Anda di halaman 1dari 102

PERENCANAAN INTERPRETASI

DI SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT


KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA

Oleh :
Andi Nur Gustiana Syam
E34101077

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
PERENCANAAN INTERPRETASI
DI SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT
KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA

SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

ANDI NUR GUSTIANA SYAM

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya, Jawa Barat pada tanggal 5 Agustus


1983, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara keluarga Bapak Suryadi Syam
dan Ibu Dedeh Dewi Sadiah.
Pendidikan yang pernah diperoleh penulis adalah:
1. Taman Kanak-kanak Cangkurileung, Nyantong-Tasikmalaya.
2. Sekolah Dasar Negeri Cikalang I Tasikmalaya lulus pada tahun 1995.
3. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tasikmalaya lulus pada tahun
1998.
4. Sekolah Menengah Umum Negeri 2 Tasikmalaya lulus pada tahun 2001.
Pada tahun 2001 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan melalui
program Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN).
Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor penulis telah mengikuti Praktek
Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Cagar Alam Sancang-Papandayan
BKSDA Garut, KPH Sumedang (BKPH Tomo Utara-BKPH Cadas Ngampar)
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat pada bulan Juli-Agustus 2004. Selanjutnya,
pada bulan Februari-April 2005, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan
Profesi (PKLP) di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Jawa Barat.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan
penulis melaksanakan penelitian di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Kep.
Seribu DKI Jakarta dalam rangka penyusunan skripsi dengan judul:
“Perencanaan Interpretasi di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Kepulauan
Seribu DKI Jakarta” dengan dosen pembimbing Prof.Dr.Ir. Ani Mardiastuti, MSc
dan Dr. E.K.S. Harini Muntasib, MS.
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : PERENCANAAN INTERPRETASI DI SUAKA


MARGASATWA PULAU RAMBUT KEPULAUAN
SERIBU, DKI JAKARTA.
Nama Mahasiswa : ANDI NUR GUSTIANA SYAM
Nomor Pokok : E34101077
Departemen : Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Menyetujui,
Pembimbing Skripsi I Pembimbing Skripsi II

(Prof.Dr.Ir. Ani Mardiastuti, MSc.) (Dr.E.K.S. Harini Muntasib, MS.)

Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS


NIP. 131 430 799

Tanggal lulus :
RINGKASAN

Andi Nur Gustiana Syam (E34101077). Perencanaan Interpretasi di Suaka


Margasatwa Pulau Rambut Kepulauan Seribu, DKI jakarta. Dibawah
bimbingan Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, MSc. dan Dr. E.K.S. Harini
Muntasib, MS.

Pulau Rambut pertama kali ditetapkan sebagai Cagar Alam pada tahun
1939 melalui Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No.7/1939.
Selanjutnya, pada tahun 1970 pemerintah Indonesia memperkuat status
kawasan ini sebagai Cagar Alam melalui Keputusan Pemerintah No.11/I/20
tertanggal 28 Mei 1970. Kemudian melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan Indonesia No. 275/Kpts-II/1999, ditetapkan menjadi Suaka
Margasatwa. Perubahan status kawasan ini disebabkan oleh terjadinya
perubahan kondisi alami di Pulau Rambut, sehingga perlu adanya upaya
pengelolaan habitat di Pulau Rambut.
Kerusakan habitat di Pulau Rambut dapat berdampak negatif terhadap
keberadaan keanekaragaman hayatinya. Sesuai dengan UU No. 5 tahun 1990
tentang Konservasi Keanekaragaman Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya, Pulau Rambut dipandang memiliki ciri khas berupa
keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa. Jenis satwa yang memiliki
keanekaragaman tinggi dan mendominasi Suaka Margasatwa Pulau Rambut
adalah jenis burung air (15 jenis) (Azhar, 2002). Diantara berbagai jenis burung
air, terdapat satu jenis burung air yang sangat dilindungi yaitu burung Bangau
bluwok (Mycteria cinerea). Dalam dokumen Bird to Watch II, spesies ini
dimasukkan ke dalam kategori terancam punah secara global dengan penyebab
utama ancaman kepunahan adalah berkurangnya habitat di alam.
Namun selain terbuka bagi upaya pengelolaan habitat, perubahan
status dari Cagar alam menjadi Suaka Margasatwa mengakibatkan Pulau
Rambut terbuka bagi aktivitas lainnya seperti kegiatan penelitian, pendidikan dan
wisata terbatas. Oleh karena itu, diperlukan interpretasi yang dapat
mengungkapkan potensi Suaka Margasatwa Pulau Rambut dan menjadi
penuntun kepada siapapun yang melakukan kegiatan di kawasan ini agar dapat
lebih memahami Pulau Rambut dan segala potensinya, serta terilhami untuk ikut
melestarikannya.
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun perencanaan interpretasi
berdasarkan analisis potensi kawasan dan tanggapan pengunjung, bagi kegiatan
penelitian, pendidikan dan wisata terbatas yang dilaksanakan di Suaka
Margasatwa Pulau Rambut. Penelitian dilaksanakan di Suaka Margasatwa Pulau
Rambut, Kepulauan Seribu DKI Jakarta, selama 1 bulan (12 Februari – 13 Maret
2006). Alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: buku fieldguide
pengenalan burung, buku identifikasi tumbuhan, peta kawasan Suaka
Margasatwa Pulau Rambut, kuesioner untuk pengunjung, pedoman wawancara
untuk pengelola, alat tulis-menulis, kamera, Global Positioning System (GPS),
Garmin III+ Plus, binokuler dan alat perekam audio.
Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder melalui
studi pustaka, dan data primer ketika verifikasi dan observasi lapangan.
Kemudian menganalisisnya bersama dengan data yang didapat dari hasil
wawancara dan penyebaran kuesioner pada pengunjung. Ide-ide yang muncul
berkaitan dengan keadaan kawasan penelitian dan data yang diperoleh,
digunakan sebagai bahan untuk melakukan perencanaan interpretasi di Suaka
Margasatwa Pulau Rambut, kemudian hasilnya diuraikan secara deskriptif.
Perencanaan interpretasi yang dilakukan adalah perencanaan satuan
interpretasi, yang meliputi perencanaan jalur interpretasi dan fasilitas pendukung
interpretasi, dilengkapi dengan pemetaan obyek-obyek interpretasi yang terdapat
di dalam jalur interpretasi.
Selama penelitian dilaksanakan ditemukan 13 jenis burung air,
diantaranya burung Bangau bluwok (Mycteria cinerea), burung Ibis pelatuk besi
(Threskiornis melanocephalus) dan burung Ibis roko-roko (Plegadis falcinellus).
Sedangkan untuk jenis burung lainnya ditemukan 20 jenis burung, diantaranya
burung Kepodang kuduk hitam (Oriolus chinensis), burung Kucica kampung
(Copysycus saularis) dan burung Pergam laut (Ducula bicolor). Selain jenis
burung, ditemukan pula jenis satwa lainnya yaitu dari jenis mamalia kalong
(Pteropus vampyrus) serta dari jenis reptilia Ular sanca (Phyton reticulatus), ular
Cincin emas (Boiga dendrophila), Biawak air-asia (Varanus salvator), Kadal
(Mabuya mabouya), dan Tokek (Gecko gecko).
Satwa-satwa tersebut relatif menempati habitat yang tetap, sehingga
dapat dipetakan pada peta penutupan lahan Pulau Rambut. Pemetaan tersebut
menunjukkan penyebaran satwa pada bulan Februari-Maret 2006. Pada bulan-
bulan ini, burung-burung air lebih banyak tersebar di bagian Tengah Pulau
Rambut, tepatnya di hutan sekunder campuran bagian Tengah dan Timur. Hal ini
disebabkan adanya tiupan angin barat yang kencang di sekeliling Pulau Rambut,
sehingga burung-burung ini berlindung di bagian tengah yang ditumbuhi
pepohonan khas hutan sekunder campuran.
Inventarisasi tumbuhan sepanjang jalur interpretasi yang sudah ada (10
m kiri dan kanan jalur) mencatat 34 jenis tumbuhan diantaranya kepuh (Sterculia
foetida), kedoya (Dyxoxylum caulostachyum), mengkudu (Morinda citrifolia ) dan
melinjo (Gnetum gnemon). Selain itu, ditemukan juga semak dan tumbuhan
bawah seperti Kingkit (Triphasia trifolia), Cabai jawa (Piper retrofractum), Oyot
ubi (Dioscorea bulbifera) dan Sundel malam (Ipomoea longiflora). Dari berbagai
jenis tumbuhan yang tercatat selama penelitian, diketahui beberapa tumbuhan
yang memiliki keunikan/kekhasan seperti vegetasi di hutan magrove, Cabai jawa
(Piper retrofractum) dan mengkudu (Morinda citrifolia).
Selama penelitian dihimpun 2 cerita rakyat yang menerangkan sejarah
terbentuknya Pulau Rambut menurut kepercayaan masyarakat yaitu: 1) Cerita
rakyat versi “Tusuk Konde Puteri (Nyi Roro Kidul)”, 2) Cerita rakyat versi
“jawara”. Selain itu terdapat peninggalan sejarah berupa kuburan yang diangap
sebagai kuburan nenek moyang sebuah keluarga di Depok.
Interaksi masyarakat dengan Pulau Rambut sangat tinggi, terutama
masyarakat yang berasal dari Pulau Untung Jawa dan Tanjung Pasir sebagai
daerah yang paling dekat dengan Pulau Rambut. Tujuan masyarakat datang ke
Pulau Rambut terutama untuk mencari bahan makanan seperti keong, kerang,
rajungan dan ikan serta tumbuh-tumbuhan yang bisa dimakan seperti daun
pepaya dan melinjo.
Dalam pengelolaan Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Pulau Untung
Jawa telah dijadikan sebagai daerah penyangga (buffer zone) untuk menunjang
kegiatan pengawasan dan pengamanan kawasan tersebut. Masyarakat turut
berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan di Pulau Rambut, serta dengan
menginformasikan potensi Pulau Rambut kepada wisatawan yang datang.
Pengunjung Pulau Rambut sebagian besar berasal dari Jakarta
(67,64%) dan berjenis kelamin laki-laki (58,82%) serta berusia 26-50 tahun
(52,94%). Hal ini terkait dengan tingkat pendidikan pengunjung yang sebagian
besar sedang mengikuti pendidikan atau sudah lulus dari perguruan tinggi
(91,17%). Tujuan utama pengunjung datang ke Pulau Rambut adalah untuk
berekreasi (23.52%) dan penelitian (25.47%). Kegiatan yang paling disukai
pengunjung terutama melihat dan menikmati pemandangan alam (61.76%).
Pengunjung lebih banyak datang bersama keluarga (70.58%).
Pengunjung memandang keunikan binatang terutama burung air
(73.52%) sebagai potensi utama Pulau Rambut. Pendapat tersebut dikuatkan
dengan pilihan binatang yang paling menarik yaitu burung (70.58%). Pengunjung
memilih cara untuk melakukan kegiatannya disertai oleh pemandu (88.23%).
Sebagian besar pengunjung yang menilai bahwa pemanduan yang ada sudah
cukup baik (58.82%). Pengunjung menginginkan adanya penambahan fasilitas
pendukung interpretasi seperti pusat informasi pengunjung (67.64%).
Perencanaan interpretasi yang dilaksanakan mencakup perencanaan
jalur dan perencanaan fasilitas pendukung interpretasi. Metode interpretasi yang
dapat dilaksanakan adalah interpretasi dengan pemanduan (guided
interpretation). Meski demikian, pengunjung yang datang dengan tujuan untuk
penelitian bisa diberi pengecualian untuk melakukan kegiatannya tanpa
pemanduan. Jalur-jalur interpretasi yang direncanakan, ditujukan untuk
mengungkapkan potensi Suaka Margasatwa Pulau Rambut, baik potensi flora
maupun fauna (satwa).
Tiga jalur interpretasi yang direncanakan, yaitu jalur interpretasi
Dermaga dengan panjang sekitar 136,78 meter dan obyek utama atraksi burung
air yang terbang keluar-masuk Pulau Rambut. Jalur interpretasi Hutan Pantai –
Menara Pengamatan dapat dibagi menjadi 3 jalur interpretasi yaitu jalur yang
langsung menuju menara pengamatan (373,99 meter), jalur yang melalui
percabangan jalur kanan-menara (503,63 meter) dan jalur yang melalui
percabangan jalur kiri-menara (451,79 meter) dengan obyek utama perilaku
burung air. Jalur interpretasi Menara – Hutan Mangrove dengan panjang sekitar
171,44 meter dan obyek utama vegetasi hutan mangrove dan kerusakannya.
Berbagai Fasilitas pendukung yang sudah dibangun sejak lama, seperti
papan nama obyek/papan interpretasi, jalur interpretasi, papan penunjuk arah,
papan peringatan dibangun untuk mendukung kegiatan interpretasi yang
dilaksanakan di Pulau Rambut, sudah dalam kondisi yang rusak dan perlu
segera diperbaiki. Fasilitas pendukung interpretasi yang dapat ditambahkan
sesuai dengan keinginan pengunjung adalah pusat informasi pengunjung, buku
informasi tentang Pulau Rambut, shelter, dan peta jalur perjalanan. Selain itu
perlu dibuat pula tambahan papan peringatan atau larangan untuk pengunjung
yang datang terutama yang berhubungan dengan menjaga kelestarian Pulau
Rambut dan keanekaragaman hayatinya.
Interpretasi yang disampaikan mengenai suatu kawasan dan potensi
yang dimilikinya haruslah bersifat utuh dan menyeluruh. Selain itu, dalam
penyampaian interpretasi dengan berbagai metode dengan bantuan berbagai
media interpretasi, keselamatan pengunjung merupakan persyaratan yang perlu
diperhatikan. Namun sesuai dengan fungsi utama Suaka Margasatwa sebagai
kawasan perlindungan satwaliar, serta batasan kegiatan yang dapat dilakukan di
kawasan ini (pendidikan, penelitian dan wisata terbatas). Sehingga interpretasi
yang dilaksanakan, selain memperhatikan keselamatan pengunjung, perlu juga
menjaga kelestarian sumberdaya sebagai prioritas utama dalam pengelolaan
kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... v
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang............................................................................. 1
1.2. Tujuan .......................................................................................... 2
1.3. Manfaat ........................................................................................ 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Suaka Margasatwa Pulau Rambut ............................................. 3
2.1.1. Status ............................................................................ 3
2.1.2. Fungsi ........................................................................... 3
2.1.3. Iklim............................................................................... 4
2.1.4. Flora .............................................................................. 4
2.1.5. Fauna ............................................................................ 5
2.1.6. Pengelolaan: Pengelola, Arah Kebijakan
dan Fasilitas .................................................................. 10
2.2. Interpretasi .................................................................................. 11
2.2.1. Pengertian..................................................................... 11
2.2.2. Tujuan ........................................................................... 11
2.2.3. Obyek Interpretasi......................................................... 12
2.2.4. Jalur Interpretasi ........................................................... 12
2.2.5. Metode Penyampaian Interpretasi ................................ 13
2.2.6. Perencanaan Interpretasi.............................................. 14
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 16
3.2. Alat .............................................................................................. 16
3.3. Metode Pengumpulan data.......................................................... 16
3.3.1. Studi Pustaka ............................................................... 16
3.3.2. Verifikasi dan Observasi Lapangan ............................. 17
3.3.3. Wawancara dan Kuesioner ........................................... 17
3.4. Analisis dan Sintesis Data .......................................................... 18
3.5. Perencanaan Interpretasi ............................................................ 19

i
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Potensi Satwa .............................................................................. 20
4.1.1. Pemetaan Potensi Satwa.............................................. 25
4.2. Potensi Flora................................................................................ 29
4.3. Potensi Budaya............................................................................ 30
4.4. Interaksi dan Partisipasi Masyarakat
Terhadap Suaka Margasatwa Pulau Rambut ............................. 32
4.4.1. Pemanfaatan Potensi Kawasan .................................... 32
4.4.2. Partisipasi Masyarakat Terhadap Pengelolaan Suaka
Margasatwa Pulau Rambut ........................................... 32
4.5. Karakteristik, Pengetahuan dan Tanggapan Pengunjung ........... 33
4.5.1. Karakteristik Pengunjung .............................................. 33
4.5.2. Pengetahuan Tentang Potensi Kawasan
Suaka Margasatwa Pulau Rambut................................ 37
4.5.3. Tanggapan Terhadap Kegiatan dan Fasilitas yang
Mendukung Interpretasi ................................................ 38
4.6. Perencanaan Interpretasi Suaka Margasatwa Pulau Rambut ..... 40
4.6.1. Perencanaan Jalur Interpretasi ..................................... 42
4.6.2. Perencanaan Fasilitas Pendukung Interpretasi ............ 52
4.7. Keselamatan Pengunjung dan Sumberdaya ............................... 55
4.7.1. Keselamatan Pengunjung ............................................. 55
4.7.2. Keselamatan Sumberdaya............................................ 56
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan .................................................................................. 57
5.2. Saran ........................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 59

ii
DAFTAR GAMBAR

No Halaman
1. Bagan Alir Penelitian Perencanaan Interpretasi di Suaka Margasatwa
Pulau Rambut ....................................................................................... 19
2. Peta Penutupan Lahan Suaka Margasatwa Pulau Rambut ................... 25
3. Pemetaan Satwa di Suaka Margasatwa Pulau Rambut pada Bulan
Februari-Maret 2006 .............................................................................. 28
4. Jalur Interpretasi Dermaga .................................................................... 45
5. Jalur Hutan Pantai – Menara Pengamatan ............................................ 48
6. Jalur Menara Pengamatan – Hutan Mangrove Rusak ........................... 51

iii
DAFTAR TABEL

No Halaman
1. Jenis-jenis burung air yang berada di Suaka Margasatwa Pulau
Rambut pada Februari-Maret 2001 (Azhar, 2002) ............................... 6
2. Kelimpahan burung air di Pulau Rambut berdasarkan
penjumlahan burung yang tinggal dan penghitungan sore hari
pada bulan Februari-Maret 2001 ......................................................... 8
3. Burung-burung air yang ditemukan selama penelitian ......................... 21
4. Burung terestrial dan burung pantai yang ditemukan
selama penelitian ................................................................................. 23
5. Flora sepanjang jalur interpretasi ......................................................... 29
6. Latar belakang pengunjung.................................................................. 34
7. Tujuan dan pola kunjungan pengunjung .............................................. 36
8. Pengetahuan pengunjung tentang potensi kawasan ........................... 37
9. Tanggapan pengunjung terhadap kegiatan dan fasilitas pendukung
interpretasi ........................................................................................... 38
10. Potensi interpretasi utama pada setiap jalur interpretasi ..................... 44
11. Flora di jalur interpetasi mangrove ....................................................... 49
12. Fasilitas-fasilitas pendukung interpretasi yang sudah ada di Suaka
Margasatwa Pulau Rambut .................................................................. 52
13. Rencana tambahan fasilitas pendukung interpretasi ........................... 53
14. Fasilitas yang direncanakan pada tiap jalur interpretasi ...................... 54

iv
DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman
1. Kuesioner Penelitian ............................................................................. 62
2. Data Kunjungan ke Suaka Margasatwa Pulau Rambut
pada Tahun 2005 dan Tahun 2006 ...................................................... 65
3. Struktur Organisasi BKSDA DKI Jakarta .............................................. 66
4. Satwa yang Ditemukan pada Pukul 06.00-18.00 WIB di Suaka
Margasatwa Pulau Rambut (Februari-Maret 2006) .............................. 67
5. Pemetaan Satwa yang Ditemukan pada Pukul 06.00-18.00 WIB
(Februari-Maret 2006) .......................................................................... 72
6. Hasil Dokumentasi Selama Penelitian .................................................. 78

v
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pulau Rambut pertama kali ditetapkan sebagai Cagar Alam pada tahun
1939 melalui Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No.7/1939.
Selanjutnya, pada tahun 1970 pemerintah Indonesia memperkuat status
kawasan ini sebagai Cagar Alam melalui Keputusan Pemerintah No.11/I/20
tertanggal 28 Mei 1970. Kemudian melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan Indonesia No. 275/Kpts-II/1999, Pulau Rambut ditetapkan menjadi
Suaka Margasatwa. Perubahan status kawasan ini disebabkan oleh terjadinya
perubahan kondisi alami di Pulau Rambut, sehingga perlu adanya upaya
pengelolaan habitat di Pulau Rambut.
Kerusakan habitat di Pulau Rambut dapat berdampak negatif terhadap
keberadaan keanekaragaman hayatinya. Sesuai dengan UU No. 5 tahun 1990
tentang Konservasi Keanekaragaman Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya, Pulau Rambut dipandang memiliki ciri khas berupa
keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa. Jenis satwa yang memiliki
keanekaragaman tinggi dan mendominasi Suaka Margasatwa Pulau Rambut
adalah jenis burung air (15 jenis) (Azhar, 2002). Diantara berbagai jenis burung
air, terdapat satu jenis burung air yang sangat dilindungi yaitu burung Bangau
bluwok (Mycteria cinerea). Dalam dokumen Bird to Watch II, spesies ini
dimasukkan ke dalam kategori terancam punah secara global dengan penyebab
utama ancaman kepunahan adalah berkurangnya habitat di alam.
Namun selain terbuka bagi upaya pengelolaan habitat, perubahan
status dari Cagar alam menjadi Suaka Margasatwa mengakibatkan Pulau
Rambut terbuka bagi aktivitas lainnya seperti kegiatan penelitian, pendidikan dan
wisata. Kondisi ini dapat menyebabkan dampak negatif bagi keanekaragaman
hayati Pulau Rambut bertambah besar, selain dari ancaman faktor-faktor alami,
tetapi juga dari manusia. Hal ini dikarenakan satwa di Pulau Rambut terutama
jenis burung air merupakan jenis satwa yang sangat sensitif dan mudah stress.
Dampak negatif dari aktivitas manusia di Pulau Rambut terhadap
kelestarian keanekaragaman hayatinya dapat meningkat karena tidak adanya
interpretasi yang menyampaikan informasi yang lengkap dan utuh mengenai
Pulau Rambut kepada pengunjung. Kondisi tersebut menyebabkan kegiatan
yang dilakukan hanya didasarkan atas kemauan pengunjung, serta tidak
mengikuti peraturan atau batasan-batasan kegiatan yang boleh dilakukan sesuai
dengan fungsi Pulau Rambut sebagai kawasan perlindungan satwaliar, terutama
berbagai jenis burung air.
Oleh karena itu, diperlukan interpretasi yang dapat mengungkapkan
potensi Suaka Margasatwa Pulau Rambut dan menjadi penuntun kepada
siapapun yang melakukan kegiatan di kawasan ini agar lebih memahami dan
terilhami untuk ikut serta melestarikan Pulau Rambut, serta dapat meminimalisir
dampak negatif yang dapat diakibatkan oleh kehadiran manusia.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun perencanaan interpretasi


berdasarkan analisis potensi kawasan dan tanggapan pengunjung bagi kegiatan
penelitian, pendidikan dan wisata terbatas, yang dilaksanakan di Suaka
Margasatwa Pulau Rambut.

1.3. Manfaat
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai panduan bagi pengunjung
yang melakukan kegiatan di Pulau Rambut, untuk lebih memahami potensi yang
dimiliki serta batasan-batasan dalam melakukan kegiatan di Pulau Rambut.
Sehingga dampak negatif dari aktivitas manusia terhadap keanekaragaman
hayati di Pulau Rambut dapat diminimalisir.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Suaka Margasatwa Pulau Rambut


2.1.1. Status
Pulau Rambut awalnya bernama Pulau Middleburg. Pada tahun 1936
Bass Becking sebagai Direktur Kebun Raya Bogor mengusulkan agar Pulau
Rambut ditetapkan sebagai cagar alam. Hal tersebut didasarkan atas
pertimbangan potensi biologi maupun potensi fisik Pulau Rambut. Pulau Rambut
memiliki vegetasi hutan mangrove yang khas dan merupakan habitat dari
berbagai jenis burung air yang terdapat dalam jumlah besar (Imanuddin dan
Mardiastuti, 2003).
Kemudian pada tahun 1939 Pulau Rambut ditetapkan sebagai Cagar
Alam melalui Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No.7/1939.
Selanjutnya, pada tahun 1970 pemerintah Indonesia memperkuat status
kawasan ini sebagai Cagar Alam melalui Keputusan Pemerintah No.11/I/20
tertanggal 28 Mei 1970 dengan luas areal 45 ha. Adanya status Cagar Alam
tersebut berarti, secara resmi tidak diperbolehkan adanya campur tangan
manusia di pulau ini.
Meningkatnya pembangunan di sekitar Teluk Jakarta mengakibatkan
terjadinya penurunan kualitas lingkungan di wilayah tersebut. Kondisi ini juga
menyebabkan penurunan kualitas lingkungan Pulau Rambut sebagai salah satu
pulau di wilayah Teluk Jakarta dengan adanya pencemaran sampah, limbah
minyak dan deterjen. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah
mengubah status Pulau Rambut menjadi Suaka Margasatwa melalui Surat
Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 275/Kpts-II/1999 tanggal 7
Mei 1999 dengan luas 90 ha termasuk wilayah perairan di sekitarnya (Ayat,
2002).

2.1.2. Fungsi
Mengacu kepada UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi
Keanekaragaman Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Pulau Rambut
dipandang memiliki ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis
satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan
pembinaan/pengelolaan di dalamnya. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan
sehubungan dengan status tersebut yaitu kegiatan untuk kepentingan penelitian
dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, wisata terbatas dan kegiatan
lainnya yang menunjang budidaya serta pelestarian potensi sumberdaya alam
hayati Suaka Margasatwa Pulau Rambut.

2.1.3. Iklim
Pulau Rambut termasuk ke dalam daerah dengan tipe iklim C (Schmidt
dan Ferguson). Musim kering tiap-tiap tahun dimulai pada bulan Mei dan berakhir
pada bulan Oktober, dengan jumlah hari hujan 80 hari dan curah hujan 1152,9
mm per tahun. Bulan-bulan basah dengan rata-rata curah hujan per bulan di atas
100 mm dimulai pada bulan Oktober sampai Maret. Curah hujan tertinggi terjadi
pada bulan Maret (278 mm). Suhu maksimum berkisar antara 31,2° - 36,8° C,
sedangkan suhu minimum rata-rata berkisar antara 22,8° - 23,7°C. Selama
musim barat (Desember – Februari) dan Musim timur (Juni – Agustus) keadaan
laut sekitar Pulau Rambut berbahaya bagi pelayaran karena besarnya angin dan
gelombang. Pada musim tersebut, gelombang dapat mencapai ketinggian 1,5 – 2
meter disertai hujan dan angin yang bertiup terus menerus selama 24 jam
(Imanudin dan Mardiastuti, 2003).

2.1.4. Flora
Terdapat tiga formasi vegetasi hutan di Pulau Rambut, yaitu hutan
pantai, hutan mangrove dan hutan sekunder campuran (Mardiastuti, 1992).
Daerah hutan pantai yang berpasir didominasi oleh komunitas Thespesia
populnea – Acacia auriculiformis. Jenis lain, diantaranya Daun barah (Ipomoea
pes-caprae), Rumput lari-lari (Spinifex littoreus), ketapang (Terminalia catappa)
dan Waru laut (Thespesia pupolnea).
Hutan mangrove ditumbuhi oleh bakau (Rhizophora mucronata),
pedada (Sonneratia alba), bola-bola (Xylocarpus granatum), jangkar (Bruguiera
gmynorrhiza), api-api (Avicennia officinalis) serta paku pacar air (Acrostichum
aureum). Pada hutan sekunder campuran terdapat pohon kepuh (Sterculia
foetida), kresek (Ficus timorensis), kedoya (Dyxoxylum caulostachyum), kingkit
(Triphasia trifolia) dan lain-lain (Imanudin dan Mardiastuti, 2003).

4
2.1.5. Fauna
Jenis satwa yang mendominasi Pulau Rambut adalah jenis burung air,
sebanyak 15 jenis (Azhar, 2002). Jenis burung air yang ada di Pulau Rambut
diantaranya burung Bangau bluwok (Mycteria cinerea), Ibis pelatuk besi
(Threskiornis melanocephalus), Roko-roko (Plegadis falcinellus), kuntul (Egretta
sp) dan Cangak (Ardea sp).
Selain didominasi oleh jenis burung air, di Pulau Rambut terdapat pula
39 jenis burung darat (terestrial) yang populasinya tidak sebanyak burung air.
Selain itu, terdapat jenis reptilia: Biawak (Varanus salvator), Ular cincin emas
(Boiga dendrophila), Ular phyton (Phyton reticulatus) dan mamalia: Kalong
(Pteropus vampyrus) (Imanudin dan Mardiastuti, 2003).

a. Jenis-jenis burung air dan penyebarannya


Spesies utama yang menjadi ciri khas Pulau Rambut adalah burung air,
populasinya mencapai lebih dari 24.000 ekor (kelimpahan 530 ekor/ha) pada
musim berbiak dan hanya mencapai 4.500 ekor pada musim tak berbiak
(Mardiastuti, 1992).
Burung-burung air yang menghuni Suaka Margasatwa Pulau Rambut
(Tabel 1) terdiri dari jenis-jenis burung yang menetap dan tidak menetap. Jenis
burung air yang menetap adalah jenis burung yang menetap sepanjang tahun.
Sedangkan jenis yang tidak menetap biasanya hanya pada musim
berkembangbiak saja tinggal di Pulau Rambut. Burung yang tidak menetap
tersebut akan meninggalkan Pulau Rambut setelah selesai berkembangbiak.
Jenis burung air yang tidak menetap di Pulau Rambut yaitu Bangau bluwok, Ibis
pelatuk besi, dan Kuntul kerbau. Jenis burung air yang menetap yaitu Pecuk ular,
Pecuk, Kuntul besar, Kuntul kecil, Kuntul sedang, Kuntul karang, Kowak malam
kelabu, cangak abu, Cangak merah dan Roko-roko (Azhar, 2002). Sedangkan
menurut Imanudin dan Mardiastuti (2003), burung Kuntul kerbau merupakan
burung migran pada awalnya, namun menjadi burung yang menetap di Pulau
Rambut.
Mardiastuti (1992) menyatakan bahwa faktor alami yang membedakan
penyebaran burung air di Suaka Margasatwa Pulau Rambut yaitu pola
penyebaran yang senantiasa berkelompok dengan kelompok menyebar secara
acak. Pola ini berkaitan dengan habitat yang mendukungnya dan senantiasa
berubah-ubah sesuai dengan musim berkembangbiak (sebelum dan sesudah

5
musim berbiak). Selain itu faktor angin pun mempengaruhi perubahan
penyebaran burung tersebut.
Tabel 1. Jenis-jenis burung air yang berada di Suaka Margasatwa Pulau Rambut,
Februari-Maret 2001 (Azhar, 2002)
No Famili Jenis dan Nomor MacKinnon Nama lokal Nama Inggris
1 Anhingidae Anhinga melanogaster (28) Pecuk ular Oriental Darter
2 Ardeidae Ardea cinerea (33) Cangak abu Grey Heron
Ardea purpurea (34) Cangakmerah Purple Heron
Egretta alba (42) Kuntul besar Great Egret
Egretta garzetta (44) Kuntul kecil Little Egret
Egretta intermedia (43) Kuntul sedang Intermediete
Egret
Egretta sacra (40) Kuntul karang Pacific reef-Egret
Bubulcus ibis (39) Kuntul kerbau # Cattle Egret
Nycticorax nycticorax (45) Kowak malam Black-crowned
kelabu night Heron
3 Ciconiidae Mycteria cinerea (54) Bluwok # Milky Stork
4 Phalacrocoracidae Phalacrocorax niger (27) Pecuk belang Little Cormorant
Phalacrocorax sulcirostris (24) Pecuk hitam Little black-
Cormorant
Phalacrocorax melanoleucus (26) Pecuk kecil Little pied-
Cormorant
5 Threskiornitidae Plegadis falcinellus (63) Roko-roko Glossy Ibis
Threskiornis melanocephalus Pelatuk besi (Ibis Black-headed Ibis
(61) Cucuk besi) #
Keterangan: # jenis burung air yang tidak menetap di Pulau Rambut.
Nomor MacKinnon dalam buku Burung-burung di Jawa, Bali dan Kalimantan

Dari hasil penelitian Azhar (2002) pada bulan Februari-Maret, burung-


burung air yang berada di Pulau Rambut tersebar di hutan campuran bagian
Tengah dan Timur serta hutan mangrove di bagian Utara, Timur laut, dan Barat
laut. Jenis-jenis yang menempati hutan campuran adalah Cangak abu, Bluwok,
Pecuk dan Pecuk ular. Sedangkan jenis-jenis yang menempati hutan mangrove
adalah Pecuk, Pelatuk besi, Roko-roko, Kowak malam kelabu, Kuntul kecil,
Kuntul kerbau, Cangak merah, Kuntul perak, Kuntul besar dan Kuntul sedang.
Burung air di Pulau Rambut pada bulan Februari tersebar di hutan
mangrove dan hutan campuran. Untuk Pecuk ular dan Cangak abu tersebar
pada hutan campuran bagian tengah. Sedangkan jenis-jenis Pecuk, Cangak
merah, Kuntul besar, Kuntul kecil, Kuntul sedang, Kuntul kerbau, Pelatuk besi,
Roko-roko dan Kowak malam kelabu menempati bagian Utara dan Timur Laut di
hutan mangrove. Cangak abu dan Pecuk ular pada bulan Maret penyebarannya
meluas di hutan campuran. Pecuk juga mengalami penyebaran luas pada bulan
Maret, yaitu bagian Timur Laut hutan mangrove. Untuk Cangak penyebarannya

6
meluas pada bagian Timur. Sedangkan Pecuk ular mengalami perluasan di
bagian Tengah pulau, yaitu pada pohon Kedoya.
Jumlah spesies burung yang menghuni hutan mangrove lebih banyak
dari hutan campuran. Hutan mangrove memiliki beberapa komunitas untuk
tempat bersarang burung air. Komunitas pada hutan mangrove sebagian rusak
karena gangguan alam yang datang yaitu, angin dan arus laut. Hampir semua
komunitas hutan mangrove dihuni burung air. Hanya komunitas Rhizophora
stylosa saja yang tidak dihuni oleh burung air. Perubahan pola penyebaran
biasanya terjadi pada saat akan mulai musim berkembangbiak dan setelah
musim berkembangbiak. Hal tersebut disebabkan karena musim
berkembangbiak tiap jenis berbeda atau tidak bersamaan. Walaupun burung air
tidak menggunakan pohon yang tetap untuk bertengger tetapi relatif memilih jenis
yang sama untuk tempat beristirahat dan bersarang.

b. Kelimpahan burung air


Kelimpahan menurut Shaw (1965) dalam Azhar (2002) adalah istilah
yang umum digunakan untuk suatu populasi satwa dalam hal jumlah yang
sebenarnya, kecenderungan naik turunnya populasi atau keduanya. Terdapat
perbedaan kelimpahan burung air yang mencolok pada penghitungan pagi dan
sore hari. Jenis pelatuk besi dan bluwok lebih banyak pada pagi hari. Sedangkan
jenis pecuk, pecuk ular, cangak merah, cangak abu, kuntul besar, kuntul kecil,
kuntul sedang, kuntul kecil, roko-roko dan kowak malam kelabu lebih banyak
jumlahnya pada penghitungan sore hari daripada pagi hari (Azhar, 2002).
Menurut Azhar (2002) sebagian besar jenis burung air di Pulau Rambut
berjumlah lebih banyak pada penghitungan sore hari dibandingkan dengan hasil
penghitungan pada pagi hari. Apabila dua hasil penghitungan antara jumlah
burung yang tinggal di pulau dengan penghitungan sore hari digabungkan, maka
akan diperoleh hasil seperti disajikan pada Tabel 2.
Perubahan kelimpahan pada suatu komunitas merupakan fenomena
yang alami. Pada waktu tertentu kelimpahan burung sangat tinggi, begitupun
sebaliknya. Meningkatnya kelimpahan burung air di Pulau Rambut pada waktu-
waktu tertentu disebabkan adanya masa berkembangbiak. Faktor-faktor yang
mempengaruhi penurunan kelimpahan adalah sumber pakan yang berkurang,
habitat yang rusak, persaingan antar jenis dalam mencari tempat bersarang,

7
adanya predator (kematian), pengaruh faktor fisik (angin) dan pengaruh aktivitas
manusia.
Tabel 2. Kelimpahan burung air di Pulau Rambut berdasarkan penjumlahan
burung yang tinggal dan penghitungan sore hari, Februari-Maret 2001.
Kelimpahan burung (ekor)
Jenis
Februari Maret
Pecuk 3458 4076
Pecul ular 230 227
Cangak merah 427 343
Cangak abu 165 176
Kuntul besar 64 71
Kuntul kecil 1427 1278
Kuntul sedang 296 256
Kuntul kerbau 274 263
Pelatuk besi 14 31
Roko-roko 1320 978
Kowak malam kelabu 2224 1950
Bluwok 33 33
Jumlah 9933 9681
Keterangan: pecuk terdiri dari pecuk belang (Phalacrocorax niger), pecuk kecil (Phalacrocorax melanoleucus)
dan pecuk hitam (Phalacrocorax sulcirostris).

c. Perilaku burung air


Satwaliar mempunyai berbagai perilaku dan proses fisiologis untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya. Untuk mempertahankan
kehidupannya, mereka melakukan kegiatan-kegiatan yang agresif, melakukan
persaingan dan bekerjasama untuk mendapatkan makanan, pelindung,
pasangan untuk kawin, reproduksi dan sebagainya. Sehingga dapat dikenal
adanya perilaku makan (ingestif), perilaku membuang kotoran (eliminatif),
perilaku seksual, perilaku memelihara (epimeletik), perilaku mendekati yang
memelihara (etepimeletik), perilaku menentang/konflik (agonistik), perilaku
meniru (alelomimetik), perilaku mencari perlindungan dan perilaku memeriksa
(Alikodra, 2002).
Perilaku berbiak burung air merupakan serangkaian perilaku yang
dimulai dengan percumbuan dan diakhiri dengan fase memelihara anak.
Lengkapnya, rangkaian perilaku tersebut terdiri dari perilaku diam, perilaku
percumbuan (courtship behaviour), perilaku kawin (mating behaviour), perilaku
bersarang (nesting behaviour), perilaku mengeram (incubation behaviour),
perilaku menelisik (preening behaviour) dan perilaku memelihara anak (chick
raising behaviour) (Ayat, 2002).

8
Menurut Berger (1998) dalam Azhar (2002), burung memberi respon
negatif terhadap aktivitas manusia di perairan sekitar lokasi bersarang. Adanya
gangguan aktivitas manusia juga dapat menyebabkan penurunan jumlah telur
dan kematian anakan, premature fledging dan penurunan massa dan ukuran
tubuh juga perkembangan anakan.
Mobilitas burung sangat ditentukan oleh kemampuan terbang. Pada
prinsipnya burung terbang dengan dua cara yaitu flapping dan soaring. Flapping
adalah cara terbang dengan mengepak-ngepakkan sayap dan menggunakan
energi untuk melakukannya. Soaring adalah cara untuk terbang dengan cara
melayang dan memanfaatkan kolom udara panas yang diakibatkan oleh sinar
matahari atau dorongan angin. Soaring menggunakan energi yang lebih kecil
daripada flapping (Azhar, 2002).
Perilaku sosial pada umumnya dijumpai pada satwaliar, terutama dalam
upaya untuk memanfaatkan sumberdaya di habitatnya, mengenali tanda-tanda
bahaya, dan melepaskan diri dari serangan pemangsa. Perilaku sosial ini
berkembang sesuai dengan adanya perkembangan dari proses belajar mereka
(Alikodra, 2002). Suatu jenis burung dapat atau tidak dapat berasosiasi dengan
jenis lainnya tergantung kepada sumberdaya yang tersedia dan keuntungan yang
diperoleh dari asosiasi tersebut. Suatu jenis dapat berasosiasi apabila
sumberdaya yang digunakan bersama tersedia dalam jumlah yang mencukupi
(Mahmud, 1991).
Jenis-jenis burung dari genus yang sama di Pulau Rambut
kemungkinan besar akan membutuhkan sumberdaya yang sama, sehingga
sangat kecil kemungkinannya untuk dapat berasosiasi. Terdapat 8 pasang
burung yang berasosiasi secara positif, 4 pasang diantaranya pada taraf
kepercayaan 99% dan 4 pasang lainnya pada taraf kepercayaan 95%.
Kedelapan pasang tersebut adalah cangak merah - kuntul besar, kuntul kecil -
pecuk, roko-roko - pecuk, cangak abu - kowak malam kelabu, pecuk - kowak
malam kelabu, dan cangak abu - bluwok. Kowak malam kelabu hampir dapat
berasosiasi dengan semua jenis burung, walaupun dengan cangak merah, kuntul
besar, kuntul kecil, roko-roko, pecuk ular dan bluwok ada asosiasi tetapi secara
statistik tidak nyata. Hanya dengan kuntul kerbau saja kowak malam kelabu tidak
berasosiasi. Cangak merah dan cangak abu adalah jenis-jenis yang memiliki
marga yang sama sehingga tidak dapat berasosiasi (Azhar, 2002).

9
2.1.6. Pengelolaan: Pengelola, Arah Kebijakan dan Fasilitas.
Pulau Rambut berada di bawah pengelolaan Balai Konservasi
Sumberdaya Alam (BKSDA) DKI Jakarta, yang berada di bawah naungan
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen
Kehutanan Republik Indonesia. Selain itu di pulau ini terdapat pula perwakilan
instansi Dinas Kehutanan DKI Jakarta, yang berada di bawah naungan
Pemerintah Propinsi DKI Jakarta. Fasilitas yang sudah ada di Pulau Rambut
merupakan fasilitas-fasilitas yang dibangun oleh kedua instansi tersebut.
Fasilitas-fasilitas yang dibangun oleh Dinas Kehutanan adalah, papan informasi
satwa di Pulau Rambut, menara pengamatan setinggi 15 m, mess jagawana,
ruang pertemuan, dan WC. Sedangkan fasilitas yang dibagun oleh BKSDA
adalah papan petunjuk kawasan suaka margasatwa, pos jaga dan WC
(Imanuddin dan Mardiastuti, 2003).
Berdasarkan laporan Konsep Pengembangan Lingkungan Suaka
Margasatwa Pulau Rambut yang disusun atas kerjasama Dinas Pertanian dan
Kehutanan Propinsi DKI Jakarta dengan Fakultas Kehutanan IPB (2002),
ditetapkan arah kebijakan manajemen pengelolaan SMPR di masa yang akan
datang adalah mengoptimalkan keseimbangan antara aspek save it
(perlindungan), study it (pengawetan), dan use it (pemanfaatan). Ditetapkan pula
rencana program pengembangan potensi biofisik kawasan Suaka Margasatwa
Pulau Rambut, yang menitikberatkan pada dua kegiatan yaitu 1) pendidikan dan
penelitian, dan 2) wisata terbatas. Kegiatan wisata terbatas yang dimaksudkan di
Pulau Rambut adalah pembatasan dalam hal jumlah pengunjung, musim
kunjungan dan lokasi yang dikunjungi. Selain itu, dari sisi kelembagaan
direncanakan pula untuk menyerahkan Pulau Rambut secara penuh kepada
pihak BKSDA DKI Jakarta, agar tidak terjadi dualisme dalam pengelolaannya.

10
2.2. Interpretasi
2.2.1. Pengertian
Interpretasi merupakan suatu usaha untuk membantu orang lain
menghargai sesuatu yang kita anggap spesial atau penting. Suatu kawasan akan
dilestarikan apabila dianggap penting, karenanya interpretasi merupakan jalan
untuk membantu orang lain memahami hal tersebut (Carter, 2001). Menurut
Veverka (1994) Interpretasi bukanlah suatu benda, tetapi merupakan suatu
proses komunikasi.
Tilden (1957) menjelaskan bahwa Interpretasi merupakan aktivitas
pendidikan yang mengungkapkan makna dan hubungan dalam penggunaan
obyek-obyek alami melalui pengalaman tangan pertama dan dengan media
ilustrasi, serta lebih dari sekedar mengkomunikasikan informasi faktual.
Muntasib (2003) menerangkan bahwa Interpretasi lingkungan adalah
suatu seni dalam menjelaskan keadaan lingkungan (flora, fauna, proses
geologis, proses biotik dan abiotik yang terjadi) oleh pengelola kawasan kepada
pengunjung yang datang ke lokasi tersebut, sehingga dapat memberikan inovasi
dan menggugah pemikiran untuk mengetahui, menyadari, mendidik dan bila
memungkinkan menarik minat pengunjung untuk ikut menjaga lingkungan
tersebut atau mempelajarinya lebih lanjut.

2.2.2. Tujuan
Tilden (1957) menegaskan bahwa tujuan Interpretasi bukan hanya
mengungkapkan keindahan suatu kawasan pada orang lain. Tapi, interpretasi
bertujuan pula untuk meyakinkan pentingnya keberadaan kawasan tersebut dan
mendorong mereka untuk ikut serta melestarikannya. Selanjutnya tujuan
interpretasi sebagai berikut:
1. tujuan utama interpretasi adalah untuk membantu mengubah tingkah laku
dan sikap untuk memotivasi, memberikan inspirasi, mengambil informasi dan
membuatnya berarti dan menarik.
2. tujuan akhir interpretasi adalah untuk membawa pengunjung melalui proses
sensitivitas-kewaspadaan-pemahaman-apresiasi dan akhirnya komitmen.
Sharpe (1982) dalam Muntasib (2003) menyebutkan 3 sasaran
interpretasi, yaitu:
a. Membantu pengunjung dalam mengembangkan kesadaran, apresiasi dan
pemahaman tentang lokasi yang dikunjungi.

11
b. Membantu pihak pengelola mencapai tujuan-tujuan pengelolaan karena: (i)
interpretasi dapat mendorong pengunjung menggunakan sumberdaya
dengan baik, (ii) interpretasi dapat memperkecil atau menghindari dampak
dari aktivitas manusia.
c. Meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap sasaran dan tujuan yang
hendak dicapai oleh suatu institusi/instansi, dengan memasukkan pesan-
pesan ke dalam program interpretasi.

2.2.3. Obyek Interpretasi


Veverka (1994) membagi obyek interpretasi kedalam 3 kelompok, yaitu:
1. Area Biologis yang terdiri dari; danau, sungai, tipe habitat, bentukan unik,
spesies langka, fenomena musiman (mekarnya bunga liar, migrasi burung
dll), area demonstrasi potensial, area perbaikan habitat, area/ program
pengelolaan hidupan liar dan area pengelolaan kayu (tipe manajemen).
2. Sumberdaya Budaya yang terdiri dari: rumah tua atau benteng pertahanan,
puing-puing bangunan tua (penggergajian, dll), medan perang, tapak
kejadian sejarah, tapak arkeologi.
3. Sumberdaya Geologis yang terdiri dari: batuan yang muncul di permukaan,
taman fosil dan bentukan geologis.

2.2.4. Jalur Interpretasi


Berkmuller (1981) menyatakan bahwa cara terbaik untuk menentukan
panjang jalur adalah berdasarkan pada waktu berjalan kaki. Hal ini tergantung
pada tanah lapang, jarak aktual dan orang yang berjalan di jalur tersebut. Jalur
ideal umumnya tidak melebihi 45 menit waktu berjalan kaki, yang terbaik adalah
antara 15 menit sampai 20 menit. Karakteristik jalur interpretasi yang baik
menurut Berkmuller (1981) adalah:
a. Menyajikan pemandangan alam yang indah seperti air terjun, habitat
satwaliar, aliran sungai, gua, pohon besar berumur ratusan tahun
dan sebagainya.
b. Jalur yang menyenangkan untuk berjalan (tidak licin, tidak curam,
tidak berlumpur atau tergenang).
c. Membuat pengunjung tetap gembira, tidak tegang.
d. Mudah dilalui pengunjung, terdapat tanda-tanda serta peta lokasi
(jalur) yang jelas.

12
e. Tidak membahayakan pengunjung.
Menurut Veverka (1994) jalur yang direncanakan dapat berupa :
1. Area yang berhubungan dengan panca indera, seperti: taman bunga,
pekarangan, pemandangan yang indah dan air terjun.
2. Fasilitas yang meliputi: pusat pengunjung, jembatan, toko cinderamata, kantor
informasi, kios-kios, fasilitas demonstrasi (seperti kebun/ladang tebu) dan
lahan pertanian atau taman pekarangan.
3. Kawasan orientasi antara lain:
- Atraksi tapak dan sumberdaya terdekat yang mungkin saja bukan
merupakan bagian dari tapak, tetapi dapat menginterpretasikan tapak yang
sama atau berkaitan
- Lokasi kunci untuk orientasi pengunjung seperti persimpangan jalan utama,
camping ground, area penambatan kapal/perahu dan area kontak
pengunjung lainnya.

2.2.5. Metode Penyampaian Interpretasi


Secara garis besar terdapat dua metode dalam penyampaian interpretasi
(Sharpe, 1982 dalam Muntasib, 2003) :
1. Teknik secara langsung (Attended service)
Teknik secara langsung adalah kegiatan interpretasi yang melibatkan
pemandu (interpreter) dan pengunjung, langsung bersentuhan dengan obyek
interpretasi yang ada, sehingga pengunjung dapat secara langsung melihat,
mendengar atau bila mungkin mencium, meraba, dan merasakan obyek-
obyek interpretasi tersebut.
2. Teknik secara tidak langsung (Unattended service)
Teknik secara tidak langsung adalah kegiatan interpretasi yang dilaksanakan
dengan menggunakan alat bantu (media) dalam memperkenalkan obyek
interpretasi.
Sedangkan menurut Veverka (1994), bentuk layanan dan program
interpretif disampaikan melalui teknik komunikasi yang terbagi menjadi dua yaitu
komunikasi verbal dan komunikasi non-verbal. Setiap teknik memiliki elemen
yang membantu kita mengembangkan isi dan struktur pesan interpretif:
1. Komunikasi Verbal
Untuk memahami komunikasi verbal dalam interpretasi, poin utama yang
dipertimbangkan adalah bahwa pilihan kata yang kita gunakan dapat

13
menyampaikan banyak pesan tersembunyi. Dalam beberapa layanan
interpretif (seperti kaset rekaman, swa-panduan untuk auto tour) pesan
verbal mencakup semuanya. Baik musik latar, tipe suara laki-laki atau
perempuan, muda atau tua, dan jenis aksen adalah semua bagian dari
penciptaan gambaran yang diharapkan. Pesan ini juga merupakan
komponen penghubung antara pendengar dengan pesan-pesan yang
disampaikan.
2. Komunikasi Non-Verbal
Secara umum komunikasi ini memanfaatkan alat indera yang kita miliki.
Beberapa elemen komunikasi non-verbal mencakup : suara, aroma, rasa,
tekstur, warna, simbol, penggunaan ruang, bahasa tubuh dan waktu.
Penyampaian interpretasi dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai media
interpretasi yang merupakan suatu cara, metode, rekaman atau peralatan yang
bisa menyampaikan pesan interpretasi kepada publik.

2.2.6. Perencanaan Interpretasi


Menurut Bradley (1982) sebagaimana dikutip oleh Sharpe (1982) dalam
Muntasib (2003) menyatakan bahwa, agar sebuah perencanaan interpretasi
mencapai tujuannya dengan baik, maka perencanaan tersebut haruslah :
1. Dapat dipergunakan
Dalam interpretasi yang direncanakan, fasilitas interpretasi yang disediakan
harus dapat dipergunakan oleh semua orang. Perhatian utama ditujukan
pada keselamatan pengunjung.
2. Efisiensi
Fasilitas yang dibuat harus efisien dari segi pelayanan, penggunaan dan
pembiayaan serta dapat membantu perencanaan interpretasi.
3. Dapat mengungkapkan keindahan
Menyediakan suatu paket yang bervariasi, tetapi kompak pada sebuah
karakteristik yang ada, indah dan peka serta menimbulkan bayangan atau
gambaran dari subyek interpretasinya.
4. Fleksibel dan selektif
Perencanaan interpretasi merupakan suatu proses yang dinamis, maka harus
fleksibel dan selektif dalam perencanaan interpretasi. Interpretasi yang
disampaikan harus terus berkembang sehingga pengunjung dapat lebih
tertarik.

14
5. Dampak kerugian atau kerusakan seminimal mungkin pada sumberdaya alam
budaya.
6. Penggunaan sumberdaya yang optimal.
7. Partisipasi publik
Diperlukan pula pendapat umum atau saran-saran dari publik dalam sebuah
perencanaan interpretasi secara keseluruhan. Hal ini berfungsi sebagai kritik
dan saran dalam penyusunan interpretasi.

15
III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Suaka Margasatwa Pulau Rambut,


Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Waktu yang diperlukan untuk penelitian ini
selama 1 bulan (12 Februari – 13 Maret 2006).

3.2 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Buku fieldguide pengenalan burung
2. Buku identifikasi tumbuhan
3. Peta kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut
4. Kuesioner untuk pengunjung
5. Pedoman wawancara
6. Alat tulis-menulis
7. Kamera
8. Global Positioning System (GPS), Garmin III+ Plus.
9. Binokuler
10. Alat perekam audio
11. Software OziExplorer, ArcView 3.3, Adobe Photoshop 7.0

3.3. Metode Pengumpulan Data


Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder melalui
studi pustaka, dan data primer ketika verifikasi dan observasi lapangan.
Kemudian menganalisisnya bersama dengan data yang didapat dari hasil
wawancara dan penyebaran kuesioner pada pengunjung.

3.3.1. Studi Pustaka


Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai sejarah
terbentuknya Suaka Margasatwa Pulau Rambut, kondisi umum kawasan (status
dan fungsi kawasan, topografi, iklim, tipe-tipe ekosistem dan pengelolaan
kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut), keanekaragaman flora dan fauna
serta fasilitas-fasilitas interpretasi, khususnya yang terdapat di sepanjang jalur
interpretasi.
3.3.2. Verifikasi dan Observasi Lapangan
Kegiatan ini dilakukan untuk verifikasi (mencocokkan) data yang telah
dikumpulkan pada tahap studi pustaka dengan kondisi yang ada saat ini, serta
menambah dan melengkapi data tersebut dengan data yang didapat dari hasil
observasi lapangan, termasuk kegiatan inventarisasi obyek-obyek interpretasi.
Observasi lapangan dilakukan terhadap:
a. Potensi flora, khususnya yang berada di dalam jalur interpretasi dengan
jangkauan sejauh 10 meter di kiri dan kanan jalur
b. Potensi fauna, pengamatan dan pemetaan satwa dalam jalur interpretasi
dengan jangkauan sejauh 10 meter di kiri dan kanan jalur. Data-data yang
dikumpulkan mencakup:
- jenis satwa yang ditemukan
- lokasi (habitat) setiap satwa di dalam jalur
- waktu ditemukan
- perilaku satwa serta interaksi dengan lingkungannya
c. Potensi budaya dan atau sejarah yang mencakup: obyek sejarah, mitos
atau cerita rakyat tentang Pulau Rambut
d. Fasilitas pendukung interpretasi yang sudah ada di Suaka Margasatwa
Pulau Rambut.

3.3.3. Wawancara dan Kuesioner


Wawancara langsung dengan pengelola Suaka Margasatwa Pulau
Rambut yaitu pihak BKSDA DKI Jakarta, masyarakat sekitar dan pengunjung
Suaka Margasatwa Pulau Rambut. Selain itu, diberikan kuesioner kepada
pengunjung yang datang ke Suaka Margasatwa Pulau Rambut.
a. Wawancara dengan Pengelola
Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui rencana yang telah, sedang
maupun yang akan dilakukan pengelola Suaka Margasatwa Pulau Rambut
(BKSDA DKI Jakarta) yang berkaitan dengan interpretasi kawasan, sistem
pengelolaan kawasan, struktur organisasi serta data penunjang lainnya.
b. Wawancara dengan Masyarakat
Wawancara ini dilakukan kepada masyarakat dan nelayan sekitar (Pulau
Untung Jawa, Tanjung Pasir serta dari wilayah-wilayah dan pulau-pulau sekitar
yang dekat dengan Pulau Rambut) yang sering datang ke kawasan Suaka

17
Margasatwa Pulau Rambut, serta partisipasi dan interaksi masyarakat terhadap
kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut.
c. Wawancara dengan Pengunjung dan Kuesioner
Wawancara dengan pengunjung dikombinasikan dengan penyebaran
kuesioner terstruktur (Lampiran 1). Hal ini untuk mengetahui latar belakang
pengunjung, tujuan dan pola kunjungan/kegiatan yang dilakukan, perhatian
terhadap sumberdaya/potensi (flora, fauna, sejarah), serta persepsi dan harapan-
harapan pengunjung mengenai kegiatan pemanduan dan fasilitas pendukung
interpretasi di dalam kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut.
Kish (1965) dalam Fahruddin (1997) menjelaskan bahwa dalam
pelaksanaan survei terhadap populasi yang besar, maka besarnya intensitas
sampling berkisar antara 0,1 - 10%, besarnya tergantung dari derajat
homogenitas sampel, tingkat ketepatan yang dikehendaki, besarnya biaya, waktu
dan tenaga yang tersedia.
Pada penelitian ini, jumlah responden (pengunjung) yang dimintai
informasinya dengan wawancara dan pengisian kuesioner adalah sejumlah 60
orang (10% dari jumlah kunjungan tahun 2005). Meskipun begitu, akan dilakukan
wawancara secara acak (random) pada pengunjung lain untuk melengkapi
informasi yang didapat dari penyebaran kuesioner.

3.4. Analisis dan Sintesis Data


Analisis data merupakan kegiatan pengolahan terhadap data yang telah
dikumpulkan. Ide-ide yang muncul berkaitan dengan keadaan kawasan penelitian
dan data yang diperoleh, digunakan sebagai bahan untuk melakukan
perencanaan interpretasi di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, kemudian
hasilnya diuraikan secara deskriptif. Analisis yang dilakukan mencakup:
- Analisis sumberdaya
- Analisis jalur yang ditetapkan untuk kegiatan Interpretasi
- Analisis fasilitas pendukung interpretasi
- Analisis karakteristik pengunjung.

18
3.5. Perencanaan Interpretasi
Kegiatan perencanaan ini merupakan tahapan yang dapat
menghasilkan suatu perencanaan interpretasi, yang diperoleh dari tahap analisis
dan sintesis data yang telah dikumpulkan. Adapun perencanaan yang akan
dilakukan adalah rencana satuan interpretasi, yang meliputi perencanaan jalur
interpretasi dan fasilitas pendukung interpretasi, dilengkapi dengan pemetaan
obyek-obyek interpretasi yang terdapat di dalam jalur interpretasi.
Bagan alir penelitian perencanaan interpretasi di Suaka Margasatwa
Pulau Rambut ini disajikan dalam gambar 1.

Suaka Margasatwa Pulau Rambut

Studi Pustaka Verifikasi dan Observasi Lapangan

Wawancara dan Kuesioner

Analisis dan Sintesis Data

Perencanaan Interpretasi di
Suaka Margasatwa Pulau Rambut

Gambar 1. Bagan Alir Penelitian Perencanaan Interpretasi di Suaka Margasatwa


Pulau Rambut.

19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Potensi Satwa


Suaka Margasatwa Pulau Rambut memiliki keanekaragaman satwa
yang tinggi. Hal ini berhubungan dengan beragamnya habitat yang terdapat di
Pulau Rambut. Satwa-satwa yang sudah teridentifikasi dan mudah ditemukan di
kawasan daratan Pulau Rambut mencakup jenis burung, mamalia dan reptilia.
Jenis burung merupakan satwa yang mendominasi Pulau Rambut lebih dari jenis
satwa lainnya, oleh karena itu, Pulau Rambut dikenal juga sebagai surga bagi
burung, terutama jenis burung air.
Burung air yang ditemukan selama penelitian sebanyak 13 jenis (Tabel
3) dari 6 famili burung air yaitu Ciconiidae, Ardeidae, Threskiornitidae,
Anhingidae dan Phalacrocoracidae. Diantara jenis burung air tersebut terdapat
jenis burung air migran (bukan penetap) yaitu burung Bangau bluwok (Mycteria
cinerea) yang sangat dilindungi dengan status terancam punah (vulnerable) dan
Ibis pelatuk besi (Threskiornis melanocephalus). Burung Kuntul kerbau (Bubulcus
ibis) dan Roko-roko (Plegadis falcinellus) pada awalnya merupakan burung
migran, akan tetapi sekarang sudah menjadi burung penetap di Pulau Rambut.
Burung-burung migran datang ke Pulau Rambut pada saat musim
berkembangbiak terutama pada pertengahan bulan Januari dan Februari-Maret.
Hal ini terjadi karena pada bulan-bulan ini sedang terjadi pergeseran musim dari
musim barat yang berangin kencang ke musim peralihan yang berangin pelan,
sehingga burung-burung ini mempunyai cukup waktu untuk beradaptasi dengan
kondisi Pulau Rambut sebelum memasuki masa perkembangbiakan. Burung
Bangau bluwok datang pada pertengahan bulan Januari dan meninggalkan
Pulau Rambut bersama anakannya pada bulan Juli (Ayat, 2002).
Pada musim berbiak tahun 1992 populasi burung air dapat mencapai
24.000 ekor, sedangkan pada musim tak berbiak populasinya hanya mencapai
4.500 ekor (Mardiastuti, 1992). Pada Februari-Maret 2006 kelimpahan total
burung air diperkirakan sebanyak 6.030 ekor. Apabila dibandingkan dengan hasil
penelitian Azhar (2002), jumlahnya mengalami penurunan, hal ini terjadi karena
sebagian besar burung air di Pulau Rambut, pada bulan Februari-Maret baru
memasuki tahap awal perkembangbiakan (fase percumbuan-perkawinan-
menyusun sarang), sehingga belum dihasilkan banyak keturunan. Perubahan
(meningkat atau menurunnya) kelimpahan burung air di Pulau Rambut dapat
disebabkan oleh faktor-faktor alami maupun bukan alami. Kelimpahan akan
meningkat drastis selama musim berkembangbiak, dan akan menurun secara
bertahap selepas musim ini.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kelimpahan adalah
sumber pakan yang berkurang, habitat yang rusak, persaingan antar jenis dalam
mencari tempat bersarang, adanya predator (kematian), pengaruh faktor fisik
(angin) dan pengaruh aktivitas manusia (Azhar, 2002). Adanya aktivitas manusia
di Pulau Rambut, terutama di dalam hutan sekunder campuran menyebabkan
burung-burung air yang sedang bertengger, mengerami telur dan anakan stress.
Ketergangguan tersebut dapat menyebabkan jatuhnya telur-telur yang sedang
dierami dan anakan burung ke lantai hutan, sehingga menyebabkan kematian,
baik langsung maupun dimangsa satwa lainnya seperti biawak.
Burung-burung air yang memiliki kelimpahan paling banyak adalah
burung Kowak malam kelabu (Nycticorax nycticorax), burung Pecuk
(Phalacrocorax sp.) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta). Meskipun bulan Februari
dan Maret merupakan masa awal perkembangbiakan bagi sebagian besar jenis
burung air di Pulau Rambut, tapi ketiga jenis burung air ini sudah lebih dulu
memasuki masa perkembangbiakannya, hal ini dapat dilihat dari banyaknya
sarang serta anakan. Jenis lain yang sudah menghasilkan keturunan pada waktu
penelitian dilaksanakan adalah burung Cangak merah (Ardea purpurea) dan
kuntul kerbau (Bubulcus ibis).
Tabel 3. Burung-burung air yang ditemukan selama penelitian
Nama spesies Perkiraan
kelimpahan
No.
(ekor)
Lokal Latin famili
1 Bangau bluwok * Mycteria cinerea Ciconiidae 7
2 Ibis pelatuk besi * Threskiornis melanocephalus Threskiornitidae 10
3 Ibis roko-roko Plegadis falcinellus Threskiornitidae 83
4 Kowak malam kelabu Nycticorax nycticorax Ardeidae 1.958
5 Kuntul besar Egretta alba Ardeidae 125
6 Kuntul kecil Egretta garzetta Ardeidae 1.530
7 Kuntul sedang Egretta intermedia Ardeidae 213
8 Kuntul kerbau Bubulcus ibis Ardeidae 225
9 Cangak abu Ardea cinerea Ardeidae 97
10 Cangak merah Ardea purpurea Ardeidae 75
11 Pecuk # Phalacrocorax sp. Phalacrocoracidae 1.640
12 Pecuk ular Anhinga melanogaster Anhingidae 67
13 Kokokan laut Butorides striatus Ardeidae tak diketahui
jumlah 6.030
Keterangan: * burung air migran
# Pecuk terdiri dari Pecuk kecil (Phalacrocorax niger), Pecuk belang (Phalacrocorax melanoleucus)
dan Pecuk hitam (Phalacrocorax sulcirostris).

Burung Kowak malam kelabu ditemukan hampir di semua tempat yang


dapat dilalui manusia di Pulau Rambut, dan sering ditemukan bersama-sama

21
dengan jenis lainnya seperti burung Pecuk serta burung Cangak abu (Ardea
cinerea) pada satu pohon besar. Hal ini disebut dengan asosiasi, yang
merupakan bentuk perilaku sosial burung air di Pulau Rambut. Burung-burung air
yang dapat berasosiasi adalah dari famili yang berbeda, karena terdapat
spesifikasi kebutuhan akan sumberdaya dari masing-masing jenis tersebut yang
tidak saling tumpang tindih, sehingga dapat hidup bersama. Burung Kowak
malam kelabu dapat berasosiasi dengan hampir seluruh jenis burung air, bahkan
dapat berasosiasi dengan jenis mamalia (Kalong).
Burung Bangau bluwok (Mycteria cinerea) merupakan burung yang
sangat peka terhadap gangguan, burung ini jarang berkumpul dengan burung air
lain pada satu pohon. Hal ini terjadi karena burung bluwok berukuran lebih besar
dari burung-burung lain, sehingga membutuhkan ruang yang leluasa untuk
bergerak, terutama untuk terbang dengan cara flapping (mengepakkan sayap).
Meskipun begitu burung Bangau bluwok kadang ditemukan bersama dengan
burung Ibis pelatuk besi (Threskiornis melanocephalus) dan Cangak abu di
pohon-pohon besar seperti pohon kepuh, kedoya dan sawo kecik.
Jenis burung lain yang ditemukan selama penelitian sebanyak 20 jenis
burung (Tabel 4) terdiri dari burung terestrial dan burung pantai. Jenis burung-
burung selain burung air ini memiliki pergerakan (mobilitas) yang sangat tinggi,
sehingga dapat ditemukan kapan saja hampir di seluruh areal Pulau Rambut.
Burung terestrial yang paling sering ditemukan adalah burung Kepodang kuduk-
hitam (Oriolus chinensis). Burung ini kadang berada di depan pos BKSDA pada
pagi hari, dan lebih seringnya melakukan pergerakan di dalam hutan sekunder
campuran sampai ke dekat menara pengamatan.
Burung terestrial lain yang dapat ditemukan di dekat pos BKSDA adalah
Gagak hutan (Cervus enca), Kucica kampung (Copysycus saularis), Remetuk
laut (Gerygone sulphurea) dan burung Madu sriganti (Nectarinia jugularis).
Burung-burung terestrial lainnya, yang terlihat dari menara pengamatan adalah
burung Pergam laut (Ducula bicolor), Elang laut-perut putih (Haliaeetus
leucogaster) dan tekukur (Streptopelia chinensis). Burung-burung ini dapat
teramati dari menara pengamatan karena terbang menembus tajuk pepohonan
yang tinggi, dan sering bertengger di pepohonan yang dekat dengan menara
pengamatan.

22
Tabel 4. Burung terestrial dan burung pantai yang ditemukan selama penelitian
Nama spesies
No.
Lokal Latin
1 Kerak kerbau Acridotheres javanicus
2 Kepodang kuduk-hitam Orilous chinensis
3 Burung madu sriganti Nectarinia jugularis
4 Gagak hutan Corvus enca
5 Kucica kampung Copysycus saularis
6 Cekakak sungai Halycon cyanoventris
7 Tekukur Streptopelia chinensis
8 Pergam laut Ducula bicolor
9 Remetuk laut Gerygone sulphurea
10 Elang laut perut putih Haliaeetus leucogaster
11 Srigunting gagak Dicrurus hottentottus
12 Kekep babi Artamus leucorhynchus
13 Cikalang kecil Fregata ariel
14 Kutilang Pycnonotus aurigaster
15 Tuwur asia Eudynamys scolopacea
16 Caladi ulam Dendrocopus masei
17 Cabai jawa Dicaeum trochileum
18 Bubut Jawa Centropus nigrorufous
19 Trinil pantai Tringa hypoleucos
20 Gajahan kecil Numenius phaeopus

Jenis mamalia yang berada di Pulau Rambut adalah Kalong (Pteropus


vampyrus). Kalong setidaknya menempati 3 lokasi koloninya di dalam hutan
sekunder campuran dan bergelantungan di pohon Kedoya, jumlahnya kurang
lebih 200 ekor. Kalong-kalong ini keluar mencari makan dari Pulau Rambut pada
sore hari bersama burung kowak malam kelabu (nokturnal) dan kembali pada
pagi hari. Kesamaan sifat ini mungkin menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan burung Kowak malam kelabu mampu berasosiasi dengan kalong.
Keberadaan kalong di Pulau Rambut secara umum tidak memberi gangguan
berarti pada burung air, tetapi akan sangat mengganggu bila terjadi ledakan
populasi, karena satwa ini menggunakan jenis pohon yang sama dengan yang
dibutuhkan oleh berbagai jenis burung air sebagi tempat tinggal.
Jenis reptilia yang ditemukan selama penelitian adalah ular Sanca
kembang (Phyton reticulatus), ular Cincin emas (Boiga dendrophila), Biawak air-
asia (Varanus salvator), Kadal (Mabouya mabouya) dan Tokek (Gecko gecko).
Reptil-reptil ini tersebar terutama di hutan sekunder campuran, namun sering
pula ditemukan di hutan pantai dan hutan mangrove untuk mencari makan.
Biawak merupakan jenis reptil yang paling mudah ditemukan,selain
karena jumlahnya paling banyak diantara reptil-reptil lainnya, jenis satwa ini
memiliki mobilitas (pergerakan) yang tinggi di Pulau Rambut. Pada pagi dan sore
hari biawak akan mudah terlihat, bahkan mencari makan sampai ke pantai. Hal
ini terjadi karena biawak memilih waktu-waktu dengan kondisi cuaca yang tidak
terlalu panas untuk bergerak. Pada siang hari, banyaknya biawak berada di
hutan sekunder campuran yang lebih rindang dengan iklim mikro yang sejuk.

23
Biawak merupakan pemangsa alami untuk burung air di Pulau Rambut. Reptil ini
memangsa burung air yang jatuh atau melakukan aktivitas di lantai hutan. Selain
itu, memiliki kemampuan untuk menaiki pohon-pohon yang tidak terlalu tinggi dan
memangsa telur-telur burung air. Meskipun begitu, biawak termasuk satwa yang
sangat peka terhadap kehadiran manusia, satwa ini akan lari dan bersembunyi
dengan cepat bila bertemu dengan manusia.
Pada musim perkembangbiakan burung air di Pulau Rambut, jumlah
biawak akan meningkat seiring dengan peningkatan kelimpahan burung air. Hal
ini merupakan hubungan yang logis antara mangsa dan pemangsa. Semakin
banyak mangsa, maka akan meningkat pula jumlah pemangsa. Selama
penelitian dilaksanakan, banyak ditemukan sisa-sisa telur biawak yang telah
menetas dan anakannya.
Reptilia jenis ular Sanca kembang dan ular Cincin mas, masing-masing
hanya ditemukan sekali selama penelitian. Berdasarkan informasi dari petugas
BKSDA di lapangan, satwa-satwa ini memang memiliki sifat yang mudah
terganggu dan menghindari pertemuan dengan manusia. Meskipun satwa ini
merupakan pemangsa alami burung air, namun jumlahnya tidak sebanyak
biawak karena jenis satwa ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
mencerna makanannya. Ular Cincin mas menggunakan tumbuhan kingkit
dengan tajuk yang rapat untuk berjemur, ataupun ditemukan melilit di cabang
atau ranting pohon. Ular ini mencari makan dengan bergerak dari satu pohon ke
pohon lain.

24
4.1.1. Pemetaan Potensi Satwa
Hutan sekunder campuran dan hutan mangrove memiliki wilayah paling
luas di Pulau Rambut, dan merupakan habitat utama bagi sebagian besar jenis
satwa di Pulau Rambut terutama jenis burung air. Burung-burung air menyebar
dalam kelompok secara acak di kedua jenis hutan ini, namun penyebarannya
sangat dipengaruhi oleh kondisi penutupan lahan di Pulau Rambut. Secara
umum, penutupan lahan Suaka Margasatwa Pulau Rambut diperlihatkan pada
Gambar 2.

Sumber: Lab. Analisis Lingkungan dan Data Spasial. DKSHE.

Gambar 2. Peta Penutupan Lahan Suaka Margasatwa Pulau Rambut

Pada bulan Februari-Maret, burung-burung air lebih banyak tersebar di


bagian Tengah Pulau Rambut, tepatnya di hutan sekunder campuran bagian
Tengah dan Timur. Hal ini disebabkan adanya tiupan angin barat yang kencang
di sekeliling Pulau Rambut, sehingga burung-burung ini berlindung di bagian
tengah yang ditumbuhi pepohonan khas hutan sekunder campuran.
Pohon-pohon yang dipilih terutama jenis pohon yang memiiki ketahanan
yang kuat terhadap tiupan angin serta memiliki ketinggian dan percabangan yang
ideal untuk menempatkan sarangnya seperti pohon kepuh, kedoya dan sawo
kecik. Jenis-jenis burung air yang menempati bagian tengah Pulau Rambut
adalah burung Kowak malam kelabu, burung Pecuk padi dan Pecuk hitam,

25
burung Kuntul kerbau, Cangak abu, Pecuk ular, Ibis pelatuk besi dan Bangau
bluwok. Hampir semua jenis burung air yang menempati hutan sekunder
campuran di bagian Tengah Pulau Rambut, menempati pula hutan mangrove di
sebelah Barat Laut, Utara dan Timur Laut Pulau Rambut kecuali burung Ibis
pelatuk besi. Namun, kelimpahan burung air yang menempati hutan sekunder
pada bagian Tengah Pulau Rambut pada bulan Februari-Maret lebih banyak
daripada yang menempati hutan mangrove. Kondisi ini terjadi karena adanya
kerusakan hutan mangrove yang cukup luas di bagian Timur Laut Pulau Rambut,
sehingga burung-burung air terdorong untuk menempati hutan sekunder
campuran (selain adanya pengaruh angin barat).
Jenis satwa lainnya (mamalia dan reptilia) menempati hutan sekunder
campuran bersama dengan burung air. Reptilia menempati menempati lantai
hutan, tetapi memiliki kemampuan naik ke strata yang lebih tinggi, terutama
untuk memangsa burung-burung air. Meskipun dapat melakukan mobilitas tinggi,
namun sama seperti sebagian besar jenis burung air yang terdapat di hutan
sekunder campuran, satwa-satwa ini relatif menempati habitat yang tetap
sehingga dapat dipetakan posisinya.
Suaka Margasatwa Pulau Rambut sesuai dengan fungsinya merupakan
kawasan perlindungan keunikan atau kekhasan berbagai jenis satwa. Keunikan
satwa-satwa tersebut terletak pada berbagai segi diantaranya keanekaragaman
jenis, ciri khas setiap jenis, perilaku setiap jenis dan interaksi diantara jenis satwa
yang ada. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Pulau Rambut
memiliki keanekaragaman satwa yang tinggi terutama jenis burung air. Setiap
jenis satwa memiliki ciri-ciri khusus (morfologi) yang membuatnya dapat dikenali
dan dibedakan dari jenis lainnya.
Perilaku satwa pun merupakan hal yang sangat menarik untuk diamati.
Setiap jenis satwa yang berada di Pulau Rambut memiliki perilaku yang khas,
baik perilaku secara individu, kelompok, maupun hasil interaksi dengan individu
dan kelompok. Perilaku setiap jenis satwa mulanya berkaitan dengan morfologi
yang dipunyai dan terjadi sebagai respon atas kondisi lingkungan di sekitarnya
dengan tujuan untuk mempertahankan hidup.
Perilaku perkembangbiakan burung air dapat diamati pada bulan
Februari-Maret. Secara umum, rangkaian perilaku perkembangbiakan burung air
dimulai dengan fase percumbuan (dilanjutkan ke fase kawin), fase membuat
sarang sampai fase memelihara anak. Rangkaian perilaku perkembangbiakan ini

26
merupakan atraksi yang sangat menarik untuk diamati karena setiap burung air
memiliki cara tersendiri (khas) untuk melakukannya. Pada fase percumbuan,
burung (induk) jantan akan melakukan display untuk menarik perhatian burung
betina. Fase ini merupakan fase awal, serta upaya sinkronisasi kesiapan
pasangan untuk kemudian melakukan perkawinan.
Fase lainnya yang juga menarik adalah fase membuat sarang. Pada
sebagian besar burung air, pasangan akan bekerjasama untuk membuat sarang.
Hal yang paling menarik adalah ketika burung mencari bahan-bahan untuk
membuat sarang dan menyusun sarang. Bahan-bahan untuk sarang sebagian
besar terdiri atas ranting-ranting pohon dengan komposisi bahan berbeda untuk
setiap jenis burung air. Ranting-ranting hidup didapat langsung dari pohon yang
dipatahkan dengan menggunakan paruhnya yang tajam.
Burung-burung air yang menempati hutan sekunder campuran di bagian
Tengah Pulau Rambut relatif menetap pada lokasi-lokasi tertentu, terutama bila
sudah menempatkan sarangnya pada pohon yang tepat, sehingga
mempermudah untuk dilakukan pemetaannya. Selanjutnya, satwa-satwa yang
ditemukan di Suaka Margasatwa Pulau Rambut selama penelitian dilaksanakan
(bulan Februari-Maret 2006) dipetakan pada peta penutupan lahan dan hasilnya
dapat dilihat pada Gambar 3.
Secara umum, satwa-satwa di Pulau Rambut dapat ditemukan
sepanjang waktu, akan tetapi ada pula jenis satwa yang muncul pada waktu-
waktu tertentu saja. Data dan pemetaan potensi satwa pada selang waktu 06.00-
18.00 WIB selama Bulan Februari-Maret 2006 di Suaka Margasatwa Pulau
Rambut dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.

27
4.2. Potensi Flora
Terdapat tiga tipe vegetasi utama di Pulau Rambut yaitu vegetasi hutan
pantai, hutan sekunder campuran dan hutan mangrove. Hutan pantai didominasi
oleh komunitas Thespelia populnea - Acacia auriculliformis, hutan sekunder
campuran didominasi oleh komunitas Sterculia foetida - Dyxoxylum
caulostachyum sedangkan pada tingkat semak dikuasai kingkit (Triphasia trifolia)
dan hutan mangrove didominasi oleh komunitas Ceriops tagal - Rhizophora
mucronata (Imanuddin dan Mardiastuti, 2003).
Inventarisasi tumbuhan yang dilakukan sepanjang jalur interpretasi
yang sudah ada di Pulau Rambut (10 m kiri dan kanan jalur), mencatat 34 jenis
tumbuhan (Tabel 5) diantaranya kepuh (Sterculia foetida), kedoya (Dyxoxylum
caulostachyum), mengkudu (Morinda citrifolia ) dan melinjo (Gnetum gnemon).
Selain itu, ditemukan juga semak dan tumbuhan bawah seperti Kingkit (Triphasia
trifolia), Cabai jawa (Piper retrofractum), Oyot ubi (Dioscorea bulbifera) dan
Sundel malam (Ipomoea longiflora).
Tabel 5. Flora sepanjang jalur interpretasi (10 meter kanan-kiri jalur pengamatan)
No Nama jenis Bentuk Tumbuhan
Lokal Latin (Life form)
1 Anting-anting - Tumbuhan bawah
2 Api-api Avicenia officinalis Pohon
3 Bakau Rhizophora mucronata Pohon
4 Baniran Neoscarthechinia kingii Pohon
5 Bayam duri Amarantus spinosus Tumbuhan bawah
6 Beringin pencekik Ficus sp Pohon
7 Bola-bola Xylocarpus granatum Pohon
8 Boni-bonian - Tumbuhan bawah
9 Cabai jawa Piper retrofractum Tumbuhan bawah
10 Daun suji Draceana sanderiana Semak
11 Jambu-jambu Eugenia spp Pohon
12 Jati pasir Scaerota frustescens Pohon
13 Kayu hitam Diospyros maritima Pohon
14 Kedoya Dyxoxylum caulostachyum Pohon
15 Kepuh Sterculia foetida Pohon
16 Kesambi Schleichera oleosa Pohon
17 Ketapang Terminallia catappa Pohon
18 Kingkit Triphasia trifolia Tumbuhan bawah
19 Kolang-kaling Cyratia trifolia Tumbuhan bawah
20 Koreak Guettarda speciosa Tumbuhan bawah
21 Kresek Ficus timorensis Pohon
22 Lebar daun - Tumbuhan bawah
23 Melinjo Gnetum gnemon Pohon
24 Mengkudu Morinda citrifolia Pohon
25 Mindi Melia azedirach Pohon
26 Oyot ubi Dioscorea bulvifera Tumbuhan bawah
27 Papasan - Tumbuhan bawah
28 Pepaya Carica papaya -
29 Pereak/imer-imer Breynia racemosa Tumbuhan bawah
30 Petai cina Leucaena leucocepohala Pohon
31 Pulai Alstonia shcolaris Pohon
32 Rotan wowo Rhapidophora minor Tumbuhan bawah
33 Saga pohon Adenanthera pavonina Pohon
34 Sangga langit Quamoclit pennata Pohon

29
Pohon Kepuh (Sterculia foetida) dan pohon Kedoya (Dyxoxylum
caulostachyum) termasuk jenis pohon besar dengan percabangan yang rindang,
sehingga digunakan oleh berbagai jenis burung air sebagai tempat meletakkan
sarang, maupun sekedar tempat berlindung sementara (shelter). Jenis satwa
yang menggunakan pohon Kepuh dan Kedoya sebagai tempat tinggal
diantaranya burung Kowak malam kelabu (Nycticorax nycticorax), Pecuk padi
(Phalacrocorax niger), Kuntul kerbau (Bubulcus ibis) dan Bangau bluwok
(Mycteria cinerea).
Kingkit (Triphasia trifolia) merupakan tumbuhan semak yang dapat
ditemukan hampir di sepanjang jalur interpretasi yang sudah ada di Pulau
Rambut dan kadang dililit oleh tumbuhan merambat Oyot ubi (Dioscorea
bulvifera). Pertumbuhan kingkit dapat mencapai 3 sampai 4 meter, buahnya
merah menyala bila telah masak dan rasanya masam. Kingkit dengan
percabangan rindang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi karena baik bila
diolah menjadi bonsai.
Mengkudu (Morinda citrifola) dan Cabai jawa (Piper retrofractum)
termasuk jenis tumbuhan obat yang sudah sangat dikenal masyarakat.
Mengkudu terutama berkhasiat sebagai obat liver dan hipertensi (darah tinggi),
dan Cabai jawa digunakan sebagai campuran jamu (termasuk obat peningkat
stamina/daya tahan tubuh). Tumbuhan-tumbuhan ini mudah ditemukan di Pulau
Rambut, dan tumbuh di sepanjang jalur interpretasi di dalam hutan sekunder
campuran. Sedangkan tumbuhan-tumbuhan yang dapat digunakan sebagai
bahan makanan diantaranya papasan (dimanfaatkan buah dan daunnya),
kesambi (Schleichera oleosa) daunnya dapat dimakan, melinjo (Gnetum
gnemon) buah dan daun dapat dimakan, dan pepaya (Carica papaya)
dimanfaatkan daun dan buahnya.

4.3. Potensi Budaya


a. Cerita Rakyat
Pulau Rambut, sebagai salah satu kawasan yang sangat diperhatikan
karena keunikan dan keanekaragaman hayatinya, terutama jenis burung air, dan
dilindungi dengan berbagai undang-undang/peraturan, tetap tidak terlepas dari
berbagai cerita rakyat yang diceritakan secara turun-temurun. Meskipun
sekarang sudah banyak versi ceritanya, namun dari hasil wawancara dengan
petugas BKSDA DKI Jakarta yang telah lama bertugas di Pulau Rambut yang
merupakan warga asli Pulau Untung Jawa, dapat dihimpun 2 cerita rakyat yang

30
menerangkan sejarah terbentuknya Pulau Rambut menurut kepercayaan
masyarakat.
1. Cerita rakyat versi “Puteri”
Dulu ada putri dari daerah selatan Jawa (Nyi Roro Kidul) yang
berkunjung ke utara dengan disertai oleh banyak pengawal dan membawa
banyak perbekalan pula. Puteri tersebut menggunakan “cemara” atau rambut
tambahan konde di kepalanya.
Akan tetapi di tengah perjalanan di laut utara rombongan tersebut
terkena angin ribut (badai) dan karam. Kemudian bokor yang karam berubah
menjadi Pulau Bokor, damar yang dibawa dan karam berubah menjadi Pulau
Damar serta cemara yang dipakai sang puteri terlepas dan berubah menjadi
Pulau Rambut.
2. Cerita rakyat versi “Jawara”
Dulu ada seorang jawara yang memiliki kekuatan luar biasa kuat, tak
ada yang bisa mengalahkannya karena ia bisa bangkit kembali walaupun telah
dibunuh dan dikubur kecuali dipisahkan rambut dari tubuhnya sebelum dikubur
terpisah. Akhirnya jawara tersebut dapat dikalahkan dengan memisahkan
rambutnya dari tubuhnya dan rambut jawara yang dipisahkan tersebut kemudian
berubah menjadi Pulau Rambut.

b. Peninggalan Sejarah
Interpretasi bukan hanya menyampaikan informasi atas obyek-obyek
ilmiah saja, tapi juga termasuk informasi budaya atau sejarah. Selain
keanekaragaman hayati yang tinggi terutama jenis burung air, terdapat pula
suatu peninggalan sejarah di Pulau Rambut. Peninggalan sejarah tersebut
berupa dua buah kuburan yang dipercaya merupakan kuburan nenek moyang
dari satu keluarga yang tinggal di daerah Depok. Beberapa anggota keluarga
tersebut melakukan ziarah ke Pulau Rambut secara rutin pada waktu-waktu
tertentu.
Meskipun sekilas obyek ini tidak berkaitan dengan obyek-obyek ilmah
lain yang ada di Pulau Rambut, tapi dapat turut memperkaya informasi yang
disampaikan kepada pengunjung melalui interpretasi. Selain itu menunjukkan
bahwa Pulau Rambut sudah dikenal sejak lama dan perlu dilestarikan
keberdaannya mengingat kawasan ini sangat penting sebagai habitat utama
berbagai jenis burung air.

31
4.4. Interaksi dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Suaka Margasatwa
Pulau Rambut
4.4.1. Pemanfaatan Potensi Kawasan
Interaksi masyarakat dengan Pulau Rambut sangat tinggi, terutama
masyarakat yang berasal dari Pulau Untung Jawa dan Tanjung Pasir sebagai
daerah yang paling dekat dengan Pulau Rambut. Selain itu, ada juga yang
berasal dari daerah lainnya seperti Rawa Bokor, Tanjung Kait, Pulau Lancang
dan Muara Karang yang semuanya masih termasuk wilayah Tangerang dan
Jakarta. Selama penelitian tercatat sebanyak 10 kali kunjungan masyarakat
sekitar (yang langsung ke Pulau Rambut), rata-rata 5 orang per kunjungan.
Sedangkan masyarakat nelayan datang setiap hari dengan menggunakan
perahu motor, untuk menjaring ikan di sekeliling Pulau Rambut.
Tujuan masyarakat datang ke Pulau Rambut terutama untuk mencari
bahan makanan seperti keong, kerang, rajungan dan ikan serta tumbuh-
tumbuhan yang bisa dimakan seperti daun pepaya dan melinjo. Masyarakat
nelayan yang mencari ikan datang ke pulau rambut hampir setiap hari dengan
menggunakan perahu nelayan yang dilengkapi jaring penangkap ikan.
Masyarakat masih diperbolehkan untuk memasuki kawasan Pulau
Rambut, bahkan penetrasinya sampai kedalam hutan sekunder/pada jalur
interpretasi. Meski demikian, petugas selalu memberikan himbauan agar
masyarakat tidak melakukan aktivitas yang mengganggu kelestarian Pulau
Rambut dan terus melakukan pengawasan.

4.4.2. Partisipasi Masyarakat Terhadap Pengelolaan Suaka Margasatwa


Pulau Rambut
Pulau Untung Jawa telah dijadikan sebagai daerah penyangga (buffer
zone) dalam pengelolaan Suaka Margasatwa Pulau Rambut, untuk menunjang
kegiatan pengawasan dan pengamanan kawasan tersebut. Selain karena
jaraknya yang paling dekat dengan Pulau Rambut, masyarakat Pulau Untung
Jawa juga merupakan masyarakat yang intensitas hubungannya paling tinggi
dengan Pulau Rambut bila dibandingkan dengan masyarakat daerah lainnya. Hal
tersebut dikuatkan dengan pencanangan Pulau Untung Jawa sebagai “desa
wisata nelayan andalan” pada akhir tahun 2003 (BKSDA, 2005).
Berdasarkan informasi dari petugas BKSDA DKI Jakarta di lapangan,
masyarakat Pulau Untung Jawa selalu diikutsertakan apabila ada proyek-proyek

32
pembangunan di Pulau Rambut, seperti pembangunan tanggul beton penahan
abrasi di sebelah Timur Pulau Rambut. Hal inilah yang menguatkan rasa memiliki
masyarakat Pulau Untung Jawa terhadap Pulau Rambut, ditambah dengan
kedekatan yang terjalin sejak lama karena hampir seluruh petugas Pulau Rambut
berasal dari Pulau Untung Jawa. Selain itu, banyaknya pengunjung (wisatawan)
Pulau Untung Jawa yang berkeinginan meneruskan kunjungannya ke Pulau
Rambut secara tidak langsung menjadi tuntutan bagi masyarakat Pulau Untung
Jawa untuk menjaga dan mengetahui potensi Pulau Rambut sehingga dapat
menginformasikannya pada pengunjung yang datang.

4.5. Karakteristik, Pengetahuan dan Tanggapan Pengunjung


Data mengenai pengunjung didapat dari hasil penyebaran kuisioner
yang ditujukan kepada seluruh pengunjung yang datang. Selama penelitian
dilaksanakan didapat 34 orang pengunjung yang mengisi kuisioner. Data ini
merupakan salah satu acuan dalam melihat karakteristik serta kecenderungan
minat dan harapan pengunjung, dalam melaksanakan kegiatannya di Pulau
Rambut.
4.5.1. Karakteristik Pengunjung
a. Latar Belakang Pengunjung
Latar belakang pengunjung Suaka Margasatwa Pulau Rambut (Tabel 6)
yang dimaksud mencakup asal, jenis kelamin, usia dan pendidikan terakhir.
Pengunjung yang datang ke Pulau Rambut (selama penelitian dilaksanakan)
sebagian besar berasal dari wilayah yang dekat dengan Pulau Rambut yaitu
Jakarta (67,64%), menunjukkan bahwa Pulau Rambut disadari sebagai lokasi
yang memiliki keunikan tertentu. Adanya pengunjung yang berasal dari daerah-
daerah yang cukup jauh dengan Pulau Rambut (Bogor, Bandung,dll)
menunjukkan bahwa kawasan ini telah cukup dikenal oleh masyarakat luas.
Pengunjung-pengunjung tersebut kebanyakan tinggal di kota yang dekat dengan
Pulau Rambut (Jakarta dan Bekasi) baik untuk bekerja maupun belajar/kuliah.
Pengunjung yang datang lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki
(58,82%). Hal ini berhubungan dengan kondisi laut di wilayah Pulau Rambut
yang berombak cukup tinggi (angin musim barat) pada bulan Februari-Maret.
Serta menunjukkan pula bahwa pengunjung yang datang ke Pulau Rambut
sangat memperhatikan keselamatan mereka.

33
Tabel 6. Latar belakang pengunjung
Persentase
No Karakteristik Pengunjung Jumlah Responden
jawaban
1. Asal Jakarta 23 67,64
Bekasi 2 5,88
Bogor 2 5,88
Tangerang 2 5,88
Banten 1 2,94
Cilegon 1 2,94
Pontianak 1 2,94
Bandung 1 2,94
Ambon 1 2,94
2. Jenis kelamin Laki-laki 20 58,82
Perempuan 14 41,17
3. Usia 26 – 50 tahun 18 52,94
18 – 25 tahun 16 47,05
12 – 17 tahun 0 0
>50 tahun 0 0
4. Pendidikan terakhir Perguruan tinggi 31 91,17
SMA 3 8,82
SMP 0 0
5. Lama kunjungan 2 hari 23 67,64
1 hari 9 26,47
lebih dari 1 bulan 2 5,88
3 hari 0 0
1 minggu 0 0

Usia pengunjung yang datang didominasi oleh pengunjung yang


berumur 26 - 50 tahun (52,94%), hal ini menunjukkan bahwa interpretasi yang
disampaikan merupakan interpretasi untuk pengunjung berusia dewasa. Selain
itu, penggunaan fasilitas-fasilitas pendukung interpretasi dapat dioptimalkan
dengan memberi keterangan secara lengkap/rinci yang dilengkapi dengan nama-
nama ilmiah/latin dari obyek yang ada di Pulau Rambut. Penggunaan
keterangan-keterangan ilmiah akan tetap dimengerti oleh pengunjung, hal
tersebut terkait dengan tingkat pendidikan pengunjung yang tinggi karena
sebagian besar sedang mengikuti pendidikan atau sudah lulus dari perguruan
tinggi (91,17%).
Pengunjung Pulau Rambut pada tahun 2005 (Lampiran 2), sebagian
besar berlatar belakang pendidikan SMU dan datang pada musim liburan (akhir
tahun) dengan jumlah yang sangat besar, bahkan pada bulan September 2005
ada sejumlah 100 orang yang datang ke Pulau Rambut dalam satu kali
kunjungan. Hal ini menunjukkan bahwa Pulau Rambut masih dipandang sebagai
daerah tujuan wisata seperti daerah wisata pada umumnya. Oleh karena itu,
peraturan yang ada harus benar-benar diterapkan oleh pihak BKSDA DKI
Jakarta mengenai pembatasan aktivitas manusia di Pulau Rambut (jumlah
pengunjung, musim kunjungan dan lokasi yang dikunjungi).
Sedangkan pada tahun 2006 sebagian besar berlatar belakang
pendidikan perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun pada bulan

34
Februari-Maret terjadi musim barat dengan air yang bertiup kencang dan ombak
yang mencapai ketinggian 1,5 m – 2 m, Suaka Margasatwa Pulau Rambut tetap
menajdi daerah tujuan kegiatan pendidikan dan atau penelitian.
Pengunjung yang datang ke Pulau Rambut sebagian besar selama 2
hari (67,64%) dan menginap sehingga harus diperhatikan pengaturan jumlah
maksimal pengunjung yang datang, serta fasilitas penginapan. Pengunjung
sebaiknya disarankan untuk menginap di Pulau Untung Jawa, baik di
penginapan-penginapan yang dimiliki penduduk, penginapan BKSDA ataupun di
camping ground. Sehingga aktivitas yang mungkin dapat mengganggu satwa di
malam hari dapat dihindarkan kecuali untuk pengunjung yang berada di Pulau
Rambut lebih dari 1 bulan dan melakukan penelitian (5,88%), perlu dibangun
pondok khusus peneliti, baik terpisah atau disatukan dengan pos BKSDA yang
telah ada.

b. Tujuan dan pola kunjungan


Karakteristik pengunjung pada bagian ini mencakup tujuan kunjungan,
kegiatan yang paling disukai dan bentuk kedatangan ke Suaka Margasatwa
Pulau Rambut (Tabel 7). Tujuan pengunjung datang ke Pulau Rambut adalah
untuk penelitian (25,47%), hal ini sesuai dengan fungsi Suaka Margasatwa Pulau
Rambut yang dititikberatkan pada kegiatan-kegiatan pendidikan dan atau
penelitian.
Oleh karena itu, fasilitas interpretasi yang mendukung tujuan ini perlu
dioptimalkan dengan memberikan informasi lengkap mengenai Pulau Rambut
dan segala potensinya. Selain itu, tujuan pengunjung untuk penelitian akan
mempermudah diterimanya pesan-pesan mengenai upaya perlindungan Pulau
Rambut. Selain untuk penelitian, sebagian pengunjung datang dengan tujuan
berekreasi (23,52%). Hal ini berhubungan dengan asal pengunjung yang
sebagian besar dari kota-kota besar yang padat penduduk dan polusi, sehingga
pengunjung sengaja mencari daerah-daerah seperti Pulau Rambut yang masih
menyajikan kondisi alam yang bisa menyegarkan kembali pikiran.
Pengunjung yang bertujuan lain ke Pulau Rambut (47,05%) diantaranya
untuk kegiatan kemahasiswaan (tugas kuliah, kegiatan pecinta alam) dan
kunjungan kedinasan. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan terhadap
pengunjung tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengunjung yang datang

35
untuk tujuan kemahasiswaan dapat dikategorikan melakukan kegiatan
pendidikan atau penelitian.
Tabel 7. Tujuan dan pola kunjungan pengunjung
Persentase
No Karakteristik Pengunjung Jumlah Responden
jawaban
1. Tujuan utama datang ke penelitian 9 26,47
Pulau Rambut rekreasi 8 23,52
perjalanan ilmiah sekolah 1 2,94
lainnya 16 47,05
2. Kegiatan yang paling melihat & menikmati
21 61,76
disukai di Pulau Rambut * pemandangan
mengamati binatang 11 32,35
mengamati tumbuhan 7 20,58
memancing dan berenang 5 14,71
lainnya 4 11,76
3. Bentuk kedatangan keluarga 24 70,58
sendiri 1 2,94
teman 1 2,94
lainnya 8 23,53
Ket: * pengunjung menjawab lebih dari 1 jawaban

Kegiatan yang disukai pengunjung di pulau Rambut terutama melihat


dan menikmati pemandangan alam (61,76%) hal ini terutama karena kondisi
alami Suaka Margasatwa Pulau Rambut yang memiliki lokasi-lokasi dengan
pemandangan yang indah seperti laguna dan pantai berpasir. Berimbangnya
pengunjung yang datang dengan tujuan penelitian dan tujuan berekreasi dapat
mengarah kepada suatu interpretasi yang mendukung hal ini. Di lokasi-lokasi
yang disukai pengunjung dapat dibuat suatu papan interpretasi yang
menjelaskan kondisi alamiah yang ada dengan disertai peringatan-peringatan
untuk selalu menjaga kelestarian Pulau Rambut. selain itu, pengunjung datang
untuk mengamati binatang (32,35%), sehingga informasi mengenai Suaka
Margasatwa Pulau Rambut terutama tentang keanekaragaman dan keunikan
satwanya harus disampaikan melalui media-media yang mudah dilihat dan
dipahami.
Pengunjung lebih banyak datang bersama keluarga (70,58%) dan
lainnya (26,47%) yang kebanyakan datang berkelompok, sehingga interpretasi
dapat disampaikan pula dengan diskusi kelompok. Informasi yang disampaikan
kepada pengunjung yang berkelompok dapat bermanfaat dalam menghimpun
dukungan pelestarian Pulau Rambut dari masyarakat luas. Pembatasan jumlah
pengunjung dan frekuensi kegiatan di Suaka Margasatwa Pulau Rambut perlu
ditegaskan melalui peraturan yang sah, sehubungan dengan pola kedatangan
pengunjung yang sebagian besar berkelompok ini.

36
4.5.2. Pengetahuan Tentang Potensi Kawasan Suaka Margasatwa Pulau
Rambut
Pengetahuan pengunjung ini mencakup pengetahuan mengenai potensi
Pulau Rambut baik flora maupun fauna (Tabel 8). Pengunjung memandang
keunikan binatang terutama burung air (73,52%) dan keunikan tumbuhan
(20,58%) di Pulau Rambut sebagai potensi utamanya. Hal ini menunjukkan
bahwa pengunjung menyadari bahwa Suaka Margasatwa Pulau Rambut
merupakan kawasan bagi perlindungan keanekaragaman hayati terutama
satwaliar. Interpretasi tentang fauna dan flora perlu diterangkan dengan jelas
kepada pengunjung melalui fasilitas interpretasi seperti papan obyek dan peta
interpretasi yang menunjukkan dimana satwa-satwa dapat ditemui dengan aman
oleh pengunjung.
Tabel 8. Pengetahuan pengunjung tentang potensi kawasan
Jumlah Persentase
No Pengetahuan Pengunjung
Responden jawaban
1. Daya tarik utama Pulau keunikan binatang 25 73,52
Rambut keunikan hutan dan tumbuhan serta
7 20,58
kegunaannya
pemandangan alam 4 11,76
lainnya 3 8,82
2. Binatang yang paling burung 24 70,58
menarik ular 6 17,64
biawak 4 11,76
kalong 3 8,82
lainnya 0 0
3. Jenis burung air yang kowak 13 38,23
menarik * cangak 11 32,35
kuntul 10 29,41
pecuk 10 29,41
lainnya 11 32,35
4. Jenis burung lain (selain elang laut 23 67,64
burung air) yang kepodang 8 23,52
menarik * kucica 3 8,82
lainnya 5 14,70
5. Tumbuhan yang bakau 25 73,52
menarik * kingkit 9 26,47
kepuh 7 20,58
kedoya 3 8,82
lainnya 1 2,94
6. Hal yang menarik dari fungsinya sebagai habitat binatang 17 50
tumbuhan tersebut ciri-ciri fisiknya 16 47,05
nilai ekonomi/harganya 1 2,94
lainnya 1 2,94
7. Perlukah potensi itu ya 32 94,11
dipertahankan tidak 2 5,88
Ket: * pengunjung boleh menjawab lebih dari 1 jawaban

Pendapat diatas dikuatkan dengan pilihan binatang yang paling menarik


bagi pengunjung yaitu burung (70,58%). pengunjung menyukai burung karena
banyaknya atraksi yang ditampilkan burung-burung tersebut seperti pada saat
terbang, mencari makan maupun membuat sarang, juga karena burung-burung
tersebut dapat dengan mudah dilihat serta jumlahnya yang banyak.

37
Secara spesifik burung air yang menarik menurut pengunjung yang
datang adalah burung Kowak malam kelabu (38,23%) dan cangak (32,35%).
Kedua jenis burung ini memang termasuk burung yang paling sering terlihat di
Pulau Rambut, sehingga pengunjung dapat dengan mudah mengenalinya.
Sedangkan untuk jenis tumbuhan yang menarik bagi pengunjung adalah bakau
(73,52%) dan kingkit (26,47%) karena tumbuhan tersebut memiliki kekhasan
tertentu seperti bentuk/ ciri-ciri fisiknya yang unik (47,05%).

4.5.3. Tanggapan Terhadap Kegiatan dan Fasilitas yang Mendukung


Interpretasi
Tanggapan pengunjung terhadap kegiatan dan fasilitas yang
mendukung interpretasi (Tabel 9) mencakup cara yang dipilih untuk melakukan
kegiatan di Pulau Rambut, kegiatan pemanduan dan harapan/keinginan terhadap
fasilitas interpretasi.
Tabel 9. Tanggapan pengunjung terhadap kegiatan dan fasilitas pendukung
interpretasi
Jumlah Persentase
No Tanggapan terhadap kegiatan dan fasilitas interpretasi
Responden jawaban
1. Cara yang dipilih untuk perjalanan dengan pemandu 30 88,23
melakukan kegiatan jalur pemanduan sendiri
3 8,82
(mandiri)
lainnya 1 2,94
2. Pendapat mengenai sudah cukup baik 20 58,82
pemanduan yang ada informasi yang disampaikan
9 26,47
sedikit
pemandu kurang informatif 3 8,82
lainnya 1 2,94
3. Fasilitas pendukung pusat informasi 23 67,64
interpretasi yang perlu buku informasi tentang Pulau
21 61,76
ditambahkan * Rambut
shelter 15 44,11
peta interpretasi 13 38,23
lainnya 4 11,76
4. Fasilitas tambahan lain yang WC 15 44,11
perlu dibangun * tempat sampah 14 41,17
homestay 14 41,17
toko souvenir 6 17,64
lainnya 8 23,52
Ket: * pengunjung boleh menjawab lebih dari 1 jawaban

Pengunjung yang datang ke Pulau Rambut memilih cara untuk


melakukan kegiatannya disertai oleh pemandu (88,23%), lainnya memilih untuk
melakukan perjalanan secara mandiri (8,82%). Sehingga perlu diperhatikan
adanya sumberdaya pemandu, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Pemandu (interpreter) perlu menguasai kecakapan khusus yang diperlukan
sebagai interpreter, serta pengetahuan tentang segala potensi Suaka
Margasatwa Pulau Rambut. Pilihan tersebut sesuai dengan tanggapan sebagian
besar pengunjung yang menilai bahwa pemanduan yang ada sudah cukup baik

38
(58,82%), lainnya menilai informasi yang disampaikan sedikit (26,82%) dan
pemandu kurang informatif (8,82%). Dari hasil wawancara dengan beberapa
pengunjung dihimpun tanggapan yang menilai bahwa pengetahuan pemandu
sudah cukup baik tetapi kemampuan teknis sebagai seorang interpreter
sangatlah kurang, terutama kemampuan berkomunikasi. Hal ini perlu mendapat
perhatian khusus karena komunikasi merupakan unsur utama interpretasi.
Harapan/keinginan pengunjung terhadap penambahan fasilitas
pendukung interpretasi sangat tinggi terutama pusat informasi pengunjung
(67,64%), hal ini menunjukkan bahwa pengunjung memiliki keingintahuan yang
tinggi terhadap potensi Pulau Rambut. Sedangkan fasilitas tambahan lainnya
yang diinginkan yaitu WC (44,11 %), tempat sampah (41,17%) dan homestay
(41,17%). Meski pengunjung menginginkan adanya tempat sampah, tetapi
pengunjung tetap harus dihimbau agar tidak membuang sampah di Pulau
Rambut dan membawa kembali sampah yang dibawanya, himbauan ini dapat
disampaikan melalui media interpretasi seperti papan peringatan. Homestay
diperlukan untuk pengunjung yang melakukan kunjungan lebih dari 1 hari di
Pulau Rambut/penelitian, tetapi sebaiknya dibangun di Pulau Untung Jawa, agar
aktivitas yang dilakukan di malam hari tidak mengganggu satwa di Pulau
Rambut.

39
4.6. Perencanaan Interpretasi Suaka Margasatwa Pulau Rambut
Interpretasi yang dapat dilaksanakan di Suaka Margasatwa Pulau
Rambut merupakan interpretasi untuk kegiatan khusus, dalam hal ini pendidikan
dan penelitian. Walaupun di kawasan ini dapat dilaksanakan kegiatan wisata
terbatas, namun wisata yang dilaksanakan bukanlah seperti wisata pada
umumnya, melainkan kegiatan wisata yang berbasis pendidikan dan penelitian.
Metode interpretasi yang dapat dilaksanakan sehubungan dengan pemikiran
diatas dan cara yang dipilih pengunjung dalam melakukan kegiatannya di Pulau
Rambut, yaitu interpretasi dengan pemanduan (guided interpretation). Meski
demikian, pengunjung yang datang dengan tujuan untuk penelitian bisa diberi
pengecualian untuk melakukan kegiatannya tanpa pemanduan, sehingga bisa
lebih leluasa.
Dengan rencana yang disusun ini, efektifitas penyampaian interpretasi
dan mekanisme pengawasan bagi kegiatan yang dilaksanakan pengunjung di
kawasan ini dapat ditingkatkan. Sehingga dampak negatif dari kegiatan-kegiatan
yang dilakukan terhadap kelestarian kawasan dan segala potensinya, dapat
ditekan seminimal mungkin. Meskipun demikian, pengecualian dapat diberikan
pada peneliti atau kegiatan penelitian yang tidak terlalu membutuhkan
pemanduan (self interpretation).
Kendala dalam pelaksanaan interpretasi ini adalah minimnya
sumberdaya pemandu di Suaka Margasatwa Pulau Rambut. Pemandu yang ada
sekarang merupakan petugas BKSDA DKI Jakarta yang hanya berjumlah 4
orang dan belum memiliki kemampuan yang cukup sebagai pemandu
(interpreter), hal ini berkaitan dengan kurangnya kegiatan pelatihan pemanduan.
Untuk mengatasi hal ini, perlu segera dilaksanakan kegiatan pelatihan
pemanduan bagi petugas BKSDA di Suaka Margasatwa Pulau Rambut dan
beberapa anggota masyarakat sekitar Pulau Rambut (Pulau Untung Jawa),
sehingga kualitas dan kuantitas pemandu dapat ditingkatkan. Selain itu, dapat
menjadi upaya pemberdayaan masyarakat sekitar dalam pegelolaan Suaka
Margasatwa Pulau Rambut.
Perencanaan interpretasi yang dilaksanakan adalah perencanaan jalur
interpretasi dan fasilitas pendukung interpretasi. Jalur-jalur ini dibuat dengan
pertimbangan bahwa jalur-jalur tersebut berada pada areal-areal dengan potensi
flora dan fauna yang cukup besar, aman bagi pengunjung, serta memiliki rentang

40
yang tidak terlalu panjang sehingga dapat mendukung upaya penyampaian
informasi kepada pengunjung secara utuh dan optimal.
Pemilihan jalur-jalur ini mempertimbangkan juga dampak negatif yang
dapat timbul terhadap kelestarian kawasan dan potensi keanekaragaman
hayatinya, akibat adanya aktivitas manusia di Pulau Rambut terutama terhadap
keberadaan burung air. sehingga pembatasan-pembatasan dalam hal jumlah
pengunjung, aktivitas, lokasi yang dikunjungi dan frekuensi kunjungan harus
segera diperjelas dan disahkan.
Berdasarkan wawancara dengan pegawai BKSDA DKI Jakarta,
dihimpun informasi bahwa sampai saat ini belum dikeluarkan peraturan yang sah
untuk mengatur hal tersebut. Peraturan yang dilaksanakan saat ini merupakan
peraturan yang bersifat sementara. Jumlah total pengunjung yang diperbolehkan
datang dalam satu kali kunjungan sebanyak 50 orang, serta yang masuk ke jalur
interpretasi yang sudah ada (di dalam hutan sekunder campuran) dibatasi
sebanyak 10 orang. Biaya pemanduan ditentukan sebesar Rp. 75.000 per hari
untuk setiap pemandu. Pengaturan ini dikontrol langsung oleh pihak BKSDA DKI
Jakarta pusat, sama dengan peraturan ijin masuk kawasan yang diharuskan
mengajukan pembuatan Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI),
sehingga kemungkinan terjadinya benturan kegiatan dan jumlah kunjungan dapat
dihindarkan.
Pembatasan-pembatasan perlu lebih ditingkatkan untuk kegiatan-
kegiatan yang dilaksanakan di Pulau Rambut, khususnya pada musim berbiak
burung air karena jenis burung ini memiliki kepekaan dan ketergangguan yang
sangat tinggi terhadap aktivitas manusia. Pembatasan yang dapat dilakukan
adalah dengan menurunkan jumlah total pengunjung yang datang dalam satu
kali kunjungan dari 50 orang menjadi 20 orang per kunjungan dan maksimal
pengunjung yang masuk ke dalam jalur interpretasi sebanyak 2 - 5 orang.
Ditentukan pula waktu yang tepat untuk melakukan kegiatan pengamatan satwa,
kecuali untuk kegiatan penelitian yang membutuhkan rentang waktu lama.

41
4.6.1. Perencanaan Jalur Interpretasi
Interpretasi merupakan suatu upaya mengkomunikasikan sumberdaya
dengan pengunjung. Oleh karena itu diperlukan suatu fasilitas (jalur interpretasi)
yang menghubungkan kedua hal ini secara langsung. Meskipun sudah ada jalur
interpretasi di Pulau Rambut, namun perlu direncanakan jalur-jalur lainnya agar
informasi yang disampaikan lebih banyak dan mendalam. Jalur-jalur interpretasi
yang direncanakan, terutama ditujukan untuk mengungkapkan potensi Suaka
Margasatwa Pulau Rambut, baik potensi flora maupun fauna (satwa) kepada
pengunjung.
Berdasarkan hasil analisis tentang potensi Pulau Rambut, terdapat 3
jalur interpretasi yang direncanakan. Jalur-jalur tersebut mewakili 3 tipe vegetasi
yang ada di Pulau Rambut (hutan pantai, hutan sekunder campuran, dan hutan
mangrove) yaitu jalur interpretasi Dermaga, jalur interpretasi hutan pantai –
menara pengamatan dan jalur menara pengamatan – hutan mangrove rusak
(jalur interpretasi mangrove). Jalur-jalur tersebut dapat ditempuh dalam waktu
kurang dari 1 jam, namun dalam interpretasi yang bebasis penelitian dan
pendidikan ini, aktivitas pengunjung tidak dibatasi dari lamanya waktu tempuh
dalam jalur, karena kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan membutuhkan
kebebasan dalam waktu.

a. Jalur Interpretasi Dermaga


Jalur interpretasi Dermaga terletak di bagian Timur-Selatan Suaka
Margasatwa Pulau Rambut dengan panjang sekitar 136,78 meter. Pengunjung
dapat menikmati pemandangan lautan yang indah ke arah Jakarta dari dermaga
kapan saja, sambil melakukan pengamatan satwa. Waktu-waktu yang paling
tepat untuk melakukan pengamatan satwa adalah sekitar pukul 05.15-06.45 WIB
pagi dan pukul 17.15-18-00 WIB sore, karena berbagai jenis burung air dengan
kelimpahan yang besar keluar-masuk Pulau Rambut dapat dilihat dengan jelas
pada waktu-waktu tersebut. Hampir semua jenis burung air yang bersifat diurnal
dan sebagian besar jumlahnya, terbang keluar pada pagi hari untuk mencari
makan di daerah-daerah sekitar Pulau Rambut, kecuali burung Kowak malam
kelabu (Nycticorax nycticorax) dan kalong (Pteropus vampyrus) yang mempunyai
sifat berbeda (nokturnal) datang kembali ke Pulau Rambut. Hal sebaliknya akan
terjadi di sore hari, burung Kowak malam kelabu dan kalong terbang keluar
sedangkan burung air yang lain kembali pulang ke Pulau Rambut.

42
Pengunjung dapat mengamati perilaku burung pecuk (Phalacrocorax
sp.) yang sedang mencari makan. Pecuk merupakan salah satu jenis burung air
yang memiliki selaput dikakinya sehingga dapat berenang dan menyelam di laut
untuk mencari ikan. Burung cikalang (Fregata ariel) yang merupakan perampok
makanan burung lain dapat dilihat selalu terbang berputar-putar di sekitar Pulau
Rambut. selain jenis burung air, biawak (Varanus salvator) pun sering mencari
makan sampai ke pantai di pagi dan sore hari, reptil ini memiliki kemampuan
seperti pecuk untuk mencari makan dengan menyelam ke laut.
Jalur ini merupakan jalur yang paling aman, baik untuk pengunjung
maupun bagi berbagai jenis satwa yang dapat ditemukan di jalur ini. Karena
kegiatan yang dilakukan untuk mengamati satwa dapat dilakukan dari jarak yang
ideal tanpa mengganggu ketenangan satwa. Selain itu, segala aktivitas
pengunjung di jalur ini dapat terus dalam pengawasan petugas BKSDA di Pulau
Rambut. Potensi interpretasi utama yang dapat dilihat di jalur dermaga dapat
dilihat pada Tabel 10, sedangkan jalur interpretasi dermaga disajikan pada
Gambar 4.

43
Tabel 10. Potensi interpretasi utama pada tiap jalur interpretasi
No Jalur Obyek Atraksi
1. Dermaga (Ht. Pantai – Ht. Mangrove) Semua jenis burung air dan Keluar-masuk pulau
kalong rambut di pagi dan sore
hari
Burung cikalang (Fregata Terbang berputar-putar
ariel) di angkasa
Biawak (Varanus salvator) Mencari makan di laut
Burung Pecuk (Phalacrocorax Mencari makan di laut
sp.)
Burung Roko-roko (Plegadis Mencari makan di ht.
falcinellus), pecuk, kowak, mangrove di belakang
cangak abu dan kuntul kecil pos BKSDA. Roko-roko,
pecuk dan kowak
bersarang di pohon
Rhizophora.
2. Hutan Pantai – Menara Pengamatan Asosiasi burung air Pecuk, kowak dan
cangak abu yang hidup
bersama di satu pohon
di beberapa lokasi
Burung kuntul kerbau, kowak, Perilaku diam
pecuk dan cangak, bluwok, (bertengger),
pelatuk besi, pecuk ular percumbuan, kawin,
menyusun sarang,
mengerami telur.
Kingkit, cabai jawa, beringin Flora dengan bentuk
dan manfaat yang khas.
Kalong Berisitirahat pada
pohon kedoya di siang
hari, di beberapa lokasi
Reptil (biawak, ular sanca dan Mencari makan di lantai
cincin mas) hutan sekunder
campuran, berjemur di
atas kingkit, melilit di
cabang pohon.
Kuntul besar, kuntul kecil, Diamati dari menara,
cangak merah, kowak, cangak bertengger di pohon-
abu, kuntul kerbau pohon di hutan
mangrove pulau rambut
bagian barat laut.
3. Menara Pengamatan – Ht. Mangrove Berbagai jenis flora hutan Bentuk dan sifatnya
rusak mangrove yang khas di hutan
mangrove.
Burung cangak merah, kuntul, Mencari makan di hutan
bluwok. mangrove yang rusak.

44
4.2. Potensi Flora
Terdapat tiga tipe vegetasi utama di Pulau Rambut yaitu vegetasi hutan
pantai, hutan sekunder campuran dan hutan mangrove. Hutan pantai didominasi
oleh komunitas Thespelia populnea - Acacia auriculliformis, hutan sekunder
campuran didominasi oleh komunitas Sterculia foetida - Dyxoxylum
caulostachyum sedangkan pada tingkat semak dikuasai kingkit (Triphasia trifolia)
dan hutan mangrove didominasi oleh komunitas Ceriops tagal - Rhizophora
mucronata (Imanuddin dan Mardiastuti, 2003).
Inventarisasi tumbuhan yang dilakukan sepanjang jalur interpretasi
yang sudah ada di Pulau Rambut (10 m kiri dan kanan jalur), mencatat 34 jenis
tumbuhan (Tabel 5) diantaranya kepuh (Sterculia foetida), kedoya (Dyxoxylum
caulostachyum), mengkudu (Morinda citrifolia ) dan melinjo (Gnetum gnemon).
Selain itu, ditemukan juga semak dan tumbuhan bawah seperti Kingkit (Triphasia
trifolia), Cabai jawa (Piper retrofractum), Oyot ubi (Dioscorea bulbifera) dan
Sundel malam (Ipomoea longiflora).
Tabel 5. Flora sepanjang jalur interpretasi (10 meter kanan-kiri jalur pengamatan)
No Nama jenis Bentuk Tumbuhan
Lokal Latin (Life form)
1 Anting-anting - Tumbuhan bawah
2 Api-api Avicenia officinalis Pohon
3 Bakau Rhizophora mucronata Pohon
4 Baniran Neoscarthechinia kingii Pohon
5 Bayam duri Amarantus spinosus Tumbuhan bawah
6 Beringin pencekik Ficus sp Pohon
7 Bola-bola Xylocarpus granatum Pohon
8 Boni-bonian - Tumbuhan bawah
9 Cabai jawa Piper retrofractum Tumbuhan bawah
10 Daun suji Draceana sanderiana Semak
11 Jambu-jambu Eugenia spp Pohon
12 Jati pasir Scaerota frustescens Pohon
13 Kayu hitam Diospyros maritima Pohon
14 Kedoya Dyxoxylum caulostachyum Pohon
15 Kepuh Sterculia foetida Pohon
16 Kesambi Schleichera oleosa Pohon
17 Ketapang Terminallia catappa Pohon
18 Kingkit Triphasia trifolia Tumbuhan bawah
19 Kolang-kaling Cyratia trifolia Tumbuhan bawah
20 Koreak Guettarda speciosa Tumbuhan bawah
21 Kresek Ficus timorensis Pohon
22 Lebar daun - Tumbuhan bawah
23 Melinjo Gnetum gnemon Pohon
24 Mengkudu Morinda citrifolia Pohon
25 Mindi Melia azedirach Pohon
26 Oyot ubi Dioscorea bulvifera Tumbuhan bawah
27 Papasan - Tumbuhan bawah
28 Pepaya Carica papaya -
29 Pereak/imer-imer Breynia racemosa Tumbuhan bawah
30 Petai cina Leucaena leucocepohala Pohon
31 Pulai Alstonia shcolaris Pohon
32 Rotan wowo Rhapidophora minor Tumbuhan bawah
33 Saga pohon Adenanthera pavonina Pohon
34 Sangga langit Quamoclit pennata Pohon

29
Pohon Kepuh (Sterculia foetida) dan pohon Kedoya (Dyxoxylum
caulostachyum) termasuk jenis pohon besar dengan percabangan yang rindang,
sehingga digunakan oleh berbagai jenis burung air sebagai tempat meletakkan
sarang, maupun sekedar tempat berlindung sementara (shelter). Jenis satwa
yang menggunakan pohon Kepuh dan Kedoya sebagai tempat tinggal
diantaranya burung Kowak malam kelabu (Nycticorax nycticorax), Pecuk padi
(Phalacrocorax niger), Kuntul kerbau (Bubulcus ibis) dan Bangau bluwok
(Mycteria cinerea).
Kingkit (Triphasia trifolia) merupakan tumbuhan semak yang dapat
ditemukan hampir di sepanjang jalur interpretasi yang sudah ada di Pulau
Rambut dan kadang dililit oleh tumbuhan merambat Oyot ubi (Dioscorea
bulvifera). Pertumbuhan kingkit dapat mencapai 3 sampai 4 meter, buahnya
merah menyala bila telah masak dan rasanya masam. Kingkit dengan
percabangan rindang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi karena baik bila
diolah menjadi bonsai.
Mengkudu (Morinda citrifola) dan Cabai jawa (Piper retrofractum)
termasuk jenis tumbuhan obat yang sudah sangat dikenal masyarakat.
Mengkudu terutama berkhasiat sebagai obat liver dan hipertensi (darah tinggi),
dan Cabai jawa digunakan sebagai campuran jamu (termasuk obat peningkat
stamina/daya tahan tubuh). Tumbuhan-tumbuhan ini mudah ditemukan di Pulau
Rambut, dan tumbuh di sepanjang jalur interpretasi di dalam hutan sekunder
campuran. Sedangkan tumbuhan-tumbuhan yang dapat digunakan sebagai
bahan makanan diantaranya papasan (dimanfaatkan buah dan daunnya),
kesambi (Schleichera oleosa) daunnya dapat dimakan, melinjo (Gnetum
gnemon) buah dan daun dapat dimakan, dan pepaya (Carica papaya)
dimanfaatkan daun dan buahnya.

4.3. Potensi Budaya


a. Cerita Rakyat
Pulau Rambut, sebagai salah satu kawasan yang sangat diperhatikan
karena keunikan dan keanekaragaman hayatinya, terutama jenis burung air, dan
dilindungi dengan berbagai undang-undang/peraturan, tetap tidak terlepas dari
berbagai cerita rakyat yang diceritakan secara turun-temurun. Meskipun
sekarang sudah banyak versi ceritanya, namun dari hasil wawancara dengan
petugas BKSDA DKI Jakarta yang telah lama bertugas di Pulau Rambut yang
merupakan warga asli Pulau Untung Jawa, dapat dihimpun 2 cerita rakyat yang

30
menerangkan sejarah terbentuknya Pulau Rambut menurut kepercayaan
masyarakat.
1. Cerita rakyat versi “Puteri”
Dulu ada putri dari daerah selatan Jawa (Nyi Roro Kidul) yang
berkunjung ke utara dengan disertai oleh banyak pengawal dan membawa
banyak perbekalan pula. Puteri tersebut menggunakan “cemara” atau rambut
tambahan konde di kepalanya.
Akan tetapi di tengah perjalanan di laut utara rombongan tersebut
terkena angin ribut (badai) dan karam. Kemudian bokor yang karam berubah
menjadi Pulau Bokor, damar yang dibawa dan karam berubah menjadi Pulau
Damar serta cemara yang dipakai sang puteri terlepas dan berubah menjadi
Pulau Rambut.
2. Cerita rakyat versi “Jawara”
Dulu ada seorang jawara yang memiliki kekuatan luar biasa kuat, tak
ada yang bisa mengalahkannya karena ia bisa bangkit kembali walaupun telah
dibunuh dan dikubur kecuali dipisahkan rambut dari tubuhnya sebelum dikubur
terpisah. Akhirnya jawara tersebut dapat dikalahkan dengan memisahkan
rambutnya dari tubuhnya dan rambut jawara yang dipisahkan tersebut kemudian
berubah menjadi Pulau Rambut.

b. Peninggalan Sejarah
Interpretasi bukan hanya menyampaikan informasi atas obyek-obyek
ilmiah saja, tapi juga termasuk informasi budaya atau sejarah. Selain
keanekaragaman hayati yang tinggi terutama jenis burung air, terdapat pula
suatu peninggalan sejarah di Pulau Rambut. Peninggalan sejarah tersebut
berupa dua buah kuburan yang dipercaya merupakan kuburan nenek moyang
dari satu keluarga yang tinggal di daerah Depok. Beberapa anggota keluarga
tersebut melakukan ziarah ke Pulau Rambut secara rutin pada waktu-waktu
tertentu.
Meskipun sekilas obyek ini tidak berkaitan dengan obyek-obyek ilmah
lain yang ada di Pulau Rambut, tapi dapat turut memperkaya informasi yang
disampaikan kepada pengunjung melalui interpretasi. Selain itu menunjukkan
bahwa Pulau Rambut sudah dikenal sejak lama dan perlu dilestarikan
keberdaannya mengingat kawasan ini sangat penting sebagai habitat utama
berbagai jenis burung air.

31
4.4. Interaksi dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Suaka Margasatwa
Pulau Rambut
4.4.1. Pemanfaatan Potensi Kawasan
Interaksi masyarakat dengan Pulau Rambut sangat tinggi, terutama
masyarakat yang berasal dari Pulau Untung Jawa dan Tanjung Pasir sebagai
daerah yang paling dekat dengan Pulau Rambut. Selain itu, ada juga yang
berasal dari daerah lainnya seperti Rawa Bokor, Tanjung Kait, Pulau Lancang
dan Muara Karang yang semuanya masih termasuk wilayah Tangerang dan
Jakarta. Selama penelitian tercatat sebanyak 10 kali kunjungan masyarakat
sekitar (yang langsung ke Pulau Rambut), rata-rata 5 orang per kunjungan.
Sedangkan masyarakat nelayan datang setiap hari dengan menggunakan
perahu motor, untuk menjaring ikan di sekeliling Pulau Rambut.
Tujuan masyarakat datang ke Pulau Rambut terutama untuk mencari
bahan makanan seperti keong, kerang, rajungan dan ikan serta tumbuh-
tumbuhan yang bisa dimakan seperti daun pepaya dan melinjo. Masyarakat
nelayan yang mencari ikan datang ke pulau rambut hampir setiap hari dengan
menggunakan perahu nelayan yang dilengkapi jaring penangkap ikan.
Masyarakat masih diperbolehkan untuk memasuki kawasan Pulau
Rambut, bahkan penetrasinya sampai kedalam hutan sekunder/pada jalur
interpretasi. Meski demikian, petugas selalu memberikan himbauan agar
masyarakat tidak melakukan aktivitas yang mengganggu kelestarian Pulau
Rambut dan terus melakukan pengawasan.

4.4.2. Partisipasi Masyarakat Terhadap Pengelolaan Suaka Margasatwa


Pulau Rambut
Pulau Untung Jawa telah dijadikan sebagai daerah penyangga (buffer
zone) dalam pengelolaan Suaka Margasatwa Pulau Rambut, untuk menunjang
kegiatan pengawasan dan pengamanan kawasan tersebut. Selain karena
jaraknya yang paling dekat dengan Pulau Rambut, masyarakat Pulau Untung
Jawa juga merupakan masyarakat yang intensitas hubungannya paling tinggi
dengan Pulau Rambut bila dibandingkan dengan masyarakat daerah lainnya. Hal
tersebut dikuatkan dengan pencanangan Pulau Untung Jawa sebagai “desa
wisata nelayan andalan” pada akhir tahun 2003 (BKSDA, 2005).
Berdasarkan informasi dari petugas BKSDA DKI Jakarta di lapangan,
masyarakat Pulau Untung Jawa selalu diikutsertakan apabila ada proyek-proyek

32
pembangunan di Pulau Rambut, seperti pembangunan tanggul beton penahan
abrasi di sebelah Timur Pulau Rambut. Hal inilah yang menguatkan rasa memiliki
masyarakat Pulau Untung Jawa terhadap Pulau Rambut, ditambah dengan
kedekatan yang terjalin sejak lama karena hampir seluruh petugas Pulau Rambut
berasal dari Pulau Untung Jawa. Selain itu, banyaknya pengunjung (wisatawan)
Pulau Untung Jawa yang berkeinginan meneruskan kunjungannya ke Pulau
Rambut secara tidak langsung menjadi tuntutan bagi masyarakat Pulau Untung
Jawa untuk menjaga dan mengetahui potensi Pulau Rambut sehingga dapat
menginformasikannya pada pengunjung yang datang.

4.5. Karakteristik, Pengetahuan dan Tanggapan Pengunjung


Data mengenai pengunjung didapat dari hasil penyebaran kuisioner
yang ditujukan kepada seluruh pengunjung yang datang. Selama penelitian
dilaksanakan didapat 34 orang pengunjung yang mengisi kuisioner. Data ini
merupakan salah satu acuan dalam melihat karakteristik serta kecenderungan
minat dan harapan pengunjung, dalam melaksanakan kegiatannya di Pulau
Rambut.
4.5.1. Karakteristik Pengunjung
a. Latar Belakang Pengunjung
Latar belakang pengunjung Suaka Margasatwa Pulau Rambut (Tabel 6)
yang dimaksud mencakup asal, jenis kelamin, usia dan pendidikan terakhir.
Pengunjung yang datang ke Pulau Rambut (selama penelitian dilaksanakan)
sebagian besar berasal dari wilayah yang dekat dengan Pulau Rambut yaitu
Jakarta (67,64%), menunjukkan bahwa Pulau Rambut disadari sebagai lokasi
yang memiliki keunikan tertentu. Adanya pengunjung yang berasal dari daerah-
daerah yang cukup jauh dengan Pulau Rambut (Bogor, Bandung,dll)
menunjukkan bahwa kawasan ini telah cukup dikenal oleh masyarakat luas.
Pengunjung-pengunjung tersebut kebanyakan tinggal di kota yang dekat dengan
Pulau Rambut (Jakarta dan Bekasi) baik untuk bekerja maupun belajar/kuliah.
Pengunjung yang datang lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki
(58,82%). Hal ini berhubungan dengan kondisi laut di wilayah Pulau Rambut
yang berombak cukup tinggi (angin musim barat) pada bulan Februari-Maret.
Serta menunjukkan pula bahwa pengunjung yang datang ke Pulau Rambut
sangat memperhatikan keselamatan mereka.

33
Tabel 6. Latar belakang pengunjung
Persentase
No Karakteristik Pengunjung Jumlah Responden
jawaban
1. Asal Jakarta 23 67,64
Bekasi 2 5,88
Bogor 2 5,88
Tangerang 2 5,88
Banten 1 2,94
Cilegon 1 2,94
Pontianak 1 2,94
Bandung 1 2,94
Ambon 1 2,94
2. Jenis kelamin Laki-laki 20 58,82
Perempuan 14 41,17
3. Usia 26 – 50 tahun 18 52,94
18 – 25 tahun 16 47,05
12 – 17 tahun 0 0
>50 tahun 0 0
4. Pendidikan terakhir Perguruan tinggi 31 91,17
SMA 3 8,82
SMP 0 0
5. Lama kunjungan 2 hari 23 67,64
1 hari 9 26,47
lebih dari 1 bulan 2 5,88
3 hari 0 0
1 minggu 0 0

Usia pengunjung yang datang didominasi oleh pengunjung yang


berumur 26 - 50 tahun (52,94%), hal ini menunjukkan bahwa interpretasi yang
disampaikan merupakan interpretasi untuk pengunjung berusia dewasa. Selain
itu, penggunaan fasilitas-fasilitas pendukung interpretasi dapat dioptimalkan
dengan memberi keterangan secara lengkap/rinci yang dilengkapi dengan nama-
nama ilmiah/latin dari obyek yang ada di Pulau Rambut. Penggunaan
keterangan-keterangan ilmiah akan tetap dimengerti oleh pengunjung, hal
tersebut terkait dengan tingkat pendidikan pengunjung yang tinggi karena
sebagian besar sedang mengikuti pendidikan atau sudah lulus dari perguruan
tinggi (91,17%).
Pengunjung Pulau Rambut pada tahun 2005 (Lampiran 2), sebagian
besar berlatar belakang pendidikan SMU dan datang pada musim liburan (akhir
tahun) dengan jumlah yang sangat besar, bahkan pada bulan September 2005
ada sejumlah 100 orang yang datang ke Pulau Rambut dalam satu kali
kunjungan. Hal ini menunjukkan bahwa Pulau Rambut masih dipandang sebagai
daerah tujuan wisata seperti daerah wisata pada umumnya. Oleh karena itu,
peraturan yang ada harus benar-benar diterapkan oleh pihak BKSDA DKI
Jakarta mengenai pembatasan aktivitas manusia di Pulau Rambut (jumlah
pengunjung, musim kunjungan dan lokasi yang dikunjungi).
Sedangkan pada tahun 2006 sebagian besar berlatar belakang
pendidikan perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun pada bulan

34
Februari-Maret terjadi musim barat dengan air yang bertiup kencang dan ombak
yang mencapai ketinggian 1,5 m – 2 m, Suaka Margasatwa Pulau Rambut tetap
menajdi daerah tujuan kegiatan pendidikan dan atau penelitian.
Pengunjung yang datang ke Pulau Rambut sebagian besar selama 2
hari (67,64%) dan menginap sehingga harus diperhatikan pengaturan jumlah
maksimal pengunjung yang datang, serta fasilitas penginapan. Pengunjung
sebaiknya disarankan untuk menginap di Pulau Untung Jawa, baik di
penginapan-penginapan yang dimiliki penduduk, penginapan BKSDA ataupun di
camping ground. Sehingga aktivitas yang mungkin dapat mengganggu satwa di
malam hari dapat dihindarkan kecuali untuk pengunjung yang berada di Pulau
Rambut lebih dari 1 bulan dan melakukan penelitian (5,88%), perlu dibangun
pondok khusus peneliti, baik terpisah atau disatukan dengan pos BKSDA yang
telah ada.

b. Tujuan dan pola kunjungan


Karakteristik pengunjung pada bagian ini mencakup tujuan kunjungan,
kegiatan yang paling disukai dan bentuk kedatangan ke Suaka Margasatwa
Pulau Rambut (Tabel 7). Tujuan pengunjung datang ke Pulau Rambut adalah
untuk penelitian (25,47%), hal ini sesuai dengan fungsi Suaka Margasatwa Pulau
Rambut yang dititikberatkan pada kegiatan-kegiatan pendidikan dan atau
penelitian.
Oleh karena itu, fasilitas interpretasi yang mendukung tujuan ini perlu
dioptimalkan dengan memberikan informasi lengkap mengenai Pulau Rambut
dan segala potensinya. Selain itu, tujuan pengunjung untuk penelitian akan
mempermudah diterimanya pesan-pesan mengenai upaya perlindungan Pulau
Rambut. Selain untuk penelitian, sebagian pengunjung datang dengan tujuan
berekreasi (23,52%). Hal ini berhubungan dengan asal pengunjung yang
sebagian besar dari kota-kota besar yang padat penduduk dan polusi, sehingga
pengunjung sengaja mencari daerah-daerah seperti Pulau Rambut yang masih
menyajikan kondisi alam yang bisa menyegarkan kembali pikiran.
Pengunjung yang bertujuan lain ke Pulau Rambut (47,05%) diantaranya
untuk kegiatan kemahasiswaan (tugas kuliah, kegiatan pecinta alam) dan
kunjungan kedinasan. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan terhadap
pengunjung tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengunjung yang datang

35
untuk tujuan kemahasiswaan dapat dikategorikan melakukan kegiatan
pendidikan atau penelitian.
Tabel 7. Tujuan dan pola kunjungan pengunjung
Persentase
No Karakteristik Pengunjung Jumlah Responden
jawaban
1. Tujuan utama datang ke penelitian 9 26,47
Pulau Rambut rekreasi 8 23,52
perjalanan ilmiah sekolah 1 2,94
lainnya 16 47,05
2. Kegiatan yang paling melihat & menikmati
21 61,76
disukai di Pulau Rambut * pemandangan
mengamati binatang 11 32,35
mengamati tumbuhan 7 20,58
memancing dan berenang 5 14,71
lainnya 4 11,76
3. Bentuk kedatangan keluarga 24 70,58
sendiri 1 2,94
teman 1 2,94
lainnya 8 23,53
Ket: * pengunjung menjawab lebih dari 1 jawaban

Kegiatan yang disukai pengunjung di pulau Rambut terutama melihat


dan menikmati pemandangan alam (61,76%) hal ini terutama karena kondisi
alami Suaka Margasatwa Pulau Rambut yang memiliki lokasi-lokasi dengan
pemandangan yang indah seperti laguna dan pantai berpasir. Berimbangnya
pengunjung yang datang dengan tujuan penelitian dan tujuan berekreasi dapat
mengarah kepada suatu interpretasi yang mendukung hal ini. Di lokasi-lokasi
yang disukai pengunjung dapat dibuat suatu papan interpretasi yang
menjelaskan kondisi alamiah yang ada dengan disertai peringatan-peringatan
untuk selalu menjaga kelestarian Pulau Rambut. selain itu, pengunjung datang
untuk mengamati binatang (32,35%), sehingga informasi mengenai Suaka
Margasatwa Pulau Rambut terutama tentang keanekaragaman dan keunikan
satwanya harus disampaikan melalui media-media yang mudah dilihat dan
dipahami.
Pengunjung lebih banyak datang bersama keluarga (70,58%) dan
lainnya (26,47%) yang kebanyakan datang berkelompok, sehingga interpretasi
dapat disampaikan pula dengan diskusi kelompok. Informasi yang disampaikan
kepada pengunjung yang berkelompok dapat bermanfaat dalam menghimpun
dukungan pelestarian Pulau Rambut dari masyarakat luas. Pembatasan jumlah
pengunjung dan frekuensi kegiatan di Suaka Margasatwa Pulau Rambut perlu
ditegaskan melalui peraturan yang sah, sehubungan dengan pola kedatangan
pengunjung yang sebagian besar berkelompok ini.

36
4.5.2. Pengetahuan Tentang Potensi Kawasan Suaka Margasatwa Pulau
Rambut
Pengetahuan pengunjung ini mencakup pengetahuan mengenai potensi
Pulau Rambut baik flora maupun fauna (Tabel 8). Pengunjung memandang
keunikan binatang terutama burung air (73,52%) dan keunikan tumbuhan
(20,58%) di Pulau Rambut sebagai potensi utamanya. Hal ini menunjukkan
bahwa pengunjung menyadari bahwa Suaka Margasatwa Pulau Rambut
merupakan kawasan bagi perlindungan keanekaragaman hayati terutama
satwaliar. Interpretasi tentang fauna dan flora perlu diterangkan dengan jelas
kepada pengunjung melalui fasilitas interpretasi seperti papan obyek dan peta
interpretasi yang menunjukkan dimana satwa-satwa dapat ditemui dengan aman
oleh pengunjung.
Tabel 8. Pengetahuan pengunjung tentang potensi kawasan
Jumlah Persentase
No Pengetahuan Pengunjung
Responden jawaban
1. Daya tarik utama Pulau keunikan binatang 25 73,52
Rambut keunikan hutan dan tumbuhan serta
7 20,58
kegunaannya
pemandangan alam 4 11,76
lainnya 3 8,82
2. Binatang yang paling burung 24 70,58
menarik ular 6 17,64
biawak 4 11,76
kalong 3 8,82
lainnya 0 0
3. Jenis burung air yang kowak 13 38,23
menarik * cangak 11 32,35
kuntul 10 29,41
pecuk 10 29,41
lainnya 11 32,35
4. Jenis burung lain (selain elang laut 23 67,64
burung air) yang kepodang 8 23,52
menarik * kucica 3 8,82
lainnya 5 14,70
5. Tumbuhan yang bakau 25 73,52
menarik * kingkit 9 26,47
kepuh 7 20,58
kedoya 3 8,82
lainnya 1 2,94
6. Hal yang menarik dari fungsinya sebagai habitat binatang 17 50
tumbuhan tersebut ciri-ciri fisiknya 16 47,05
nilai ekonomi/harganya 1 2,94
lainnya 1 2,94
7. Perlukah potensi itu ya 32 94,11
dipertahankan tidak 2 5,88
Ket: * pengunjung boleh menjawab lebih dari 1 jawaban

Pendapat diatas dikuatkan dengan pilihan binatang yang paling menarik


bagi pengunjung yaitu burung (70,58%). pengunjung menyukai burung karena
banyaknya atraksi yang ditampilkan burung-burung tersebut seperti pada saat
terbang, mencari makan maupun membuat sarang, juga karena burung-burung
tersebut dapat dengan mudah dilihat serta jumlahnya yang banyak.

37
Secara spesifik burung air yang menarik menurut pengunjung yang
datang adalah burung Kowak malam kelabu (38,23%) dan cangak (32,35%).
Kedua jenis burung ini memang termasuk burung yang paling sering terlihat di
Pulau Rambut, sehingga pengunjung dapat dengan mudah mengenalinya.
Sedangkan untuk jenis tumbuhan yang menarik bagi pengunjung adalah bakau
(73,52%) dan kingkit (26,47%) karena tumbuhan tersebut memiliki kekhasan
tertentu seperti bentuk/ ciri-ciri fisiknya yang unik (47,05%).

4.5.3. Tanggapan Terhadap Kegiatan dan Fasilitas yang Mendukung


Interpretasi
Tanggapan pengunjung terhadap kegiatan dan fasilitas yang
mendukung interpretasi (Tabel 9) mencakup cara yang dipilih untuk melakukan
kegiatan di Pulau Rambut, kegiatan pemanduan dan harapan/keinginan terhadap
fasilitas interpretasi.
Tabel 9. Tanggapan pengunjung terhadap kegiatan dan fasilitas pendukung
interpretasi
Jumlah Persentase
No Tanggapan terhadap kegiatan dan fasilitas interpretasi
Responden jawaban
1. Cara yang dipilih untuk perjalanan dengan pemandu 30 88,23
melakukan kegiatan jalur pemanduan sendiri
3 8,82
(mandiri)
lainnya 1 2,94
2. Pendapat mengenai sudah cukup baik 20 58,82
pemanduan yang ada informasi yang disampaikan
9 26,47
sedikit
pemandu kurang informatif 3 8,82
lainnya 1 2,94
3. Fasilitas pendukung pusat informasi 23 67,64
interpretasi yang perlu buku informasi tentang Pulau
21 61,76
ditambahkan * Rambut
shelter 15 44,11
peta interpretasi 13 38,23
lainnya 4 11,76
4. Fasilitas tambahan lain yang WC 15 44,11
perlu dibangun * tempat sampah 14 41,17
homestay 14 41,17
toko souvenir 6 17,64
lainnya 8 23,52
Ket: * pengunjung boleh menjawab lebih dari 1 jawaban

Pengunjung yang datang ke Pulau Rambut memilih cara untuk


melakukan kegiatannya disertai oleh pemandu (88,23%), lainnya memilih untuk
melakukan perjalanan secara mandiri (8,82%). Sehingga perlu diperhatikan
adanya sumberdaya pemandu, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Pemandu (interpreter) perlu menguasai kecakapan khusus yang diperlukan
sebagai interpreter, serta pengetahuan tentang segala potensi Suaka
Margasatwa Pulau Rambut. Pilihan tersebut sesuai dengan tanggapan sebagian
besar pengunjung yang menilai bahwa pemanduan yang ada sudah cukup baik

38
(58,82%), lainnya menilai informasi yang disampaikan sedikit (26,82%) dan
pemandu kurang informatif (8,82%). Dari hasil wawancara dengan beberapa
pengunjung dihimpun tanggapan yang menilai bahwa pengetahuan pemandu
sudah cukup baik tetapi kemampuan teknis sebagai seorang interpreter
sangatlah kurang, terutama kemampuan berkomunikasi. Hal ini perlu mendapat
perhatian khusus karena komunikasi merupakan unsur utama interpretasi.
Harapan/keinginan pengunjung terhadap penambahan fasilitas
pendukung interpretasi sangat tinggi terutama pusat informasi pengunjung
(67,64%), hal ini menunjukkan bahwa pengunjung memiliki keingintahuan yang
tinggi terhadap potensi Pulau Rambut. Sedangkan fasilitas tambahan lainnya
yang diinginkan yaitu WC (44,11 %), tempat sampah (41,17%) dan homestay
(41,17%). Meski pengunjung menginginkan adanya tempat sampah, tetapi
pengunjung tetap harus dihimbau agar tidak membuang sampah di Pulau
Rambut dan membawa kembali sampah yang dibawanya, himbauan ini dapat
disampaikan melalui media interpretasi seperti papan peringatan. Homestay
diperlukan untuk pengunjung yang melakukan kunjungan lebih dari 1 hari di
Pulau Rambut/penelitian, tetapi sebaiknya dibangun di Pulau Untung Jawa, agar
aktivitas yang dilakukan di malam hari tidak mengganggu satwa di Pulau
Rambut.

39
4.6. Perencanaan Interpretasi Suaka Margasatwa Pulau Rambut
Interpretasi yang dapat dilaksanakan di Suaka Margasatwa Pulau
Rambut merupakan interpretasi untuk kegiatan khusus, dalam hal ini pendidikan
dan penelitian. Walaupun di kawasan ini dapat dilaksanakan kegiatan wisata
terbatas, namun wisata yang dilaksanakan bukanlah seperti wisata pada
umumnya, melainkan kegiatan wisata yang berbasis pendidikan dan penelitian.
Metode interpretasi yang dapat dilaksanakan sehubungan dengan pemikiran
diatas dan cara yang dipilih pengunjung dalam melakukan kegiatannya di Pulau
Rambut, yaitu interpretasi dengan pemanduan (guided interpretation). Meski
demikian, pengunjung yang datang dengan tujuan untuk penelitian bisa diberi
pengecualian untuk melakukan kegiatannya tanpa pemanduan, sehingga bisa
lebih leluasa.
Dengan rencana yang disusun ini, efektifitas penyampaian interpretasi
dan mekanisme pengawasan bagi kegiatan yang dilaksanakan pengunjung di
kawasan ini dapat ditingkatkan. Sehingga dampak negatif dari kegiatan-kegiatan
yang dilakukan terhadap kelestarian kawasan dan segala potensinya, dapat
ditekan seminimal mungkin. Meskipun demikian, pengecualian dapat diberikan
pada peneliti atau kegiatan penelitian yang tidak terlalu membutuhkan
pemanduan (self interpretation).
Kendala dalam pelaksanaan interpretasi ini adalah minimnya
sumberdaya pemandu di Suaka Margasatwa Pulau Rambut. Pemandu yang ada
sekarang merupakan petugas BKSDA DKI Jakarta yang hanya berjumlah 4
orang dan belum memiliki kemampuan yang cukup sebagai pemandu
(interpreter), hal ini berkaitan dengan kurangnya kegiatan pelatihan pemanduan.
Untuk mengatasi hal ini, perlu segera dilaksanakan kegiatan pelatihan
pemanduan bagi petugas BKSDA di Suaka Margasatwa Pulau Rambut dan
beberapa anggota masyarakat sekitar Pulau Rambut (Pulau Untung Jawa),
sehingga kualitas dan kuantitas pemandu dapat ditingkatkan. Selain itu, dapat
menjadi upaya pemberdayaan masyarakat sekitar dalam pegelolaan Suaka
Margasatwa Pulau Rambut.
Perencanaan interpretasi yang dilaksanakan adalah perencanaan jalur
interpretasi dan fasilitas pendukung interpretasi. Jalur-jalur ini dibuat dengan
pertimbangan bahwa jalur-jalur tersebut berada pada areal-areal dengan potensi
flora dan fauna yang cukup besar, aman bagi pengunjung, serta memiliki rentang

40
yang tidak terlalu panjang sehingga dapat mendukung upaya penyampaian
informasi kepada pengunjung secara utuh dan optimal.
Pemilihan jalur-jalur ini mempertimbangkan juga dampak negatif yang
dapat timbul terhadap kelestarian kawasan dan potensi keanekaragaman
hayatinya, akibat adanya aktivitas manusia di Pulau Rambut terutama terhadap
keberadaan burung air. sehingga pembatasan-pembatasan dalam hal jumlah
pengunjung, aktivitas, lokasi yang dikunjungi dan frekuensi kunjungan harus
segera diperjelas dan disahkan.
Berdasarkan wawancara dengan pegawai BKSDA DKI Jakarta,
dihimpun informasi bahwa sampai saat ini belum dikeluarkan peraturan yang sah
untuk mengatur hal tersebut. Peraturan yang dilaksanakan saat ini merupakan
peraturan yang bersifat sementara. Jumlah total pengunjung yang diperbolehkan
datang dalam satu kali kunjungan sebanyak 50 orang, serta yang masuk ke jalur
interpretasi yang sudah ada (di dalam hutan sekunder campuran) dibatasi
sebanyak 10 orang. Biaya pemanduan ditentukan sebesar Rp. 75.000 per hari
untuk setiap pemandu. Pengaturan ini dikontrol langsung oleh pihak BKSDA DKI
Jakarta pusat, sama dengan peraturan ijin masuk kawasan yang diharuskan
mengajukan pembuatan Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI),
sehingga kemungkinan terjadinya benturan kegiatan dan jumlah kunjungan dapat
dihindarkan.
Pembatasan-pembatasan perlu lebih ditingkatkan untuk kegiatan-
kegiatan yang dilaksanakan di Pulau Rambut, khususnya pada musim berbiak
burung air karena jenis burung ini memiliki kepekaan dan ketergangguan yang
sangat tinggi terhadap aktivitas manusia. Pembatasan yang dapat dilakukan
adalah dengan menurunkan jumlah total pengunjung yang datang dalam satu
kali kunjungan dari 50 orang menjadi 20 orang per kunjungan dan maksimal
pengunjung yang masuk ke dalam jalur interpretasi sebanyak 2 - 5 orang.
Ditentukan pula waktu yang tepat untuk melakukan kegiatan pengamatan satwa,
kecuali untuk kegiatan penelitian yang membutuhkan rentang waktu lama.

41
4.6.1. Perencanaan Jalur Interpretasi
Interpretasi merupakan suatu upaya mengkomunikasikan sumberdaya
dengan pengunjung. Oleh karena itu diperlukan suatu fasilitas (jalur interpretasi)
yang menghubungkan kedua hal ini secara langsung. Meskipun sudah ada jalur
interpretasi di Pulau Rambut, namun perlu direncanakan jalur-jalur lainnya agar
informasi yang disampaikan lebih banyak dan mendalam. Jalur-jalur interpretasi
yang direncanakan, terutama ditujukan untuk mengungkapkan potensi Suaka
Margasatwa Pulau Rambut, baik potensi flora maupun fauna (satwa) kepada
pengunjung.
Berdasarkan hasil analisis tentang potensi Pulau Rambut, terdapat 3
jalur interpretasi yang direncanakan. Jalur-jalur tersebut mewakili 3 tipe vegetasi
yang ada di Pulau Rambut (hutan pantai, hutan sekunder campuran, dan hutan
mangrove) yaitu jalur interpretasi Dermaga, jalur interpretasi hutan pantai –
menara pengamatan dan jalur menara pengamatan – hutan mangrove rusak
(jalur interpretasi mangrove). Jalur-jalur tersebut dapat ditempuh dalam waktu
kurang dari 1 jam, namun dalam interpretasi yang bebasis penelitian dan
pendidikan ini, aktivitas pengunjung tidak dibatasi dari lamanya waktu tempuh
dalam jalur, karena kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan membutuhkan
kebebasan dalam waktu.

a. Jalur Interpretasi Dermaga


Jalur interpretasi Dermaga terletak di bagian Timur-Selatan Suaka
Margasatwa Pulau Rambut dengan panjang sekitar 136,78 meter. Pengunjung
dapat menikmati pemandangan lautan yang indah ke arah Jakarta dari dermaga
kapan saja, sambil melakukan pengamatan satwa. Waktu-waktu yang paling
tepat untuk melakukan pengamatan satwa adalah sekitar pukul 05.15-06.45 WIB
pagi dan pukul 17.15-18-00 WIB sore, karena berbagai jenis burung air dengan
kelimpahan yang besar keluar-masuk Pulau Rambut dapat dilihat dengan jelas
pada waktu-waktu tersebut. Hampir semua jenis burung air yang bersifat diurnal
dan sebagian besar jumlahnya, terbang keluar pada pagi hari untuk mencari
makan di daerah-daerah sekitar Pulau Rambut, kecuali burung Kowak malam
kelabu (Nycticorax nycticorax) dan kalong (Pteropus vampyrus) yang mempunyai
sifat berbeda (nokturnal) datang kembali ke Pulau Rambut. Hal sebaliknya akan
terjadi di sore hari, burung Kowak malam kelabu dan kalong terbang keluar
sedangkan burung air yang lain kembali pulang ke Pulau Rambut.

42
Pengunjung dapat mengamati perilaku burung pecuk (Phalacrocorax
sp.) yang sedang mencari makan. Pecuk merupakan salah satu jenis burung air
yang memiliki selaput dikakinya sehingga dapat berenang dan menyelam di laut
untuk mencari ikan. Burung cikalang (Fregata ariel) yang merupakan perampok
makanan burung lain dapat dilihat selalu terbang berputar-putar di sekitar Pulau
Rambut. selain jenis burung air, biawak (Varanus salvator) pun sering mencari
makan sampai ke pantai di pagi dan sore hari, reptil ini memiliki kemampuan
seperti pecuk untuk mencari makan dengan menyelam ke laut.
Jalur ini merupakan jalur yang paling aman, baik untuk pengunjung
maupun bagi berbagai jenis satwa yang dapat ditemukan di jalur ini. Karena
kegiatan yang dilakukan untuk mengamati satwa dapat dilakukan dari jarak yang
ideal tanpa mengganggu ketenangan satwa. Selain itu, segala aktivitas
pengunjung di jalur ini dapat terus dalam pengawasan petugas BKSDA di Pulau
Rambut. Potensi interpretasi utama yang dapat dilihat di jalur dermaga dapat
dilihat pada Tabel 10, sedangkan jalur interpretasi dermaga disajikan pada
Gambar 4.

43
Tabel 10. Potensi interpretasi utama pada tiap jalur interpretasi
No Jalur Obyek Atraksi
1. Dermaga (Ht. Pantai – Ht. Mangrove) Semua jenis burung air dan Keluar-masuk pulau
kalong rambut di pagi dan sore
hari
Burung cikalang (Fregata Terbang berputar-putar
ariel) di angkasa
Biawak (Varanus salvator) Mencari makan di laut
Burung Pecuk (Phalacrocorax Mencari makan di laut
sp.)
Burung Roko-roko (Plegadis Mencari makan di ht.
falcinellus), pecuk, kowak, mangrove di belakang
cangak abu dan kuntul kecil pos BKSDA. Roko-roko,
pecuk dan kowak
bersarang di pohon
Rhizophora.
2. Hutan Pantai – Menara Pengamatan Asosiasi burung air Pecuk, kowak dan
cangak abu yang hidup
bersama di satu pohon
di beberapa lokasi
Burung kuntul kerbau, kowak, Perilaku diam
pecuk dan cangak, bluwok, (bertengger),
pelatuk besi, pecuk ular percumbuan, kawin,
menyusun sarang,
mengerami telur.
Kingkit, cabai jawa, beringin Flora dengan bentuk
dan manfaat yang khas.
Kalong Berisitirahat pada
pohon kedoya di siang
hari, di beberapa lokasi
Reptil (biawak, ular sanca dan Mencari makan di lantai
cincin mas) hutan sekunder
campuran, berjemur di
atas kingkit, melilit di
cabang pohon.
Kuntul besar, kuntul kecil, Diamati dari menara,
cangak merah, kowak, cangak bertengger di pohon-
abu, kuntul kerbau pohon di hutan
mangrove pulau rambut
bagian barat laut.
3. Menara Pengamatan – Ht. Mangrove Berbagai jenis flora hutan Bentuk dan sifatnya
rusak mangrove yang khas di hutan
mangrove.
Burung cangak merah, kuntul, Mencari makan di hutan
bluwok. mangrove yang rusak.

44
b. Jalur Hutan Pantai – Menara Pengamatan
Jalur interpretasi ini awalnya dibangun di tengah-tengah Suaka
Margasatwa Pulau Rambut (hutan sekunder campuran) dan diperuntukkan
sebagai jalur patroli keamanan. Jalur yang berawal dari hutan pantai ini, dapat
dibagi menjadi 3 jalur interpretasi yaitu jalur yang langsung menuju menara
pengamatan (373,99 meter), jalur yang melalui percabangan jalur kanan-menara
(503,63 meter) dan jalur yang melalui percabangan jalur kiri-menara (451,79
meter).
Pengunjung dapat memilih salah satu jalur ini ataupun melakukan
perjalanan pada seluruh jalur yang ada. Perjalanan pada jalur percabangan
kanan maupun kiri dapat diteruskan sampai ke menara pengamatan. Jalur
interpretasi ini dapat dikatakan merupakan jalur utama yang ada di Pulau
Rambut bagian Tengah, karena dihuni oleh banyak jenis burung air, mamalia dan
reptilia. Selain itu memiliki keanekaragaman flora paling tinggi dibanding tipe
hutan lainnya yang ada di Pulau Rambut. Data-data satwa yang ditemukan di
jalur ini secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4.
Jenis-jenis burung air yang dapat diamati di jalur ini diantaranya burung
Kowak malam kelabu (Nycticorax nycticorax), Pecuk (Phalacrocorax sp.),
Cangak abu (Ardea cinerea), Bangau bluwok (Mycteria cinerea) dan Ibis Pelatuk
besi (Threskiornis melanocephalus). Perilaku yang menarik untuk diamati pada
jalur ini yaitu adanya perilaku sosial (asosiasi) dari burung-burung air tersebut
untuk hidup bersama pada satu pohon. Selain itu, bulan Februari-Maret
merupakan musim perkembangbiakan bagi sebagian besar jenis burung air,
sehingga sepanjang jalur akan sering ditemui rangkaian perilaku berbiak burung-
burung ini seperti perilaku percumbuan, perilaku membuat sarang, dan perilaku
mengerami telur serta memelihara anak.
Selain jenis satwa, di sepanjang jalur ini dapat ditemukan tumbuhan
dengan keunikan dan manfaat khusus seperti kingkit (Triphasia trifolia), cabai
jawa (Piper retrofractum) dan beringin pencekik (Ficus sp). Kingkit merupakan
tumbuhan dengan bentuk menarik, ketinggiannya dapat mencapai 3-4 meter,
buahnya berwarna merah ranum dan berasa masam bila telah masak. Karena
keunikannya, tumbuhan ini dapat bernilai ekonomis tinggi, sebab sangat baik bila
diolah menjadi bonsai. Cabai jawa merupakan tumbuhan obat yang berkhasiat
untuk meningkatkan dan menjaga stamina, oleh karena itu tumbuhan ini sering

46
digunakan sebagai campuran jamu. Tumbuhan ini, sama dengan kingkit,
tersebar acak di dalam hutan sekunder campuran dan mudah ditemukan.
Ara pencekik atau beringin pencekik (Ficus sp) memiliki bentuk yang
sangat unik. Pohon ini hidup sebagai parasit pada pohon lain, memulai hidup di
tajuk pohon lain, bila bijinya diciritkan burung. Biji tersebut akan tumbuh terus di
tajuk pohon inang dan lama kelamaan akar-akar gantungnya akan membelit
batang pohon inang. Cengkeraman akar gantung pohon parasit ini akan semakin
menguat, bila akar gantungnya sudah menyatu akan tampak seperti tali besar
yang berbelit-belit di seputar inangnya. Pohon inang akan mati setelah seluruh
tajuknya tertutup tajuk parasit ini. Bagian bawah pohon beringin, terutama yang
pohon inangnya sudah mati, akan berlubang-lubang dan biasanya dijadikan
sarang biawak. Jalur interpretasi dari hutan pantai menuju ke menara
pengamatan, dapat dilihat pada Gambar 5.

47
c. Jalur Menara Pengamatan – Hutan Mangrove Rusak (Jalur
Interpretasi Mangrove)
Jalur lain yang paling potensial untuk dikembangkan adalah jalur
interpretasi mangrove (Gambar 6). Jalur ini merupakan kelanjutan dari jalur
utama yang bermula dari hutan sekunder campuran, sampai ke hutan magrove di
sebelah utara Pulau Rambut, dengan panjang sekitar 171,44 meter. Perjalanan
di jalur ini melalui dataran hasil pelapukan karang (atol) dan biota laut berkapur
yang berwarna putih kehijauan, karena ditumbuhi lumut serta di beberapa bagian
bercampur lumpur khas hutan mangrove.
Sesuai dengan namanya, jalur interpretasi mangrove ini memiliki
berbagai macam potensi vegetasi khas hutan mangrove yang dapat
diinterpretasikan kepada pengunjung, pemandangannya yang indah dan teduh,
serta dapat memperlihatkan kepada pengunjung bagian hutan mangrove yang
sudah rusak di sebelah utara Pulau Rambut dan pengaruhnya negatifnya
terhadap keanekaragaman hayati di dalamnya terutama pada jenis burung air.
Pada jalur interpretasi mangrove tercatat 12 jenis tumbuhan (Tabel 11),
yang sebagian besar diantaranya merupakan tumbuhan khas mangrove yaitu
bola-bola (Xylocarpus granatum), buta-buta (Excoecaria agallocha), Tengar
(Ceriops tagal) dan bakau (Rhizophora mucronata). Selain itu terdapat tumbuhan
Bunga kupu-kupu (Bauhinea purpurea) dan gambir laut (Calelodendron inerme).
Tabel 11. Flora di jalur interpretasi mangrove
No Nama jenis Bentuk
Lokal Latin (life form)
1 Bola-bola Xylocarpus granatum Pohon
2 Buta-buta Excoecaria agallocha Pohon
3 Bunga kupu-kupu Bauhinea purpurea Pohon
4 Papacaran/Gambir laut Calelodendron inerme Tumbuhan bawah
5 Sawo kecik Manilkara kauki Pohon
6 Bakau Rhizophora mucronata Pohon
7 Bayur laut Pterospermum sp Pohon
8 Centigi Pemphis acidula Pohon
9 Kingkit Triphasia trifolia Semak
10 Waru laut Thespelia populnea pohon
11 Rotan wowo Rhapidophora minor Tumbuhan bawah
12 Tengar Ceriops tagal pohon

Selain memiliki potensi vegetasi khas mangrove, di jalur ini pun terdapat
beberapa jenis burung air yang menjadi obyek interpretasi seperti burung
Cangak merah, Kuntul besar, Kuntul kecil, Cangak abu dan Bangau bluwok.
Burung-burung air tersebut terutama dapat diamati ketika sedang mencari makan
di hutan mangrove yang rusak. Biawak biasanya berada dekat menara
pengamatan, pada awal jalur menuju ke hutan mangrove.

49
Dengan memperlihatkan hutan mangrove yang sudah rusak kepada
pengunjung diharapkan pengunjung dapat memahami bahwa kondisi fisik Pulau
Rambut semakin menurun, dan dengan itu menurun pula kualitas daya
dukungnya terhadap kehidupan berbagai jenis satwa yang ada, terutama
berbagai jenis burung air yang menggunakan hutan mangrove sebagai habitat
utamanya. Informasi mengenai faktor penyebab kerusakan (terutama karena
adanya sampah dan abrasi) ini dapat dijelaskan kepada pengunjung serta
dipadukan dengan ajakan untuk turut serta dalam upaya pelestarian Pulau
Rambut dan keanekaragaman hayatinya. Selain itu, pengunjung diharapkan
akan mengkampanyekan hal ini kepada khalayak luas, sehingga dukungan
masyarakat untuk melestarikan Pulau Rambut semakin tinggi.

50
4.6.2. Perencanaan Fasilitas Pendukung Interpretasi
a. Kondisi fasilitas yang sudah ada saat ini
Berbagai fasilitas pendukung interpretasi yang sudah ada di Suaka
Margasatwa Pulau Rambut (Tabel 12) seperti papan nama obyek/papan
interpretasi, jalur interpretasi, papan penunjuk arah, papan peringatan dibangun
untuk mendukung kegiatan interpretasi yang dilaksanakan di Pulau Rambut.
Fasilitas pendukung tersebut telah dibangun sejak lama sehingga sebagian
besar sudah dalam kondisi yang rusak dan perlu segera diperbaiki. Papan nama
obyek interpretasi terbuat dari seng yang diberi tulisan dengan cat yang mudah
luntur dan menjadi tidak jelas, papan penunjuk arah dan papan peringatan yang
ada terbuat dari kayu dan papan, yang sudah lapuk serta pesan yang
disampaikan tidak jelas lagi. Kondisi fasilitas interpretasi yang sudah rusak akan
berpengaruh kepada banyaknya informasi yang bisa diterima dan dimengerti
pengunjung serta berkurangnya efektifitas interpretasi.
Selain itu, penempatan fasilitas pendukung interpretasi tersebut perlu
ditata kembali agar memberikan informasi secara optimal kepada pengunjung
yang datang ke Pulau Rambut. Penempatan fasilitas intepretasi sebaiknya di
lokasi-lokasi yang mudah dilihat oleh pengunjung, tidak tersembunyi atau
terhalangi, serta memberikan informasi yang tepat mengenai suatu obyek
interpretasi.
Tabel 12. Fasilitas-fasilitas pendukung Interpretasi yang sudah ada di Suaka
Margasatwa Pulau Rambut
No Nama Deskripsi Keterangan (kondisi)
1 Papan peringatan 1 Larangan merokok dalam jalur Masih baik, perlu perbaikan dan
pengamatan perawatan
2 Papan peringatan 2 Keberadaan ular berbisa Terbuat dari kayu dan papan, lapuk.
Perlu diganti permanen
3 Papan obyek 1 Kowak malam kelabu dan Tulisan masih baik, gambar rusak
Bangau bluwok
4 Penunjuk arah 1 Arah ke menara dan obyek Lapuk, tulisan masih baik
pengamatan
5 Papan obyek 2 Raja udang dan Kuntul kecil Tulisan masih baik, gambar rusak
6 Papan obyek 3 Pohon kepuh dan Biawak Tulisan dan gambar rusak
7 Papan obyek 4 Kalong Baik
8 Papan obyek 5 Kingkit dan Ular Cincin mas Baik
9 Papan arah 2 Jalur 2 (elang laut dan laguna) Baik
10 Papan arah 3 Jalur 1 Baik
11 Menara pengamatan Dibangun tahun 1983 oleh Dinas Rusak
Kehutanan DKI
12 Shelter Di jalur utama arah kanan Rusak, tak terawat
13 Jalur interpretasi Sepanjang total 0,59 Km Secara umum masih baik, perlu
perbaikan di beberapa bagian,
perawatan
14 Label tumbuhan Pohon-pohon Secara umum masih baik, perlu
perawatan
15 Relief potensi flora dan Dibangun oleh Dinas Kehutanan Perlu perbaikan (pembaruan obyek)
fauna di Pulau Rambut DKI Jakarta Mei 1978 tulisan dan gambar
16 Papan peringatan Depan pos BKSDA Rusak
17 Papan penunjuk Arah persemaian Baik

52
b. Fasilitas pendukung Interpretasi yang direncanakan
Fasilitas interpretasi yang dibangun merupakan media penyampaian
informasi dan pesan-pesan mengenai Pulau Rambut dan potensinya kepada
pengunjung. Karenanya perlu dilakukan penambahan fasilitas yang mendukung
interpretasi dan sesuai dengan metode penyampaian interpretasi yang telah
direncanakan, sesuai dengan perkembangan aktivitas yang dilakukan di Suaka
Margasatwa Pulau Rambut yang berbasis pendidikan dan penelitian.
Fasilitas pendukung interpretasi yang dapat ditambahkan sesuai
dengan keinginan pengunjung (Tabel 13) adalah pusat informasi pengunjung,
buku informasi tentang Pulau Rambut, shelter, dan peta jalur perjalanan. Selain
itu perlu dibuat pula tambahan papan peringatan atau larangan untuk
pengunjung yang datang terutama yang berhubungan dengan menjaga
kelestarian Pulau Rambut dan keanekaragaman hayatinya. Sedangkan fasilitas
tambahan lainnya yang diinginkan oleh pengunjung yaitu WC, tempat sampah,
dan homestay.
Tabel 13. Rencana tambahan Fasilitas pendukung Interpretasi
No Nama deskripsi
1 Pusat informasi pengunjung 1 buah di dekat pos BKSDA
Peta interpretasi 1 buah berukuran cukup besar dan mudah dibaca di setiap awal
2
jalur
Shelter tambahan 1 buah di jalur kiri atau jalur utama dekat menara
3
pengamatan
Papan peringatan himbauan untuk tidak mengganggu satwa dalam jalur
4
interpretasi, masing-masing 1 di setiap jalur
7 Pal jalur interpretasi sepanjang jalur interpretasi
8 Petunjuk arah pada percabangan jalur/awal dan akhir suatu jalur interpretasi

Pusat informasi pengunjung yang dibangun tidak perlu terlalu luas yang
terpenting adalah tersedianya informasi mengenai Suaka Margasatwa Pulau
Rambut yang bisa didapat dengan optimal oleh pengunjung. Infomasi yang
ditampilkan bisa dalam bentuk display hasil dokumentasi, deskripsi potensi flora
dan fauna, serta hasil-hasil penelitian yang diaksanakan di Pulau Rambut.
Peta interpretasi yang dibangun adalah yang menampilkan jalur-jalur
pengamatan di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, panjangnya serta potensi di
dalamnya. Homestay dapat dibangun di Pulau Untung Jawa sebagai tempat
peristirahatan bagi pengunjung yang datang lebih dari 1 hari di Pulau Rambut.
Pondok peneliti dapat dibangun berdekatan ataupun bersatu dengan pos BKSDA
bagi peneliti yang tinggal di Pulau Rambut dalam waktu yang cukup lama.

53
Pembangunan atau penempatan fasilitas-fasilitas pendukung
interpretasi tersebut harus memperhatikan kondisi lingkungan di sekitarnya agar
tidak memberi kesan yang terlalu kontras dengan alam sehingga tidak menjadi
gangguan bagi satwa-satwa di Suaka Margasatwa Pulau Rambut. Hal ini bisa
dilakukan dengan pemilihan bahan yang alami seperti dari kayu, atap yang
dilapisi rumbia serta warna bangunan yang tidak terlalu mencolok serta
ditempatkan mengumpul dekat dengan pos BKSDA terutama pusat informasi dan
homestay. Fasilitas pendukung interpretasi tersebut dibangun mengumpul agar
tidak terlalu banyak lahan yang terpakai, sehingga kondisi alamiah di sekitarnya
tetap terjaga, serta agar tidak terlalu mengusik satwa-satwa dengan kehadiran
bangunan-bangunan ini.
Fasilitas-fasilitas interpretasi tersebut pada dasarnya merupakan
penunjang kegiatan interpretasi pada jalur-jalur yang telah direncanakan. Oleh
karena itu, fasilitas-fasilitas yang dibangun harus berisi informasi yang tepat,
mengena dan sesuai dengan kondisi yang ada di Pulau Rambut. Fasilitas
interpretasi yang direncanakan pada tiap jalur interpretasi disajikan pada Tabel
14.
Tabel 14. Fasilitas yang direncanakan pada tiap jalur interpretasi
No Jalur Interpretasi Fasilitas yang diperlukan
1. Dermaga (Ht. Pantai – Ht. Mangrove) Pusat informasi
Peta interpretasi
Peneduh/shelter
Papan peringatan
Petunjuk arah
Papan interpretasi
2. Hutan Pantai – Menara Pengamatan Peta interpretasi
Pal
Petunjuk arah
Shelter tambahan (2 buah)
Papan interpretasi
Papan peringatan
3. Menara Pengamatan – Hutan Mangrove Rusak Peta interpretasi
Pal
Papan peringatan
Papan interpretasi
Petunjuk arah

54
4.7. Keselamatan Pengunjung dan Kelestarian Sumberdaya
Interpretasi yang disampaikan mengenai suatu kawasan dan potensi
yang dimilikinya haruslah bersifat utuh dan menyeluruh. Selain itu, dalam
penyampaian interpretasi dengan berbagai metode dengan bantuan berbagai
media interpretasi, keselamatan pengunjung merupakan persyaratan yang perlu
diperhatikan. Namun sesuai dengan fungsi utama Suaka Margasatwa sebagai
kawasan perlindungan satwaliar, serta batasan kegiatan yang dapat dilakukan di
kawasan ini (pendidikan, penelitian dan wisata terbatas). Sehingga interpretasi
yang dilaksanakan, selain memperhatikan keselamatan pengunjung, perlu juga
menjaga kelestarian sumberdaya sebagai prioritas utama dalam pengelolaan
kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut.

4.7.1. Keselamatan Pengunjung


Keselamatan pengunjung merupakan salah satu hal yang perlu
diperhatikan dalam interpretasi. Adanya jalur interpretasi dan fasilitas pendukung
interpretasi dalam suatu kawasan merupakan sarana untuk mengkomunikasikan
potensi suatu kawasan kepada pengunjung, sekaligus menuntun pengunjung
dalam melakukan kegiatannya. Sehingga pengunjung dapat diarahkan untuk
menghindari hal-hal yang dapat mengganggu keselamatan dan keamanannya
selama melakukan kegiatan.
Kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut secara umum merupakan
kawasan yang cukup aman bagi pengunjung. Meski demikian, perlu disampaikan
kepada pengunjung mengenai kondisi alami Pulau Rambut dan berbagai resiko
yang mungkin timbul bila tidak berhati-hati. Pengarahan yang dilakukan pada
pengunjung ketika pengunjung datang di Pulau Rambut merupakan salah satu
upaya pencegahan terhadap gangguan keselamatan pengunjung yang paling
efektif.
Sesuai dengan kondisi fisik Pulau Rambut yang beragam, pengunjung
diharuskan memakai alas kaki (sepatu), topi dan pakaian yang menutup kaki
sampai mata kaki selama melakukan kegiatan di Pulau Rambut. Khusus di dalam
hutan sekunder campuran, baju yang dipakai hendaknya berwarna gelap dan
berlengan panjang. Selain itu, pengunjung sebaiknya tidak diperkenankan untuk
berenang karena di daerah pantai di Pulau Rambut banyak ditemukan Bulu babi,
ikan Pari dan ikan Sembilang karena memiliki alat pertahanan (duri, ekor, patil)
yang berbahaya bagi manusia, serta sampah yang dapat membahayakan
pengunjung.

55
4.7.2. Kelestarian sumberdaya
Interpretasi yang dilaksanakan di Suaka Margasatwa Pulau Rambut
sebagai jembatan antara pengunjung dan sumberdaya yang terdapat dalam
suatu kawasan, harus sesuai dengan fungsi utama kawasan ini sebagai kawasan
bagi perlindungan satwaliar. Sebagian besar jenis satwa yang hidup di Pulau
Rambut, terutama jenis burung air merupakan satwa yang sangat sensitif dan
mudah stres terhadap kehadiran manusia. Ketergangguan terhadap kehadiran
manusia ini ditunjukkan dengan melarikan diri, jatuhnya makanan, telur dan
anakan ke lantai hutan. Bila kegiatan yang dilakukan tidak terkendali, maka
dampak negatif yang mengancam kelestarian keanekaragaman hayati di Pulau
Rambut akan semakin besar.
Pembatasan-pembatasan untuk kegiatan yang dilakukan di Pulau
Rambut mencakup pembatasan jumlah pengunjung, musim kunjungan, serta
lokasi yang dapat dikunjungi oleh pengunjung. Jumlah pengunjung maksimal
yang datang ke Pulau Rambut pada satu kali kunjungan maupun jumlah
pengunjung yang diperbolehkan masuk ke dalam jalur interpretasi harus dibatasi.
Pada musim perkembangbiakan burung air, pengunjung dibatasi maksimal 20
orang untuk satu kali kunjungan, dengan pembagian kelompok yang masuk ke
jalur interpretasi maksimal 5 orang, atau tidak ada kunjungan sama sekali kecuali
untuk kepentingan penelitian. Hal ini dilakukan untuk memberi kesempatan
satwa-satwa di Pulau Rambut, terutama burung air untuk berkembangbiak
dengan optimal. Sedangkan pada musim selain musim perkembangbiakkan,
jumlah pengunjung dapat ditambah sampai 50 orang, dengan pembagian
kelompok yang masuk ke jalur interpretasi maksimal 10 orang.
Lokasi yang dapat dikunjungi pengunjung dibatasi pada lokasi-lokasi
yang menampilkan potensi Pulau Rambut, namun tidak seluruhnya. Lokasi-lokasi
yang perlu dijaga dari pengunjung misalnya lokasi bertelur dan lokasi mencari
makan burung air. Pengunjung dapat melakukan pengamatan dari menara
pengamatan atau dari jarak yang tidak terlalu dekat dengan menggunakan alat
bantu (teropong) untuk lokasi-lokasi yang dibatasi kunjungannya.
Pembatasan-pembatasan bagi kegiatan yang dapat dilaksanakan di
Pulau Rambut ini perlu ditetapkan dengan peraturan yang sah serta
disosialisasikan kepada pengunjung yang datang maupun pengunjung yang
akan datang ke Pulau Rambut (actual visitors and potential visitors), sehingga
kelestarian potensi keanekaragaman hayati Pulau Rambut dapat terus terjaga.

56
DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H. S. 2002. Pengelolaan Satwaliar jilid I. Yayasan Penerbit Fakultas


Kehutanan (YPFK). Bogor.

Ayat, A. 2002. Perilaku Berbiak Burung Bluwok (Mycteria cinerea Raffles) di


Suaka Margasatwa Pulau Rambut. Skripsi Jurusan Konservasi
Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Azhar, A. 2002. Evaluasi Terhadap Kelimpahan dan Pola Penggunaan Habitat


Bersarang Burung Merandai Pada Musim Berbiak Di Suaka Margasatwa
Pulau Rambut. Skripsi Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Berkmuller, K. 1981. Guidelines and Techniques for Environmental Interpretation.


Published with the Support of the Netherlands Foundation for International
Nature Protection (Van Tienhoven Foundation) and International Union for
Conservation of Nature Resources.

BKSDA DKI Jakarta. 2005. Mengenal Keanekaragaman Hayati: Suaka


Margasatwa Pulau Rambut. BKSDA DKI jakarta. Jakarta.

Carter, J. 2001. A Sense of Place: An interpretive planning handbook. Second


edition with revisions published in electronic format on the website of the
Scottish Interpretation Network (www.scotinterpnet.co.uk)

Dinas Pertanian dan Kehutanan Propinsi DKI Jakarta dan Fahutan IPB. 2002.
Konsep Pengembangan Lingkungan Kawasan Suaka Margasatwa Pulau
Rambut. Proyek Penelitian Pertanian dan Kehutanan Propinsi DKI Jakarta.
Jakarta.

Dwi.S. 2003. Pengembangan Interpretasi di Indonesia. Prosiding. Laboratorium


Rekreasi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan
IPB. Bogor.

Fahruddin, L. 1997. Program Interpretasi Lingkungan di Wana Wisata Sarangan


KPH Lawu Ds. Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Skripsi Jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan, Fahutan IPB. Bogor.

Fitriana, N. 1999. Ekologi Lansekap Cagar Alam Pulau Rambut, Jakarta. Skripsi
Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Imanuddin dan A. Mardiastuti. 2003. Ekologi Bangau Bluwok (Mycteria cinerea)


di Pulau Rambut, Jakarta. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan,
Fahutan IPB-Disney Wildlife Conservation-Wildlife Trust, USA. Bogor.

Mahmud, A. 1991. Kelimpahan dan Pola Penyebaran Burung-Burung Merandai


di Cagar Alam Pulau Rambut. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan.
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Mardiastuti, A. 1992. Habitat and nest-site characteristics of waterbirds in Pulau
Rambut Nature Reserve, Jakarta Bay, Indonesia. PhD Dissertation,
Michigan State University, Michigan, USA.

Muntasib E.K.S.H. 2003. Interpretasi Wisata Alam. Laboratorium Rekreasi Alam.


Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Sharpe, G.W. 1982. Interpreting The Environment. Second Edition. John Wiley
and Sons Inc. New York.

Sopiyudin, E. 2003. Perencanaan Interpretasi Lingkungan di Wana Wisata


Gunung Bunder KPH Bogor. Skripsi Jurusan Konservasi Sumberdaya
Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Somantri, O. 1996. Perencanaan Program Interpretasi Lingkungan di Taman


Wisata Alam Gunung Papandayan Propinsi Jawa Barat. Skripsi Jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Tilden, F. 1957. Interpreting Our Heritage. The University of North Carolina


Press. New York.

UNESCO. 2000. Reducing Megacity Impacts on Coastal Environment-Alternative


Livehoods and Waste Management in Jakarta and The Seribu Island.
Coastal Region and Small Island Paper 6, UNESCO, Paris, 59 pp.

Veverka .J. A. 1994. Interpretive Master Planning. Acorn Naturalist. California.

60
LAMPIRAN
Lampiran 1.
KUISIONER PENELITIAN

, Salam lestari,
Sebelumnya saya mohon maaf apabila mengganggu aktivitas Bapak/Ibu/Saudara/i.
Kuisioner ini merupakan bagian dari penelitian yang bertujuan untuk menyusun suatu
perencanaan interpretasi di Suaka Margasatwa Pulau Rambut yang nantinya dapat
digunakan sebagai penuntun dalam pelaksanaan kegiatan di Pulau Rambut.
Melalui penelitian ini diharapkan dampak negatif kegiatan manusia di Pulau Rambut
dapat ditekan seminim mungkin sehingga kelestariannya tetap terjaga.
Karena pentingnya penelitian ini, saya sangat mengharapkan kesediaan
Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuisioner ini, Terimakasih.

Lingkari jawaban yang Bapak/Ibu/Saudara/i pilih atas pertanyaan- pertanyaan di


bawah ini.

A. Latar Belakang Pengunjung

1. Jenis kelamin : P / L
2. Kota asal : …………........................................................
3. Berapa usia Anda ?
a. 12 - 17 tahun
b. 18 - 25 tahun
c. 26 – 50 tahun
d. Lebih dari 50 tahun.
4. Apakah pendidikan terakhir/tertinggi Anda ?
a. Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau yang setingkat
b. Sekolah Menengah Atas (SMA) atau yang setingkat
c. Perguruan Tinggi

B. Tujuan dan Pola Kunjungan

1. Apa tujuan utama Anda datang ke Suaka Margasatwa Pulau Rambut ?


a. Melepas kepenatan dan kejenuhan (rekreasi)
b. Penelitian
c. Perjalanan ilmiah sekolah
d. Lainnya (sebutkan).............................................................................
2. Kegiatan apa yang paling Anda sukai di kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut ?
a. Melihat dan menikmati pemandangan alam
b. Memancing dan berenang
c. Mengamati binatang

62
d. Mengamati tumbuhan
e. Lainnya (sebutkan).............................................................................
3. Bersama siapa Anda datang ke kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut?
a. Sendiri b. Keluarga...............orang
c. Teman...................orang
d. lainnya (sebutkan)........................................................................orang
4. Berapa lama Anda melakukan kunjungan di Pulau Rambut
a. 1 hari c. 3 hari e. lebih dari 1 bulan.
b. 2 hari d. I minggu

C. Potensi Kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut

1. Menurut Anda, apa yang menjadi daya tarik utama dari kawasan Suaka Margasatwa
Pulau Rambut ini ?
a. Keunikan binatang, terutama jenis burung air (Bluwok, Pecuk, Cangak, dll)
b. Keunikan hutan dan tumbuhan, serta kegunaannya
c. Pemandangan alam
d. Lainnya (sebutkan)................................................................................
2. Binatang apa yang paling menarik bagi Anda?
a. Burung c. Biawak
b. Kalong d. Ular
e. lainnya (sebutkan)...................................................................................
3. Jenis burung air apa yang menarik bagi Anda? (boleh lebih dari 1 jawaban)
a. Kowak c. Kuntul
b. Pecuk d. Cangak
e. lainnya (sebutkan)..........................................................................................
4. Jenis burung lain apa yang menarik bagi anda? (boleh lebih dari 1 jawaban)
a. kepodang b. kucica c. Elang laut
d. lainnya (sebutkan)...........................................................................................
5. Tumbuhan apa yang menarik bagi Anda? (boleh lebih dari 1 jawaban)
a. Kingkit c. Bakau (hutan mangrove)
b. Kedoya d. kepuh
e. Lainnya (sebutkan).......................................................................................
6. Hal apa yang menarik paling menarik dari tumbuh-tumbuhan tersebut?
a. Nilai ekonominya (harga)
b. Ciri-ciri fisiknya
c. Fungsinya sebagai tempat hidup binatang, terutama burung air

63
d. lainnya (sebutkan)...........................................................................................
7. Menurut Anda, apakah segala potensi (burung, ular, biawak, hutan, tumbuhan berguna,
dll) yang ada di Pulau Rambut perlu dilindungi dan dilestarikan keberadaannya ?
a. Ya b. Tidak

D. Pemanduan – Interpretasi

1. Cara apa yang anda pilih untuk melakukan kegiatan di Pulau Rambut ?
a. Perjalanan dengan pemandu b. Jalur pemanduan sendiri (mandiri)
c. lainnya (sebutkan).............................................................................
2. Apa pendapat anda mengenai pemanduan yang ada sekarang (dari petugas SM Pulau
Rambut) ?
a. pemanduan sudah cukup baik b. Informasi yang disampaikan sedikit
c. pemandu kurang komunikatif d. lainnya..............................................................
3. Menurut Anda fasilitas pendukung interpretasi apa yang perlu ditambahkan? (boleh lebih
dari 1 jawaban)
a. Pusat Informasi bagi pengunjung
b. Peta jalur perjalanan
c. Shelter (tempat istirahat)
d. Buku Informasi tentang Suaka Margasatwa Pulau Rambut
e. Lainnya (sebutkan).......................................................................................
4. Menurut Anda fasilitas tambahan apa yang perlu dibangun di Suaka Margasatwa Pulau
Rambut? (boleh lebih dari 1 jawaban)
a. Tempat sampah
b. WC
c. Toko souvenir
d. Homestay
e. lainnya (sebutkan).............................................................................................

64
Lampiran 2.

Data kunjungan ke Suaka Margasatwa Pulau Rambut selama tahun 2005

No. Tanggal Instansi Jumlah orang keterangan


1. 9 -10 Februari 2005 Tri Budi Panapak 25 Aksi bersih laut
2. 9-10 Februari 2005 - 10 Observasi
3. 6 Maret 2005 Pemda DKI 8 Refreshing
4. 6 Maret 2005 - 20 Observasi
5 12 Maret 2005 - 7 Mancing
6 12-15 Maret 2005 TV7 8 Shooting film “Kehidupan Satwa
Di Pulau Rambut”
7 20 Maret 2005 Akper Pelita Harapan 5 Survey lapangan
8 7 April 2005 - 20 Observasi
9 20 April 2005 - 4 Observasi
10 20 April 2005 TV7 6 Shooting film “kehidupan satwa
di Pulau Rambut; Ular sanca dan
Biawak”
11 22-24 April 2005 FMIPA UPI-Bandung 3 Observasi
12 23 April 2005 - - Pengajian al kautsar
13 24 April 2005 - - Mancing
14 24 April 2005 Gogirl Magazine 5 Observasi
15 30 April 2005 SMAN 20 Jakarta 51 Observasi
16 30 April-2 Mei 2005 - 10 Observasi
17 24 September 2005 SMUN 36 Jaktim 90 Observasi
18 26-27 September 2005 SMAN 100 Jakarta 100 Observasi
19 28 Oktober 2005 SMA PSKD VII 57 Observasi
20 30 Oktober 2005 Yayasan Mangrove Indonesia - Observasi
21 18-20 November 2005 SMA Yayasan Pendidikan 37 Observasi
Keluarga Widur
22 22-23 November 2005 FFI-Indonesia Programe 10 Observasi
23 25-26 November 2005 Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti 64 Observasi
24 9 Desember 2005 Poltek Kesehatan Jur. Teknik 40 Observasi
Radiodiagnostik&Radioterapi
25 12 Desemeber 2005 FFI-Indonesia Programe 30 Observasi
26 11 Januari 2006 - - Kunjungan pengamatan
27 12-26 Januari 2006 The Wildlife Photografers 5 Observasi
Community
28 Feb`06-Maret`06 IPB 1 Penelitian
29 18 Februari 2006* FFI-Indonesia Programe 20 Observasi
30 18 Februari 2006* FMIPA-UI 5 Survey lapangan
31 24 Februari 2006* Dinas Kehutana DKI Jakarta 23 Kunjungan dinas
32 9 Maret 2006* Perhimpunan Kader Konservasi 8 Survey lapangan
33 11 Maret 2006* Universitas Mercubuana Jakarta 15 Observasi Mapala
34 12 Maret 2006* FFI-Indonesia Programe 16 Observasi

Keterangan: * kunjungan selama penelitian berlangsung

65
Lampiran 3. Struktur Organisasi Balai Konservasi Sumberdaya Alam DKI Jakarta.

Kepala BKSDA DKI Jakarta

Kepala Seksi Wilayah I Kepala Seksi Wilayah II


Tegal Alur

Penata Usaha Umum dan Keuangan


Penata Usaha Kepegawaian dan Perlengkapan
Penata Bina Wisata Alam dan Kader Konservasi
Penata Bina Konservasi dan Perlindungan
Penata Rencana Program dan Pelaporan
Penjaga/Pengaman P. Untung Jawa, S.M. P.
Rambut dan C.A. P. Bokor

66
Lampiran 4.
1. Satwa yang ditemukan pada pukul 06.00-08.00 WIB (Februari-Maret 2006)
Nama spesies Lokasi Waktu
HM/Jalur Meter Kanan/Kiri jalur Ditemukan
lokal latin
ke
I Biawak Varanus salvator 10 kiri, 20 meter 06.09
25 kanan, 15 meter 06.10
25 kiri, 5 meter 06.20
92 kiri, 10 meter 06.53
Asosiasi* Nycticorax 25 kiri, 10 meter 06.10
(Kowak malam nycticorax, Ardea 48 kiri, 5 meter 06.13
kelabu, Cangak cinerea, 63 kiri, 5 meter 06.23
abu, Pecuk Phlacrocorax niger. kanan, 10 meter 06.73
82
padi)
Pecuk padi Phalacrocorax kanan, 20 meter 06.55
26
niger
Kowak malam Nycticorx kanan, 5 meter 06.16
63
kelabu nycticorax
II Biawak Varanus salvator 130 kiri, 10 meter 06.20
Kalong Pteropus vampirus 155 kanan, 10 meter 06.23
Kuntul kerbau Bubulcus ibis 163 kiri, 10 meter 07.00
Bangau bluwok Mycteria cinerea 196 kanan, 10 meter 06.27
Ibis pelatuk besi Threskiornis kanan, 10 meter 06.27
196
melanocephalus
III Kalong Pteropus vampirus 236 kanan, 5 meter 07.34
274 kanan, 5 meter 07.38
Cangak abu Ardea cinerea 288 kanan, 5 meter 07.40
kiri Kuntul kerbau Bubulcus ibis 29 kiri, 10 meter 07.20

Kuntul kecil Egretta garzetta 47 kiri, 10 meter 07.17


Asosiasi 55 kiri, 5 meter 07.18
Bangau bluwok Mycteria cinerea 79 kiri, 20 meter 07.20
Kanan Asosiasi 33 kanan, 5 meter 06. 20
Kuntul kerbau Bubulcus ibis 65 kiri, 20 meter 06.28
Kowak malam Nycticorax kanan, 20 meter 07. 08
100
kelabu nycticorax
Pecuk ular Anhinga kiri, 10 meter 07.06
112
melanogaster
Keterangan:
• Asosiasi (Kowak malam kelabu, Cangak abu, Pecuk padi)
• (A) Jalur menuju menara, (B) JalurPercabangan Kanan, (C) Jalur Percabangan Kiri

Lanjutan lampiran 4.

67
2. Satwa yang ditemukan pada pukul 08.00-10.00 WIB (Februari-Maret 2006)
Nama Spesies Lokasi
Waktu
HM/jalur Meter
Lokal Latin kanan/kiri jalur ditemukan
ke
I Pecuk padi Phalacrocorax niger 14 kanan, 5 meter 08.15
Asosiasi 14 kiri, 10 meter 08.15
85 kanan, 10 meter 08.24
Kowak malam Nycticorax nycticoax 27 kanan, 5 meter 08.20
kelabu
Bangau bluwok Mycteria cinerea 90 kanan, 10 meter 08.25
II Asosiasi 142 kiri, 5 meter 08.27
Biawak Varanus salvator 151 kiri, 5 meter 08.30
151 kiri, 5 meter 08.30
Bangau bluwok Mycteria cinerea 195 kanan, 10 meter 09.09
Ibis pelatuk Threskiornis 195 kanan, 10 meter 09.09
besi melanocephalus
Kuntul kerbau Bubulcus ibis 169 kiri, 15 meter 08.36
III Kalong Pteropus vampirus 239 kanan, 10 meter 08.51
274 kanan, 5 meter 08.56
Biawak Varanus salvator 287 kanan, 10 meter 09.47
Cangak abu Ardea cinerea 296 kanan, 5 meter 09.50
Kiri Kuntul kerbau Bubulcus ibis 37 kiri, 10 meter 09.01
Asosiasi 55 kiri, 5 meter 09.02
Kanan Asosiasi 40 kanan, 10 meter 08.42
Biawak Varanus salvator 42 kanan, 5 meter 08.49
Kuntul kerbau Bubulcus ibis 64 kiri, 15 meter 09.04
Kowak malam Nycticorax nycticorax 100 kanan, 20 meter 08.55
kelabu
Cangak abu Ardea cinerea 100 kiri, 20 meter 08.51
Pecuk ular Anhinga melanogaster 112 kanan, 20 meter 08.52

3. Satwa yang ditemukan pada pukul 10.00-12.00 WIB (Februari-Maret 2006)


Nama Spesies Lokasi
Waktu
HM/jalur Meter
Lokal Latin kanan/kiri jalur ditemukan
ke
I Asosiasi (kowak malam kelabu, cangak 14 kiri, 10 meter 10.31
abu, pecuk padi) 77 kiri, 10 meter 10.33
96 kanan, 15 meter 10.52
Pecuk padi Phalacrocorax niger 14 kanan, 20 meter 10.30
Kowak malam Nycticorax nycticorax 25 kanan, 15 meter 10.51
kelabu
Kuntul Egretta sp 48 kiri, 15 meter 10.00
Pecuk ular Anhinga melanogster 101 kanan, 10 meter 10.13
II Kowak malam Nycticorax nycticorax 126 kanan, 5 meter 10.15
kelabu
Kalong Pteropus vampirus 145 kanan, 10 meter 10.18
Asosiasi 153 kanan, 15 meter 10.36
Ibis pelatuk Threskiornis 199 kanan, 10 meter 10.39
besi melanocephalus
III Kalong Ptropus vampirus 232 kanan, 10 meter 10.24
274 kanan, 10 meter 10.00
Kiri Kuntul kerbau Bubulcus ibis 29 kiri, 20 meter 10.49
Asosiasi 49 kiri, 10 meter 10.50
Kuntul kecil Egretta garzetta 49 kiri, 20 meter 10.50
Kanan Kowak malam Nycticorax nycticorax 35 kanan, 10 meter 10.38
kelabu 132 kanan, 5 meter 10.45
Asosiasi 35 kanan, 10 meter 11.00
Kuntul kerbau Bubulcus ibis 69 kiri, 20 meter 11.25
Pecuk ular Anhinga melanogaster 109 kanan, 15 meter 11.35

Lanjutan lampiran 4.

4. Satwa yang ditemukan pada pukul 12.00-14.00 WIB (Februari-Maret 2006)


Nama Spesies Lokasi
Waktu
HM/jalur Meter
Lokal Latin kanan/kiri jalur ditemukan
ke
I Asosiasi (kowak malam kelabu, cangak 25 kanan, 5 meter 12.19
abu, pecuk padi) 52 kanan, 15 meter 12.38
89 kiri, 5 meter 12.50

68
Kuntul kerbau Bubulcus ibis 25 kanan, 15 meter 12.51
II Asosiasi 134 kanan, 5 meter 12.48
Kalong Pteropus vampirus 152 kanan, 10 meter 12.47
Kuntul kerbau Bubulcus ibis 164 kiri, 15 metr 12.46
Bangau bluwok Mycteria cinerea 193 kiri, 25 meter 12.40
III Kalong Pteropus vampirus 235 kanan, 10 meter 12.29
275 kanan, 10 meter 12.31
Kiri Kuntul kerbau Bubulcus ibis 29 kiri, 20 meter 12.43
asosiasi (kowak malam kelabu, 51 kiri, 5 meter 12.44
Cangakabu, Pecuk padi)
Kanan Asosiasi 35 kanan, 10 meter 13.10
Kuntul kecil Egretta garzetta 76 kiri, 25 meter 13.02
Kuntul kerbau Bubulcus ibis 65 kiri, 10 meter 13.02
Pecuk ular Anhinga 127 kanan, 25 meter 13.35
melanogaster
Kowak malam Nycticorax nycticorax 127 kanan, 20 meter 13.35
kelabu

69
Lanjutan lampiran 4.

5. Satwa yang ditemukan pada pukul 14.00-16.00 WIB (Februari-Maret 2006)


Nama Spesies Lokasi
Waktu
HM/jalur Meter
Lokal Latin kanan/kiri jalur ditemukan
ke
I Kuntul kecil Egretta garzetta 33 kanan, 20 15.34
meter
Pecuk padi Phalacrocorax niger 74 kanan, 15 14.07
meter
82 kanan, 15 14.15
meter
103 kanan, 3 meter 14.17
Cangak abu Ardea cinerea 33 kanan, 10 14.07
meter
Kowak malam Nycticorax nycticorax 47 kanan, 15 14.11
kelabu meter
33 kanan, 20 15.34
meter
Biawak Varanus salvator 33 kanan, 3 meter 15.16
Nama spesies Lokasi
Waktu
Kanan/kiri
Hm 1 Lokal Latin Meter ke ditemukan
jalur
Asosiasi (Kowak malam kelabu,cangak 33 kiri, 5 meter 15.11
abu, Pecuk padi) 99 kanan, 20 15.15
meter
II Asosiasi 126 kanan, 5 meter 15.28
Pecuk padi Phalacrocorax 146 kanan, 5 meter 15.09
niger
Kalong Pteropus 146 kanan, 12 14.19
vampirus meter
Kuntul kerbau Bubulcus ibis 176 kiri, 15 meter 15.24
Kuntul sedang Egretta 191 kiri, 20 meter 14.25
intermedia
III Kalong Pteropus 237 kanan, 5 meter 14.37
vampirus 273 kanan, 5 meter 14.40
Biawak Varanus salvator 220 kanan, 3 meter 14.42
Cangak abu Ardea cinerea 289 kanan, 10 14.36
meter
Kiri Kuntul kerbau Bubulcus ibis 30 kiri, 15 meter 15.01
Asosiasi 54 kiri, 10 meter 14.48
Kanan Asosiasi 33 kanan, 10 15.10
meter
Kuntul kerbau Bubulcus ibis 65 kiri, 10 meter 14.31
Pecuk ular Anhinga 113 kanan, 20 14.35
melanogaster meter
Kowak malam kelabu Nycticorax 130 kanan, 7 meter 14.38
nycticorax

70
Lanjutan lampiran 4.

6. Satwa yang ditemukan pada pukul 16.00-18.00 WIB (Februari-Maret 2006)


Nama Spesies Lokasi
Waktu
HM/jalur Meter
Lokal Latin kanan/kiri jalur ditemukan
ke
I Pecuk padi Phalacrocorax 21 kanan, 20 16.00
niger meter
42 kanan, 20 17.24
meter
Asosiasi 31 kanan, 10 16.20
meter
67 kanan, 5 meter 16.22
Kowak malam kelabu Nycticorax 78 kanan, 15 17.23
nycticorax meter
II Asosiasi 123 kanan, 5 meter 16.01
Pecuk padi Phalacrocorax 137 kanan, 12 17.20
niger meter
Kalong Pteropus 142 kanan, 10 16.25
vampirus meter
Bangau bluwok Mycteria cinerea 142 kanan, 20 16.01
meter
Ibis pelatuk besi Threskiornis 165 kiri, 20 meter 16.05
melanocephalus 198 Kiri, 15 meter 16.24
Hm II Nama spesies Lokasi
Waktu
Kanan/kiri
Lokal latin Meter ke ditemukan
jalur
Kuntul kerbau Bubulcus ibis 173 kiri, 20 meter 16.08
III Cangak abu Ardea cinerea 203 Kiri, 15 meter 16.24
Kalong Pteropus 233 kanan, 5 meter 16.26
vampirus 275 kanan, 15 16.59
meter
Kowak malam kelabu Nycticorax 265 kanan, 10 16.52
nycticorax meter
Kiri Kuntul kerbau Bubulcus ibis 33 kiri, 5 meter 17.05
Asosiasi 56 kiri, 5 meter 16.38

Kanan Asosiasi 31 kanan, 5 meter 16.11


Kuntul kerbau Bubulcus ibis 72 kiri, 20 meter 16.13
Pecuk ular Anhinga 72 kiri, 20 meter 16.14
melanogaster
Kowak malam kelabu Nycticorax 127 kanan, 20 16.32
nycticora meter

71
.
Lampiran 5.

Sumber: Lab. Analisis Lingkungan dan Data Spasial. DKSHE, Fahutan - IPB
Gambar 1. pemetaan satwa pada pukul 06.00-08.00 WIB (Februari-Maret 2006)
72
Lanjutan lampiran 5

Sumber: Lab. Analisis Lingkungan dan Data Spasial. DKSHE, Fahutan - IPB
Gambar 2. pemetaan satwa pada pukul 08.00-10.00 WIB (Februari-Maret 2006)
73
Lanjutan lampiran 5

Sumber: Lab. Analisis Lingkungan dan Data Spasial. DKSHE, Fahutan – IPB.
Gambar 3. pemetaan satwa pada pukul 10.00-12.00 WIB (Februari-Maret 2006)
74
Lanjutan lampiran 5

Sumber: Lab. Analisis Lingkungan dan Data Spasial. DKSHE. Fahutan – IPB.
Gambar 4. pemetaan satwa pada pukul 12.00-14.00 WIB (Februari-Maret 2006)
75
Lanjutan lampiran 5

Sumber: Lab. Analisis Lingkungan dan Data Spasial. DKSHE. Fahutan - IPB
Gambar 5. pemetaan satwa pada pukul 14.00-16.00 WIB (Februari-Maret 2006)
76
Lanjutan lampiran 5

Sumber: Lab. Analisis Lingkungan dan Data Spasial. DKSHE. Fahutan – IPB.
Gambar 6. pemetaan satwa pada pukul 16.00-18.00 WIB (Februari-Maret 2006)
77
Lampiran 6. Hasil Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Jalur interpretasi utama Gambar 2. Papan nama obyek

Gambar 3. Bakau (Rhizophora sp.) Gambar 4. Penunjuk obyek

Gambar 5. Papan peringatan Gambar 6. Menara Pengamatan

78
Gambar 7. Hutan Mangrove rusak Gambar 8. Kingkit (Triphasia trifolia)

Gambar 9. Burung air di hutan mangrove

Gambar 10. Pos BKSDA

79
Gambar 11. Papan Peringatan

Gambar 12. Relief Potensi Kawasan

80

Anda mungkin juga menyukai