DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN
R. Yosi Zainal Muhammad. Pendugaan Parameter Demografi dan Bentuk
Sebaran Spasial Biawak Komodo (Varanus komodoensis) di P. Rinca, Taman
Nasional Komodo – Nusa Tenggara Timur. Di bawah bimbingan Dr. Ir.
Yanto Santosa, DEA.
Komodo is one of the ancient reptiles that can be found only at Komodo
National Park and north Flores Island. Within the Conservation of komodo,
management of its population, habitat, and supporting factors such as water, food,
cover, etc are needed.
This research is conducted in TNK – East Nusa Tenggara with sampling in
Rinca Island. Equipments that are used during the research are site map,
binocular, compass, measure tape, plastic rope, camera, Global Positioning
System (GPS), phi band, and tally sheet, and the materials are populations of
komodo which consist of hatched, juvenile, teenage, adult, and also the vegetation
of autumn forest. The data collecting consist of 20 line transect with 4 times
repetition that are 5 line in autumn forest and 15 line in savanna with total
sampling area is 2 km2 and the vegetation analysis about 0,04 km2. Analysis of
komodo population’s data use Caughley (1997), spatial spread with variant ratio
method, dispersion index, green index, clumping index, and chi-square.
The result of this observation shows that the population of komodo in Rinca
Island is 698 individual with density 3,15 ind/km2. Density of adult is 1,7 ind/km2,
teenage is 0,65 ind/km2, juvenile is 0,8 ind/km2, and hatched is 0,4 ind/km2.
According to the habitat type, autumn forest and savannah, density of komodo in
autumn forest is 8,4 ind/km2 and in savanna is 0,64 ind/km2. Nasality of komodo
is 11,27 %; having value higher compare with mortalities is 4,23 %. The sex ratio
of masculine komodo to female of komodo is 3: 1.
The result of analysis about spatial spread shape of komodo is cluster,
considered by variant ratio is 3,77; dispersion index 3,72; green index is 0,08;
clumping index is 2,72; and chi- square 167.059,6. Density of vegetation in
autumn forest is 27,5 ind/ha seedling, 20 Ind/ha boundary pole, 20 ind/ha pole,
and 122,5 ind/ha trees. The important species are Sita (Alstonia scholaris),
Mbiring (Phitecelobium umbeltum), and Pasalanga (Voacangan granditolia).
The meeting probability in savanna is 88% in the morning, and 12% in the
afternoon. In the autumn forest, the meeting probability in the morning is 80%
and 20% in the afternoon.
PENDUGAAN PARAMETER DEMOGRAFI DAN BENTUK
SEBARAN SPASIAL POPULASI BIAWAK KOMODO
(Varanus komodoensis) DI PULAU RINCA
TAMAN NASIONAL KOMODO NUSA TENGGARA TIMUR
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Kehutanan
Fakultas Kehutanan - Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTANDAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Judul Penelitian : Pendugaan Parameter Demografi dan Bentuk
Sebaran Spasial Biawak Komodo (Varanus
komodoensis) di Pulau Rinca - Taman Nasional
Komodo
Nama Mahasiswa : R. Yosi Zainal Muhammad
NRP : E34104045
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan IPB
Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Juli 1985 di Ciamis sebagai putra kedua dari
tiga bersaudara pasangan Bapak Abdurahman dan Ibu Sumartini. Penulis memulai
karir pendidikannya di TK Ade Irma Suryani Ciamis pada tahun 1990, kemudian
melanjutkannya ke SDN Janggala Ciamis pada tahun 1992. Penulis melanjutkan
pendidikannya ke SMPN 1 Ciamis pada tahun 1998. Setelah itu, penulis melanjutkan
pendidikannya ke SMUN 2 Ciamis pada tahun 2001. Pada tahun 2004, penulis
diterima sebagai mahasiswa di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di kegiatan organisasi Himpunan
Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai
Kepala Divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM) dan anggota Kelompok
Pemerhati Herpetofauna. Penulis juga merupakan anggota Paguyuban Mahasiswa
Galuh Ciamis (PMGC) dan Anggota Bobotoh Persib “Maung” Bandung (Viking-
Bandung). Penulis pernah melakukan kegiatan praktek, antara lain Praktek
Pengenalan dan Pengelolaan Hutan di CA Leuweung Sancang Garut, CA Kamojang
Bandung, dan Perum Perhutani KPH Cianjur pada tahun 2007. Kemudian pada tahun
2008, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang Profesi di Taman Nasional
Komodo. Selain itu, penulis juga pernah melaksakan kegiatan eksplorasi
keanekaragaman flora, fauna dan ekowisata di Taman Nasional Way Kambas pada
tahun 2006, Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2007, dan Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung pada tahun 2007.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis
melakukan penelitian karya ilmiah yang berjudul “Pendugaan Parameter
Demografi dan Bentuk Sebaran Spasial Biawak Komodo (Varanus komodoensis)
di Pulau Rinca – SPTN 1 Rinca - Taman Nasional Komodo” di bawah bimbingan
Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA.
i
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
Puji dan Syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Salawat dan
Salam terhaturkan bagi Nabi Muhammad SAW yang telah menerangi jalan umat-
Nya.
Perhargaan tertinggi penulis ucapkan kepada kedua orang tua tercinta (Papap
dan Ibu), kedua saudara penulis (T’Gina dan Yani), dan A’Herlas yang telah
memberikan segala dukungan dalam segala bentuk jiwa dan raga, juga kepada Nira
yang selalu memberikan motivasi, dukungan dan doanya selama ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA selaku dosen pembimbing atas segala nasihat,
dukungan, dan bimbingannya selama ini.
2. Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, M. Sc. dan Effendi Tri Bahtiar, S. Hut, M. Si.
sebagai dosen penguji atas saran-sarannya.
3. Drs. Tamen Sitorus, MSc (Kepala Balai TN Komodo) yang telah memberikan
ijin penelitian di TN Komodo.
4. Fransiskus Harun, S.Hut (Putri Naga Komodo) atas bantuan logistik dan
transportasi selama di lapangan.
5. Hendrikus Rani Siga, S.Hut beserta keluarga atas segala bantuan dan
kerjasamanya.
6. George T. Saputra (IRATA) yang telah mendanai penelitian ini.
7. Para staf, rangers, dan polhut TN Komodo atas kerjasama dan bantuan.
8. Kawan-kawan Tim PKLP TN Komodo 2008 (Edu, Tikul, Ochin, dan Putra)
“Bravo Komodo”.
9. Penghuni seatap, seperjuangan, sependeritaan, “IC” (2005 – selamanya) Alex
“Donat”, Andi “Manuk”, Ican “Bungsu”, Hery “Rock”, Bob “The Jak”, Koen
“Oray”, Heru “Ponks”, Aaf “Tolz”. Alumni IC Tink2, Yogi “Giox”, n Rhama
“Item”, beserta para the black man yang betah di IC.
iii
10. The Big Family KSH 41. “Qta memang beda tapi kompak yaa…”.
11. Rekan seperjuangan di HIMAKOVA era Bajink cs., (Ucenk, Nisa, Salwa, Ai,
Toa, Lanjar, Ina, Kirun, Febia, Sukem serta rekan-rekan KSH 42).
12. Keluarga Besar HIMAKOVA, khususnya Kelompok Pemerhati Herpetofauna
“Python”.
13. Alumni IPB di TN Komodo (Mba Rini, Mas Andrinaldi), terima kasih atas
bantuan dan bekalnya.
14. Keluarga Besar penghuni KPAP (Bu Vivi, Bu Evan, Bu Titin, Bu Ety, Bu Ratna,
Pa Acu, dll) dan Umi-Umi Lab+Dapur KSHE.
15. Makhluk-makhluk yang berjiwa konservasi di jagad alam raya ini yang
merindukan kedamaian dan kehidupan yang lestari.
16. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal, kegiatan
penelitian, hingga penulisan skripsi ini.
iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................................ i
UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... viii
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Tujuan ............................................................................................................... 2
C. Manfaat ............................................................................................................. 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................... .......................... 3
A. Bio-Ekologi Komodo ......................................................................................... 3
1. Taksonomi dan Morfologi ............................................................................ 3
2. Pupolasi ........................................................................................................ 4
3. Penyebaran .................................................................................................... 5
4. Habitat .......................................................................................................... 6
5. Perilaku dan Aktivitas .................................................................................. 7
B. Parameter Demografi ......................................................................................... 8
1. Ukuran Populasi ........................................................................................... 8
2. Natalitas (Kelahiran)..................................................................................... 9
3. Mortalitas (Kematian) .................................................................................. 9
4. Sex Ratio (Nisbah Kelamin) ......................................................................... 9
5. Struktur Umur ............................................................................................. 10
C. Sebaran Spasial ............................................................................................... 11
BAB III. METODE PENELITIAN ......................................................................... 12
A. Waktu dan Tempat .......................................................................................... 12
B. Alat dan Bahan ................................................................................................ 12
C. Pengumpulan Data .......................................................................................... 12
v
B. Saran ....................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 51
LAMPIRAN ............................................................................................................ 53
viii
DAFTAR TABEL
No. Halaman
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
A. Latar Belakang
Taman Nasional Komodo (TNK) merupakan kawasan pelestarian alam yang
dibentuk pada tahun 1980. TNK dinyatakan sebagai sebuah World Heritage Site dan
Man and Biosphere Reserve oleh UNESCO pada tahun 1986. Salah satu simbol dari
TNK yaitu satwa komodo (Varanus komodoensis).
Komodo merupakan salah satu fauna yang masih hidup sisa peninggalan zaman
purba dan keberadaannya tersebar di Pulau Komodo, P. Rinca, P. Gili Motang, dan P.
Flores. Satwa langka yang terancam punah ini dilindungi berdasarkan Undang-
Undang Perburuan dan Perlindungan Binatang Liar tahun 1931 dan menjadi satwa
kebanggaan Indonesia. Komodo merupakan jenis satwa reptil yang memiliki ukuran
tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan jenis reptil lainnya.
Kelangkaan dan keunikan status komodo dalam garis evolusi menganggap
bahwa komodo merupakan fosil hidup dari reptil purba, sehingga banyak dijadikan
sebagai objek wisata yang menarik bagi masyarakat. Menurut Mulyana dan Ridwan
(1992), selain banyak menarik perhatian dan mengundang kekaguman masyarakat
umum, komodo juga banyak menarik perhatian para ilmuan. Beberapa aspek ilmiah
mengenai komodo telah diteliti. Namun, aspek parameter demografi belum
seluruhnya terungkap. Padahal parameter demografi diperlukan untuk menganalisis
kondisi populasi komodo yang dapat digunakan untuk menduga kelestariannya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai TNK (2007) mengenai populasi
komodo di P. Rinca menyatakan bahwa jumlah populasi komodo diduga sebanyak
1329 individu. Penelitian lebih lanjut mengenai demografi komodo ini perlu
dilakukan untuk mengetahui data dan informasi terbaru. Data tersebut diharapkan
dapat menduga populasi komodo dalam beberapa tahun ke depan. Selain itu, pola
sebaran spasial komodo juga penting sebagai pertimbangan TNK dalam upaya
pengelolaan dasar kawasan.
2
B. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Menduga parameter demografi populasi komodo di Pulau Rinca yang meliputi laju
kelahiran, laju kematian, sex-ratio, ukuran populasi, dan struktur umur.
2. Menentukan bentuk sebaran spasial populasi komodo di Pulau Rinca.
C. Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai :
1. Dasar perencanaan kegiatan pengelolaan populasi biawak komodo dalam upaya
perlindungan dan pelestarian secara in-situ dan ex-situ.
2. Bahan pertimbangan bagi pihak TNK dalam pengembangan dan pengelolaan
ekowisata mengenai penyebaran komodo.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Bio-Ekologi Komodo
1. Taksonomi dan Morfologi
Klasifikasi komodo secara sistematik hewan menurut Grzimek (1975)
adalah :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub-Phylum : Craniata
Class : Reptilia
Sub-Class : Lepidosauria
Ordo : Squamata
Sub-Ordo : Sauria
Infra Ordo : Varanomorpha
Family : Varanidae
Genus : Varanus
Spesies : Varanus komodoensis
Surahya (1989) menyatakan suatu kedudukan baru bagi komodo dalam
suatu taksonomi sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub-Phylum : Craniata
Class : Reptilia
Ordo : Squamata
Family : Mosasauridae
Genus : Mosasaurus
Spesies : Mosasaurus komodoensis
Menurut PPA (1979) umur komodo dapat ditentukan berdasarkan
ukurannya sebagai berikut :
1. Komodo Muda : Panjang badan total (dari ujung kepala sampai
ujung ekor) kurang dari 1 m. Warna kulit
4
3. Penyebaran
Komodo merupakan salah satu satwa endemik Indonesia yang tersebar di P.
Komodo, P. Rinca, P. Gilimotang, P. Padar, dan P. Flores bagian barat.
Penyebaran di P. Flores bagian barat mulai dari Labuan Bajo sampai Nangalili
dan di bagian Pantai Utara mulai dari Dampek sampai sebelah barat Riung
(Aufenberg, 1981). Sutedja (1983) menyatakan bahwa penyebaran komodo bukan
hanya di P. Komodo, P. Rinca , P. Gilimotang, P. Padar, Labuan Bajo, Nangalili
serta Dampek sampai sebelah barat Riung, tetapi lebih ke timur menyusuri pantai
utara P. Flores sampai ke sekitar Tanjung Watumanuk.
Komodo dapat ditemukan di P. Komodo dan pulau-pulau sekitarnya serta
tersebar pula di daratan P. Flores, yaitu di bagian barat dan pantai utara Kabupaten
Ngada dan Kabupaten Ende. Sampai saat ini belum lagi ditemukan sebaran
komodo di P. Flores yang lebih ke arah timur dari Tanjung Watumanuk (Mochtar,
1992). Bari (1988) menyatakan sebaran komodo ternyata lebih luas dari yang
diketahui selama ini, sehingga diperlukan penyempurnaan peta penyebarannya.
Menurut Kartono (1994), berdasarkan wawancara dengan para petugas di
pos jaga Loh Liang (P. Komodo), bahwa penyebaran komodo terdapat di lembah-
lembah yang banyak ditumbuhi oleh pepohonan, sering di puncak-puncak bukit
yang terdapat pohon, dan jarang di lereng bukit. Komodo banyak ditemukan di
lembah-lembah sebelah barat G. Ara dan G. Satalibo (P. Komodo), sedangkan di
P. Flores komodo ditemukan dalam jumlah kecil di padang rumput sebelah utara
G. Nampar (Auffenberg, 1981).
6
Gambar 1. Penyebaran komodo, 5 jenis mamalia besar, dan 2 jenis burung di TNK
(Sumber : RPTN Komodo 2000)
4. Habitat
Menurut Auffenberg (1981), biawak besar komodo (Varanus komodoensis)
sangat menyukai habitat savana. Savana (padang rumput dengan penyebaran
pohon-pohon yang jarang) ditemukan di daerah tropis dengan curah hujan 1000-
1500 mm/tahun mempunyai kondisi musim kering yang panjang, serta api
merupakan bagian penting dari lingkungannya (Alikodra, 1990). Pada umumnya
habitat komodo memiliki suhu rata-rata harian yang sangat tinggi dengan musim
kemarau yang panjang. Komodo yang tersebar dibeberapa pulau di Nusa
Tenggara Timur hidup pada keadaan topografi yang berbukit-bukit dengan
ketinggian maksimum 735 mdpl. Susunan vegetasi didominasi oleh padang
savana dengan beberapa tegakan pohon tinggi (Suara Alam, 1987).
Secara umum keadaan habitat komodo pada semua tempat hampir sama,
dengan suhu rata-rata 23-400C, kelembaban berkisar antara 45-75%, dan
ketinggian 0-600 mdpl (Mochtar, 1992). Habitat tersebut memiliki topografi sudut
kemiringan 10-400.
7
B. Parameter Demografi
1. Ukuran Populasi
Ukuran populasi adalah suatu ukuran yang memberikan informasi
mengenai jumlah total individu satwaliar dalam suatu kawasan tertentu.
Kepadatan populasi merupakan besaran populasi dalam suatu unit ruang, pada
umumnya dinyatakan sebagai jumlah individu di dalam satu unit luas atau
volume. Menurut Alikodra (2002), nilai kepadatan diperlukan karena dapat
menunjukan kondisi daya dukung habitat. Data dan informasi mengenai ukuran
populasi dapat digunakan untuk mengetahui status ekologis suatu populasi jenis
satwaliar tertentu (Kartono, 1994).
Populasi merupakan individu-individu satu jenis yang mampu menghasilkan
keturunan yang sama dengan tetuanya. Menurut van Lavieren dalam Alikodra
(2002), populasi dari suatu jenis satwa dapat stabil, berkembang ataupun
9
menurun. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu keadaan lingkungan hidup
satwa, keadaan sifat hidup (natalitas, mortalitas, daya tahan hidup dan
kemampuan reproduksi) dan pergerakan satwa itu sendiri. Untuk menyatakan
ukuran populasi satwa di suatu ruang atau kawasan tertentu dapat dinyatakan
dalam bentuk nilai rata-rata, nilai maksimal, dan nilai minimal dari jumlah
individu dalam suatu populasi.
2. Natalitas (Kelahiran)
Natalitas adalah kemampuan yang sudah merupakan sifat populasi untuk
bertambah (Odum, 1971). Menurut Santosa (1993), tingkat kelahiran adalah suatu
perbandingan antara jumlah total kelahiran dan jumlah total induk (potensial
induk bereproduksi) yang terlihat pada akhir periode kelahiran. Nilai natalitas
ditentukan oleh sex ratio dan perilaku kawin, maximum breeding age, minimum
breeding age, jumlah anak per sarang, jumlah sarang per tahun dan kepadatan
populasi (Alikodra, 2002). Natalitas atau angka kelahiran didefinisikan sebagai
jumlah individu baru (anak) yang lahir dalam suatu populasi (Krebs, 1993).
3. Mortalitas (Kematian)
Mortalitas didefinisikan sebagai jumlah individu yang mati dalam suatu
populasi. Menurut Alikodra (2002), mortalitas dapat dinyatakan dalam angka
kelahiran kasar, yaitu perbandingan jumlah antara jumlah kematian dari semua
faktor dengan jumlah total populasi selama satu periode waktu, ataupun dalam
angka kematian spesifik yang merupakan perbandingan antara jumlah individu
yang mati dari kelas umur tertentu dengan jumlah individu kelas umur tertentu
selama periode waktu.
4. Sex-Ratio (Nisbah Kelamin)
Sex ratio adalah perbandingan antara jumlah individu jantan dengan jumlah
individu betina dari suatu populasi, biasanya dinyatakan sebagai jumlah jantan
dalam 100 individu betina (Alikodra, 1990; Caughley, 1977). Menurut Santosa
(1993), sex ratio adalah suatu perbandingan antara jumlah jantan potensial
reproduksi terhadap banyaknya betina yang potensial reproduksi.
5. Struktur Umur
Struktur umur adalah perbandingan jumlah individu di dalam setiap kelas
umur dari suatu populasi (Alikodra, 2002). Struktur umur merupakan karakteristik
10
C. Sebaran Spasial
Penyebaran satwaliar pada suatu kawasan dapat dipengaruhi oleh
kemampuan pergerakannya atau kondisi lingkungan, seperti adanya pengaruh luas
kawasan, ketinggian tempat dan letak geografis (Alikodra, 2002). Bentuk
penyebaran satwaliar berdasarkan geografisnya mempunyai kecenderungan untuk
dibatasi oleh penghalang fisik (sungai, lautan, dan gunung) dan penghalang
ekologis (batas tipe hutan dan adanya jenis saingan yang telah menyesuaikan
secara optimum dengan habitatnya). Pola penyebaran satwaliar di alam bebas
dapat berbentuk acak, kelompok, dan sistematis. Pola penyebaran tersebut
merupakan bentuk strategi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya
(Alikodra, 2002). Menurut Kartono (1994), pola penyebaran suatu jenis satwaliar
disebabkan adanya kekerabatan, kesamaan kepentingan dalam pemanfaatan
sumberdaya (pakan dan ruang) dan anti predator.
Tarumingkeng (1994) menyatakan bahwa bentuk sebaran spasial suatu
komunitas ekologi dapat ditentukan dengan berbagai macam indeks penyebaran
(dispersion index), yaitu indeks dispersi (ID), indeks agregatif (IC), dan indeks
green (IG). Bentuk sebaran satwa dapat berbentuk merata, kelompok, dan acak.
Satwa menggunakan habitatnya untuk melakukan beberapa aktivitas.
Penggunaannya dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal. Komodo
biasanya memanfaatkan bentang alam secara horizontal untuk melakukan
aktivitas makan, minum, istirahat, dan bereproduksi. Sedangkan secara vertikal
dijadikannya sebagai tempat untuk beristirahat, khususnya bagi anakan komodo.
Bentuk penyebaran satwaliar di alam bebas dapat berbentuk acak,
kelompok, dan seragam. Bentuk penyebaran ini merupakan strategi individu
maupun kelompok organisme untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Kondisi habitat yang meliputi kualitas dan kuantitas sangat menentukan
penyebaran populasi satwaliar.
Bentuk sebaran spasial dapat dimanfaat dalam penentuan teknik
inventarisasi (metode, waktu dan tempat), penyebaran berdasarkan tipe habitat,
dan pengembangan ekowisata.
BAB III. METODE PENELITIAN
C. Pengumpulan Data
1. Observasi Lapang
Pengenalan lapang dilakukan selama ±2 minggu sebelum pengumpulan
data. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kondisi umum lokasi penelitian,
mencocokan peta kerja dengan kondisi lapangan, menentukan jalur dan titik
pengamatan serta mengetahui karakteristik habitat komodo.
2. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung di lapangan yaitu data
parameter demografi, bentuk sebaran spasial, dan analisis vegetasi.
a). Parameter Demografi
Pengumpulan data parameter populasi dilakukan dengan menggunakan
metode kombinasi antara transek jalur (strip transect) dan titik pengamatan (point
of abundance). Pengamatan dilakukan pada 2 tipe habitat yaitu savana dan hutan
gugur, untuk savana sebanyak 15 jalur dan hutan gugur sebanyak 5 jalur dengan
pengulangan 4 kali setiap jalurnya. Panjang masing-masing jalur ±1 km dengan
lebar jalur kanan kiri ±50 m dan berhenti pada setiap titik pengamatan selama ±10
menit, waktu berjalan antar titik pengamatan ±100 m. Titik-titik pengamatan yang
ditentukan mempunyai wilayah pengamatan yang bersifat tidak tumpang tindih.
Jarak antar jalur pengamatan ±1 km untuk menghindari perhitungan ganda. Luas
13
total P. Rinca-TNK adalah 196,25 km2, sedangkan luas area penelitian 2 km2,
maka intensitas sampling sebesar 0,99 %.
b). Sebaran Spasial
Pengumpulan data bentuk sebaran spasial menggunakan metode kombinasi
antara transek jalur (strip transek) dan titik pengamatan (point of abundance).
Lokasi yang dijadikan areal pengamatan mencakup penggunaan habitat secara
horizontal (savana, gua) dan vertikal (pohon, gua). Pengamatan dilakukan pada 2
tipe habitat yaitu savana dan hutan gugur, untuk savana sebanyak 15 jalur dan
hutan gugur sebanyak 5 jalur dengan pengulangan 4 kali setiap jalurnya. Panjang
masing-masing jalur ±1 km dengan lebar jalur kanan kiri ±50 m dan berhenti pada
setiap titik pengamatan selama ±10 menit, waktu berjalan antar titik pengamatan
±100 m. Jarak antar jalur pengamatan ±1 km untuk menghindari perhitungan
ganda.
c). Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi dimaksudkan untuk mengetahui susunan (komposisi jenis)
dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Analisis
vegetasi dilakukan pada tipe habitat hutan gugur. Metode yang digunakan yaitu
cara jalur atau transek yang dilakukan untuk mempelajari perubahan keadaan
vegetasi menurut keadaan tanah, topografi dan elevasi. Jalur-jalur contoh dibuat
memotong garis-garis topografi, misalnya dari tepi laut pedalaman, memotong
sungai, dan naik atau turun lereng pegunungan.
3. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data maupun suatu informasi yang diperoleh
sebagai data pendukung penelitian. Dilakukan dengan mencari studi literatur dan
wawancara dengan pihak terkait. Data yang dikumpulkan adalah bio-ekologi dan
kondisi umum lokasi penelitian (populasi komodo tahun-tahun sebelumnya,
sejarah pengelolaan kawasan, kondisi fisik, dan biologis kawasan).
D. Pengolahan Data
1. Parameter Demografi
Pengolahan data parameter demografi menggunakan rumus-rumus
berdasarkan aspek demografi, antara lain :
a). Populasi (Caughley, 1977)
Populasi Dugaan
^
P=
∑P × A
i
∑a i
∑ (P − P )
−2 2
^
S PN −n −2 i
P ≈ SE SE =
n
×
N S P
=
n −1
b). Kelahiran (Natalitas)
B
d=
N
B = jumlah individu yang dilahirkan.
N = jumlah seluruh anggota populasi.
e). Chi-Square
X = ID ( N − 1)
Keterangan : N = jumlah kontak dengan satwa
Kriteria uji yang digunakan untuk N<30, sebagai berikut :
a. Jika X 2 ≤ X 02.975 maka pola sebaran seragam (uniform)
b. Jika X 02.975 < X 2 < X 02.025 maka pola sebaran acak (random)
3. Analisis Vegetasi
Dari hasil pengukuran dapat dihitung besaran-besaran sebagai berikut :
Jumlah individu
Kerapatan =
Luas contoh
B. Iklim
TNK mempunyai iklim yang kering dengan rata-rata curah hujan berkisar
antara 800-1.000 mm per tahun dan suhu udara 17-43°C. Menurut Schimidt dan
Ferguson termasuk ke dalam tipe F dengan nilai Q = 1,97. Musim kunjungan
18
C. Fisik
1. Topografi
Pulau-pulau yang terdapat di dalam kawasan TNK merupakan daerah yang
terbentuk dari batuan konglomerat, debu vulkanis, dan karang terungkit. Hampir
semua daerah ini merupakan daerah perbukitan dan gunung dengan pantai yang
terbentuk dari batuan karang.
Beberapa tempat di kawasan TNK terdapat lereng yang terjal dan curam
dengan kemiringan 0-800. Gunung yang tertinggi adalah Gunung Satalibo (735
mdpl) di P. Komodo dan Gunung Doro Ora (667 mdpl) di P. Rinca. Dataran
rendah hanya terdapat di beberapa tempat terutama dekat pantai dan luasnya
relatif kecil.
2. Geologi
Kawasan TNK terletak pada pertemuan dua lempengan kontinen Sahul dan
Sunda. Gesekan antara kedua lempengan ini telah menimbulkan letusan vulkanis
besar, tekanannya juga menyebabkan pengangkatan terumbu karang dan gejala-
gejala vulkanis yang menjadikan pulau-pulau di kawasan TNK. Kawasan
Komodo Barat oleh para ahli diperkirakan terbentuk pada era Jurasic atau sekitar
130 juta tahun lalu, sedangkan Komodo Timur, Rinca dan Padar diperkirakan
terbentuk sekitar 49 juta tahun lalu dalam era Eosin. Pulau-pulau ini berubah terus
menerus melalui proses erosi dan penumpukan. Berdasarkan peta geologis
berskala 1:250.000 oleh van Bemmelen (1949), formasi batu yang tersebar di
TNK adalah formasi andesit, deposit vulkanis dan formasi efusif.
3. Tanah
P. Komodo Barat terdiri dari batuan konglomerat kapur, pasir, tanah liat,
batu vulkanis dan batu pasir. Batu kapur agaknya mendominasi struktur tanah di
P. Komodo Timur, P. Rinca dan P. Padar. Berdasarkan peta tanah tahun 1970
19
(skala 1:250.000) dari Lembaga Penelitian Tanah, TNK memiliki jenis-jenis tanah
sebagai berikut :
• Tanah mediteranea merah kuning, ditemukan di P. Rinca dan beberapa pulau
kecil di sekitarnya. Tanah ini termasuk jenis tanah yang mudah tererosi.
• Tanah komplek, ditemukan di P. Komodo, P. Padar, dan pulau-pulau kecil di
sekitarnya. Jenis tanah ini berwarna coklat keabu-abuan dan merupakan
komposit dari beberapa jenis tanah, termasuk latosol dan grumusol yang peka
terhadap erosi.
D. Kondisi Biologi
1. Fauna
Selain menjadi habitat alami bagi komodo (Varanus komodoensis), kawasan
TNK juga mendukung kehidupan berbagai jenis satwa langka seperti Tikus rinca
(Rattus rintjanus), Rusa timor (Cervus timorensis), Babi hutan (Sus scrofa),
Kerbau air (Bubalus bubalis), dan Kakatua-kecil Jambul-kuning (Cacatua
sulphurea parvula).
TNK mempunyai kawasan laut yang kaya akan keanekaragaman potensi
laut antara lain terumbu karang, mangrove, rumput laut, gunung laut, dan teluk
yang semi tertutup dengan total luasan 1214 km2. Habitat-habitat tersebut
mempunyai lebih dari 1000 jenis ikan, sekitar 260 jenis karang, dan 70 jenis
bunga karang. Perairan dalam kawasan ini juga menjadi lintasan dan habiat
dugong (Dugong dugon), lumba-lumba (10 jenis), paus (6 jenis), dan penyu sisik
(Eretmochelys imbricata) dan penyu hijau (Chelonia mydas) serta berbagai jenis
ikan lain yang biasa dikonsumsi dan dimanfaatkan bagi masyarakat sekitar.
Ancaman terhadap kelestarian kawasan dan flora-fauna di dalamnya perlu
mendapat perhatian intenstif, baik dari segi pemantauan (monitoring) maupun dari
segi pengelolaan.
2. Flora
Vegetasi di kawasan TNK didominasi hampir 70% oleh padang savana
dengan jenis rumput penyusunnya seperti Setaria adhaerens, Chloris barbata dan
Heteropogon concortus (TNK, 2001). Lontar (Borassus flabellifer) dan Bidara
(Zyziphus jujuba) merupakan yang umum terdapat pada daerah perbukitan.
20
Daerah datarannya merupakan hutan kering dan sering gugur dengan jenis
vegetasi seperti Asam (Tamarindus indica), Kesambi (Schleichera oleosa).
Vegetasi di atas ketinggian 500 mdpl bermodifikasi menjadi berupa hutan pamah
monsun yang lebih basah, lembab dan rapat (Monk, et al. 2000). Bagian puncak
gunung merupakan hutan hujan tropis dengan vegetasi penyusunnya seperti
Bambu, Beringin (Ficus sp.) dan Rotan. Tempat tertinggi di kawasan ini adalah
735 mdpl pada puncak Gunung Satalibo.
Berikut adalah tipe-tipe vegetasi yang terdapat di TNK :
a). Padang Rumput dan Savana
Padang rumput dan hutan savana (70% dari luas kawasan) mendominasi
kawasan TNK dengan dominasi pohon lontar (Borassus flabellifer) yang
merupakan tumbuhan khas. Terdapat berbagai jenis rumput diantaranya Setaria
adhaerens, Chloris barbata, Heteropogon contortus, Themeda gigantea dan
Themeda gradiosa.
b). Hutan Tropis Musim (di bawah 500 mdpl)
Sekitar 25% dari luas kawasan TNK merupakan vegetasi hutan tropis
musim dengan jenis tumbuhan antara lain Albizia lebbekoides, Cassia javanica,
Oroxylumindicum, Piliostigma malabarica, Schleichera oleosa, Sterculia foetida,
Tamarindus indica, dan Zyzyhus horsfieldi.
Pohon yang sering dijumpai pada vegetasi sekunder antara lain Annona
squamasa, Cladogynos orientalis, Eupatorium multifolium, Glycosmis
penthaphylla, Hypoestes, Jatropha curcas, Ocium sanctum, Tabenaemontana
floribunda dan Vernaninia capituliflora. Jenis belukar khas yang biasanya
terbentuk setelah kebakaran antara lain Azyma sarmentosa, Callicarpa sappan,
Microcus paniculata dan Salamun paniculata. Di P. Rinca terdapat jenis pohon
Acacia tomentosa dan Opuntia migrican yang tidak ditemukan di P. Komodo dan
P. Padar.
c). Hutan di atas 500 mdpl
Jenis vegetasi yang terdapat pada ketinggian di atas 500 mdpl yang terdapat
di puncak-puncak bukit antara lain Callophyllum spectobile, Colona
kostermansiana, Glycosmis pentaphylla, Ficus orupacea, Mischcarpus sundaicus,
21
A. Parameter Demografi
Ciri penting dalam populasi yang diperlukan dalam kegiatan pengelolaan
satwaliar adalah aspek demografi, yaitu mengenai ukuran populasi dan struktur
umur. Hal ini dapat menjadi panduan dalam melihat kelestarian populasi komodo.
Perkembangan sejarah komodo perlu diketahui untuk mengetahui keberadaan dan
penemuan serta upaya-upaya yang telah dilakukan dalam pengelolaan komodo di
TNK.
1. Sejarah Komodo
Komodo merupakan kadal terbesar di dunia yang keberadaannya masih
dapat dilihat di habitat alaminya, yaitu di kawasan TNK dan bagian utara P.
Flores. Berbagai peraturan dan penelitian dari tahun ke tahun telah dilakukan
untuk mengungkap secara keseluruhan mengenai komodo (Tabel 1).
Tabel 1. Sejarah keberadaan komodo di TNK
Tahun Peristiwa Keterangan
Komodo pertama kali dikenal dunia oleh JKH van Steyn van
JKH van Steyn van Hensbroek pada tahun Hensbroek adalah perwira
1911
pada era Kesultanan Bima (1911-1926). pemerintah Hindia Belanda,
penguasa di Reo-Flores.
Publikasi ilmiah pertama tentang komodo Ouwens adalah preparatur
1912 dan pemberian nama ilmiah Varanus Museum Zoologi Kebun
komodoensis oleh PA Ouwens. Raya Indonesia.
Surat Penguasa Daerah Manggarai tentang
1926
Perlindungan Komodo.
SK Residen Timor Tahun 1927 tentang
pengesahan Surat Penguasa Daerah
1927
Manggarai mengenai Perlindungan Komodo
Th 1926.
Pada era peralihan ini, Auffenberg
1950-1979 melakukan peneliti pertama mengenai
komodo secara keseluruhan.
Departemen Kehutanan melakukan
1974
penelitian juga mengenai komodo.
Komodo masuk ke dalam daftar CITES
1975
Appendix I pada tanggal 1 Juli 1975.
Pada era pengembangan TNK, komodo
1992 ditetapkan oleh Presiden RI sebagai satwa
nasional.
Sumber : TNK-FRR-Modul 2-Sejarah TN Komodo-wt-1
23
Komodo adalah kadal tertua di dunia yang masih hidup. Nenek moyang
langsung dari komodo (Famili Varanidae) hidup pada 50 juta tahun yang lalu.
Komodo merupakan keturunan dari kadal yang lebih besar (Megalania presca)
dari Jawa atau Australia yang hidup 30.000 tahun yang lalu.
Kemungkinan komodo berasal dari Asia atau Australia. Sebuah teori
mengatakan bahwa komodo berpindah dari P. Jawa ke P. Komodo. Teori lain
mengatakan bahwa komodo berenang dari Australia ke P. Timor, selanjutnya
berpindah dari pulau ke pulau hingga mencapai P. Flores. Kira-kira 18.000 tahun
yang lalu tingkat permukaan air diperkirakan lebih rendah 85 m dibandingkan
dengan sekarang. Hal ini dikarenakan bagian landai yang lebih dangkal dari pulau
sering terpapar dan kering, maka komodo dapat dengan mudah berpindah dari P.
Flores ke P. Rinca dan P. Komodo.
2. Ukuran dan Kepadatan Populasi
Populasi komodo di areal penelitian ditentukan berdasarkan jumlah individu
untuk mengetahui dugaan populasi komodo dengan cara pengambilan beberapa
contoh jalur. Hasil pengamatan ditemukan sebanyak 142 individu antara lain 16
individu tetasan, 32 individu anakan, 26 individu muda, dan 68 individu dawasa.
Untuk individu tetasan hanya ditemukan pada satu sarang komodo di Loh Buaya,
yaitu pada jalur 10 sebagai jalur wisata. Data lebih lengkap tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil pengamatan komodo berdasarkan kelas umur dan tipe habitat
Jalur Tipe Hutan Lokasi Tetasan Anakan Muda Dewasa Total
1 Hutan 1 L.Bar 0 1 1 4 6
2 Hutan 2 L.Bar 0 2 3 3 8
3 Savana 1 L.Bar 0 0 0 0 0
4 Hutan 3 L.Bar 0 4 1 1 6
5 Savana 2 L.Bar 0 1 1 5 7
6 Hutan 4 L.Bar 0 4 1 0 5
7 Savana 3 L.Bya 0 3 1 6 10
8 Savana 4 L.Kim 0 1 2 3 6
9 Savana 5 L.Kim 0 0 2 1 3
10 Hutan 5 L.Bya * 16 12 9 22 59
11 Savana 6 WW* 0 0 0 9 9
12 Savana 7 WW 0 0 0 2 2
13 Savana 8 WW-LG 0 2 0 2 4
14 Savana 9 WW-LG 0 1 2 1 4
24
Lanjutan Tabel 2.
15 Savana 10 LG 0 0 0 0 0
16 Savana 11 LG 0 0 1 3 4
17 Savana 12 L.Bya 0 1 1 4 6
18 Savana 13 L.Kim 0 0 1 2 3
19 Savana 14 L.Kim 0 0 0 0 0
20 Savana 15 L.Kim 0 0 0 0 0
Keterangan :
*) : Jalur wisata
L.Bar : Loh Baru
L.Bya : Loh Buaya
L.Kim : Loh Kima
WW : Wae Waso
LG : Lengkong Gurung
Jalur pengamatan yang paling banyak ditemukan komodo yaitu pada jalur
10 (L.Bya – Hutan) sebanyak 59 individu. Jalur ini merupakan jalur yang biasa
dilalui oleh para wisatawan untuk melakukan tracking. Peluang untuk melihat
komodo sangat besar pada jalur ini, karena potensi pakan komodo, pakan mangsa
komodo, maupun potensi air bagi mangsa komodo di jalur ini dan di sekitarnya
cukup banyak. Dibuktikan selama pengamatan banyak ditemukan satwa mangsa
komodo seperti rusa timor, kerbau air, kuda liar, dan monyet ekor panjang.
Sebanyak 5 jalur pengamatan tidak ditemukan individu komodo yaitu pada
jalur L.Bar – Savana 1, LG – Savana 10, L.Kim – Savana 13, L.Kim – Savana 14,
dan L.Kim – Savana 15. Jalur tersebut memiliki tipe habitat savana yang memiliki
kondisi alam yang terbuka dengan sedikit pepohonannya. Kondisi ini menyulitkan
komodo untuk berteduh atau beristirahat yang biasa dilakukan pada batang-batang
pohon yang telah roboh atau pada naungan-naungan pohon yang tidak langsung
terkena sinar matahari pada saat siang. Hal ini juga menyulitkan komodo untuk
mendapatkan mangsanya sehingga memudahkan satwa mangsa untuk
menghindari serangan komodo.
Komodo di P. Rinca memiliki dugaan populasi sebesar 698 individu
dengan kepadatan 3,15 ind/km2. Pada Tabel 3 menunjukan hasil perhitungan
dengan menggunakan Caughley (1977) mengenai dugaan dan kepadatan populasi
komodo.
25
Kepadatan komodo tertinggi di hutan gugur yaitu pada kelas umur dewasa
(3 ind/km2) dan terendah pada kelas umur muda (1,5 ind/km2), sedangkan di
savana kepadatan komodo tertinggi yaitu pada kelas umur dewasa (0,42 ind/km2)
dan pada kelas umur tetasan tidak ditemukan sama sekali. Keadaan ini
menunjukan tingkat kemampuan hidup dan pergerakan komodo dewasa lebih
tinggi dibandingkan dengan komodo lainnya yang lebih muda.
Menurut Fakhruddin (1998), tanpa memperhatikan tipe vegetasi bahwa
kepadatan populasi komodo di P. Komodo sebesar 27,5 ind/km2 dengan asumsi
komodo tersebar hanya di hutan gugur dengan luasan 76,07 km2. Maka diperoleh
populasi komodo di hutan gugur sebanyak 2091 individu. Perbedaan jumlah yang
cukup jauh dibandingkan dengan populasi di Rinca sebesar 698 individu dengan
kepadatan sebesar 8,4 ind/km2. Komodo mempunyai berbagai pola perilaku yang
bervariasi dalam merespon lingkungannya, sehingga dapat berfluktuasi dari waktu
ke waktu mengikuti fluktuasi lingkungannya. Perbedaan topografi antara P.
Komodo dengan P. Rinca menjadi salah satu penyebab perbedaan populasi
komodo dikedua pulau tersebut, sehingga memiliki peluang bertemu komodo
berbeda. P. Rinca yang memiliki topografi yang relatif datar sedangkan P.
Komodo lebih berbukit-bukit.
(a) (b)
Gambar 5. Lokasi pengamatan. (a) Savana. (b) Hutan Gugur.
Lanjutan Tabel 7.
• Tidak membutuhkan • Terkadang kondisi
biaya yang besar lapangan (jalur
• Kemungkinan terjadi pengamatan) tidak
strees pada satwa yaitu memungkinkan untuk
kecil, karena sedikitnya terlihatnya objek
gangguan oleh manusia pengamatan (satwa)
terhadap satwa. secara keseluruhan
karena kondisi alam
(cuaca, kerapatan
vegetasi, dan topografi).
3. Struktur Umur
Struktur umur dapat digunakan untuk menilai keberhasilan
perkembangbiakan satwaliar sehingga dapat menduga prospek kelestariannya.
Pengklasifikasian struktur umur komodo, yaitu berdasarkan kelas umur tetasan,
anakan, muda, dan dewasa. Ciri-ciri yang membedakan komodo berdasarkan
kelas umur selama di lapangan dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 6.
Tabel 8. Ciri-ciri morfologi komodo berdasarkan kelas umur
Ciri-ciri Morfologi
No. Kelas Umur Ukuran Tubuh
Warna Tubuh Bentuk Kepala
(SVL)
Kuning
1 Anakan Kecil lancip > 0.60 m
kemerahan
Kuning
2 Remaja Sedang, agak lancip 0.60 - 1.25 m
kehitaman
Hitam keabu-
3 Dewasa Besar, lebar >1.25 m
abuan
Keterangan : SVL (Snout Vent Length) : Panjang dari moncong sampai anus.
30
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 6.. Komodo berdasarkan kelas umur. (a) Dewasa, (b) Muda, (c dan d)
Anakan
350
300
250
200
Individu
150
100
50
0
Tetasan Anakan Muda Dewasa
Kelas Umur
Gambar 7. Struktur umur komodo
Februari 2008 pada satu sarang komodo yang dipagari yang bertujuan untuk
menghindari predator terhadap telur maupun tetasan komodo dan juga sebagai
pemantauan hasil tetasan pada sarang komodo. Untuk kelas umur anakan dan
muda masing-masing sebesar (22,49% dan 18,34%). Keadaan ini menunjukan
adanya resiko kematian yang cukup tinggi pada tetasan komodo. Pengelolaan
yang kurang intensif terhadap sarang komodo dapat menyebabkan rendahnya
populasi pada tetasan komodo. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor pakan
komodo yang diduga memiliki populasi yang relatif semakin menurun, terlebih
masih adanya gangguan dari perburuan liar terhadap rusa dan keberadaan anjing
liar.
Jika dilihat berdasarkan urutan jumlah individu yang memiliki nilai
tertinggi sampai terendah yaitu kelas umur dewasa, anakan, muda, dan tetasan.
Kondisi populasi komodo seperti ini sangat sulit untuk berkembang atau
bertambah, sehingga kemungkinan besar komodo berada dalam status satwa yang
terancam punah. Menurut Wiessum (1973), bahwa populasi dapat stabil,
berkembang, atau menurun disebabkan oleh :
1. Keadaan hidup satwa seperti makanan, tempat tinggal, pelindung, dan lain-lain.
2. Keadaan sikap hidup satwa yaitu kelahiran, kematian, dan survival.
3. Perpindahan satwa.
Kesulitan secara visual selama pengamatan mempengaruhi karena ukuran
komodo semakin kecil semakin sulit untuk ditemukan. Terlebih komodo muda,
anakan, dan tetasan lebih sering ditemukan di pohon atau alang-alang.
Struktur umur komodo dalam beberapa tahun ini di P. Rinca dan P. Komodo
(Tabel 9) dalam keadaan populasi mundur (regressive population), yaitu natalitas
mengalami penurunan.
Tabel 9. Populasi komodo berdasarkan kelas umur di TN Komodo tahun 2003 –
2007
P. Rinca P. Komodo
Tahun
Anak Remaja Dewasa Total Anak Remaja Dewasa Total
2003 354 389 522 1265 228 456 667 1351
2004**) 266 434 646 1346 - - - -
2005**) 302 415 581 1298 211 349 677 1237
2006***) - - - - - - - -
2007 340 377 612 1329 202 413 755 1370
Ket: **) Tahun 2004 dan 2005 dana untuk inventarisasi komodo hanya tersedia untuk P. Rinca.
***) Tidak ada kegiatan inventarisasi komodo.
(Sumber: Statistik TN Komodo Tahun 2007)
32
komodo jantan lebih luas dibandingkan betina. Komodo jantan diduga lebih
sering kawin dengan beberapa komodo betina dan peluang hidup komodo jantan
juga lebih tinggi dibandingkan komodo betina. Pada jalur 10 komodo jantan
memiliki jumlah paling banyak dibandingkan jalur lainnya. Hal ini juga didukung
oleh jumlah betina pada jalur 10 yang memiliki jumlah terbanyak dibandingkan
jalur lainnya.
Berdasarkan pengamatan di lapangan (Februari-Mei) banyak ditemukan
komodo jantan berusaha untuk melakukan proses kawin terhadap komodo betina,
tapi komodo betina terus menghindar (Gambar 8). Hal ini mendukung pernyataan
dari Erdmann (2004) bahwa musim kawin komodo sekitar bulan Juli-Agustus,
yaitu pada musim kering.
Gambar 8. Komodo jantan yang memaksa kawin kepada komodo betina di luar
musim kawin
dikeluarkan dari sarang untuk diidentifikasi, seperti berat, SVL (Snout Vent
Length), dan tanda-tanda khusus tiap individu.
Penetasan tersebut berada pada sarang komodo yang terdapat di jalur 10.
Jalur ini merupakan jalur wisata di Loh Buaya dengan tipe habitat hutan gugur
yang didominasi oleh Asam, Kukun, Kesambi, Mbiring, dan lain-lain.
b). Mortalitas
Data mortalitas komodo didapat dari data natalitas-nya yang mengalami
kematian akibat human error karena kurangnya pemantauan yang dilakukan oleh
pihak TNK yang memiliki keterbatasan personil di lokasi pos (Loh Buaya) yang
terdapat sarang komodo yang dipagari. Tetasan komodo tersebut tersangkut pada
jaring yang dipasang di atas lubang sarang tersebut. Jumlah tetasan yang mati
sebanyak 6 individu dengan angka kematian sebesar 4,23%. Nilai ini menyatakan
bahwa tingkat kematian komodo cukup tinggi. Komodo yang mati merupakan
tetasan yang diharapkan menjadi individu penerus bagi komodo-komodo yang
telah tua, sehingga diperlukan peningkatan pemantauan terhadap sarang komodo
yang dipagari.
Gambar 10. Tetasan komodo yang mati diawetkan di kantor Balai TNK
membakar kayu pada saat memasak dan sering ditinggalkan dengan kondisi api
yang masih menyala.
Daerah savana menjadi bagian penting bagi kehidupan komodo. Berbagai
aktivitas sering dilakukan komodo di savana, seperti berjemur (basking), sehingga
ancaman dengan adanya kebakaran hutan dapat mengurangi pergerakan komodo.
Perkembangan jaman sekarang ini tidak diimbangi oleh sebagian
masyarakat di dunia (terutama di Indonesia), dalam hal ini pola berfikir yang
diterapkan. Konflik karena pendapat sering muncul ketika kebutuhan manusia
terhadap lahan, sumberdaya, kekayaan dan kesejahteraan meningkat, sehingga
komodo kehilangan habitat dan tempat hidupnya.
c). Pengumpanan (Feeding)
Komodo menjadi perhatian dunia ini menjadi daya tarik dari media
elektronik (stasiun televisi). Berbagai atraksi komodo sering dilakukan untuk
membuat film dokumenter dengan cara pengumpanan (feeding) menggunakan
kambing, baik hidup maupun mati (Gambar 11-b). Hal ini dilakukan untuk
menarik perhatian komodo yang begitu tajam penciumannya terhadap daging dan
darah, sehingga mempermudah dalam melakukan atraksi komodo yang
diinginkan.
Komodo merupakan satwa yang mempunyai kemampuan berburu yang
berbeda-beda setiap kelas umur. Semakin dewasa, kemampuan berburunya
menjadi semakin menurun. Selama penelitian, ditemukan komodo berburu rusa
maupun kerbau (Gambar 11-a) sebanyak 9 kali, tapi yang berhasil mati hanya 3
individu rusa. Terbukti bahwa komodo muda yang melakukan perburuan tersebut
sampai mangsa luka, kemudian komodo-komodo lainnya (khususnya dewasa)
langsung ikut memakan rusa tersebut. Dengan adanya kegiatan feeding, jika
melihat jangka pendek memang tidak begitu terlihat dampaknya, tetapi secara
jangka panjang lambat-laun dapat merubah perilaku dan genetik komodo. Hal ini
menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan kepunahan terhadap komodo.
37
(a) (b)
Gambar 11. Komodo berburu dan makan (a) Komodo muda berburu kerbau air.
(b) Atraksi komodo makan daging kambing yang dilakukan oleh salah
satu stasiun televisi
B. Sebaran Spasial
1. Bentuk Sebaran Spasial
Pola sebaran spasial pada komodo ditentukan berdasarkan kontak dengan
masing-masing individu komodo. Hasil analisis data mengenai pola sebaran
spasial komodo dengan menggunakan beberapa metode tersaji pada Tabel 11.
Tabel 11. Pola sebaran spasial komodo
Metode Anaisis Data Nilai Bentuk Sebaran
χ²hitung 167059,6
χ²tabel (q=11,α=0.05) Berkelompok
18,31
Metode Rasio Nilai
Tengah dan Ragam 3,722 Berkelompok
2. Habitat
Komodo merupakan salah satu jenis atau bagian dari ekosistem hutan yang
memiliki peranan penting dalam kelestarian hutan. Penyebaran habitat komodo
terdapat di savana dan hutan gugur, terkadang juga komodo ditemukan di daerah
mangrove dan pantai. Pemanfaatan habitat oleh komodo umumnya bergantung
pada besarnya potensi sumber pakan (rusa, babi, kerbau, monyet, dan kuda).
Faktor-faktor yang berkaitan dengan penyebaran satwa pakan juga berpengaruh
terhadap penyebaran komodo, seperti ketersediaan air dan vegetasi.
Komodo memanfaatkan habitatnya sebagai tempat tinggal, berburu, dan
berlindung dari komodo lainnya maupun gejala alam (hujan dan panas). Tipe
hutan di P. Rinca mempunyai daya dukung yang penting terhadap kelangsungan
hidup komodo. Fungsi habitat merupakan bagian penting dalam pemilihan habitat
oleh komodo dan mangsanya. Jika terjadi perubahan terhadap kondisi habitat,
maka akan berpengaruh terhadap keberadaan komodo secara kualitas maupun
kuantitas.
a). Ketersediaan Air
Ketersediaan air di kawasan TNK memiliki peranan penting bagi kehidupan
satwa mangsa komodo seperti rusa, babi, kerbau, kuda, dan monyet ekor panjang.
Karakteristik sumber air yang digunakan komodo di TNK secara umum memiliki
warna yang keruh dan kotor.
Komodo menggunakan air hanya sesekali saja, biasanya untuk minum dan
berendam. Hal ini dibuktikan pada saat pengamatan dengan ditemukannya
beberapa individu komodo yang berendam di kubangan/bak air. Komodo biasa
berendam dan minum setelah makan untuk kembali memulihkan kondisi
tubuhnya. Komodo memperoleh kebutuhan air mencapai 70 % dari mangsanya.
Sumber air yang diperoleh komodo berasal dari air hujan, mata air, sungai,
maupun dari bak penampungan yang dibuat oleh pihak Balai TNK. Kondisi cuaca
yang panas di kawasan TNK menyebabkan serapan air oleh tanah dan vegetasi
cukup tinggi sehingga persedian air menjadi sedikit. Dalam penggunaan air,
komodo mendapatkan persaingan dari satwa mangsa (rusa, babi, kerbau, kuda,
39
dan monyet ekor panjang) yang memiliki tingkat kebutuhan air yang lebih tinggi
dari komodo. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya satwa mangsa komodo di
sekitar sumber air, baik secara langsung maupun tidak langsung (jejak dan
kotoran).
Pada saat musim kemarau, ketersediaan air di kawsan TNK sangat sedikit,
bahkan ditemukan beberapa sumber air satwa dengan kondisi yang kering. Hanya
bak penampungan air buatan yang menyediakan air, walaupun dengan jumlah
yang sedikit. Satwa mangsa sering berkumpul di dekat bak penampungan air ini,
sehingga mudah sekali ditemukan satwa mangsa komodo pada musim kemarau.
(a) (b)
Gambar 12. Bak satwa. (a) Buatan. (b) Alami
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
Gambar 13. Pakan komodo. (a) Rusa timor, (b) Kerbau air, (c) Babi hutan, (d)
Kuda liar, (e) Monyet ekor panjang, (f) Telur Burung gosong
(a) (b)
(c)
Gambar 14. Sarang dan Tempat Istirahat Komodo. (a) Sarang komodo dari
bebatuan. (b) Komodo sedang menggali sarang untuk mencari telur
gosong. (c) Sarang komodo yang dibuat oleh gosong
Jika dilihat dari tipe habitat sarang komodo, bahwa komodo menggunakan
sarang gundukan tanah di hutan, sedangkan untuk sarang yang terbuat dari batu
berada di savana. Sarang yang terdapat di hutan gugur terbuat dari gundukan
tanah yang digunakan komodo untuk istirahat dan tidur, serta menyimpan telur.
Sarang yang di savana digunakan hanya untuk istirahat atau tidur.
d). Cover
Komodo memerlukan cover berupa pohon, batu, dan batang pohon yang
roboh. Umumnya komodo berjemur (basking) pada saat pagi hari. Komodo
memerlukan struktur vegetasi hutan sebagai pelindung dari serangan komodo lain
dan perubahan suhu yang tinggi pada siang hari dan malam hari.
44
(a) (b)
(c)
Gambar 15.. Cover komodo pada saat istirahat. (a) Batang kayu roboh, (b) Batang
pohon, (c) Batu
Penutupan tajuk pada lokasi pengamatan dapat dilihat pada Gambar 16.
Intensitas cahaya matahari yang masuk ke la
lantai
ntai hutan tergantung dari kondisi
penutupan tajuk. Pada saat komodo istirahat atau tidur, penutupan tajuk memiliki
peranan penting sebagai pelindung dari sinar matahari. Kondisi penutupan tajuk
berpengaruh terhadap kondisi iklim. Suhu rata
rata-rata selama pengamatan
gamatan pada pagi
hari berkisar 24-310C dan sore hari berkisar 28
28-300C.
100
90
80
70
60
(%)
50
Pagi
40
30 Sore
20
10
0
Savana Hutan Gugur
Tipe Habitat
Peluang perjumpaan di savana pada pagi hari sebesar 88%, sedangkan pada
sore hari hanya 12%. Pada hutan gugur, peluang perjumpaan pada pagi hari
sebesar 80% dan sore hari sebesar 20%. Sehingga dikedua tipe habitat tersebut
memiliki peluang perjumpaan yang sama yaitu pada waktu pagi hari dibandingkan
dengan sore hari. Hal ini dikarenakan komodo lebih mudah dijumpai pada waktu
pagi hari pada saat aktivitas basking. Menjelang siang hari komodo melakukan
aktivitas di pohon seperti istirahat, tidur, atau menghindari serangan dari predator
maupun komodo lainnya. Hal ini menjadi rekomendasi dalam pengelolaan
ekowisata di TNK. Wisatawan yang datang ke TNK untuk melihat komodo dapat
dilakukan pada pagi hari karena peluang untuk melihat komodo lebih tinggi
dibandingkan dengan siang maupun sore hari.
C. Pengelolaan Komodo
1. Konservasi komodo
Komodo merupakan satwa sisa peninggalan jaman purba yang masih
mampu bertahan hidup sampai sekarang. Keberadaannya hanya ditemukan di
TNK dan P. Flores. Berbagai usaha untuk menjaga kelestariannya, telah
ditetapkan Undang-Undang Perburuan dan Perlindungan Binatang Liar Tahun
1931 dan menjadi satwa kebanggaan Indonesia. Ancaman terbesar berasal dari
para pemburu untuk menangkap rusa dengan menggunakan anjing, padahal rusa
sendiri merupakan pakan utama komodo.
48
Upaya yang dilakukan dari segi pengawetan plasma nutfah yaitu dengan
pemagaran sarang komodo untuk melindungi telur dan tetasan komodo sehingga
dapat memudahkan untuk pemantauan terhadap telur dan tetasan komodo tersebut
serta dapat menghindari pemangsaan oleh predator maupun komodo itu sendiri.
(a) (b)
Gambar 18. (a dan b) Sarang komodo yang dipagari
Status sebagai satwa yang langka di dunia menjadikan komodo sebagai daya
tarik dalam pengembangan ekowisata. Berdasarkan BTNK (2007), TNK
merupakan taman nasional di Indonesia yang paling banyak dikunjungi oleh
wisatawan mancanegara maupun domestik sebesar 22.000 orang. Selain itu juga
menjadi objek penelitian dari berbagai kalangan baik mahasiawa, LSM, maupun
peneliti-peneliti lainnya, karena masih banyak hal-hal yang belum pasti terungkap
mengenai komodo.
2. Implikasi terhadap pengelolaan komodo
Pengelolaan terhadap satwaliar memiliki 2 pendekatan dalam pelestarian
populasi, yaitu mengembangkan jenis-jenis yang menarik perhatian (spesies
indikator, kunci, atau tunggal) dan mengembangkan kekayaan jenis. Komodo
merupakan satwa yang menarik perhatian karena keunikan dan kelangkaannya,
yakni kadal terbesar di dunia yang hidup dari jaman purba yang masih mampu
bertahan sampai sekarang. Selain itu, mampu memberikan dan meningkatkan taraf
hidup masyarakat sekitar kawasan dari kegiatan ekowisata.
Pendekatan dalam pengelolaan habitat komodo difokuskan terhadap
pembuatan bak minum satwa yang dibuat oleh pihak TNK. Hal ini dilakukan
untuk menampung air pada musim kemarau yang ketersediaannya sangat susah di
kawasan TNK.
49
A. Kesimpulan
1. Nilai dugaan akhir populasi komodo di P. Rinca sebesar 698 individu dengan
kepadatan 3,15 ind/km2. Untuk KU tetasan mempunyai populasi sebesar 79
individu dengan kepadatan 0,4 ind/km2, anakan 157 individu dengan
kepadatan 0,8 ind/km2, remaja 128 individu dengan kepadatan 0,65 ind/km2,
dan dewasa 334 individu dengan kepadatan 1,7 ind/km2.
2. Angka kelahiran komodo sebesar 11,27% dan angka kematian sebesar 4,23%,
serta sex-ratio komodo sebesar 1 : 3.
3. Bentuk sebaran spasial komodo adalah mengelompok berdasarkan
perhitungan nilai rasio ragam 3,77; indeks dispersi 3,72; indeks green 0,08;
indeks clumping 2,72; dan chi-square 167.059,6.
4. Peluang perjumpaan di savana pada pagi hari sebesar 88%, sedangkan pada
sore hari hanya 12%. Pada hutan gugur, peluang perjumpaan pada pagi hari
sebesar 80% dan sore hari sebesar 20%.
B. Saran
1. Peningkatan pengamanan kawasan dari perburuan liar dan kebakaran hutan
untuk pelestarian komodo.
2. Pengurangan kegiatan shooting atraksi komodo dengan menggunakan
pengumpanan (feeding).
3. Perlu adanya penelitian yang continue dengan metode yang sama pada waktu
musim hujan dan kemarau.
4. Waktu yang tepat kunjungan wisatawan untuk melihat komodo yaitu pada
pagi hari (07.00-10.00).
Lampiran 1. Analisis vegetasi tingkat pohon
No Jenis Nama Ilmiah K KR D DR F FR INP
1 Jarak Jatropus curcas 15 12.24 94812.73 7.99 0.2 8.33 28.57
2 Pasalanga Voacangan granditolia 7.5 6.12 161235.77 13.59 0.2 8.33 28.05
3 Sita Alstonia scholaris 25 20.41 201558.24 16.99 0.5 20.8 58.24
4 Beringin Ficus sp. 2.5 2.04 2480.63 0.21 0.1 4.17 6.42
5 Mbiring Phitecelobium umbeltum 12.5 10.20 96075.19 8.10 0.5 20.8 39.14
6 Asam Tamaridus indica 20 16.33 241120.04 20.33 0.4 16.7 53.32
7 Wajur Pterospermum diversifolium 5 4.08 14681.25 1.24 0.1 4.17 9.49
8 Nyamplung Callophylum inophylum 7.5 6.12 103282.26 8.71 0.2 8.33 23.16
9 Kukun Schoutenis ovata 2.5 2.04 2640.63 0.22 0.1 4.17 6.43
10 Niti Wrightia pubescens 25 20.41 268120.14 22.61 0.1 4.17 47.18
122.5 100 1186006.86 100 2.4 100 300
55
Lampiran 4. Analisis vegetasi tingkat semai
No Jenis Nama Ilmiah K KR F FR INP
1 Pasalanga Voacangan granditolia 5 18.18182 0.2 18.18182 36.36
2 Mbiring Phitecelobium umbeltum 10 36.36364 0.4 36.36364 72.73
3 Sita Alstonia scholaris 5 18.18182 0.2 18.18182 36.36
4 Kesambi Schleira oleosa 2.5 9.090909 0.1 9.090909 18.18
5 Nyamplung Callophylum inophylum 2.5 9.090909 0.1 9.090909 18.18
6 Wajur Pterospermum diversifolium 2.5 9.090909 0.1 9.090909 18.18
27.5 100 1.1 100 200
56
Lampiran 5. Tally Sheet Pengamatan Komodo
Jalur 1
57
Hari/Tgl : Sabtu/12-4-08 Suhu : 310C
Waktu : 15.30 Cuaca : Cerah RH : 79%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
Tmbhn
1 17.15 2 2 Diam 10
bwh/Serasah
58
Jalur 2
59
Hari/Tgl : Minggu/13-4-08 Suhu : 270C
Waktu : 7.30 Cuaca : Cerah RH : 92%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
1 7.55 1 1 Jalan Semak belukar 7
2 8.32 1 1 Jalan Semak belukar 5
3 8.51 1 1 Jalan Semak belukar 5
4 9.23 1 1 Jalan Semak belukar 4
60
Jalur 3
61
Jalur 4
62
Hari/Tgl : Selasa/15-4-08 Suhu : 280C
Waktu : 8.00 Cuaca : Cerah RH : 85%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
Semak
1 9.35 1 1 Diam 5
belukar
Semak
2 10.05 1 1 Jalan 3
belukar
63
Jalur 5
64
Hari/Tgl : Minggu/20-4-08 Suhu : 280C
Waktu : 8.00 Cuaca : Cerah RH : 85%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
1 8.41 1 1 Basking Rumput 8
2 9.06 1 1 Basking Rumput 15
65
Jalur 6
66
Jalur 7
67
Hari/Tgl : Senin/19-5-08 Suhu : 270C
Waktu : 6.00 Cuaca : Cerah RH : 89%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
1 6.23 1 1 Basking Rumput, bebatuan 5
2 6.41 1 1 Basking Rumput 45
68
Jalur 8
69
Hari/Tgl : Jumat/25-4-08 Suhu : 240C
Waktu : 16.00 Cuaca : Cerah-Mendung RH : 91%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
1 16.17 1 1 Jalan Batu, rumput 20
70
Jalur 9
71
Hari/Tgl : Jumat/16-5-08 Suhu : 280C
Waktu : 7.00 Cuaca : Cerah RH : 84%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
1 7.06 1 1 Basking Rumput, batu 12
72
Jalur 10
73
Hari/Tgl : Minggu/18-5-08 Suhu : 280C
Waktu : 7.35 Cuaca : Cerah RH : 88%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
1 7.39 4 2 1 1 Basking, istirahat Rumput, tanah 4; 7; 2; 11
2 7.44 5 1 1 2 1 Basking, istirahat Rumput, tanah 5; 21; 6; 9; 17
3 7.55 2 1 1 Basking, istirahat Batu, tanah 8; 14
4 8.13 3 1 1 1 Basking, istirahat Rumput, tanah 12; 8; 20; 18
74
Jalur 11
75
Hari/Tgl : Kamis/15-5-08 Suhu : 280C
Waktu : 7.15 Cuaca : Cerah RH : 87%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
1 7.31 1 1 Basking Rumput 8
2 7.55 1 1 Jalan Tanah 6
76
Jalur 12
77
Hari/Tgl : Sabtu/10-5-08 Suhu : 310C
Waktu : 10.30 Cuaca : Cerah RH : 79%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
1 10.51 1 1 Diam (di bawah naungan pohon) Batu 8
78
Jalur 13
79
Hari/Tgl : Kamis/15-5-08 Suhu : 270C
Waktu : 7.45 Cuaca : Cerah-Mendung RH : 88%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
1 7.58 1 1 Basking Rumput
80
Jalur 14
81
Hari/Tgl : Kamis/15-5-08 Suhu : 290C
Waktu : 8.55 Cuaca : Cerah RH : 88%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
1 9.12 1 1 Istirahat Diam 7
2 9.31 1 1 Istirahat Diam 13
82
Jalur 15
83
Jalur 16
84
Hari/Tgl : Jumat/9-5-08 Suhu : 290C
Waktu : 9.00 Cuaca : Cerah RH : 88%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
Tidak Ditemukan
85
Jalur 17
86
Hari/Tgl : Jumat/9-5-08 Suhu : 260C
Waktu : 7.10 Cuaca : Cerah RH : 87%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
1 7.34 1 1 Basking Batu, rumput 13
2 8.07 1 1 Basking Pasir 12
87
Jalur 18
88
Hari/Tgl : Senin/19-5-08 Suhu : 260C
Waktu : 7.00 Cuaca : Cerah RH : 88%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
Rumput,
1 7.55 1 1 Jalan 30
bebatuan
89
Jalur 19
90
Jalur 20
91
Lampiran 6. Hasil Analisis Bentuk Sebaran Spasial
χ²Lampiran
χ²hitung Kesimpulan Metode rasio nilai tengah dan ragam Kesimpulan
(q=11,α=0.05)
167059,6 19,68 mengelompok 3,722 mengelompok
ket : X²htung < X²Lampiran = terima Ho
ket:=1 acak, >1mengelompok, <1 homogen
X²htung > X²Lampiran = Tolak Ho
92
93