Nama Kelompok :
1.
2.
3.
4.
TAHUN PELAJARAN
2014 2015
Jawaban
hunian Daeo dan Tanjung Pinang sudah dihuni sejak 14.000 tahun lalu
(Bellwood, 1996 : 280). Bahkan pada masa belakangan situs-situs
tersebut masih digunakan oleh manusia purba.
Berdasarkan temuan rangka manusia di Gua Tanjung Pinang, diketahui
manusia penghuni gua Tanjung Pinang berasal dari ras Austro Melanesia
(Bellwood, 1996 : 124-125).
Fungsi gua hunian prasejarah dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu.
a. Sebagai tempat tinggal
Gua-gua dan ceruk payung peneduh (rock shelter), sering digunakan
manusia sebagai tempat berlindung dari gangguan iklim, cuaca (angin,
hujan dan panas), dan juga gangguan dari serangan binatang buas atau
kelompok manusia yang lain. Pada periode penghunian gua, yang paling
awal tampak adalah gua digunakan sebagai tempat tinggal (hunian),
kemudian kurun waktu berikutnya dijadikan tempat kuburan dan kegiatan
spiritual lainnya (Sugiyanto, 2004). Pada awall-awal penghunian, tempat
hunian menyatu dengan tempat kuburan. Tetapi seiring dengan kemajuan
teknologi dan semakin bertambahnya jumlah anggota kelompok yang
membutuhkan ruangan yang lebih luas, maka mendorong manusia untuk
mencari tempat tinggal yang baru. Seiring perkembangan wawasan dan
pengetahuan, manusia kemudian memisahkan tempat hunian dan
kuburan.
b. Sebagai kuburan
Selain sebagai tempat tinggal, gua hunian juga berfungsi sebagai
kuburan. Posisi penguburan dalam gua biasanya dalam keadaan terlipat,
yang menurut pendapat para ahli merupakan posisi pada waktu bayi
dalam posisi di dalam rahim ibunya (Sugiyanto, 2004). Penguburan
manusia dalam gua pada awalnya sangat sederhana sekali, berupa
penguburan langsung (primair burial), dengan posisi mayat terlentang
atau terlipat, ditaburi dengan warna merah (oker). Bukti penguburan
tertua dalam gua dapat ditemukan pada situs Gua Lawa di Sampung, Jawa
Timur (Poesponegoro, 1993 : 160, Simanjuntak, 1998).
2.Suku Sumba
Selain suku dayak pola ruang permukiman yang sangat unik juga dapat di
temukan pada suku sumba. Tidak berbeda jauh dengan pola permukiman
suku dayak,pola permukiman suku sumba juga biasanya mengikuti
keadaan alam. Permukiman suku sumba bisa di temukan pada daerah
pinggiran sungai dengan mempunyai arti religius atau kepercayaan
tersendiri. Suku sumba yang biasa bermukim di sepanjang sungai di sebut
penduduk umalulu. Penduduk ini masih mempercayai roh-roh nenek
moyang mereka. Kebanyakan dari penduduk umalulu bermukim di
pedalaman pulau sumba.
Selain ituKeterbatasan pola susunan terhadap keamanan dan persatuan,
bahan dan teknologi, mobilitas, serta struktur sosial yang kaku
mempengaruhi luasan kampung adat. Tradisi dan budaya sangat
mempengaruhi suasana kampung yang diekspresikan secara religius
simbolik. Simbol tersebut digunakan untuk mengkomunikasikan makna
dan susunan yang mencerminkan hubungan antar penghuni rumah adat,
serta hubungan masyarakat dengan leluhurnya.
Pola kampung adat di Sumba berbentuk cluster atau tertutup dengan
hanya mempunyai satu gerbang yang menjadi akses keluar-masuk ke
dalam kampung adat. Dengan hanya memiliki satu akses ini dipercaya
akan menjadi suatu faktor keamanan dan pertahanan yang handal. Faktor
ini dianggap penting karena pada masa lalu, bahkan sampai saat inipun
konflik antar suku atau kabisu sangat sering terjadi. Pola ini
melambangkan bahwa kampung adat merupakan pusat bagi kegiatan dan
kehidupan masyarakat Sumba, sejak awal (lahir) hingga akhir
(meninggal). Oleh sebab itu setiap pribadi masyarakat Sumba meskipun
telah merantau keluar dari pulau Sumba, selalu berharap bila kelak tutup
usia akan dimakamkan di kampung adatnya.
Masyarakat Sumba dalam budaya bermukimnya mengenal atau memiliki
(tiga) jenis rumah, yaitu sebagai berikut: 1. Rumah Adat (Uma) yang
berfungsi sebagai pusat dan awal kehidupan, sehingga disinilah semua
kegiatan ritual kepercayaannya berlangsung;2. Rumah Dusun sebagai
tempat tinggal sehar-hari; dan 3. Rumah Kebun sebagai tempat tinggal
saat berkebun atau bercocok-tanam. Kampung adat pada masyarakat
Sumba pada umumnya berbentuk persegi atau lonjong (ellips atau oval)
yang dikelilingi oleh suatu tembok batu yang cukup tebal dan tinggi, yang
berfungsi sebagai batas sekaligus benteng pertahanan bagi kabisu dari
serangan kabisu yang lain. Bentuk dasar ini memang menjadi salah satu
ciri dari masyarakat prasejarah. Namun demikian, bentuk ini masih sangat
tergantung pada konteks alami lokasi (seperti kontur lahan ataupun faktor
alami lainnya) maupun terkait jumlah kabisu yang menghuni dan jumlah
rumahnya.
dan apa saja yang mengakibatkan terbentuknya struktur dan pola ruang
kampung yang ada di Toraja Utara. Kampung Kete Kesu merupakan milik
keluarga besar Tongkonan Kesu, sehingga mengakibatkan struktur dan
pola ruang kampung yang terbentuk menjadi tidak terencana.Kampung
Kete Kesu secara struktural memiliki bentuk yang homogen, serta
memiliki pola yang linear karena terletak dan berkembang di pinggir Jl.
Kete Kesu. Selain itu, karena kampung Kete Kesu telah ditetapkan
sebagai benda cagar budaya, maka perkembangan rumah-rumah tunggal
cenderung ke arah Jl.Kete Kesu. Secara fisik adanya area di kampung
Kete Kesu ini karena kebutuhan ruang masyarakat dalam melakukan
aktivitasnya sehari-hari dan tradisi mereka yaitu upacara-upacara adat
yang mereka lakukan berdasarkan kepercayaan mereka, yaitu Aluk
Todolo (Agama Leluhur) yang memandang alam sebagai falsafah dalam
ajarannya.
4. suku bali.
Selain beberapa suku di atas pola ruang permukiman yang unik juga
dapat kita temukan pada suku bali. Suku bali merupakan suku yang
berdominsili pada pulau bali. Mayoritas suku bali memeluk agama hindu.
Tidak sedikit dari penduduk suku bali tersebut yang masih mempercayai
benda-benda gaib seperti gunung,batu,hutan dan sungai. Masyarakat
suku bali sangat menghormati alam dan lingkunganya. Mereka memiliki
hubungan spritual yang sangat kuat terhadap alam di sekitarnya. Oleh
karena itu keadaan alam pada pulau bali sampai saat ini masih terjaga
kelestarianya. Keadaan itu sejalan dengan pemikiran suku bali yang
menganggap alam sebagai pusat kehidupan mereka.
Kepercayaan masyarakat suku bali juga di aplikasikan dengah pola
permukimanya sendiri. Pola permukiman suku bali memiliki tipologi yang
berangkat dari tatanan tradisi yang berdasarkan adat dan kepercayaan
yang di kenal sebagai pola hunian yang mewadahi suatu masyarakat yang
cukup ketat berpegang pada unsur sistem kebudayaanya. Hal yang paling
mencolok dari wujud konsep penataan ruang suku bali terdapat pada
desa adat ubud. Desa ubud menjadi daya tarik tersendiri bagi para
wisatawan yang berkunjung ke pulau bali. Sampai saat ini telah terjadi
pergeserab pola ruang pada kawasan tersebut yang di pengaruhi
berkembangnya sektor ekonomi jasa pariwisata. Pola tata ruang
permukiman serta gaya arsitektur tradisional desa adat ubud merupakan
salah satu bentuk pusaka budaya yang kaya akan nlai filosofi,seni dan
budaya sehingga perlu di lestarikan.
Selaras dengan keberadaan suku-suku di indonesia pembangunan
beberapa kawasan juga mengikuti filosofi dari keberadaan suku-suku di
indonesia yang memiliki tatanan struktur atau corak budayanya. Dapat di