata HTS 18/Kotak S1B5 Spit 2 M Ekskavasi 1
Bivalvia Antigona cemnitzi HTS 18/Kotak S1B5 Spit 2 M Ekskavasi 1
Gastropoda Coccoderma glandula glandula HTS 18/Kotak S1B5 Spit 2 T Ekskavasi 1

5 Scaphopoda Dentalium elephantinum HTS 18/Kotak S1B5 Spit 3 M Ekskavasi 1


Gastropoda Strombus (cantrium) urceus urceus HTS 18/Kotak S1B5 Spit 3 M Ekskavasi 1
Bivalvia Mactra violacea HTS 18/Kotak S1B5 Spit 3 M Ekskavasi 2
Gastropoda Strombus (lentigo) pipus HTS 18/Kotak S1B5 Spit 3 M Ekskavasi 1
Bivalvia Hippopus hippopus HTS 18/Kotak S1B5 Spit 3 M Ekskavasi 2
Bivalvia Leporimetis Ephippium HTS 18/Kotak S1B5 Spit 3 M Ekskavasi 1
Bivalvia Tapes sucarius HTS 18/Kotak S1B5 Spit 3 M Ekskavasi 2
Bivalvia Spondylus lamyi HTS 18/Kotak S1B5 Spit 3 M Ekskavasi 1
Bivalvia Mactra violacea HTS 18/Kotak S1B5 Spit 3 M Ekskavasi 2
Gastropoda Conus (phasmaconus) nimbonis HTS 18/Kotak S1B5 Spit 3 M Ekskavasi 1

6 Gastropoda Perotrocus westralis HTS 18/Kotak S3T3 Permukaan M Ekskavasi 1


Bivalvia Mactra violacea HTS 18/Kotak S3T3 Permukaan M Ekskavasi 2
Bivalvia Codakia punctata HTS 18/Kotak S3T3 Permukaan M Ekskavasi 1
Gastropoda Conus (pasmoconus) parius HTS 18/Kotak S3T3 Permukaan M Ekskavasi 2
Bivalvia Mactra violacea HTS 18/Kotak S3T3 Permukaan M Ekskavasi 1
Bivalvia Cucullaya labiate HTS 18/Kotak S3T3 Permukaan M Ekskavasi 1

97
Karakteristik dan Habitasi Moluska di Situs Hatusua Seram Bagian Barat
Maluku Indonesia, Karyamantha Surbakti, Marlon NR Ririmasse
Bivalvia Tridacna (chametracea) crocea HTS 18/Kotak S3T3 Permukaan M Ekskavasi 1
Gastropoda Amphidormus(sindromus)smifrenatus HTS 18/Kotak S3T3 Permukaan T Ekskavasi 1
Gastropoda Cypraea (annepona) mariae HTS 18/Kotak S3T3 Permukaan M Ekskavasi 1

7 Gastropoda Conus bandanus HTS 18/Kotak S3T3 Spit 1 M Ekskavasi 2


Bivalvia Plgiocardium(mauricardium)setosum HTS 18/Kotak S3T3 Spit 1 M Ekskavasi 1
Bivalvia Vepricardium fimbriatum HTS 18/Kotak S3T3 Spit 1 M Ekskavasi 1
Gastropoda Cymbiola cymbiola HTS 18/Kotak S3T3 Spit 1 M Ekskavasi 1
Gastropoda Strombus (canarium) labiatus HTS 18/Kotak S3T3 Spit 1 M Ekskavasi 2
Bivalvia Tridacna (chametracea) squamosa HTS 18/Kotak S3T3 Spit 1 M Ekskavasi 1
Gastropoda Symbiola (aulicia) nobilis nobilis HTS 18/Kotak S3T3 Spit 1 M Ekskavasi 2
Gastropoda Strombus (euprotomus) aurora HTS 18/Kotak S3T3 Spit 1 M Ekskavasi 1
Gastropoda Muricodrupa fenestrata HTS 18/Kotak S3T3 Spit 1 M Ekskavasi 2
Bivalvia Placamen tiara HTS 18/Kotak S3T3 Spit 1 M Ekskavasi 1
Bivalvia Mactra violacea HTS 18/Kotak S3T3 Spit 1 M Ekskavasi 2
Gastropoda Conus (litoconus) uberneus HTS 18/Kotak S3T3 Spit 1 M Ekskavasi 1
Bivalvia Codakia punctata HTS 18/Kotak S3T3 Spit 1 M Ekskavasi 2
Gastropoda Planispira zonaria HTS 18/Kotak S3T3 Spit 1 M Ekskavasi 3
Gastropoda Terebralia sulcata HTS 18/Kotak S3T3 Spit 1 M Ekskavasi 1
Gastropoda Amphidormus(sindromus)filozonatus HTS 18/Kotak S3T3 Spit 1 T Ekskavasi 1
Bivalvia Codakia tiberina HTS 18/Kotak S3T3 Spit 1 M Ekskavasi 1
Gastropoda Symbiola (aulicia) nobilis nobilis HTS 18/Kotak S3T3 Spit 1 M Ekskavasi 1
Gastropoda Terebralia palustris HTS 18/Kotak S3T3 Spit 1 M Ekskavasi 1
Gastropoda Turbo (marmarostoma) tuberkolosus HTS 18/Kotak S3T3 Spit 1 M Ekskavasi 1
Bivalvia Tridacna gigas HTS 18/Kotak S3T3 Spit 1 M Ekskavasi 1
Bivalvia Mytilus pictus HTS 18/Kotak S3T3 Spit 1 M Ekskavasi 1
Gastropoda Chicoreus cornucervi HTS 18/Kotak S3T3 Spit 1 M Ekskavasi 1
Bivalvia Asaphis deflorata HTS 18/Kotak S3T3 Spit 1 M Ekskavasi 1
Gastropoda Cymbiola (aulicia) flavicans HTS 18/Kotak S3T3 Spit 1 M Ekskavasi 1

8 Gastropoda Conus nocturnus HTS 18/Kotak S3T3 Spit 2 M Ekskavasi 3


Bivalvia Tridacna (chametracea) crocea HTS 18/Kotak S3T3 Spit 2 M Ekskavasi 1
Gastropoda Conus (pasmoconus) parius HTS 18/Kotak S3T3 Spit 2 M Ekskavasi 2
Gastropoda Strombus(dolomena)marginatus HTS 18/Kotak S3T3 Spit 2 M Ekskavasi 1
septinus
Gastropoda Strombus(labiostrombus)epidermis HTS 18/Kotak S3T3 Spit 2 M Ekskavasi 1
Bivalvia Tridacna (chametracea) squamosa HTS 18/Kotak S3T3 Spit 2 M Ekskavasi 2
Bivalvia Codakia punctata HTS 18/Kotak S3T3 Spit 2 M Ekskavasi 2
Gastropoda Mitra incompta HTS 18/Kotak S3T3 Spit 2 M Ekskavasi 1
Bivalvia Codakia tigerina HTS 18/Kotak S3T3 Spit 2 M Ekskavasi 1
Bivalvia Plgiocardium(mauricardium)setosum HTS 18/Kotak S3T3 Spit 2 M Ekskavasi 2
Gastropoda Trochus histrio HTS 18/Kotak S3T3 Spit 2 M Ekskavasi 1
Gastropoda Angaria delphinus HTS 18/Kotak S3T3 Spit 2 M Ekskavasi 1
Gastropoda Cymbiola (aulica) nobilisoctogonalis HTS 18/Kotak S3T3 Spit 2 M Ekskavasi 1
Gastropoda Vokes timurex dolichourus HTS 18/Kotak S3T3 Spit 2 M Ekskavasi 1
Gastropoda Strombus (canarium) mutabilis HTS 18/Kotak S3T3 Spit 2 M Ekskavasi 1
Gastropoda Cymbiola caulicina fespervilio HTS 18/Kotak S3T3 Spit 2 M Ekskavasi 1
Gastropoda Haliotis dohrniana HTS 18/Kotak S3T3 Spit 2 M Ekskavasi 1
Gastropoda Caliostoma similarae HTS 18/Kotak S3T3 Spit 2 M Ekskavasi 1
Gastropoda Mactra violacea HTS 18/Kotak S3T3 Spit 2 M Ekskavasi 2
Bivalvia Vepricardium fimbriatum HTS 18/Kotak S3T3 Spit 2 M Ekskavasi 1
Bivalvia Asaphis violascens HTS 18/Kotak S3T3 Spit 2 M Ekskavasi 4
Gastropoda Turbo (marmarostoma) tuberkolosus HTS 18/Kotak S3T3 Spit 2 M Ekskavasi 1
Gastropoda Nerita (amphinerita) polita polita HTS 18/Kotak S3T3 Spit 2 M Ekskavasi 3
Gastropoda Thais gradata HTS 18/Kotak S3T3 Spit 2 M Ekskavasi 1
Gastropoda Terebralia sulcata HTS 18/Kotak S3T3 Spit 2 M Ekskavasi 1
Gastropoda Hebra supspinosa HTS 18/Kotak S3T3 Spit 2 M Ekskavasi 1

9 Bivalvia Tridacna gigas HTS 18/Kotak S3T3 Spit 3 M Ekskavasi 4


Bivalvia Harvella plicataria HTS 18/Kotak S3T3 Spit 3 M Ekskavasi 1
Bivalvia Mytilus pictus HTS 18/Kotak S3T3 Spit 3 M Ekskavasi 2
Bivalvia Plagiocardium maoricardium HTS 18/Kotak S3T3 Spit 3 M Ekskavasi 1
Bivalvia Tellina (squatacopagia) linguafelis HTS 18/Kotak S3T3 Spit 3 M Ekskavasi 1
Gastropoda Cheileaequstris HTS 18/Kotak S3T3 Spit 3 M Ekskavasi 1
Gastropoda Amphitromus (sindromus) annae HTS 18/Kotak S3T3 Spit 3 T Ekskavasi 1
Gastropoda Turbo (marmarostoma) tuberkolosus HTS 18/Kotak S3T3 Spit 3 M Ekskavasi 1
Bivalvia Codakia tigerina HTS 18/Kotak S3T3 Spit 3 M Ekskavasi 1
Bivalvia Mactra violacea HTS 18/Kotak S3T3 Spit 3 M Ekskavasi 1

98
Kapata Arkeologi Volume 12 Nomor 1, Juli 2016: 91-102
Bivalvia Codakia punctata HTS 18/Kotak S3T3 Spit 3 M Ekskavasi 2
Gastropoda Conus nocturnus HTS 18/Kotak S3T3 Spit 3 M Ekskavasi 1
Bivalvia Vasticardium sp. HTS 18/Kotak S3T3 Spit 3 M Ekskavasi 1
Gastropoda Pleuropioca persica HTS 18/Kotak S3T3 Spit 3 M Ekskavasi 1
Bivalvia Placamen tiara HTS 18/Kotak S3T3 Spit 3 M Ekskavasi 1
Gastropoda Hemifusus ternatanus HTS 18/Kotak S3T3 Spit 3 M Ekskavasi 1
Gastropoda Thais aculeata HTS 18/Kotak S3T3 Spit 3 M Ekskavasi 1
Gastropoda Scalptia verreauxii HTS 18/Kotak S3T3 Spit 3 M Ekskavasi 1
Gastropoda Angaria delpinus HTS 18/Kotak S3T3 Spit 3 M Ekskavasi 1

Jumlah 161

Sumber: Hasil Penelitian 2014

ekskavasi yaitu S1B5 dan S3T3 yang tiap


spitnya mengunakan interval kedalaman 10 cm.
Dari 161 keping kerang/moluska tersebut,
kebanyakan berasal dari Kelas Gastropoda dan
Bivalvia yang memiliki kode habitasi laut/air
asin (M/Marine). Gastropoda yang memiliki
kode habitasi darat (T/Terrestrial) didominasi
dari Genus Amphidromus (syndromus) sebanyak
3 keping. Kelas Scaphopoda dengan nama
Genus Dentalium elephantinum yang memiliki
Gambar 3. Tabulasi menurut jenis Class Moluska
kode habitasi (M/Marine) hanya ditemukan satu
(Sumber: Hasil Penelitian)
keping di kotak S1B5 pada kedalaman Spit 3.
Berdasarkan sajian tabel diatas, kita Untuk mempermudah proses pemahaman varian
dapat mengelompokkan jenis data yang temuan kerang/moluska ini, ada baiknya kita
berkenaan dengan varian moluska itu sendiri. membuat sebuah tabel kombinasi yang
Tabel ini disusun per spit dari dua kotak menjelaskan data dari tabel yang pertama untuk
dikomparasi dengan zona teresterial di atas.

Tabel 3. Varian Moluska Dalam Kategorisasi Zona Teresterial

Zona Kawasan Nama Genus Lokalitas Spit Kode


Habitasi
M/FW/T
Zona Kawanan Sunda Coccoderma glandula glandula HTS18/S1B5 2 T

Zona Wallacea - Webber Amphidromus (sindromus) HTS18/S3T3 P T


Lydekker semifrenatus

Zona Kawanan Sahul Conus bandanus HTS18/S1B5 P M


Cymbiola (aulicia) flavicans HTS18/S3T3 1 M
Chicoreus cornucervi HTS18/S3T3 1 M
Zona Lautan Hindia Angaria javanica HTS18/S1B5 2 M
Strombus (euprotomus) aurora HTS18/S3T3 1 M

Sumber: Hasil Olahan Penelitian 2014

99
Karakteristik dan Habitasi Moluska di Situs Hatusua Seram Bagian Barat
Maluku Indonesia, Karyamantha Surbakti, Marlon NR Ririmasse
Gambar 4. Conus nocturnus dan Conus bandanus
(Sumber: Dok. Balar Ambon 2014)

Gambar 7. Profil Moluska Chicoreus cornucervi


sisi punggung
(Sumber: Dok. Balar Ambon 2014)

Informasi yang dapat kita peroleh dari


tabel kategorisasi zona teresterial diatas adalah
bahwa lebih banyak himpunan kerang/moluska
yang memiliki kecenderungan sebagai
biota/fauna dari Zona Kawanan Sahul. Hal ini
dapat terlihat dari temuan kerang/moluska
Chicoreus cornucervi dan Conus bandanus, dan
Gambar 5. Conus bandanus bahkan untuk moluska Conus bandanus sendiri,
(Sumber: Dok. Balar Ambon 2014) memiliki nama lokalitas khusus ditilik dari Pulau
Banda yang memang letaknya persis di bawah
Pulau Seram.
Tulisan ini bersifat kajian awal yang
mencoba memetakan profil temuan kerang/
moluska Hatusua di Pulau Seram. Untuk
mengurangi bias dari penelitian ini, ada baiknya
kita melihat Pulau Seram ditinjau dari geografis
dan histori pembentukan geologinya. Secara
geografis Pulau Seram terletak tepat di tengah
bentang luas Kepulauan Maluku. Posisi Seram
berada pada median yang memisahkan gugus
pulau-pulau di belahan utara Maluku dan pulau-
pulau lain di sebelah selatan.
Demikian halnya jika ditinjau dari pulau-
pulau yang membujur dari timur ke barat, maka
Seram tepat berada di pertengahan antara
Sulawesi di barat dan Papua di timur. Dengan
karakter yang sedemikian khas, maka batas-
Gambar 6. Profil Moluska Chicoreus cornucervi batas geografis Seram sebagai sebuah pulau
sisi bawah kiranya diwakili oleh pulau Buru di sebelah
(Sumber: Dok. Balar Ambon 2014) barat; Kepulauan Gorom dan Geser di sebelah
timur; Laut Seram di sebelah utara dan pulau-

100
Kapata Arkeologi Volume 12 Nomor 1, Juli 2016: 91-102
pulau Lease dan Laut Banda di sebelah selatan. KESIMPULAN
Pada deskripsi di atas sebelumnya, dapat Paparan di atas merupakan sebuah hasil
dipahami peran Seram sebagai pulau utama bagi survei dan ekskavasi langsung di lapangan
pulau-pulau satelit dengan ukuran lebih kecil ketika penelitian tahun anggaran 2014.
yang mengelilinginya. Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat ditarik
Dalam lingkup yang lebih luas, Seram beberapa kesimpulan dari hasil penelitian yang
sebagaimana sebagian besar pulau-pulau lain di dilakukan. Kesimpulan yang diperoleh adalah
Kepulauan Maluku, merupakan bagian dari zona sebagai berikut:
transisi Asia-Australia yang dikenal sebagai Untuk temuan kerang/ moluska yang
Wallasea. Karakter khas dari kawasan ini adalah ditemukan di situs Hatusua sendiri termasuk
kondisi bahwa pulau-pulau yang berada dalam dalam kategori Zona Kawanan Sahul dimana
cakupannya tidak pernah menyatu dengan Chicoreus cornucervi merupakan kerang/
daratan besar Asia pun Australia. Suatu keadaan moluska air asin yang juga banyak ditemukan di
yang membuat Wallasea memiliki profil biota Laut Arafura hingga Australia Barat (sekitar
dengan kekhasan secara biogeografi (Salhuteru, Australia/ Queensland, pulau Melanesia, Papua
2013: 12). Nugini). Dapat juga ditemukan di Halmahera,
Pulau Seram merupakan bagian dari Ternate, Tidore, Moti, Papua.
Kepulauan Maluku. Bentuk fisiogafis daerah ini Bentang geografis dan histori
merupakan perbukitan bergelombang kuat yang pembentukan Pulau Seram secara geologis
terbentuk oleh aktivitas tektonik yang terjadi di merupakan sebuah wilayah yang khas dikenal
daerah ini. Gaya tektonik ini terjadi dengan gaya dengan penamaan zona transisi Asia-Australia
utama hampar utara-selatan yang (Wallasea), dimana artinya bahwa pulau-pulau
mengakibatkan terjadinya proses pengangkatan yang berada dalam cakupannya tidak pernah
dan membentuk kompleks perbukitan yang menyatu dengan daratan besar Asia maupun
membentang sepanjang timur-barat serta Australia. Fauna biotis yang ditemukan di situs
perlipatan yang diiringi dengan proses Hatusua sendiri memiliki jenis yang cenderung
pembentukan sesar naik dan sesar geser. seperti moluska yang berhabitasi Zona Kawasan
Berdasarkan uraian di atas mengenai Sahul.
histori pembentukan Pulau Seram secara Adapun sifat tulisan ini sebagai langkah
geografis dan geologi maka lokasi penelitian awal untuk upaya pengayaan materi dalam
Hatusua itu sendiri merupakan wilayah Seram memahami populasi kerang/moluska pada masa
Bagian Barat yang memiliki batas geografis dahulu berkaitan dengan rekonstruksi
dengan Laut Seram di sebelah utara dan Pulau kebudayaan di Situs Hatusua. Terbuka
Lease dan Banda di sebelah selatan. Seram kemungkinan untuk dilakukan penelitian
secara luas dikenal sebagai Gugus Kepulauan lanjutan yang lebih detil dan mendalam guna
yang masuk kategori zona transisi Asia- mengkoreksi kembali dan menambah cuplikan
Australia (Wallasea) yang artinya dimana data yang sempat terlewatkan.
karakter khas dari kawasan ini adalah kondisi
bahwa pulau-pulau yang berada dalam Ucapan Terima Kasih
cakupannya tidak pernah menyatu dengan Pada bagian ini saya menyempatkan
daratan besar Asia pun Australia. mengucapkan terima kasih kepada Marlon
Pada uraian mengenai zona teresterial Ririmasse M.A sebagai Ketua Tim Penelitian
habitat berdasarkan temuan kerang/moluska Hatusua 2014. Penelitian yang bersifat
Hatusua, diperoleh informasi bahwa temuan eksploratif dan dikembangkan menggunakan
Chicoreus conucervi (HTS18 S3T3 Spit 1) dari kombinasi antara survey dan penggalian
Suku Muricidae ini, merupakan moluska air ekskavasi untuk melihat sejauh mana densitas /
asin/laut yang dikategorikan Zona Kawanan kepadatan temuan di setiap lapisan tanah yang
Sahul sebagai wilayah habitatnya. Begitu juga ada.
dengan Conus bandanus merupakan moluska
dari Suku Terebridae yang termasuk dalam *****
kategori moluska Zona Kawanan Sahul.

101
Karakteristik dan Habitasi Moluska di Situs Hatusua Seram Bagian Barat
Maluku Indonesia, Karyamantha Surbakti, Marlon NR Ririmasse
DAFTAR PUSTAKA
Bellwood, P. (1997). Prehistory of The Indo-
Malaysian Archipelago. 2nd Edition. Honolulu:
University of Hawaii Press.
Binford, Lewis R. (1972). An Archaeological
Prespective. New York, San Fransisco: London
Seminar Press.
Dharma, B. (1988). Siput dan Kerang Indonesia
(Indonesian Shells). Jakarta: Sarana Graha.
Dharma, B. (2005). Recent and Fossil Indonesian
Shells. Germany: Conchbooks.
Herkovits, Mcville J. (1952). ”Anthropology and
Economics”. The Economic Life of Primitive
Peoples. New York: Knopf.
Ririmasse, M. (2014). “Laporan Penelitian Arkeologi
Situs Hatusua 2014”. Balai Arkeologi Ambon.
(Tidak Terbit).
Ririmasse, M. “Arkeologi Kawasan Situs Hatusua di
Seram Bagian Barat Maluku Indonesia: Hasil
Penelitian Terkini dan Arah Pengembangan”.
Article In press.
Salhuteru, M. (2013). “Laporan Penelitian Survey
Arkeologis Alang Asaude”. Balai Arkeologi
Ambon. (Tidak Terbit).
Soejono, R.P et al. (1996). “Jaman Prasejarah di
Indonesia”. Dalam Sejarah Nasional Indonesia
I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Balai Pustaka.
Suroto, H. (2009). “Fungsi Kulit Kerang Cypraea
Moneta Dalam Perdagangan di Pegunungan
Tinggi Papua” Dalam Kapata Arkeologi Vol 5
No.9. Ambon: Balai Arkeologi Ambon.

102
Kapata Arkeologi Volume 12 Nomor 1, Juli 2016: 91-102

Anda mungkin juga menyukai