Anda di halaman 1dari 106

PENDUGAAN PARAMETER DEMOGRAFI DAN BENTUK

SEBARAN SPASIAL POPULASI BIAWAK KOMODO


(Varanus komodoensis) DI PULAU RINCA
TAMAN NASIONAL KOMODO NUSA TENGGARA TIMUR

R. YOSI ZAINAL MUHAMMAD

DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN
R. Yosi Zainal Muhammad. Pendugaan Parameter Demografi dan Bentuk
Sebaran Spasial Biawak Komodo (Varanus komodoensis) di P. Rinca, Taman
Nasional Komodo – Nusa Tenggara Timur. Di bawah bimbingan Dr. Ir.
Yanto Santosa, DEA.

Komodo merupakan salah satu satwa reptil purba yang keberadaannya


masih dapat ditemukan hanya di Taman Nasional Komodo (TNK) dan bagian
utara Pulau Flores. Dalam mempertahankan kelestariannya perlu dilakukan
berbagai pengelolaan terhadap populasi komodo dan habitatnya serta faktor-faktor
pendukung dalam kehidupannya, seperti air, pakan, cover, dan lain-lain.
Penelitian ini dilaksakan di TNK – Nusa Tenggara Timur dengan
mengambil contoh jalur di P. Rinca. Alat dan bahan yang digunakan antara lain
peta kawasan, binokuler, kompas, pita meteran, tambang plastik, kamera foto,
Global Positioning System (GPS), phiband, dan tally sheat. Bahan yang
digunakan sebagai objek penelitian ini adalah populasi komodo, antara lain
tetasan, anak, muda, dan dewasa serta vegetasi di hutan gugur. Pengumpulan data
melalui jalur transek sebanyak 20 jalur dengan pengulangan sebanyak 4 kali yaitu
5 jalur di hutan gugur dan 15 jalur di savana dengan luasan total contoh jalur 2
km2 dan analisis vegetasi seluas 0,04 km2. Pengolahan data populasi komodo
dengan menggunakan Caughley (1997) dan sebaran spasial dengan menggunakan
metode rasio ragam, indeks dispersi, indeks green, indeks clumping, dan chi-
square.
Hasil pengamatan menunjukan bahwa populasi komodo di P. Rinca diduga
sebanyak 698 individu dengan kepadatan 3,15 ind/km2. Untuk kelas umur dewasa
memiliki kepadatan 1,7 ind/km2, muda 0,65 ind/km2, anakan 0,8 ind/km2, dan
tetasan 0,4 ind/km2. Berdasarkan tipe habitat, yaitu hutan gugur dan savana,
diperoleh kepadatan komodo di hutan gugur 8,4 ind/km2 dan savana 0,64 ind/km2.
Angka kelahiran komodo sebesar 11,27 %, memiliki nilai yang lebih tinggi dari
pada angka kematian sebesar 4,23 %. Untuk sex ratio komodo jantan terhadap
komodo betina sebesar 3 : 1.
Bentuk sebaran spasial komodo dari hasil analisis data yaitu mengelompok
berdasarkan perhitungan nilai rasio ragam 3,77; indeks dispersi 3,72; indeks green
0,08, indeks clumping 2,72, dan chi-square 167.059,6. Kerapatan vegetasi di
hutan gugur pada tingkat semai 27,5 ind/ha, pancang 20 ind/ha, tiang 20 ind/ha,
dan pohon 122,5 ind/ha. Jenis-jenis yang memiliki nilai penting yaitu Sita
(Alstonia scholaris), Mbiring (Phitecelobium umbeltum), dan Pasalanga
(Voacangan granditolia).
Peluang perjumpaan di savana pada pagi hari sebesar 88%, sedangkan pada
sore hari hanya 12%. Pada hutan gugur, peluang perjumpaan pada pagi hari
sebesar 80% dan sore hari sebesar 20%.
SUMMARY
Estimation of Demografy Parameter and Pattern of Spatial Spread Komodo
Dragon (Varanus komodoensis) in Rinca Island - Komodo National Park –
East Nusa Tenggara. By: R. Yosi Zainal Muhammad and Dr. Ir. Yanto
Santosa, DEA.

Komodo is one of the ancient reptiles that can be found only at Komodo
National Park and north Flores Island. Within the Conservation of komodo,
management of its population, habitat, and supporting factors such as water, food,
cover, etc are needed.
This research is conducted in TNK – East Nusa Tenggara with sampling in
Rinca Island. Equipments that are used during the research are site map,
binocular, compass, measure tape, plastic rope, camera, Global Positioning
System (GPS), phi band, and tally sheet, and the materials are populations of
komodo which consist of hatched, juvenile, teenage, adult, and also the vegetation
of autumn forest. The data collecting consist of 20 line transect with 4 times
repetition that are 5 line in autumn forest and 15 line in savanna with total
sampling area is 2 km2 and the vegetation analysis about 0,04 km2. Analysis of
komodo population’s data use Caughley (1997), spatial spread with variant ratio
method, dispersion index, green index, clumping index, and chi-square.
The result of this observation shows that the population of komodo in Rinca
Island is 698 individual with density 3,15 ind/km2. Density of adult is 1,7 ind/km2,
teenage is 0,65 ind/km2, juvenile is 0,8 ind/km2, and hatched is 0,4 ind/km2.
According to the habitat type, autumn forest and savannah, density of komodo in
autumn forest is 8,4 ind/km2 and in savanna is 0,64 ind/km2. Nasality of komodo
is 11,27 %; having value higher compare with mortalities is 4,23 %. The sex ratio
of masculine komodo to female of komodo is 3: 1.
The result of analysis about spatial spread shape of komodo is cluster,
considered by variant ratio is 3,77; dispersion index 3,72; green index is 0,08;
clumping index is 2,72; and chi- square 167.059,6. Density of vegetation in
autumn forest is 27,5 ind/ha seedling, 20 Ind/ha boundary pole, 20 ind/ha pole,
and 122,5 ind/ha trees. The important species are Sita (Alstonia scholaris),
Mbiring (Phitecelobium umbeltum), and Pasalanga (Voacangan granditolia).
The meeting probability in savanna is 88% in the morning, and 12% in the
afternoon. In the autumn forest, the meeting probability in the morning is 80%
and 20% in the afternoon.
PENDUGAAN PARAMETER DEMOGRAFI DAN BENTUK
SEBARAN SPASIAL POPULASI BIAWAK KOMODO
(Varanus komodoensis) DI PULAU RINCA
TAMAN NASIONAL KOMODO NUSA TENGGARA TIMUR

R. YOSI ZAINAL MUHAMMAD

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Kehutanan
Fakultas Kehutanan - Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTANDAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Judul Penelitian : Pendugaan Parameter Demografi dan Bentuk
Sebaran Spasial Biawak Komodo (Varanus
komodoensis) di Pulau Rinca - Taman Nasional
Komodo
Nama Mahasiswa : R. Yosi Zainal Muhammad
NRP : E34104045

Menyetujui,
Dosen Pembimbing,

(Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA)


NIP.131 760 834

Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan IPB

(Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr.)


NIP : 131 578 788

Tanggal Lulus : 25 Agustus 2008


PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Parameter


Demografi dan Bentuk Sebaran Spasial Biawak Komodo (Varanus komodoensis) di
Pulau Rinca - Taman Nasional Komodo adalah benar-benar hasil karya saya sendiri
dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya
ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi
ini.

Bogor, Agustus 2008

R. Yosi Zainal Muhammad


NRP E34104045
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Juli 1985 di Ciamis sebagai putra kedua dari
tiga bersaudara pasangan Bapak Abdurahman dan Ibu Sumartini. Penulis memulai
karir pendidikannya di TK Ade Irma Suryani Ciamis pada tahun 1990, kemudian
melanjutkannya ke SDN Janggala Ciamis pada tahun 1992. Penulis melanjutkan
pendidikannya ke SMPN 1 Ciamis pada tahun 1998. Setelah itu, penulis melanjutkan
pendidikannya ke SMUN 2 Ciamis pada tahun 2001. Pada tahun 2004, penulis
diterima sebagai mahasiswa di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di kegiatan organisasi Himpunan
Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai
Kepala Divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM) dan anggota Kelompok
Pemerhati Herpetofauna. Penulis juga merupakan anggota Paguyuban Mahasiswa
Galuh Ciamis (PMGC) dan Anggota Bobotoh Persib “Maung” Bandung (Viking-
Bandung). Penulis pernah melakukan kegiatan praktek, antara lain Praktek
Pengenalan dan Pengelolaan Hutan di CA Leuweung Sancang Garut, CA Kamojang
Bandung, dan Perum Perhutani KPH Cianjur pada tahun 2007. Kemudian pada tahun
2008, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang Profesi di Taman Nasional
Komodo. Selain itu, penulis juga pernah melaksakan kegiatan eksplorasi
keanekaragaman flora, fauna dan ekowisata di Taman Nasional Way Kambas pada
tahun 2006, Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2007, dan Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung pada tahun 2007.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis
melakukan penelitian karya ilmiah yang berjudul “Pendugaan Parameter
Demografi dan Bentuk Sebaran Spasial Biawak Komodo (Varanus komodoensis)
di Pulau Rinca – SPTN 1 Rinca - Taman Nasional Komodo” di bawah bimbingan
Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA.
i

KATA PENGANTAR

Penelitian berjudul “Pendugaan Parameter Demografi dan Bentuk Sebaran


Spasial Biawak Komodo (Varanus komodoensis) di Pulau Rinca – SPTN 1 Rinca -
Taman Nasional Komodo” merupakan skripsi yang menyajikan mengenai dugaan
populasi dan bentuk sebaran spasial komodo berdasarkan tipe habitat dan kelas umur
di Pulau Rinca – SPTN 1 Rinca - Taman Nasional Komodo.
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi pihak Taman
Nasional Komodo dalam pengembangan dan pengelolaan ekowisata mengenai
penyebaran komodo. Selain itu, menjadikan sebagai data terbaru mengenai populasi
komodo serta dapat mendukung perkembangan ilmu pengetahuan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan dari segi materi maupun penyajiannya. Oleh karena itu, segala kritik dan
saran sangat diharapkan untuk menjadikan tulisan ini lebih baik dan bermanfaat.

Bogor, Agustus 2008

Penulis
ii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan Syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Salawat dan
Salam terhaturkan bagi Nabi Muhammad SAW yang telah menerangi jalan umat-
Nya.
Perhargaan tertinggi penulis ucapkan kepada kedua orang tua tercinta (Papap
dan Ibu), kedua saudara penulis (T’Gina dan Yani), dan A’Herlas yang telah
memberikan segala dukungan dalam segala bentuk jiwa dan raga, juga kepada Nira
yang selalu memberikan motivasi, dukungan dan doanya selama ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA selaku dosen pembimbing atas segala nasihat,
dukungan, dan bimbingannya selama ini.
2. Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, M. Sc. dan Effendi Tri Bahtiar, S. Hut, M. Si.
sebagai dosen penguji atas saran-sarannya.
3. Drs. Tamen Sitorus, MSc (Kepala Balai TN Komodo) yang telah memberikan
ijin penelitian di TN Komodo.
4. Fransiskus Harun, S.Hut (Putri Naga Komodo) atas bantuan logistik dan
transportasi selama di lapangan.
5. Hendrikus Rani Siga, S.Hut beserta keluarga atas segala bantuan dan
kerjasamanya.
6. George T. Saputra (IRATA) yang telah mendanai penelitian ini.
7. Para staf, rangers, dan polhut TN Komodo atas kerjasama dan bantuan.
8. Kawan-kawan Tim PKLP TN Komodo 2008 (Edu, Tikul, Ochin, dan Putra)
“Bravo Komodo”.
9. Penghuni seatap, seperjuangan, sependeritaan, “IC” (2005 – selamanya) Alex
“Donat”, Andi “Manuk”, Ican “Bungsu”, Hery “Rock”, Bob “The Jak”, Koen
“Oray”, Heru “Ponks”, Aaf “Tolz”. Alumni IC Tink2, Yogi “Giox”, n Rhama
“Item”, beserta para the black man yang betah di IC.
iii

10. The Big Family KSH 41. “Qta memang beda tapi kompak yaa…”.
11. Rekan seperjuangan di HIMAKOVA era Bajink cs., (Ucenk, Nisa, Salwa, Ai,
Toa, Lanjar, Ina, Kirun, Febia, Sukem serta rekan-rekan KSH 42).
12. Keluarga Besar HIMAKOVA, khususnya Kelompok Pemerhati Herpetofauna
“Python”.
13. Alumni IPB di TN Komodo (Mba Rini, Mas Andrinaldi), terima kasih atas
bantuan dan bekalnya.
14. Keluarga Besar penghuni KPAP (Bu Vivi, Bu Evan, Bu Titin, Bu Ety, Bu Ratna,
Pa Acu, dll) dan Umi-Umi Lab+Dapur KSHE.
15. Makhluk-makhluk yang berjiwa konservasi di jagad alam raya ini yang
merindukan kedamaian dan kehidupan yang lestari.
16. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal, kegiatan
penelitian, hingga penulisan skripsi ini.
iv

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................................ i
UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... viii
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Tujuan ............................................................................................................... 2
C. Manfaat ............................................................................................................. 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................... .......................... 3
A. Bio-Ekologi Komodo ......................................................................................... 3
1. Taksonomi dan Morfologi ............................................................................ 3
2. Pupolasi ........................................................................................................ 4
3. Penyebaran .................................................................................................... 5
4. Habitat .......................................................................................................... 6
5. Perilaku dan Aktivitas .................................................................................. 7
B. Parameter Demografi ......................................................................................... 8
1. Ukuran Populasi ........................................................................................... 8
2. Natalitas (Kelahiran)..................................................................................... 9
3. Mortalitas (Kematian) .................................................................................. 9
4. Sex Ratio (Nisbah Kelamin) ......................................................................... 9
5. Struktur Umur ............................................................................................. 10
C. Sebaran Spasial ............................................................................................... 11
BAB III. METODE PENELITIAN ......................................................................... 12
A. Waktu dan Tempat .......................................................................................... 12
B. Alat dan Bahan ................................................................................................ 12
C. Pengumpulan Data .......................................................................................... 12
v

1. Observasi Lapang ..................................................................................... 12


2. Data Primer .............................................................................................. 12
a. Parameter Demografi .......................................................................... 12
b. Sebaran Spasial ................................................................................... 13
c. Analisis Vegetasi ................................................................................ 13
D. Pengelolan Data ............................................................................................. 14
1. Parameter Demografi .............................................................................. 14
a. Populasi ............................................................................................... 14
b. Kelahiran (Natalitas) .......................................................................... 14
c. Kematian (Mortalitas) ........................................................................ 14
d. Nisbah Kelamin (Sex ratio) ................................................................ 15
2. Bentuk Sebaran Spasial ........................................................................... 15
a. Metode Rasio Ragam dan Nilai Tengah ............................................. 15
b. Indeks Disperse .................................................................................. 15
c. Indeks Clumping ................................................................................. 15
d. Indeks Green ........................................................................................ 15
e. Chi-Quare ............................................................................................ 16
3. Analisis Vegetasi ..................................................................................... 16
BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ........................................... 17
A. Luas dan Letak .............................................................................................. 17
B. Iklim ............................................................................................................... 18
C. Fisik ............................................................................................................... 18
1. Topografi ................................................................................................. 18
2. Geologi .................................................................................................... 18
3. Tanah ....................................................................................................... 19
D. Kondisi Biologi ............................................................................................. 19
1. Fauna ....................................................................................................... 19
2. Flora ........................................................................................................ 19
a. Padang Rumput dan Savana ............................................................... 20
b. Hutan Tropis Musim ........................................................................... 20
vi

c. Hutan di atas 500 mdpl ....................................................................... 20


d. Hutan Bakau ....................................................................................... 21
e. Terumbu Karang ................................................................................. 21
E. Sosial dan Ekonomi Masyarakat .................................................................... 21
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. 22
A. Parameter Demografi ..................................................................................... 22
1. Sejarah Komodo ...................................................................................... 22
2. Ukuran dan Kepadatan Populasi ............................................................. 23
3. Struktur Umur .......................................................................................... 29
4. Nisbah Kelamin (Sex-Ratio) .................................................................... 31
5. Kelahiran (Natalitas) dan Kematian (Mortalitas) ................................... 33
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi populasi ........................................... 34
a. Perburuan satwa mangsa komodo........................................................ 35
b. Perubahan Habitat ............................................................................... 35
c. Pengumpanan (Feeding) ..................................................................... 36
B. Sebaran Spasial .............................................................................................. 37
1. Bentuk Sebaran Spasial ........................................................................... 37
2. Habitat ..................................................................................................... 38
a. Ketersediaan Air ................................................................................. 38
b. Ketersediaan Pakan ............................................................................. 39
c. Sarang dan Tempat Istirahat ................................................................ 41
d. Cover .................................................................................................. 43
e. Kondisi Vegetasi ................................................................................. 45
3. Hubungan Waktu Perjumpaan dengan Tipe Habitat ............................... 46
C. Pengelolaan Komodo ..................................................................................... 47
1. Konservasi Komodo ................................................................................ 47
2. Implikasi Terhadap Pengelolaan Komodo .............................................. 48
3. Pengembangan Ekowisata yang Melibatkan Komodo ............................ 48
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 50
A. Kesimpulan ............................................................................................. 50
vii

B. Saran ....................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 51
LAMPIRAN ............................................................................................................ 53
viii

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Sejarah keberadaan komodo di TNK .................................................................. 22


2. Hasil pengamatan komodo berdasarkan kelas umur dan tipe habitat ................. 23
3. Dugaan populasi dan kepadatan komodo di P. Rinca berdasarkan kelas umur 25
4. Kepadatan komodo di masing-masing pulau di TNK .......................................... 25
5. Kepadatan populasi komodo berdasarkan kelas umur terhadap tipe habitat ...... 26
6. Perkembangan populasi komodo di P. Rinca ....................................................... 28
7. Kelebihan dan kekurangan metode dalam inventarisasi komodo ........................ 28
8. Ciri-ciri morfologi komodo berdasarkan kelas umur ........................................... 29
9. Populasi komodo berdasarkan kelas umur di TN Komodo tahun 2003 – 2007 ... 31
10. Perbandingan sex ratio tiap jalur dan habitat ..................................................... 32
11. Pola sebaran spasial komodo ............................................................................. 37
12. Jumlah sarang komodo yang ditemukan ............................................................ 43
13. Kerapatan tingkatan vegetasi pada hutan gugur ................................................. 45
14. Hasil analisis vegetasi di hutan gugur ................................................................ 45
ix

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Penyebaran komodo, 5 jenis mamalia besar, dan 2 jenis burung di TNK 6


2. Analisis vegetasi cara jalur atau transek .............................................................. 13
3. Peta kawasan TNK ............................................................................................... 17
4. Tipe hutan di kawasan TNK ................................................................................ 26
5. Lokasi pengamatan ............................................................................................... 27
6. Struktur umur komodo ......................................................................................... 29
7. Komodo berdasarkan kelas umur ......................................................................... 29
8. Komodo jantan yang memaksa kawin kepada komodo betina
di luar musim kawin ............................................................................................. 33
9. Tetasan (bayi) komodo pada bulan Februari 2008 ............................................... 34
10. Tetasan komodo yang mati diawetkan di kantor Balai TNK ............................ 34
11. Komodo berburu dan makan .............................................................................. 37
12. Bak satwa ........................................................................................................... 39
13. Pakan komodo .................................................................................................... 40
14. Sarang dan Tempat Istirahat komodo ................................................................. 42
15. Cover komodo pada saat istirahat ...................................................................... 43
16. Profil pohon ........................................................................................................ 44
17. Hubungan waktu perjumpaan setiap tipe habitat ............................................... 46
18. (a dan b) Sarang komodo yang dipagari ............................................................ 47
x

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Analisis vegetasi tingkat pohon ........................................................................... 54


2. Analisis vegetasi tingkat tiang ............................................................................. 54
3. Analisis vegetasi tingkat pancang ........................................................................ 54
4. Analisis vegetasi tingkat semai ............................................................................ 55
5. Tally Sheet Pengamatan Komodo ........................................................................ 55
6. Hasil Analisis Bentuk Sebaran Spasial ................................................................ 91
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Taman Nasional Komodo (TNK) merupakan kawasan pelestarian alam yang
dibentuk pada tahun 1980. TNK dinyatakan sebagai sebuah World Heritage Site dan
Man and Biosphere Reserve oleh UNESCO pada tahun 1986. Salah satu simbol dari
TNK yaitu satwa komodo (Varanus komodoensis).
Komodo merupakan salah satu fauna yang masih hidup sisa peninggalan zaman
purba dan keberadaannya tersebar di Pulau Komodo, P. Rinca, P. Gili Motang, dan P.
Flores. Satwa langka yang terancam punah ini dilindungi berdasarkan Undang-
Undang Perburuan dan Perlindungan Binatang Liar tahun 1931 dan menjadi satwa
kebanggaan Indonesia. Komodo merupakan jenis satwa reptil yang memiliki ukuran
tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan jenis reptil lainnya.
Kelangkaan dan keunikan status komodo dalam garis evolusi menganggap
bahwa komodo merupakan fosil hidup dari reptil purba, sehingga banyak dijadikan
sebagai objek wisata yang menarik bagi masyarakat. Menurut Mulyana dan Ridwan
(1992), selain banyak menarik perhatian dan mengundang kekaguman masyarakat
umum, komodo juga banyak menarik perhatian para ilmuan. Beberapa aspek ilmiah
mengenai komodo telah diteliti. Namun, aspek parameter demografi belum
seluruhnya terungkap. Padahal parameter demografi diperlukan untuk menganalisis
kondisi populasi komodo yang dapat digunakan untuk menduga kelestariannya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai TNK (2007) mengenai populasi
komodo di P. Rinca menyatakan bahwa jumlah populasi komodo diduga sebanyak
1329 individu. Penelitian lebih lanjut mengenai demografi komodo ini perlu
dilakukan untuk mengetahui data dan informasi terbaru. Data tersebut diharapkan
dapat menduga populasi komodo dalam beberapa tahun ke depan. Selain itu, pola
sebaran spasial komodo juga penting sebagai pertimbangan TNK dalam upaya
pengelolaan dasar kawasan.
2

B. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Menduga parameter demografi populasi komodo di Pulau Rinca yang meliputi laju
kelahiran, laju kematian, sex-ratio, ukuran populasi, dan struktur umur.
2. Menentukan bentuk sebaran spasial populasi komodo di Pulau Rinca.
C. Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai :
1. Dasar perencanaan kegiatan pengelolaan populasi biawak komodo dalam upaya
perlindungan dan pelestarian secara in-situ dan ex-situ.
2. Bahan pertimbangan bagi pihak TNK dalam pengembangan dan pengelolaan
ekowisata mengenai penyebaran komodo.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bio-Ekologi Komodo
1. Taksonomi dan Morfologi
Klasifikasi komodo secara sistematik hewan menurut Grzimek (1975)
adalah :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub-Phylum : Craniata
Class : Reptilia
Sub-Class : Lepidosauria
Ordo : Squamata
Sub-Ordo : Sauria
Infra Ordo : Varanomorpha
Family : Varanidae
Genus : Varanus
Spesies : Varanus komodoensis
Surahya (1989) menyatakan suatu kedudukan baru bagi komodo dalam
suatu taksonomi sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub-Phylum : Craniata
Class : Reptilia
Ordo : Squamata
Family : Mosasauridae
Genus : Mosasaurus
Spesies : Mosasaurus komodoensis
Menurut PPA (1979) umur komodo dapat ditentukan berdasarkan
ukurannya sebagai berikut :
1. Komodo Muda : Panjang badan total (dari ujung kepala sampai
ujung ekor) kurang dari 1 m. Warna kulit
4

coklat muda kegelapan dengan diselingi garis-


garis merah muda dan kuning.
2. Komodo Dewasa : Panjang badan total antara 1–2 m. Warna kulit
coklat agak tua dan garis-garis badan sudah
mulai kabur bahkan sudah hampir hilang.
3. Komodo Tua : Panjang badan total lebih dari 2 m. Warna kulit
coklat tua-kelabu sampai hampir kehitam-
hitaman.
Dalam menentukan perbedaan antara komodo jantan dan betina dapat dilihat
dari ukuran kepala, ukuran tubuh, ukuran kaki, dan penampilan. Menurut Kartono
(1994), komodo betina memiliki bentuk kelapa yang agak lonjong, kepala
berukuran relatif kecil, penampilan muka lebih jelek dan kaki kecil. Komodo
jantan memiliki ukuran kepala lebih besar, bentuk kepala agak bulat, penampilan
muka gagah, kaki lebih keluar dan besar serta ukuran tubuh lebih besar.
2. Populasi
Populasi komodo diperkirakan mencapai 7213 individu (Auffenberg, 1981)
di seluruh daerah penyebarannya. Sastrawan (1970) dalam PPA (1979)
memperkirakan jumlah populasi komodo mencapai 5500 individu di Suaka
Margasatwa Komodo dengan kepadatannya 10 ind/mil2 atau 3,9 ind/km2. Suaka
Margasatwa Pulau Komodo yang terdapat 2001 individu dengan komposisi umur
antara lain komodo muda 941 individu, dewasa 780 individu, dan tua 280 individu
atau dengan perbandingan muda : dewasa : tua yaitu 47 : 39 : 14 (PPA, 1979).
Pada tahun 1971, komodo diketahui hidup di lima pulau bagian selatan
Indonesia antara lain Komodo, Padar, Rinca, Gilimotang dan Flores. Daerah ini
merupakan daerah terkering di Indonesia. Pulau Komodo memiliki curah hujan
hanya sebesar 650 mm/tahun (Ciofi dalam Monk et al, 2000). Diperkirakan
terdapat sekitar 7213 individu komodo di P. Komodo, dengan kepadatan
maksimum 17 ind/km2 dan 6,4 ind/km2 di P. Padar (Aufenberg, 1981). PHKA
(2000) memperkirakan terdapat sekitar 2045 individu komodo di dalam TNK
pada tahun 1998.
5

3. Penyebaran
Komodo merupakan salah satu satwa endemik Indonesia yang tersebar di P.
Komodo, P. Rinca, P. Gilimotang, P. Padar, dan P. Flores bagian barat.
Penyebaran di P. Flores bagian barat mulai dari Labuan Bajo sampai Nangalili
dan di bagian Pantai Utara mulai dari Dampek sampai sebelah barat Riung
(Aufenberg, 1981). Sutedja (1983) menyatakan bahwa penyebaran komodo bukan
hanya di P. Komodo, P. Rinca , P. Gilimotang, P. Padar, Labuan Bajo, Nangalili
serta Dampek sampai sebelah barat Riung, tetapi lebih ke timur menyusuri pantai
utara P. Flores sampai ke sekitar Tanjung Watumanuk.
Komodo dapat ditemukan di P. Komodo dan pulau-pulau sekitarnya serta
tersebar pula di daratan P. Flores, yaitu di bagian barat dan pantai utara Kabupaten
Ngada dan Kabupaten Ende. Sampai saat ini belum lagi ditemukan sebaran
komodo di P. Flores yang lebih ke arah timur dari Tanjung Watumanuk (Mochtar,
1992). Bari (1988) menyatakan sebaran komodo ternyata lebih luas dari yang
diketahui selama ini, sehingga diperlukan penyempurnaan peta penyebarannya.
Menurut Kartono (1994), berdasarkan wawancara dengan para petugas di
pos jaga Loh Liang (P. Komodo), bahwa penyebaran komodo terdapat di lembah-
lembah yang banyak ditumbuhi oleh pepohonan, sering di puncak-puncak bukit
yang terdapat pohon, dan jarang di lereng bukit. Komodo banyak ditemukan di
lembah-lembah sebelah barat G. Ara dan G. Satalibo (P. Komodo), sedangkan di
P. Flores komodo ditemukan dalam jumlah kecil di padang rumput sebelah utara
G. Nampar (Auffenberg, 1981).
6

Gambar 1. Penyebaran komodo, 5 jenis mamalia besar, dan 2 jenis burung di TNK
(Sumber : RPTN Komodo 2000)

4. Habitat
Menurut Auffenberg (1981), biawak besar komodo (Varanus komodoensis)
sangat menyukai habitat savana. Savana (padang rumput dengan penyebaran
pohon-pohon yang jarang) ditemukan di daerah tropis dengan curah hujan 1000-
1500 mm/tahun mempunyai kondisi musim kering yang panjang, serta api
merupakan bagian penting dari lingkungannya (Alikodra, 1990). Pada umumnya
habitat komodo memiliki suhu rata-rata harian yang sangat tinggi dengan musim
kemarau yang panjang. Komodo yang tersebar dibeberapa pulau di Nusa
Tenggara Timur hidup pada keadaan topografi yang berbukit-bukit dengan
ketinggian maksimum 735 mdpl. Susunan vegetasi didominasi oleh padang
savana dengan beberapa tegakan pohon tinggi (Suara Alam, 1987).
Secara umum keadaan habitat komodo pada semua tempat hampir sama,
dengan suhu rata-rata 23-400C, kelembaban berkisar antara 45-75%, dan
ketinggian 0-600 mdpl (Mochtar, 1992). Habitat tersebut memiliki topografi sudut
kemiringan 10-400.
7

Jenis-jenis pohon dan rumput di daerah savana mempunyai sifat tahan


kekeringan dan tahan api. Jumlah jenisnya juga sangat terbatas. Susunan vegetasi
didominasi oleh padang savana (± 80%) terutama dari jenis Setarua sp., Eloris
barbata, dan Heteropogon contirtus. Jenis pohon yang agak dominan adalah T.
indica, Schountenia ovata, dan Bahubinia malabarica. Tegakan yang menyelingi
padang savana ini adalah pohon lontar (Borassus flabellifer).
Komponen habitat adalah makanan, air, dan cover. Menurut PPA (1978),
cover bagi komodo yang berupa vegetasi adalah hutan savana atau lingkungan
yang terbuka dengan jenis pohon seperti kesambi (Schleichera oleosa) dan asam
(Tamarindus indica). Cover sebagai tempat berlindung digunakan untuk
bersarang dan biasanya dilengkapi dengan lubang-lubang atau liang yang berada
di pinggir sungai atau bebatuan.
5. Perilaku dan Aktivitas
Aktivitas komodo tergantung terhadap keadaan lingkungan terutama
kenaikan suhu lingkungan. Pada malam hari komodo lebih senang tinggal di
dalam liang/lubang atau goa yang relatif suhunya lebih hangat dibandingkan di
padang rumput terbuka (Auffenberg, 1981). Komodo mulai aktif keluar dari
tempat persembunyian pukul 06.45 dan kembali sekitar pukul 18.15.
Pada waktu kecil komodo merupakan satwa yang mempunyai kemampuan
memanjat pohon. Hal ini berkaitan dengan usaha beradaptasi untuk
mempertahankan hidupnya yang digunakan untuk memangsa jenis-jenis binatang
seperti belalang, tokek, dan cecak. Menurut Mohtar (1992), memanjat pohon
merupakan usaha untuk melindungi diri, karena sifat komodo yang kanibal.
Komodo mampu berpindah tempat dari satu pohon ke pohon lainnya dengan
merayap. Perilaku arboreal itu terutama untuk beristirahat dan mencari mangsa
seperti tokek, cecak, telur burung, serangga, tikus atau untuk menghindari
sergapan kanibalisme dan pemangsaan komodo lain serta predator lain, antara lain
musang dan burung (Mulyana dan Ridwan, 1992).
Komodo yang sudah besar mulai turun dari pohon ke tanah dan
meninggalkan cara hidup di atas pohon. Tetapi, komodo juga tidak kehilangan
kemampuannya untuk memanjat pohon dan mampu mengejar mangsanya yang
naik ke pohon.
8

Pohon dan semak-semak dijadikan sebagai tempat untuk beristirahat bagi


komodo karena mampu memberikan keteduhan. Posisi berbaring dengan kepala
dan perutnya diletakkan di atas tanah. Terkadang kepalanya selalu diangkat-
angkat ke atas. Komodo mulai merendamkan dirinya dalam air pada saat siang
hari bahkan mampu berenang-renang sambil menjulur-julurkan lidahnya.
Komodo memiliki kemampuan indera penciuman yang tajam sehingga
mampu mencium mangsanya dengan jarak yang jauh. Lidahnya yang selalu
dijulur-julurkan dapat mengetahui keberadaaan mangsanya, manusia dan air
dalam jarak yang cukup jauh. Menurut Mulyana dan Ridwan (1992), komodo
akan melumpuhkan mangsanya dengan terkaman mulut dan cengkraman jari-
jarinya serta cabikan dari rahangnya yang kuat.
Perilaku menyisik merupakan ciri dari aktivitas kawin komodo. Perilaku
ini untuk menarik pasangan kawin yang dilakukan oleh jantan terhadap betina
dengan menjilat-jilat dan mencium anggota tubuh bagian belakang,
menggaruk/meraba sampai menaiki pasangannya. Mulyana dan Ridwan (1992),
komodo jantan lebih agresif dari betina, namun terkadang betina juga mengambil
inisiatif lebih dulu. Komodo jantan dapat melakukan kawin lebih banyak dari
betina.

B. Parameter Demografi
1. Ukuran Populasi
Ukuran populasi adalah suatu ukuran yang memberikan informasi
mengenai jumlah total individu satwaliar dalam suatu kawasan tertentu.
Kepadatan populasi merupakan besaran populasi dalam suatu unit ruang, pada
umumnya dinyatakan sebagai jumlah individu di dalam satu unit luas atau
volume. Menurut Alikodra (2002), nilai kepadatan diperlukan karena dapat
menunjukan kondisi daya dukung habitat. Data dan informasi mengenai ukuran
populasi dapat digunakan untuk mengetahui status ekologis suatu populasi jenis
satwaliar tertentu (Kartono, 1994).
Populasi merupakan individu-individu satu jenis yang mampu menghasilkan
keturunan yang sama dengan tetuanya. Menurut van Lavieren dalam Alikodra
(2002), populasi dari suatu jenis satwa dapat stabil, berkembang ataupun
9

menurun. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu keadaan lingkungan hidup
satwa, keadaan sifat hidup (natalitas, mortalitas, daya tahan hidup dan
kemampuan reproduksi) dan pergerakan satwa itu sendiri. Untuk menyatakan
ukuran populasi satwa di suatu ruang atau kawasan tertentu dapat dinyatakan
dalam bentuk nilai rata-rata, nilai maksimal, dan nilai minimal dari jumlah
individu dalam suatu populasi.
2. Natalitas (Kelahiran)
Natalitas adalah kemampuan yang sudah merupakan sifat populasi untuk
bertambah (Odum, 1971). Menurut Santosa (1993), tingkat kelahiran adalah suatu
perbandingan antara jumlah total kelahiran dan jumlah total induk (potensial
induk bereproduksi) yang terlihat pada akhir periode kelahiran. Nilai natalitas
ditentukan oleh sex ratio dan perilaku kawin, maximum breeding age, minimum
breeding age, jumlah anak per sarang, jumlah sarang per tahun dan kepadatan
populasi (Alikodra, 2002). Natalitas atau angka kelahiran didefinisikan sebagai
jumlah individu baru (anak) yang lahir dalam suatu populasi (Krebs, 1993).
3. Mortalitas (Kematian)
Mortalitas didefinisikan sebagai jumlah individu yang mati dalam suatu
populasi. Menurut Alikodra (2002), mortalitas dapat dinyatakan dalam angka
kelahiran kasar, yaitu perbandingan jumlah antara jumlah kematian dari semua
faktor dengan jumlah total populasi selama satu periode waktu, ataupun dalam
angka kematian spesifik yang merupakan perbandingan antara jumlah individu
yang mati dari kelas umur tertentu dengan jumlah individu kelas umur tertentu
selama periode waktu.
4. Sex-Ratio (Nisbah Kelamin)
Sex ratio adalah perbandingan antara jumlah individu jantan dengan jumlah
individu betina dari suatu populasi, biasanya dinyatakan sebagai jumlah jantan
dalam 100 individu betina (Alikodra, 1990; Caughley, 1977). Menurut Santosa
(1993), sex ratio adalah suatu perbandingan antara jumlah jantan potensial
reproduksi terhadap banyaknya betina yang potensial reproduksi.
5. Struktur Umur
Struktur umur adalah perbandingan jumlah individu di dalam setiap kelas
umur dari suatu populasi (Alikodra, 2002). Struktur umur merupakan karakteristik
10

penting untuk menganalisis dinamika populasi, juga dapat digunakan untuk


menilai keberhasilan perkembangbiakan satwaliar sehingga dapat menduga
prospek pelestarian satwaliar tersebut. Santosa (1993) mendefinisikan struktur
umur sebagai komposisi jumlah individu dalam populasi menurut sebaran umur.
Struktur umur dapat digunakan untuk menilai keberhasilan perkembangan
populasi satwaliar, sehingga dapat menilai suatu prospek kelestarian satwaliar.
Tarumingkeng (1994) menyatakan secara garis besar struktur umur populasi
dapat digolongkan menjadi tiga pola :
1. Struktur umur menurun, yaitu struktur umur yang memiliki kerapatan populasi
kecil pada kelas-kelas umur sangat muda dan muda, paling besar pada kelas
umur sedang dan kecil pada kelas umur tua.
2. Struktur umur stabil, berbentuk piramida sama sisi, dengan sisi yang
kemiringannya mengikuti garis lurus.
3. Struktur umur meningkat dengan populasi yang terus meningkat, merupakan
piramida dengan sisi-sisi yang cekung dan dasar yang lebar.
Ditinjau dari kondisi natalitas dan mortalitas, populasi dapat dibedakan
menjadi empat keadaan struktur umur, yaitu :
1. Struktur umur dalam keadaan populasi seimbang (stationary population),
yaitu natalitas dan mortalitas relatif seimbang.
2. Struktur umur dalam keadaan populasi mundur (regressive population), yaitu
natalitas mengalami penurunan.
3. Struktur umur dalam keadaan populasi berkembang (progressive population),
yaitu natalitas mengalami peningkatan.
4. Struktur umur dalam keadaan populasi mengalami gangguan sehingga terjadi
kematian yang tinggi pada kelas umur tertentu (van Lavieren, 1982).
Alikodra (2002) menjelaskan bahwa dalam melakukan identifikasi umur
satwaliar di lapangan akan banyak mengalami kesulitan, terutama karena sulitnya
menangkap sejumlah satwaliar untuk diperiksa, sehingga diperlukan pendekatan-
pendekatan tertentu yang lebih sederhana. Pengelompokkan paling sederhana
adalah pengelompokkan ke dalam kelas umur anak (juvenil), muda (sub adult),
dan dewasa (adult).
11

C. Sebaran Spasial
Penyebaran satwaliar pada suatu kawasan dapat dipengaruhi oleh
kemampuan pergerakannya atau kondisi lingkungan, seperti adanya pengaruh luas
kawasan, ketinggian tempat dan letak geografis (Alikodra, 2002). Bentuk
penyebaran satwaliar berdasarkan geografisnya mempunyai kecenderungan untuk
dibatasi oleh penghalang fisik (sungai, lautan, dan gunung) dan penghalang
ekologis (batas tipe hutan dan adanya jenis saingan yang telah menyesuaikan
secara optimum dengan habitatnya). Pola penyebaran satwaliar di alam bebas
dapat berbentuk acak, kelompok, dan sistematis. Pola penyebaran tersebut
merupakan bentuk strategi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya
(Alikodra, 2002). Menurut Kartono (1994), pola penyebaran suatu jenis satwaliar
disebabkan adanya kekerabatan, kesamaan kepentingan dalam pemanfaatan
sumberdaya (pakan dan ruang) dan anti predator.
Tarumingkeng (1994) menyatakan bahwa bentuk sebaran spasial suatu
komunitas ekologi dapat ditentukan dengan berbagai macam indeks penyebaran
(dispersion index), yaitu indeks dispersi (ID), indeks agregatif (IC), dan indeks
green (IG). Bentuk sebaran satwa dapat berbentuk merata, kelompok, dan acak.
Satwa menggunakan habitatnya untuk melakukan beberapa aktivitas.
Penggunaannya dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal. Komodo
biasanya memanfaatkan bentang alam secara horizontal untuk melakukan
aktivitas makan, minum, istirahat, dan bereproduksi. Sedangkan secara vertikal
dijadikannya sebagai tempat untuk beristirahat, khususnya bagi anakan komodo.
Bentuk penyebaran satwaliar di alam bebas dapat berbentuk acak,
kelompok, dan seragam. Bentuk penyebaran ini merupakan strategi individu
maupun kelompok organisme untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Kondisi habitat yang meliputi kualitas dan kuantitas sangat menentukan
penyebaran populasi satwaliar.
Bentuk sebaran spasial dapat dimanfaat dalam penentuan teknik
inventarisasi (metode, waktu dan tempat), penyebaran berdasarkan tipe habitat,
dan pengembangan ekowisata.
BAB III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat


Penelitian pendugaan parameter demografi dan bentuk sebaran spasial
populasi biawak komodo (Varanus komodoensis) ini dilaksanakan pada bulan
Februari–Juni 2008 di Pulau Rinca, SPTN 1 Rinca, Taman Nasional Komodo,
Nusa Tenggara Timur.

B. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian adalah peta kawasan, binokuler,
kompas, pita meteran, tambang plastik, kamera foto, Global Positioning System
(GPS), phiband, dan tally sheat. Bahan yang digunakan sebagai objek penelitian
ini adalah populasi komodo, antara lain tetasan, anak, muda, dan dewasa.

C. Pengumpulan Data
1. Observasi Lapang
Pengenalan lapang dilakukan selama ±2 minggu sebelum pengumpulan
data. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kondisi umum lokasi penelitian,
mencocokan peta kerja dengan kondisi lapangan, menentukan jalur dan titik
pengamatan serta mengetahui karakteristik habitat komodo.
2. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung di lapangan yaitu data
parameter demografi, bentuk sebaran spasial, dan analisis vegetasi.
a). Parameter Demografi
Pengumpulan data parameter populasi dilakukan dengan menggunakan
metode kombinasi antara transek jalur (strip transect) dan titik pengamatan (point
of abundance). Pengamatan dilakukan pada 2 tipe habitat yaitu savana dan hutan
gugur, untuk savana sebanyak 15 jalur dan hutan gugur sebanyak 5 jalur dengan
pengulangan 4 kali setiap jalurnya. Panjang masing-masing jalur ±1 km dengan
lebar jalur kanan kiri ±50 m dan berhenti pada setiap titik pengamatan selama ±10
menit, waktu berjalan antar titik pengamatan ±100 m. Titik-titik pengamatan yang
ditentukan mempunyai wilayah pengamatan yang bersifat tidak tumpang tindih.
Jarak antar jalur pengamatan ±1 km untuk menghindari perhitungan ganda. Luas
13

total P. Rinca-TNK adalah 196,25 km2, sedangkan luas area penelitian 2 km2,
maka intensitas sampling sebesar 0,99 %.
b). Sebaran Spasial
Pengumpulan data bentuk sebaran spasial menggunakan metode kombinasi
antara transek jalur (strip transek) dan titik pengamatan (point of abundance).
Lokasi yang dijadikan areal pengamatan mencakup penggunaan habitat secara
horizontal (savana, gua) dan vertikal (pohon, gua). Pengamatan dilakukan pada 2
tipe habitat yaitu savana dan hutan gugur, untuk savana sebanyak 15 jalur dan
hutan gugur sebanyak 5 jalur dengan pengulangan 4 kali setiap jalurnya. Panjang
masing-masing jalur ±1 km dengan lebar jalur kanan kiri ±50 m dan berhenti pada
setiap titik pengamatan selama ±10 menit, waktu berjalan antar titik pengamatan
±100 m. Jarak antar jalur pengamatan ±1 km untuk menghindari perhitungan
ganda.
c). Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi dimaksudkan untuk mengetahui susunan (komposisi jenis)
dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Analisis
vegetasi dilakukan pada tipe habitat hutan gugur. Metode yang digunakan yaitu
cara jalur atau transek yang dilakukan untuk mempelajari perubahan keadaan
vegetasi menurut keadaan tanah, topografi dan elevasi. Jalur-jalur contoh dibuat
memotong garis-garis topografi, misalnya dari tepi laut pedalaman, memotong
sungai, dan naik atau turun lereng pegunungan.

Gambar 2. Analisis vegetasi cara jalur atau transek


14

Keterangan : Petak A = Petak ukur untuk semai dengan luas 2 m x 2 m


Petak B = Petak ukur untuk pancang dengan luas 5 m x 5 m
Petak C = Petak ukur untuk tiang dengan luas 10 m x 10 m
Petak D = Petak ukur untuk pohon dengan luas 20 m x 20 m

3. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data maupun suatu informasi yang diperoleh
sebagai data pendukung penelitian. Dilakukan dengan mencari studi literatur dan
wawancara dengan pihak terkait. Data yang dikumpulkan adalah bio-ekologi dan
kondisi umum lokasi penelitian (populasi komodo tahun-tahun sebelumnya,
sejarah pengelolaan kawasan, kondisi fisik, dan biologis kawasan).

D. Pengolahan Data
1. Parameter Demografi
Pengolahan data parameter demografi menggunakan rumus-rumus
berdasarkan aspek demografi, antara lain :
a). Populasi (Caughley, 1977)
Populasi Dugaan
^
P=
∑P × A
i

∑a i

Besarnya Kisaran Populasi

∑ (P − P )
−2 2
^
S PN −n −2 i
P ≈ SE SE =
n
×
N S P
=
n −1
b). Kelahiran (Natalitas)
B
d=
N
B = jumlah individu yang dilahirkan.
N = jumlah seluruh anggota populasi.

c). Kematian (Mortalitas)


D
d=
N
D = jumlah yang mati dari semua sebab dalam waktu satu tahun.
N = jumlah seluruh anggota populasi.
15

d). Nisbah Kelamin (Sex Ratio)


JP
SR =
BP
JP = jumlah jantan potensial reproduksi.
BP = jumlah betina potensial reproduksi.
2. Bentuk Sebaran Spasial
Penentuan bentuk sebaran spasial suatu komunitas dapat digunakan dengan
pendekatan beberapa indeks yaitu rasio nilai tengah (µ) dan ragam (  , Indeks
Dispersion (ID), Indeks of Clumping (IC), Chi-Square ( X ), dan Indeks Green
(IG). Indeks tersebut dinotasikan sebagai berikut :
a). Metode rasio ragam dan nilai tengah
• Pola sebaran acak,    µ
• Pola sebaran mengelompok,    µ
• Pola sebaran merata,    µ

b). Indeks Disperse


S2
ID =
X
Keterangan : S 2 = keragaman contoh
X = rata-rata contoh
Jika : ID = 1, maka satwa menyebar acak
ID < 1, maka satwa menyebar homogen
ID > 1, maka satwa menyebar kelompok/agregat
c). Indeks of Clumping
IC = ID − 1
Keterangan : ID = indeks disperse
IC = indeks of clumping
Jika : IC = 0, maka satwa menyebar acak
IC = -1, maka satwa menyebar homogen
IC = n-1, maka satwa menyebar kelompok
d). Indeks Green
IC
IG =
n −1
Keterangan : IG = indeks green
IC = indeks of clumping
Jika : IG = 0, maka satwa menyebar acak
IG = 1, maka satwa menyebar kelompok
16

e). Chi-Square
X = ID ( N − 1)
Keterangan : N = jumlah kontak dengan satwa
Kriteria uji yang digunakan untuk N<30, sebagai berikut :
a. Jika X 2 ≤ X 02.975 maka pola sebaran seragam (uniform)

b. Jika X 02.975 < X 2 < X 02.025 maka pola sebaran acak (random)

c. Jika X 2 ≥ X 02.025 maka pola sebaran kelompok (clumped)

3. Analisis Vegetasi
Dari hasil pengukuran dapat dihitung besaran-besaran sebagai berikut :
Jumlah individu
Kerapatan =
Luas contoh

Kerapa tan dari suatu jenis


Kerapatan Relatif (KR) = × 100%
Kerapa tan seluruh jenis
Jumlah bidang dasar
Dominansi =
Luas petak contoh
Do min ansi dari suatu jenis
Dominansi Relatif (DR) = × 100%
Do min ansi seluruh jenis
Jumlah plot ditemukan suatu jenis
Frekuensi =
Luas seluruh plot

Frekuensi dari suatu jenis


Frekuensi Relatif (FR) = × 100%
Frekuensi seluruh jenis
Indeks Nila Penting = KR + DR + FR
BAB IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Luas dan Letak


Balai Taman Nasional Komodo (TNK) terletak diantara P. Sumbawa dan P.
Flores (119°20’95” - 119°49’20” BT dan 8°24’35” - 8°50’25”LS) dengan luas
219.000 ha meliputi P. Komodo (33.937 ha), P. Rinca (19.625 ha), P. Padar
(2.017 ha) serta daerah perairan 12.000 ha (Monk et al., 2000). Secara astronomis,
TNK terletak antara 119020’56’’ - 119049’08’’ BT dan 8024’00’’ – 8050’34’’ LS.

Gambar 3. Peta kawasan TNK

P. Rinca yang terletak di Propinsi Nusa Tenggara Timur secara geografis


berbatasan dengan P. Flores (bagian timur) dan secara administrasi termasuk
Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai, Propinsi Nusa Tenggara Timur
(TNK, 1994).

B. Iklim
TNK mempunyai iklim yang kering dengan rata-rata curah hujan berkisar
antara 800-1.000 mm per tahun dan suhu udara 17-43°C. Menurut Schimidt dan
Ferguson termasuk ke dalam tipe F dengan nilai Q = 1,97. Musim kunjungan
18

terbaik yaitu antara bulan Maret-Juni dan Oktober-Desember. Angin kering


bertiup kencang dari arah tenggara pada bulan April-November yang
menimbulkan musim kering dan angin yang bertiup dari arah barat laut pada
musim Oktober-Maret menimbulkan musin hujan.

C. Fisik
1. Topografi
Pulau-pulau yang terdapat di dalam kawasan TNK merupakan daerah yang
terbentuk dari batuan konglomerat, debu vulkanis, dan karang terungkit. Hampir
semua daerah ini merupakan daerah perbukitan dan gunung dengan pantai yang
terbentuk dari batuan karang.
Beberapa tempat di kawasan TNK terdapat lereng yang terjal dan curam
dengan kemiringan 0-800. Gunung yang tertinggi adalah Gunung Satalibo (735
mdpl) di P. Komodo dan Gunung Doro Ora (667 mdpl) di P. Rinca. Dataran
rendah hanya terdapat di beberapa tempat terutama dekat pantai dan luasnya
relatif kecil.
2. Geologi
Kawasan TNK terletak pada pertemuan dua lempengan kontinen Sahul dan
Sunda. Gesekan antara kedua lempengan ini telah menimbulkan letusan vulkanis
besar, tekanannya juga menyebabkan pengangkatan terumbu karang dan gejala-
gejala vulkanis yang menjadikan pulau-pulau di kawasan TNK. Kawasan
Komodo Barat oleh para ahli diperkirakan terbentuk pada era Jurasic atau sekitar
130 juta tahun lalu, sedangkan Komodo Timur, Rinca dan Padar diperkirakan
terbentuk sekitar 49 juta tahun lalu dalam era Eosin. Pulau-pulau ini berubah terus
menerus melalui proses erosi dan penumpukan. Berdasarkan peta geologis
berskala 1:250.000 oleh van Bemmelen (1949), formasi batu yang tersebar di
TNK adalah formasi andesit, deposit vulkanis dan formasi efusif.
3. Tanah
P. Komodo Barat terdiri dari batuan konglomerat kapur, pasir, tanah liat,
batu vulkanis dan batu pasir. Batu kapur agaknya mendominasi struktur tanah di
P. Komodo Timur, P. Rinca dan P. Padar. Berdasarkan peta tanah tahun 1970
19

(skala 1:250.000) dari Lembaga Penelitian Tanah, TNK memiliki jenis-jenis tanah
sebagai berikut :
• Tanah mediteranea merah kuning, ditemukan di P. Rinca dan beberapa pulau
kecil di sekitarnya. Tanah ini termasuk jenis tanah yang mudah tererosi.
• Tanah komplek, ditemukan di P. Komodo, P. Padar, dan pulau-pulau kecil di
sekitarnya. Jenis tanah ini berwarna coklat keabu-abuan dan merupakan
komposit dari beberapa jenis tanah, termasuk latosol dan grumusol yang peka
terhadap erosi.

D. Kondisi Biologi
1. Fauna
Selain menjadi habitat alami bagi komodo (Varanus komodoensis), kawasan
TNK juga mendukung kehidupan berbagai jenis satwa langka seperti Tikus rinca
(Rattus rintjanus), Rusa timor (Cervus timorensis), Babi hutan (Sus scrofa),
Kerbau air (Bubalus bubalis), dan Kakatua-kecil Jambul-kuning (Cacatua
sulphurea parvula).
TNK mempunyai kawasan laut yang kaya akan keanekaragaman potensi
laut antara lain terumbu karang, mangrove, rumput laut, gunung laut, dan teluk
yang semi tertutup dengan total luasan 1214 km2. Habitat-habitat tersebut
mempunyai lebih dari 1000 jenis ikan, sekitar 260 jenis karang, dan 70 jenis
bunga karang. Perairan dalam kawasan ini juga menjadi lintasan dan habiat
dugong (Dugong dugon), lumba-lumba (10 jenis), paus (6 jenis), dan penyu sisik
(Eretmochelys imbricata) dan penyu hijau (Chelonia mydas) serta berbagai jenis
ikan lain yang biasa dikonsumsi dan dimanfaatkan bagi masyarakat sekitar.
Ancaman terhadap kelestarian kawasan dan flora-fauna di dalamnya perlu
mendapat perhatian intenstif, baik dari segi pemantauan (monitoring) maupun dari
segi pengelolaan.
2. Flora
Vegetasi di kawasan TNK didominasi hampir 70% oleh padang savana
dengan jenis rumput penyusunnya seperti Setaria adhaerens, Chloris barbata dan
Heteropogon concortus (TNK, 2001). Lontar (Borassus flabellifer) dan Bidara
(Zyziphus jujuba) merupakan yang umum terdapat pada daerah perbukitan.
20

Daerah datarannya merupakan hutan kering dan sering gugur dengan jenis
vegetasi seperti Asam (Tamarindus indica), Kesambi (Schleichera oleosa).
Vegetasi di atas ketinggian 500 mdpl bermodifikasi menjadi berupa hutan pamah
monsun yang lebih basah, lembab dan rapat (Monk, et al. 2000). Bagian puncak
gunung merupakan hutan hujan tropis dengan vegetasi penyusunnya seperti
Bambu, Beringin (Ficus sp.) dan Rotan. Tempat tertinggi di kawasan ini adalah
735 mdpl pada puncak Gunung Satalibo.
Berikut adalah tipe-tipe vegetasi yang terdapat di TNK :
a). Padang Rumput dan Savana
Padang rumput dan hutan savana (70% dari luas kawasan) mendominasi
kawasan TNK dengan dominasi pohon lontar (Borassus flabellifer) yang
merupakan tumbuhan khas. Terdapat berbagai jenis rumput diantaranya Setaria
adhaerens, Chloris barbata, Heteropogon contortus, Themeda gigantea dan
Themeda gradiosa.
b). Hutan Tropis Musim (di bawah 500 mdpl)
Sekitar 25% dari luas kawasan TNK merupakan vegetasi hutan tropis
musim dengan jenis tumbuhan antara lain Albizia lebbekoides, Cassia javanica,
Oroxylumindicum, Piliostigma malabarica, Schleichera oleosa, Sterculia foetida,
Tamarindus indica, dan Zyzyhus horsfieldi.
Pohon yang sering dijumpai pada vegetasi sekunder antara lain Annona
squamasa, Cladogynos orientalis, Eupatorium multifolium, Glycosmis
penthaphylla, Hypoestes, Jatropha curcas, Ocium sanctum, Tabenaemontana
floribunda dan Vernaninia capituliflora. Jenis belukar khas yang biasanya
terbentuk setelah kebakaran antara lain Azyma sarmentosa, Callicarpa sappan,
Microcus paniculata dan Salamun paniculata. Di P. Rinca terdapat jenis pohon
Acacia tomentosa dan Opuntia migrican yang tidak ditemukan di P. Komodo dan
P. Padar.
c). Hutan di atas 500 mdpl
Jenis vegetasi yang terdapat pada ketinggian di atas 500 mdpl yang terdapat
di puncak-puncak bukit antara lain Callophyllum spectobile, Colona
kostermansiana, Glycosmis pentaphylla, Ficus orupacea, Mischcarpus sundaicus,
21

Podocarpus nerifolia, Terminalia zollingeri, Uvaria ruva, Callamus sp., Bambusa


sp., dan lumut yang hidup menempel di bebatuan.
d). Hutan Bakau
Hutan bakau terdapat di teluk yang terlindungi dengan jenis vegetasi antara
lain Rhizophora sp., Rhizophora mucronata, dan Lumnitzera racemosa yang
merupakan jenis dominan. Namun secara umum terdapat pula Avicennia marina,
Bruguiera sp., Capparis seplaria, Cerips tagal, dan Sonneratia alba. Komunitas
pohon bakau TNK merupakan penghalang/benteng fisik alami terhadap erosi
tanah. Akarnya menjadi tempat pembiakan, berpijah, dan daerah perlindungan
bagi ikan, kepiting, udang, dan moluska.
e). Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan komunitas yang terdiri dari sejumlah
tumbuhan dan satwa perairan, baik yang hidup maupun yang telah mati. Terumbu
karang yang ada di TNK merupakan habitat penting bagi sekitar 1000 jenis ikan,
lebih dari 250 jenis koral pembentuk karang, sedikitnya 105 jenis crustacea dan 70
jenis bunga karang.

E. Sosial dan Ekonomi Masyarakat


Di dalam kawasan TNK memiliki empat perkampungan yaitu Komodo,
Rinca, Kerora, dan Papagaran. Sebelum kawasan tersebut dinyatakan sebagai
taman tasional, semua pemukiman tersebut telah ada sebelum tahun 1980
(Pagarang masuk ke dalam taman nasional dengan adanya batas baru tahun 1998
yang sebelumnya terletak pada zona penyangga TNK).
Pada tahun 1928 hanya ada 30 orang yang tinggal di Kampung Komodo dan
sekitar 250 orang di P. Rinca pada tahun 1930. Populasi penduduk meningkat
cepat dan pada tahun 1999 terdapat 281 keluarga yang terdiri atas 1.169 orang di
Kampung Komodo. Hal ini menyatakan bahwa populasi lokal telah meningkat
secara eksponensial. Desa Papagaran besarnya hampir sama memiliki 258
keluarga yang terdiri atas 1078 orang. Pada tahun 1999, populasi di Kampung
Rinca sebesar 835, dan Kampung Kerora mempunyai 185 orang. Total populasi
yang saat ini tinggal di dalam kawasan sekitar 3.267 orang. Sekitar 16.816 orang
tinggal di kawasan yang berbatasan langsung dengan TNK.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Parameter Demografi
Ciri penting dalam populasi yang diperlukan dalam kegiatan pengelolaan
satwaliar adalah aspek demografi, yaitu mengenai ukuran populasi dan struktur
umur. Hal ini dapat menjadi panduan dalam melihat kelestarian populasi komodo.
Perkembangan sejarah komodo perlu diketahui untuk mengetahui keberadaan dan
penemuan serta upaya-upaya yang telah dilakukan dalam pengelolaan komodo di
TNK.
1. Sejarah Komodo
Komodo merupakan kadal terbesar di dunia yang keberadaannya masih
dapat dilihat di habitat alaminya, yaitu di kawasan TNK dan bagian utara P.
Flores. Berbagai peraturan dan penelitian dari tahun ke tahun telah dilakukan
untuk mengungkap secara keseluruhan mengenai komodo (Tabel 1).
Tabel 1. Sejarah keberadaan komodo di TNK
Tahun Peristiwa Keterangan
Komodo pertama kali dikenal dunia oleh JKH van Steyn van
JKH van Steyn van Hensbroek pada tahun Hensbroek adalah perwira
1911
pada era Kesultanan Bima (1911-1926). pemerintah Hindia Belanda,
penguasa di Reo-Flores.
Publikasi ilmiah pertama tentang komodo Ouwens adalah preparatur
1912 dan pemberian nama ilmiah Varanus Museum Zoologi Kebun
komodoensis oleh PA Ouwens. Raya Indonesia.
Surat Penguasa Daerah Manggarai tentang
1926
Perlindungan Komodo.
SK Residen Timor Tahun 1927 tentang
pengesahan Surat Penguasa Daerah
1927
Manggarai mengenai Perlindungan Komodo
Th 1926.
Pada era peralihan ini, Auffenberg
1950-1979 melakukan peneliti pertama mengenai
komodo secara keseluruhan.
Departemen Kehutanan melakukan
1974
penelitian juga mengenai komodo.
Komodo masuk ke dalam daftar CITES
1975
Appendix I pada tanggal 1 Juli 1975.
Pada era pengembangan TNK, komodo
1992 ditetapkan oleh Presiden RI sebagai satwa
nasional.
Sumber : TNK-FRR-Modul 2-Sejarah TN Komodo-wt-1
23

Komodo adalah kadal tertua di dunia yang masih hidup. Nenek moyang
langsung dari komodo (Famili Varanidae) hidup pada 50 juta tahun yang lalu.
Komodo merupakan keturunan dari kadal yang lebih besar (Megalania presca)
dari Jawa atau Australia yang hidup 30.000 tahun yang lalu.
Kemungkinan komodo berasal dari Asia atau Australia. Sebuah teori
mengatakan bahwa komodo berpindah dari P. Jawa ke P. Komodo. Teori lain
mengatakan bahwa komodo berenang dari Australia ke P. Timor, selanjutnya
berpindah dari pulau ke pulau hingga mencapai P. Flores. Kira-kira 18.000 tahun
yang lalu tingkat permukaan air diperkirakan lebih rendah 85 m dibandingkan
dengan sekarang. Hal ini dikarenakan bagian landai yang lebih dangkal dari pulau
sering terpapar dan kering, maka komodo dapat dengan mudah berpindah dari P.
Flores ke P. Rinca dan P. Komodo.
2. Ukuran dan Kepadatan Populasi
Populasi komodo di areal penelitian ditentukan berdasarkan jumlah individu
untuk mengetahui dugaan populasi komodo dengan cara pengambilan beberapa
contoh jalur. Hasil pengamatan ditemukan sebanyak 142 individu antara lain 16
individu tetasan, 32 individu anakan, 26 individu muda, dan 68 individu dawasa.
Untuk individu tetasan hanya ditemukan pada satu sarang komodo di Loh Buaya,
yaitu pada jalur 10 sebagai jalur wisata. Data lebih lengkap tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil pengamatan komodo berdasarkan kelas umur dan tipe habitat
Jalur Tipe Hutan Lokasi Tetasan Anakan Muda Dewasa Total
1 Hutan 1 L.Bar 0 1 1 4 6
2 Hutan 2 L.Bar 0 2 3 3 8
3 Savana 1 L.Bar 0 0 0 0 0
4 Hutan 3 L.Bar 0 4 1 1 6
5 Savana 2 L.Bar 0 1 1 5 7
6 Hutan 4 L.Bar 0 4 1 0 5
7 Savana 3 L.Bya 0 3 1 6 10
8 Savana 4 L.Kim 0 1 2 3 6
9 Savana 5 L.Kim 0 0 2 1 3
10 Hutan 5 L.Bya * 16 12 9 22 59
11 Savana 6 WW* 0 0 0 9 9
12 Savana 7 WW 0 0 0 2 2
13 Savana 8 WW-LG 0 2 0 2 4
14 Savana 9 WW-LG 0 1 2 1 4
24

Lanjutan Tabel 2.
15 Savana 10 LG 0 0 0 0 0
16 Savana 11 LG 0 0 1 3 4
17 Savana 12 L.Bya 0 1 1 4 6
18 Savana 13 L.Kim 0 0 1 2 3
19 Savana 14 L.Kim 0 0 0 0 0
20 Savana 15 L.Kim 0 0 0 0 0
Keterangan :
*) : Jalur wisata
L.Bar : Loh Baru
L.Bya : Loh Buaya
L.Kim : Loh Kima
WW : Wae Waso
LG : Lengkong Gurung

Jalur pengamatan yang paling banyak ditemukan komodo yaitu pada jalur
10 (L.Bya – Hutan) sebanyak 59 individu. Jalur ini merupakan jalur yang biasa
dilalui oleh para wisatawan untuk melakukan tracking. Peluang untuk melihat
komodo sangat besar pada jalur ini, karena potensi pakan komodo, pakan mangsa
komodo, maupun potensi air bagi mangsa komodo di jalur ini dan di sekitarnya
cukup banyak. Dibuktikan selama pengamatan banyak ditemukan satwa mangsa
komodo seperti rusa timor, kerbau air, kuda liar, dan monyet ekor panjang.
Sebanyak 5 jalur pengamatan tidak ditemukan individu komodo yaitu pada
jalur L.Bar – Savana 1, LG – Savana 10, L.Kim – Savana 13, L.Kim – Savana 14,
dan L.Kim – Savana 15. Jalur tersebut memiliki tipe habitat savana yang memiliki
kondisi alam yang terbuka dengan sedikit pepohonannya. Kondisi ini menyulitkan
komodo untuk berteduh atau beristirahat yang biasa dilakukan pada batang-batang
pohon yang telah roboh atau pada naungan-naungan pohon yang tidak langsung
terkena sinar matahari pada saat siang. Hal ini juga menyulitkan komodo untuk
mendapatkan mangsanya sehingga memudahkan satwa mangsa untuk
menghindari serangan komodo.
Komodo di P. Rinca memiliki dugaan populasi sebesar 698 individu
dengan kepadatan 3,15 ind/km2. Pada Tabel 3 menunjukan hasil perhitungan
dengan menggunakan Caughley (1977) mengenai dugaan dan kepadatan populasi
komodo.
25

Tabel 3. Dugaan populasi dan kepadatan komodo di P. Rinca berdasarkan kelas


umur
Kelas Dugaan Populasi Kepadatan Kisaran Populasi
2 SE
Umur (ind) (ind/km ) (ind)
Tetasan 79 0,4 0,82 78,18 – 79,82
Anakan 157 0,8 0,62 156,38 – 157.62
Muda 128 0,65 0,45 127,55 – 128,45
Dewasa 334 1,7 1,18 332,82 – 335,18
Keterangan : SE (Sampling Error)
Hasil penelitian menunjukan dugaan populasi dan kepadatan terbesar pada
kelas umur dewasa sebanyak 334 individu dengan kepadatan 1,7 ind/km2.
Sedangkan yang terkecil yaitu pada kelas umur tetasan sebanyak 79 individu
dengan kepadatan 0,4 ind/km2. Kondisi daya dukung habitat di kawasan TNK dan
penyebaran komodo pada masing-masing tipe habitat menjadi salah satu faktor
perbedaan kepadatan setiap kelas umur komodo.
Komodo di kawasan TNK terdapat di P. Rinca, P. Komodo, P. Gili Motang,
dan P. Nusa Kode. Kegiatan inventarisasi populasi komodo hampir setiap tahun
dilakukan oleh pihak Balai TNK. Namun untuk P. Nusa Kode belum dilakukan
penelitian terhadap kondisi populasi komodo. Tabel 4 menunjukan nilai kepadatan
komodo di setiap pulau di kawasan TNK.
Tabel 4. Kepadatan komodo di masing-masing pulau di TNK
P. Rinca P. Komodo P. Gili Motang
Tahun
(ind/km2) (ind/km2) (ind/km2)
2003 6,45 3,97 -
2004 6,85 - -
2005 6,61 3,63 -
2006 - - -
2007 6,77 4,03 4,5
(Sumber: Statistik TN Komodo Tahun 2007)
Jika dibandingkan dengan pulau-pulau lain di kawasan TNK, kepadatan
komodo di P. Rinca pada tahun 2003 - 2007 memiliki kisaran kepadatan 6,45 –
6,77 ind/km2, P. Komodo 3,63 – 4,03 ind/km2, dan di P. Gili Motang 4,5 ind/km2.
Perbedaan nilai kepadatan populasi komodo pada beberapa tahun ke belakang
mengalami kenaikan dan penurunan. Proses-proses ini disebabkan oleh faktor –
faktor alam atau potensi pakan, dan habitat, serta faktor manusia (perburuan pakan
komodo), tingkat kematian, dan tingkat kelahiran.
26

Gambar 4. Tipe habitat di kawasan TNK


Sumber : Panduan Sejarah Ekologi TNK (2004)

P. Komodo memiliki luasan yang lebih besar dibandingkan dengan P.


Rinca, tetapi memiliki kepadatan yang lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh kondisi
habitat yang relatif berbukit-bukit bahkan terdapat beberapa gunung – gunung
kecil, sehingga berpengaruh terhadap metode inventarisasi yang dilakukan.
P. Gili Motang memiliki ukuran komodo lebih kecil dari pulau – pulau lain.
Hal ini akan menyebabkan sedikitnya populasi yang ada di P. Gili Motang.
Komodo yang terdapat di P. Gili Motang memiliki tingkat agresivitas yang lebih
tinggi dari komodo di pulau-pulau lainnya, karena sedikitnya orang-orang yang
berkunjung ke pulau ini. Tidak adanya pos penjagaan dan terletak cukup jauh dari
Labuan Bajo menjadi salah satu hambatan untuk menuju ke pulau ini.
Kepadatan komodo pada berbagai kelas umur di tiap tipe habitat memiliki
nilai yang berbeda (Tabel 5). Pada hutan gugur memiliki kepadatan lebih tinggi
dari pada di savana.
Tabel 5. Kepadatan populasi komodo berdasarkan kelas umur terhadap tipe habitat
Kepadatan (ind/km2)
Kelas Umur
Hutan Gugur Savana
Tetasan 1,6 0
Anakan 2,3 0,1
Muda 1,5 0,12
Dewasa 3 0,42
Total 8,4 0,64
27

Kepadatan komodo tertinggi di hutan gugur yaitu pada kelas umur dewasa
(3 ind/km2) dan terendah pada kelas umur muda (1,5 ind/km2), sedangkan di
savana kepadatan komodo tertinggi yaitu pada kelas umur dewasa (0,42 ind/km2)
dan pada kelas umur tetasan tidak ditemukan sama sekali. Keadaan ini
menunjukan tingkat kemampuan hidup dan pergerakan komodo dewasa lebih
tinggi dibandingkan dengan komodo lainnya yang lebih muda.
Menurut Fakhruddin (1998), tanpa memperhatikan tipe vegetasi bahwa
kepadatan populasi komodo di P. Komodo sebesar 27,5 ind/km2 dengan asumsi
komodo tersebar hanya di hutan gugur dengan luasan 76,07 km2. Maka diperoleh
populasi komodo di hutan gugur sebanyak 2091 individu. Perbedaan jumlah yang
cukup jauh dibandingkan dengan populasi di Rinca sebesar 698 individu dengan
kepadatan sebesar 8,4 ind/km2. Komodo mempunyai berbagai pola perilaku yang
bervariasi dalam merespon lingkungannya, sehingga dapat berfluktuasi dari waktu
ke waktu mengikuti fluktuasi lingkungannya. Perbedaan topografi antara P.
Komodo dengan P. Rinca menjadi salah satu penyebab perbedaan populasi
komodo dikedua pulau tersebut, sehingga memiliki peluang bertemu komodo
berbeda. P. Rinca yang memiliki topografi yang relatif datar sedangkan P.
Komodo lebih berbukit-bukit.

(a) (b)
Gambar 5. Lokasi pengamatan. (a) Savana. (b) Hutan Gugur.

Inventarisasi komodo setiap tahun dilakukan untuk menduga kelestarian


populasi komodo dan pendukung dalam kegiatan ekowisata di TNK. Kegiatan ini
dilakukan oleh pihak Balai TNK, LSM, maupun peneliti-peneliti lainnya.
Beberapa peneliti melakukannya dengan metode-metode yang berbeda, seperti
feeding (pengumpanan), jalur, atau consentration count (Tabel 6).
28

Tabel 6. Perkembangan populasi komodo di P. Rinca


Tahun Populasi (ind) Metode Pelaksana/Peneliti Keterangan
2001 1110 Feeding Balai TN Komodo -
Tidak dilakukan
2002 - - -
penelitian
2003 1265 Feeding Balai TN Komodo -
2004 1346 Feeding Balai TN Komodo -
2005 1298 Feeding Balai TN Komodo -
Tidak dilakukan
2006 - - -
penelitian
2007 1329 Feeding Balai TN Komodo -

Inventarisasi yang dilakukan dengan menggunakan pengumpanan (feeding)


oleh pihak BTNK menggunakan daging kambing yang dipasang di beberapa plot
yang sama selama bertahun-tahun. Hasil analisis dari metode feeding selama 6
tahun ke belakang bahwa populasi komodo mengalami peningkatan sebesar
13,96% dari 1100 individu pada tahun 2001 menjadi 1265 individu pada tahun
2003. Pada tahun 2004 mengalami peningkatan sebesar 6,4% dibandingkan tahun
2003 menjadi 1346 individu. Untuk tahun 2005 mengalami penurunan populasi
sebesar 3,57% dari 1346 individu pada tahun 2004 menjadi 1298 individu pada
tahun 2005 dan pada tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar 2,33%.
Kegiatan inventarisasi komodo yang telah dilakukan selama ini oleh pihak
Balai TNK adalah metode feeding. Jika dibandingkan dengan metode yang
dilakukan selama pengamatan terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan (Tabel
7). Hal ini disesuaikan dengan tujuan dan sumber dana serta tenaga yang ada.
Tabel 7. Kelebihan dan kekurangan metode dalam inventarisasi komodo
Metode Kelebihan Kekurangan
• Peluang menemukan • Membutuhkan biaya
satwa lebih besar yang besar dalam
• Mudah dalam penyediaan umpan.
identifikasi jumlah, jenis • Dalam jangka panjang,
Pengumpanan (Feeding)
kelamin, dan kelas umur. dapat merubah perilaku
satwa
• Diperlukan lokasi yang
sering dilalui satwa.
• Perhitungan jumlah jalur • Membutuhkan tenaga
dapat disesuaikan yang lebih besar.
Kombinasi transek jalur dan dengan luasan total
Consentration count untuk memperoleh
Intesitas Sampling yang
besar.
29

Lanjutan Tabel 7.
• Tidak membutuhkan • Terkadang kondisi
biaya yang besar lapangan (jalur
• Kemungkinan terjadi pengamatan) tidak
strees pada satwa yaitu memungkinkan untuk
kecil, karena sedikitnya terlihatnya objek
gangguan oleh manusia pengamatan (satwa)
terhadap satwa. secara keseluruhan
karena kondisi alam
(cuaca, kerapatan
vegetasi, dan topografi).

3. Struktur Umur
Struktur umur dapat digunakan untuk menilai keberhasilan
perkembangbiakan satwaliar sehingga dapat menduga prospek kelestariannya.
Pengklasifikasian struktur umur komodo, yaitu berdasarkan kelas umur tetasan,
anakan, muda, dan dewasa. Ciri-ciri yang membedakan komodo berdasarkan
kelas umur selama di lapangan dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 6.
Tabel 8. Ciri-ciri morfologi komodo berdasarkan kelas umur
Ciri-ciri Morfologi
No. Kelas Umur Ukuran Tubuh
Warna Tubuh Bentuk Kepala
(SVL)
Kuning
1 Anakan Kecil lancip > 0.60 m
kemerahan

Kuning
2 Remaja Sedang, agak lancip 0.60 - 1.25 m
kehitaman

Hitam keabu-
3 Dewasa Besar, lebar >1.25 m
abuan

Keterangan : SVL (Snout Vent Length) : Panjang dari moncong sampai anus.
30

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 6.. Komodo berdasarkan kelas umur. (a) Dewasa, (b) Muda, (c dan d)
Anakan

Untuk membedakan jenis kelamin hanya dilakukan pada kelas umur


dewasa, karena pada kelas umur anakan dan remaja sangat sulit men
mengingat
gingat banyak
sekali persamaan secara morfologi, ba
bahkan sampai sekarang belum ada metode
yang tepat untuk membedakan jenis kelamin pada kelas umur anakan dan remaja.
Nilai masing-masing
masing kelas umur terlihat pada Gambar 7.

350
300
250
200
Individu

150
100
50
0
Tetasan Anakan Muda Dewasa
Kelas Umur
Gambar 7. Struktur umur komodo

Berdasarkan analisis data untuk struktur umur komodo diperoleh nilai


kelas umur dewasa memiliki jumlah terbesar (47,85%) dibandingkan dengan kelas
umur yang lain. Sedangkan untuk nilai yang terkecil yaitu pada kelas umur tetasan
sebesar 11,31%.. Nilai tetasan tersebut didapatkan dari hasil hatcling bulan
31

Februari 2008 pada satu sarang komodo yang dipagari yang bertujuan untuk
menghindari predator terhadap telur maupun tetasan komodo dan juga sebagai
pemantauan hasil tetasan pada sarang komodo. Untuk kelas umur anakan dan
muda masing-masing sebesar (22,49% dan 18,34%). Keadaan ini menunjukan
adanya resiko kematian yang cukup tinggi pada tetasan komodo. Pengelolaan
yang kurang intensif terhadap sarang komodo dapat menyebabkan rendahnya
populasi pada tetasan komodo. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor pakan
komodo yang diduga memiliki populasi yang relatif semakin menurun, terlebih
masih adanya gangguan dari perburuan liar terhadap rusa dan keberadaan anjing
liar.
Jika dilihat berdasarkan urutan jumlah individu yang memiliki nilai
tertinggi sampai terendah yaitu kelas umur dewasa, anakan, muda, dan tetasan.
Kondisi populasi komodo seperti ini sangat sulit untuk berkembang atau
bertambah, sehingga kemungkinan besar komodo berada dalam status satwa yang
terancam punah. Menurut Wiessum (1973), bahwa populasi dapat stabil,
berkembang, atau menurun disebabkan oleh :
1. Keadaan hidup satwa seperti makanan, tempat tinggal, pelindung, dan lain-lain.
2. Keadaan sikap hidup satwa yaitu kelahiran, kematian, dan survival.
3. Perpindahan satwa.
Kesulitan secara visual selama pengamatan mempengaruhi karena ukuran
komodo semakin kecil semakin sulit untuk ditemukan. Terlebih komodo muda,
anakan, dan tetasan lebih sering ditemukan di pohon atau alang-alang.
Struktur umur komodo dalam beberapa tahun ini di P. Rinca dan P. Komodo
(Tabel 9) dalam keadaan populasi mundur (regressive population), yaitu natalitas
mengalami penurunan.
Tabel 9. Populasi komodo berdasarkan kelas umur di TN Komodo tahun 2003 –
2007
P. Rinca P. Komodo
Tahun
Anak Remaja Dewasa Total Anak Remaja Dewasa Total
2003 354 389 522 1265 228 456 667 1351
2004**) 266 434 646 1346 - - - -
2005**) 302 415 581 1298 211 349 677 1237
2006***) - - - - - - - -
2007 340 377 612 1329 202 413 755 1370
Ket: **) Tahun 2004 dan 2005 dana untuk inventarisasi komodo hanya tersedia untuk P. Rinca.
***) Tidak ada kegiatan inventarisasi komodo.
(Sumber: Statistik TN Komodo Tahun 2007)
32

4. Nisbah Kelamin (Sex Ratio)


Hasil pengamatan menunjukan perbandingan jumlah jantan potensial
reproduksi terhadap jumlah betina potensial reproduksi pada komodo selama
pengamatan diperoleh dari kelas umur dewasa dengan perbandingan sebesar 3 : 1.
Nilai tersebut memiliki arti bahwa 300 individu jantan terhadap 100 individu
betina, sehingga dipastikan terjadi persaingan yang cukup tinggi dalam
memperebutkan individu betina oleh individu jantan pada saat musim kawin. Hal
ini merupakan kondisi alami yang terjadi pada komodo untuk menghindari
ledakan populasi sehingga populasinya dapat stabil.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya mengenai sex ratio komodo
ini, menurut Fakhruddin (1998), bahwa sex ratio komodo sebesar 4,2 : 1 dan
Auffenberg (1981) sebesar 3,4 : 1. Nilai ini tidak begitu jauh dengan hasil yang
didapat selama pengamatan. Pada semua jalur pengamatan ditemukan 51 individu
komodo jantan dan 17 individu komodo betina (Tabel 10).

Tabel 10. Perbandingan sex ratio tiap jalur dan habitat.


Jalur Tipe Hutan Lokasi Jantan Betina
1 Hutan 1 L.Bar 4 0
2 Hutan 2 L.Bar 2 1
3 Savana 1 L.Bar 0 0
4 Hutan 3 L.Bar 1 0
5 Savana 2 L.Bar 5 0
6 Hutan 4 L.Bar 0 0
7 Savana 3 L.Bya 6 0
8 Savana 4 L.Kim 2 1
9 Savana 5 L.Kim 0 1
10 Hutan 5 L.Bya 13 9
11 Savana 6 WW 8 1
12 Savana 7 WW 1 1
13 Savana 8 WW-LG 2 0
14 Savana 9 WW-LG 1 0
15 Savana 10 LG 0 0
16 Savana 11 LG 2 1
17 Savana 12 L.Bya 2 2
18 Savana 13 L.Kim 2 0
19 Savana 14 L.Kim 0 0
20 Savana 15 L.Kim 0 0

Komodo jantan lebih sering ditemukan dibandingkan komodo betina.


Perbandingan sex ratio jantan terhadap betina 3 : 1 mempengaruhi pada
persaingan mendapatkan pasangannya, sehingga kemampuan daya jelajah
33

komodo jantan lebih luas dibandingkan betina. Komodo jantan diduga lebih
sering kawin dengan beberapa komodo betina dan peluang hidup komodo jantan
juga lebih tinggi dibandingkan komodo betina. Pada jalur 10 komodo jantan
memiliki jumlah paling banyak dibandingkan jalur lainnya. Hal ini juga didukung
oleh jumlah betina pada jalur 10 yang memiliki jumlah terbanyak dibandingkan
jalur lainnya.
Berdasarkan pengamatan di lapangan (Februari-Mei) banyak ditemukan
komodo jantan berusaha untuk melakukan proses kawin terhadap komodo betina,
tapi komodo betina terus menghindar (Gambar 8). Hal ini mendukung pernyataan
dari Erdmann (2004) bahwa musim kawin komodo sekitar bulan Juli-Agustus,
yaitu pada musim kering.

Gambar 8. Komodo jantan yang memaksa kawin kepada komodo betina di luar
musim kawin

5. Natalitas (Kelahiran) dan Mortalitas (Kematian)


Natalitas dan mortalitas komodo berada pada sarang komodo yang hanya
terdapat di jalur 10. Jalur ini merupakan jalur wisata di Loh Buaya dengan tipe
habitat hutan gugur yang didominasi oleh Asam, Kukun, Kesambi, Mbiring, dan
lain-lain.
a). Natalitas
Kelahiran komodo didapat dari data penetasan (hatcling) Februari 2008
yaitu sebesar 16 individu. Untuk angka kelahiran dari jumlah tetasan terhadap
total individu sebesar 11,27 %. Nilai tersebut menyatakan bahwa tingkat kelahiran
komodo cukup tinggi. Hal ini dikarenakan sudah adanya pengelolaan terhadap
sarang komodo dengan melakukan pemagaran terhadap sarang komodo.
Kegiatan terhadap pengelolaan sarang komodo dilakukan dengan
pemantauan secara rutin oleh pihak TNK. Telur komodo yang telah menetas
34

dikeluarkan dari sarang untuk diidentifikasi, seperti berat, SVL (Snout Vent
Length), dan tanda-tanda khusus tiap individu.
Penetasan tersebut berada pada sarang komodo yang terdapat di jalur 10.
Jalur ini merupakan jalur wisata di Loh Buaya dengan tipe habitat hutan gugur
yang didominasi oleh Asam, Kukun, Kesambi, Mbiring, dan lain-lain.

Gambar 9. Tetasan (bayi) komodo pada bulan Februari 2008

b). Mortalitas
Data mortalitas komodo didapat dari data natalitas-nya yang mengalami
kematian akibat human error karena kurangnya pemantauan yang dilakukan oleh
pihak TNK yang memiliki keterbatasan personil di lokasi pos (Loh Buaya) yang
terdapat sarang komodo yang dipagari. Tetasan komodo tersebut tersangkut pada
jaring yang dipasang di atas lubang sarang tersebut. Jumlah tetasan yang mati
sebanyak 6 individu dengan angka kematian sebesar 4,23%. Nilai ini menyatakan
bahwa tingkat kematian komodo cukup tinggi. Komodo yang mati merupakan
tetasan yang diharapkan menjadi individu penerus bagi komodo-komodo yang
telah tua, sehingga diperlukan peningkatan pemantauan terhadap sarang komodo
yang dipagari.

Gambar 10. Tetasan komodo yang mati diawetkan di kantor Balai TNK

6. Faktor-faktor yang mempengaruhi populasi komodo


Komodo termasuk satwa daftar CITES Appendix I, artinya perlu dilindungi
untuk menjaga kelestariannya. Berbagai permasalahan yang dapat mengancam
35

populasi komodo di TNK perlu dikaji lebih mengenai fakor-faktor yang


mempengaruhinya, antara lain :
a). Perburuan satwa mangsa komodo
Perburuan yang dilakukan pada masa jajahan Kesultanan Bima merupakan
awal dari adanya perburuan terhadap mangsa komodo terutama rusa timor dan
kuda liar di P. Rinca. Rusa timor merupakan pakan utama komodo sampai saat ini
menjadi masalah terbesar karena banyak diburu oleh manusia dengan
menggunakan anjing liar. Kepadatan populasi rusa berdasarkan penelitian
Djuanda (2008) 1,278 ind/ha. Dampak dari perburuan liar ini dapat menghambat
kelestarian ekosistem di TNK. Populasi pakan komodo (rusa) dapat dikatakan
genting karena terus berdatangan ancaman terhadap kelangsungan hidupnya,
sehingga dapat mengalami penurunan secara drastis dan populasi yang tersisa
sekarang dalam keadaan terpencar di habitat-habitat yang daya dukungnya juga
sudah semakin menurun.
Populasi dari pakan komodo sangat dipengaruhi oleh penangkapan dan
perburuan liar. Kelangsungan hidup pakan komodo (rusa) bahkan diragukan jika
tingkat kematian rusa dewasa meningkat akibat perburuan dan tingkat
keberhasilan reproduksi betina sangat kecil, bahkan di bawah kondisi alam yang
terbaik.
b). Perubahan Habitat
Perubahan habitat non alami merupakan akibat dari perbuatan manusia
yang dapat mempengaruhi kemampuan komodo untuk melangsungkan hidupnya.
Perubahan ini dapat berupa fragmentasi, kerusakan, dan kehilangan habitat yang
masing-masing atau secara bersama memiliki efek yang sama buruknya dengan
efek perburuan terhadap populasi komodo. Ancaman terhadap habitat komodo
akan sangat mempengaruhi kemampuannya untuk melakukan reproduksi yang
akhirnya akan menyebabkan populasi komodo menurun.
Kawasan TNK memiliki potensi terjadinya kebakaran yang tinggi
mengingat kawasan ini merupakan daerah dengan curah hujan yang rendah
terutama di daerah savana. Kejadian kebakaran ini diakibatkan oleh perbuatan
manusia yang sering menggunakan lahan di dalam kawasan TNK untuk
36

membakar kayu pada saat memasak dan sering ditinggalkan dengan kondisi api
yang masih menyala.
Daerah savana menjadi bagian penting bagi kehidupan komodo. Berbagai
aktivitas sering dilakukan komodo di savana, seperti berjemur (basking), sehingga
ancaman dengan adanya kebakaran hutan dapat mengurangi pergerakan komodo.
Perkembangan jaman sekarang ini tidak diimbangi oleh sebagian
masyarakat di dunia (terutama di Indonesia), dalam hal ini pola berfikir yang
diterapkan. Konflik karena pendapat sering muncul ketika kebutuhan manusia
terhadap lahan, sumberdaya, kekayaan dan kesejahteraan meningkat, sehingga
komodo kehilangan habitat dan tempat hidupnya.
c). Pengumpanan (Feeding)
Komodo menjadi perhatian dunia ini menjadi daya tarik dari media
elektronik (stasiun televisi). Berbagai atraksi komodo sering dilakukan untuk
membuat film dokumenter dengan cara pengumpanan (feeding) menggunakan
kambing, baik hidup maupun mati (Gambar 11-b). Hal ini dilakukan untuk
menarik perhatian komodo yang begitu tajam penciumannya terhadap daging dan
darah, sehingga mempermudah dalam melakukan atraksi komodo yang
diinginkan.
Komodo merupakan satwa yang mempunyai kemampuan berburu yang
berbeda-beda setiap kelas umur. Semakin dewasa, kemampuan berburunya
menjadi semakin menurun. Selama penelitian, ditemukan komodo berburu rusa
maupun kerbau (Gambar 11-a) sebanyak 9 kali, tapi yang berhasil mati hanya 3
individu rusa. Terbukti bahwa komodo muda yang melakukan perburuan tersebut
sampai mangsa luka, kemudian komodo-komodo lainnya (khususnya dewasa)
langsung ikut memakan rusa tersebut. Dengan adanya kegiatan feeding, jika
melihat jangka pendek memang tidak begitu terlihat dampaknya, tetapi secara
jangka panjang lambat-laun dapat merubah perilaku dan genetik komodo. Hal ini
menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan kepunahan terhadap komodo.
37

(a) (b)
Gambar 11. Komodo berburu dan makan (a) Komodo muda berburu kerbau air.
(b) Atraksi komodo makan daging kambing yang dilakukan oleh salah
satu stasiun televisi

B. Sebaran Spasial
1. Bentuk Sebaran Spasial
Pola sebaran spasial pada komodo ditentukan berdasarkan kontak dengan
masing-masing individu komodo. Hasil analisis data mengenai pola sebaran
spasial komodo dengan menggunakan beberapa metode tersaji pada Tabel 11.
Tabel 11. Pola sebaran spasial komodo
Metode Anaisis Data Nilai Bentuk Sebaran
χ²hitung 167059,6
χ²tabel (q=11,α=0.05) Berkelompok
18,31
Metode Rasio Nilai
Tengah dan Ragam 3,722 Berkelompok

ID (Indeks Dispersi) 3,72


IC (Indeks Clumping) 2,72 Berkelompok
IG (Indeks Green) 0,08

Bentuk sebaran spasial komodo adalah mengelompok yang bearati individu-


individu komodo cenderung membentuk suatu kelompok sehingga jika satu
individu ditemukan maka kemungkinan besar dapat menemukan individu-
individu lain di dekatnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya :
a) Komodo lebih sering berkumpul di daerah dekat pemukiman atau pos-pos jaga
yang lokasinya berada di hutan.
b) Penyebaran pakan pada saat musim kemarau cenderung lebih banyak di daerah
hutan karena masih terdapat sumber air, sehingga komodo sering berkumpul di
hutan.
38

c) Komodo lebih sering ditemukan di daerah savana yang terdapat pohon-pohon


yang digunakan komodo untuk istirahat.

2. Habitat
Komodo merupakan salah satu jenis atau bagian dari ekosistem hutan yang
memiliki peranan penting dalam kelestarian hutan. Penyebaran habitat komodo
terdapat di savana dan hutan gugur, terkadang juga komodo ditemukan di daerah
mangrove dan pantai. Pemanfaatan habitat oleh komodo umumnya bergantung
pada besarnya potensi sumber pakan (rusa, babi, kerbau, monyet, dan kuda).
Faktor-faktor yang berkaitan dengan penyebaran satwa pakan juga berpengaruh
terhadap penyebaran komodo, seperti ketersediaan air dan vegetasi.
Komodo memanfaatkan habitatnya sebagai tempat tinggal, berburu, dan
berlindung dari komodo lainnya maupun gejala alam (hujan dan panas). Tipe
hutan di P. Rinca mempunyai daya dukung yang penting terhadap kelangsungan
hidup komodo. Fungsi habitat merupakan bagian penting dalam pemilihan habitat
oleh komodo dan mangsanya. Jika terjadi perubahan terhadap kondisi habitat,
maka akan berpengaruh terhadap keberadaan komodo secara kualitas maupun
kuantitas.
a). Ketersediaan Air
Ketersediaan air di kawasan TNK memiliki peranan penting bagi kehidupan
satwa mangsa komodo seperti rusa, babi, kerbau, kuda, dan monyet ekor panjang.
Karakteristik sumber air yang digunakan komodo di TNK secara umum memiliki
warna yang keruh dan kotor.
Komodo menggunakan air hanya sesekali saja, biasanya untuk minum dan
berendam. Hal ini dibuktikan pada saat pengamatan dengan ditemukannya
beberapa individu komodo yang berendam di kubangan/bak air. Komodo biasa
berendam dan minum setelah makan untuk kembali memulihkan kondisi
tubuhnya. Komodo memperoleh kebutuhan air mencapai 70 % dari mangsanya.
Sumber air yang diperoleh komodo berasal dari air hujan, mata air, sungai,
maupun dari bak penampungan yang dibuat oleh pihak Balai TNK. Kondisi cuaca
yang panas di kawasan TNK menyebabkan serapan air oleh tanah dan vegetasi
cukup tinggi sehingga persedian air menjadi sedikit. Dalam penggunaan air,
komodo mendapatkan persaingan dari satwa mangsa (rusa, babi, kerbau, kuda,
39

dan monyet ekor panjang) yang memiliki tingkat kebutuhan air yang lebih tinggi
dari komodo. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya satwa mangsa komodo di
sekitar sumber air, baik secara langsung maupun tidak langsung (jejak dan
kotoran).
Pada saat musim kemarau, ketersediaan air di kawsan TNK sangat sedikit,
bahkan ditemukan beberapa sumber air satwa dengan kondisi yang kering. Hanya
bak penampungan air buatan yang menyediakan air, walaupun dengan jumlah
yang sedikit. Satwa mangsa sering berkumpul di dekat bak penampungan air ini,
sehingga mudah sekali ditemukan satwa mangsa komodo pada musim kemarau.

(a) (b)
Gambar 12. Bak satwa. (a) Buatan. (b) Alami

Komodo anakan lebih sering ditemukan di lokasi-lokasi bebatuan dan


pepohonan yang dekat sungai. Diduga komodo anakan ini membutuhkan air yang
cukup tinggi. Selain itu, komodo anakan ini jika mendapat serangan dari predator
maka dapat dengan cepat lari ke lubang-lubang atau sela-sela bebatuan maupun ke
atas pohon.
b). Ketersediaan Pakan
TNK memiliki keanekaragaman fauna yang cukup tinggi, baik di daratan
maupun di lautan. Komodo memiliki ketergantungan hidup yang sangat tinggi
terhadap satwa mangsa diantaranya rusa, babi, kerbau, kuda, dan monyet ekor
panjang dan juga biasanya memakan telur gosong yang berada di dalam sarang
gosong (Gambar 13). Komodo merupakan satwa kanibal (pemakan sesama jenis).
Komodo betina biasa yang memakan anaknya sendiri, begitu juga pada komodo
yang telah mati.
40

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)
Gambar 13. Pakan komodo. (a) Rusa timor, (b) Kerbau air, (c) Babi hutan, (d)
Kuda liar, (e) Monyet ekor panjang, (f) Telur Burung gosong

Potensi pakan komodo di P. Rinca masih sangat tinggi dengan


ditemukannya beberapa individu mangsa selama pengamatan. Ancaman terhadap
penurunan populasi mangsa komodo (terutama rusa) yaitu adanya anjing liar yang
digunakan untuk berburu rusa. Sampai saat ini usaha untuk memusnahkan anjing
liar di P. Rinca terus dilakukan oleh pihak Balai TNK dengan membunuh
langsung jika menemukan anjing liar di kawasan TNK.
Komodo anakan menyukai satwa pakan seperti kadal dan serangga, bahkan
ditemukan juga komodo anakan sering berburu ikan-ikan kecil di sungai maupun
di hutan mangrove. Tingkat berburu anakan lebih tinggi dibandingkan dengan
komodo yang lebih besar atau dewasa. Komodo dewasa bahkan sering berburu
secara berkelompok.
41

Babi hutan merupakan satwa pakan komodo yang sering melakukan


perlawanan jika diserang oleh komodo. Babi memiliki taring dan hidup secara
berkelompok sehingga berani untuk melawan komodo. Babi dapat menjadi
pesaing komodo dalam hal pakan, karena babi merupakan satwa omnivora
(pemakan flora dan fauna), tapi babi jarang sekali berburu dan biasa memakan
bangkai sisa pakan komodo.
Menurut Sunquist dan Suquist (1989) dalam Rudiansyah (2007), bahwa
satwa karnivora dalam melakukan pemilihan habitat harus dihubungkan dengan
penyebaran dan kepadatan satwa mangsa. Komodo lebih sering ditemukan di
habitat yang terdapat satwa mangsanya. Oleh karena itu, komodo selalu mengikuti
pergerakan satwa mangsanya dan selalu berada tidak jauh dari satwa mangsanya
sehingga biasanya ditemukan berdekatan dengan jejak mangsa.
c). Sarang dan Tempat Istirahat.
Sarang merupakan salah satu komponen habitat yang sangat penting dalam
mendukung kelangsungan hidup satwaliar di habitat alami. Komodo
menggunakan sarangnya untuk berlindung dari komodo lainnya, cuaca (panas dan
hujan), bertelur, dan tidur. Beberapa sarang komodo dibuat oleh burung gosong
(Megapodius reinwardt). Sarang tersebut hanya terdapat di habitat hutan gugur.
Burung gosong membuat sarang dengan mengumpulkan serasah dan ranting-
ranting kecil yang akhirnya membentuk suatu gundukan. Komodo dan burung
gosong sama-sama memerlukan sarang untuk melindungi telur yang dikubur di
dalam sarang. Sarang permanen komodo terbuat dari bebatuan yang berlubang-
lubang. Komodo juga menggunakan lubang yang dibuat oleh binatang pengerat,
musang, babi hutan, landak (di P. Flores) dan yang dibuat oleh komodo lain,
sedangkan dalamnya lubang untuk bertelur adalah sekitar 2 m (Erdmann, 2004).
Rata-rata dalamnya lubang tidur yang dibuat adalah hanya 75 cm hingga 1,25 m.
Menurut San Diego (2005), sarang aktif komodo jika :
1. Adanya galian baru di sarang.
2. Adanya bekas galian/penutupan lubang sarang.
3. Adanya komodo betina yang menjaga sarang.
42

(a) (b)

(c)
Gambar 14. Sarang dan Tempat Istirahat Komodo. (a) Sarang komodo dari
bebatuan. (b) Komodo sedang menggali sarang untuk mencari telur
gosong. (c) Sarang komodo yang dibuat oleh gosong

Komodo dan burung gosong memiliki simbiosis amensalisme. Komodo


diuntungkan dengan adanya sarang yang dibuat oleh burung gosong, sedangkan
burung gosong sendiri dirugikan oleh komodo yang biasa memakan telur burung
gosong. Komodo sendiri tidak memakan burung gosong karena burung gosong
memiliki otot yang keras akibat seringnya membuat gundukan-gundukan dari
serasah untuk membuat sarang.
Tempat istirahat merupakan suatu tempat yang digunakan komodo untuk
menstabilkan kondisi tubuh komodo yang keletihan dan juga untuk tidur. Masing-
masing kelas umur komodo memiliki tempat istirahat yang berbeda. Komodo
anakan biasa menggunakan tempat istirahat yang memiliki ketinggian yang sulit
dijangkau oleh komodo dewasa. Komodo anakan ini sering menggunakan pohon
dan bebatuan atau lubang-lubang di tebing untuk beristirahat, bahkan komodo
remaja/muda juga sering melakukan hal tersebut. Bebatuan yang besar atau
lubang-lubang sering digunakan komodo untuk beristirahat dengan posisi tubuh
bagian kepala masuk ke dalam lubang dan bagian ekor di luar. Hal ini dilakukan
43

untuk memudahkan perlawanan terhadap komodo lain yang ingin menggunakan


lubang yang sama dengan cara membantingkan ekornya.
Selama pengamatan ditemukan 4 sarang komodo (Tabel 12). Status
keaktifannya belum semua teridentifikasi karena biasanya komodo mampu
mengaktifkan sarangnya menjelang musim bertelur. Pada jalur pengamatan
terdapat beberapa sarang komodo aktif, yaitu 1 sarang di jalur 1 (Loh Baru), 1
sarang di jalur 10 (Loh Buaya) dan 1 sarang di jalur 5 (Loh Baru).
Tabel 12. Jumlah sarang komodo yang ditemukan
Jalur Lokasi Jumlah Sarang Tipe Sarang
1 (Hutan) Loh Baru 1 Gundukan tanah
10 (Hutan) Loh Buaya 2 Gundukan tanah
5 (Savana) Loh Baru 1 Batu

Jika dilihat dari tipe habitat sarang komodo, bahwa komodo menggunakan
sarang gundukan tanah di hutan, sedangkan untuk sarang yang terbuat dari batu
berada di savana. Sarang yang terdapat di hutan gugur terbuat dari gundukan
tanah yang digunakan komodo untuk istirahat dan tidur, serta menyimpan telur.
Sarang yang di savana digunakan hanya untuk istirahat atau tidur.
d). Cover
Komodo memerlukan cover berupa pohon, batu, dan batang pohon yang
roboh. Umumnya komodo berjemur (basking) pada saat pagi hari. Komodo
memerlukan struktur vegetasi hutan sebagai pelindung dari serangan komodo lain
dan perubahan suhu yang tinggi pada siang hari dan malam hari.
44

(a) (b)

(c)
Gambar 15.. Cover komodo pada saat istirahat. (a) Batang kayu roboh, (b) Batang
pohon, (c) Batu

Penutupan tajuk pada lokasi pengamatan dapat dilihat pada Gambar 16.
Intensitas cahaya matahari yang masuk ke la
lantai
ntai hutan tergantung dari kondisi
penutupan tajuk. Pada saat komodo istirahat atau tidur, penutupan tajuk memiliki
peranan penting sebagai pelindung dari sinar matahari. Kondisi penutupan tajuk
berpengaruh terhadap kondisi iklim. Suhu rata
rata-rata selama pengamatan
gamatan pada pagi
hari berkisar 24-310C dan sore hari berkisar 28
28-300C.

Gambar 16. Profil pohon


45

Kondisi kerapatan vegetasi berkaitan dengan kemampuan komodo untuk


melihat dan berburu mangsa, sehingga diperlukan kerapatan yang optimal agar
fungsi cover dan kebutuhan pakan dapat terpenuhi. Penutupan tajuk di hutan
gugur dapat melindungi komodo dari cahaya matahari sekaligus memudahkan
berburu mangsa. Kerapatan vegetasi di hutan gugur pada tingkat semai 27,5
ind/ha, pancang 20 ind/ha, tiang 20 ind/ha, dan pohon 122,5 ind/ha (Tabel 13),
sehingga komodo masih dapat dengan mudah untuk melihat dan berburu mangsa.
Tabel 13. Kerapatan tingkatan vegetasi pada hutan gugur
Tingkat Kerapatan (ind/ha)
Pohon 122,5
Tiang 20
Pancang 20
Semai 27,5

e). Kondisi Vegetasi


Komodo memanfaatkan vegetasi sebagai tempat untuk berlindung dan tidur.
Untuk mengetahui jenis tumbuhan yang terdapat di habitat komodo tersebut,
dilakukan analisis vegetasi di 2 tipe habitat komodo (savana dan hutan gugur)
untuk mewakili setiap tipe vegetasi di habitat komodo. Berdasarkan hasil analisis
vegetasi di hutan gugur diperoleh 11 jenis tumbuhan (Tabel 14). Komposisinya
berdasarkan tingkat pertumbuhannya terdiri dari 10 jenis pohon, 6 jenis pada
tingkat pertumbuhan tiang, 4 jenis pada tingkat pertumbuhan pancang, dan 6 jenis
pada tingkat pertumbuhan semai.
Tabel 14. Hasil analisis vegetasi di hutan gugur
No Tingkat Nama Lokal Nama Ilmiah INP (%)
Jarak Jatropus curcas 28,57
Pasalanga Voacangan granditolia 28,05
Sita Alstonia scholaris 58,24
Beringin Ficus sp. 6,42
Mbiring Phitecelobium umbeltum 39,14
1 Pohon
Asam Tamaridus indica 53,32
Wajur Pterospermum diversifolium 9,49
Nyamplung Callophylum inophylum 23,16
Kukun Schoutenis ovata 6,43
Niti Wrightia pubescens 47,18
Sita Alstonia scholaris 74,82
Asam Tamaridus indica 38,31
2 Tiang
Kukun Schoutenis ovata 36,79
Mbiring Phitecelobium umbeltum 71,82

Lanjutan Tabel 14.


46

Jarak Jatropus curcas 40,48


Niti Wrightia pubescens 37,79
Kukun Schoutenis ovata 18,06
Mbiring Phitecelobium umbeltum 90,28
3 Pancang
Pasalanga Voacangan granditolia 18,06
Sita Alstonia scholaris 73,61
Pasalanga Voacangan granditolia 36,36
Mbiring Phitecelobium umbeltum 72,73
Sita Alstonia scholaris 36,36
4 Semai
Kesambi Schleira oleosa 18,18
Nyamplung Callophylum inophylum 18,18
Wajur Pterospermum diversifolium 18,18

Pada tingkat pertumbuhan pohon, jenis Sita (Alstonia scholaris) memiliki


indeks nilai penting (INP) terbesar yaitu 58,24% sedangkan yang terendah yaitu
Beringin (Ficus sp.) 6,42%. Untuk tingkat tiang, INP terbesar adalah Sita 74,82%
dan terendah Kukun (Schoutenis ovata) 36,79%. Pada tingkat pancang, INP
terbesar adalah Mbiring (Phitecelobium umbeltum) 90,28% dan terendah
Pasalanga (Voacangan granditolia) dan Kukun sebesar 18,06%. Sedangkan
tingkat semai, INP terbesar adalah Pasalanga dan Sita sebesar 36,36% dan
terendah yaitu Kesambi (Rhizophora sp.), Nyamplung (Calophylum inophylum)
dan Wajur (Pterospermum diversifolium) 18,18%. Semua jenis vegetasi ini yang
sering digunakan komodo untuk berteduh dan istirahat adalah Asam dan Kesambi.
3. Hubungan Waktu Perjumpaan dengan Tipe Habitat
Selama pengamatan ditemukan sebanyak 142 individu, antara lain 56
individu di savana dengan 60 kali pengamatan pada 5 jalur dan 86 individu di
hutan gugur dengan 20 kali pengamatan pada 15 jalur. Aktivitas komodo pada
saat ditemukan memiliki aktivitas yang bervariasi (basking, tidur, jalan, lari,
mengamati, menggali). Pada Gambar 17 dapat dilihat persentase waktu
perjumpaan dengan komodo setiap tipe habitat.
47

100
90
80
70
60
(%)
50
Pagi
40
30 Sore
20
10
0
Savana Hutan Gugur
Tipe Habitat

Gambar 17. Hubungan waktu perjumpaan setiap tipe habitat

Peluang perjumpaan di savana pada pagi hari sebesar 88%, sedangkan pada
sore hari hanya 12%. Pada hutan gugur, peluang perjumpaan pada pagi hari
sebesar 80% dan sore hari sebesar 20%. Sehingga dikedua tipe habitat tersebut
memiliki peluang perjumpaan yang sama yaitu pada waktu pagi hari dibandingkan
dengan sore hari. Hal ini dikarenakan komodo lebih mudah dijumpai pada waktu
pagi hari pada saat aktivitas basking. Menjelang siang hari komodo melakukan
aktivitas di pohon seperti istirahat, tidur, atau menghindari serangan dari predator
maupun komodo lainnya. Hal ini menjadi rekomendasi dalam pengelolaan
ekowisata di TNK. Wisatawan yang datang ke TNK untuk melihat komodo dapat
dilakukan pada pagi hari karena peluang untuk melihat komodo lebih tinggi
dibandingkan dengan siang maupun sore hari.

C. Pengelolaan Komodo
1. Konservasi komodo
Komodo merupakan satwa sisa peninggalan jaman purba yang masih
mampu bertahan hidup sampai sekarang. Keberadaannya hanya ditemukan di
TNK dan P. Flores. Berbagai usaha untuk menjaga kelestariannya, telah
ditetapkan Undang-Undang Perburuan dan Perlindungan Binatang Liar Tahun
1931 dan menjadi satwa kebanggaan Indonesia. Ancaman terbesar berasal dari
para pemburu untuk menangkap rusa dengan menggunakan anjing, padahal rusa
sendiri merupakan pakan utama komodo.
48

Upaya yang dilakukan dari segi pengawetan plasma nutfah yaitu dengan
pemagaran sarang komodo untuk melindungi telur dan tetasan komodo sehingga
dapat memudahkan untuk pemantauan terhadap telur dan tetasan komodo tersebut
serta dapat menghindari pemangsaan oleh predator maupun komodo itu sendiri.

(a) (b)
Gambar 18. (a dan b) Sarang komodo yang dipagari

Status sebagai satwa yang langka di dunia menjadikan komodo sebagai daya
tarik dalam pengembangan ekowisata. Berdasarkan BTNK (2007), TNK
merupakan taman nasional di Indonesia yang paling banyak dikunjungi oleh
wisatawan mancanegara maupun domestik sebesar 22.000 orang. Selain itu juga
menjadi objek penelitian dari berbagai kalangan baik mahasiawa, LSM, maupun
peneliti-peneliti lainnya, karena masih banyak hal-hal yang belum pasti terungkap
mengenai komodo.
2. Implikasi terhadap pengelolaan komodo
Pengelolaan terhadap satwaliar memiliki 2 pendekatan dalam pelestarian
populasi, yaitu mengembangkan jenis-jenis yang menarik perhatian (spesies
indikator, kunci, atau tunggal) dan mengembangkan kekayaan jenis. Komodo
merupakan satwa yang menarik perhatian karena keunikan dan kelangkaannya,
yakni kadal terbesar di dunia yang hidup dari jaman purba yang masih mampu
bertahan sampai sekarang. Selain itu, mampu memberikan dan meningkatkan taraf
hidup masyarakat sekitar kawasan dari kegiatan ekowisata.
Pendekatan dalam pengelolaan habitat komodo difokuskan terhadap
pembuatan bak minum satwa yang dibuat oleh pihak TNK. Hal ini dilakukan
untuk menampung air pada musim kemarau yang ketersediaannya sangat susah di
kawasan TNK.
49

Pendekatan kekayaan jenis dapat dilakukan dengan cara mempertahankan


kondisi habitat yang ada. Pembinaan habitat di savana yang selalu terancam
keutuhannya karena ulah manusia seperti kebakaran yang dapat mengganggu
aktivitas komodo. Pencegahan sejak dini harus dilakukan untuk mengurangi
dampak terhadap kelestarian habitat secara berkelanjutan.
3. Pengembangan ekowisata yang melibatkan komodo
Seiring dengan perkembangan jaman dalam peningkatan pendapatan, maka
banyak berbagai pihak yang menjual potensi alam, budaya, maupun lingkungan
sosial, sehingga mampu meningkatkan devisa yang besar jika dikelola dengan
baik. Ekowisata berbeda dengan wisata umum atau wisata masal, karena bertujuan
untuk menarik perhatian sekelompok kecil masyarakat, pada tingkat yang tidak
menyebabkan gangguan yang berarti bagi lingkungan atau budaya, atau keduanya
(Brandon, 1996).
Keberadaan komodo di TNK menjadi satwa andalan untuk dijadikan
berbagai objek wisata. Hal ini akan berdampak terhadap peningkatkan pendapatan
TNK dan para mitra kerja (LSM, masyarakat sekitar kawasan, pemerintah daerah
setempat, para pengusaha jasa transportasi dan media elektronik maupun cetak).
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Nilai dugaan akhir populasi komodo di P. Rinca sebesar 698 individu dengan
kepadatan 3,15 ind/km2. Untuk KU tetasan mempunyai populasi sebesar 79
individu dengan kepadatan 0,4 ind/km2, anakan 157 individu dengan
kepadatan 0,8 ind/km2, remaja 128 individu dengan kepadatan 0,65 ind/km2,
dan dewasa 334 individu dengan kepadatan 1,7 ind/km2.
2. Angka kelahiran komodo sebesar 11,27% dan angka kematian sebesar 4,23%,
serta sex-ratio komodo sebesar 1 : 3.
3. Bentuk sebaran spasial komodo adalah mengelompok berdasarkan
perhitungan nilai rasio ragam 3,77; indeks dispersi 3,72; indeks green 0,08;
indeks clumping 2,72; dan chi-square 167.059,6.
4. Peluang perjumpaan di savana pada pagi hari sebesar 88%, sedangkan pada
sore hari hanya 12%. Pada hutan gugur, peluang perjumpaan pada pagi hari
sebesar 80% dan sore hari sebesar 20%.

B. Saran
1. Peningkatan pengamanan kawasan dari perburuan liar dan kebakaran hutan
untuk pelestarian komodo.
2. Pengurangan kegiatan shooting atraksi komodo dengan menggunakan
pengumpanan (feeding).
3. Perlu adanya penelitian yang continue dengan metode yang sama pada waktu
musim hujan dan kemarau.
4. Waktu yang tepat kunjungan wisatawan untuk melihat komodo yaitu pada
pagi hari (07.00-10.00).
Lampiran 1. Analisis vegetasi tingkat pohon
No Jenis Nama Ilmiah K KR D DR F FR INP
1 Jarak Jatropus curcas 15 12.24 94812.73 7.99 0.2 8.33 28.57
2 Pasalanga Voacangan granditolia 7.5 6.12 161235.77 13.59 0.2 8.33 28.05
3 Sita Alstonia scholaris 25 20.41 201558.24 16.99 0.5 20.8 58.24
4 Beringin Ficus sp. 2.5 2.04 2480.63 0.21 0.1 4.17 6.42
5 Mbiring Phitecelobium umbeltum 12.5 10.20 96075.19 8.10 0.5 20.8 39.14
6 Asam Tamaridus indica 20 16.33 241120.04 20.33 0.4 16.7 53.32
7 Wajur Pterospermum diversifolium 5 4.08 14681.25 1.24 0.1 4.17 9.49
8 Nyamplung Callophylum inophylum 7.5 6.12 103282.26 8.71 0.2 8.33 23.16
9 Kukun Schoutenis ovata 2.5 2.04 2640.63 0.22 0.1 4.17 6.43
10 Niti Wrightia pubescens 25 20.41 268120.14 22.61 0.1 4.17 47.18
122.5 100 1186006.86 100 2.4 100 300

Lampiran 2. Analisis vegetasi tingkat tiang


No Jenis Nama Ilmiah K KR D DR F FR INP
1 Sita Alstonia scholaris 5 25 3032.5 24.8234933 0.2 25 74.82
2 Asam Tamaridus indica 2.5 12.5 1625.625 13.3070705 0.1 12.5 38.31
3 Kukun Schoutenis ovata 2.5 12.5 1440 11.78757802 0.1 12.5 36.79
4 Mbiring Phitecelobium umbeltum 5 25 2665 21.81520516 0.2 25 71.82
5 Jarak Jatropus curcas 2.5 12.5 1890.625 15.47631229 0.1 12.5 40.48
6 Niti Wrightia pubescens 2.5 12.5 1562.5 12.79034073 0.1 12.5 37.79
20 100 12216.25 100 0.8 100 300

Lampiran 3. Analisis vegetasi tingkat pancang


No Jenis Nama Ilmiah K KR F FR INP
1 Kukun Schoutenis ovata 2.5 12.5 0.1 5.555556 18.06
2 Mbiring Phitecelobium umbeltum 12.5 62.5 0.5 27.77778 90.28
3 Pasalanga Voacangan granditolia 2.5 12.5 0.1 5.555556 18.06
4 Sita Alstonia scholaris 2.5 12.5 1.1 61.11111 73.61
20 100 1.8 100 200

55
Lampiran 4. Analisis vegetasi tingkat semai
No Jenis Nama Ilmiah K KR F FR INP
1 Pasalanga Voacangan granditolia 5 18.18182 0.2 18.18182 36.36
2 Mbiring Phitecelobium umbeltum 10 36.36364 0.4 36.36364 72.73
3 Sita Alstonia scholaris 5 18.18182 0.2 18.18182 36.36
4 Kesambi Schleira oleosa 2.5 9.090909 0.1 9.090909 18.18
5 Nyamplung Callophylum inophylum 2.5 9.090909 0.1 9.090909 18.18
6 Wajur Pterospermum diversifolium 2.5 9.090909 0.1 9.090909 18.18
27.5 100 1.1 100 200

56
Lampiran 5. Tally Sheet Pengamatan Komodo

Jalur 1

Hari/Tgl : Minggu/6-4-08 Suhu : 240C


Waktu : 7.00 Cuaca : Cerah RH : 91%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
Tidak Ditemukan

Hari/Tgl : Selasa/8-4-08 Suhu : 300C


Waktu : 15.30 Cuaca : Cerah RH : 65%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
Menggali
1 17.15 1 1 Tanah 10
sarang

Hari/Tgl : Rabu/9-4-08 Suhu : 310C


Waktu : 15.30 Cuaca : Cerah RH : 79%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
Tmbhn
1 15.59 1 1 Basking 30
bwh/Serasah
Tmbhn
2 15.09 1 1 Istirahat 40
bwh/Serasah
Tmbhn
3 17.34 1 1 Jalan 25
bwh/Serasah

57
Hari/Tgl : Sabtu/12-4-08 Suhu : 310C
Waktu : 15.30 Cuaca : Cerah RH : 79%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
Tmbhn
1 17.15 2 2 Diam 10
bwh/Serasah

58
Jalur 2

Hari/Tgl : Senin/7-4-08 Suhu : 290C


Waktu : 7.00 Cuaca : Cerah RH : 85%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
1 7.15 1 1 Basking Semak belukar 28

Hari/Tgl : Senin/7-4-08 Suhu : 310C


Waktu : 13.30 Cuaca : Mendung RH : 79%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
1 13.35 1 1 Diam Semak belukar 20
Bebatuan
2 13.44 1 1 Lari sungai 30

Hari/Tgl : Rabu/9-4-08 Suhu : 290C


Waktu : 7.30 Cuaca : Cerah RH : 78%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
1 7.52 1 1 Diam Semak belukar

59
Hari/Tgl : Minggu/13-4-08 Suhu : 270C
Waktu : 7.30 Cuaca : Cerah RH : 92%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
1 7.55 1 1 Jalan Semak belukar 7
2 8.32 1 1 Jalan Semak belukar 5
3 8.51 1 1 Jalan Semak belukar 5
4 9.23 1 1 Jalan Semak belukar 4

60
Jalur 3

Hari/Tgl : Senin/7-4-08 Suhu : 290C


Waktu : 9.30 Cuaca : Cerah RH : 85%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
Tidak Ditemukan

Hari/Tgl : Rabu/9-4-08 Suhu : 290C


Waktu : 9.00 Cuaca : Cerah RH : 78%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
Tidak Ditemukan

Hari/Tgl : Senin/14-4-08 Suhu : 300C


Waktu : 7.30 Cuaca : Cerah RH : 79%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
Tidak Ditemukan

Hari/Tgl : Selasa/15-4-08 Suhu : 290C


Waktu : 10.00 Cuaca : Cerah RH : 78%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
Tidak Ditemukan

61
Jalur 4

Hari/Tgl : Kamis/10-4-08 Suhu : 270C


Waktu : 7.3 Cuaca : Cerah RH : 92%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
Tanah,
1 9.42 1 1 Diam 30
serasah

Hari/Tgl : Kamis/10-4-08 Suhu : 290C


Waktu : 14.45 Cuaca : Cerah RH : 78%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
1 15.29 1 1 Lari Serasah, batu 2

Hari/Tgl : Selasa/14-4-08 Suhu : 270C


Waktu : 9.00 Cuaca : Cerah RH : 92%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
Semak
1 9.21 1 1 Jalan 7
belukar
Semak
2 9.32 1 1 Jalan 5
belukar

62
Hari/Tgl : Selasa/15-4-08 Suhu : 280C
Waktu : 8.00 Cuaca : Cerah RH : 85%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
Semak
1 9.35 1 1 Diam 5
belukar
Semak
2 10.05 1 1 Jalan 3
belukar

63
Jalur 5

Hari/Tgl : Rabu/16-4-08 Suhu : 280C


Waktu : 6.15 Cuaca : Cerah RH : 85%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
Tidak Ditemukan

Hari/Tgl : Kamis/17-4-08 Suhu : 270C


Waktu : 6.00 Cuaca : Cerah RH : 91%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
1 8.03 1 1 Basking Rumput 10
2 8.05 2 2 Basking Rumput 7

Hari/Tgl : Jumat/18-4-08 Suhu : 280C


Waktu : 15.30 Cuaca : Cerah RH : 85%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
1 16.42 1 1 Jalan Rumput 10
2 17.05 1 1 Basking Rumput 12

64
Hari/Tgl : Minggu/20-4-08 Suhu : 280C
Waktu : 8.00 Cuaca : Cerah RH : 85%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
1 8.41 1 1 Basking Rumput 8
2 9.06 1 1 Basking Rumput 15

65
Jalur 6

Hari/Tgl : Rabu/16-4-08 Suhu : 310C


Waktu : 7.30 Cuaca : Cerah RH : 77%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
1 7.35 1 1 Jalan Bebatuan 10

Hari/Tgl : Kamis/17-4-08 Suhu : 300C


Waktu : 8.30 Cuaca : Cerah RH : 85%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
1 8.56 1 1 Basking Tanah 20

Hari/Tgl : Sabtu/19-4-08 Suhu : 320C


Waktu : 14.30 Cuaca : Cerah RH : 75%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
1 14.52 2 2 Lari Batu 15

Hari/Tgl : Minggu/20-4-08 Suhu : 290C


Waktu : 15.00 Cuaca : Cerah RH : 85%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
1 15.46 1 1 Jalan Serasah 5

66
Jalur 7

Hari/Tgl : Kamis/24-4-08 Suhu : 280C


Waktu : 8.00 Cuaca : Cerah RH : 88%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
1 8.13 1 1 Jalan Bebatuan, rumput 30
2 8.17 1 1 Jalan Bebatuan, rumput 17

Hari/Tgl : Sabtu/26-4-08 Suhu : 280C


Waktu : 6.00 Cuaca : Cerah RH : 88%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
1 6.56 1 1 Basking Rumput, bebatuan 35
2 6.59 1 1 Jalan Rumput, bebatuan 40
3 7.09 1 1 Basking Tebing 45

Hari/Tgl : Jumat/25-4-08 Suhu : 300C


Waktu : 15.06 Cuaca : Cerah RH : 75%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Anakan Muda Dewasa Aktivitas Substrat (m)
Jantan Betina
1 15.15 1 1 Jalan Rumput 15
Tanah (di bawah
Tidur
2 15.41 2 1 naungan) 25; 28

67
Hari/Tgl : Senin/19-5-08 Suhu : 270C
Waktu : 6.00 Cuaca : Cerah RH : 89%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
1 6.23 1 1 Basking Rumput, bebatuan 5
2 6.41 1 1 Basking Rumput 45

68
Jalur 8

Hari/Tgl : Kamis/24-4-08 Suhu : 240C


Waktu : 10.00 Cuaca : Cerah RH : 91%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
1 10.41 1 1 Basking Batu 15

Hari/Tgl : Jumat/25-4-08 Suhu : 240C


Waktu : 8.00 Cuaca : Cerah RH : 91%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
Tidak Ditemukan

Hari/Tgl : Sabtu/26-4-08 Suhu : 240C


Waktu : 7.15 Cuaca : Cerah RH : 91%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
Batu (di bawah naungan
1 7.31 1 1 Basking 23
Asam)

69
Hari/Tgl : Jumat/25-4-08 Suhu : 240C
Waktu : 16.00 Cuaca : Cerah-Mendung RH : 91%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
1 16.17 1 1 Jalan Batu, rumput 20

70
Jalur 9

Hari/Tgl : Jumat/25-4-08 Suhu : 320C


Waktu : 10.55 Cuaca : Cerah RH : 71%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
Tanah (Sarang
1 11.11 1 1 Istirahat 10
Gosong)

Hari/Tgl : Jumat/25-4-08 Suhu :300C


Waktu : 16.00 Cuaca : Cerah-Mendung RH : 77%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
Tidak Ditemukan

Hari/Tgl : Sabtu/29-4-08 Suhu : 290C


Waktu : 9.00 Cuaca : Cerah RH : 82%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
1 9.15 1 1 Jalan Rumput, batu 25

71
Hari/Tgl : Jumat/16-5-08 Suhu : 280C
Waktu : 7.00 Cuaca : Cerah RH : 84%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
1 7.06 1 1 Basking Rumput, batu 12

72
Jalur 10

Hari/Tgl : Selasa/13-5-08 Suhu : 300C


Waktu : 8.15 Cuaca : Cerah RH :88%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
1 8.23 3 1 1 1 Jalan, basking Rumput 10; 8; 12
2 8.29 1 1 Basking Rumput 7
3 8.41 6 2 2 1 1 Basking, jalan Tanah, rumput 13; 8; 8; 10; 17; 7

Hari/Tgl : Sabtu/17-5-08 Suhu : 290C


Waktu : 8.00 Cuaca : RH : 85%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
1 8.12 2 1 1 Basking; diam Tanah, rumput 12; 10
2 8.22 2 1 1 Basking; diam Tanah, rumput 23; 11
3 8.31 5 1 1 3 Basking; diam Tanah, rumput, batu 14; 13; 13; 24; 22

73
Hari/Tgl : Minggu/18-5-08 Suhu : 280C
Waktu : 7.35 Cuaca : Cerah RH : 88%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
1 7.39 4 2 1 1 Basking, istirahat Rumput, tanah 4; 7; 2; 11
2 7.44 5 1 1 2 1 Basking, istirahat Rumput, tanah 5; 21; 6; 9; 17
3 7.55 2 1 1 Basking, istirahat Batu, tanah 8; 14
4 8.13 3 1 1 1 Basking, istirahat Rumput, tanah 12; 8; 20; 18

Hari/Tgl : Senin/19-5-08 Suhu : 300C


Waktu : 14.45 Cuaca : Cerah RH : 79%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
1 14.54 3 1 1 1 Diam; tidur Tanah; rumput, beata 12; 19; 8

74
Jalur 11

Hari/Tgl : Rabu/30-4-08 Suhu : 290C


Waktu : 9.00 Cuaca : Cerah RH : 86%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
1 9.04 1 1 Jalan Alang-alang, sensus 8

Hari/Tgl : Kamis/11-5-08 Suhu : 280C


Waktu : 9.00 Cuaca : Cerah RH : 85%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
1 9.32 1 1 Basking Rumput, alang-alang 10
2 9.34 2 2 Jalan Rumput, alang-alang 10

Hari/Tgl : Sabtu/10-5-08 Suhu : 240C


Waktu : 7.20 Cuaca : Cerah RH : 85%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
1 8.44 1 1 Diam (di bawah Asam) Batu 4
2 10.07 1 1 Jalan Rumput 20
3 10.14 1 1 Diam Rumput 12

75
Hari/Tgl : Kamis/15-5-08 Suhu : 280C
Waktu : 7.15 Cuaca : Cerah RH : 87%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
1 7.31 1 1 Basking Rumput 8
2 7.55 1 1 Jalan Tanah 6

76
Jalur 12

Hari/Tgl : Rabu/30-5-08 Suhu : 300C


Waktu : 9.35 Cuaca : Cerah RH : 88%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
Tanah,
1 9.41 1 1 Jalan 12
batu

Hari/Tgl : Kamis/1-5-08 Suhu : 300C


Waktu : 10.45 Cuaca : Mendung RH :86%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
Tidak Ditemukan

Hari/Tgl : Jumat/2-5-08 Suhu : 280C


Waktu : 10.30 Cuaca : Cerah RH : 85%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
Tidak Ditemukan

77
Hari/Tgl : Sabtu/10-5-08 Suhu : 310C
Waktu : 10.30 Cuaca : Cerah RH : 79%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
1 10.51 1 1 Diam (di bawah naungan pohon) Batu 8

78
Jalur 13

Hari/Tgl : Rabu/30-4-08 Suhu : 310C


Waktu : 10.30 Cuaca : Cerah RH : 77%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
Tidak Ditemukan

Hari/Tgl : Kamis/8-5-08 Suhu : 300C


Waktu : 9.15 Cuaca : Ceah RH : 82%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
1 10.11 1 1 Istirahat Tanah 13

Hari/Tgl : Minggu/11-5-08 Suhu : 280C


Waktu : 8.00 Cuaca : Cerah RH : 88%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
1 8.31 1 1 Istirahat Tanah 7
2 9.00 1 1 Istirahat Batu 12

79
Hari/Tgl : Kamis/15-5-08 Suhu : 270C
Waktu : 7.45 Cuaca : Cerah-Mendung RH : 88%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
1 7.58 1 1 Basking Rumput

80
Jalur 14

Hari/Tgl : Rabu/30-4-08 Suhu : 320C


Waktu : 11.25 Cuaca : Cerah RH : 77%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
Tidak Ditemukan

Hari/Tgl : Kamis/8-4-08 Suhu : 310C


Waktu : 10.45 Cuaca : Cerah-Mendung RH : 76%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
1 10.56 1 1 Jalan Rumput 9

Hari/Tgl : Minggu/11-5-08 Suhu : 290C


Waktu : 9.10 Cuaca : Cerah RH : 81%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
1 9.42 1 1 Jalan Rumput, bebatuan 10

81
Hari/Tgl : Kamis/15-5-08 Suhu : 290C
Waktu : 8.55 Cuaca : Cerah RH : 88%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
1 9.12 1 1 Istirahat Diam 7
2 9.31 1 1 Istirahat Diam 13

82
Jalur 15

Hari/Tgl : Rabu/30-4-08 Suhu : 280C


Waktu : 15.00 Cuaca : Cerah-Mendung RH : 88%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
Tidak Ditemukan

Hari/Tgl : Senin/5-5-08 Suhu : 310C


Waktu : 10.15 Cuaca : Cerah RH : 87%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
Tidak Ditemukan

Hari/Tgl : Selasa/6-5-08 Suhu : 300C


Waktu : 10.10 Cuaca : Cerah RH : 82%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
Tidak Ditemukan

Hari/Tgl : Jumat/9-5-08 Suhu : 290C


Waktu : 10.00 Cuaca : Cerah RH : 86%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
Tidak Ditemukan

83
Jalur 16

Hari/Tgl : Rabu/30-4-08 Suhu : 290C


Waktu : 15.45 Cuaca : Cerah RH : 86%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
Tidak Ditemukan

Hari/Tgl : Senin/5-5-08 Suhu : 270C


Waktu : 8.50 Cuaca : Cerah RH : 88%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
1 8.58 1 1 Basking Batu 10
2 9.16 1 1 Basking Batu 25

Hari/Tgl : Selasa/6-5-08 Suhu : 290C


Waktu : 9.15 Cuaca : Cerah RH : 30%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
Bebatuan
1 9.19 1 1 Jalan 15
kecil
Bebatuan
2 9.23 1 1 Jalan 12
kecil

84
Hari/Tgl : Jumat/9-5-08 Suhu : 290C
Waktu : 9.00 Cuaca : Cerah RH : 88%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
Tidak Ditemukan

85
Jalur 17

Hari/Tgl : Rabu/30-4-08 Suhu : 290C


Waktu : 16.15 Cuaca : Cerah RH : 84%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
Batu (di bawah
1 17.04 1 1 Diam 9
naungan Bidara)

Hari/Tgl : Senin/5-5-08 Suhu : 270C


Waktu : 7.30 Cuaca : Cerah RH : 88%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
1 7.41 1 1 Jalan Tanah 8

Hari/Tgl : Selasa/6-5-08 Suhu : 270C


Waktu : 7.50 Cuaca : Cerah RH : 86%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
1 7.55 1 1 Jalan Tanah, bebatuan 13
2 8.04 1 1 Jalan Tanah, bebatuan 5

86
Hari/Tgl : Jumat/9-5-08 Suhu : 260C
Waktu : 7.10 Cuaca : Cerah RH : 87%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
1 7.34 1 1 Basking Batu, rumput 13
2 8.07 1 1 Basking Pasir 12

87
Jalur 18

Hari/Tgl : Rabu/14-5-08 Suhu : 270C


Waktu : 7.00 Cuaca : Cerah RH : 87%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
1 7.34 1 1 Jalan Lumpur 12
2 7.43 1 1 Jalan Lumpur 8

Hari/Tgl : Jumat/16-5-08 Suhu : 260C


Waktu : 7.15 Cuaca : Cerah RH : 89%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
Tidak Ditemukan

Hari/Tgl : Minggu/18-5-08 Suhu : 320C


Waktu : 14.00 Cuaca : Cerah RH : 77%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
Tidak Ditemukan

88
Hari/Tgl : Senin/19-5-08 Suhu : 260C
Waktu : 7.00 Cuaca : Cerah RH : 88%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
Rumput,
1 7.55 1 1 Jalan 30
bebatuan

89
Jalur 19

Hari/Tgl : Rabu/14-5-08 Suhu : 280C


Waktu : 7.55 Cuaca : Cerah RH : 88%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
Tidak Ditemukan

Hari/Tgl : Jumat/16-5-08 Suhu : 280C


Waktu : 8.00 Cuaca : Cerah RH : 90%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
Tidak Ditemukan

Hari/Tgl : Minggu/18-5-08 Suhu : 300C


Waktu : 15.30 Cuaca : Cerah RH : 81%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
Tidak Ditemukan

Hari/Tgl : Senin/19-5-08 Suhu : 280C


Waktu : 8.15 Cuaca : Cerah RH : 88%
KU
Jarak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda Kontak (m)
Jantan Betina
Tidak Ditemukan

90
Jalur 20

Hari/Tgl : Rabu/21-5-08 Suhu : 250C


Waktu : 7.00 Cuaca : Cerah-Mendung RH : 91%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
Tidak Ditemukan

Hari/Tgl : Kamis/22-5-08 Suhu : 260C


Waktu : 6.45 Cuaca : Cerah RH : 89%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
Tidak Ditemukan

Hari/Tgl : Jumat/23-5-08 Suhu : 300C


Waktu : 14.45 Cuaca : Cerah RH : 79%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
Tidak Ditemukan

Hari/Tgl : Sabtu/24-5-08 Suhu : 310C


Waktu : 15.15 Cuaca : Cerah RH : 81%
KU
Jarak Kontak
No Waktu Jumlah Dewasa Aktivitas Substrat
Anakan Muda (m)
Jantan Betina
Tidak Ditemukan

91
Lampiran 6. Hasil Analisis Bentuk Sebaran Spasial

Σ Ind/plot (x) Σ Plot {f(x)} x² xf(x) x²f(x) S² P(x) E(x) [F(x)-E(x)]2/E(x)


x
0 4 0 0 1,75 0 6,513158 0,173773944 3,475479 0,079161
1 8 1 8 8 0,304104401 6,082088 0,60479
2 6 4 12 24 0,266091351 5,321827 0,086421
3 1 9 3 9 0,155219955 3,104399 1,426523
4 0 16 0 0 0,06790873 1,358175 1,358175
5 0 25 0 0 0,023768056 0,475361 0,475361
6 0 36 0 0 0,00693235 0,138647 0,138647
7 0 49 0 0 0,001733087 0,034662 0,034662
8 0 64 0 0 0,000379113 0,007582 0,007582
9 0 81 0 0 7,37164E-05 0,001474 0,001474
10 0 100 0 0 1,29004E-05 0,000258 0,000258
11 0 121 0 0 2,05233E-06 4,1E-05 4,1E-05
12 1 144 12 144 2,99298E-07 5,99E-06 167055,4
20 35 185 167059,6

χ²Lampiran
χ²hitung Kesimpulan Metode rasio nilai tengah dan ragam Kesimpulan
(q=11,α=0.05)
167059,6 19,68 mengelompok 3,722 mengelompok
ket : X²htung < X²Lampiran = terima Ho
ket:=1 acak, >1mengelompok, <1 homogen
X²htung > X²Lampiran = Tolak Ho

ID (indeks Dispersion) IC (indeks of Clumping) IG (Indeks Green) Kesimpulan


3,72 2,72 0,08 mengelompok
= 0, acak
ket: = 1 acak, > 1 mengelompok, <1 homogen
= 1, maka satwa menyebar kelompok

92
93

Anda mungkin juga menyukai