Oleh :
Andi Nur Gustiana Syam
E34101077
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Menyetujui,
Pembimbing Skripsi I Pembimbing Skripsi II
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan
Tanggal lulus :
RINGKASAN
Pulau Rambut pertama kali ditetapkan sebagai Cagar Alam pada tahun
1939 melalui Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No.7/1939.
Selanjutnya, pada tahun 1970 pemerintah Indonesia memperkuat status
kawasan ini sebagai Cagar Alam melalui Keputusan Pemerintah No.11/I/20
tertanggal 28 Mei 1970. Kemudian melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan Indonesia No. 275/Kpts-II/1999, ditetapkan menjadi Suaka
Margasatwa. Perubahan status kawasan ini disebabkan oleh terjadinya
perubahan kondisi alami di Pulau Rambut, sehingga perlu adanya upaya
pengelolaan habitat di Pulau Rambut.
Kerusakan habitat di Pulau Rambut dapat berdampak negatif terhadap
keberadaan keanekaragaman hayatinya. Sesuai dengan UU No. 5 tahun 1990
tentang Konservasi Keanekaragaman Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya, Pulau Rambut dipandang memiliki ciri khas berupa
keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa. Jenis satwa yang memiliki
keanekaragaman tinggi dan mendominasi Suaka Margasatwa Pulau Rambut
adalah jenis burung air (15 jenis) (Azhar, 2002). Diantara berbagai jenis burung
air, terdapat satu jenis burung air yang sangat dilindungi yaitu burung Bangau
bluwok (Mycteria cinerea). Dalam dokumen Bird to Watch II, spesies ini
dimasukkan ke dalam kategori terancam punah secara global dengan penyebab
utama ancaman kepunahan adalah berkurangnya habitat di alam.
Namun selain terbuka bagi upaya pengelolaan habitat, perubahan
status dari Cagar alam menjadi Suaka Margasatwa mengakibatkan Pulau
Rambut terbuka bagi aktivitas lainnya seperti kegiatan penelitian, pendidikan dan
wisata terbatas. Oleh karena itu, diperlukan interpretasi yang dapat
mengungkapkan potensi Suaka Margasatwa Pulau Rambut dan menjadi
penuntun kepada siapapun yang melakukan kegiatan di kawasan ini agar dapat
lebih memahami Pulau Rambut dan segala potensinya, serta terilhami untuk ikut
melestarikannya.
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun perencanaan interpretasi
berdasarkan analisis potensi kawasan dan tanggapan pengunjung, bagi kegiatan
penelitian, pendidikan dan wisata terbatas yang dilaksanakan di Suaka
Margasatwa Pulau Rambut. Penelitian dilaksanakan di Suaka Margasatwa Pulau
Rambut, Kepulauan Seribu DKI Jakarta, selama 1 bulan (12 Februari – 13 Maret
2006). Alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: buku fieldguide
pengenalan burung, buku identifikasi tumbuhan, peta kawasan Suaka
Margasatwa Pulau Rambut, kuesioner untuk pengunjung, pedoman wawancara
untuk pengelola, alat tulis-menulis, kamera, Global Positioning System (GPS),
Garmin III+ Plus, binokuler dan alat perekam audio.
Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder melalui
studi pustaka, dan data primer ketika verifikasi dan observasi lapangan.
Kemudian menganalisisnya bersama dengan data yang didapat dari hasil
wawancara dan penyebaran kuesioner pada pengunjung. Ide-ide yang muncul
berkaitan dengan keadaan kawasan penelitian dan data yang diperoleh,
digunakan sebagai bahan untuk melakukan perencanaan interpretasi di Suaka
Margasatwa Pulau Rambut, kemudian hasilnya diuraikan secara deskriptif.
Perencanaan interpretasi yang dilakukan adalah perencanaan satuan
interpretasi, yang meliputi perencanaan jalur interpretasi dan fasilitas pendukung
interpretasi, dilengkapi dengan pemetaan obyek-obyek interpretasi yang terdapat
di dalam jalur interpretasi.
Selama penelitian dilaksanakan ditemukan 13 jenis burung air,
diantaranya burung Bangau bluwok (Mycteria cinerea), burung Ibis pelatuk besi
(Threskiornis melanocephalus) dan burung Ibis roko-roko (Plegadis falcinellus).
Sedangkan untuk jenis burung lainnya ditemukan 20 jenis burung, diantaranya
burung Kepodang kuduk hitam (Oriolus chinensis), burung Kucica kampung
(Copysycus saularis) dan burung Pergam laut (Ducula bicolor). Selain jenis
burung, ditemukan pula jenis satwa lainnya yaitu dari jenis mamalia kalong
(Pteropus vampyrus) serta dari jenis reptilia Ular sanca (Phyton reticulatus), ular
Cincin emas (Boiga dendrophila), Biawak air-asia (Varanus salvator), Kadal
(Mabuya mabouya), dan Tokek (Gecko gecko).
Satwa-satwa tersebut relatif menempati habitat yang tetap, sehingga
dapat dipetakan pada peta penutupan lahan Pulau Rambut. Pemetaan tersebut
menunjukkan penyebaran satwa pada bulan Februari-Maret 2006. Pada bulan-
bulan ini, burung-burung air lebih banyak tersebar di bagian Tengah Pulau
Rambut, tepatnya di hutan sekunder campuran bagian Tengah dan Timur. Hal ini
disebabkan adanya tiupan angin barat yang kencang di sekeliling Pulau Rambut,
sehingga burung-burung ini berlindung di bagian tengah yang ditumbuhi
pepohonan khas hutan sekunder campuran.
Inventarisasi tumbuhan sepanjang jalur interpretasi yang sudah ada (10
m kiri dan kanan jalur) mencatat 34 jenis tumbuhan diantaranya kepuh (Sterculia
foetida), kedoya (Dyxoxylum caulostachyum), mengkudu (Morinda citrifolia ) dan
melinjo (Gnetum gnemon). Selain itu, ditemukan juga semak dan tumbuhan
bawah seperti Kingkit (Triphasia trifolia), Cabai jawa (Piper retrofractum), Oyot
ubi (Dioscorea bulbifera) dan Sundel malam (Ipomoea longiflora). Dari berbagai
jenis tumbuhan yang tercatat selama penelitian, diketahui beberapa tumbuhan
yang memiliki keunikan/kekhasan seperti vegetasi di hutan magrove, Cabai jawa
(Piper retrofractum) dan mengkudu (Morinda citrifolia).
Selama penelitian dihimpun 2 cerita rakyat yang menerangkan sejarah
terbentuknya Pulau Rambut menurut kepercayaan masyarakat yaitu: 1) Cerita
rakyat versi “Tusuk Konde Puteri (Nyi Roro Kidul)”, 2) Cerita rakyat versi
“jawara”. Selain itu terdapat peninggalan sejarah berupa kuburan yang diangap
sebagai kuburan nenek moyang sebuah keluarga di Depok.
Interaksi masyarakat dengan Pulau Rambut sangat tinggi, terutama
masyarakat yang berasal dari Pulau Untung Jawa dan Tanjung Pasir sebagai
daerah yang paling dekat dengan Pulau Rambut. Tujuan masyarakat datang ke
Pulau Rambut terutama untuk mencari bahan makanan seperti keong, kerang,
rajungan dan ikan serta tumbuh-tumbuhan yang bisa dimakan seperti daun
pepaya dan melinjo.
Dalam pengelolaan Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Pulau Untung
Jawa telah dijadikan sebagai daerah penyangga (buffer zone) untuk menunjang
kegiatan pengawasan dan pengamanan kawasan tersebut. Masyarakat turut
berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan di Pulau Rambut, serta dengan
menginformasikan potensi Pulau Rambut kepada wisatawan yang datang.
Pengunjung Pulau Rambut sebagian besar berasal dari Jakarta
(67,64%) dan berjenis kelamin laki-laki (58,82%) serta berusia 26-50 tahun
(52,94%). Hal ini terkait dengan tingkat pendidikan pengunjung yang sebagian
besar sedang mengikuti pendidikan atau sudah lulus dari perguruan tinggi
(91,17%). Tujuan utama pengunjung datang ke Pulau Rambut adalah untuk
berekreasi (23.52%) dan penelitian (25.47%). Kegiatan yang paling disukai
pengunjung terutama melihat dan menikmati pemandangan alam (61.76%).
Pengunjung lebih banyak datang bersama keluarga (70.58%).
Pengunjung memandang keunikan binatang terutama burung air
(73.52%) sebagai potensi utama Pulau Rambut. Pendapat tersebut dikuatkan
dengan pilihan binatang yang paling menarik yaitu burung (70.58%). Pengunjung
memilih cara untuk melakukan kegiatannya disertai oleh pemandu (88.23%).
Sebagian besar pengunjung yang menilai bahwa pemanduan yang ada sudah
cukup baik (58.82%). Pengunjung menginginkan adanya penambahan fasilitas
pendukung interpretasi seperti pusat informasi pengunjung (67.64%).
Perencanaan interpretasi yang dilaksanakan mencakup perencanaan
jalur dan perencanaan fasilitas pendukung interpretasi. Metode interpretasi yang
dapat dilaksanakan adalah interpretasi dengan pemanduan (guided
interpretation). Meski demikian, pengunjung yang datang dengan tujuan untuk
penelitian bisa diberi pengecualian untuk melakukan kegiatannya tanpa
pemanduan. Jalur-jalur interpretasi yang direncanakan, ditujukan untuk
mengungkapkan potensi Suaka Margasatwa Pulau Rambut, baik potensi flora
maupun fauna (satwa).
Tiga jalur interpretasi yang direncanakan, yaitu jalur interpretasi
Dermaga dengan panjang sekitar 136,78 meter dan obyek utama atraksi burung
air yang terbang keluar-masuk Pulau Rambut. Jalur interpretasi Hutan Pantai –
Menara Pengamatan dapat dibagi menjadi 3 jalur interpretasi yaitu jalur yang
langsung menuju menara pengamatan (373,99 meter), jalur yang melalui
percabangan jalur kanan-menara (503,63 meter) dan jalur yang melalui
percabangan jalur kiri-menara (451,79 meter) dengan obyek utama perilaku
burung air. Jalur interpretasi Menara – Hutan Mangrove dengan panjang sekitar
171,44 meter dan obyek utama vegetasi hutan mangrove dan kerusakannya.
Berbagai Fasilitas pendukung yang sudah dibangun sejak lama, seperti
papan nama obyek/papan interpretasi, jalur interpretasi, papan penunjuk arah,
papan peringatan dibangun untuk mendukung kegiatan interpretasi yang
dilaksanakan di Pulau Rambut, sudah dalam kondisi yang rusak dan perlu
segera diperbaiki. Fasilitas pendukung interpretasi yang dapat ditambahkan
sesuai dengan keinginan pengunjung adalah pusat informasi pengunjung, buku
informasi tentang Pulau Rambut, shelter, dan peta jalur perjalanan. Selain itu
perlu dibuat pula tambahan papan peringatan atau larangan untuk pengunjung
yang datang terutama yang berhubungan dengan menjaga kelestarian Pulau
Rambut dan keanekaragaman hayatinya.
Interpretasi yang disampaikan mengenai suatu kawasan dan potensi
yang dimilikinya haruslah bersifat utuh dan menyeluruh. Selain itu, dalam
penyampaian interpretasi dengan berbagai metode dengan bantuan berbagai
media interpretasi, keselamatan pengunjung merupakan persyaratan yang perlu
diperhatikan. Namun sesuai dengan fungsi utama Suaka Margasatwa sebagai
kawasan perlindungan satwaliar, serta batasan kegiatan yang dapat dilakukan di
kawasan ini (pendidikan, penelitian dan wisata terbatas). Sehingga interpretasi
yang dilaksanakan, selain memperhatikan keselamatan pengunjung, perlu juga
menjaga kelestarian sumberdaya sebagai prioritas utama dalam pengelolaan
kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... v
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang............................................................................. 1
1.2. Tujuan .......................................................................................... 2
1.3. Manfaat ........................................................................................ 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Suaka Margasatwa Pulau Rambut ............................................. 3
2.1.1. Status ............................................................................ 3
2.1.2. Fungsi ........................................................................... 3
2.1.3. Iklim............................................................................... 4
2.1.4. Flora .............................................................................. 4
2.1.5. Fauna ............................................................................ 5
2.1.6. Pengelolaan: Pengelola, Arah Kebijakan
dan Fasilitas .................................................................. 10
2.2. Interpretasi .................................................................................. 11
2.2.1. Pengertian..................................................................... 11
2.2.2. Tujuan ........................................................................... 11
2.2.3. Obyek Interpretasi......................................................... 12
2.2.4. Jalur Interpretasi ........................................................... 12
2.2.5. Metode Penyampaian Interpretasi ................................ 13
2.2.6. Perencanaan Interpretasi.............................................. 14
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 16
3.2. Alat .............................................................................................. 16
3.3. Metode Pengumpulan data.......................................................... 16
3.3.1. Studi Pustaka ............................................................... 16
3.3.2. Verifikasi dan Observasi Lapangan ............................. 17
3.3.3. Wawancara dan Kuesioner ........................................... 17
3.4. Analisis dan Sintesis Data .......................................................... 18
3.5. Perencanaan Interpretasi ............................................................ 19
i
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Potensi Satwa .............................................................................. 20
4.1.1. Pemetaan Potensi Satwa.............................................. 25
4.2. Potensi Flora................................................................................ 29
4.3. Potensi Budaya............................................................................ 30
4.4. Interaksi dan Partisipasi Masyarakat
Terhadap Suaka Margasatwa Pulau Rambut ............................. 32
4.4.1. Pemanfaatan Potensi Kawasan .................................... 32
4.4.2. Partisipasi Masyarakat Terhadap Pengelolaan Suaka
Margasatwa Pulau Rambut ........................................... 32
4.5. Karakteristik, Pengetahuan dan Tanggapan Pengunjung ........... 33
4.5.1. Karakteristik Pengunjung .............................................. 33
4.5.2. Pengetahuan Tentang Potensi Kawasan
Suaka Margasatwa Pulau Rambut................................ 37
4.5.3. Tanggapan Terhadap Kegiatan dan Fasilitas yang
Mendukung Interpretasi ................................................ 38
4.6. Perencanaan Interpretasi Suaka Margasatwa Pulau Rambut ..... 40
4.6.1. Perencanaan Jalur Interpretasi ..................................... 42
4.6.2. Perencanaan Fasilitas Pendukung Interpretasi ............ 52
4.7. Keselamatan Pengunjung dan Sumberdaya ............................... 55
4.7.1. Keselamatan Pengunjung ............................................. 55
4.7.2. Keselamatan Sumberdaya............................................ 56
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan .................................................................................. 57
5.2. Saran ........................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 59
ii
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Bagan Alir Penelitian Perencanaan Interpretasi di Suaka Margasatwa
Pulau Rambut ....................................................................................... 19
2. Peta Penutupan Lahan Suaka Margasatwa Pulau Rambut ................... 25
3. Pemetaan Satwa di Suaka Margasatwa Pulau Rambut pada Bulan
Februari-Maret 2006 .............................................................................. 28
4. Jalur Interpretasi Dermaga .................................................................... 45
5. Jalur Hutan Pantai – Menara Pengamatan ............................................ 48
6. Jalur Menara Pengamatan – Hutan Mangrove Rusak ........................... 51
iii
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Jenis-jenis burung air yang berada di Suaka Margasatwa Pulau
Rambut pada Februari-Maret 2001 (Azhar, 2002) ............................... 6
2. Kelimpahan burung air di Pulau Rambut berdasarkan
penjumlahan burung yang tinggal dan penghitungan sore hari
pada bulan Februari-Maret 2001 ......................................................... 8
3. Burung-burung air yang ditemukan selama penelitian ......................... 21
4. Burung terestrial dan burung pantai yang ditemukan
selama penelitian ................................................................................. 23
5. Flora sepanjang jalur interpretasi ......................................................... 29
6. Latar belakang pengunjung.................................................................. 34
7. Tujuan dan pola kunjungan pengunjung .............................................. 36
8. Pengetahuan pengunjung tentang potensi kawasan ........................... 37
9. Tanggapan pengunjung terhadap kegiatan dan fasilitas pendukung
interpretasi ........................................................................................... 38
10. Potensi interpretasi utama pada setiap jalur interpretasi ..................... 44
11. Flora di jalur interpetasi mangrove ....................................................... 49
12. Fasilitas-fasilitas pendukung interpretasi yang sudah ada di Suaka
Margasatwa Pulau Rambut .................................................................. 52
13. Rencana tambahan fasilitas pendukung interpretasi ........................... 53
14. Fasilitas yang direncanakan pada tiap jalur interpretasi ...................... 54
iv
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Kuesioner Penelitian ............................................................................. 62
2. Data Kunjungan ke Suaka Margasatwa Pulau Rambut
pada Tahun 2005 dan Tahun 2006 ...................................................... 65
3. Struktur Organisasi BKSDA DKI Jakarta .............................................. 66
4. Satwa yang Ditemukan pada Pukul 06.00-18.00 WIB di Suaka
Margasatwa Pulau Rambut (Februari-Maret 2006) .............................. 67
5. Pemetaan Satwa yang Ditemukan pada Pukul 06.00-18.00 WIB
(Februari-Maret 2006) .......................................................................... 72
6. Hasil Dokumentasi Selama Penelitian .................................................. 78
v
I. PENDAHULUAN
Pulau Rambut pertama kali ditetapkan sebagai Cagar Alam pada tahun
1939 melalui Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No.7/1939.
Selanjutnya, pada tahun 1970 pemerintah Indonesia memperkuat status
kawasan ini sebagai Cagar Alam melalui Keputusan Pemerintah No.11/I/20
tertanggal 28 Mei 1970. Kemudian melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan Indonesia No. 275/Kpts-II/1999, Pulau Rambut ditetapkan menjadi
Suaka Margasatwa. Perubahan status kawasan ini disebabkan oleh terjadinya
perubahan kondisi alami di Pulau Rambut, sehingga perlu adanya upaya
pengelolaan habitat di Pulau Rambut.
Kerusakan habitat di Pulau Rambut dapat berdampak negatif terhadap
keberadaan keanekaragaman hayatinya. Sesuai dengan UU No. 5 tahun 1990
tentang Konservasi Keanekaragaman Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya, Pulau Rambut dipandang memiliki ciri khas berupa
keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa. Jenis satwa yang memiliki
keanekaragaman tinggi dan mendominasi Suaka Margasatwa Pulau Rambut
adalah jenis burung air (15 jenis) (Azhar, 2002). Diantara berbagai jenis burung
air, terdapat satu jenis burung air yang sangat dilindungi yaitu burung Bangau
bluwok (Mycteria cinerea). Dalam dokumen Bird to Watch II, spesies ini
dimasukkan ke dalam kategori terancam punah secara global dengan penyebab
utama ancaman kepunahan adalah berkurangnya habitat di alam.
Namun selain terbuka bagi upaya pengelolaan habitat, perubahan
status dari Cagar alam menjadi Suaka Margasatwa mengakibatkan Pulau
Rambut terbuka bagi aktivitas lainnya seperti kegiatan penelitian, pendidikan dan
wisata. Kondisi ini dapat menyebabkan dampak negatif bagi keanekaragaman
hayati Pulau Rambut bertambah besar, selain dari ancaman faktor-faktor alami,
tetapi juga dari manusia. Hal ini dikarenakan satwa di Pulau Rambut terutama
jenis burung air merupakan jenis satwa yang sangat sensitif dan mudah stress.
Dampak negatif dari aktivitas manusia di Pulau Rambut terhadap
kelestarian keanekaragaman hayatinya dapat meningkat karena tidak adanya
interpretasi yang menyampaikan informasi yang lengkap dan utuh mengenai
Pulau Rambut kepada pengunjung. Kondisi tersebut menyebabkan kegiatan
yang dilakukan hanya didasarkan atas kemauan pengunjung, serta tidak
mengikuti peraturan atau batasan-batasan kegiatan yang boleh dilakukan sesuai
dengan fungsi Pulau Rambut sebagai kawasan perlindungan satwaliar, terutama
berbagai jenis burung air.
Oleh karena itu, diperlukan interpretasi yang dapat mengungkapkan
potensi Suaka Margasatwa Pulau Rambut dan menjadi penuntun kepada
siapapun yang melakukan kegiatan di kawasan ini agar lebih memahami dan
terilhami untuk ikut serta melestarikan Pulau Rambut, serta dapat meminimalisir
dampak negatif yang dapat diakibatkan oleh kehadiran manusia.
1.2. Tujuan
1.3. Manfaat
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai panduan bagi pengunjung
yang melakukan kegiatan di Pulau Rambut, untuk lebih memahami potensi yang
dimiliki serta batasan-batasan dalam melakukan kegiatan di Pulau Rambut.
Sehingga dampak negatif dari aktivitas manusia terhadap keanekaragaman
hayati di Pulau Rambut dapat diminimalisir.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2. Fungsi
Mengacu kepada UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi
Keanekaragaman Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Pulau Rambut
dipandang memiliki ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis
satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan
pembinaan/pengelolaan di dalamnya. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan
sehubungan dengan status tersebut yaitu kegiatan untuk kepentingan penelitian
dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, wisata terbatas dan kegiatan
lainnya yang menunjang budidaya serta pelestarian potensi sumberdaya alam
hayati Suaka Margasatwa Pulau Rambut.
2.1.3. Iklim
Pulau Rambut termasuk ke dalam daerah dengan tipe iklim C (Schmidt
dan Ferguson). Musim kering tiap-tiap tahun dimulai pada bulan Mei dan berakhir
pada bulan Oktober, dengan jumlah hari hujan 80 hari dan curah hujan 1152,9
mm per tahun. Bulan-bulan basah dengan rata-rata curah hujan per bulan di atas
100 mm dimulai pada bulan Oktober sampai Maret. Curah hujan tertinggi terjadi
pada bulan Maret (278 mm). Suhu maksimum berkisar antara 31,2° - 36,8° C,
sedangkan suhu minimum rata-rata berkisar antara 22,8° - 23,7°C. Selama
musim barat (Desember – Februari) dan Musim timur (Juni – Agustus) keadaan
laut sekitar Pulau Rambut berbahaya bagi pelayaran karena besarnya angin dan
gelombang. Pada musim tersebut, gelombang dapat mencapai ketinggian 1,5 – 2
meter disertai hujan dan angin yang bertiup terus menerus selama 24 jam
(Imanudin dan Mardiastuti, 2003).
2.1.4. Flora
Terdapat tiga formasi vegetasi hutan di Pulau Rambut, yaitu hutan
pantai, hutan mangrove dan hutan sekunder campuran (Mardiastuti, 1992).
Daerah hutan pantai yang berpasir didominasi oleh komunitas Thespesia
populnea – Acacia auriculiformis. Jenis lain, diantaranya Daun barah (Ipomoea
pes-caprae), Rumput lari-lari (Spinifex littoreus), ketapang (Terminalia catappa)
dan Waru laut (Thespesia pupolnea).
Hutan mangrove ditumbuhi oleh bakau (Rhizophora mucronata),
pedada (Sonneratia alba), bola-bola (Xylocarpus granatum), jangkar (Bruguiera
gmynorrhiza), api-api (Avicennia officinalis) serta paku pacar air (Acrostichum
aureum). Pada hutan sekunder campuran terdapat pohon kepuh (Sterculia
foetida), kresek (Ficus timorensis), kedoya (Dyxoxylum caulostachyum), kingkit
(Triphasia trifolia) dan lain-lain (Imanudin dan Mardiastuti, 2003).
4
2.1.5. Fauna
Jenis satwa yang mendominasi Pulau Rambut adalah jenis burung air,
sebanyak 15 jenis (Azhar, 2002). Jenis burung air yang ada di Pulau Rambut
diantaranya burung Bangau bluwok (Mycteria cinerea), Ibis pelatuk besi
(Threskiornis melanocephalus), Roko-roko (Plegadis falcinellus), kuntul (Egretta
sp) dan Cangak (Ardea sp).
Selain didominasi oleh jenis burung air, di Pulau Rambut terdapat pula
39 jenis burung darat (terestrial) yang populasinya tidak sebanyak burung air.
Selain itu, terdapat jenis reptilia: Biawak (Varanus salvator), Ular cincin emas
(Boiga dendrophila), Ular phyton (Phyton reticulatus) dan mamalia: Kalong
(Pteropus vampyrus) (Imanudin dan Mardiastuti, 2003).
5
musim berbiak). Selain itu faktor angin pun mempengaruhi perubahan
penyebaran burung tersebut.
Tabel 1. Jenis-jenis burung air yang berada di Suaka Margasatwa Pulau Rambut,
Februari-Maret 2001 (Azhar, 2002)
No Famili Jenis dan Nomor MacKinnon Nama lokal Nama Inggris
1 Anhingidae Anhinga melanogaster (28) Pecuk ular Oriental Darter
2 Ardeidae Ardea cinerea (33) Cangak abu Grey Heron
Ardea purpurea (34) Cangakmerah Purple Heron
Egretta alba (42) Kuntul besar Great Egret
Egretta garzetta (44) Kuntul kecil Little Egret
Egretta intermedia (43) Kuntul sedang Intermediete
Egret
Egretta sacra (40) Kuntul karang Pacific reef-Egret
Bubulcus ibis (39) Kuntul kerbau # Cattle Egret
Nycticorax nycticorax (45) Kowak malam Black-crowned
kelabu night Heron
3 Ciconiidae Mycteria cinerea (54) Bluwok # Milky Stork
4 Phalacrocoracidae Phalacrocorax niger (27) Pecuk belang Little Cormorant
Phalacrocorax sulcirostris (24) Pecuk hitam Little black-
Cormorant
Phalacrocorax melanoleucus (26) Pecuk kecil Little pied-
Cormorant
5 Threskiornitidae Plegadis falcinellus (63) Roko-roko Glossy Ibis
Threskiornis melanocephalus Pelatuk besi (Ibis Black-headed Ibis
(61) Cucuk besi) #
Keterangan: # jenis burung air yang tidak menetap di Pulau Rambut.
Nomor MacKinnon dalam buku Burung-burung di Jawa, Bali dan Kalimantan
6
meluas pada bagian Timur. Sedangkan Pecuk ular mengalami perluasan di
bagian Tengah pulau, yaitu pada pohon Kedoya.
Jumlah spesies burung yang menghuni hutan mangrove lebih banyak
dari hutan campuran. Hutan mangrove memiliki beberapa komunitas untuk
tempat bersarang burung air. Komunitas pada hutan mangrove sebagian rusak
karena gangguan alam yang datang yaitu, angin dan arus laut. Hampir semua
komunitas hutan mangrove dihuni burung air. Hanya komunitas Rhizophora
stylosa saja yang tidak dihuni oleh burung air. Perubahan pola penyebaran
biasanya terjadi pada saat akan mulai musim berkembangbiak dan setelah
musim berkembangbiak. Hal tersebut disebabkan karena musim
berkembangbiak tiap jenis berbeda atau tidak bersamaan. Walaupun burung air
tidak menggunakan pohon yang tetap untuk bertengger tetapi relatif memilih jenis
yang sama untuk tempat beristirahat dan bersarang.
7
adanya predator (kematian), pengaruh faktor fisik (angin) dan pengaruh aktivitas
manusia.
Tabel 2. Kelimpahan burung air di Pulau Rambut berdasarkan penjumlahan
burung yang tinggal dan penghitungan sore hari, Februari-Maret 2001.
Kelimpahan burung (ekor)
Jenis
Februari Maret
Pecuk 3458 4076
Pecul ular 230 227
Cangak merah 427 343
Cangak abu 165 176
Kuntul besar 64 71
Kuntul kecil 1427 1278
Kuntul sedang 296 256
Kuntul kerbau 274 263
Pelatuk besi 14 31
Roko-roko 1320 978
Kowak malam kelabu 2224 1950
Bluwok 33 33
Jumlah 9933 9681
Keterangan: pecuk terdiri dari pecuk belang (Phalacrocorax niger), pecuk kecil (Phalacrocorax melanoleucus)
dan pecuk hitam (Phalacrocorax sulcirostris).
8
Menurut Berger (1998) dalam Azhar (2002), burung memberi respon
negatif terhadap aktivitas manusia di perairan sekitar lokasi bersarang. Adanya
gangguan aktivitas manusia juga dapat menyebabkan penurunan jumlah telur
dan kematian anakan, premature fledging dan penurunan massa dan ukuran
tubuh juga perkembangan anakan.
Mobilitas burung sangat ditentukan oleh kemampuan terbang. Pada
prinsipnya burung terbang dengan dua cara yaitu flapping dan soaring. Flapping
adalah cara terbang dengan mengepak-ngepakkan sayap dan menggunakan
energi untuk melakukannya. Soaring adalah cara untuk terbang dengan cara
melayang dan memanfaatkan kolom udara panas yang diakibatkan oleh sinar
matahari atau dorongan angin. Soaring menggunakan energi yang lebih kecil
daripada flapping (Azhar, 2002).
Perilaku sosial pada umumnya dijumpai pada satwaliar, terutama dalam
upaya untuk memanfaatkan sumberdaya di habitatnya, mengenali tanda-tanda
bahaya, dan melepaskan diri dari serangan pemangsa. Perilaku sosial ini
berkembang sesuai dengan adanya perkembangan dari proses belajar mereka
(Alikodra, 2002). Suatu jenis burung dapat atau tidak dapat berasosiasi dengan
jenis lainnya tergantung kepada sumberdaya yang tersedia dan keuntungan yang
diperoleh dari asosiasi tersebut. Suatu jenis dapat berasosiasi apabila
sumberdaya yang digunakan bersama tersedia dalam jumlah yang mencukupi
(Mahmud, 1991).
Jenis-jenis burung dari genus yang sama di Pulau Rambut
kemungkinan besar akan membutuhkan sumberdaya yang sama, sehingga
sangat kecil kemungkinannya untuk dapat berasosiasi. Terdapat 8 pasang
burung yang berasosiasi secara positif, 4 pasang diantaranya pada taraf
kepercayaan 99% dan 4 pasang lainnya pada taraf kepercayaan 95%.
Kedelapan pasang tersebut adalah cangak merah - kuntul besar, kuntul kecil -
pecuk, roko-roko - pecuk, cangak abu - kowak malam kelabu, pecuk - kowak
malam kelabu, dan cangak abu - bluwok. Kowak malam kelabu hampir dapat
berasosiasi dengan semua jenis burung, walaupun dengan cangak merah, kuntul
besar, kuntul kecil, roko-roko, pecuk ular dan bluwok ada asosiasi tetapi secara
statistik tidak nyata. Hanya dengan kuntul kerbau saja kowak malam kelabu tidak
berasosiasi. Cangak merah dan cangak abu adalah jenis-jenis yang memiliki
marga yang sama sehingga tidak dapat berasosiasi (Azhar, 2002).
9
2.1.6. Pengelolaan: Pengelola, Arah Kebijakan dan Fasilitas.
Pulau Rambut berada di bawah pengelolaan Balai Konservasi
Sumberdaya Alam (BKSDA) DKI Jakarta, yang berada di bawah naungan
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen
Kehutanan Republik Indonesia. Selain itu di pulau ini terdapat pula perwakilan
instansi Dinas Kehutanan DKI Jakarta, yang berada di bawah naungan
Pemerintah Propinsi DKI Jakarta. Fasilitas yang sudah ada di Pulau Rambut
merupakan fasilitas-fasilitas yang dibangun oleh kedua instansi tersebut.
Fasilitas-fasilitas yang dibangun oleh Dinas Kehutanan adalah, papan informasi
satwa di Pulau Rambut, menara pengamatan setinggi 15 m, mess jagawana,
ruang pertemuan, dan WC. Sedangkan fasilitas yang dibagun oleh BKSDA
adalah papan petunjuk kawasan suaka margasatwa, pos jaga dan WC
(Imanuddin dan Mardiastuti, 2003).
Berdasarkan laporan Konsep Pengembangan Lingkungan Suaka
Margasatwa Pulau Rambut yang disusun atas kerjasama Dinas Pertanian dan
Kehutanan Propinsi DKI Jakarta dengan Fakultas Kehutanan IPB (2002),
ditetapkan arah kebijakan manajemen pengelolaan SMPR di masa yang akan
datang adalah mengoptimalkan keseimbangan antara aspek save it
(perlindungan), study it (pengawetan), dan use it (pemanfaatan). Ditetapkan pula
rencana program pengembangan potensi biofisik kawasan Suaka Margasatwa
Pulau Rambut, yang menitikberatkan pada dua kegiatan yaitu 1) pendidikan dan
penelitian, dan 2) wisata terbatas. Kegiatan wisata terbatas yang dimaksudkan di
Pulau Rambut adalah pembatasan dalam hal jumlah pengunjung, musim
kunjungan dan lokasi yang dikunjungi. Selain itu, dari sisi kelembagaan
direncanakan pula untuk menyerahkan Pulau Rambut secara penuh kepada
pihak BKSDA DKI Jakarta, agar tidak terjadi dualisme dalam pengelolaannya.
10
2.2. Interpretasi
2.2.1. Pengertian
Interpretasi merupakan suatu usaha untuk membantu orang lain
menghargai sesuatu yang kita anggap spesial atau penting. Suatu kawasan akan
dilestarikan apabila dianggap penting, karenanya interpretasi merupakan jalan
untuk membantu orang lain memahami hal tersebut (Carter, 2001). Menurut
Veverka (1994) Interpretasi bukanlah suatu benda, tetapi merupakan suatu
proses komunikasi.
Tilden (1957) menjelaskan bahwa Interpretasi merupakan aktivitas
pendidikan yang mengungkapkan makna dan hubungan dalam penggunaan
obyek-obyek alami melalui pengalaman tangan pertama dan dengan media
ilustrasi, serta lebih dari sekedar mengkomunikasikan informasi faktual.
Muntasib (2003) menerangkan bahwa Interpretasi lingkungan adalah
suatu seni dalam menjelaskan keadaan lingkungan (flora, fauna, proses
geologis, proses biotik dan abiotik yang terjadi) oleh pengelola kawasan kepada
pengunjung yang datang ke lokasi tersebut, sehingga dapat memberikan inovasi
dan menggugah pemikiran untuk mengetahui, menyadari, mendidik dan bila
memungkinkan menarik minat pengunjung untuk ikut menjaga lingkungan
tersebut atau mempelajarinya lebih lanjut.
2.2.2. Tujuan
Tilden (1957) menegaskan bahwa tujuan Interpretasi bukan hanya
mengungkapkan keindahan suatu kawasan pada orang lain. Tapi, interpretasi
bertujuan pula untuk meyakinkan pentingnya keberadaan kawasan tersebut dan
mendorong mereka untuk ikut serta melestarikannya. Selanjutnya tujuan
interpretasi sebagai berikut:
1. tujuan utama interpretasi adalah untuk membantu mengubah tingkah laku
dan sikap untuk memotivasi, memberikan inspirasi, mengambil informasi dan
membuatnya berarti dan menarik.
2. tujuan akhir interpretasi adalah untuk membawa pengunjung melalui proses
sensitivitas-kewaspadaan-pemahaman-apresiasi dan akhirnya komitmen.
Sharpe (1982) dalam Muntasib (2003) menyebutkan 3 sasaran
interpretasi, yaitu:
a. Membantu pengunjung dalam mengembangkan kesadaran, apresiasi dan
pemahaman tentang lokasi yang dikunjungi.
11
b. Membantu pihak pengelola mencapai tujuan-tujuan pengelolaan karena: (i)
interpretasi dapat mendorong pengunjung menggunakan sumberdaya
dengan baik, (ii) interpretasi dapat memperkecil atau menghindari dampak
dari aktivitas manusia.
c. Meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap sasaran dan tujuan yang
hendak dicapai oleh suatu institusi/instansi, dengan memasukkan pesan-
pesan ke dalam program interpretasi.
12
e. Tidak membahayakan pengunjung.
Menurut Veverka (1994) jalur yang direncanakan dapat berupa :
1. Area yang berhubungan dengan panca indera, seperti: taman bunga,
pekarangan, pemandangan yang indah dan air terjun.
2. Fasilitas yang meliputi: pusat pengunjung, jembatan, toko cinderamata, kantor
informasi, kios-kios, fasilitas demonstrasi (seperti kebun/ladang tebu) dan
lahan pertanian atau taman pekarangan.
3. Kawasan orientasi antara lain:
- Atraksi tapak dan sumberdaya terdekat yang mungkin saja bukan
merupakan bagian dari tapak, tetapi dapat menginterpretasikan tapak yang
sama atau berkaitan
- Lokasi kunci untuk orientasi pengunjung seperti persimpangan jalan utama,
camping ground, area penambatan kapal/perahu dan area kontak
pengunjung lainnya.
13
menyampaikan banyak pesan tersembunyi. Dalam beberapa layanan
interpretif (seperti kaset rekaman, swa-panduan untuk auto tour) pesan
verbal mencakup semuanya. Baik musik latar, tipe suara laki-laki atau
perempuan, muda atau tua, dan jenis aksen adalah semua bagian dari
penciptaan gambaran yang diharapkan. Pesan ini juga merupakan
komponen penghubung antara pendengar dengan pesan-pesan yang
disampaikan.
2. Komunikasi Non-Verbal
Secara umum komunikasi ini memanfaatkan alat indera yang kita miliki.
Beberapa elemen komunikasi non-verbal mencakup : suara, aroma, rasa,
tekstur, warna, simbol, penggunaan ruang, bahasa tubuh dan waktu.
Penyampaian interpretasi dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai media
interpretasi yang merupakan suatu cara, metode, rekaman atau peralatan yang
bisa menyampaikan pesan interpretasi kepada publik.
14
5. Dampak kerugian atau kerusakan seminimal mungkin pada sumberdaya alam
budaya.
6. Penggunaan sumberdaya yang optimal.
7. Partisipasi publik
Diperlukan pula pendapat umum atau saran-saran dari publik dalam sebuah
perencanaan interpretasi secara keseluruhan. Hal ini berfungsi sebagai kritik
dan saran dalam penyusunan interpretasi.
15
III. METODE PENELITIAN
3.2 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Buku fieldguide pengenalan burung
2. Buku identifikasi tumbuhan
3. Peta kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut
4. Kuesioner untuk pengunjung
5. Pedoman wawancara
6. Alat tulis-menulis
7. Kamera
8. Global Positioning System (GPS), Garmin III+ Plus.
9. Binokuler
10. Alat perekam audio
11. Software OziExplorer, ArcView 3.3, Adobe Photoshop 7.0
17
Margasatwa Pulau Rambut, serta partisipasi dan interaksi masyarakat terhadap
kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut.
c. Wawancara dengan Pengunjung dan Kuesioner
Wawancara dengan pengunjung dikombinasikan dengan penyebaran
kuesioner terstruktur (Lampiran 1). Hal ini untuk mengetahui latar belakang
pengunjung, tujuan dan pola kunjungan/kegiatan yang dilakukan, perhatian
terhadap sumberdaya/potensi (flora, fauna, sejarah), serta persepsi dan harapan-
harapan pengunjung mengenai kegiatan pemanduan dan fasilitas pendukung
interpretasi di dalam kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut.
Kish (1965) dalam Fahruddin (1997) menjelaskan bahwa dalam
pelaksanaan survei terhadap populasi yang besar, maka besarnya intensitas
sampling berkisar antara 0,1 - 10%, besarnya tergantung dari derajat
homogenitas sampel, tingkat ketepatan yang dikehendaki, besarnya biaya, waktu
dan tenaga yang tersedia.
Pada penelitian ini, jumlah responden (pengunjung) yang dimintai
informasinya dengan wawancara dan pengisian kuesioner adalah sejumlah 60
orang (10% dari jumlah kunjungan tahun 2005). Meskipun begitu, akan dilakukan
wawancara secara acak (random) pada pengunjung lain untuk melengkapi
informasi yang didapat dari penyebaran kuesioner.
18
3.5. Perencanaan Interpretasi
Kegiatan perencanaan ini merupakan tahapan yang dapat
menghasilkan suatu perencanaan interpretasi, yang diperoleh dari tahap analisis
dan sintesis data yang telah dikumpulkan. Adapun perencanaan yang akan
dilakukan adalah rencana satuan interpretasi, yang meliputi perencanaan jalur
interpretasi dan fasilitas pendukung interpretasi, dilengkapi dengan pemetaan
obyek-obyek interpretasi yang terdapat di dalam jalur interpretasi.
Bagan alir penelitian perencanaan interpretasi di Suaka Margasatwa
Pulau Rambut ini disajikan dalam gambar 1.
Perencanaan Interpretasi di
Suaka Margasatwa Pulau Rambut
19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
21
dengan jenis lainnya seperti burung Pecuk serta burung Cangak abu (Ardea
cinerea) pada satu pohon besar. Hal ini disebut dengan asosiasi, yang
merupakan bentuk perilaku sosial burung air di Pulau Rambut. Burung-burung air
yang dapat berasosiasi adalah dari famili yang berbeda, karena terdapat
spesifikasi kebutuhan akan sumberdaya dari masing-masing jenis tersebut yang
tidak saling tumpang tindih, sehingga dapat hidup bersama. Burung Kowak
malam kelabu dapat berasosiasi dengan hampir seluruh jenis burung air, bahkan
dapat berasosiasi dengan jenis mamalia (Kalong).
Burung Bangau bluwok (Mycteria cinerea) merupakan burung yang
sangat peka terhadap gangguan, burung ini jarang berkumpul dengan burung air
lain pada satu pohon. Hal ini terjadi karena burung bluwok berukuran lebih besar
dari burung-burung lain, sehingga membutuhkan ruang yang leluasa untuk
bergerak, terutama untuk terbang dengan cara flapping (mengepakkan sayap).
Meskipun begitu burung Bangau bluwok kadang ditemukan bersama dengan
burung Ibis pelatuk besi (Threskiornis melanocephalus) dan Cangak abu di
pohon-pohon besar seperti pohon kepuh, kedoya dan sawo kecik.
Jenis burung lain yang ditemukan selama penelitian sebanyak 20 jenis
burung (Tabel 4) terdiri dari burung terestrial dan burung pantai. Jenis burung-
burung selain burung air ini memiliki pergerakan (mobilitas) yang sangat tinggi,
sehingga dapat ditemukan kapan saja hampir di seluruh areal Pulau Rambut.
Burung terestrial yang paling sering ditemukan adalah burung Kepodang kuduk-
hitam (Oriolus chinensis). Burung ini kadang berada di depan pos BKSDA pada
pagi hari, dan lebih seringnya melakukan pergerakan di dalam hutan sekunder
campuran sampai ke dekat menara pengamatan.
Burung terestrial lain yang dapat ditemukan di dekat pos BKSDA adalah
Gagak hutan (Cervus enca), Kucica kampung (Copysycus saularis), Remetuk
laut (Gerygone sulphurea) dan burung Madu sriganti (Nectarinia jugularis).
Burung-burung terestrial lainnya, yang terlihat dari menara pengamatan adalah
burung Pergam laut (Ducula bicolor), Elang laut-perut putih (Haliaeetus
leucogaster) dan tekukur (Streptopelia chinensis). Burung-burung ini dapat
teramati dari menara pengamatan karena terbang menembus tajuk pepohonan
yang tinggi, dan sering bertengger di pepohonan yang dekat dengan menara
pengamatan.
22
Tabel 4. Burung terestrial dan burung pantai yang ditemukan selama penelitian
Nama spesies
No.
Lokal Latin
1 Kerak kerbau Acridotheres javanicus
2 Kepodang kuduk-hitam Orilous chinensis
3 Burung madu sriganti Nectarinia jugularis
4 Gagak hutan Corvus enca
5 Kucica kampung Copysycus saularis
6 Cekakak sungai Halycon cyanoventris
7 Tekukur Streptopelia chinensis
8 Pergam laut Ducula bicolor
9 Remetuk laut Gerygone sulphurea
10 Elang laut perut putih Haliaeetus leucogaster
11 Srigunting gagak Dicrurus hottentottus
12 Kekep babi Artamus leucorhynchus
13 Cikalang kecil Fregata ariel
14 Kutilang Pycnonotus aurigaster
15 Tuwur asia Eudynamys scolopacea
16 Caladi ulam Dendrocopus masei
17 Cabai jawa Dicaeum trochileum
18 Bubut Jawa Centropus nigrorufous
19 Trinil pantai Tringa hypoleucos
20 Gajahan kecil Numenius phaeopus
23
Biawak merupakan pemangsa alami untuk burung air di Pulau Rambut. Reptil ini
memangsa burung air yang jatuh atau melakukan aktivitas di lantai hutan. Selain
itu, memiliki kemampuan untuk menaiki pohon-pohon yang tidak terlalu tinggi dan
memangsa telur-telur burung air. Meskipun begitu, biawak termasuk satwa yang
sangat peka terhadap kehadiran manusia, satwa ini akan lari dan bersembunyi
dengan cepat bila bertemu dengan manusia.
Pada musim perkembangbiakan burung air di Pulau Rambut, jumlah
biawak akan meningkat seiring dengan peningkatan kelimpahan burung air. Hal
ini merupakan hubungan yang logis antara mangsa dan pemangsa. Semakin
banyak mangsa, maka akan meningkat pula jumlah pemangsa. Selama
penelitian dilaksanakan, banyak ditemukan sisa-sisa telur biawak yang telah
menetas dan anakannya.
Reptilia jenis ular Sanca kembang dan ular Cincin mas, masing-masing
hanya ditemukan sekali selama penelitian. Berdasarkan informasi dari petugas
BKSDA di lapangan, satwa-satwa ini memang memiliki sifat yang mudah
terganggu dan menghindari pertemuan dengan manusia. Meskipun satwa ini
merupakan pemangsa alami burung air, namun jumlahnya tidak sebanyak
biawak karena jenis satwa ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
mencerna makanannya. Ular Cincin mas menggunakan tumbuhan kingkit
dengan tajuk yang rapat untuk berjemur, ataupun ditemukan melilit di cabang
atau ranting pohon. Ular ini mencari makan dengan bergerak dari satu pohon ke
pohon lain.
24
4.1.1. Pemetaan Potensi Satwa
Hutan sekunder campuran dan hutan mangrove memiliki wilayah paling
luas di Pulau Rambut, dan merupakan habitat utama bagi sebagian besar jenis
satwa di Pulau Rambut terutama jenis burung air. Burung-burung air menyebar
dalam kelompok secara acak di kedua jenis hutan ini, namun penyebarannya
sangat dipengaruhi oleh kondisi penutupan lahan di Pulau Rambut. Secara
umum, penutupan lahan Suaka Margasatwa Pulau Rambut diperlihatkan pada
Gambar 2.
25
burung Kuntul kerbau, Cangak abu, Pecuk ular, Ibis pelatuk besi dan Bangau
bluwok. Hampir semua jenis burung air yang menempati hutan sekunder
campuran di bagian Tengah Pulau Rambut, menempati pula hutan mangrove di
sebelah Barat Laut, Utara dan Timur Laut Pulau Rambut kecuali burung Ibis
pelatuk besi. Namun, kelimpahan burung air yang menempati hutan sekunder
pada bagian Tengah Pulau Rambut pada bulan Februari-Maret lebih banyak
daripada yang menempati hutan mangrove. Kondisi ini terjadi karena adanya
kerusakan hutan mangrove yang cukup luas di bagian Timur Laut Pulau Rambut,
sehingga burung-burung air terdorong untuk menempati hutan sekunder
campuran (selain adanya pengaruh angin barat).
Jenis satwa lainnya (mamalia dan reptilia) menempati hutan sekunder
campuran bersama dengan burung air. Reptilia menempati menempati lantai
hutan, tetapi memiliki kemampuan naik ke strata yang lebih tinggi, terutama
untuk memangsa burung-burung air. Meskipun dapat melakukan mobilitas tinggi,
namun sama seperti sebagian besar jenis burung air yang terdapat di hutan
sekunder campuran, satwa-satwa ini relatif menempati habitat yang tetap
sehingga dapat dipetakan posisinya.
Suaka Margasatwa Pulau Rambut sesuai dengan fungsinya merupakan
kawasan perlindungan keunikan atau kekhasan berbagai jenis satwa. Keunikan
satwa-satwa tersebut terletak pada berbagai segi diantaranya keanekaragaman
jenis, ciri khas setiap jenis, perilaku setiap jenis dan interaksi diantara jenis satwa
yang ada. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Pulau Rambut
memiliki keanekaragaman satwa yang tinggi terutama jenis burung air. Setiap
jenis satwa memiliki ciri-ciri khusus (morfologi) yang membuatnya dapat dikenali
dan dibedakan dari jenis lainnya.
Perilaku satwa pun merupakan hal yang sangat menarik untuk diamati.
Setiap jenis satwa yang berada di Pulau Rambut memiliki perilaku yang khas,
baik perilaku secara individu, kelompok, maupun hasil interaksi dengan individu
dan kelompok. Perilaku setiap jenis satwa mulanya berkaitan dengan morfologi
yang dipunyai dan terjadi sebagai respon atas kondisi lingkungan di sekitarnya
dengan tujuan untuk mempertahankan hidup.
Perilaku perkembangbiakan burung air dapat diamati pada bulan
Februari-Maret. Secara umum, rangkaian perilaku perkembangbiakan burung air
dimulai dengan fase percumbuan (dilanjutkan ke fase kawin), fase membuat
sarang sampai fase memelihara anak. Rangkaian perilaku perkembangbiakan ini
26
merupakan atraksi yang sangat menarik untuk diamati karena setiap burung air
memiliki cara tersendiri (khas) untuk melakukannya. Pada fase percumbuan,
burung (induk) jantan akan melakukan display untuk menarik perhatian burung
betina. Fase ini merupakan fase awal, serta upaya sinkronisasi kesiapan
pasangan untuk kemudian melakukan perkawinan.
Fase lainnya yang juga menarik adalah fase membuat sarang. Pada
sebagian besar burung air, pasangan akan bekerjasama untuk membuat sarang.
Hal yang paling menarik adalah ketika burung mencari bahan-bahan untuk
membuat sarang dan menyusun sarang. Bahan-bahan untuk sarang sebagian
besar terdiri atas ranting-ranting pohon dengan komposisi bahan berbeda untuk
setiap jenis burung air. Ranting-ranting hidup didapat langsung dari pohon yang
dipatahkan dengan menggunakan paruhnya yang tajam.
Burung-burung air yang menempati hutan sekunder campuran di bagian
Tengah Pulau Rambut relatif menetap pada lokasi-lokasi tertentu, terutama bila
sudah menempatkan sarangnya pada pohon yang tepat, sehingga
mempermudah untuk dilakukan pemetaannya. Selanjutnya, satwa-satwa yang
ditemukan di Suaka Margasatwa Pulau Rambut selama penelitian dilaksanakan
(bulan Februari-Maret 2006) dipetakan pada peta penutupan lahan dan hasilnya
dapat dilihat pada Gambar 3.
Secara umum, satwa-satwa di Pulau Rambut dapat ditemukan
sepanjang waktu, akan tetapi ada pula jenis satwa yang muncul pada waktu-
waktu tertentu saja. Data dan pemetaan potensi satwa pada selang waktu 06.00-
18.00 WIB selama Bulan Februari-Maret 2006 di Suaka Margasatwa Pulau
Rambut dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.
27
4.2. Potensi Flora
Terdapat tiga tipe vegetasi utama di Pulau Rambut yaitu vegetasi hutan
pantai, hutan sekunder campuran dan hutan mangrove. Hutan pantai didominasi
oleh komunitas Thespelia populnea - Acacia auriculliformis, hutan sekunder
campuran didominasi oleh komunitas Sterculia foetida - Dyxoxylum
caulostachyum sedangkan pada tingkat semak dikuasai kingkit (Triphasia trifolia)
dan hutan mangrove didominasi oleh komunitas Ceriops tagal - Rhizophora
mucronata (Imanuddin dan Mardiastuti, 2003).
Inventarisasi tumbuhan yang dilakukan sepanjang jalur interpretasi
yang sudah ada di Pulau Rambut (10 m kiri dan kanan jalur), mencatat 34 jenis
tumbuhan (Tabel 5) diantaranya kepuh (Sterculia foetida), kedoya (Dyxoxylum
caulostachyum), mengkudu (Morinda citrifolia ) dan melinjo (Gnetum gnemon).
Selain itu, ditemukan juga semak dan tumbuhan bawah seperti Kingkit (Triphasia
trifolia), Cabai jawa (Piper retrofractum), Oyot ubi (Dioscorea bulbifera) dan
Sundel malam (Ipomoea longiflora).
Tabel 5. Flora sepanjang jalur interpretasi (10 meter kanan-kiri jalur pengamatan)
No Nama jenis Bentuk Tumbuhan
Lokal Latin (Life form)
1 Anting-anting - Tumbuhan bawah
2 Api-api Avicenia officinalis Pohon
3 Bakau Rhizophora mucronata Pohon
4 Baniran Neoscarthechinia kingii Pohon
5 Bayam duri Amarantus spinosus Tumbuhan bawah
6 Beringin pencekik Ficus sp Pohon
7 Bola-bola Xylocarpus granatum Pohon
8 Boni-bonian - Tumbuhan bawah
9 Cabai jawa Piper retrofractum Tumbuhan bawah
10 Daun suji Draceana sanderiana Semak
11 Jambu-jambu Eugenia spp Pohon
12 Jati pasir Scaerota frustescens Pohon
13 Kayu hitam Diospyros maritima Pohon
14 Kedoya Dyxoxylum caulostachyum Pohon
15 Kepuh Sterculia foetida Pohon
16 Kesambi Schleichera oleosa Pohon
17 Ketapang Terminallia catappa Pohon
18 Kingkit Triphasia trifolia Tumbuhan bawah
19 Kolang-kaling Cyratia trifolia Tumbuhan bawah
20 Koreak Guettarda speciosa Tumbuhan bawah
21 Kresek Ficus timorensis Pohon
22 Lebar daun - Tumbuhan bawah
23 Melinjo Gnetum gnemon Pohon
24 Mengkudu Morinda citrifolia Pohon
25 Mindi Melia azedirach Pohon
26 Oyot ubi Dioscorea bulvifera Tumbuhan bawah
27 Papasan - Tumbuhan bawah
28 Pepaya Carica papaya -
29 Pereak/imer-imer Breynia racemosa Tumbuhan bawah
30 Petai cina Leucaena leucocepohala Pohon
31 Pulai Alstonia shcolaris Pohon
32 Rotan wowo Rhapidophora minor Tumbuhan bawah
33 Saga pohon Adenanthera pavonina Pohon
34 Sangga langit Quamoclit pennata Pohon
29
Pohon Kepuh (Sterculia foetida) dan pohon Kedoya (Dyxoxylum
caulostachyum) termasuk jenis pohon besar dengan percabangan yang rindang,
sehingga digunakan oleh berbagai jenis burung air sebagai tempat meletakkan
sarang, maupun sekedar tempat berlindung sementara (shelter). Jenis satwa
yang menggunakan pohon Kepuh dan Kedoya sebagai tempat tinggal
diantaranya burung Kowak malam kelabu (Nycticorax nycticorax), Pecuk padi
(Phalacrocorax niger), Kuntul kerbau (Bubulcus ibis) dan Bangau bluwok
(Mycteria cinerea).
Kingkit (Triphasia trifolia) merupakan tumbuhan semak yang dapat
ditemukan hampir di sepanjang jalur interpretasi yang sudah ada di Pulau
Rambut dan kadang dililit oleh tumbuhan merambat Oyot ubi (Dioscorea
bulvifera). Pertumbuhan kingkit dapat mencapai 3 sampai 4 meter, buahnya
merah menyala bila telah masak dan rasanya masam. Kingkit dengan
percabangan rindang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi karena baik bila
diolah menjadi bonsai.
Mengkudu (Morinda citrifola) dan Cabai jawa (Piper retrofractum)
termasuk jenis tumbuhan obat yang sudah sangat dikenal masyarakat.
Mengkudu terutama berkhasiat sebagai obat liver dan hipertensi (darah tinggi),
dan Cabai jawa digunakan sebagai campuran jamu (termasuk obat peningkat
stamina/daya tahan tubuh). Tumbuhan-tumbuhan ini mudah ditemukan di Pulau
Rambut, dan tumbuh di sepanjang jalur interpretasi di dalam hutan sekunder
campuran. Sedangkan tumbuhan-tumbuhan yang dapat digunakan sebagai
bahan makanan diantaranya papasan (dimanfaatkan buah dan daunnya),
kesambi (Schleichera oleosa) daunnya dapat dimakan, melinjo (Gnetum
gnemon) buah dan daun dapat dimakan, dan pepaya (Carica papaya)
dimanfaatkan daun dan buahnya.
30
menerangkan sejarah terbentuknya Pulau Rambut menurut kepercayaan
masyarakat.
1. Cerita rakyat versi “Puteri”
Dulu ada putri dari daerah selatan Jawa (Nyi Roro Kidul) yang
berkunjung ke utara dengan disertai oleh banyak pengawal dan membawa
banyak perbekalan pula. Puteri tersebut menggunakan “cemara” atau rambut
tambahan konde di kepalanya.
Akan tetapi di tengah perjalanan di laut utara rombongan tersebut
terkena angin ribut (badai) dan karam. Kemudian bokor yang karam berubah
menjadi Pulau Bokor, damar yang dibawa dan karam berubah menjadi Pulau
Damar serta cemara yang dipakai sang puteri terlepas dan berubah menjadi
Pulau Rambut.
2. Cerita rakyat versi “Jawara”
Dulu ada seorang jawara yang memiliki kekuatan luar biasa kuat, tak
ada yang bisa mengalahkannya karena ia bisa bangkit kembali walaupun telah
dibunuh dan dikubur kecuali dipisahkan rambut dari tubuhnya sebelum dikubur
terpisah. Akhirnya jawara tersebut dapat dikalahkan dengan memisahkan
rambutnya dari tubuhnya dan rambut jawara yang dipisahkan tersebut kemudian
berubah menjadi Pulau Rambut.
b. Peninggalan Sejarah
Interpretasi bukan hanya menyampaikan informasi atas obyek-obyek
ilmiah saja, tapi juga termasuk informasi budaya atau sejarah. Selain
keanekaragaman hayati yang tinggi terutama jenis burung air, terdapat pula
suatu peninggalan sejarah di Pulau Rambut. Peninggalan sejarah tersebut
berupa dua buah kuburan yang dipercaya merupakan kuburan nenek moyang
dari satu keluarga yang tinggal di daerah Depok. Beberapa anggota keluarga
tersebut melakukan ziarah ke Pulau Rambut secara rutin pada waktu-waktu
tertentu.
Meskipun sekilas obyek ini tidak berkaitan dengan obyek-obyek ilmah
lain yang ada di Pulau Rambut, tapi dapat turut memperkaya informasi yang
disampaikan kepada pengunjung melalui interpretasi. Selain itu menunjukkan
bahwa Pulau Rambut sudah dikenal sejak lama dan perlu dilestarikan
keberdaannya mengingat kawasan ini sangat penting sebagai habitat utama
berbagai jenis burung air.
31
4.4. Interaksi dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Suaka Margasatwa
Pulau Rambut
4.4.1. Pemanfaatan Potensi Kawasan
Interaksi masyarakat dengan Pulau Rambut sangat tinggi, terutama
masyarakat yang berasal dari Pulau Untung Jawa dan Tanjung Pasir sebagai
daerah yang paling dekat dengan Pulau Rambut. Selain itu, ada juga yang
berasal dari daerah lainnya seperti Rawa Bokor, Tanjung Kait, Pulau Lancang
dan Muara Karang yang semuanya masih termasuk wilayah Tangerang dan
Jakarta. Selama penelitian tercatat sebanyak 10 kali kunjungan masyarakat
sekitar (yang langsung ke Pulau Rambut), rata-rata 5 orang per kunjungan.
Sedangkan masyarakat nelayan datang setiap hari dengan menggunakan
perahu motor, untuk menjaring ikan di sekeliling Pulau Rambut.
Tujuan masyarakat datang ke Pulau Rambut terutama untuk mencari
bahan makanan seperti keong, kerang, rajungan dan ikan serta tumbuh-
tumbuhan yang bisa dimakan seperti daun pepaya dan melinjo. Masyarakat
nelayan yang mencari ikan datang ke pulau rambut hampir setiap hari dengan
menggunakan perahu nelayan yang dilengkapi jaring penangkap ikan.
Masyarakat masih diperbolehkan untuk memasuki kawasan Pulau
Rambut, bahkan penetrasinya sampai kedalam hutan sekunder/pada jalur
interpretasi. Meski demikian, petugas selalu memberikan himbauan agar
masyarakat tidak melakukan aktivitas yang mengganggu kelestarian Pulau
Rambut dan terus melakukan pengawasan.
32
pembangunan di Pulau Rambut, seperti pembangunan tanggul beton penahan
abrasi di sebelah Timur Pulau Rambut. Hal inilah yang menguatkan rasa memiliki
masyarakat Pulau Untung Jawa terhadap Pulau Rambut, ditambah dengan
kedekatan yang terjalin sejak lama karena hampir seluruh petugas Pulau Rambut
berasal dari Pulau Untung Jawa. Selain itu, banyaknya pengunjung (wisatawan)
Pulau Untung Jawa yang berkeinginan meneruskan kunjungannya ke Pulau
Rambut secara tidak langsung menjadi tuntutan bagi masyarakat Pulau Untung
Jawa untuk menjaga dan mengetahui potensi Pulau Rambut sehingga dapat
menginformasikannya pada pengunjung yang datang.
33
Tabel 6. Latar belakang pengunjung
Persentase
No Karakteristik Pengunjung Jumlah Responden
jawaban
1. Asal Jakarta 23 67,64
Bekasi 2 5,88
Bogor 2 5,88
Tangerang 2 5,88
Banten 1 2,94
Cilegon 1 2,94
Pontianak 1 2,94
Bandung 1 2,94
Ambon 1 2,94
2. Jenis kelamin Laki-laki 20 58,82
Perempuan 14 41,17
3. Usia 26 – 50 tahun 18 52,94
18 – 25 tahun 16 47,05
12 – 17 tahun 0 0
>50 tahun 0 0
4. Pendidikan terakhir Perguruan tinggi 31 91,17
SMA 3 8,82
SMP 0 0
5. Lama kunjungan 2 hari 23 67,64
1 hari 9 26,47
lebih dari 1 bulan 2 5,88
3 hari 0 0
1 minggu 0 0
34
Februari-Maret terjadi musim barat dengan air yang bertiup kencang dan ombak
yang mencapai ketinggian 1,5 m – 2 m, Suaka Margasatwa Pulau Rambut tetap
menajdi daerah tujuan kegiatan pendidikan dan atau penelitian.
Pengunjung yang datang ke Pulau Rambut sebagian besar selama 2
hari (67,64%) dan menginap sehingga harus diperhatikan pengaturan jumlah
maksimal pengunjung yang datang, serta fasilitas penginapan. Pengunjung
sebaiknya disarankan untuk menginap di Pulau Untung Jawa, baik di
penginapan-penginapan yang dimiliki penduduk, penginapan BKSDA ataupun di
camping ground. Sehingga aktivitas yang mungkin dapat mengganggu satwa di
malam hari dapat dihindarkan kecuali untuk pengunjung yang berada di Pulau
Rambut lebih dari 1 bulan dan melakukan penelitian (5,88%), perlu dibangun
pondok khusus peneliti, baik terpisah atau disatukan dengan pos BKSDA yang
telah ada.
35
untuk tujuan kemahasiswaan dapat dikategorikan melakukan kegiatan
pendidikan atau penelitian.
Tabel 7. Tujuan dan pola kunjungan pengunjung
Persentase
No Karakteristik Pengunjung Jumlah Responden
jawaban
1. Tujuan utama datang ke penelitian 9 26,47
Pulau Rambut rekreasi 8 23,52
perjalanan ilmiah sekolah 1 2,94
lainnya 16 47,05
2. Kegiatan yang paling melihat & menikmati
21 61,76
disukai di Pulau Rambut * pemandangan
mengamati binatang 11 32,35
mengamati tumbuhan 7 20,58
memancing dan berenang 5 14,71
lainnya 4 11,76
3. Bentuk kedatangan keluarga 24 70,58
sendiri 1 2,94
teman 1 2,94
lainnya 8 23,53
Ket: * pengunjung menjawab lebih dari 1 jawaban
36
4.5.2. Pengetahuan Tentang Potensi Kawasan Suaka Margasatwa Pulau
Rambut
Pengetahuan pengunjung ini mencakup pengetahuan mengenai potensi
Pulau Rambut baik flora maupun fauna (Tabel 8). Pengunjung memandang
keunikan binatang terutama burung air (73,52%) dan keunikan tumbuhan
(20,58%) di Pulau Rambut sebagai potensi utamanya. Hal ini menunjukkan
bahwa pengunjung menyadari bahwa Suaka Margasatwa Pulau Rambut
merupakan kawasan bagi perlindungan keanekaragaman hayati terutama
satwaliar. Interpretasi tentang fauna dan flora perlu diterangkan dengan jelas
kepada pengunjung melalui fasilitas interpretasi seperti papan obyek dan peta
interpretasi yang menunjukkan dimana satwa-satwa dapat ditemui dengan aman
oleh pengunjung.
Tabel 8. Pengetahuan pengunjung tentang potensi kawasan
Jumlah Persentase
No Pengetahuan Pengunjung
Responden jawaban
1. Daya tarik utama Pulau keunikan binatang 25 73,52
Rambut keunikan hutan dan tumbuhan serta
7 20,58
kegunaannya
pemandangan alam 4 11,76
lainnya 3 8,82
2. Binatang yang paling burung 24 70,58
menarik ular 6 17,64
biawak 4 11,76
kalong 3 8,82
lainnya 0 0
3. Jenis burung air yang kowak 13 38,23
menarik * cangak 11 32,35
kuntul 10 29,41
pecuk 10 29,41
lainnya 11 32,35
4. Jenis burung lain (selain elang laut 23 67,64
burung air) yang kepodang 8 23,52
menarik * kucica 3 8,82
lainnya 5 14,70
5. Tumbuhan yang bakau 25 73,52
menarik * kingkit 9 26,47
kepuh 7 20,58
kedoya 3 8,82
lainnya 1 2,94
6. Hal yang menarik dari fungsinya sebagai habitat binatang 17 50
tumbuhan tersebut ciri-ciri fisiknya 16 47,05
nilai ekonomi/harganya 1 2,94
lainnya 1 2,94
7. Perlukah potensi itu ya 32 94,11
dipertahankan tidak 2 5,88
Ket: * pengunjung boleh menjawab lebih dari 1 jawaban
37
Secara spesifik burung air yang menarik menurut pengunjung yang
datang adalah burung Kowak malam kelabu (38,23%) dan cangak (32,35%).
Kedua jenis burung ini memang termasuk burung yang paling sering terlihat di
Pulau Rambut, sehingga pengunjung dapat dengan mudah mengenalinya.
Sedangkan untuk jenis tumbuhan yang menarik bagi pengunjung adalah bakau
(73,52%) dan kingkit (26,47%) karena tumbuhan tersebut memiliki kekhasan
tertentu seperti bentuk/ ciri-ciri fisiknya yang unik (47,05%).
38
(58,82%), lainnya menilai informasi yang disampaikan sedikit (26,82%) dan
pemandu kurang informatif (8,82%). Dari hasil wawancara dengan beberapa
pengunjung dihimpun tanggapan yang menilai bahwa pengetahuan pemandu
sudah cukup baik tetapi kemampuan teknis sebagai seorang interpreter
sangatlah kurang, terutama kemampuan berkomunikasi. Hal ini perlu mendapat
perhatian khusus karena komunikasi merupakan unsur utama interpretasi.
Harapan/keinginan pengunjung terhadap penambahan fasilitas
pendukung interpretasi sangat tinggi terutama pusat informasi pengunjung
(67,64%), hal ini menunjukkan bahwa pengunjung memiliki keingintahuan yang
tinggi terhadap potensi Pulau Rambut. Sedangkan fasilitas tambahan lainnya
yang diinginkan yaitu WC (44,11 %), tempat sampah (41,17%) dan homestay
(41,17%). Meski pengunjung menginginkan adanya tempat sampah, tetapi
pengunjung tetap harus dihimbau agar tidak membuang sampah di Pulau
Rambut dan membawa kembali sampah yang dibawanya, himbauan ini dapat
disampaikan melalui media interpretasi seperti papan peringatan. Homestay
diperlukan untuk pengunjung yang melakukan kunjungan lebih dari 1 hari di
Pulau Rambut/penelitian, tetapi sebaiknya dibangun di Pulau Untung Jawa, agar
aktivitas yang dilakukan di malam hari tidak mengganggu satwa di Pulau
Rambut.
39
4.6. Perencanaan Interpretasi Suaka Margasatwa Pulau Rambut
Interpretasi yang dapat dilaksanakan di Suaka Margasatwa Pulau
Rambut merupakan interpretasi untuk kegiatan khusus, dalam hal ini pendidikan
dan penelitian. Walaupun di kawasan ini dapat dilaksanakan kegiatan wisata
terbatas, namun wisata yang dilaksanakan bukanlah seperti wisata pada
umumnya, melainkan kegiatan wisata yang berbasis pendidikan dan penelitian.
Metode interpretasi yang dapat dilaksanakan sehubungan dengan pemikiran
diatas dan cara yang dipilih pengunjung dalam melakukan kegiatannya di Pulau
Rambut, yaitu interpretasi dengan pemanduan (guided interpretation). Meski
demikian, pengunjung yang datang dengan tujuan untuk penelitian bisa diberi
pengecualian untuk melakukan kegiatannya tanpa pemanduan, sehingga bisa
lebih leluasa.
Dengan rencana yang disusun ini, efektifitas penyampaian interpretasi
dan mekanisme pengawasan bagi kegiatan yang dilaksanakan pengunjung di
kawasan ini dapat ditingkatkan. Sehingga dampak negatif dari kegiatan-kegiatan
yang dilakukan terhadap kelestarian kawasan dan segala potensinya, dapat
ditekan seminimal mungkin. Meskipun demikian, pengecualian dapat diberikan
pada peneliti atau kegiatan penelitian yang tidak terlalu membutuhkan
pemanduan (self interpretation).
Kendala dalam pelaksanaan interpretasi ini adalah minimnya
sumberdaya pemandu di Suaka Margasatwa Pulau Rambut. Pemandu yang ada
sekarang merupakan petugas BKSDA DKI Jakarta yang hanya berjumlah 4
orang dan belum memiliki kemampuan yang cukup sebagai pemandu
(interpreter), hal ini berkaitan dengan kurangnya kegiatan pelatihan pemanduan.
Untuk mengatasi hal ini, perlu segera dilaksanakan kegiatan pelatihan
pemanduan bagi petugas BKSDA di Suaka Margasatwa Pulau Rambut dan
beberapa anggota masyarakat sekitar Pulau Rambut (Pulau Untung Jawa),
sehingga kualitas dan kuantitas pemandu dapat ditingkatkan. Selain itu, dapat
menjadi upaya pemberdayaan masyarakat sekitar dalam pegelolaan Suaka
Margasatwa Pulau Rambut.
Perencanaan interpretasi yang dilaksanakan adalah perencanaan jalur
interpretasi dan fasilitas pendukung interpretasi. Jalur-jalur ini dibuat dengan
pertimbangan bahwa jalur-jalur tersebut berada pada areal-areal dengan potensi
flora dan fauna yang cukup besar, aman bagi pengunjung, serta memiliki rentang
40
yang tidak terlalu panjang sehingga dapat mendukung upaya penyampaian
informasi kepada pengunjung secara utuh dan optimal.
Pemilihan jalur-jalur ini mempertimbangkan juga dampak negatif yang
dapat timbul terhadap kelestarian kawasan dan potensi keanekaragaman
hayatinya, akibat adanya aktivitas manusia di Pulau Rambut terutama terhadap
keberadaan burung air. sehingga pembatasan-pembatasan dalam hal jumlah
pengunjung, aktivitas, lokasi yang dikunjungi dan frekuensi kunjungan harus
segera diperjelas dan disahkan.
Berdasarkan wawancara dengan pegawai BKSDA DKI Jakarta,
dihimpun informasi bahwa sampai saat ini belum dikeluarkan peraturan yang sah
untuk mengatur hal tersebut. Peraturan yang dilaksanakan saat ini merupakan
peraturan yang bersifat sementara. Jumlah total pengunjung yang diperbolehkan
datang dalam satu kali kunjungan sebanyak 50 orang, serta yang masuk ke jalur
interpretasi yang sudah ada (di dalam hutan sekunder campuran) dibatasi
sebanyak 10 orang. Biaya pemanduan ditentukan sebesar Rp. 75.000 per hari
untuk setiap pemandu. Pengaturan ini dikontrol langsung oleh pihak BKSDA DKI
Jakarta pusat, sama dengan peraturan ijin masuk kawasan yang diharuskan
mengajukan pembuatan Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI),
sehingga kemungkinan terjadinya benturan kegiatan dan jumlah kunjungan dapat
dihindarkan.
Pembatasan-pembatasan perlu lebih ditingkatkan untuk kegiatan-
kegiatan yang dilaksanakan di Pulau Rambut, khususnya pada musim berbiak
burung air karena jenis burung ini memiliki kepekaan dan ketergangguan yang
sangat tinggi terhadap aktivitas manusia. Pembatasan yang dapat dilakukan
adalah dengan menurunkan jumlah total pengunjung yang datang dalam satu
kali kunjungan dari 50 orang menjadi 20 orang per kunjungan dan maksimal
pengunjung yang masuk ke dalam jalur interpretasi sebanyak 2 - 5 orang.
Ditentukan pula waktu yang tepat untuk melakukan kegiatan pengamatan satwa,
kecuali untuk kegiatan penelitian yang membutuhkan rentang waktu lama.
41
4.6.1. Perencanaan Jalur Interpretasi
Interpretasi merupakan suatu upaya mengkomunikasikan sumberdaya
dengan pengunjung. Oleh karena itu diperlukan suatu fasilitas (jalur interpretasi)
yang menghubungkan kedua hal ini secara langsung. Meskipun sudah ada jalur
interpretasi di Pulau Rambut, namun perlu direncanakan jalur-jalur lainnya agar
informasi yang disampaikan lebih banyak dan mendalam. Jalur-jalur interpretasi
yang direncanakan, terutama ditujukan untuk mengungkapkan potensi Suaka
Margasatwa Pulau Rambut, baik potensi flora maupun fauna (satwa) kepada
pengunjung.
Berdasarkan hasil analisis tentang potensi Pulau Rambut, terdapat 3
jalur interpretasi yang direncanakan. Jalur-jalur tersebut mewakili 3 tipe vegetasi
yang ada di Pulau Rambut (hutan pantai, hutan sekunder campuran, dan hutan
mangrove) yaitu jalur interpretasi Dermaga, jalur interpretasi hutan pantai –
menara pengamatan dan jalur menara pengamatan – hutan mangrove rusak
(jalur interpretasi mangrove). Jalur-jalur tersebut dapat ditempuh dalam waktu
kurang dari 1 jam, namun dalam interpretasi yang bebasis penelitian dan
pendidikan ini, aktivitas pengunjung tidak dibatasi dari lamanya waktu tempuh
dalam jalur, karena kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan membutuhkan
kebebasan dalam waktu.
42
Pengunjung dapat mengamati perilaku burung pecuk (Phalacrocorax
sp.) yang sedang mencari makan. Pecuk merupakan salah satu jenis burung air
yang memiliki selaput dikakinya sehingga dapat berenang dan menyelam di laut
untuk mencari ikan. Burung cikalang (Fregata ariel) yang merupakan perampok
makanan burung lain dapat dilihat selalu terbang berputar-putar di sekitar Pulau
Rambut. selain jenis burung air, biawak (Varanus salvator) pun sering mencari
makan sampai ke pantai di pagi dan sore hari, reptil ini memiliki kemampuan
seperti pecuk untuk mencari makan dengan menyelam ke laut.
Jalur ini merupakan jalur yang paling aman, baik untuk pengunjung
maupun bagi berbagai jenis satwa yang dapat ditemukan di jalur ini. Karena
kegiatan yang dilakukan untuk mengamati satwa dapat dilakukan dari jarak yang
ideal tanpa mengganggu ketenangan satwa. Selain itu, segala aktivitas
pengunjung di jalur ini dapat terus dalam pengawasan petugas BKSDA di Pulau
Rambut. Potensi interpretasi utama yang dapat dilihat di jalur dermaga dapat
dilihat pada Tabel 10, sedangkan jalur interpretasi dermaga disajikan pada
Gambar 4.
43
Tabel 10. Potensi interpretasi utama pada tiap jalur interpretasi
No Jalur Obyek Atraksi
1. Dermaga (Ht. Pantai – Ht. Mangrove) Semua jenis burung air dan Keluar-masuk pulau
kalong rambut di pagi dan sore
hari
Burung cikalang (Fregata Terbang berputar-putar
ariel) di angkasa
Biawak (Varanus salvator) Mencari makan di laut
Burung Pecuk (Phalacrocorax Mencari makan di laut
sp.)
Burung Roko-roko (Plegadis Mencari makan di ht.
falcinellus), pecuk, kowak, mangrove di belakang
cangak abu dan kuntul kecil pos BKSDA. Roko-roko,
pecuk dan kowak
bersarang di pohon
Rhizophora.
2. Hutan Pantai – Menara Pengamatan Asosiasi burung air Pecuk, kowak dan
cangak abu yang hidup
bersama di satu pohon
di beberapa lokasi
Burung kuntul kerbau, kowak, Perilaku diam
pecuk dan cangak, bluwok, (bertengger),
pelatuk besi, pecuk ular percumbuan, kawin,
menyusun sarang,
mengerami telur.
Kingkit, cabai jawa, beringin Flora dengan bentuk
dan manfaat yang khas.
Kalong Berisitirahat pada
pohon kedoya di siang
hari, di beberapa lokasi
Reptil (biawak, ular sanca dan Mencari makan di lantai
cincin mas) hutan sekunder
campuran, berjemur di
atas kingkit, melilit di
cabang pohon.
Kuntul besar, kuntul kecil, Diamati dari menara,
cangak merah, kowak, cangak bertengger di pohon-
abu, kuntul kerbau pohon di hutan
mangrove pulau rambut
bagian barat laut.
3. Menara Pengamatan – Ht. Mangrove Berbagai jenis flora hutan Bentuk dan sifatnya
rusak mangrove yang khas di hutan
mangrove.
Burung cangak merah, kuntul, Mencari makan di hutan
bluwok. mangrove yang rusak.
44
4.2. Potensi Flora
Terdapat tiga tipe vegetasi utama di Pulau Rambut yaitu vegetasi hutan
pantai, hutan sekunder campuran dan hutan mangrove. Hutan pantai didominasi
oleh komunitas Thespelia populnea - Acacia auriculliformis, hutan sekunder
campuran didominasi oleh komunitas Sterculia foetida - Dyxoxylum
caulostachyum sedangkan pada tingkat semak dikuasai kingkit (Triphasia trifolia)
dan hutan mangrove didominasi oleh komunitas Ceriops tagal - Rhizophora
mucronata (Imanuddin dan Mardiastuti, 2003).
Inventarisasi tumbuhan yang dilakukan sepanjang jalur interpretasi
yang sudah ada di Pulau Rambut (10 m kiri dan kanan jalur), mencatat 34 jenis
tumbuhan (Tabel 5) diantaranya kepuh (Sterculia foetida), kedoya (Dyxoxylum
caulostachyum), mengkudu (Morinda citrifolia ) dan melinjo (Gnetum gnemon).
Selain itu, ditemukan juga semak dan tumbuhan bawah seperti Kingkit (Triphasia
trifolia), Cabai jawa (Piper retrofractum), Oyot ubi (Dioscorea bulbifera) dan
Sundel malam (Ipomoea longiflora).
Tabel 5. Flora sepanjang jalur interpretasi (10 meter kanan-kiri jalur pengamatan)
No Nama jenis Bentuk Tumbuhan
Lokal Latin (Life form)
1 Anting-anting - Tumbuhan bawah
2 Api-api Avicenia officinalis Pohon
3 Bakau Rhizophora mucronata Pohon
4 Baniran Neoscarthechinia kingii Pohon
5 Bayam duri Amarantus spinosus Tumbuhan bawah
6 Beringin pencekik Ficus sp Pohon
7 Bola-bola Xylocarpus granatum Pohon
8 Boni-bonian - Tumbuhan bawah
9 Cabai jawa Piper retrofractum Tumbuhan bawah
10 Daun suji Draceana sanderiana Semak
11 Jambu-jambu Eugenia spp Pohon
12 Jati pasir Scaerota frustescens Pohon
13 Kayu hitam Diospyros maritima Pohon
14 Kedoya Dyxoxylum caulostachyum Pohon
15 Kepuh Sterculia foetida Pohon
16 Kesambi Schleichera oleosa Pohon
17 Ketapang Terminallia catappa Pohon
18 Kingkit Triphasia trifolia Tumbuhan bawah
19 Kolang-kaling Cyratia trifolia Tumbuhan bawah
20 Koreak Guettarda speciosa Tumbuhan bawah
21 Kresek Ficus timorensis Pohon
22 Lebar daun - Tumbuhan bawah
23 Melinjo Gnetum gnemon Pohon
24 Mengkudu Morinda citrifolia Pohon
25 Mindi Melia azedirach Pohon
26 Oyot ubi Dioscorea bulvifera Tumbuhan bawah
27 Papasan - Tumbuhan bawah
28 Pepaya Carica papaya -
29 Pereak/imer-imer Breynia racemosa Tumbuhan bawah
30 Petai cina Leucaena leucocepohala Pohon
31 Pulai Alstonia shcolaris Pohon
32 Rotan wowo Rhapidophora minor Tumbuhan bawah
33 Saga pohon Adenanthera pavonina Pohon
34 Sangga langit Quamoclit pennata Pohon
29
Pohon Kepuh (Sterculia foetida) dan pohon Kedoya (Dyxoxylum
caulostachyum) termasuk jenis pohon besar dengan percabangan yang rindang,
sehingga digunakan oleh berbagai jenis burung air sebagai tempat meletakkan
sarang, maupun sekedar tempat berlindung sementara (shelter). Jenis satwa
yang menggunakan pohon Kepuh dan Kedoya sebagai tempat tinggal
diantaranya burung Kowak malam kelabu (Nycticorax nycticorax), Pecuk padi
(Phalacrocorax niger), Kuntul kerbau (Bubulcus ibis) dan Bangau bluwok
(Mycteria cinerea).
Kingkit (Triphasia trifolia) merupakan tumbuhan semak yang dapat
ditemukan hampir di sepanjang jalur interpretasi yang sudah ada di Pulau
Rambut dan kadang dililit oleh tumbuhan merambat Oyot ubi (Dioscorea
bulvifera). Pertumbuhan kingkit dapat mencapai 3 sampai 4 meter, buahnya
merah menyala bila telah masak dan rasanya masam. Kingkit dengan
percabangan rindang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi karena baik bila
diolah menjadi bonsai.
Mengkudu (Morinda citrifola) dan Cabai jawa (Piper retrofractum)
termasuk jenis tumbuhan obat yang sudah sangat dikenal masyarakat.
Mengkudu terutama berkhasiat sebagai obat liver dan hipertensi (darah tinggi),
dan Cabai jawa digunakan sebagai campuran jamu (termasuk obat peningkat
stamina/daya tahan tubuh). Tumbuhan-tumbuhan ini mudah ditemukan di Pulau
Rambut, dan tumbuh di sepanjang jalur interpretasi di dalam hutan sekunder
campuran. Sedangkan tumbuhan-tumbuhan yang dapat digunakan sebagai
bahan makanan diantaranya papasan (dimanfaatkan buah dan daunnya),
kesambi (Schleichera oleosa) daunnya dapat dimakan, melinjo (Gnetum
gnemon) buah dan daun dapat dimakan, dan pepaya (Carica papaya)
dimanfaatkan daun dan buahnya.
30
menerangkan sejarah terbentuknya Pulau Rambut menurut kepercayaan
masyarakat.
1. Cerita rakyat versi “Puteri”
Dulu ada putri dari daerah selatan Jawa (Nyi Roro Kidul) yang
berkunjung ke utara dengan disertai oleh banyak pengawal dan membawa
banyak perbekalan pula. Puteri tersebut menggunakan “cemara” atau rambut
tambahan konde di kepalanya.
Akan tetapi di tengah perjalanan di laut utara rombongan tersebut
terkena angin ribut (badai) dan karam. Kemudian bokor yang karam berubah
menjadi Pulau Bokor, damar yang dibawa dan karam berubah menjadi Pulau
Damar serta cemara yang dipakai sang puteri terlepas dan berubah menjadi
Pulau Rambut.
2. Cerita rakyat versi “Jawara”
Dulu ada seorang jawara yang memiliki kekuatan luar biasa kuat, tak
ada yang bisa mengalahkannya karena ia bisa bangkit kembali walaupun telah
dibunuh dan dikubur kecuali dipisahkan rambut dari tubuhnya sebelum dikubur
terpisah. Akhirnya jawara tersebut dapat dikalahkan dengan memisahkan
rambutnya dari tubuhnya dan rambut jawara yang dipisahkan tersebut kemudian
berubah menjadi Pulau Rambut.
b. Peninggalan Sejarah
Interpretasi bukan hanya menyampaikan informasi atas obyek-obyek
ilmiah saja, tapi juga termasuk informasi budaya atau sejarah. Selain
keanekaragaman hayati yang tinggi terutama jenis burung air, terdapat pula
suatu peninggalan sejarah di Pulau Rambut. Peninggalan sejarah tersebut
berupa dua buah kuburan yang dipercaya merupakan kuburan nenek moyang
dari satu keluarga yang tinggal di daerah Depok. Beberapa anggota keluarga
tersebut melakukan ziarah ke Pulau Rambut secara rutin pada waktu-waktu
tertentu.
Meskipun sekilas obyek ini tidak berkaitan dengan obyek-obyek ilmah
lain yang ada di Pulau Rambut, tapi dapat turut memperkaya informasi yang
disampaikan kepada pengunjung melalui interpretasi. Selain itu menunjukkan
bahwa Pulau Rambut sudah dikenal sejak lama dan perlu dilestarikan
keberdaannya mengingat kawasan ini sangat penting sebagai habitat utama
berbagai jenis burung air.
31
4.4. Interaksi dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Suaka Margasatwa
Pulau Rambut
4.4.1. Pemanfaatan Potensi Kawasan
Interaksi masyarakat dengan Pulau Rambut sangat tinggi, terutama
masyarakat yang berasal dari Pulau Untung Jawa dan Tanjung Pasir sebagai
daerah yang paling dekat dengan Pulau Rambut. Selain itu, ada juga yang
berasal dari daerah lainnya seperti Rawa Bokor, Tanjung Kait, Pulau Lancang
dan Muara Karang yang semuanya masih termasuk wilayah Tangerang dan
Jakarta. Selama penelitian tercatat sebanyak 10 kali kunjungan masyarakat
sekitar (yang langsung ke Pulau Rambut), rata-rata 5 orang per kunjungan.
Sedangkan masyarakat nelayan datang setiap hari dengan menggunakan
perahu motor, untuk menjaring ikan di sekeliling Pulau Rambut.
Tujuan masyarakat datang ke Pulau Rambut terutama untuk mencari
bahan makanan seperti keong, kerang, rajungan dan ikan serta tumbuh-
tumbuhan yang bisa dimakan seperti daun pepaya dan melinjo. Masyarakat
nelayan yang mencari ikan datang ke pulau rambut hampir setiap hari dengan
menggunakan perahu nelayan yang dilengkapi jaring penangkap ikan.
Masyarakat masih diperbolehkan untuk memasuki kawasan Pulau
Rambut, bahkan penetrasinya sampai kedalam hutan sekunder/pada jalur
interpretasi. Meski demikian, petugas selalu memberikan himbauan agar
masyarakat tidak melakukan aktivitas yang mengganggu kelestarian Pulau
Rambut dan terus melakukan pengawasan.
32
pembangunan di Pulau Rambut, seperti pembangunan tanggul beton penahan
abrasi di sebelah Timur Pulau Rambut. Hal inilah yang menguatkan rasa memiliki
masyarakat Pulau Untung Jawa terhadap Pulau Rambut, ditambah dengan
kedekatan yang terjalin sejak lama karena hampir seluruh petugas Pulau Rambut
berasal dari Pulau Untung Jawa. Selain itu, banyaknya pengunjung (wisatawan)
Pulau Untung Jawa yang berkeinginan meneruskan kunjungannya ke Pulau
Rambut secara tidak langsung menjadi tuntutan bagi masyarakat Pulau Untung
Jawa untuk menjaga dan mengetahui potensi Pulau Rambut sehingga dapat
menginformasikannya pada pengunjung yang datang.
33
Tabel 6. Latar belakang pengunjung
Persentase
No Karakteristik Pengunjung Jumlah Responden
jawaban
1. Asal Jakarta 23 67,64
Bekasi 2 5,88
Bogor 2 5,88
Tangerang 2 5,88
Banten 1 2,94
Cilegon 1 2,94
Pontianak 1 2,94
Bandung 1 2,94
Ambon 1 2,94
2. Jenis kelamin Laki-laki 20 58,82
Perempuan 14 41,17
3. Usia 26 – 50 tahun 18 52,94
18 – 25 tahun 16 47,05
12 – 17 tahun 0 0
>50 tahun 0 0
4. Pendidikan terakhir Perguruan tinggi 31 91,17
SMA 3 8,82
SMP 0 0
5. Lama kunjungan 2 hari 23 67,64
1 hari 9 26,47
lebih dari 1 bulan 2 5,88
3 hari 0 0
1 minggu 0 0
34
Februari-Maret terjadi musim barat dengan air yang bertiup kencang dan ombak
yang mencapai ketinggian 1,5 m – 2 m, Suaka Margasatwa Pulau Rambut tetap
menajdi daerah tujuan kegiatan pendidikan dan atau penelitian.
Pengunjung yang datang ke Pulau Rambut sebagian besar selama 2
hari (67,64%) dan menginap sehingga harus diperhatikan pengaturan jumlah
maksimal pengunjung yang datang, serta fasilitas penginapan. Pengunjung
sebaiknya disarankan untuk menginap di Pulau Untung Jawa, baik di
penginapan-penginapan yang dimiliki penduduk, penginapan BKSDA ataupun di
camping ground. Sehingga aktivitas yang mungkin dapat mengganggu satwa di
malam hari dapat dihindarkan kecuali untuk pengunjung yang berada di Pulau
Rambut lebih dari 1 bulan dan melakukan penelitian (5,88%), perlu dibangun
pondok khusus peneliti, baik terpisah atau disatukan dengan pos BKSDA yang
telah ada.
35
untuk tujuan kemahasiswaan dapat dikategorikan melakukan kegiatan
pendidikan atau penelitian.
Tabel 7. Tujuan dan pola kunjungan pengunjung
Persentase
No Karakteristik Pengunjung Jumlah Responden
jawaban
1. Tujuan utama datang ke penelitian 9 26,47
Pulau Rambut rekreasi 8 23,52
perjalanan ilmiah sekolah 1 2,94
lainnya 16 47,05
2. Kegiatan yang paling melihat & menikmati
21 61,76
disukai di Pulau Rambut * pemandangan
mengamati binatang 11 32,35
mengamati tumbuhan 7 20,58
memancing dan berenang 5 14,71
lainnya 4 11,76
3. Bentuk kedatangan keluarga 24 70,58
sendiri 1 2,94
teman 1 2,94
lainnya 8 23,53
Ket: * pengunjung menjawab lebih dari 1 jawaban
36
4.5.2. Pengetahuan Tentang Potensi Kawasan Suaka Margasatwa Pulau
Rambut
Pengetahuan pengunjung ini mencakup pengetahuan mengenai potensi
Pulau Rambut baik flora maupun fauna (Tabel 8). Pengunjung memandang
keunikan binatang terutama burung air (73,52%) dan keunikan tumbuhan
(20,58%) di Pulau Rambut sebagai potensi utamanya. Hal ini menunjukkan
bahwa pengunjung menyadari bahwa Suaka Margasatwa Pulau Rambut
merupakan kawasan bagi perlindungan keanekaragaman hayati terutama
satwaliar. Interpretasi tentang fauna dan flora perlu diterangkan dengan jelas
kepada pengunjung melalui fasilitas interpretasi seperti papan obyek dan peta
interpretasi yang menunjukkan dimana satwa-satwa dapat ditemui dengan aman
oleh pengunjung.
Tabel 8. Pengetahuan pengunjung tentang potensi kawasan
Jumlah Persentase
No Pengetahuan Pengunjung
Responden jawaban
1. Daya tarik utama Pulau keunikan binatang 25 73,52
Rambut keunikan hutan dan tumbuhan serta
7 20,58
kegunaannya
pemandangan alam 4 11,76
lainnya 3 8,82
2. Binatang yang paling burung 24 70,58
menarik ular 6 17,64
biawak 4 11,76
kalong 3 8,82
lainnya 0 0
3. Jenis burung air yang kowak 13 38,23
menarik * cangak 11 32,35
kuntul 10 29,41
pecuk 10 29,41
lainnya 11 32,35
4. Jenis burung lain (selain elang laut 23 67,64
burung air) yang kepodang 8 23,52
menarik * kucica 3 8,82
lainnya 5 14,70
5. Tumbuhan yang bakau 25 73,52
menarik * kingkit 9 26,47
kepuh 7 20,58
kedoya 3 8,82
lainnya 1 2,94
6. Hal yang menarik dari fungsinya sebagai habitat binatang 17 50
tumbuhan tersebut ciri-ciri fisiknya 16 47,05
nilai ekonomi/harganya 1 2,94
lainnya 1 2,94
7. Perlukah potensi itu ya 32 94,11
dipertahankan tidak 2 5,88
Ket: * pengunjung boleh menjawab lebih dari 1 jawaban
37
Secara spesifik burung air yang menarik menurut pengunjung yang
datang adalah burung Kowak malam kelabu (38,23%) dan cangak (32,35%).
Kedua jenis burung ini memang termasuk burung yang paling sering terlihat di
Pulau Rambut, sehingga pengunjung dapat dengan mudah mengenalinya.
Sedangkan untuk jenis tumbuhan yang menarik bagi pengunjung adalah bakau
(73,52%) dan kingkit (26,47%) karena tumbuhan tersebut memiliki kekhasan
tertentu seperti bentuk/ ciri-ciri fisiknya yang unik (47,05%).
38
(58,82%), lainnya menilai informasi yang disampaikan sedikit (26,82%) dan
pemandu kurang informatif (8,82%). Dari hasil wawancara dengan beberapa
pengunjung dihimpun tanggapan yang menilai bahwa pengetahuan pemandu
sudah cukup baik tetapi kemampuan teknis sebagai seorang interpreter
sangatlah kurang, terutama kemampuan berkomunikasi. Hal ini perlu mendapat
perhatian khusus karena komunikasi merupakan unsur utama interpretasi.
Harapan/keinginan pengunjung terhadap penambahan fasilitas
pendukung interpretasi sangat tinggi terutama pusat informasi pengunjung
(67,64%), hal ini menunjukkan bahwa pengunjung memiliki keingintahuan yang
tinggi terhadap potensi Pulau Rambut. Sedangkan fasilitas tambahan lainnya
yang diinginkan yaitu WC (44,11 %), tempat sampah (41,17%) dan homestay
(41,17%). Meski pengunjung menginginkan adanya tempat sampah, tetapi
pengunjung tetap harus dihimbau agar tidak membuang sampah di Pulau
Rambut dan membawa kembali sampah yang dibawanya, himbauan ini dapat
disampaikan melalui media interpretasi seperti papan peringatan. Homestay
diperlukan untuk pengunjung yang melakukan kunjungan lebih dari 1 hari di
Pulau Rambut/penelitian, tetapi sebaiknya dibangun di Pulau Untung Jawa, agar
aktivitas yang dilakukan di malam hari tidak mengganggu satwa di Pulau
Rambut.
39
4.6. Perencanaan Interpretasi Suaka Margasatwa Pulau Rambut
Interpretasi yang dapat dilaksanakan di Suaka Margasatwa Pulau
Rambut merupakan interpretasi untuk kegiatan khusus, dalam hal ini pendidikan
dan penelitian. Walaupun di kawasan ini dapat dilaksanakan kegiatan wisata
terbatas, namun wisata yang dilaksanakan bukanlah seperti wisata pada
umumnya, melainkan kegiatan wisata yang berbasis pendidikan dan penelitian.
Metode interpretasi yang dapat dilaksanakan sehubungan dengan pemikiran
diatas dan cara yang dipilih pengunjung dalam melakukan kegiatannya di Pulau
Rambut, yaitu interpretasi dengan pemanduan (guided interpretation). Meski
demikian, pengunjung yang datang dengan tujuan untuk penelitian bisa diberi
pengecualian untuk melakukan kegiatannya tanpa pemanduan, sehingga bisa
lebih leluasa.
Dengan rencana yang disusun ini, efektifitas penyampaian interpretasi
dan mekanisme pengawasan bagi kegiatan yang dilaksanakan pengunjung di
kawasan ini dapat ditingkatkan. Sehingga dampak negatif dari kegiatan-kegiatan
yang dilakukan terhadap kelestarian kawasan dan segala potensinya, dapat
ditekan seminimal mungkin. Meskipun demikian, pengecualian dapat diberikan
pada peneliti atau kegiatan penelitian yang tidak terlalu membutuhkan
pemanduan (self interpretation).
Kendala dalam pelaksanaan interpretasi ini adalah minimnya
sumberdaya pemandu di Suaka Margasatwa Pulau Rambut. Pemandu yang ada
sekarang merupakan petugas BKSDA DKI Jakarta yang hanya berjumlah 4
orang dan belum memiliki kemampuan yang cukup sebagai pemandu
(interpreter), hal ini berkaitan dengan kurangnya kegiatan pelatihan pemanduan.
Untuk mengatasi hal ini, perlu segera dilaksanakan kegiatan pelatihan
pemanduan bagi petugas BKSDA di Suaka Margasatwa Pulau Rambut dan
beberapa anggota masyarakat sekitar Pulau Rambut (Pulau Untung Jawa),
sehingga kualitas dan kuantitas pemandu dapat ditingkatkan. Selain itu, dapat
menjadi upaya pemberdayaan masyarakat sekitar dalam pegelolaan Suaka
Margasatwa Pulau Rambut.
Perencanaan interpretasi yang dilaksanakan adalah perencanaan jalur
interpretasi dan fasilitas pendukung interpretasi. Jalur-jalur ini dibuat dengan
pertimbangan bahwa jalur-jalur tersebut berada pada areal-areal dengan potensi
flora dan fauna yang cukup besar, aman bagi pengunjung, serta memiliki rentang
40
yang tidak terlalu panjang sehingga dapat mendukung upaya penyampaian
informasi kepada pengunjung secara utuh dan optimal.
Pemilihan jalur-jalur ini mempertimbangkan juga dampak negatif yang
dapat timbul terhadap kelestarian kawasan dan potensi keanekaragaman
hayatinya, akibat adanya aktivitas manusia di Pulau Rambut terutama terhadap
keberadaan burung air. sehingga pembatasan-pembatasan dalam hal jumlah
pengunjung, aktivitas, lokasi yang dikunjungi dan frekuensi kunjungan harus
segera diperjelas dan disahkan.
Berdasarkan wawancara dengan pegawai BKSDA DKI Jakarta,
dihimpun informasi bahwa sampai saat ini belum dikeluarkan peraturan yang sah
untuk mengatur hal tersebut. Peraturan yang dilaksanakan saat ini merupakan
peraturan yang bersifat sementara. Jumlah total pengunjung yang diperbolehkan
datang dalam satu kali kunjungan sebanyak 50 orang, serta yang masuk ke jalur
interpretasi yang sudah ada (di dalam hutan sekunder campuran) dibatasi
sebanyak 10 orang. Biaya pemanduan ditentukan sebesar Rp. 75.000 per hari
untuk setiap pemandu. Pengaturan ini dikontrol langsung oleh pihak BKSDA DKI
Jakarta pusat, sama dengan peraturan ijin masuk kawasan yang diharuskan
mengajukan pembuatan Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI),
sehingga kemungkinan terjadinya benturan kegiatan dan jumlah kunjungan dapat
dihindarkan.
Pembatasan-pembatasan perlu lebih ditingkatkan untuk kegiatan-
kegiatan yang dilaksanakan di Pulau Rambut, khususnya pada musim berbiak
burung air karena jenis burung ini memiliki kepekaan dan ketergangguan yang
sangat tinggi terhadap aktivitas manusia. Pembatasan yang dapat dilakukan
adalah dengan menurunkan jumlah total pengunjung yang datang dalam satu
kali kunjungan dari 50 orang menjadi 20 orang per kunjungan dan maksimal
pengunjung yang masuk ke dalam jalur interpretasi sebanyak 2 - 5 orang.
Ditentukan pula waktu yang tepat untuk melakukan kegiatan pengamatan satwa,
kecuali untuk kegiatan penelitian yang membutuhkan rentang waktu lama.
41
4.6.1. Perencanaan Jalur Interpretasi
Interpretasi merupakan suatu upaya mengkomunikasikan sumberdaya
dengan pengunjung. Oleh karena itu diperlukan suatu fasilitas (jalur interpretasi)
yang menghubungkan kedua hal ini secara langsung. Meskipun sudah ada jalur
interpretasi di Pulau Rambut, namun perlu direncanakan jalur-jalur lainnya agar
informasi yang disampaikan lebih banyak dan mendalam. Jalur-jalur interpretasi
yang direncanakan, terutama ditujukan untuk mengungkapkan potensi Suaka
Margasatwa Pulau Rambut, baik potensi flora maupun fauna (satwa) kepada
pengunjung.
Berdasarkan hasil analisis tentang potensi Pulau Rambut, terdapat 3
jalur interpretasi yang direncanakan. Jalur-jalur tersebut mewakili 3 tipe vegetasi
yang ada di Pulau Rambut (hutan pantai, hutan sekunder campuran, dan hutan
mangrove) yaitu jalur interpretasi Dermaga, jalur interpretasi hutan pantai –
menara pengamatan dan jalur menara pengamatan – hutan mangrove rusak
(jalur interpretasi mangrove). Jalur-jalur tersebut dapat ditempuh dalam waktu
kurang dari 1 jam, namun dalam interpretasi yang bebasis penelitian dan
pendidikan ini, aktivitas pengunjung tidak dibatasi dari lamanya waktu tempuh
dalam jalur, karena kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan membutuhkan
kebebasan dalam waktu.
42
Pengunjung dapat mengamati perilaku burung pecuk (Phalacrocorax
sp.) yang sedang mencari makan. Pecuk merupakan salah satu jenis burung air
yang memiliki selaput dikakinya sehingga dapat berenang dan menyelam di laut
untuk mencari ikan. Burung cikalang (Fregata ariel) yang merupakan perampok
makanan burung lain dapat dilihat selalu terbang berputar-putar di sekitar Pulau
Rambut. selain jenis burung air, biawak (Varanus salvator) pun sering mencari
makan sampai ke pantai di pagi dan sore hari, reptil ini memiliki kemampuan
seperti pecuk untuk mencari makan dengan menyelam ke laut.
Jalur ini merupakan jalur yang paling aman, baik untuk pengunjung
maupun bagi berbagai jenis satwa yang dapat ditemukan di jalur ini. Karena
kegiatan yang dilakukan untuk mengamati satwa dapat dilakukan dari jarak yang
ideal tanpa mengganggu ketenangan satwa. Selain itu, segala aktivitas
pengunjung di jalur ini dapat terus dalam pengawasan petugas BKSDA di Pulau
Rambut. Potensi interpretasi utama yang dapat dilihat di jalur dermaga dapat
dilihat pada Tabel 10, sedangkan jalur interpretasi dermaga disajikan pada
Gambar 4.
43
Tabel 10. Potensi interpretasi utama pada tiap jalur interpretasi
No Jalur Obyek Atraksi
1. Dermaga (Ht. Pantai – Ht. Mangrove) Semua jenis burung air dan Keluar-masuk pulau
kalong rambut di pagi dan sore
hari
Burung cikalang (Fregata Terbang berputar-putar
ariel) di angkasa
Biawak (Varanus salvator) Mencari makan di laut
Burung Pecuk (Phalacrocorax Mencari makan di laut
sp.)
Burung Roko-roko (Plegadis Mencari makan di ht.
falcinellus), pecuk, kowak, mangrove di belakang
cangak abu dan kuntul kecil pos BKSDA. Roko-roko,
pecuk dan kowak
bersarang di pohon
Rhizophora.
2. Hutan Pantai – Menara Pengamatan Asosiasi burung air Pecuk, kowak dan
cangak abu yang hidup
bersama di satu pohon
di beberapa lokasi
Burung kuntul kerbau, kowak, Perilaku diam
pecuk dan cangak, bluwok, (bertengger),
pelatuk besi, pecuk ular percumbuan, kawin,
menyusun sarang,
mengerami telur.
Kingkit, cabai jawa, beringin Flora dengan bentuk
dan manfaat yang khas.
Kalong Berisitirahat pada
pohon kedoya di siang
hari, di beberapa lokasi
Reptil (biawak, ular sanca dan Mencari makan di lantai
cincin mas) hutan sekunder
campuran, berjemur di
atas kingkit, melilit di
cabang pohon.
Kuntul besar, kuntul kecil, Diamati dari menara,
cangak merah, kowak, cangak bertengger di pohon-
abu, kuntul kerbau pohon di hutan
mangrove pulau rambut
bagian barat laut.
3. Menara Pengamatan – Ht. Mangrove Berbagai jenis flora hutan Bentuk dan sifatnya
rusak mangrove yang khas di hutan
mangrove.
Burung cangak merah, kuntul, Mencari makan di hutan
bluwok. mangrove yang rusak.
44
b. Jalur Hutan Pantai – Menara Pengamatan
Jalur interpretasi ini awalnya dibangun di tengah-tengah Suaka
Margasatwa Pulau Rambut (hutan sekunder campuran) dan diperuntukkan
sebagai jalur patroli keamanan. Jalur yang berawal dari hutan pantai ini, dapat
dibagi menjadi 3 jalur interpretasi yaitu jalur yang langsung menuju menara
pengamatan (373,99 meter), jalur yang melalui percabangan jalur kanan-menara
(503,63 meter) dan jalur yang melalui percabangan jalur kiri-menara (451,79
meter).
Pengunjung dapat memilih salah satu jalur ini ataupun melakukan
perjalanan pada seluruh jalur yang ada. Perjalanan pada jalur percabangan
kanan maupun kiri dapat diteruskan sampai ke menara pengamatan. Jalur
interpretasi ini dapat dikatakan merupakan jalur utama yang ada di Pulau
Rambut bagian Tengah, karena dihuni oleh banyak jenis burung air, mamalia dan
reptilia. Selain itu memiliki keanekaragaman flora paling tinggi dibanding tipe
hutan lainnya yang ada di Pulau Rambut. Data-data satwa yang ditemukan di
jalur ini secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4.
Jenis-jenis burung air yang dapat diamati di jalur ini diantaranya burung
Kowak malam kelabu (Nycticorax nycticorax), Pecuk (Phalacrocorax sp.),
Cangak abu (Ardea cinerea), Bangau bluwok (Mycteria cinerea) dan Ibis Pelatuk
besi (Threskiornis melanocephalus). Perilaku yang menarik untuk diamati pada
jalur ini yaitu adanya perilaku sosial (asosiasi) dari burung-burung air tersebut
untuk hidup bersama pada satu pohon. Selain itu, bulan Februari-Maret
merupakan musim perkembangbiakan bagi sebagian besar jenis burung air,
sehingga sepanjang jalur akan sering ditemui rangkaian perilaku berbiak burung-
burung ini seperti perilaku percumbuan, perilaku membuat sarang, dan perilaku
mengerami telur serta memelihara anak.
Selain jenis satwa, di sepanjang jalur ini dapat ditemukan tumbuhan
dengan keunikan dan manfaat khusus seperti kingkit (Triphasia trifolia), cabai
jawa (Piper retrofractum) dan beringin pencekik (Ficus sp). Kingkit merupakan
tumbuhan dengan bentuk menarik, ketinggiannya dapat mencapai 3-4 meter,
buahnya berwarna merah ranum dan berasa masam bila telah masak. Karena
keunikannya, tumbuhan ini dapat bernilai ekonomis tinggi, sebab sangat baik bila
diolah menjadi bonsai. Cabai jawa merupakan tumbuhan obat yang berkhasiat
untuk meningkatkan dan menjaga stamina, oleh karena itu tumbuhan ini sering
46
digunakan sebagai campuran jamu. Tumbuhan ini, sama dengan kingkit,
tersebar acak di dalam hutan sekunder campuran dan mudah ditemukan.
Ara pencekik atau beringin pencekik (Ficus sp) memiliki bentuk yang
sangat unik. Pohon ini hidup sebagai parasit pada pohon lain, memulai hidup di
tajuk pohon lain, bila bijinya diciritkan burung. Biji tersebut akan tumbuh terus di
tajuk pohon inang dan lama kelamaan akar-akar gantungnya akan membelit
batang pohon inang. Cengkeraman akar gantung pohon parasit ini akan semakin
menguat, bila akar gantungnya sudah menyatu akan tampak seperti tali besar
yang berbelit-belit di seputar inangnya. Pohon inang akan mati setelah seluruh
tajuknya tertutup tajuk parasit ini. Bagian bawah pohon beringin, terutama yang
pohon inangnya sudah mati, akan berlubang-lubang dan biasanya dijadikan
sarang biawak. Jalur interpretasi dari hutan pantai menuju ke menara
pengamatan, dapat dilihat pada Gambar 5.
47
c. Jalur Menara Pengamatan – Hutan Mangrove Rusak (Jalur
Interpretasi Mangrove)
Jalur lain yang paling potensial untuk dikembangkan adalah jalur
interpretasi mangrove (Gambar 6). Jalur ini merupakan kelanjutan dari jalur
utama yang bermula dari hutan sekunder campuran, sampai ke hutan magrove di
sebelah utara Pulau Rambut, dengan panjang sekitar 171,44 meter. Perjalanan
di jalur ini melalui dataran hasil pelapukan karang (atol) dan biota laut berkapur
yang berwarna putih kehijauan, karena ditumbuhi lumut serta di beberapa bagian
bercampur lumpur khas hutan mangrove.
Sesuai dengan namanya, jalur interpretasi mangrove ini memiliki
berbagai macam potensi vegetasi khas hutan mangrove yang dapat
diinterpretasikan kepada pengunjung, pemandangannya yang indah dan teduh,
serta dapat memperlihatkan kepada pengunjung bagian hutan mangrove yang
sudah rusak di sebelah utara Pulau Rambut dan pengaruhnya negatifnya
terhadap keanekaragaman hayati di dalamnya terutama pada jenis burung air.
Pada jalur interpretasi mangrove tercatat 12 jenis tumbuhan (Tabel 11),
yang sebagian besar diantaranya merupakan tumbuhan khas mangrove yaitu
bola-bola (Xylocarpus granatum), buta-buta (Excoecaria agallocha), Tengar
(Ceriops tagal) dan bakau (Rhizophora mucronata). Selain itu terdapat tumbuhan
Bunga kupu-kupu (Bauhinea purpurea) dan gambir laut (Calelodendron inerme).
Tabel 11. Flora di jalur interpretasi mangrove
No Nama jenis Bentuk
Lokal Latin (life form)
1 Bola-bola Xylocarpus granatum Pohon
2 Buta-buta Excoecaria agallocha Pohon
3 Bunga kupu-kupu Bauhinea purpurea Pohon
4 Papacaran/Gambir laut Calelodendron inerme Tumbuhan bawah
5 Sawo kecik Manilkara kauki Pohon
6 Bakau Rhizophora mucronata Pohon
7 Bayur laut Pterospermum sp Pohon
8 Centigi Pemphis acidula Pohon
9 Kingkit Triphasia trifolia Semak
10 Waru laut Thespelia populnea pohon
11 Rotan wowo Rhapidophora minor Tumbuhan bawah
12 Tengar Ceriops tagal pohon
Selain memiliki potensi vegetasi khas mangrove, di jalur ini pun terdapat
beberapa jenis burung air yang menjadi obyek interpretasi seperti burung
Cangak merah, Kuntul besar, Kuntul kecil, Cangak abu dan Bangau bluwok.
Burung-burung air tersebut terutama dapat diamati ketika sedang mencari makan
di hutan mangrove yang rusak. Biawak biasanya berada dekat menara
pengamatan, pada awal jalur menuju ke hutan mangrove.
49
Dengan memperlihatkan hutan mangrove yang sudah rusak kepada
pengunjung diharapkan pengunjung dapat memahami bahwa kondisi fisik Pulau
Rambut semakin menurun, dan dengan itu menurun pula kualitas daya
dukungnya terhadap kehidupan berbagai jenis satwa yang ada, terutama
berbagai jenis burung air yang menggunakan hutan mangrove sebagai habitat
utamanya. Informasi mengenai faktor penyebab kerusakan (terutama karena
adanya sampah dan abrasi) ini dapat dijelaskan kepada pengunjung serta
dipadukan dengan ajakan untuk turut serta dalam upaya pelestarian Pulau
Rambut dan keanekaragaman hayatinya. Selain itu, pengunjung diharapkan
akan mengkampanyekan hal ini kepada khalayak luas, sehingga dukungan
masyarakat untuk melestarikan Pulau Rambut semakin tinggi.
50
4.6.2. Perencanaan Fasilitas Pendukung Interpretasi
a. Kondisi fasilitas yang sudah ada saat ini
Berbagai fasilitas pendukung interpretasi yang sudah ada di Suaka
Margasatwa Pulau Rambut (Tabel 12) seperti papan nama obyek/papan
interpretasi, jalur interpretasi, papan penunjuk arah, papan peringatan dibangun
untuk mendukung kegiatan interpretasi yang dilaksanakan di Pulau Rambut.
Fasilitas pendukung tersebut telah dibangun sejak lama sehingga sebagian
besar sudah dalam kondisi yang rusak dan perlu segera diperbaiki. Papan nama
obyek interpretasi terbuat dari seng yang diberi tulisan dengan cat yang mudah
luntur dan menjadi tidak jelas, papan penunjuk arah dan papan peringatan yang
ada terbuat dari kayu dan papan, yang sudah lapuk serta pesan yang
disampaikan tidak jelas lagi. Kondisi fasilitas interpretasi yang sudah rusak akan
berpengaruh kepada banyaknya informasi yang bisa diterima dan dimengerti
pengunjung serta berkurangnya efektifitas interpretasi.
Selain itu, penempatan fasilitas pendukung interpretasi tersebut perlu
ditata kembali agar memberikan informasi secara optimal kepada pengunjung
yang datang ke Pulau Rambut. Penempatan fasilitas intepretasi sebaiknya di
lokasi-lokasi yang mudah dilihat oleh pengunjung, tidak tersembunyi atau
terhalangi, serta memberikan informasi yang tepat mengenai suatu obyek
interpretasi.
Tabel 12. Fasilitas-fasilitas pendukung Interpretasi yang sudah ada di Suaka
Margasatwa Pulau Rambut
No Nama Deskripsi Keterangan (kondisi)
1 Papan peringatan 1 Larangan merokok dalam jalur Masih baik, perlu perbaikan dan
pengamatan perawatan
2 Papan peringatan 2 Keberadaan ular berbisa Terbuat dari kayu dan papan, lapuk.
Perlu diganti permanen
3 Papan obyek 1 Kowak malam kelabu dan Tulisan masih baik, gambar rusak
Bangau bluwok
4 Penunjuk arah 1 Arah ke menara dan obyek Lapuk, tulisan masih baik
pengamatan
5 Papan obyek 2 Raja udang dan Kuntul kecil Tulisan masih baik, gambar rusak
6 Papan obyek 3 Pohon kepuh dan Biawak Tulisan dan gambar rusak
7 Papan obyek 4 Kalong Baik
8 Papan obyek 5 Kingkit dan Ular Cincin mas Baik
9 Papan arah 2 Jalur 2 (elang laut dan laguna) Baik
10 Papan arah 3 Jalur 1 Baik
11 Menara pengamatan Dibangun tahun 1983 oleh Dinas Rusak
Kehutanan DKI
12 Shelter Di jalur utama arah kanan Rusak, tak terawat
13 Jalur interpretasi Sepanjang total 0,59 Km Secara umum masih baik, perlu
perbaikan di beberapa bagian,
perawatan
14 Label tumbuhan Pohon-pohon Secara umum masih baik, perlu
perawatan
15 Relief potensi flora dan Dibangun oleh Dinas Kehutanan Perlu perbaikan (pembaruan obyek)
fauna di Pulau Rambut DKI Jakarta Mei 1978 tulisan dan gambar
16 Papan peringatan Depan pos BKSDA Rusak
17 Papan penunjuk Arah persemaian Baik
52
b. Fasilitas pendukung Interpretasi yang direncanakan
Fasilitas interpretasi yang dibangun merupakan media penyampaian
informasi dan pesan-pesan mengenai Pulau Rambut dan potensinya kepada
pengunjung. Karenanya perlu dilakukan penambahan fasilitas yang mendukung
interpretasi dan sesuai dengan metode penyampaian interpretasi yang telah
direncanakan, sesuai dengan perkembangan aktivitas yang dilakukan di Suaka
Margasatwa Pulau Rambut yang berbasis pendidikan dan penelitian.
Fasilitas pendukung interpretasi yang dapat ditambahkan sesuai
dengan keinginan pengunjung (Tabel 13) adalah pusat informasi pengunjung,
buku informasi tentang Pulau Rambut, shelter, dan peta jalur perjalanan. Selain
itu perlu dibuat pula tambahan papan peringatan atau larangan untuk
pengunjung yang datang terutama yang berhubungan dengan menjaga
kelestarian Pulau Rambut dan keanekaragaman hayatinya. Sedangkan fasilitas
tambahan lainnya yang diinginkan oleh pengunjung yaitu WC, tempat sampah,
dan homestay.
Tabel 13. Rencana tambahan Fasilitas pendukung Interpretasi
No Nama deskripsi
1 Pusat informasi pengunjung 1 buah di dekat pos BKSDA
Peta interpretasi 1 buah berukuran cukup besar dan mudah dibaca di setiap awal
2
jalur
Shelter tambahan 1 buah di jalur kiri atau jalur utama dekat menara
3
pengamatan
Papan peringatan himbauan untuk tidak mengganggu satwa dalam jalur
4
interpretasi, masing-masing 1 di setiap jalur
7 Pal jalur interpretasi sepanjang jalur interpretasi
8 Petunjuk arah pada percabangan jalur/awal dan akhir suatu jalur interpretasi
Pusat informasi pengunjung yang dibangun tidak perlu terlalu luas yang
terpenting adalah tersedianya informasi mengenai Suaka Margasatwa Pulau
Rambut yang bisa didapat dengan optimal oleh pengunjung. Infomasi yang
ditampilkan bisa dalam bentuk display hasil dokumentasi, deskripsi potensi flora
dan fauna, serta hasil-hasil penelitian yang diaksanakan di Pulau Rambut.
Peta interpretasi yang dibangun adalah yang menampilkan jalur-jalur
pengamatan di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, panjangnya serta potensi di
dalamnya. Homestay dapat dibangun di Pulau Untung Jawa sebagai tempat
peristirahatan bagi pengunjung yang datang lebih dari 1 hari di Pulau Rambut.
Pondok peneliti dapat dibangun berdekatan ataupun bersatu dengan pos BKSDA
bagi peneliti yang tinggal di Pulau Rambut dalam waktu yang cukup lama.
53
Pembangunan atau penempatan fasilitas-fasilitas pendukung
interpretasi tersebut harus memperhatikan kondisi lingkungan di sekitarnya agar
tidak memberi kesan yang terlalu kontras dengan alam sehingga tidak menjadi
gangguan bagi satwa-satwa di Suaka Margasatwa Pulau Rambut. Hal ini bisa
dilakukan dengan pemilihan bahan yang alami seperti dari kayu, atap yang
dilapisi rumbia serta warna bangunan yang tidak terlalu mencolok serta
ditempatkan mengumpul dekat dengan pos BKSDA terutama pusat informasi dan
homestay. Fasilitas pendukung interpretasi tersebut dibangun mengumpul agar
tidak terlalu banyak lahan yang terpakai, sehingga kondisi alamiah di sekitarnya
tetap terjaga, serta agar tidak terlalu mengusik satwa-satwa dengan kehadiran
bangunan-bangunan ini.
Fasilitas-fasilitas interpretasi tersebut pada dasarnya merupakan
penunjang kegiatan interpretasi pada jalur-jalur yang telah direncanakan. Oleh
karena itu, fasilitas-fasilitas yang dibangun harus berisi informasi yang tepat,
mengena dan sesuai dengan kondisi yang ada di Pulau Rambut. Fasilitas
interpretasi yang direncanakan pada tiap jalur interpretasi disajikan pada Tabel
14.
Tabel 14. Fasilitas yang direncanakan pada tiap jalur interpretasi
No Jalur Interpretasi Fasilitas yang diperlukan
1. Dermaga (Ht. Pantai – Ht. Mangrove) Pusat informasi
Peta interpretasi
Peneduh/shelter
Papan peringatan
Petunjuk arah
Papan interpretasi
2. Hutan Pantai – Menara Pengamatan Peta interpretasi
Pal
Petunjuk arah
Shelter tambahan (2 buah)
Papan interpretasi
Papan peringatan
3. Menara Pengamatan – Hutan Mangrove Rusak Peta interpretasi
Pal
Papan peringatan
Papan interpretasi
Petunjuk arah
54
4.7. Keselamatan Pengunjung dan Kelestarian Sumberdaya
Interpretasi yang disampaikan mengenai suatu kawasan dan potensi
yang dimilikinya haruslah bersifat utuh dan menyeluruh. Selain itu, dalam
penyampaian interpretasi dengan berbagai metode dengan bantuan berbagai
media interpretasi, keselamatan pengunjung merupakan persyaratan yang perlu
diperhatikan. Namun sesuai dengan fungsi utama Suaka Margasatwa sebagai
kawasan perlindungan satwaliar, serta batasan kegiatan yang dapat dilakukan di
kawasan ini (pendidikan, penelitian dan wisata terbatas). Sehingga interpretasi
yang dilaksanakan, selain memperhatikan keselamatan pengunjung, perlu juga
menjaga kelestarian sumberdaya sebagai prioritas utama dalam pengelolaan
kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut.
55
4.7.2. Kelestarian sumberdaya
Interpretasi yang dilaksanakan di Suaka Margasatwa Pulau Rambut
sebagai jembatan antara pengunjung dan sumberdaya yang terdapat dalam
suatu kawasan, harus sesuai dengan fungsi utama kawasan ini sebagai kawasan
bagi perlindungan satwaliar. Sebagian besar jenis satwa yang hidup di Pulau
Rambut, terutama jenis burung air merupakan satwa yang sangat sensitif dan
mudah stres terhadap kehadiran manusia. Ketergangguan terhadap kehadiran
manusia ini ditunjukkan dengan melarikan diri, jatuhnya makanan, telur dan
anakan ke lantai hutan. Bila kegiatan yang dilakukan tidak terkendali, maka
dampak negatif yang mengancam kelestarian keanekaragaman hayati di Pulau
Rambut akan semakin besar.
Pembatasan-pembatasan untuk kegiatan yang dilakukan di Pulau
Rambut mencakup pembatasan jumlah pengunjung, musim kunjungan, serta
lokasi yang dapat dikunjungi oleh pengunjung. Jumlah pengunjung maksimal
yang datang ke Pulau Rambut pada satu kali kunjungan maupun jumlah
pengunjung yang diperbolehkan masuk ke dalam jalur interpretasi harus dibatasi.
Pada musim perkembangbiakan burung air, pengunjung dibatasi maksimal 20
orang untuk satu kali kunjungan, dengan pembagian kelompok yang masuk ke
jalur interpretasi maksimal 5 orang, atau tidak ada kunjungan sama sekali kecuali
untuk kepentingan penelitian. Hal ini dilakukan untuk memberi kesempatan
satwa-satwa di Pulau Rambut, terutama burung air untuk berkembangbiak
dengan optimal. Sedangkan pada musim selain musim perkembangbiakkan,
jumlah pengunjung dapat ditambah sampai 50 orang, dengan pembagian
kelompok yang masuk ke jalur interpretasi maksimal 10 orang.
Lokasi yang dapat dikunjungi pengunjung dibatasi pada lokasi-lokasi
yang menampilkan potensi Pulau Rambut, namun tidak seluruhnya. Lokasi-lokasi
yang perlu dijaga dari pengunjung misalnya lokasi bertelur dan lokasi mencari
makan burung air. Pengunjung dapat melakukan pengamatan dari menara
pengamatan atau dari jarak yang tidak terlalu dekat dengan menggunakan alat
bantu (teropong) untuk lokasi-lokasi yang dibatasi kunjungannya.
Pembatasan-pembatasan bagi kegiatan yang dapat dilaksanakan di
Pulau Rambut ini perlu ditetapkan dengan peraturan yang sah serta
disosialisasikan kepada pengunjung yang datang maupun pengunjung yang
akan datang ke Pulau Rambut (actual visitors and potential visitors), sehingga
kelestarian potensi keanekaragaman hayati Pulau Rambut dapat terus terjaga.
56
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Pertanian dan Kehutanan Propinsi DKI Jakarta dan Fahutan IPB. 2002.
Konsep Pengembangan Lingkungan Kawasan Suaka Margasatwa Pulau
Rambut. Proyek Penelitian Pertanian dan Kehutanan Propinsi DKI Jakarta.
Jakarta.
Fitriana, N. 1999. Ekologi Lansekap Cagar Alam Pulau Rambut, Jakarta. Skripsi
Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
60
LAMPIRAN
Lampiran 1.
KUISIONER PENELITIAN
, Salam lestari,
Sebelumnya saya mohon maaf apabila mengganggu aktivitas Bapak/Ibu/Saudara/i.
Kuisioner ini merupakan bagian dari penelitian yang bertujuan untuk menyusun suatu
perencanaan interpretasi di Suaka Margasatwa Pulau Rambut yang nantinya dapat
digunakan sebagai penuntun dalam pelaksanaan kegiatan di Pulau Rambut.
Melalui penelitian ini diharapkan dampak negatif kegiatan manusia di Pulau Rambut
dapat ditekan seminim mungkin sehingga kelestariannya tetap terjaga.
Karena pentingnya penelitian ini, saya sangat mengharapkan kesediaan
Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuisioner ini, Terimakasih.
1. Jenis kelamin : P / L
2. Kota asal : …………........................................................
3. Berapa usia Anda ?
a. 12 - 17 tahun
b. 18 - 25 tahun
c. 26 – 50 tahun
d. Lebih dari 50 tahun.
4. Apakah pendidikan terakhir/tertinggi Anda ?
a. Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau yang setingkat
b. Sekolah Menengah Atas (SMA) atau yang setingkat
c. Perguruan Tinggi
62
d. Mengamati tumbuhan
e. Lainnya (sebutkan).............................................................................
3. Bersama siapa Anda datang ke kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut?
a. Sendiri b. Keluarga...............orang
c. Teman...................orang
d. lainnya (sebutkan)........................................................................orang
4. Berapa lama Anda melakukan kunjungan di Pulau Rambut
a. 1 hari c. 3 hari e. lebih dari 1 bulan.
b. 2 hari d. I minggu
1. Menurut Anda, apa yang menjadi daya tarik utama dari kawasan Suaka Margasatwa
Pulau Rambut ini ?
a. Keunikan binatang, terutama jenis burung air (Bluwok, Pecuk, Cangak, dll)
b. Keunikan hutan dan tumbuhan, serta kegunaannya
c. Pemandangan alam
d. Lainnya (sebutkan)................................................................................
2. Binatang apa yang paling menarik bagi Anda?
a. Burung c. Biawak
b. Kalong d. Ular
e. lainnya (sebutkan)...................................................................................
3. Jenis burung air apa yang menarik bagi Anda? (boleh lebih dari 1 jawaban)
a. Kowak c. Kuntul
b. Pecuk d. Cangak
e. lainnya (sebutkan)..........................................................................................
4. Jenis burung lain apa yang menarik bagi anda? (boleh lebih dari 1 jawaban)
a. kepodang b. kucica c. Elang laut
d. lainnya (sebutkan)...........................................................................................
5. Tumbuhan apa yang menarik bagi Anda? (boleh lebih dari 1 jawaban)
a. Kingkit c. Bakau (hutan mangrove)
b. Kedoya d. kepuh
e. Lainnya (sebutkan).......................................................................................
6. Hal apa yang menarik paling menarik dari tumbuh-tumbuhan tersebut?
a. Nilai ekonominya (harga)
b. Ciri-ciri fisiknya
c. Fungsinya sebagai tempat hidup binatang, terutama burung air
63
d. lainnya (sebutkan)...........................................................................................
7. Menurut Anda, apakah segala potensi (burung, ular, biawak, hutan, tumbuhan berguna,
dll) yang ada di Pulau Rambut perlu dilindungi dan dilestarikan keberadaannya ?
a. Ya b. Tidak
D. Pemanduan – Interpretasi
1. Cara apa yang anda pilih untuk melakukan kegiatan di Pulau Rambut ?
a. Perjalanan dengan pemandu b. Jalur pemanduan sendiri (mandiri)
c. lainnya (sebutkan).............................................................................
2. Apa pendapat anda mengenai pemanduan yang ada sekarang (dari petugas SM Pulau
Rambut) ?
a. pemanduan sudah cukup baik b. Informasi yang disampaikan sedikit
c. pemandu kurang komunikatif d. lainnya..............................................................
3. Menurut Anda fasilitas pendukung interpretasi apa yang perlu ditambahkan? (boleh lebih
dari 1 jawaban)
a. Pusat Informasi bagi pengunjung
b. Peta jalur perjalanan
c. Shelter (tempat istirahat)
d. Buku Informasi tentang Suaka Margasatwa Pulau Rambut
e. Lainnya (sebutkan).......................................................................................
4. Menurut Anda fasilitas tambahan apa yang perlu dibangun di Suaka Margasatwa Pulau
Rambut? (boleh lebih dari 1 jawaban)
a. Tempat sampah
b. WC
c. Toko souvenir
d. Homestay
e. lainnya (sebutkan).............................................................................................
64
Lampiran 2.
65
Lampiran 3. Struktur Organisasi Balai Konservasi Sumberdaya Alam DKI Jakarta.
66
Lampiran 4.
1. Satwa yang ditemukan pada pukul 06.00-08.00 WIB (Februari-Maret 2006)
Nama spesies Lokasi Waktu
HM/Jalur Meter Kanan/Kiri jalur Ditemukan
lokal latin
ke
I Biawak Varanus salvator 10 kiri, 20 meter 06.09
25 kanan, 15 meter 06.10
25 kiri, 5 meter 06.20
92 kiri, 10 meter 06.53
Asosiasi* Nycticorax 25 kiri, 10 meter 06.10
(Kowak malam nycticorax, Ardea 48 kiri, 5 meter 06.13
kelabu, Cangak cinerea, 63 kiri, 5 meter 06.23
abu, Pecuk Phlacrocorax niger. kanan, 10 meter 06.73
82
padi)
Pecuk padi Phalacrocorax kanan, 20 meter 06.55
26
niger
Kowak malam Nycticorx kanan, 5 meter 06.16
63
kelabu nycticorax
II Biawak Varanus salvator 130 kiri, 10 meter 06.20
Kalong Pteropus vampirus 155 kanan, 10 meter 06.23
Kuntul kerbau Bubulcus ibis 163 kiri, 10 meter 07.00
Bangau bluwok Mycteria cinerea 196 kanan, 10 meter 06.27
Ibis pelatuk besi Threskiornis kanan, 10 meter 06.27
196
melanocephalus
III Kalong Pteropus vampirus 236 kanan, 5 meter 07.34
274 kanan, 5 meter 07.38
Cangak abu Ardea cinerea 288 kanan, 5 meter 07.40
kiri Kuntul kerbau Bubulcus ibis 29 kiri, 10 meter 07.20
Lanjutan lampiran 4.
67
2. Satwa yang ditemukan pada pukul 08.00-10.00 WIB (Februari-Maret 2006)
Nama Spesies Lokasi
Waktu
HM/jalur Meter
Lokal Latin kanan/kiri jalur ditemukan
ke
I Pecuk padi Phalacrocorax niger 14 kanan, 5 meter 08.15
Asosiasi 14 kiri, 10 meter 08.15
85 kanan, 10 meter 08.24
Kowak malam Nycticorax nycticoax 27 kanan, 5 meter 08.20
kelabu
Bangau bluwok Mycteria cinerea 90 kanan, 10 meter 08.25
II Asosiasi 142 kiri, 5 meter 08.27
Biawak Varanus salvator 151 kiri, 5 meter 08.30
151 kiri, 5 meter 08.30
Bangau bluwok Mycteria cinerea 195 kanan, 10 meter 09.09
Ibis pelatuk Threskiornis 195 kanan, 10 meter 09.09
besi melanocephalus
Kuntul kerbau Bubulcus ibis 169 kiri, 15 meter 08.36
III Kalong Pteropus vampirus 239 kanan, 10 meter 08.51
274 kanan, 5 meter 08.56
Biawak Varanus salvator 287 kanan, 10 meter 09.47
Cangak abu Ardea cinerea 296 kanan, 5 meter 09.50
Kiri Kuntul kerbau Bubulcus ibis 37 kiri, 10 meter 09.01
Asosiasi 55 kiri, 5 meter 09.02
Kanan Asosiasi 40 kanan, 10 meter 08.42
Biawak Varanus salvator 42 kanan, 5 meter 08.49
Kuntul kerbau Bubulcus ibis 64 kiri, 15 meter 09.04
Kowak malam Nycticorax nycticorax 100 kanan, 20 meter 08.55
kelabu
Cangak abu Ardea cinerea 100 kiri, 20 meter 08.51
Pecuk ular Anhinga melanogaster 112 kanan, 20 meter 08.52
Lanjutan lampiran 4.
68
Kuntul kerbau Bubulcus ibis 25 kanan, 15 meter 12.51
II Asosiasi 134 kanan, 5 meter 12.48
Kalong Pteropus vampirus 152 kanan, 10 meter 12.47
Kuntul kerbau Bubulcus ibis 164 kiri, 15 metr 12.46
Bangau bluwok Mycteria cinerea 193 kiri, 25 meter 12.40
III Kalong Pteropus vampirus 235 kanan, 10 meter 12.29
275 kanan, 10 meter 12.31
Kiri Kuntul kerbau Bubulcus ibis 29 kiri, 20 meter 12.43
asosiasi (kowak malam kelabu, 51 kiri, 5 meter 12.44
Cangakabu, Pecuk padi)
Kanan Asosiasi 35 kanan, 10 meter 13.10
Kuntul kecil Egretta garzetta 76 kiri, 25 meter 13.02
Kuntul kerbau Bubulcus ibis 65 kiri, 10 meter 13.02
Pecuk ular Anhinga 127 kanan, 25 meter 13.35
melanogaster
Kowak malam Nycticorax nycticorax 127 kanan, 20 meter 13.35
kelabu
69
Lanjutan lampiran 4.
70
Lanjutan lampiran 4.
71
.
Lampiran 5.
Sumber: Lab. Analisis Lingkungan dan Data Spasial. DKSHE, Fahutan - IPB
Gambar 1. pemetaan satwa pada pukul 06.00-08.00 WIB (Februari-Maret 2006)
72
Lanjutan lampiran 5
Sumber: Lab. Analisis Lingkungan dan Data Spasial. DKSHE, Fahutan - IPB
Gambar 2. pemetaan satwa pada pukul 08.00-10.00 WIB (Februari-Maret 2006)
73
Lanjutan lampiran 5
Sumber: Lab. Analisis Lingkungan dan Data Spasial. DKSHE, Fahutan – IPB.
Gambar 3. pemetaan satwa pada pukul 10.00-12.00 WIB (Februari-Maret 2006)
74
Lanjutan lampiran 5
Sumber: Lab. Analisis Lingkungan dan Data Spasial. DKSHE. Fahutan – IPB.
Gambar 4. pemetaan satwa pada pukul 12.00-14.00 WIB (Februari-Maret 2006)
75
Lanjutan lampiran 5
Sumber: Lab. Analisis Lingkungan dan Data Spasial. DKSHE. Fahutan - IPB
Gambar 5. pemetaan satwa pada pukul 14.00-16.00 WIB (Februari-Maret 2006)
76
Lanjutan lampiran 5
Sumber: Lab. Analisis Lingkungan dan Data Spasial. DKSHE. Fahutan – IPB.
Gambar 6. pemetaan satwa pada pukul 16.00-18.00 WIB (Februari-Maret 2006)
77
Lampiran 6. Hasil Dokumentasi Penelitian
78
Gambar 7. Hutan Mangrove rusak Gambar 8. Kingkit (Triphasia trifolia)
79
Gambar 11. Papan Peringatan
80