ADANG
BUPERTA CIBUBUR
JAKARTA TIMUR
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
ADANG
103095029750
Menyetujui,
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Mengetahui,
Ketua program Studi Biologi
Tim Penguji
Penghuji I Penguji II
Menyetujui,
Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis Dr. Lili Surayya Eka Putri , M.Env. Stud
NIP. 150 317 956 NIP. 150 375 182
PERNYATAAN
Adang
103095029750
ABSTRAK
BUPERTA Cibubur merupakan salah satu kawasan yang yang dijadikan sebagai
hutan kota oleh PEMDA DKI Jakarta. Kurang terarahnya perencanaan tata ruang
hutan kota tersebut menjadi ancaman kelangsungan hidup burung-burung yang
ada di hutan kota tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi
tentang keanekaragaman burung dan profil habitat sebagai penunjang kelangsugan
hidup bagi burung di hutan kota BUPERTA Cibubur. Metode penelitian
dilakukan dengan metode survey. Sensus burung dilakukan dengan metode IPA
Indices Puctue d’Abondance atau Indek titik kelimpahan pada stasiun yang telah
ditentukan dan untuk profil habitat sketsa yang menitikberatkan wilayah yang
banyak dimanfaatkan oleh burung dengan cara membuat plot yang telah
ditentukan di masing-masing stasiun. Analisis data secara deskriptif. Hasil
penelitian menunjukkan keanekaragaman burung di 2 stasiun yaitu 1.159 pada
stasiun 1 dan 1.173 pada stasiun 2 sedangkan profil habitat burung didapat dalam
3 lokasi yang secara umum dimanfaatkan oleh burung yaitu lokasi mencari
makan, lokasi bermain dan lokasi istirahat atau tidur. Kelimpahan burung di hutan
kota BUPERTA Cibubur bervariasi dengan tingkat dominansi tinggi sampai
rendah.
Adang. Study of bird diversity in urban forest at Bumi Perkemahan Pramuka and
Graha Wisata (BUPERTA) Cibubur, Eastern Jakarta. Skripsi. Direction of
Biology, Faculty Science and Technology. Islamic State of University Syarif
Hidayatullah, Jakarta, 2008.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL…................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN….....................................................................ii
ABSTRAK…................................................................................................v
ABSTRACT...................................................................................................vi
KATA PENGANTAR…..............................................................................vii
DAFTAR ISI….............................................................................................viii
DAFTAR TABEL…....................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR…................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN…............................................................................xiii
BAB I. PENDAHULUAN…........................................................................1
16.1.............................................................................Latar Belakang…1
16.2.....................................................................Perumusan Masalah…3
16.3......................................................................................Hipotesis…3
16.4.........................................................................Tujuan Penelitian…3
16.5.......................................................................Manfaat Penelitian…4
2.1. BUPERTA….................................................................................5
4.2. Pembahasan……………………………………………………. 36
4.2.1. Kelimpahan dan Indeks Dominansi Burung….......................36
4.2.6. Vegetasi…..............................................................................51
5.1. Kesimpulan…...............................................................................55
5.2. Saran….........................................................................................56
DAFTAR PUSTAKA…...............................................................................57
LAMPIRAN…..............................................................................................61
DAFTAR TABEL
68
69
70
71
AYAT-AYAT PERSEMBAHAN
Bismillahirrohmaanirrochim
Dan ketika Allah mengatakan : Hai Isya anak Maryam ! ingatilah karuniaKu
kepada engkau dan ibu engkau, ketika Aku menolong engkau dengan Ruh suci, dan engkau
berkata-kata kepada manusia dalam buaian dan sesudah dewasa dan ingati pula ketika
Aku ajarkan kepada engkau kitab, Hikmat (kebijaksanaan), Taurat dan Injil dan ingati
pula ketika engkau membuat bentuk burung dari tanah dengan izinKu, kemudian engkau
hembus ke dalamnya, lalu ia menjadi burung dengan izinKu; dan engkau sembuhkan
orang-orang buta dan orang-orang berpenyakit lepra dengan izinKu; dan ingati pula
ketika engkau menghidupkan orang mati dengan izinKu; dan Aku tahan anak-anak Israil
menentang engkau (hendak membinasakan) ketika engkau mengemukakan kepada mereka
keterangan- keterangan yang jelas, lalu orang-orang yang tidak percaya diantara mereka
mengatakan ini tidak lain dari sihir yang terang (QS Al-Maidah : 6 :110)
Dan binatang-binatang yang ada di bumi dan burung yang terbang dengan kedua
sayapnya adalah bangsa-bangsa seperti kamu juga. Tiadalah Kami alpakan sedikitpun dalam
Kitab, kemudian mereka akan dikumpulkan kepada Tuhan. (QS Al – An’aam : 6 :38)
PENDAHULUAN
atau apa saja yang terbangun di atas permukaan tanah. Kini ruang terbuka hijau
dampak negatif dari pembangunan ini antara lain terjadinya penurunan kualitas
Cibubur menjadi hutan kota dimana di dalam kawasan tersebut terdapat beberapa
sumber kehidupan bagi keangsungan hidup makhluk hidup selain sebagai habitat
bagi satwa di kawasan tersebut terdapat danau, dimana pada saat musim
penghujan danau tersebut berfungsi sebagai daerah resapan air hujan dari wilayah
sekitar Cibubur, selain itu danau sering dijadikan sebagai wahana wisata air.
Sebagian satwa yang masih dapat bertahan hidup di hutan kota BUPERTA
Cibubur sampai sekarang yaitu jenis burung. Menurut Sujatnika et al. (1995)
hayati, karena kelompok burung memiliki sifat-sifat yang mendukung, yaitu hidup
konservasi saja seperti Cagar Alam, Suaka Margasatwa, dan Taman Nasional.
Burung merupakan satwa liar yang memiliki tingkat mobilitas yang tinggi dan
mampu beradaptasi pada berbagai tipe habitat yang luas ( Welty, 1992), sehingga
upaya konservasi juga diperlukan di kawasan non konservasi, salah satunya hutan
kualitas lingkungan yang baik ditunjang dengan adanya areal vegetasi yang besar
(Dudun, dalam Ernawati dan Miarsyah 2003). Mengingat belum adanya data-data
Cibubur?
BUPERTA Cibubur?
1.3. Hipotesis
BUPERTA Cibubur.
2. Terdapat lokasi yang baik untuk kehidupan burung di dua stasiun hutan kota
BUPERTA Cibubur.
BUPERTA Cibubur.
ekosistem perkotaan.
TINJAUAN PUSTAKA
pendidikan, latihan dan rekreasi sehat yang bertaraf nasional, Gerakan Pramuka
yang pada waktu itu belum mempunyai lahan perkemahan dan akan mengadakan
(Jambore Nasional) serta Jambore Asia Pasifik, maka ketua Kwarnas Gerakan
geografis terletak di ujung timur kota Jakarta dengan luas areal 210 hektar,
Munjul Jakarta Timur, Barat berbatasan dengan jalan tol Jagorawi, Timur
pemerintah Koloni Belanda, pada tahun 1971 kawasan ini diambil alih oleh
rekreasi Gerakan pramuka yang kemudian diberi nama Widya Mandala Krida
Pramuka Youth Hostel, Aula Cut Nyak Dien, Loka Dewi Sinta dan Ruang Makan
Ken Dedes. Kesemuanya itu diperuntukkan bagi tamu-tamu dari luar seperti para
068 Tahun 1987 tentang penggabungan Unit Usaha Bumi Perkemahan dan Unit
Usaha Graha Wisata Pramuka menjadi Unit Usaha Bumi Perkemahan dan Graha
Oktober 2008)
kota mendorong Pemda DKI Jakarta untuk menyediakan beberapa tempat untuk
Jakarta pada tahun 2004 meresmikan kawasan Bumi Perkemahan dan Graha
2. 2. Hutan Kota
demi memenuhi syarat dalam rancangan pembangunan kota. Hutan kota adalah
Hutan kota akan dirasakan belum lengkap jika suatu hutan kota belum
suasana riang dengan bunyi kicauannya. Kehadiran burung dapat menambah nilai
estetika dan ekologis suatu hutan kota. Keberadaan burung di daerah perkotaan
pada saat ini sudah semakin terdesak oleh pesatnya pembangunan. Adanya
pembukaan areal untuk dijadikan pemukiman atau lainnya secara tidak langsung
cocok untuk dijadikan habitat burung. Kondisi yang demikian itu dapat
sesungguhnya masih mampu dihuni oleh berbagai jenis burung (Janala, 1995).
kota, pelestarian plasma nutfah, penahan dan penyaring partikel padat dari udara,
penyerap dan penjerap partikel timbal, penyerap dan penjerap debu semen,
dalam kawasan hutan kota akan memberikan daya tarik tersendiri seperti
Flamboyan. Warna bunga akan menjadi daya tarik bagi satwa burung dan kupu-
kupu serta dapat memberikan suasana yang ceria. Kehadiran satwa tersebut akan
menambah suasana tampak alami yang dikelilingi oleh bangunan bertingkat serta
yang memiliki bunga atau buah akan menjadi daya tarik bagi burung tersebut
nilai keanekaragaman jenis tertinggi tetapi memiliki kelimpahan yang rendah, hal
yang dihasilkan oleh tumbuhan dan struktur vegetasi, yang meliputi tinggi tajuk,
tipe percabangan dan organisasi kanopi. Sebagai sumber makanan, vegetasi yang
dalam hutan kota terdiri dari jenis vegetasi berbunga, berbuah, evergreen, dan
biji, madu dari bunga dan serangga. Komposisi vegetasi dicapai melalui
penutup tanah atau rumput yang menghasilkan makanan bagi burung tersebut
dalam hutan kota harus menghasilkan material dan memberi tempat bersarang.
Beberapa spesies burung menggunakan jerami, jaring laba-laba, lumut, bulu dan
material lain untuk bersarang pada pohon dan cabang-cabang pohon (Hails et al.,
1990).
tertentu sebagai sumber pakan atau tempat hidupnya dan jenis tersebut akan
hilang jika pohon tersebut tidak ada. Oleh karena itu jumlah jenis burung
daerah perkotaan (Hails et al., 1990). Jenis tumbuhan yang disukai burung sebagai
tempat tinggal atau mencari makan berkaitan dengan tinggi tumbuhan, struktur
kelebatan tajuk, tinggi bebas cabang dan arsitektur pohon (Pakpahan, 1993 a).
2.3. Bio-ekologi Burung
Burung termasuk dalam kelas aves, sub Phylum vertebrata dan masuk ke
dalam Phylum Chordata, yang diturunkan dari hewan berkaki dua (Welty, 1982).
Di Indonesia terdapat 1549 jenis ( 17 % dari jumlah di dunia), dengan 381 jenis
Sukmantoro dkk, 2007, menyebutkan jumlah burung Indonesia saat ini 1598
spesies.
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
bagi komunitas yang dipengaruhi oleh banyaknya jenis dan perimbangan jumlah
habitat.
jenis burung yang berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya, hal ini tergantung
lapisan vegetasi atau stratifikasi tajuk pohon. Sedangkan menurut Odum (1993)
reaksi berbeda terhadap faktor geografis, perkembangan atau fisik. Blake et al.
mempunyai manfaat yang tidak kecil artinya bagi masyarakat. Manfaat kelestarian
penelitian.
bermain dan tempat untuk berkembang biak, tempat yang menyediakan kebutuhan
tempat hidup burung itu berada. Pada prinsipnya burung memerlukan tempat
dan struktur vegetasi, banyaknya tipe ekosistem dan bentuk habitat. Burung
merasa betah tinggal di suatu tempat apabila terpenuhi tuntutan hidup antara lain
habitat yang mendukung dan aman dari gangguan (Hernowo, 1985). Kelengkapan
(Mulyani, 1985).
Bentuk habitat yang baik untuk kelangsungan hidup burung adalah habitat
Faktor habitat merupakan faktor utama seberapa besar jumlah jenis burung
berada dalam suatu komunitas. Semakin kompleks dan kaya hutan sebagai suatu
habitat, semakin banyak jenis burung yang dapat menempatinya (Beehler, 1981
dalam Sumartono, 1999). Namun jika suatu habitat seragam, maka produktifitas
habitat yang tinggi tidak selalu diikuti dengan tingginya jumlah jenis, bahkan
mungkin hanya satu jenis saja yang dapat hidup pada kondisi tersebut
dan sebagainya.
Balai KSDA Jakarta melalui leaflet (Maret, 1979) menyatakan bahwa jumlah total
jenis burung di kawasan ini adalah 113 spesies (Suwelo, 1993) sedangkan
Bapedalda DKI Jakarta (2002) menyatakan bahwa tidak kurang dari 49 jenis
burung yang terdeteksi di Suaka Margasatwa Pulau Rambut dan ada sekitar 18
jenis burung di Lindungi dari kepunahan yang diantaranya adalah Elang Bondol,
Pecuk Ular, Ibis Roko-roko, Bluwok, Kuntul Pelatuk Besi, Raja Udang Biru Kecil
terdiri dari 18 spesies burung merandai, 5 spesies burung rawa, 4 spesies burung
pantai dan 32 spesies burung teresterial. Jenis burung selama ini umum dijumpai
di pusat kota (down town) Jakarta hanya terbatas pada beberapa jenis saja, antara
lain burung Gereja (Passer montanus), Layang-layang Rumah (Apus affinis) dan
burung-burung yang lebih sering berada pada puncak tajuk, pertengahan tajuk
maupun bawah tajuk. Menurut Mulyani (1985) dalam penelitian lapisan atau
dikelompokkan dalam beberapa strata yaitu strata I (0 – 0,6 m), strata (0,6 – 1,8
m), strata III (1,8 – 4,5 m), strata IV (4,5 – 15 m) dan strata V (di atas 15 m). Jenis
burung yang menggunakan strata I dan II adalah burung kecil (seperti perenjak,
burung gereja dan pipit), strata III sampai IV lebih banyak digunakan sebagai
tempat untuk beristirahat dan bersarang bagi burung-burung karena lebih banyak
ini. Sedang strata V digunakan oleh jenis burung yang menyukai mahkota pohon,
baik untuk mencari makan, bersarang dan beristirahat. Burung yang sering terlihat
ketapel atau bahkan tembakan angin. Alasan ekologis kelangkaan burung ini
antara lain adalah dengan kelangkaan sumber pakan dari tanaman produktif yang
sesuai bagi burung, hanya sedikit serangga yang dapat menggunakan pohon-
sedikit. Sebagian besar burung yang ada adalah pemakan biji-bijian di atas tanah
daripada pemakan serangga pada batang-batang pohon atau tajuk pohon yang
menganggap burung sebagai objek yang dapat dijadikan sumber penghasilan atau
Burung merupakan salah satu jenis satwaliar yang memiliki banyak fungsi
dan sering dimanfaatkan manusia. Manfaat dan fungsi burung secara garis besar
a. Nilai Ekologis
Manfaat yang dijadikan penilaian adalah peran ekologis yang secara jelas
dapat dilihat dan dirasakan langsung. Peran tersebut adalah seperti membantu
penyerbukan bunga seperti burung sesap madu, pemakan hama seperti burung
pemakan serangga atau tikus dan penyangga ekosistem terutama jenis burung
pemangsa (Sozer, 1999). Hernowo et al. (1989) mengatakan bahwa dengan
dalam penyebaran biji tanaman. Burung yang dapat menyebarkan biji tersebut
antara lain adalah burung dari famili Anatidae, Columbidae, Picidae, Turdidae,
b. Nilai Ekonomis
bahan makanan (daging, telur, sarang) produk dari burung yang dapat
burung yang indah banyak dimanfaatkan oleh perancang mode untuk desain
pakaian atau asesoris lainnya. Manfaat lain yang dapat diambil adalah sarang
seperti sarang burung walet. Sarang burung ini memiliki khasiat untuk
mahal. Selain manfaat tersebut, daging dan telur burung merupakan salah satu
c. Nilai Budaya
lewatnya burung kicuit Motacilla yang bermigrasi. Seperti yang dilakukan warga
dataran tinggi Kalimantan seperti suku Iban, Dayak dan lainnya di Kalimantan.
Lebih jauh lagi menggunakan kebudayaan pemakaian jenis burung ini sebagai
d. Nilai Estetika
modern banyak yang bertemakan burung (Surata, 1993 dalam Yuda, 1995).
penyakit demam Yellow fever juga tidak terlepas dari penelitian burung (Welty,
1982). Menurut Sozer et al., (1990) burung juga memiliki kepekaan tertentu
raja udang.
wisata baik secara ekonomi maupun edukatif. Dinamika yang terjadi kiranya
dapat mengganggu atau bahkan mengurangi nilai ekologis sebagai hutan kota
yang menampung satwa liar salah satunya burung namun dengan tidak
pengelola kawasan hutan kota BUPERTA dalam menjada kelestarian burung dan
gambar 2.
Burung sebagai salah satu fauna yang masih terdapat di hutan kota
BUPERTA Cibubur
METODOLOGI PENELITIAN
Jawa, Bali dan Kalimantan dan juga buku Flora, buku Taksonomi Tumbuhan
(Spermatophyta).
5. Klinometer Suunto
6. Teropong Binokuler
7. Kamera Digital
8. “Counter” hitung
9. Alat Perekam
10. Meteran
Metode yang digunakan dalam penelitian burung kali ini adalah metode
pada pengenalan lokasi dengan maksud mendapatkan informasi secara pasti lokasi
yang biasa di kunjungi oleh burung di hutan kota BUPERTA Cibubur, jenis
jenis burung di hutan kota BUPERTA Cibubur dan Metode Penelitian burung
IPA (Indices Puctue d’Abondance atau Indek titik kelimpahan (Bibby, 1992
Dalam Ernawati, 2002), alokasi waktu pengamatan dimulai pada pukul 06.00
WIB sampai 08.00 WIB untuk pagi hari karena pada jam-jam tersebut burung
penelitian
3. Durasi waktu yang digunakan oleh pengamat pada saat pengamatan antara 10
–30 menit.
sepanjang garis transek dimana komposisi dari suatu habitat sangat bermanfaat
Pembuatan profil habitat ini lebih ditekankan pada daerah yang lebih
1. Pada pembuatan profil habitat vegetasi dibagi menjadi 3 kelas utama yaitu
3. Hasil pengamatan akan berbentuk sketsa profil habitat dengan kriteria tingkat
2. Dibuat kurva sepesies area untuk medapatkan luas minimum area dari satuan
3. Penentuan area tipe vegetasi ditekankan pada daerah sebaran vegetasi dan
yaitu:
3. Semai: Tumbuhan yang memiliki batang lebih kecil dari 2 cm atau kelilig
m), petak contoh untuk ukuran pancang (10 m x 10 m) dan petak contoh untuk
5 cm
10cm
10
5 cm
10 20 cm
10 cm
20 cm
Gambar 4. Petak Contoh Vegetasi
Sumber : Kusmana 1997 dalam Ruslan 2004
Keterangan gambar:
berada di dalam petak contoh kurang dari setengahnya maka individu tersebut
tidak perlu dihitung atau dikeluarkan dari petak contoh. Namun jika individu
tersebut sama dengan atau lebih besar dari setengahnya berada di dalam batas
Frekuensi untuk setiap jenis, Indek Nilai Penting dan Keragaman jenis.
Dalam penelitian ini analisis data burung dilakukan dengan cara deskriptif.
yang ada dengan melihat nilai kelimpahan tiap-tiap spesies (Pi) (van Balen, 1984)
yaitu :
Σ burung spesies i
Pi =
Σ total burung
Sedangkan untuk mengetahui dominansi terhadap jenis burung yang
Di = Pi x 100 %
mengetahui jenis-jenis burung yang terdapat di hutan kota dengan pembagian tiga
kelas dominansi, yaitu: dominan (Di > 5 %), subdominan (Di 2 – 5 %) dan
2. Keanekaragaman
H’ = - Σ Pi In Pi
Ln = Logaritma natural
3.5.2. Analisis Data Vegetasi
2. Frekuensi
Jumlah individu suatu jenis i
Kerapatan Mutlak / KM (i) =
Jumlah total luas area yang digunakan
untuk penarikan contoh
Keterangan:
KR = Kerapatan Relatif
FR = Frekuensi Relatif
DR = Dominansi Relatif
Keterangan:
HV = Indeks Nilai Penting Tertinggi
Pi = ni / N
H = - ∑ (pi. Log pi)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
tipe habitat seperti lokasi mencari makan, lokasi bermain atau bercengkrama satu
dengan yang lainnya dan lokasi istirahat atau tidur, baik yang dilakukan pada
siang hari maupun menjelang malam hari, namun tidak selamanya burung tersebut
menggunakan hanya satu tipe habitat tetapi ada beberapa burung yang
kita melihat jenis burung yang menggunakan beberapa lokasi pengamtan pada
saat penelitain baik pada stasiun 1 maupun pada stasiun 2. Penggunaan beberapa
tipe habitat oleh burung di hutan kota BUPERTA Cibubur dapat digambarkan
Keterangan gambar:
Keterangan gambar:
a. Salam tinggi 22 m dengan tajuk 10 m
b. Tanjung tinggi antara 3 m – 7 m dengan tajuk antara 3 m – 6 m
c. Ketoke tinggi antara 10 m – 20 m dengan tajuk antara 4 m – 13 m
d. Karet tinggi 31 m dengan tajuk 15 m
e. Bungur tinggi 7,5 m dengan tajuk 9 m
f. Jati tinggi 2,5 m dengan tajuk 6 m
g. Pinus tiggi 18 m dengan tajuk 7 m
Gambar 7. Profi Habitat Tidur pada Stasiun 1
Keterangan gambar:
a. Bunga kupu-kupu tinggi atara 7 m – 10 m dengan tajuk 5 m – 9 m
b. Glodogan tinggi antara 6 m – 15 m dengan tajuk 0.5 m – 1.5 m
c. Kerai payung tinggi antara 9.5 m – 15 m dengan tajuk 5 m – 11 m
d. Jambu tinggi 1,5 m dengan tajuk 2 m
Keterangan gambar:
a. Kiputri tinggi rata-rata 7,5 m -15 m dengan tajuk antara 4 m - 9 m
b. Rambutan tinggi rata-rata 4 m – 7 m dengan tajuk antara 3 m – 7 m
c. Karet tinggi rata-rata 25 m – 27 m dengan tajuk antara 15 m – 20 m
d. Lamtoro tinggi 15 m dengan tajun 8 m
e. Mahoni tinggi rata-rata 7 m – 12 m dengan tajuk atara 3 m – 12 m
f. Mangga tinggi 9 m dengan tajuk 5 m
Gambar 9. Profil Habitat Makan pada stasiun 2
Keterangan gambar
a. Bunga kupu-kupu tinggi antara 3 m – 7 m dengan tajuk 2 m – 3 m
b. Mahoni tinggi antara 8.5 m – 12 m dengan tajuk antara 3 m – 6 m
c. Acasia tinggi antara 12 m – 22 m dengan tajuk antara 4 m – 9 m
d.Waru tinggi antara 5 m – 13 m dengan tajuk antara 3 m – 8 m
e. Rambutan tinggi 10 m dengan tajuk 12 m
f. Jamblang tinggi 13 m dengan tajuk 15 m
Keterangan gambar:
a. Lamtoro tinggi antara 5 m – 15 m dengan tajuk antara 5 m – 10 m
b. Mahoni tinggi antara 2.5 m – 8 m dengan tajuk 1 m – 3 m
c. Acasia tinggi 20 m dengan tajuk 9 m
d. Rambutan tinggi 8 m dengan tajuk 5 m
e. Kapuk Randu tinggi 7.5 m dengan tajuk 3 m
f. Mangga tinggi 3.5 m dengan tajuk 2 m
g. Karet tinggi 7 m dengan tajuk 3.4 m
4.1.4. Analisis Vegetasi
di bawah ini:
Tabel 6. Indeks Nilai Penting dan Keanekaraman Vegetasi Tingkat Pohon dan
Pancang pada Stasiun 1
Pohon Pancang
NAMA NAMA
NO Pi Log Pi Pi Log Pi
ILMIAH DAERAH INP INP
(H’) (H’)
1 Acacia auricuilformis Akasia 15.4 0.065
2 Antidesma bunius Buni 11.29 0.0432 64. 3 0. 223
3 Bauhinia purpurea Bunga Kupu-kupu 28.06 0.0936 35. 77 0. 101
4 Cocos nucifera Kelapa 14 0.0536
5 Hevea brasiliensis Karet 14.72 0.0528
6 Lagerstroemia speciosa Bungur 31.46 0.099
7 Mimusops elengii Tajung 43.76 0.119 41. 48 0. 111
8 Pinus merkusili Pinus 24.67 0.088
9 Polyalthia longifolia Glodogan tiang 32.14 0.098 47. 93 0. 118
10 Swietenia indica Mahoni 11.97 0.0423
11 Syzigium polyantrum Salam 20.46 0.0708 47. 34 0. 120
12 Tectona grandis Jati 11.29 0.0432 35. 77 0. 103
13 Kerai payung 33.04 0.097
14 Pala Manis 10.16 0.0444 27. 42 0. 093
15 Lamtoro 8.81 0.0308
Total 311. 23 1. 041 300 0. 867
Tabel 7. Indeks Nilai Penting dan Keanekaragaman Vegetasi Tingkat Pohon dan
Pancang pada Stasiun 2
Pohon Pancang
NO NAMA NAMA
ILMIAH DAERAH INP Pi Log Pi Pi Log Pi
INP
(H’) (H’)
1 Acacia auricuiformes Acasia 38.1 0.106
2 Bauhinia purpurea Bunga kupu-kupu 48.8 0.124
3 Calophyllum inophylum Nyamplung 22.8 0.077
4 Hibiscus tiliaceus Waru 26.89 0.083
5 Lagerstroemia speciosa Bungur 23.52 0.077 55.17 0.131
6 Mimusops elengii Tanjung 19.06 0.071
7 Pometia pinnata Matoa 24.3 0.087
8 Sandoricum koetjapie Kecapi 45.91 0.121
9 Swietenia indica Mahoni 106.3 0.157 76.65 0.147
10 Syzigium polyantrum Salam 49.06 0.124
11 Pule 40.26 0.113
12 Sp 1 23.22 0.077
Total 300 0.728 300 0.767
4.2. Pembahasan
Kelimpahan ini dapat terlihat dari pengamatan yang dilakukan selama kurang
Pada stasiun 1 Jenis burung yang memiliki kelimpahan dan INP tertinggi
dan INP 57,89%, Bondol peking (Lonchura punctulata) dengan Kr 7,60 dan INP
13,48%, Walet linchi (Collocalia linchi) dengan Kr 6.85 dan INP 12,73%,
Layang-layang batu (Hirundo tahitica) dengan Kr 5,34 dan Nilai INP 11,22% dan
sedangkan untuk jenis burung dengan kelimpahan dan INP rendah adalah
Kacamata biasa (Zosterops palpebrosus) dengan Kr 0,30 dan INP 3,24%, Wiwik
lurik (Cacomantis sonneratiis) dengan Kr 0,70 dan INP 3,64%, Raja udang
meninting (Alcedo meninting) dengan Kr 0,70 dan INP 3,64%. Kelimpahan jenis-
jenis ini terlihat pada saat penelitian yang sering dijumpai, sedangkan seringnya
jenis burung tersebut terlihat sepertinya sudah cukup terbiasa dengan kehidupan
dominansi tinggi yaitu burung yang memiliki nilai persentase dominansi di atas
5% hal ini terjadi pada jenis Burung gereja (Passer montanus) yang memiliki
indeks dominansi sebesar 5,2%, Walet linchi (Collocalia linchi) yang memiliki
rendah yaitu jenis burung yang memiliki tingkat dominansi sebesar kurang dari
2% yaitu burung Raja udang meninting (Alcedo meninting) dengan nilai indeks
dominansi sebesar 1,7%, Cipoh kacat (Aegithina tiphida) dengan nilai indeks
hutan kota BUPERTA tersebut mungkin saja masih ada faktor ekologis yang
Pada stasiun 2 jenis burung yang memiliki kelimpahan yang tinggi secara
berturut-turut adalah Burung gereja (Passer montanus) dengan Kr 46,65 dan INP
51,52%, Walet linchi (Collocalia linchi) dengan Kr 8,11 dengan INP 12,98 % dan
jenis burung yang memiliki kelimahan rendah yaitu Kipasan belang (Rhipidura
javanica) dengan Kr 0,20 dan INP 2,63%, Perkutut (Geopelia striata) dengan Kr
0,20 dan INP 2,63% dan Kacamata biasa (Zosterops palpebrosus) dengan Kr 0,40
dominansi tinggi yaitu burung yang memiliki nilai persentase dominansi di atas
5% hal ini terjadi pada jenis Burung gereja (Passer montanus) yang memiliki
memiliki indeks dominansi sebesar 6.5%, Walet linchi (Collocalia linchi) yang
dengan tingkat dominansi 2% – 5%, sedangkan untuk jenis burung dengan tingkat
dominansi rendah yaitu jenis burung yang memiliki tingkat dominansi sebesar
sebesar 1,3%, Gelatik batu kelabu (Parus major) dan Srigunting hitam (Dicrurus
dominansi beberapa jenis burung di hutan kota BUPERTA tersebut mungkin saja
masih ada faktor pendukung yang masih ada misalya danau, rumput dan alang-
alang.
Sedikitnya jenis burung yang tersebut dipengaruhi oleh faktor habitat yang
merupakan faktor utama seberapa besar jumlah jenis burung berada di dalam
jenis burung hutan kota BUPERTA Cibubur perburuan biasanya dilakukan secara
dilakukan terhadap jenis burung dengan kriteria tertentu misalnya suara, karena
pada saat di lapangan terkadang ada sekelompok remaja yang membawa senapan
angin, ketapel dan juga sering memanjat pohon dengan maksud mengambil sarang
burung. Burung yang memiliki suara indah akan memberikan nilai tersendiri
wilayah hidup atau teritori dan upaya untuk memikat betina untuk pasangan
(1993). Menurut MacKinnon (1998) jenis burung raja udang sering terlihat di
perairan seperti danau, sungai dan payau. Keberadaan burung raja udang
menemukan jenis burung ini kita harus mengetahui pola hidupnya dalam mencari
Dari kelimpahan dan juga indeks dominansi terhadap jenis burung yang
yaitu kriteria burung dengan tingkat dominansi tinggi (Di>5%), kriteria burung
dengan tingkat dominansi rendah (Di 2-5%) dan kriteria burung dengan tingkat
dominansi tinggi, suku dari Jenis ini masuk ke dalam Ploicedae selalu terlihat di
maupun soliter. Burung gereja merupakan burung yang berasosiasi dekat dengan
manusia, burung ini termasuk dalam kelompok bertengger yang juga dikenal
halaman sekitar gedung sehingga sangat mudah sekali kita dapat menjumpai jenis
burung ini, karena burung ini memiliki bentuk kaki sangat kecil dan lemah dan
juga warna bulunya dengan warna coklat dan abu-abu agak suram dengan coreng
lebar berpola rerumputan. Sifat lain yang dimiliki oleh burung gereja yaitu home
insting yaitu hewan yang mempunyai insting untuk kembali ke tempat tinggalnya
semula. Ciri dari hewan yang mempunyai home insting adalah sangat terikat
dengan tempat tinggalnya selama tempat tinggal tersebut masih aman dan sesuai
dengan kebutuhannya.
jenis burung yang hanya terlihat sesekali pada saat pengamatan di lapangan, fakta
yang membuktikan bahwa jenis burung dengan penampakan sekali pada saat
dari 1% dan INP masing-masing 2,9% begitu juga dengan indeks dominansinya
yang kurang dari 2% (tabel 3). Habitat merupakan hal utama yang dapat
Gavereski (1976) dalam Mendidit (2003) ukuran atau luas habitat merupakan
jenis burung yang tinggi, tinggi rendahnya keanekaragaman hanya bisa ditentukan
jika dua atau lebih komunitas yang dibandingkan (Odum, 1971 dalam Mendidit
2003), menurut Sheldon (1969) dalam Mendidit (2003) indeks keanekaragaman
dua komponen yaitu kekayaan atau jumlah jenis dan indeks keseragaman antar
habitat.
pada tabel 4. Dari tabel tersebut stasiun 2 memiliki indeks keanekaragaman lebih
besar dibandingkan dengan stasiun 1, yaitu pada stasiun 2 sebesar (H’= 1.173)
sedangkan di stasiun 1 sebesar (H’= 1.159), perbedaan ini terlihat dari jumlah
burung yang dijumpai selama penelitian dan juga dari hasil analisis data burung
yang diperoleh dengan hasil yang tidak jauh berbeda hanya saja jenis burung di
stasiun 2 lebih banyak bila dibandingkan dengan stasiun 1, maka nilai kekayaan
jenisnya yaitu sebanyak 25 jenis. Perbedaan ini ada hubungannya dengan luas dan
bentuk ruang terbuka hijau, dimana vegetasi yang terdapat tidak jauh berbeda
dengan ruang terbuka hijau lainnya yang ada di Jakarta keberadaan vegetasi ini
sengaja ditanam atau telah tumbuh dengan sendirinya. Habitat pada stasiun 1
tersusun atas lapangan, wilayah perairan danau dan beberapa lokasi dengan
lokasi konsentrasi dengan vegetasi yang telah ada selain itu terdapat lokasi yag
yang lebih sedikit dibandingkan dengan stasiun 1 mungkin saja hal ini terjadi
karena lokasi stasiun 2 banyak digunakan sebagai tempat untuk berkemah
dengan lokasi stasiun 1. Pada stasiun 2 terdapat kubangan air seperti rawa yang
tersusun atas vegetasi rerumputan, disamping itu selain dari bentuk luasan
terbukanya stasiun 2 lebih dekat dengan wilayah yang berbatasan dengan daerah
sekitarnya yang mana di luar daerah tersebut masih terdapat sawah yang banyak
kebun pekarangan rumah yang masih banyak menyimpan tanaman produksi dan
semak.
menyediakan sumber pakan dan juga bentuk habitat yang dapat mendukung
lingkungan, kompetisi dan seleksi alam, karena burung merupakan satwa liar
pengguna ruang yang cukup baik, hal ini dapat dilihat dari penyebarannya.
yang lebih rendah dari stasiun 2 hal ini di pengaruhi oleh nilai kekayaan jenis
yang lebih rendah dengan 23 jenis. Bentuk lokasi stasiun 1 memiliki ruangan
terbuka yang lebih rendah dibandingakan dengan stasiun 1 hanya saja vegetasi
yanga ada lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun 2, selain itu lokasi stasiun 1
tersusun atas beberapa segmentasi habitat seperti danau, lapangan sepak bola,
namun karena banyaknya pengujung yang masuk ke daerah tersebut dengan
berdekatan dengan lingkungan yang cukup ramai seperti jalan raya, rumah makan
dan mall. Menurut Orians (1969) Kenekaragaman burung juga dipengaruhi oleh
keterbukaan lantai dan juga komposisi pohon, sehingga baik secara nyata maupun
tinggi pula, hal ini disebabkan karena setiap jenis hewan hidupnya bergantung
bandingkan dengan stasiun 1 hal ini terjadi karena stasiun 2 banyak digunakan
3. Keanekaan dan tingkat kualitas habitat secara umum di suatu lokasi (Gonzales,
terhadap kelestarian burung yang melimpah sedangkan hutan kota harus lebih
konsisten penataanya supaya tidak terganggu burung yang ada di hutan kota
rendah dalam ekosistem yang terkendali secara fisik dan cenderung tinggi
dalam ekosistem yang diatur secara biologi (Odum, 1994 dalam Partasasmita,
2003). Raja udang meninting sebagai indikator spesies perairan karena sering
Cibubur.
burung membutuhkan suatu asupan makanan yang mana makanan tersebut dapat
terus berjalan. Menurut Alikodra (1990) habitat adalah kawasan yang terdiri dari
berbagai komponen, kesatuan fisik dan biotik dan dapat dipergunakan sebagai
tempat hidup serta berbiak satwa liar, namun tidak menutup kemungkinan satwa
sebagai contohnya burung pipit atau jenis bondol, habitat untuk mencari
makannya adalah di sawah dan habitat untuk bertelur adalah di pohon-pohon yang
Cibubur merupakan jenis-jenis burung pemakan serangga selain itu pemakan biji,
buah, nektar dan vertebrata kecil. Selama penelitian tampak bahwa hutan kota
BUPERTA Cibubur memiliki banyak serangga yang cukup melimpah antara lain:
gereja (Passer montanus), Bondol peking (Lochura punctulata) dan Bondol jawa
burung yang tersebut burung gereja (Passer montanus) merupakan burung yang
sangat melimpah, sedangkan bondol jawa dan bondol peking melimpah pada
tersebut seperti habitat yang dijadikan sebagai tempat untuk mencari makan
seperti lapangan sekitar kantor, pagar, maupun tanaman sekitar gedung yang
dimanfaatkan oleh jenis burung gereja sedangkan burung bondol dan tekukur
dapat dijumpai pada habitat rumput-rumputan dan pohon. Hal ini dapat dilihat
bangunan, lantai tanah, pagar, tanaman maupun jalan aspal dan tampaknya sampai
jarak tertentu burung gereja tidak merasa terganggu oleh manusia, karena burung
kota Cibubur adalah Kutilang (Pycnonotus aurigaster) dan Burung cabai jawa
terlihat burung kutilang memakan jenis serangga kecil yang mana serangga
makanannya yaitu benalu, banyaknya benalu yang tumbuh di tanaman karet dan
maupun dari hutan kota BUPERTA Cibubur yaitu jenis burung yang dapat terlihat
hanya sesekai seperti Pecuk Ular Asia (Anhinga melanogaster) dan jenis burung
migran yaitu Sikep madu Asia (Pernis ptilorhynchus) dan Elang Alap nipon
(Accipiter gullaris). Pecuk ular Asia merupakan jenis burung air yang makananya
berupa ikan-ikan kecil, datangnya burung pecuk ular ke danau hutan kota
BUPERTA Cibubur diduga individu yang terpisah dari kelompoknya, hal ini
terlihat hanya sekali dalam pengamatan dan juga prilaku pada saat terbang posisi
arah gerakan terbangnya terlihat tidak beraturan. Sikep madu Asia dan elang
nipon merupakan jenis burung raptor migran yang berasal dari belahan bumi utara
Siberia yang melintasi pulau Jawa, menurut Holmes (1999) kedua jenis burung
migran ini merupakan jenis yang paling banyak melintasi pulau Jawa. Kedua jenis
burung ini biasanya memangsa jenis makananya berupa vertebrata kecil seperti
ikan, kodok atau katak kecil, hal ini terlihat pada waktu sore ketika suara katak
berbunyi di hutan kota BUPERTA Cibubur terkadang sering terlihat jenis raptor
tersebut sering kali berputar-putar atau soaring untuk memangsa jenis katak
terdapat beberap titik yang dijadikan daerah persinggahan pulang oleh jenis raptor
migran yakni hutan kota BUPERTA Cibubur dan hutan kota UI.
terdapat beberapa tanaman yang menghasilkan bunga yang mana nektar yang
terdapat di dalam bunga tersebut akan dihisap oleh burung tersebut, biasanya
untuk mendapatkan jenis-jenis burung ini dapat kita dijumpai pada habitat dengan
tanaman dengan bunga yang kurang mencolok juga jenis sering terlihat seperti
tanaman bunga kupu-kupu, flamboyan dan lamtoro atau ketoke yang
menghasilkan pancaran warna bunga yang mencolok seperti warna kuning, orange
atau merah.
habitat dimana nantinya akan sangat bermanfaat bagi satwa sebagai tempat untuk
terdapat dalam gugus itu dimanfaatkan oleh burung sebagai pakan atau
perlindungan. Gugus- sumberdaya (pakan), ketika terjadi pada skala kecil bahkan
lebih kecil dari 200 meter2, dapat berpengaruh langsung terhadap taktik perilaku
vertikal oleh berbagai jenis burung yang terdapat di Kampus UI Depok sebagai
berikut:
1. Lapisan tanah: Pada lapisan ini digunakan oleh jenis burung Tekukur
(Streptopelia chinensis) dan Burung gereja (Passer montanus).
2. Lapisan semak: Pada lapisan ini digunakan oleh jenis burung Bondol peking
(Lonchura punctulata), Bondol jawa (Lonchura leucogastroides).
3. Lapisan subkanopi: Pada lapisan ini digunakan oleh jenis burung Kutilang
(Pycnonotus aurigaster), jenis cinenen (Orthotomus sutorius).
4. Lapisan kanopi: Pada lapisan ini digunakan oleh jenis burung madu sriganti
5. Lapisan udara: Pada lapisan ini digunakan antara lain oleh Jenis walet
4.2.5. Profil Habitat Burung
tipe habitat seperti lokasi mencari makan, lokasi bermain atau bercengkrama satu
dengan yang lainnya dan lokasi istirahat atau tidur baik yang dilakukan pada siang
hari maupun menjelang malam hari, namun tidak selamanya burung tersebut
menggunakan hanya satu tipe habitat tetapi ada beberapa burung yang
beberapa tipe habitat oleh burung di hutan kota BUPERTA Cibubur dapat
vegetasi ini digunakan dalam aktifitas tidur atau istirahat, kisaran penggunaan
vegetasi ini digunakan dalam kegiatan tidur atau istirahat dimana penggunaan
vegetasi ini digunakan dalam aktifitas makan, kisaran penggunaan vegatasi untuk
pada profil habitat ini yaitu Cucak Kutilang (Pycnonotus aurigaster), Cabai jawa
(Aegithina tiphida).
vegetasi ini digunakan dalam aktifitas makan, kisaran penggunaan vegetasi utuk
pada profil ini yaitu jenis burung madu (Nectarinia jugularis) dan Cinenen pisang
(Orthotomus sutorius).
jawa (Dicaeum trochileum), Burung gereja (Passer montanus) dan Cipoh kacat
(Aegithina tiphida).
beberapa burung untuk beraktifitas sebagian besar penggunaan strata vegetasi ini
saat penelitian pada profil ini yaitu burung gereja (Passer montanus), Cucak
4.2.6. Vegetasi
pada 2 stasiun hutan kota BUPERTA Cibubur, maka dapat dibagi dalam vegetasi
tingkat pohon dan vegetasi tingkat pancang yang terdapat di bawah ini:
dalam tingkat dominansi mulai dari tingkat dominansi sangat tinggi sampai
dengan INP 43,76%, 3 jenis dalam dominansi tingkat tinggi yaitu Glodogan tiang
(Polyalthia longifolia) dengan INP 3,.14%, Kerai payung dengan INP 33,04% dan
Karet (Hevea brasiliensis) dengan INP 31,46%, 2 jenis termasuk dalam tingkat
rendah yaitu Buni (Antidesma bunius) dengan INP 11,29%, Kelapa (Cocos
nuciferus) dengan INP 14%, Mahoni (Swietenia mahagoni) dengan INP 11,97%,
Pala manis dengan INP 10,16 %, Jati (Tectona grandis) dengan INP 11,29%,
dengan INP 15,04% dan Lamtoro dengan INP 14,72%. Dari hasil penghitungan
indeks keanekaragaman vegetasi tingkat pohon pada stasiun 1 yaitu 1.0407 hal ini
untuk INP dan tingkat keanekaragaman vegetasi pada stasiun 1 disajikan pada
lampiran 7, nilai kelas tingkat dominansi dan peran vegetasi pada stasiun 1
Pada stasiun 2 diperoleh 7 jenis vegetasi tingkat pohon yang terbagi dalam
tingkat dominansi mulai dari tingkat dominansi yang sangat tinggi sampai
dengan INP 106,26%, tiga jenis dalam dominansi tingkat rendah yaitu Kecapi
INP 40.26% dan Acasia (Acasia auricuilformis) dengan INP 38.1%, sedangkan
tiga jenis termasuk dalam tingkat dominansi sangat rendah yaitu Waru (Hibiscus
23,52% dan Tanjung (Mimusops elengii) dengan INP 19,06%, dari hasil
pohon rendah, untuk INP dan tingkat keanekaragaman vegetasi pada stasiun 1
disajikan pada lampiran 9, sedangkan nilai kelas tingkat dominansi dan peran
dalam beberapa tingkat dominansi mulai dari yang sangat tinggi sampai terendah,
tingkat dominansi sangat tinggi yaitu Buni (Antidesma bunius) dengan INP
64,3%, dua jenis dalam dominansi tingkat sedang yaitu Glodogan tiang
dengan INP 47,34%, tiga jenis termasuk dalam tingkat dominansi rendah yaitu
grandis) dengan INP 35,77%, Tanjung (Mimusops elengii) dengan INP 41,48%,
sedangkan satu jenis lainnya termasuk dalam tingkat dominansi sangat rendah
yaitu Pala manis dengan INP 27,42%, dari hasil penghitungan indeks
keanekaragaman vegetasi tingkat pancang pada stasiun 1 yaitu 0.8667 hal ini
untuk INP dan tingkat keanekaragaman vegetasi pada stasiun 1 disajikan pada
lampiran 8, sedangkan nilai kelas tingkat dominansi dan peran vegetasi pada
dalam beberapa tingkat dominansi mulai dari yang sangat tinggi sampai terendah,
tingkat dominansi sangat tinggi yaitu Mahoni (Swietenia mahagoni) dengan INP
76,65%, satu jenis dalam dominansi tingkat tinggi yaitu Bungur (Lagerstroemia
speciosa) dengan INP 55,17%, dua jenis dalam dominansi tingkat sedang yaitu
(Bauhinia purpurea) dengan INP 48,8%, sedangkan tiga jenis termasuk dalam
dengan INP 22,8%, Matoa (Pometia pinnata) dengan INP 24,30%, Sp 1 dengan
pancang pada stasiun 2 yaitu 0.767 hal ini menunjukan bahwa pada stasiun 2
nilai kelas tingkat dominansi dan peran vegetasi disajikan pada lampiran 4.
BAB V
5.1. KESIMPULAN
masing pada dua stasiun yaitu stasiun 1 sebesar 1.159 dan stasiun 2 sebesar
5.2. SARAN
Dari hasil penelitian yang telah di lakukan dalam kurun waktu kurang
lebih 4 bulan ada beberapa saran yang kiranya dapat digunakan oleh pihak terkait
sebagai berikut:
1. Perlu adanya pemantauan burung di hutan kota Cibubur dalam waktu yang
terpantau.
2. Perlu adanya realisasi dari pihak pengelola sebagai intansi yang mempunyai
3. Tanaman yang ada sebagai habitat burung tetap dipertahankan sebagai habitat
burung kota dan mengganti tanaman yang sudah mati dengan tanaman
5. Perlu adanya perluasan atau penambahan jumlah hutan kota atau ruang
Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid I. Departemen Pendidikan dan
kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar
Universitas Ilmu Hayati. IPB. Bogor.
Janala, C. 1995. Studi Ruang Terbuka Hijau Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Berdasarkan Pendekatan Kebutuhan Oksigen. Skripsi. Jurusan Budidaya
Pertanian. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
MacKinnon, J., K. Phillips dan B. van balen. 1998. Panduan Burung di Lapangan
Burung-Burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Puslitbang-
LIPI. Bogor.
Ruslan. 2004. Studi Habitat Suaka Marga Satwa Cikepuh di Sukabumi Jawa
Barat sebagai Kawasan Konservasi Penyu Hijau (Chelonia Mydas) dan
Satwa liar lainnya. Skripsi Sarjana. Jurusan Biologi. UNJ. Jakarta.
Suwelo, I. S. 1993. Jenis Burung Ditinjau dari Segi Ekologi. Makalah Seminar
sehari Burung dan Upaya Pelestariannya. Jurusan Biologi FMIPA UI.
Jakarta.
Ward, P. 1968. Origin of the Avifauna of Urban and Suburban Singapore. Ibis
110: 239-255.
Yusri, S. 2003. Kondisi Habitat dan Vegetasi Pantai Peneluran Penyu Hijau
(Chelonia mydas) di Suaka Margasatwa Cikepuh, Sukabumi, Jawa Barat.
Jurusan Biologi. FMIPA UI. Depok.
LAMPIRAN
Lampiran 1
Plot 2
Gambar 1.3. Lokasi Stasiun 2 Plot 1 Gambar 1.4. Lokasi Stasiun 2 Plot 2
Lanjutan
Lanjutan
Lampiran 2
Keterangan:
Lampiran 3