SKRIPSI
RAHMATIA LAWALA
1
PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK DAUN
BANDOTAN (Ageratum conyzaides L.) TERHADAP
MORTALITAS DAN DAYA HAMBAT MAKAN
LARVA Spodoptera frugiperda (Lepidoptera : Noctuidae)
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
pada Program Studi Di Luar Kampus Utama Universitas Tadulako
RAHMATIA LAWALA
E28118427
i
LEMBAR PENGESAHAN
Prof Dr. Ir. Flora Pasaru, M.Si Muhammad Amiruddin S.Si., M.Si
NIP. 19580412 198601 2001 NIDN. 0012068804
Disahkan Oleh,
a.n Dekan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako
Wakil Dekan Bidang Akademik
ii
PERNYATAAN
2. Karya ilmiah ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya
sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan tim pembimbing.
3. Dalam karya ilmiah ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama
pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Materai
10000
Rahmatia Lawala
NIM. E 281 18 427
iii
RINGKASAN
iv
KATA PENGANTAR
v
5. Bapak Muhammad Amiruddin S.Si., M.Si selaku dosen pembimbing kedua
yang senantiasa memberikan arahan, masukan, nasehat dan motivasi selama
menulis menjalani studi S1 hingga selesai.
6. Ibu Prof Dr.Ir. Flora Pasaru, M.Si sebagai dosen pembimbing utama yang
senantiasa memberikan arahan, masukan, nasehat dan motivasi selama
penyelesaian skripsi.
7. Bapak Jusriadi, SP., MP. selaku dosen penguji, terimakasih atas kritik dan
saran yang sangat membantu dalam penyelesaian skripsi.
8. Ibu Nuranisa SP., M.Si selaku dosen yang senantiasi memberikan arahan,
masukkan, nasehat dan memotivasi selama penulis menjalani studi S1 hingga
selesai.
9. Seluruh Dosen, karyawan dan civitas akademika Program Studi
Agroteknologi PSDKU Universitas Tadulako yang telah membantu penulis
dalam mengikuti aktivitas perkuliahan.
10. Kak Bayu Ardiansyah yang telah membantu dan menemani serta memberikan
semangat, dukungan dan doa kepada penulis selama perkuliahan hingga
penyelesaian tugas akhir.
11. Teman-teman seperjuangan Agroteknologi angkatan 2018 yang telah
memberikan semangat, doa dan dukungan selama perkuliahan hingga
penyelesaian tugas akhir.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini jauh dari kata
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Aamiin.
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL .............................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................... iii
RINGKASAN ............................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ............................................................................... v
DAFTAR ISI ............................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xi
vii
3.6 Analisis Data............................................................................... 16
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
xi
BAB I
PENDAHULUAN
1
pada tanaman jagung (Zea mays) di Indonesia. S.frugiperda berasal dari Amerika
dan menyebar di banyak negara di dunia. Tahun 2019 ditemukan pada tanaman
jagung di pulau Sumatera (Subiono, 2019).
Semenjak pertama kali S.frugiperda dilaporkan menyerang ladang jagung
di bagian utara Pulau Sumatera, hama ini sekarang telah menyebar di beberapa
daerah ladang jagung lainnya seperti Lampung serta di Jawa bagian barat dan
Sulawesi (Trisyono et.al., 2019). Serangga hama ini telah dilaporkan
menyebabkan kehilangan hasil yang signifikan pada jagung di seluruh dunia,
misalnya, Brasil (34% kehilangan hasil), Zimbabwe (11,57% kehilangan hasil)
(Baudron et al., 2019), kenya (lebih dari 30% kehilangan hasil) (Groote et al.,
2020) dan India (33% kehilangan hasil) (Balla et.al., 2019). Yang dimana hama
ini menyerang titik tumbuh tanaman yang dapat mengakibatkan kegagalan
pembetukan pucuk/daun muda tanaman. Larva S.frugiperda memiliki kemampuan
makan yang tinggi. Larva akan masuk ke dalam bagian tanaman dan aktif makan
disana, sehingga bila populasi masih sedikit akan sulit dideteksi. Imagonya
merupakan penerbang yang kuat dan memiliki daya jelajah yang tinggi (CABI
2019).
Maka perlu dilakukannya pengendalian, umumnya, petani masih
menggunakan pestisida berbahan kimia yang sangat berbahaya. Residu yang
dihasilkan oleh bahan kimia (pestisida) tersebut sangat susah terurai dan
membutuhkan waktu yang lama untuk dihilangkan.Salah satu upaya yang dapat
dilakukan dalam pengendalian hama ini yaitu dengan pemanfaatan bahan alam
sebagai pengendalian hayati yang mudah di dapatkan dan juga murah tentunya.
Menurut (Tarigan, et al., 2012), penggunaan pestisida nabati atau senyawa
bioaktif alamiah yang berasal dari tumbuhan merupakan salah satu komponen
pengendalian hama dan penyakit terpadu ramah lingkungan. Selain menghasilkan
senyawa primer, dalam proses metabolismenya tumbuhan juga menghasilkan
senyawa lain. Senyawa sekunder ini merupakan pertahanan tumbuhan terhadap
serangan hama. Tumbuhan adalah sumber bahan kimia potensial yang dapat
digunakan sebagai pestisida yang ramah lingkungan dan lebih aman secara
kesehatan (Wiratno & Trisawa, 2012). Di Indonesia bahan pestisida nabati
2
sebanyak 37.000 spesies flora yang telah teridentifikasi dan baru 1% yang telah
dimanfaatkan (Julaily, et al., 2013).
Salah satu tanaman yang dapat dijadikan sebagai insektisida nabati yaitu
bandotan (Ageratum conyzoides L.) Bandotan merupakan gulma pengganggu, di
Indonesia bandotan merupakan gulma yang hidup liar dan banyak ditemukan
diberbagai daerah. Gulma ini dapat ditemukan di sawah, kebun, pekarangan
rumah,dan pinggiran jalan. Meskipun sebagian orang menganggap gulma
bandotan sebagai penggangu, ternyata bandotan mempunyai manfaat yang dapat
digunakan sebagai insektisida nabati yang ramah lingkungan. Kandungan kimia
yang ada dalam tanaman bandotan sangat memungkinkan untuk dijadikan
pestisida nabati yang ramah lingkungan (Grainge dan Ahmed dalamAstriani,
2010). Meskipun dianggap sebagai tumbuhan pengganggu, ternyata babadotan
mempunyai manfaat digunakan sebagai insektisida nabati yang ramah
lingkungan. Kandungan bahan aktif dalam Ageratum conyzoides.L terutama pada
bagian daun adalah alkaloid, saponin, flavonoid. Bagian daun mempunyai sifat
bioaktifitas sebagai pestisida, antinematoda, antibakterial dan dapat digunakan
sebagai penghambat perkembangan organisme Pengganggu.
Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh
konsentrasi ekstrak daun bandotan terhadap mortalitas larva S.frugiperda.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.2. Landasan Teori
2.2.1 Tanaman Bandotan
Bandotan adalah herbal tahunan yang tumbuh sekitar 60 cm tinggi dan
menghasilkan bunga-bunga pink kecil di bagian atas batang berbulu nya. Di
beberapa negara itu dianggap sebagai gulma yang sulit untuk mengontrol.
Bandotan berkisar dari tenggara Amerika Utara ke Amerika Tengah, tetapi pusat
asal di Amerika Tengah dan Karibia. Ageratum juga ditemukan di beberapa
negara di daerah tropis dan subtropis, termasuk Brasil. Tanaman Bandotan
merupakan jenis tanaman pengganggu, yang dibanyak ditemukan di pinggir jalan,
hutan, dan ladang terbuka.
5
membentuk cabang. Pada ketiak daun tumbuh tunas yang membentuk
cabang.
b) Daun (folium)
Daun bandotana berbentuk bulat telur. Bagian pangkal helai daun
berbentuk bundar ataaaaau sedikit meruncing. Ujung helai daun berbentuk
runcing atau agak tua insektisida nabati, daun Bandotan berkhasiat sebagai
obat luka baru, wasir, sakit dada, mata dan perut, sementara akarnya sering
digunakan sebagai obat demam.
c) Bunga (flos)
Bunga bandotan merupakan kelompok kepalabunga. Dalam satu kelopak
terdiri dari tiga atau empat kepala-bunga. Masing-masing kepala bunga
tumbuh pada tangkai sendiri. Terdiri dari 60-75 bunga yang tersusun
(terbungkus) dalam daun pembalut (involocral-bract). Mahkota lima
berwarna putih panjangnya 5-6 mm.
d) Buah (fructus)
Buah bandotan berukuran kecil, hampir tidak menyerupai buah karena
bagian dinding buah bersatu dengan biji, berwarna putih kehitam-hitaman.
6
mampu mencegah hama mendekati tanaman (penolak) dan mampu menghambat
pertumbuhan larva menjadi pupa.
a) Flavonoid
Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenolik terbesar di alam,
banyaknya senyawa flavonoid ini karena banyaknya jenis tingkat hidroksilasi,
alkoksilasi dan glikosilasi pada strukturnya. Lebih dari 2000 flavonoid yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah diidentifikasi, diantaranya senyawa
antosianin, flavonol, dan flavon. Antosianin adalah pigmen berwarna yang
umumnya terdapat di bunga berwarna merah, ungu, dan biru. Pigmen ini juga
terdapat di berbagai bagian tumbuhan lain, misalnya buah tertentu, batang, daun
dan bahkan akar. Flavonoid sebagian besar terhimpun dalam vakuola sel
tumbuhan walaupun tempat sintesisnya ada di luar vakuola (Julianto, 2019).
Menurut (Wijaya et. al., 2018) flavonoid merupakan senyawa kimia yang
memiliki sifat insektisida. Senyawa flavonoid yang terkandung berperan sebagai
inhibitor pernapasan serangga sehingga menghambat sistem pernapasan serangga
dan mengakibatkan serangga mati. Flavonoid juga dapat menghambat daya makan
serangga (antifeedant). Bila senyawa ini masuk dalam tubuh serangga, maka alat
pencernaannya akan terganggu. Senyawa ini juga bekerja dengan menghambat
reseptor perasa pada daerah mulut serangga. Hal ini mengakibatkan serangga
gagal mendapatkan stimulus rasa sehingga tidak mampu mengenali makanannya,
akibatnya serangga mati kelaparan. Menurut (Permatasari dan Asri, 2021)
menyatakan flavonoid juga bersifat sebagai penolak makan bagi serangga.
Senyawa ini masuk ke saluran pencernaan melalui makanan dan mengganggu
sistem pencernaan larva sehingga menyebabkan kematian, senyawa tersebut juga
mengakibatkan kelemahan saraf perasa pada mulut serangga sehingga larva akan
kehilangan selera makan karena tidak dapat mengetahui makanannya.
b) Alkaloid
Alkaloid adalah kelompok metabolit sekunder terpenting yang ditemukan
pada tumbuhan. Alkaloid khas yang berasal dari sumber tumbuhan, senyawa ini
bersifat basa, mengandung satu atau lebih atom nitrogen (biasanya dalam cincin
7
heterosiklik) dan mereka biasanya memiliki aktivitas fisiologis yang pada
manusia atau hewan lainnya (Maulina, 2022).
Menurut (Julianto, 2019) Alkaloid memiliki kelarutan yang khas dalam
pelarut organik. Golongan senyawa ini mudah larut dalam alkohol dan sedikit
larut dalam air. Garam alkaloid biasanya larut dalam air. Di alam, alkaloid ada di
banyak tumbuhan dengan proporsi yang lebih besar dalam biji dan akar dan
seringkali dalam kombinasi dengan asam nabati. Senyawa alkaloid memiliki rasa
yang pahit.
Bagi tumbuhan, alkaloid berfungsi sebagai senyawa racun yang
melindungi tumbuhan dari serangga atau herbivora (hama dan penyakit), pengatur
tumbuh atau sebagai basa mineral untuk mempertahankan keseimbangan ion.
Alkaloid juga mampu menghambat pertumbuhan serangga, terutama tiga hormon
utama dalam serangga yaitu hormon otak (brain hormone), hormon edikson, dan
hormon pertumbuhan (juvenile hormone). Tidak berkembangnya hormon tersebut
dapat menyebabkan kegagalan metamorphosis (Niken, 2017).
Senyawa pyrrolizidine alkaloids merupakan salah satu senyawa organik
heterosiklik khusus sebagai protoxins tidak berbahaya, sedangkan dalam saluran
pencernaan hama akan direduksi menjadi amina berbahaya bersifat racun.
Menurut (Permatasari dan Asri, 2021) senyawa ini memegang peranan
penting dalam menekan perkembangan hama secara efektif karena memiliki
toksisitas tinggi dengan cara diinduksi oleh aktivitas metabolik yang
menyebabkan aktivitas makan menurun.
c) Saponin
Saponin termasuk ke dalam senyawa terpenoid. Aktivitas saponin ini di
dalam tubuh serangga adalah mengikat sterol bebas dalam saluran pencernaan
makanan dimana sterol itu sendiri adalah zat yang berfungsi sebagai perkusor
hormon edikson, sehingga dengan menurunnya jumlah sterol bebas dalam tubuh
serangga akan mengakibatkan terganggunya proses pergantian kulit (moulting)
pada serangga. Saponin memiliki efek lain menurunkan tegangan permukaan
selaput mukosa traktus digestivus larva sehingga dinding traktus digestivus larva
menjadi korosif (Thamrin, 2013). Saponin dapat merusak sistem saraf hama,
8
efeknya nafsu makan hilang. Hal tersebut menyebabkan hama kurang makan dan
akhirnya mati.
9
betina dapat bertelur 6 hingga 10 kelompok telur yang terdiri lebih dari 1000 butir
telur semasa hidupnya (2-3 minggu). Serangga dewasa dapat hidup 12 – 14 hari
(FAO dan CABI, 2019; Kementan, 2019; Rwomushana, 2019).
a b c
d e
Gambar 2. Morfologi S.frugiperda
a) Telur larva, b) Larva, c) Pupa, d) Imago jantan, e) Imago betina
Sumber : Sharanabasappa dkk, 2018
10
C. Kerusakan dan Gejala Serangan
S.frugiperda merusak tanaman dengan cara larva menggerek daun. Larva
instar 1, awalnya memakan jaringan daun dan meninggalkan lapisan epidermis
yang transparan. Larva instar 2 dan 3 membuat lubang gerekan pada daun dan
batang hingga ke bagian dalam. Larva pada instar ini mempunya sifat kanibal
sehingga larva yang berukuran lebih kecil akan di makan jika berada pada satu
tanaman yang sama. Larva instar akhir dapat mengakibatkan kerusakan berat yang
seringkali menyisakan tulang daun dan batang tanaman. Kepadatan rata-rata
populasi 0,2-0,8 larva per tanaman dapat mengurangi hasil 5-20% (Nonci et al,
2019).
11
dampak negatif dari pencemaran lingkungan akibat insektisida sintetik yang
digunakan tersebut (Agazali et al., 2015).
Pemanfaatan tanaman sebagai insektisida nabati untuk mengendalikan hama
dan penyakit memiliki beberapa kelebihan yaitu kemampuannya untuk diuraikan
dan didegradasi secara cepat karena proses pengurainnya dibantu oleh komponen
alam seperti sinar matahari, udara, dan kelembapan (Sukrasno dan Tim Lentera,
2003).
Zat atau senyawa yang bersifat racun tersebut memiliki beberapa cara untuk
menyebabkan keracunan pada serangga hama di antaranya Racun perut
merupakan racun di dalam pestisda yang bekerja dengan ketika racun tertelan oleh
serangga. Racun akan merusak lambung serangga sehingga menyebabkan
kematian pada serangga. Racun perut juga dapat disebut racun lambung karena
serangan berpusat pada bagian lambung. Istilah racun perut ini hanya terdapat
pada insektisida.
2.3. Hipotesis
Terdapat konsentrasi ekstrak daun bandotan yang paling berpengaruh
dalam mengendalikan larva uji S.frugiperda.
12
BAB III
METODE PENELITIAN
13
Telur yang telah menetas, selanjutnya dipelihara dan diberi pakan daun
jagung muda hingga larva memasuki perkembangan Instar III sebagai larva uji
dengan ciri-ciri larva berwarna kuning kehijauan dengan ukuran 4-6 cm (Maulina,
2022).
Keterangan:
% 𝑤 : konsentrasi yang diinginkan atau yang dibuat.
gr : jumlah daun bandotan yang dibutuhkan untuk setiap konsentrasi.
v : volume aquades yang digunakan untuk mengencerkan daun bandotan
harus sama jumlahnya dengan semua konsentrasi.
1) Untuk konsentrasi 20%
% 𝑤= x 100%
20% = x 100%
gr= 0,2x800
gr=160
2) Untuk konsentrasi 40% memerlukan daun bandotan sebanyak 320
gram, sedangkan konsentrasi 60% memerlukan bandotan sebanyak 480
gram
Selanjutnya daun bandotan yang telah ditimbang di haluskan Bersama
aquades sebanyak 800 ml kedalam blender sesuai dengan konsentrasi yang akan
dibuat setelah halus memasukkan ekstrak kedalam toples dan menyimpan ekstrak
selama 3 hari hasil maserasi kemudian di saring dengan menggunakan kain saring.
14
Kemudian hasil saringan dimasukkan kedalam botol. Hasil ekstrak/penyaringan
ini digunakan sebagai larutan induk. (Helda Syahfari et al., 2021)
15
daun yang telah dimakan, dan pengumpulan data dilakukan satu kali setelah
aplikasi/24 jam. pengamatan daya hambat makan larva dihitung menggunakan
rumus (Prijono, 2005).
PM = X 100%
Dimana :
PM = Penghambatan Makan (%)
BKK = Berat kering daun control yang dimakan (g)
BKP = Berat kering daun Perlakuan yang dimakan (g)
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Mortalitas Larva
Pada penelitian yang sudah dilakukan di Laboratorium HPT Universitas
Tadulako pada tanggal 10 s/d 23 maret 2023, tentang pengaruh konsentrasi
ekstrak daun bandotan (Ageratum conyzoides L.) sebagai insektisida nabati dalam
pengendalian hama ulat grayak S.frugiperda. Penelitian ini dilakukan selama 13
hari, dengan teknik pengumpulan data secara langsung dan dokumentasi. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak daun
bandotan sebagai insektisida nabati.
Data hasil pengamatan terhadap mortalitas larva S. frugiperda pada
berbagai kosentrasi yang diuji cobakan pada pengamatan 1-13 HSA (Hari Setelah
Aplikasi) menunjukkan bahwa ekstrak daun bandotan memberi pengaruh nyata
terhadap persentase kematian larva. Hasil rata-rata presentasi kematian
(mortalitas) larva S.frugiperda pada pengamatan 1 sampai 13 hari setelah aplikasi
disajikan pada tabel 1.
0 0 0 0 0 0 0 0
0% (Kontrol) (0,41) a (0,41) a (0,41) a (0,41) a (0,41) a (0,41) a (0,41) a (0,41) a
0 4,44 6,67 8,89 15,56 20,00 22,22 23,33
20% (0,41) a (21,14) b (26,07) b (30,29) b (42,79) b (51,14) b (60,00) b (62,21) b
3,33 6,67 8,89 11,11 15,56 21,11 24,44 27,78
40% (18,43) b (26,07) bc (30,79) bc (35,01) bc (42,99) b (52,86) b (59,21) b (70,07) b
5,56 8,89 13,33 17,78 22,22 24,44 26,67 30,00
60% (23,86) c (31,00) c (39,23) c (46,92) c (54,78) b (59,00) b (63,43) b (75,00) b
BNT 5% 4,424 9,009 9,794 12,598 16,95 21,342 30,767 33,963
17
(8HSA 39,23), (9HSA 46,92), (10HSA 54,78), (11HSA 59,00), (12HSA 63,43),
dan 13 hari setelah aplikasi (13HSA 75,00) yang berarti konsentrasi 60%
mempunyai kemampuan yang tinggi untuk membunuh hama ulat grayak, hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun bandotan yang
diberikan maka semakin tinggi pula tingkat mortalitas/kematian larva. sedangkan
mortalitas terendah telihat pada konsentrasi 0% atau tanpa perlakuan, dimana
tidak terlihat satupun hama yang mengalami kematian. Tabel diatas tidak terlihat
angka angka yang diikuti oleh huruf yang sama artinya semua perlakuan hasilnya
berbeda nyata.
Konsentrasi Rata-rata
0% 0,00
20% 2,865
40% 5,891
60% 16,755
18
Gambar 5. Diagram rata-rata presentase penghambat makan(%)
19
4.2 Pembahasan
20
bandotan berdasarkan hasil penelitian pengaruh ekstrak tumbuhan bandotan yang
dilakukan oleh Krestini, E. H., W. Setiawati,dan I. Sulastrini (2011) yang dimana
daun bandotan segar memiliki aroma yang khas, juga mengandung alkaloid,
saponin, flavonoid. Alkaloid pada serangga bertindak sebagai racun perut serta
dapat bekerja sebagai penghambat enzim asetil kolinesterase sehingga
mengganggu sistem kerja saraf pusat, dan dapat mendegradasi membran sel telur
untuk masuk ke dalam sel dan merusak sel telur.
Presentase kematian larva S.frugiperda pada 7HSA dengan nilai BNT
yaitu 9,00%, mortalitas tertinggi pada konsentrasi 60% yaitu 31,00 dan
konsentrasi 40% yaitu 26,07 tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 20% yaitu
21,14 dan berbeda nyata dengan perlakuan 0% kontrol yang tidak mengalami
kematian, perbedaan ini berkaitan dengan dosis yang di aplikasikan yang dimana
semakin tinggi dosis yang diberikan maka akan semakin tinggi mortalitas larva
yang dihasilkan. Sesuai dengan pernyataan (Sianiparm M.S., et al., 2015) bahwa
semakin tinggi konsentrasi insektisida maka kandungan senyawa aktifnya juga
semakin tinggi, sehingga tingkat kematian yang ditimbulkan semakin besar. Hal
ini membuktikan bahwa ekstrak tanaman bandotan dapat menekan tingkat
frekuensi serangan hama.
Pada 8HSA presentase mortalitas S.frugiperda dengan nilai BNT 9,79%
dan mortalitas tertinggi juga terjadi pada konsentrasi 60% yaitu 39,23 dan tidak
berbeda nyata dengan konsentrasi 40% dan 20% dimana konsentrasi 40% dengan
rata rata mortalitas yaitu 30,79 dan konsentrasi 20% yaitu 26,07 setiap harinya
mortalitas larva semakin meningkat hal ini karena bandotan merupakan tumbuhan
yang mengandung senyawa alkaloid dan flafanoid. Menurut Dinata (2007)
flafonoid dapat dimanfaatkan sebagai bahan aktif dalam pembuatan insektisida
nabati. Sedangkan alkaloid menurut Suryani (1991) dalam Sanyoto (2003),
merupakan senyawa pahit dan beracun dapat menyebabkan rasa pusing dan tidak
mau makan daun disebabkan rasanya yang pahit dan akhirnya mati.
Mortalitas larva seterusnya ditunjukkan pada pengamatan hari ke 9-13
HSA yang dimana pada konsentrasi 60% tetap menunjukkan hasil mortalitas
tertinggi tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 40% dan 20% yang juga
21
menunjukkan hasil mortalitas setiap harinya namun berbeda sangat nyata dengan
perlakuan kontrol yang tetap tidak terdapat kematian. Grainge dalam Astriani
(2010) bandotan mengandung beberapa senyawa pestisida seperti alkaloid,
saponin, flavanoid, polifenol, sulfur dan tanin. Pestisida nabati dapat membunuh
atau mengganggu serangga hama melalui cara kerja yang unik yaitu dapat melalui
perpaduan berbagai mekanisme atau secara tunggal (Anonim, 2010). Kandungan
senyawa bioaktif tersebut diantaranya saponin, flavanoid, polifenol, dan minyak
atsiri yang mampu mencegah hama mendekati tumbuhan (penolak) dan
penghambat larva menjadi pupa. (Kinasih, 2013). Senyawa-senyawa tersebut
merupakan bahan aktif sebagai pengendali hama, yang menyebabkan adanya
aktifitas biologi yang khas seperti toksik menghambat makan, antiparasit (Asikin,
2016).
Meningkatnya mortalitas larva setiap harinya karna penggunaan dosis
yang sesuai namun tingkat kecepatan toksisitas ekstrak daun bandotan masih
lambat dalam membunuh larva hal ini sesuai dengan pernyataan (Thamrin et al.,
2007) yang menyatakan bahwa insektisida nabati umumnya tidak dapat
mematikan secara langsung serangga, melainkan berfungsi sebagai antifeedan,
mencegah serangga meletkkan telur dan menghentikan proses penetasan telur,
sebagai racun syaraf, mengacaukan sistem hormon didalam tubuh serangga.
konsentrasi ekstrak daun bandotan yang di uji cobakan pada penelitian ini
menunjukkan bahwa eksrak daun bandotan dan dosis yang di gunakan dapat
menekan dan mematikan larva S.frugiperda Hal ini berkaitan dengan dosis yang
digunakan, semakin tinggi kosentrasi maka semakin tinggi mortalitas larva yang
dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Purba (2007), yang menyatakan
bahwa peningkatan kosentrasi yang diberikan berbanding lurus dengan
peningkatan bahan racun yang terkandung dalam tanaman tersebut, sehingga daya
bunuh semakin tinggi.
Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa perlakuan konsentrasi 20%
(160g/ml), 40% (320 g/ml), dan 60% (480 g/ml) menunjukkan adanya kenaikan
mortalitas larva S.frugiperda pada setiap harinya selama hari ke 6 sampai ke 13
HSA. Hasil tersebut menunjukkan kosentrasi ekstrak daun bandotan yang di uji
22
cobakan pada masing-masing perlakuan memberikan hasil pengaruh yang berbeda
terhadap jumlah kematian larva S.frugiperda. Perbedaan ini disebabkan karena
berbeda pula kosentrasi yang diberikan, sehingga daya bunuh terhadap larva uji
juga berbeda, tergantung dari banyak sedikitnya kosentrasi yang diberikan.
Tanaman bandotan mengandung zat metabolit sekunder yang efektif dijadikan
pestisida nabati, bersifat ramah lingkungan dimana ekstraknya mengandung
senyawa alkoloid seperti saponin, flavonoid, eugeonol, polifenol, minyak atsiri
yang dapat menekan aktivitas makan, reaksi negatif, dan diam hama setelah
terkontaminasi dengan bandotan melalui makan hama sehingga hama cenderung
diam. Zat metabolit yang berperan sangat aktif sehingga bandotan dapat dijadikan
sebagai salah satu alternatif pestisida nabati untuk menghambat hama kutu kuya
adalah senyawa saponin dan flavonoid. Senyawa ini mampu menekan hama untuk
makan dan bereaksi negatif.
Gejala keracunan yang ditunjukkan berdasarkan hasil pengamatan larva
S.frugiperda setelah pengaplikasian ekstrak daun bandotan yaitu pergerakan larva
menjadi lebih lambat bahkan diam, dan aktivitas makan yang berkurang. Hal ini
sesuai dengan pendapat (A. Meilin, Y. A, 2015) bahwa Konsentrasi atau dosis
subletal insektisida dapat menyebabkan mortalitas atau perubahan biologi dan
perilaku serangga melalui gangguan system syaraf.
Ciri-ciri morfologi larva S.frugiperda yang mengalami kematian ditandai
dengan tubuh larva mengecil dan berwarna lebih gelap, larva mengeluarkan cairan
kuning kecoklatan dan berbau tidak sedap, tubuh larva jika di sentuh terasa lebih
lembek dan membengkok. Ciri-ciri tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian
yang dilakukan (Wijaya et al., 2018) yang menyatakan gejala keracunan setelah
larva memakan ditandai dengan gerakan larva mulai melamban atau aktivitas
makananya mulai berkurang, adanya perubahan warna menjadi kehitaman. Hal
tersebut disebabkan oleh senyawa aktif yang terkandung dalam daun bandotan.
(Londer dan Shanshen, 1991 dalam Herminanto 2004). Tanaman bandotan
mengandung zat metabolit sekunder yang efektif dijadikan pestisida nabati,
bersifat ramah lingkungan dimana ekstraknya mengandung senyawa alkoloid
seperti saponin, flavonoid, eugeonol, polifenol, minyak atsiri yang dapat menekan
23
aktivitas makan, reaksi negatif, dan diam hama setelah terkontaminasi dengan
bandotan melalui makan hama sehingga hama cenderung diam. Zat metabolit
yang berperan sangat aktif sehingga bandotan dapat dijadikan sebagai salah satu
alternatif pestisida nabati untuk menghambat hama kutu kuya adalah senyawa
saponin dan flavonoid. Senyawa ini mampu menekan hama untuk makan dan
bereaksi negatif. Menurut (Asikin, 2016) tanin memiliki rasa pahit sehingga dapat
menyebabkan mekanisme penghambatan makanan pada hewan uji akan keleparan
dan akhirnya mati. Zat atau senyawa yang bersifat racun tersebut memiliki
beberapa cara untuk menyebabkan keracunan pada serangga hama di antaranya
Racun perut merupakan racun di dalam pestisda yang bekerja dengan ketika racun
tertelan oleh serangga. Racun akan merusak lambung serangga sehingga
menyebabkan kematian pada serangga. Racun perut juga dapat disebut racun
lambung karena serangan berpusat pada bagian lambung. Istilah racun perut ini
hanya terdapat pada insektisida. ekstrak daun bandotan mengandung metabolit
sekunder yaitu senyawa saponin, flavanoid, polifenol, dan minyak atsiri. Beberapa
senyawa fenol memilki fungsi sebagai penolak hama dan mengurangi adanya
reaksi untuk memakan daun timun yang sudah dicelupkan ekstrak bandotan.Pada
perlakuan pestisida nabati, ekstrak bandotan memiliki senyawa metabolit
sekunder seperti saponin, flavanoid, polifenol dan minyak atsiri (Sianturi, 2009
dalam Hastuti, 2014).
24
4.2.2 Daya Hambat Makan Larva
Berdasarkan hasil pengamatan daya hambat makan larva pada tabel 3
menunjukkan hasil penghambatan makan larva S.frugiperda pada semua
konsentrasi yang diuji cobakan dapat menghambat makan larva. Hal ini
ditunjukkan pada konsentrasi 60% (480g/ml),40% (320g/ml) dan konsentrasi
20% (160g/ml) hal ini dikarenakan senyawa bioaktif tersebut berpengaruh
terhadap sistem saraf otot, keseimbangan hormon, reproduksi, perilaku berupa
penarik, dan anti makan (Setiawati, et al 2008)
Pengham batan makan larva tertinggi terdapat pada konsentrasi 60%
dengan 480 gr daun bandotan + 800ml aquades dengan hasil penghambatan yaitu
sebesar 16,75% semakin tinggi konsentrasi yang diberikan makan akan semakin
tinggi tingkat penghambatan makan. Sesuai dengan pernyataan (Londer dan
Shanshen, 1991 dalam Herminanto 2004) semakin tinggi konsentrasi ekstrak
menyebabkan kondisi tubuh hama semakin lemah dan mengakibatkan penurunan
nafsu makan. Konsentrasi 60% merupakan perlakuan terbaik diantara konsentrasi
yang diberikan pada hama, karena konsentrasi ini telah mampu menekan
kemampuan makan pada hama dan bertindak sebagai penolak hama (Alindatus,
2009). Pada tanaman yang diberikan ekstrak Bandotan tingkat intensitas serangan
hama adalah sangat rendah hal ini disebabkan karena Bandotan mengandung
metabolit sekunder seperti alkaloid dan terpenoid yang sangat berpotensi sebagai
penghambat makan pada serangga.
Pada pengamatan yang dilakukan terdapat hasil penghambatan makan
larva pada konsentrasi 20%, 40% dan 60% dimana pada konsentrasi 20%
terdapat 3,32% penghambatan makan pada konsentrasi 40% yaitu 5,89% dan pada
konsentrasi 60% yaitu 16,75%. Maka hasil ini menunjukkan konsentrasi yang
tepat sebagai penghambatan makan larva yaitu pada konsentrasi 60% dengan
480gr daun bandotan dan 800ml aquades, yang dimana bobot awal daun jagung
pada U1 sebelum aplikasi yaitu 2,49 gram dan bobot akhir seberat 1,21 gram
dengan begitu bobot daun yang tidak termakan seberat 1,28 gram pada perlakuan
P4 U1, selanjutnya pada P4 U2 bobot awal daun seberat 2,87 gram dan bobot
akhir 1,47 gram maka daun yang tidak termakan seberat 1,4 gram dan pada
25
perlakuan P4 U3 bobot awal daun yaitu seberat 3,83 gram dan bobot akhir seberat
1,23 gram maka daun yang tidak termakan seberat 2,6 gram. Konsentrasi terendah
pada pengamatan penghambatan makan larva ini terjadi pada konsentrasi P1
kontrol atau tanpa perlakuan. Hal ini disebabkan bandotan memiliki zat metabolit
sekunder. Senyawa alkaloid dan terpenoid sangat berpotensi sebagai penghambat
makan dan bersifat toksik sehingga menyebabkan hama cenderung diam.
Gangguan metabolisme mungkin juga disebabkan karena terdapatnya senyawa
tanin dalam makanan yang dapat mengganggu aktivitas enzim pencernaan hama
(Dian Astriani, 2010).
Berdasarkan grafik pada Gambar 4. dapat dilihat bahwa tingkat
penghambatan makan larva S.frugiperda mengalami kenaikan dari perlakuan P1-
P4 Hal ini terlihat pada perlakuan P1 mengalami kenaikan yang pada perlakuan
P2 tingkat penghambatan makan juga mengalami kenaikan yang cukup tinggi,
pada perlakuan P3 mengalami kenaikan yang cukup pesat dari perlakuan P2
sebesar 5,89%, sedangkan pada perlakuan P4 mengalami kenaikan tingkat efikasi
yang lebih tinggi yaitu mencapai 16,75%. Perbedaan ini disebabkan karena
berbeda pula kosentrasi yang diberikan sehingga daya hambat makan yang terjadi
pada larva uji juga berbeda. Hasil penelitian ini membuktikan, bahwa perlakuan
dengan pemberian insektisida nabati ekstrak daun bandotan berpengaruh terhadap
mortalitas larva S.frugiperda dan penghambatan makan larva S.frugiperda.
26
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa Ekstrak daun bandotan (Ageratum conyzaides L.) berpengaruh terhadap
mortalitas larva uji S.frugiperda instar III sekaligus sebagai penghambat makan
larva. Konsentrasi yang paling berpengaruh terhadap mortalitas dan daya hambat
makan yaitu konsentrasi 40% dengan nilai mortalitas 26,07% dan nilai rata rata
daya hambat mkan 5,89% pada 7 HSA, sedangkan pada tingkat mortalitas
tertinggi yaitu pada konsentrasi 60%. Peningkatan konsentrasi mampu
mempengaruhi mortalitas larva.
5.2 Saran
Perlu dilakukannya pengendalian ekstrak daun bandotan terhadap larva
S.frugiperda pada skala lapang.
27
DAFTAR PUSTAKA
Agazali, F. (2015). Efektifitas Insektisida Nabati Daun Tanjung dan Daun Pepaya
Terhadap Mortalitas Ulat Grayak (Spodoptera litura F.). Skripsi.
Universitas Jember. 66 hal.
Asikin, S. 2016. Dua Jenis Gulma sebagai Pestisida Nabati terhadap Ulat Krop
Kubis (Crocidolomia pavartata). Prosiding Seminar Nasional Inovasi
Teknologi Pertanian ; Banjarbaru, 20 Juli 2016. Hlm 880 - 892.
Balla A, Bhaskar M, Bagade P, Rawal N. 2019. Kerugian hasil dalam jagung (Zea
mays) karena serangan ulat grayak dan potensi intervensi berbasis IoT untuk
pengendaliannya. J Entomol Zool Pejantan, 7 (5), 920-927.
Baig Erni Suharni. 2016 Pengaruh variasi konsentrasi ekstrak daun bandotan
(Ageratum conyzaides L) sebagai bioinsektisida pengendali hama kutu beras
( Sitophilus oryzae)
Budiman, H. 2013. Budidaya Jagung Organik Varietas Baru yang Kian di Buru.
Pustaka Baru Putra. Yogyakarta. 206 hal.
28
go.id/lokaciamis/artikel/lalat-arda.htm.
Groote HD, Kimenju S.C., Munyua B., Palmas S., Kassie M., Bruce A. 2020.
Penyebaran dan dampak serangan ulat grayak (S.frugiperda JE Smith) di
area produksi jagung di Kenya. Lingkungan Agr Ecosyst 292, 802-806.
DOI: 10.1016 / j.agee.2019.106804
Helda Syahfari1 , Siti Raudah Oktaviani2 , Hery Sutejo1 . (2021) Uji Efikasi
Ekstrak Bandotan (Ageratum conyzoides L.) terhadap frekuensi dan
Intensitas sengan Hama Ulat Plutella xylostella L. Pada Tanaman Lobak
(Rhapanus sativus L.). Fakultas Pertanian Universitas 17 Agustus 1945
Samarinda
Herminanto. 2004. Potensi Ekstrak Biji Srikaya (Annona squamosa L.) untuk
Mengendalikan Ulat Krop Kubis Crocidolomia Pavonana F. 1) Fakultas
Pertanian UNSOED 2) Alumnus Fakultas Pertanian UNSOED.
Julaily, N., dan Mukarlina, T. R. S., 2013. Pengendalian Hama pada Tanaman
Sawi (Brassica juncea L.) Menggunakan Ekstrak Daun Pepaya (Carica
papaya L.). protobiont , 2(3).
Kardinan, A. 2001. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi Cetakan ke-3. Penebar
Swadaya: Jakarta.
29
odoretum),DAN TAGETES(Tagetes erecta) Terhadap Mortalitas Hama
Myzus Persicae, Trialeurodes Vaporariorum, Dan Predator Kumbang Cocci
Menochillus sexmaculatus. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, JL.
Tangkuban Parahu 517 Lembang, Bandung.
Lihanto, S.S.T. 2019. Pengenalan Fall Armyworm (FAW) Ulat Grayak. Dinas
Pertanian Dan Pangan Kabupaten Kulonprogo. UPT Penyuluh Pertanian
Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Wates.
Maharani Y., Vira K.D., Lindung T.P., Lilian R., Yusup H., Danar D. 2019.
Kasus Serangan Ulat Grayak Jagung S.frugiperda J. E. Smith (Lepidoptera:
Noctuidae) pada Tanaman Jagung di Kabupaten Bandung, Garut dan
Sumedang, Jawa Barat. Jurnal Cropsaver , 2(1), 38-46 .
Noncy N., Septian H.K., Hishar M., Amran M., Muhammad A., Muhammad A.
2019. Pengenalan Fall Armyworm (S.frugiperda J.E. Smith) Hama Baru
Pada Tanaman Jagung Di Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Nur Alindatus. 2009. Pengaruh Ekstrak Daun Bintaro (Cerbera odollam) terhadap
Perkembangan Ulat Grayak (Spodoptera litura F). Jurusan Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-
mail: kristanti@bio.its.ac.id UPT Proteksi Tanaman Pangan dan
Holtikultura Jawa Timur Jl. Pagesangan II/58, Surabaya 60233 Indonesia
Paeru, RH., dan Dewi, TQ. 2017. Panduan Praktis Budidaya Jagung. Penebar
Swadaya. Cetak 1. Jakarta.
30
Permatasari, S. C., & Asri, M. T. (2021). Efektivitas Ekstrak Ethanol Daun
Kirinyuh (Eupatorium odoratum) terhadap Mortalitas Larva Spodoptera
litura. Lentera Bio, 10(1), 17–24.
Santos, R.F., Nunes, B.M., Sá, R.D., Soares, L.A.L., & Randau, K.P. (2016).
Morphoanatomical study of Ageratum conyzoides. Revista Brasileira de
Farmacognosia 26: 679-687.
Setiawati, et al. 2008 Tumbuhan Bahan Pestisida Nabati dan Cara Pembuatannya
Untuk pengendalian organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). (Balai
Penelitian Tanaman Sayuran). Jakarta
Sianipar , M.S., Djaya, L., Santosa, E., Soesilohadi, RC., Natawigena, W.D.,
Ardiansya, M. 2015. Populasi Hama Wereng Batang Coklat (Nilaparvata
lugens stal) dan Keragaman Serangga Predatornya Pada Padi Sawah
Lahan Dataran Tinggi Di Desa Panyocokan, Kecamatan Ciwidey,
Kabupaten Bandung. Jurnal Agrikultura 26(2): 111-112
Thamrin, M., Asikin, S., & Willis, M. (2013). Tumbuhan Kirinyuh Chromolaena
Odorata (L) (Asteraceae: Asterales) Sebagai Insektisida Nabati untuk
Mengendalikan Ulat Grayak Spodoptera Litura. 32(2), 112–121.
31
Tohir, A.M. (2010). Teknik Ekstraksi dan Aplikasi beberapa Pestisida Nabati
untuk Menurunkan Palatabilitas Ulat Grayak (Spodoptera litura Fabr.) di
Laboratorium. Buletin Teknik Pertanian, 15, 37-40.
Wijaya, I., Wirawan, I., & Adiartayasa, W. (2018). Uji Efektifitas Beberapa
Konsentrasi Ekstrak Daun Kirinyuh (Chromolaena odorata L.) terhadap
Perkembangan Ulat Krop Kubis (Crocidolomia pavonana F.). Jurnal
Agrotop, 8(1), 11–19.
32
LAMPIRAN
Pengamatan dan
pengumpulan data
Analisis data
Hasil
33
Lampiran 2. Bagan Alur Pembuatan Ekstrak Daun Bandotan
Pengumpulan daun
Bandotan
Pembersihan dan
pencucian
Penghalusan menggunakan
blender dengan pelarut
800ml aquades
Penyaringan ekstrak
34
Lampiran 3. Data Presentasi Mortalitas 1-13 HSA Ekstrak Daun Bandotan
35
Lampiran 4. Data Mortalitas Transformasi Arsin 1-13 HSA Ekstrak daun
Bandotan
36
Lampiran 5. Data Mortalitas (%) Larva S.frugiperda 6-13 HSA
37
Data Mortalitas 10 Hari Setelah Aplikasi
Ulangan
Konsentrasi Total Rata-rata
1 2 3
0% 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
20% 50,00 70,00 20,00 140,00 46,67
40% 60,00 30,00 50,00 140,00 46,67
60% 60,00 70,00 70,00 200,00 66,67
38
Data yang dianalisis adalah data mortalitas yang telah di Transformasi arsin
Ulangan
Konsentrasi Total Rata rata
U1 U2 U3
0% 0,41 0,41 0,41 1,23 0,41
20% 0,41 0,41 0,41 1,23 0,41
40% 18,43 18,43 18,43 55,29 18,43
60% 26,57 26,57 18,43 71,57 23,86
Total 45,82 45,82 37,68 129,32 10,78
Lampiran 6b. Analisis Sidik Ragam dan Uji BNT Mortalitas Larva S.frugiperda 6
HSA
ANOVA
Ftab
SK DB JK KT Fhit Ket
0,05 0,01
Perlakuan 3 1612,51 537,50 97,35 4,07 7,59 **
Galat/sisa 8 44,17 5,52
Total 11 1656,69
39
Lampiran 7a. Mortalitas (%) Larva S.frugiperda 7 HSA
Ulangan
Konsentrasi Total Rata rata
U1 U2 U3
0% 0,41 0,41 0,41 1,23 0,41
20% 26,57 18,43 18,43 63,43 21,14
40% 33,21 18,43 26,57 78,21 26,07
60% 33,21 33,21 26,57 92,99 31,00
Total 93,40 70,48 71,98 235,86 19,66
Lampiran 7b. Analisis Sidik Ragam dan Uji BNT Mortalitas Larva S.frugiperda 7
HSA
ANOVA
Ftab
SK DB JK KT Fhit Ket
0,05 0,01
Perlakuan 3 2554,28 851,43 37,19 4,07 7,59 **
Galat/sisa 8 183,17 22,90
Total 11 2737,44
40
Lampiran 8a. Mortalitas (%) Larva S.frugiperda 8 HSA
Ulangan
Perlakuan Total Rata rata
U1 U2 U3
0% 0,41 0,41 0,41 1,23 0,41
20% 33,21 26,57 18,43 78,21 26,07
40% 39,23 26,57 26,57 92,37 30,79
60% 39,23 39,23 39,23 117,69 39,23
Total 112,08 92,78 84,64 289,50 24,13
Lampiran 8a. Analisis Sidik Ragam dan Uji BNT Mortalitas Larva S.frugiperda 8
HSA
ANOVA
Ftab Ket
SK DB JK KT Fhit
0,05 0,01
Perlakuan 3 3913,14 1304,38 48,21 4,07 7,59 **
Galat/sisa 8 216,45 27,06
Total 11 4129,59
41
Lampiran 9a. Mortalitas (%) Larva S.frugiperda 9 HSA
Ulangan
Perlakuan Total Rata rata
U1 U2 U3
0% 0,41 0,41 0,41 1,23 0,41
20% 33,21 39,23 18,43 90,87 30,29
40% 39,23 26,57 39,23 105,03 35,01
60% 45,00 50,77 45,00 140,77 46,92
Total 117,85 116,98 103,07 337,90 28,16
Lampiran 9a. Analisis Sidik Ragam dan Uji BNT Mortalitas Larva S.frugiperda 9
HSA
ANOVA
Ftab Ket
SK DB JK KT Fhit
0,05 0,01
Perlakuan 3 5423,69 1807,90 40,38 4,07 7,59 **
Galat/sisa 8 358,16 44,77
Total 11 5781,85
42
Lampiran 10a. Mortalitas (%) Larva S.frugiperda 10 HSA
Ulangan
Perlakuan Total Rata rata
U1 U2 U3
0% 0,41 0,41 0,41 1,23 0,41
20% 45,00 56,79 26,57 128,36 42,79
40% 50,77 33,21 45,00 128,98 42,99
60% 50,77 56,79 56,79 164,35 54,78
Total 146,95 147,20 128,77 422,92 35,24
Lampiran 10b. Analisis Sidik Ragam dan Uji BNT Mortalitas Larva S.frugiperda
10 HSA
ANOVA
Ftab Ket
SK DB JK KT Fhit
0,05 0,01
Perlakuan 3 8117,43 2705,81 33,39 4,07 7,59 **
Galat/sisa 8 648,35 81,04
Total 11 8765,78
43
Lampiran 11a. Mortalitas (%) Larva S.frugiperda 11 HSA
Ulangan
Perlakuan Total Rata rata
U1 U2 U3
0% 0,41 0,41 0,41 1,23 0,41
20% 63,43 63,43 26,57 153,43 51,14
40% 56,79 45,00 56,79 158,58 52,86
60% 56,79 56,79 63,43 177,01 59,00
Total 177,42 165,63 147,20 490,25 40,85
Lampiran 11b. Analisis Sidik Ragam dan Uji BNT Mortalitas Larva S.frugiperda
11 HSA
ANOVA
Ftab Ket
SK DB JK KT Fhit
0,05 0,01
Perlakuan 3 10651,14 3550,38 27,63 4,07 7,59 **
Galat/sisa 8 1027,84 128,48
Total 11 11678,98
44
Lampiran 12a. Mortalitas (%) Larva S.frugiperda 12 HSA
Ulangan
Perlakuan Total Rata rata
U1 U2 U3
0% 0,41 0,41 0,41 1,23 0,41
20% 90,00 63,43 26,57 180,00 60,00
40% 63,43 50,77 63,43 177,63 59,21
60% 63,43 63,43 63,43 190,29 63,43
Total 217,27 178,04 153,84 549,15 45,76
Lampiran 12b. Analisis Sidik Ragam dan Uji BNT Mortalitas Larva S.frugiperda
12 HSA
ANOVA
Ftab Ket
SK DB JK KT Fhit
0,05 0,01
Perlakuan 3 13283,69 4427,90 16,58 4,07 7,59 **
Galat/sisa 8 2136,18 267,02
Total 11 15419,87
45
Lampiran 13a. Mortalitas (%) Larva S.frugiperda 13 HSA
Ulangan
Perlakuan Total Rata rata
U1 U2 U3
0% 0,41 0,41 0,41 1,23 0,41
20% 90,00 63,43 33,21 186,64 62,21
40% 90,00 56,79 63,43 210,22 70,07
60% 71,57 90,00 63,43 225,00 75,00
Total 251,98 210,63 160,48 623,09 51,92
Lampiran 13b. Analisis Sidik Ragam dan Uji BNT Mortalitas Larva 13 HSA
ANOVA
Ftab Ket
SK DB JK KT Fhit
0,05 0,01
Perlakuan 3 17335,07 5778,36 17,76 4,07 7,59 **
Galat/sisa 8 2603,06 325,38
Total 11 19938,13
46
Lampiran 14. Data Daya hambat makan Larva
BOBOT BOBOT
JUMLAH LARVA
PERLAKUAN/KONSENTRASI ULANGAN AWAL AKHIR
UJI (EKOR)
(GR) (GR)
U1 3,71 1,24
KONTROL 30 EKOR U2 3,83 1,29
U3 3,37 1,26
U1 3,61 1,22
Konsentrasi 160gr/800ml
30 EKOR U2 3,38 1,31
Aquades
U3 3,46 1,27
U1 4,24 1,81
Konsentrasi 320gr/800ml
30 EKOR U2 3,9 1,91
Aquades
U3 3,71 1,79
U1 2,49 1,21
Konsentrasi 480gr/800ml
30 EKOR U2 2,87 1,47
Aquades
U3 3,83 1,23
12
TOTAL 120 EKOR
PERLAKUAN
47
DOKUMENTASI PENELITIAN
No Gambar Keterangan
3 Telur S.frugiperda
Umur 2 hari diletakkan
48
Daun bandotan yang telah dibersihkan
6 dan akan di pisahkan daun dan
batangnya
49
Penyiapan pakan daun jagung untuk
11 pengaplikasian ekstrak pada larva, daun
jagung yang digunakan yaitu daun
jagung muda, dan pakan berukuran 5x5
cm
50
Larva S.frugiperda yang mengalami
16 kematian. Pada bagian abdomen larva
terlihat menghitam
51
RIWAYAT HIDUP
52