Anda di halaman 1dari 54

PELUANG PENERAPAN PRODUKSI BERSIH

PADA AGROINDUSTRI NATA DE COCO


CV. BIMA AGRO MAKMUR YOGYAKARTA

Tesis
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Mencapai derajat Sarjana S-2 pada
Program Studi Ilmu Lingkungan

MELIA ARIYANTI
30000213410029

PROGRAM MAGISTER ILMU LINGKUNGAN


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014

i
LEMBAR PERSETUJUAN

PELUANG PENERAPAN PRODUKSI BERSIH


PADA AGROINDUSTRI NATA DE COCO
CV. BIMA AGRO MAKMUR YOGYAKARTA

Disusun oleh

Melia Ariyanti
30000312410029

Mengetahui,
Komisi Pembimbing
Pembimbing Utama Pembimbing Kedua

Prof. Dr. Ir. Purwanto, DEA Dr. Ing. Suherman, ST, MT

Mengetahui,
Direktur Program Pasca Sarjana Ketua Program Studi
Universitas Diponegoro Magister Ilmu Lingkungan

Prof. Dr. dr. Anies, M.Kes., PKK Prof. Dr. Ir. Purwanto, DEA
NIP. 19540722 198501 1 001 NIP. 19611228 198603 1 004

ii
LEMBAR PENGESAHAN

PELUANG PENERAPAN PRODUKSI BERSIH


PADA AGROINDUSTRI NATA DE COCO
CV. BIMA AGRO MAKMUR YOGYAKARTA

Disusun oleh

Melia Ariyanti
30000312410029

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji


Pada Tanggal 16 Desember 2014
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima

Ketua Tanda Tangan

Prof. Dr. Ir. Purwanto, DEA …………………………

Anggota:

1. Dr. Ing. Suherman, ST, MT …………………………

2. Prof. Dr. Ir. Azis Nur Bambang, MS ..……………………….

3. Dr. Hermawan, DEA ………………………..

iii
LEMBAR PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang saya susun


dengan judul “Peluang Penerapan Produksi Bersih Pada Agroindustri Nata De
Coco CV. Bima Agro Makmur Yogyakarta” sebagai syarat untuk memperoleh
gelar Magister dari Program Magister Ilmu Lingkungan seluruhnya merupakan
hasil karya sendiri.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan Tesis yang saya kutip dari
hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai norma,
kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan
hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya
bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan
sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Semarang, Desember 2014

Melia Ariyanti
30000312410029

iv
RIWAYAT HIDUP

Melia Ariyanti, lahir di Semarang tanggal 31 Maret


1981 dari pasangan Bapak Achmad Kamil dan Ibu
Banirah, A.Ma. Menamatkan pendidikan dasar di SD
Negeri Panjangan II dari tahun 1987 sampai dengan
1993. Pada tahun 1993 sampai dengan 1996
menyelesaikan pendidikan sekolah menengah
pertama di SMP Negeri 19 Semarang dan jenjang

Sekolah Menengah Atas dilanjutkan pada tahun 1996 sampai dengan 1999 di
SMA Negeri 3 Semarang. Tahun 1999 memasuki program Sarjana di Universitas
Gadjah Mada (UGM) dan memperoleh gelar kesarjanaan strata 1 (S1) Jurusan
Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian diraih pada
tahun 2004. Sejak tahun 2009 menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan
Kementerian Perindustrian pada unit kerja Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
(BBIHP) Makassar. Pada tahun 2013 penulis terdaftar sebagai mahasiswa
Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro, melalui
Program Beasiswa dari Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana
(Pusbindiklatren) BAPPENAS.

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala karunia, rahmat, taufiq, dan
hidayah-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan tesis dengan judul “Peluang Penerapan Produksi Bersih pada
Agroindustri Nata De Coco CV. Bima Agro Makmur Yogyakarta” ini. Tesis ini
merupakan sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2 pada Program
Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang.
Pencemaran lingkungan merupakan dampak negatif dari berkembangnya
aktivitas agroindustri. Produksi bersih merupakan suatu pendekatan yang tepat
dalam pengelolaan lingkungan bagi industri kecil, karena selain memberikan
manfaat secara ekonomi juga dapat meningkatkan kinerja lingkungan. Peluang
penerapan produksi bersih pada agroindustri nata de coco ini meliputi identifikasi
penggunaan bahan, air, dan energi, analisis sebab timbulnya KBP (Keluaran
Bukan Produk), analisis kinerja ekonomi dan lingkungan, analisis kelayakan serta
alternatif langkah perbaikan penerapan produksi bersih.
Dengan terselesaikannya penulisan tesis ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada banyak pihak yang telah membantu terselesaikannya
penelitian dan penulisan tesis ini, terutama kepada:
1. Prof. Sudharto P. Hadi, MES, Ph.D selaku Rektor Universitas Diponegoro,
Semarang;
2. Prof. Dr. dr. Anies, M.Kes., PKK selaku Direktur Program Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro, Semarang;
3. Prof. Dr. Ir. Purwanto, DEA selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu
Lingkungan, Universitas Diponegoro sekaligus sebagai dosen pembimbing
utama yang telah memberikan arahan dan bimbingan yang bermanfaat dalam
penyusunan tesis ini;
4. Dr. Ing. Suherman, ST, MT selaku dosen pembimbing tesis yang telah
memberikan arahan dan bimbingan yang bermanfaat dalam penyusunan tesis
ini;

vi
5. Prof. Dr. Ir. Azis Nur Bambang, MS dan Dr. Hermawan, DEA selaku dosen
penguji yang telah banyak memberikan masukan dan saran untuk perbaikan
penyusunan tesis;
6. Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencana Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas) atas beasiswa yang
diberikan sehingga penulis dapat menempuh pendidikan pada Magister Ilmu
Lingkungan;
7. Dr. Hartuti Purnaweni, MPA selaku Sekretaris Program Magister Ilmu
Lingkungan, seluruh dosen Program Studi Magister Ilmu Lingkungan atas
segala ilmu yang diberikan serta seluruh staf administrasi atas segala bantuan
selama masa perkuliahan;
8. Kementerian Perindustrian dan Kepala Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
(BBIHP) Makassar yang telah memberikan kesempatan dan ijin tugas belajar;
9. Bapak Konang dan para karyawan di CV. Bima Agro Makmur atas ijin
penelitian dan bantuan yang diberikan;
10. Orang tua, dan suamiku Dwi Aprianto, SE atas semua pengertian dan cinta
kasihnya, persembahan terindah untuk ananda tercinta „Muhammad Restu
Rabbani‟;
11. Teman- teman seperjuangan, MIL 38 Bappenas, atas indahnya pertemanan,
kebersamaan dan dukungannya selama masa perkuliahan, semoga tali
silaturahmi ini akan terjalin selamanya;
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu penyusunan tesis ini;

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Akhirnya
penulis berharap semoga tulisan ini memberikan manfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan.

Semarang, Desember 2014


Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................i

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................................iv

RIWAYAT HIDUP ................................................................................................. v

KATA PENGANTAR ............................................................................................vi

DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii

DAFTAR TABEL ...................................................................................................xi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii

ABSTRAK ............................................................................................................xiv

ABSTRACT ............................................................................................................. xv

BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


1.1. Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah .......................................................................................... 5
1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 5
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................................ 6
1.5. Originalitas Penelitian....................................................................................... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 9
2.1 Pengertian Produksi Bersih ............................................................................... 9
2.2 Prinsip Produksi Bersih .................................................................................. 10
2.3 Perangkat Produksi Bersih .............................................................................. 13
2.4 Kendala Penerapan Produksi Bersih ............................................................... 15
2.5 Industri Nata de coco ...................................................................................... 16
2.6 Penerapan Produksi Bersih pada Industri ....................................................... 23
2.7 Kinerja Ekonomi ............................................................................................. 27

viii
2.8 Kinerja Lingkungan (Environmental Performance) ....................................... 28
2.9 Keluaran Bukan Produk (KBP/ NPO) ............................................................ 30
2.10Baku Mutu Limbah Cair Industri .................................................................... 32
BAB III. METODE PENELITIAN .................................................................... 33
3.1 Tipe Penelitian ................................................................................................ 33
3.2 Kerangka Pikir Penelitian ............................................................................... 33
3.3 Ruang Lingkup Penelitian .............................................................................. 34
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................................... 35
3.5 Jenis Dan Sumber Data ................................................................................... 35
3.6 Teknik Pengumpulan Data.............................................................................. 36
3.7 Teknik Analisis Data ...................................................................................... 37
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 39
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................................... 39
4.1.1 Profil CV. Bima Agro Makmur .............................................................39
4.1.2 Bahan Baku, Produk dan Energi ...........................................................42
4.1.3 Mesin dan Peralatan Produksi ...............................................................47
4.1.4 Pengelolaan Lingkungan CV. Bima Agro Makmur ..............................48
4.1.5 Tahapan Proses Produksi CV. Bima Agro Makmur .............................49
4.2. Identifikasi Kinerja Lingkungan ..................................................................... 57
4.2.1 Indikator Input .......................................................................................57
4.2.2 Indikator Output ....................................................................................59
4.3. Identifikasi Penerapan Produksi Bersih .......................................................... 63
4.3.1 Diagram Alir Proses ..............................................................................63
4.3.2 Non Product Output (NPO) dan Perhitungannya ..................................66
4.3.3 Identifikasi Inefisiensi pada Proses Produksi Nata de Coco .................67
4.3.4 Sumber Masalah Terjadinya Inefisiensi di CV. Bima Agro Makmur ...71
4.3.5 Tindakan Produksi Bersih .....................................................................74
4.4. Analisis Kinerja Lingkungan dan Kinerja Ekonomi....................................... 78
4.4.1 Analisis Kinerja Lingkungan.................................................................78
4.4.2 Analisis Kinerja Ekonomi .....................................................................81
4.4.3 Analisis Kelayakan ................................................................................83

ix
4.4.4 Penentuan Skala Prioritas ......................................................................84
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 89
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 89
5.2 Saran ............................................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 91
LAMPIRAN.......................................................................................................... 96

x
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Ringkasan Penelitian Terdahulu ................................................................7


Tabel 2. Kandungan Zat Gizi Air Kelapa Tua dan Muda per 100 gram ...............17
Tabel 3. Kondisi Operasi Optimum Produksi Nata de Coco .................................19
Tabel 4. Syarat mutu SNI Nata dalam kemasan berdasar SNI 01-4317-1996 .......23
Tabel 5. Skala Penilaian penentuan prioritas produksi bersih ...............................26
Tabel 6. Analisis kelayakan ekonomi ....................................................................27
Tabel 7. Nilai Kalori dan Faktor emisi Bahan Bakar .............................................29
Tabel 8. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 13 Tahun 2008 Baku
Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Kelapa .........32
Tabel 9. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data .......................................................38
Tabel 10. Profil Usaha CV. Bima Agro Makmur ..................................................41
Tabel 11. Jumlah Pekerja Berdasarkan Jenis Pekerjaan ........................................42
Tabel 12. Penggunaan bahan, air, dan energi ........................................................57
Tabel 13. Hasil Uji Laboratorium Limbah Cair .....................................................60
Tabel 14. Sumber Timbulan Limbah .....................................................................62
Tabel 15. Jenis dan Prosentase NPO Pengolahan Nata de Coco ...........................66
Tabel 16. Hasil Identifikasi Inefisiensi Tiap Tahapan Proses Produksi ................70
Tabel 17. Sumber Masalah Inefisiensi di CV. Bima Agro Makmur .....................74
Tabel 18. Tindakan Penerapan Produksi Bersih ....................................................76
Tabel 19. Analisis Penerapan Produksi Bersih bagi Kinerja Lingkungan .............81
Tabel 20. Analisis Penerapan Produksi Bersih bagi Kinerja Ekonomi..................83
Tabel 21. Analisis Kelayakan Tindakan Penerapan Produksi Bersih ....................84
Tabel 22. Penentuan Skala Prioritas Tindakan Penerapan Produksi Bersih ..........87

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Teknik-Teknik Produksi Bersih (USAID, 1997) .................................12


Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan nata de coco secara umum ................22
Gambar 3. Konsep Keluaran Bukan Produk (KBP) ..............................................31
Gambar 4. Kerangka Pikir Penelitian ....................................................................34
Gambar 5. Kondisi Pabrik CV. Bima Agro Makmur ............................................39
Gambar 6. Tata Letak Pabrik CV. Bima Agro Makmur ........................................40
Gambar 7. Tempat Penampungan Air Kelapa .......................................................43
Gambar 8. Gula Pasir yang Digunakan ..................................................................44
Gambar 9. Amonium Sulfat (ZA) ..........................................................................45
Gambar 10. Asam Asetat Glasial (asam cuka) ......................................................46
Gambar 11. Nata de Coco Potong dalam Bak Penampung....................................46
Gambar 12. Mesin Produksi ..................................................................................47
Gambar 13. Limbah Industri Nata di CV. Bima Agro Makmur ............................48
Gambar 14.Tahapan Proses Produksi Nata de Coco di CV. Bima Agro Makmur 49
Gambar 15. Proses Penyaringan Air Kelapa .........................................................50
Gambar 16. Proses Perebusan Air Kelapa .............................................................51
Gambar 17. Proses Pencampuran...........................................................................52
Gambar 18. Proses Penuangan/ Penempatan dalam nampan .................................53
Gambar 19. Rak Fermentasi ..................................................................................54
Gambar 20. Nata de Coco Lembaran Siap Panen .................................................55
Gambar 21. Proses Pembersihan Kulit Nata de Coco ...........................................56
Gambar 22. Nata de Coco Potongan ......................................................................56
Gambar 23. Penyimpanan Kayu Bakar ..................................................................58
Gambar 24. Macam Limbah Padat ........................................................................59
Gambar 25. Limbah Cair .......................................................................................60
Gambar 26. Timbulan Asap dari Proses Perebusan ..............................................62
Gambar 27. Diagram Alir Proses Produksi Nata de Coco Potong Per hari ...........64
Gambar 28. Neraca Massa untuk Produksi 1 Kg Nata ..........................................65

xii
DAFTAR LAMPIRAN

1. Pedoman Pertanyaan ……………………………………………….. 96


2. Daftar Periksa (Check List) yang berkaitan dengan Upaya
Penerapan Produksi Bersih ………………………………………….. 98
3. Neraca Massa Proses Pembuatan Nata de Coco…………………… 106
4. Perhitungan Pemakaian Bahan Baku dan Bahan Penunjang 108
5. Perhitungan Pemakaian Bahan Bakar, Air, dan Listrik……………. 109
6. Perhitungan Biaya Pemakaian Bahan Baku dan Bahan Penunjang 111
7. Perhitungan Biaya Pemakaian Bahan Bakar, Air dan Listrik……… 112
8. Peta Lokasi Penelitian CV. Bima Agro Makmur Kab. Bantul,
Yogyakarta…………………………………………………………... 113
9. Perhitungan Ekonomi Langkah Produksi Bersih…………………… 114
10. Perhitungan Biaya Produk dan Keluaran Bukan Produk (NPO) CV.
BAM…………………………………………………………………. 117
11. Perhitungan Konsumsi Energi dan Emisi yang dikeluarkan
Berdasarkan Pemakaian Bahan Bakar Kayu Bakar……………… 121
12. Perhitungan Konsumsi Energi dan Emisi yang dikeluarkan
Berdasarkan Pemakaian Bahan Bakar Grajen……………………. 123
13. Perhitungan Konsumsi Energi dan Emisi yang dikeluarkan
Berdasarkan Pemakaian Listrik…………………………………….. 125
14. Perhitungan Biaya Pengolahan Emisi Gas Rumah Kaca…………… 126
15. Surat Tanda Uji Limbah Cair……………………...………………… 128

xiii
ABSTRAK

Proses produksi nata de coco dapat berdampak negatif ke lingkungan


apabila tidak ada pengelolaan limbah yang dihasilkan. CV. Bima Agro Makmur
merupakan salah satu industri kecil yang memproduksi nata de coco potong di
daerah Bantul, Yogyakarta. Tindakan produksi bersih dapat diterapkan untuk
mengurangi timbulan limbah, dan bermanfaat positif terhadap lingkungan dan
ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penerapan
produksi bersih, mengidentifikasi inefisiensi pada proses produksi dan
memberikan alternatif langkah perbaikan dalam penerapan produksi bersih di
industri nata de coco ditinjau dari segi lingkungan dan ekonomi. Metode yang
digunakan adalah observasi, pengukuran langsung, dan wawancara dengan
panduan daftar periksa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan
lingkungan belum dilakukan secara maksimal oleh CV. BAM. Limbah cair dan
limbah padat yang dihasilkan dari proses produksi nata tidak diolah dahulu dan
langsung dibuang ke lingkungan. Terjadi inefisiensi penggunaan bahan baku, air,
dan energi, dengan efisiensi proses produksi sebesar 82,5%. Prosentase inefisiensi
terbesar terjadi pada proses pemanenan yang menghasilkan NPO sebesar 19,65%
berupa nata reject, diikuti dengan lapisan kulit nata sebesar 4,57% dan sisa
potongan nata sebesar 4,34%. Tindakan penerapan produksi bersih yang
dilakukan akan memberikan manfaat positif dari sisi lingkungan dan ekonomi.
Manfaat ekonomi yang diperoleh adalah penghematan biaya produksi dari segi
penggunaan bahan baku, bahan penunjang, dan penggunaan air serta peningkatan
keuntungan. Sedangkan manfaat lingkungan berupa pengurangan timbulan limbah
cair dan pengurangan timbulan limbah padat. Langkah produksi bersih yang dapat
diterapkan yaitu 1) penjualan sisa potongan nata kepada pedagang minuman jelly
drink, 2) pemanfaatan kotoran hasil penyaringan, pembersihan kulit nata dan nata
reject untuk pembuatan pupuk, 3) penggunaan kembali (reuse) air bekas terakhir
sisa perendaman nata, air pembersihan nata dan air bekas pencucian botol serta
nampan untuk proses pencucian selanjutnya , 4) penjualan koran bekas penutup
nampan fermentasi kepada pihak ketiga, dan 5) pemanfaatan kembali sisa cairan
fermentasi untuk pembuatan starter. Langkah penerapan produksi bersih akan
mengurangi risiko dampak terhadap lingkungan dan mendorong industri hijau
nata de coco yang berkelanjutan.

Kata kunci: industri, nata de coco, kelayakan, produksi bersih,

xiv
ABSTRACT

Nata de coco production process can have a negative impact to the


environment if no management of the waste. CV. Bima Agro Makmur is one of the
small industries that produce nata de coco in Bantul, Yogyakarta. Cleaner
production actions can be applied to reduce the generation of waste and give
positive benefit to the environment and the economy. This study aims to determine
the extent of the application of cleaner production, identifying inefficiencies in the
production process and to provide an alternative corrective measures in the
application of cleaner production in industry nata de coco in terms of the
environment and the economy. The methods used are observation, direct
measurement, and interviews with a guide checklist. The results showed that
environmental management has not done optimally by CV. BAM. Wastewater and
solid waste generated from the production process nata previously untreated and
discharged directly into the environment. Occurs inefficient use of raw materials,
water, and energy with an efficiency of 82.5 % the production process. Biggest
percentage inefficiencies occur in the harvesting process that results in 19.65 %
of NPOs to reject nata, followed by nata skin layer of 4.57 % and the remaining
pieces of nata 4.34 %. Implementation of cleaner production actions can provide
positive benefits in terms of environmental and economic. The economic benefit is
the production cost savings in terms of use of raw materials, auxiliary materials,
and water use, as well as increased profits. The environmental benefits are
reduction of waste generation and reduction of solid waste generation. The
actions are 1) selling the remaining pieces to the merchant nata jelly soft drinks,
2) use filtered dirt, skin cleansing and nata reject for the manufacture of fertilizer,
3) reuse water immersion nata, nata cleaning water and used water bottles and
trays washing to the next washing process, 4) selling old newspapers that cover
the tray fermentation to a third party, and 5) the recovery of the residual of the
fermentation for the manufacture of starter fluid. Implementation of cleaner
production measures will reduce the risk of impact on the environment and
encourage green nata de coco industry sustainability.

Keywords: industrial, nata de coco, feasibility, cleaner production

xv
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap produk barang dan jasa
mendorong tumbuhnya berbagai kegiatan industri yang memproduksi barang dan
jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. Salah satu industri yang
semakin banyak berkembang adalah industri pangan dari bahan pertanian salah
satunya agroindustri nata de coco yang berbahan baku utama berupa air kelapa.
Menurut data Asian and Pasific Coconut Community tahun 2010,
Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia dengan tanaman kelapa
yang ditanam pada lahan seluas 3,799 juta Ha dapat menghasilkan sekitar 16,235
miliar butir kelapa pertahun (APCC, 2010). Produksi air kelapa di Indonesia
cukup melimpah yaitu mencapai dua juta liter pertahun namun belum
dimanfaatkan secara maksimal. Satu buah air kelapa rata-rata mengandung sekitar
300 ml air kelapa, jumlah ini dipengaruhi oleh ukuran kelapa, varietas,
kematangan dan kesegaran kelapa. Air kelapa mempunyai potensi yang baik
untuk dibuat bahan minuman fermentasi karena kandungan zat gizinya yang kaya
dan relatif lengkap, sehingga sesuai untuk pertumbuhan mikroba dan air kelapa
karena kandungan selulosa cukup tinggi (Pambayun, 2002).
Industri pengolahan nata de coco merupakan salah satu agroindustri yang
dalam proses produksinya menghasilkan limbah baik itu berupa limbah cair,
maupun limbah padat. Limbah yang dihasilkan dari industri nata de coco dapat
berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan apabila tidak ditangani dengan
benar seperti timbulnya bau yang dapat mengganggu lingkungan sekitarnya dan
pencemaran air. Peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap produk nata de coco
berdampak positif terhadap peningkatan perekonomian perusahaan, namun di sisi
lain menimbulkan berbagai dampak negatif karena kegiatan industri juga
menghasilkan material non produk (non product output) atau keluaran bukan
produk (KBP) berupa pencemar.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka setiap usaha disamping
2

mendapatkan keuntungan/ profit hendaknya juga menjaga kelestarian lingkungan


dengan meminimasi timbulan limbah bahkan mengolah limbah hingga menjadi
produk yang bernilai.
Sampai saat ini, strategi pengelolaan limbah industri pada umumnya
masih terfokus pada pendekatan end of pipe treatment, yaitu upaya pengolahan
limbah setelah limbah tersebut terbentuk yang ternyata kurang efektif dan efisien
dari segi biaya. Fokus dari pendekatan ini pada pengolahan dan pembuangan
limbah yang terbentuk pada akhir proses produksi untuk mencegah pencemaran
dan kerusakan lingkungan. Namun pada kenyataannya, pencemaran dan
kerusakan lingkungan tetap terjadi dan cenderung terus berlanjut karena
mengalami berbagai kendala antara lain di bidang penataan dan penegakan hukum
serta peraturan yang belum lengkap, peraturan yang lemah dan tingkat kesadaran
yang masih rendah. Menurut Djajadiningrat et al., (2011), kendala lain dari
pendekatan end of pipe treatment adalah pendekatan ini sifatnya reaktif yaitu
setelah limbah terbentuk, tidak efektif dalam menyelesaikan masalah pencemaran
lingkungan karena pengolahan limbah hanyalah mengubah bentuk limbah dan
memindahkannya dari satu media ke media lain sehingga tetap akan mencemari
dan mengancam lingkungan dan manusia, biaya investasi dan pengolahan limbah
industri mahal sehingga meningkatkan biaya produksi dan harga jual produk, serta
sering terjadi pelanggaran karena peraturan perundangan yang berlaku tidak
didukung dengan penegakan teori yang ada.
Oleh karenanya diperlukan suatu pendekatan yang menerapkan prinsip
efisiensi dan pencegahan terbentuknya limbah pada sumbernya, yang bersifat
lebih proaktif dikenal dengan pendekatan produksi bersih. Produksi bersih
bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dengan memberikan tingkat efisiensi
yang lebih baik pada penggunaan bahan mentah, energi, dan air, mendorong
performansi lingkungan yang lebih baik melalui pengurangan sumber-sumber
pembangkit limbah dan emisi serta mereduksi dampak produk terhadap
lingkungan dari siklus hidup produk dengan rancangan yang ramah lingkungan,
namun efektif dari segi biaya (Indrasti & Fauzi, 2009).
3

Berbagai istilah yang digunakan untuk produksi bersih adalah pollution


Prevention (pencegahan pencemaran), waste minimization (minimasi limbah),
waste reduction (pengurangan timbulan limbah). Konsep ekoefisiensi dan
produksi bersih hampir serupa. Menurut Purwanto (2000), perbedaan yang jelas
diantara keduanya adalah ekoefisiensi bermula dari isu efisiensi ekonomi yang
mempunyai manfaat lingkungan positif, sedangkan produksi bersih bermula dari
isu efisiensi lingkungan yang mempunyai manfaat ekonomi positif. Menurut
World Business Council for Sustainable Development (2000), Ecological
Economic Efficiency atau ekoefisiensi merupakan filosofi manajemen yang
mendorong suatu usaha atau perusahaan untuk mencari perbaikan lingkungan dan
dapat menghasilkan manfaat ekonomi secara parallel. Penerapan metode dari
United Nation Division for Sustainable Development Environmental Management
Accounting (UNDSD EMA) yang lebih sistematis akan memberikan informasi
yang lebih baik tentang biaya produksi serta berfungsi untuk mempromosikan
proses produksi bersih itu sendiri (Gale, 2006).
Environmental Management Accounting (EMA) menunjukkan kombinasi
pendekatan yang menyediakan transisi data dari perhitungan ekonomi, biaya dan
neraca massa untuk meningkatkan efisiensi bahan, mengurangi resiko dampak
lingkungan dan menurunkan biaya pengolahan limbah. EMA dilaksanakan oleh
perusahaan umum maupun pribadi, tetapi tidak dilakukan oleh badan pemerintah
serta mempunyai komponen ekonomi dan fisik (Jasch, 2003).
Perusahaan penggilingan beras Filipina menggunakan EMA sebagai alat
yang mendukung pengambilan keputusan tentang investasi lingkungan dalam
konteks pertumbuhan pasar produk kulit beras terkarbonasi dan mekanisme
pembangunan berkelanjutan. Berdasarkan studi kasus di Oliver Enterprises,
sebuah bisnis penggilingan beras di Filipina, ditemukan bahwa karbonasi dan
kogenerasi sebagai dua alternatif proses untuk mengurangi dampak lingkungan
dan sosial terkait dengan pembuangan kulit beras yang masih konvensional
sehingga dapat meningkatkan kinerja penggilingan beras secara keseluruhan
(Burritt et al., 2009). Sedangkan menurut Burritt & Saka, (2006), penggunaan
metode pengukuran ekoefisiensi dengan informasi yang diperoleh dari EMA
4

sangat berguna, dan perlu ditingkatkan karena penerapan EMA membantu bisnis
di Jepang dalam proses produksi dan konsumsi menuju keberlanjutan.
Penerapan ekoefisiensi pada proses produksi keju di Belanda menurut van
Middelaar et al., (2011) adalah dengan cara mengurangi dampak yang
ditimbulkan terhadap lingkungan dan dengan menurunkan risiko dampak dari
proses produksi susu di peternakan misalnya memakai bahan pakan yang dapat
mengurangi emisi gas metana dari sapi, mengurangi dampak pemakaian bahan
yang harus diimpor misalnya dengan menggunakan bahan lokal atau produk
antara. Di dalam pabrik dapat dilakukan upaya minimisasi penggunaan energi
fosil dengan memilih penggunaan sumber energi alternatif.
Menurut Park & Behera, (2014) penggunaan indikator ekoefisiensi untuk
simbiosis jaringan industri berdasarkan World Business Council for Sustainable
Development (WBCSD) berupa indikator ekonomi dan tiga indikator lingkungan
yaitu penggunaan bahan, konsumsi energi dan emisi CO2.
Produksi bersih atau ekoefisiensi dapat diterapkan di semua sektor industri
kecil dan menengah. Hasil penelitian Fernández-Viñé et al., (2010) menunjukkan
bahwa industri kecil menengah di Venezuela mengetahui peraturan resmi
lingkungan yang ada tetapi mereka kurang memahami permintaan konsumen
tentang produk ramah lingkungan. Penerapan ekoefisiensi tidak bertujuan untuk
meningkatkan daya saing sehingga strategi produksi bersih hanya dipakai untuk
mengurangi biaya produksi dan menghindari image negatif perusahaan. Langkah
umum yang dipakai seperti daur ulang bahan dan penggunaan kembali khususnya
untuk kemasan tetapi perangkat produksi bersih lain tidak dilaksanakan seperti
desain proses, produk dan jasa berdasarkan daur hidup produk, penggunaan energi
terbarukan atau pemasaran yang ramah lingkungan. Dari delapan sektor industri
yang dianalisa, industri pangan dan kimia mempunyai indeks penerapan
ekoefisiensi tertinggi, sedangkan industri plastik dan kayu terendah.
Sebenarnya besarnya jumlah dan intensitas limbah yang muncul dari
industri bisa dikurangi dengan menerapkan konsep produksi bersih pada industri
nata de coco. Penerapan konsep produksi bersih ini akan memberikan keuntungan
5

bagi perusahaan dan mengurangi aktivitas penanganan limbah (Hakimi &


Budiman, 2006).
Kajian terhadap proses produksi serta kajian secara teknis, ekonomis
serta lingkungan terhadap penerapan produksi bersih dilakukan untuk
mengidentifikasi sejauh mana aplikasi produksi bersih yang telah dilakukan oleh
CV. Bima Agro Makmur dan manfaat yang diperoleh, secara ekonomis dan
lingkungan, serta memberikan rekomendasi dan saran terhadap perusahaan yang
dapat dijadikan sebagai alternatif kebijakan berkaitan dengan penerapan produksi
bersih.

1.2 Perumusan Masalah


Adanya hasil samping produksi nata de coco berupa keluaran non produk
berpotensi mencemari lingkungan apabila tidak dikelola dengan baik. Untuk itu
perlu diterapkan suatu pendekatan teknologi bersih yang akan meningkatkan
efisiensi penggunaan bahan baku, air, energi, dan meminimasi terbentuknya
limbah selama proses produksi. Adapun pertanyaan penelitian yang timbul pada
penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah proses produksi pembuatan nata de coco yang dilakukan CV.
Bima Agro Makmur?
2. Apakah terjadi inefisiensi penggunaan bahan baku, air, dan energi selama
proses produksi nata de coco di CV. Bima Agro Makmur?
3. Sejauh mana keuntungan diperoleh CV. Bima Agro Makmur dari sisi
lingkungan dan ekonomi dengan melakukan produksi bersih pada tahapan
proses produksi?
4. Apa saja alternatif langkah perbaikan yang dapat diberikan untuk penerapan
produksi bersih di CV. Bima Agro Makmur?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui proses produksi pembuatan nata de coco yang dilakukan CV.
Bima Agro Makmur.
6

2. Mengidentifikasi efisiensi penggunaan bahan baku, air dan energi selama


proses produksi nata de coco pada CV. Bima Agro Makmur.
3. Menganalisis peluang penerapan produksi bersih pada CV. Bima Agro
Makmur ditinjau dari sisi lingkungan dan ekonomi.
4. Memberikan rekomendasi alternatif langkah perbaikan penerapan produksi
bersih di CV. Bima Agro Makmur.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Bagi pihak industri
Dapat digunakan sebagai pertimbangan dan sekaligus evaluasi bagi produksi
nata de coco yang sudah beroperasi maupun yang sedang direncanakan.
2. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan
Dapat memberikan referensi untuk penelitian selanjutnya mengenai peluang
penerapan produksi bersih pada industri kecil, khususnya agroindustri nata de
coco.

1.5 Originalitas Penelitian


Penelitian sebelumnya yang dilakukan di agroindustri nata de coco CV.
Bima Agro Makmur belum ada yang berkaitan dengan produksi bersih. Penelitian
pada industri lain yang berkaitan dengan penerapan produksi bersih maupun
dengan istilah serupa yaitu ekoefisiensi telah banyak dilakukan.
Opsi penerapan produksi bersih yang dapat dilakukan untuk penanganan
limbah nata de coco di Kota Bogor adalah pemanfaatan kotoran hasil
penyaringan, perebusan dan pembersihan kulit untuk pembuatan pupuk,
pemanfaatan kembali sisa cairan fermentasi, pemanfaatan kembali air sisa selama
proses, pemanfaatan sisa potongan nata untuk pembuatan jelly drink, pemanfaatan
sisa potongan nata untuk pembuatan pupuk dan menjual sisa plastik kemasan
(Hakimi & Budiman, 2006). Rao dkk, (2006) menyatakan dalam penelitiannya
bahwa indikator-indikator lingkungan yaitu bahan baku, energi, air dan limbah
pada industri kecil menengah di negara berkembang (studi kasus di negara
Filipina) berhubungan secara signifikan terhadap kinerja lingkungan industri.
7

Penelitian Khamdan, (2010) menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang


signifikan dari pengrajin yang telah menerapkan produksi bersih dan yang belum
menerapkan dilihat dari jumlah produk yang dihasilkan, kebutuhan air, dan
penggunaan energi. Dengan menerapkan produksi bersih maka akan
meningkatkan efisiensi kinerja, ekonomi dan lingkungan. Sedangkan Fransiska,
(2010) mengungkapkan bahwa uji coba alat pengasapan bertingkat di Sentra
Pengasapan Ikan Bandarharjo Kota Semarang membutuhkan waktu pengasapan
yang lebih cepat dibandingkan dengan alat konvensional yang sering dipakai
pengrajin. Sedangkan Probowati dan Burhan, (2011) menyatakan bahwa
penerapan produksi bersih di industri kerupuk dapat berupa good housekeeping,
recycle, reduce dan reuse. Hal teknis yang dilakukan yaitu modifikasi tungku
dengan pengeluaran asap memberi manfaat berupa penghematan bahan bakar
kayu yang digunakan sebanyak 5% dengan nilai penghematan sebesar Rp.
1.200.000,- selama 1 tahun. Van Middelaar (2011) meneliti bahwa dalam
penerapan ekoefisiensi di proses produksi keju Belanda, proses pengumpulan
bahan baku dan penyimpanan mempunyai dampak lingkungan terendah.
Ringkasan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan ekoefisiensi dan
produksi bersih yang sudah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Ringkasan Penelitian Terdahulu

Peneliti Penelitian Metode Hasil


(tahun)
Banun Studi Penerapan Metode quick Penerapan produksi bersih
Diah Produksi Bersih scanning yang dilakukan berupa good
Probowati, untuk Industri terhadap housekeeping, recycle, reduce
Burhan Kerupuk keseluruhan dan reuse. Berdasarkan
(2011) proses produksi kriteria kelayakan, alternatif
kerupuk, penerapan produksi bersih
kelayakan teknis, berupa modifikasi tungku
lingkungan dan disertai dengan pengeluaran
ekonomi asap melalui lubang asap pada
tungku yang menuju luar
ruangan. Manfaat yang
diperoleh berupa
penghematan bahan bakar
kayu yang digunakan
sebanyak 5% dengan nilai
penghematan sebesar Rp.
1.200.000,- selama 1 tahun.
8

Van Eco-efficiency in The Pengukuran Produksi 1 kg keju


Middelaar Production Chain of dampak menghasilkan emisi GWP 8,5
et al Dutch Semi-hard lingkungan kg CO2-eq, memerlukan luas
(2011) Cheese dengan lahan 6,8 m2, energi sebesar
menghitung 47,2 MJ. Penerapan
emisi gas rumah ekoefisiensi di proses
kaca, produksi keju Belanda
pengukuran menghasilkan proses
ekonomi dengan pengumpulan bahan baku dan
menghitung nilai penyimpanan mempunyai
tambah yang dampak lingkungan terendah
dihasilkan
Dina Evaluasi Kinerja dan Pengukuran 1. Kegiatan pengasapan ikan di
Fransiska Ekonomi Alat kualitas udara sentra industri kecil
(2010) Pengasapan lingkungan pengasapan Kel. Bandarharjo
Bertingkat di Sentra luar/ Ambien, mempengaruhi kadar CO dan
Pengasapan Ikan uji coba alat kadar TSP/ debu.
Bandarharjo Kota pengasapan 2. Uji coba alat pengasapan
Semarang bertingkat, dan bertingkat membutuhkan
menyusun waktu pengasapan yang lebih
strategi cepat dibandingkan dengan
pengelolaan alat konvensional yang sering
lingkungan di dipakai pengrajin.
sentra
pengasapan
ikan
Bandarharjo
Rini Aplikasi Produksi Opsi penerapan produksi bersih
Hakimi, Bersih (Cleaner yang dapat dilakukan untuk
Daddy Production) Pada penanganan limbah nata de coco di
Budiman Industri Nata De Kota Bogor adalah pemanfaatan
(2006) Coco kotoran hasil penyaringan,
perebusan dan pembersihan kulit
untuk pembuatan pupuk,
pemanfaatan kembali sisa cairan
fermentasi, pemanfaatan kembali
air sisa selama proses, pemanfaatan
sisa potongan nata untuk
pembuatan jelly drink,
pemanfaatan sisa potongan nata
untuk pembuatan pupuk dan
menjual sisa plastik kemasan.

Rao P., Environmental Industri kecil berperan dalam


Castillo Indicators for small menciptakan kinerja lingkungan:
O., Intal and medium bahan baku ramah lingkungan,
P., Sajid enterprises in the mengurangi penggunaan B3,
A., (2006) Philippines: an sistem pengolahan limbah,
empirical research. mengurangi penggunaan air dan
energi, recycle dan reuse.
9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Produksi Bersih


Produksi bersih merupakan sebuah strategi pengelolaan lingkungan yang
bersifat preventif dan terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus pada
proses produksi dan daur hidup produk dengan tujuan mengurangi resiko terhadap
manusia dan lingkungan (UNEP, 2003). Kementerian Lingkungan Hidup
mendefinisikan produksi bersih adalah strategi pengelolaan lingkungan yang
bersifat preventif, terpadu dan diterapkan secara terus menerus pada setiap
kegiatan mulai dari hulu ke hilir yang terkait dengan proses produksi, produk dan
jasa untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya alam, mencegah
terjadinya pencemaran lingkungan dan mengurangi terbentuknya limbah pada
sumbernya sehingga dapat meminimasi resiko terhadap kesehatan dan
keselamatan manusia serta kerusakan lingkungan. Dari pengertian mengenai
produksi bersih maka kata kunci yang dipakai untuk pengelolaan lingkungan
adalah: pencegahan, terpadu, peningkatan efisiensi, minimisasi resiko.
Pada proses industri, produksi bersih berarti meningkatkan efisiensi
pemakaian bahan baku, energi, mencegah atau mengganti penggunaan bahan -
bahan berbahaya dan beracun, mengurangi jumlah dan tingkat racun semua emisi
dan limbah sebelum meninggalkan proses.
Pada produk, produksi bersih bertujuan untuk mengurangi dampak
lingkungan selama daur hidup produk, mulai dari pengambilan bahan baku
sampai ke pembuangan akhir setelah produk tersebut tidak digunakan.
Adapun keberhasilan penerapan produksi bersih di industri (Purwanto,
2005), jika ditandai dengan :
1. Berkurangnya pemakaian air, sehingga industri memiliki kelebihan pasokan
air,
2. Peningkatan efisiensi energi, sehingga industri memiliki kelebihan daya dan
masih dapat dimanfaatkan,
3. Adanya penanganan limbah industri yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan
baku,
10

4. Adanya penurunan timbulan limbah cair maupun padat, sehingga kapasitas


instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan incinerator berlebih.
Penerapan ekoefisiensi hampir sama dengan konsep produksi bersih, di
mana pengelolaan lingkungan dilakukan ke arah pencegahan pencemaran yang
mengurangi terbentuknya limbah, mulai dari pemilihan bahan baku sampai
dengan produk yang dihasilkan. Ekoefisiensi bermula dari isu efisiensi ekonomi
yang mempunyai manfaat lingkungan, sedangkan produksi bersih bermula dari isu
efisiensi lingkungan yang mempunyai manfaat ekonomi. Produksi bersih
bertujuan untuk mencegah dan meminimalkan terbentuknya limbah atau bahan
pencemar lingkungan di seluruh tahapan produksi (Sari et al., 2012).

Tujuan produksi bersih adalah untuk memenuhi kebutuhan kita akan


produk secara berkelanjutan dengan menggunakan bahan yang dapat diperbarui,
bahan tidak berbahaya, dan penggunaan energi secara efisien dengan tetap
mempertahankan keanekaragaman. Sistem produksi bersih berjalan dengan
pengurangan penggunaan bahan, air, dan energi (Kunz et al., 2003).

2.2 Prinsip Produksi Bersih


Pola pendekatan produksi bersih dalam melakukan pencegahan dan
pengurangan limbah yaitu dengan strategi 1E4R (Elimination, Reduce, Reuse,
Recycle, Recovery/Reclaim) (UNEP, 1999). Prinsip-prinsip pokok dalam strategi
produksi bersih dalam Kebijakan Nasional Produksi Bersih (KLH, 2003)
dituangkan dalam 5R (Re-think, Re-use, Reduce, Recovery and Recycle).
1. Elimination (pencegahan) adalah upaya untuk mencegah timbulan limbah
langsung dari sumbernya, mulai dari bahan baku, proses produksi sampai
produk.
2. Re-think (berpikir ulang), adalah suatu konsep pemikiran yang harus dimiliki
pada saat awal kegiatan akan beroperasi, dengan implikasi:
 Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi berlaku baik pada proses
maupun produk yang dihasilkan, sehingga harus dipahami betul analisis
daur hidup produk
11

 Upaya produksi bersih tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa adanya


perubahan dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak
terkait pemerintah, masyarakat maupun kalangan usaha
3. Reduce (pengurangan) adalah upaya untuk menurunkan atau mengurangi
timbulan limbah pada sumbernya.
4. Reuse (pakai ulang/penggunaan kembali) adalah upaya yang memungkinkan
suatu limbah dapat digunakan kembali tanpa perlakuan fisika, kimia atau
biologi.
5. Recycle (daur ulang) adalah upaya mendaur ulang limbah untuk memanfaatkan
limbah dengan memrosesnya kembali ke proses semula melalui perlakuan
fisika, kimia dan biologi.
6. Recovery/ Reclaim (pungut ulang, ambil ulang) adalah upaya mengambil
bahan-bahan yang masih mempunyai nilai ekonomi tinggi dari suatu limbah,
kemudian dikembalikan ke dalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuan
fisika, kimia dan biologi.
Dari semua teknik tersebut, yang paling penting dan perlu diperhatikan
untuk mencapai keberhasilan program produksi bersih adalah mengurangi
penyebab timbulnya limbah. Penjelasan secara rinci diperlihatkan pada Gambar 1.
Tujuh faktor kunci dalam ekoefisiensi atau produksi bersih yang
diidentifikasi oleh World Bussiness Council for Sustainability Development
(WBCSD) menurut KNLH-GTZ, 2007, yaitu:
a. mengurangi jumlah penggunaan bahan
b. mengurangi jumlah penggunaan energi
c. mengurangi pencemaran
d. memperbesar daur ulang bahan
e. memaksimalkan penggunaan sumber daya alam yang dapat diperbarui
f. memperpanjang umur pakai produk
g. meningkatkan intensitas pelayanan
12

Teknik produksi bersih

Pengurangan sumber pencemar Daur Ulang

Penggunaan Pengendalian Pengambilan Penggunaan


kembali sumber kembali kembali
pencemar
 Pengambilan Diproses untuk:  Pengambilan
ke proses asal ke proses asal
 Penggantian  Mendapatkan  Penggantian
bahan baku kembali bahan bahan baku
untuk proses asal untuk proses
lain  Memperoleh lain
produk samping

Mengubah Mengubah teknologi Tata cara operasi


material input
 Pengubahan proses  Tindakan-tindakan
 Pemurnian  Pengubahan tata prosedural
material letak, peralatan atau  Pencegahan kehilangan
 Penggantian perpipaan  Pemisahan aliran limbah
material produksi  Peningkatan penanganan
material
 Penjadwalan produksi

Gambar 1. Teknik-Teknik Produksi Bersih (USAID, 1997)


Meskipun prinsip produksi bersih dengan strategi 1E4R atau 5R, namun
perlu ditekankan bahwa strategi utama perlu ditekankan pada Pencegahan dan
Pengurangan (1E1R) atau 2R pertama. Bila strategi 1E1R atau 2R pertama masih
menimbulkan pencemar atau limbah, baru kemudian melakukan strategi 3R
berikutnya (reuse, recycle, dan recovery) sebagai suatu strategi tingkatan
pengelolaan limbah. Tingkatan terakhir dalam pengelolaan lingkungan adalah
pengolahan dan pembuangan limbah apabila upaya produksi bersih sudah tidak
dapat dilakukan dengan langkah-langkah:
13

• Treatment (pengolahan) dilakukan apabila seluruh tingkatan produksi


bersih telah dikerjakan, sehingga limbah yang masih ditimbulkan perlu untuk
dilakukan pengolahan agar buangan memenuhi baku mutu lingkungan.

• Disposal (pembuangan) limbah bagi limbah yang telah diolah. Beberapa


limbah yang termasuk dalam ketegori berbahaya dan beracun perlu dilakukan
penanganan khusus. Tingkatan pengelolaan limbah dapat dilakukan berdasarkan
konsep produksi bersih dan pengolahan limbah sampai dengan pembuangan.
Penekanan dlakukan pada pencegahan atau minimisasi timbulan limbah, dan
pengolahan maupun penimbunan merupakan upaya terakhir yang dilakukan bila
upaya dengan pendekatan produksi bersih tidak mungkin untuk diterapkan.

2.3 Perangkat Produksi Bersih


Perangkat produksi bersih menurut Purwanto, (2006) dan GTZ-Pro LH,
(2007) meliputi:
1. Good Housekeeping/ GHK (Tata kelola yang baik) merupakan serangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan atas kemauannya sendiri dalam
memberdayakan sumber daya yang dimiliki untuk mengatur penggunaan bahan
baku, air dan energi secara optimal dan bertujuan untuk meningkatkan
produktifitas kerja dan upaya pencegahan pencemaran lingkungan (KLH,
2003). Upaya-upaya tersebut berkaitan dengan langkah praktis yang dapat
segera dilaksanakan oleh perusahaan. Tiga manfaat Good Housekeeping:
Penghematan biaya, kinerja lingkungan hidup lebih baik, penyempurnaan
organisasional.
Konsep Good Housekeeping:
a. Rasionalisasi pemakaian masukan bahan baku, air dan energi, sehingga
mengurangi kerugian masukan bahan berbahaya dan karenanya
mengurangi biaya operasional.
b. Mengurangi volume dan atau toksisitas limbah, limbah air, dan emisi yang
berkaitan dengan produksi.
c. Menggunakan limbah dan atau mendaur ulang masukan primer dan bahan
kemasan secara maksimal.
14

d. Memperbaiki kondisi kerja dan keselamatan kerja dalam perusahaan.


e. Mengadakan perbaikan organisasi.
Dengan menerapkan Good Housekeeping maka perusahaan
mendapat berbagai keuntungan selain itu juga dapat mengurangi dampak
negatif yang dapat ditimbulkan oleh kegiatan perusahaan.
Sebagai pedoman untuk mengidentifikasi langkah-langkah apa yang
dapat dilaksanakan untuk menerapkan Good Housekeeping dalam perusahaan
maka dapat disusun dalam bentuk daftar periksa yang mencakup 6 bidang
kegiatan yang berkaitan dengan Good Housekeeping yang meliputi bahan,
limbah, penyimpanan dan penanganan bahan, air dan air limbah, energi,
proteksi keselamatan dan kesehatan tempat kerja. Masing-masing daftar
periksa membuat serangkaian pertanyaan yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi masalah yang mungkin timbul, penyebabnya dan tingkat
korektif yang dapat diambil dalam lingkungan perusahaan pada keenam
bidang tersebut (Moertinah, 2008).
2. Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun, merupakan upaya penanganan
bahan yang dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan
hidup manusia, serta makhluk hidup lainnya.
3. Penggantian bahan baku, merupakan upaya untuk mengganti dengan bahan
yang kurang berbahaya dan kurang beracun, bahan yang tidak mudah rusak,
dan bahan yang menimbulkan limbah yang dapat diurai di lingkungan.
4. Perbaikan prosedur operasi, merupakan upaya untuk mengembangkan dan
memodifikasi prosedur operasional standard dengan langkah yang lebih
praktis dan efisien.
5. Modifikasi proses dan peralatan, merupakan upaya memodifikasi proses
maupun peralatan produksi sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan
menurunkan timbulan limbah.
6. Penggantian teknologi, merupakan upaya mengganti teknologi produksi
untuk meningkatkan efisiensi dan menurunkan timbulan limbah, mengubah
urutan proses produksi menjadi lebih efisien, serta memperbaiki tata letak
15

peralatan produksi (lay out) untuk lebih meningkatkan produktifitas dan


penggunaan bahan, air dan energi yang lebih efisien.
7. Modifikasi dan reformulasi produk, merupakan upaya memodifikasi
spesifikasi produk untuk meminimalkan resiko terhadap lingkungan selama
proses produksi, dan setelah produk tersebut digunakan.

2.4 Kendala Penerapan Produksi Bersih


Ada beberapa kendala yang dihadapi dalam penerapan produksi bersih
pada suatu industri, antara lain:
1. Kendala Ekonomi
Kendala ekonomi timbul apabila kalangan usaha tidak merasa
mendapatkan keuntungan dalam penerapan produksi bersih. Contoh
hambatan:
 Biaya tambahan peralatan
 Besarnya modal atau investasi dibanding kontrol pencemaran secara
konvensional sekaligus penerapan produksi bersih.
2. Kendala Teknologi
 Kurangnya sosialisasi atau penyebaran informasi tentang konsep produksi
bersih
 Penerapan sistem baru memiliki kemungkinan tidak sesuai dengan yang
diharapkan, bahkan berpotensi menyebabkan gangguan/ masalah baru.
 Tidak memungkinkan adanya penambahan peralatan, akibat terbatasnya
ruang kerja atau produksi.
3. Kendala Sumberdaya manusia
 Kurangnya dukungan dari pihak manajemen puncak
 Keengganan untuk berubah, baik secara individu maupun organisasi
 Lemahnya komunikasi internal tentang proses produksi yang baik
 Pelaksanaan manajemen organisasi perusahaan yang kurang fleksibel
 Birokrasi yang sulit, terutama dalam pengumpulan data primer
 Kurangnya dokumentasi dan penyebaran informasi
16

2.5 Industri Nata de coco


Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984, definisi industri adalah
kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah
jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk
penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari sellules, berbentuk
agar dan berwarna putih. Massa ini berasal pertumbuhan Acotobacter xylinum
pada permukaan media cair yang asam dan mengandung gula (Tarwiyah, 2001).
Nata dalam bahasa Spanyol dapat juga diartikan sebagai krim (cream). Nata de
coco sebenarnya adalah selulosa murni produk kegiatan mikroba Acetobacter
xylinum. Produk ini dibuat dari air kelapa dan dikonsumsi sebagai makanan
berserat yang menyehatkan. Di samping itu nata de coco dapat pula dipergunakan
sebagai bahan baku industri. Nata de coco adalah makanan yang banyak
mengandung serat, mengandung selulosa kadar tinggi yang bermanfaat bagi
kesehatan dalam membantu pencernaan. Kandungan kalori yang rendah pada nata
de coco merupakan pertimbangan yang tepat bagi produk nata de coco sebagai
makanan diet. Dari segi penampilannya makanan ini memiliki nilai estetika yang
tinggi, penampilan warna putih agak bening, tekstur kenyal, aroma segar. Dengan
penampilan tersebut maka nata sebagai makanan desert memiliki daya tarik yang
tinggi (Misgiyarta, 2007). Dari segi ekonomi produksi nata de coco menjanjikan
nilai tambah. Nata de coco dibentuk oleh spesies bakteri asam asetat pada
permukaan cairan yang mengandung gula, sari buah, atau ekstrak tanaman lain.
Nata de coco juga tidak terbatas sebagai bahan makanan tetapi juga dapat
dimanfaatkan sebagai satu material untuk industri elektronik.
Pemanfaatan limbah pengolahan kelapa berupa air kelapa merupakan
cara mengoptimalkan pemanfaatan buah kelapa. Limbah air kelapa cukup baik
digunakan untuk substrat pembuatan nata de coco. Dalam air kelapa terdapat
berbagai nutrisi yang bisa dimanfaatkan bakteri penghasil nata de coco. Air kelapa
mempunyai potensi yang baik untuk dibuat menjadi minuman fermentasi, karena
kandungan zat gizinya, kaya akan nutrisi yaitu gula, protein, lemak dan relatif
17

lengkap sehingga sangat baik untuk pertumbuhan bakteri penghasil produk


pangan. Kandungan air kelapa dapat dilihat pada Tabel 2.
Kandungan gula maksimum 3 gram per 100 ml air kelapa. Jenis gula
yang terkandung adalah sukrosa, glukosa, fruktosa dan sorbitol. Gula-gula inilah
yang menyebabkan air kelapa muda lebih manis dari air kelapa yang lebih tua.
(Warisno, 2004). Disamping itu air kelapa juga mengandung mineral seperti
kalium dan natrium. Mineral-mineral itu diperlukan dalam poses metabolisme,
juga dibutuhkan dan pembentukan kofaktor enzim-enzim ekstraseluler oleh
bakteri pembentuk selulosa. Selain mengandung mineral, air kelapa juga
mengandung vitamin-vitamin seperti riboflavin, tiamin, biotin. Vitamin-vitamin
tersebut sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan maupun aktivitas Acetobacter
xylinum pada saat fermentasi berlangsung sehingga menghasilkan selulosa
bakteri. Oleh karena itulah air kelapa dapat dijadikan sebagai bahan baku untuk
pembuatan selulosa bakteri atau nata de coco, disamping untuk memanfaatkan
limbah air kelapa sehingga dapat mengurangi dampak negatif yang diakibatkan
limbah air kelapa tersebut.
Tabel 1. Kandungan Zat Gizi Air Kelapa Tua dan Muda per 100 gram
Zat Gizi Muda Tua

Kalori (K) 17,0 -


Protein (gram) 0,20 0,14
Lemak (gram) 1,00 1,50
Karbohidrat (gram) 3,80 4,60
Kalsium (mg) 15,00 -
Fosfor (mg) 8,00 0,50
Besi (mg) 0,20 -
Vitamin C (mg) 1,00 -
Air (gram) 95,50 91,50
Sumber : (Kemenristek, 2001)

Selulosa merupakan hasil fermentasi dari air kelapa oleh bantuan bakteri
Acetobacter xylinum dan asam asetat. Gula dari air kelapa di ubah menjadi asam
asetat dan benang - benang selulosa, yang lama kelamaan akan membentuk suatu
massa yang mencapai ketebalan beberapa sentimeter. Dengan demikian selulosa
bakteri yang berbentuk padat, berwarna putih transparan, bertekstur kenyal seperti
18

kolang – kaling dan umumnya dikonsumsi sebagai makanan ringan (Pambayun,


2002). Bakteri Acetobacter xylinum tumbuh baik dalam media yang memiliki pH
3 – 4. Jika pH lebih dari empat atau kurang dari tiga, maka proses fermentasi tidak
akan dapat berjalan optimum. Suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri
Acetobacter xylinum adalah pada suhu kamar (suhu 26 – 28oC) (Pambayun,
2002).
Keberadaan starter bakteri Acetobacter xylinum sangat diperlukan dalam
pembuatan nata. Tanpa adanya bakteri ini, lapisan nata tidak dapat terbentuk.
Volume larutan induk (starter) besar sekali pengaruhnya terhadap ketebalan nata
yang dihasilkan. Semakin besar volume larutan induk, maka semakin banyak
jumlah bakteri A.xylinum yang ada (Nurfiningsih, 2009). Menurut penelitian
penambahan starter Acetobacter xylinum pada perlakuan penambahan 100 ml
starter per 1000 mL media minimum, air kelapa 1000 mL, cuka 10 mL, dan gula
pasir 100 gram dapat menghasilkan nata de coco dengan produktifitas (tebal dan
berat) maksimal. Semakin besar volume starter, maka jumlah bakteri semakin
banyak. Dalam penelitian Pratiwi et al, (2005) menunjukkan bahwa jumlah koloni
Acetobacter xylinum per 1 ml starter adalah 2,2 x 102 CFU’s/ml.
Di dalam pertumbuhannya, Acetobacter xylinum memerlukan sumber
nutrisi C, H, dan N serta mineral dan dilakukan dalam proses yang terkontrol
dalam medium air kelapa. Air kelapa mengandung sebagian sumber nutrisi yang
dibutuhkan akan tetapi kebutuhan akan substrate makro seperti sumber C dan N
masih harus tetap ditambah agar hasil nata yang dihasilkan optimal, sehingga
kekurangan nutrisi yang diperlukan harus ditambahkan dalam proses fermentasi.
Penambahan sumber nitrogen dalam pembuatan nata de coco memberikan
perolehan nata de coco lebih baik bila tanpa penambahan. Sumber nitrogen yang
dapat dipakai yaitu urea, ZA dan yeast ekstrak. Urea dengan jumlah 5 gram dalam
500 ml air kelapa memberikan hasil fermentasi yang lebih baik dengan perolehan
yield sebanyak 87,36% dan ketebalan nata yang dihasilkan sebesar 8,6 mm
(Hamad & Kristiono, 2013). Hasil penelitian Laras dkk, (2012) menunjukkan
penambahan gula pasir yang optimal untuk berat basah, ketebalan, dan kadar abu
Nata de Coco adalah penambahan 75 gram gula pasir. Perlakuan terbaik
19

organoleptik Nata de Coco adalah tanpa penyimpanan air kelapa dengan


penambahan gula pasir sebanyak 75g dengan karakteristik 3,00 (agak cerah), 3,52
(agak kenyal) dan 3,12 (agak disukai) dengan rerata berat basah 850 g, rerata
ketebalan 17mm, rerata kadar abu 0,88%, dan rerata kadar air 98,59%. Kondisi
operasi optimum produksi nata de coco dari hasil penelitian sebelumnya dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 2. Kondisi Operasi Optimum Produksi Nata de Coco
Tahap Proses Kondisi optimum Hasil penelitian
Bahan baku (air Air kelapa umur 0-6 hari Layuk dkk, 2007
kelapa)
Pencampuran - Air kelapa 1 liter, gula 100 ml, Pratiwi et al, 2005
asam cuka 10 ml
- Penambahan gula 5 % Layuk dkk, 2007
- Rasio C/N = 20 Pambayun, 2002
Perebusan - Urea 5 gr dalam 500 ml air Hamad & Kristiono,
kelapa 2013
- Dosis ZA/ urea 0,3 % Layuk dkk, 2007
Penambahan - 100 ml starter untuk 1 ltr air Pratiwi et al, 2005
starter kelapa
- Umur bibit 3-5 hari Layuk dkk, 2007
Fermentasi pH 3-4, suhu kamar (26 – 28oC) Pambayun, 2002
selama 7 hari

Salah satu kunci utama bagi keberhasilan setiap industri termasuk


industri nata de coco adalah penguasaan teknik/proses produksi. Keunggulan
teknik mulai dari seleksi bakteri, penyiapan inokulum/bibit, penanganan medium
untuk pembuatan nata de coco sampai kondisi selama inkubasi berlangsung
merupakan faktor penentu produk yang dihasilkan. Aspek penting lainnya adalah
efisiensi dari setiap unsur di dalam proses produksi tersebut karena merupakan
bagian penting dalam penentuan biaya produksi, yang akhirnya dapat menjadi
penunjang utama dalam persaingan mutu dan harga nata de coco di pasaran.
Efisiensi proses produksi selain dengan menentukan komposisi medium yang
sesuai, dengan memperhatikan ketersediaan bahan bahan penyusun medium
tersebut dan juga efisiensi jumlah inokulum yang digunakan ke dalam medium
sehingga tidak mengganggu kelancaran proses produksi. Jumlah inokulum/jumlah
populasi bakteri berpengaruh terhadap aktivitas bakteri dalam menghasilkan
20

produk bioselulosa. Makin banyak jumlah inokulum/ bakteri yang diberikan


kedalam suatu medium tertentu, maka makin banyak produk yang dihasilkan dan
waktu yang dibutuhkan cenderung lebih sedikit karena mikroba dengan jumlah
populasi yang tinggi dalam medium yang terbatas akan menghasilkan produk
lebih cepat dan lebih banyak (Melliawati & Nuryati, 2011).
Salah satu permasalahan penting dalam fermentasi nata de coco secara
tradisional adalah produksi yang tidak konsisten dikarenakan adanya
keberagaman komunitas mikrobia yang terlibat dalam proses fermentasi.
Dinamika populasi bakteria yang terdapat pada fermentasi nata de coco
merupakan faktor penting dalam menentukan kualitas nata secara tradisional yang
dipengaruhi oleh perubahan pH selama proses fermentasi dan kondisi semi-
aseptik dalam fermentasi nata secara tradisional menyediakan inokulum bakteri
yang menguntungkan untuk menghasilkan nata yang berkualitas bagus (Seumahu
et al., 2007).
Proses produksi nata de coco terdiri dari penyaringan, perebusan,
penempatan dalam wadah fermentasi, pendinginan, penambahan starter,
fermentasi (pemeraman), pemanenan, pembersihan kulit, dan pemotongan.
Diagram alir proses pembuatan nata de coco dapat dilihat pada Gambar 2.
Produk utama CV. Bima Agro Makmur adalah nata de coco dalam bentuk
lembaran. Pada saat dijual, wujud produk tersebut ada yang tetap berbentuk
lembaran, tetapi juga ada yang sudah dalam bentuk potongan kecil-kecil,
tergantung permintaan pemesan. Nata de coco dibuat dari 100 % air kelapa murni
yang telah disaring dan direbus kemudian diberi gula, cuka dan amonium zulfat.
Untuk sampai jadi nata de coco, air kelapa rebus yang telah bercampur gula, cuka
dan amonium zulfat serta diberi bibit harus didiamkan selama 7 hari dalam proses
fermentasi. Nata de coco yang telah jadi dan siap dipasarkan selanjutnya
dimasukan ke dalam drum-drum plastik dan diberi sedikit air agar tetap dalam
kondisi basah. Jika air diganti secara teratur, nata de coco tersebut dapat bertahan
selama 1 bulan.
Menurut penelitian Hakimi & Budiman, (2006) diperoleh opsi produksi
bersih berdasarkan proses produksi pembuatan nata de coco dan starter di
21

Kabupaten Bogor yaitu: pemanfaatan kotoran hasil penyaringan, perebusan dan


pembersihan kulit untuk pembuatan pupuk, pemanfaatan kembali sisa cairan
fermentasi, pemanfaatan kembali air sisa rendaman, air pembersihan kulit dan
pencucian, sisa air perendam potongan nata serta air perebusan potongan nata,
pemanfaatan sisa potongan nata untuk pembuatan minuman jelly drink,
pemanfaatan sisa potongan nata untuk pembuatan pupuk, serta menjual sisa
plastik pengemasan. Selain opsi produksi bersih, juga terdapat peluang untuk
menerapkan good housekeeping di industri nata de coco diantaranya dengan
menghindari tumpahan air kelapa, serta bahan-bahan pembuat nata de coco,
menghemat aliran energi listrik ke sealer, menjaga kebersihan peralatan, ruang
produksi dan ruang kantor, melakukan material handling, pengendalian
persediaan, melakukan pemisahan limbah padat, semi padat dan cair untuk
memudahkan dalam proses pemanfaatannya.
Produk nata de coco yang beredar di pasaran harus memenuhi syarat
Standar Nasional Indonesia (SNI) nata dalam kemasan dari Badan Standarisasi
Nasional (BSN) yang diatur dalam SNI 01-4317-1996. Nata dalam kemasan
adalah produk makanan berupa gel selulosa hasil permentasi air kelapa, air tahu
atau bahan lainnya oleh bakteri asam cuka (Acetobacter xylum) yang telah diolah
dengan penambahan gula dan atau tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan
dikemas secara aseptik (Badan Standarisasi Nasional 1996). Persyaratan mutu
nata dalam kemasan dapat dilihat pada Tabel 4.
22

Air kelapa

Penyaringan

Penambahan gula dan Amonium Sulfat (ZA)

Perebusan dan pengadukan

Penambahan cuka
Penyiapan bibit

Pendinginan, suhu kamar


Inkubasi 6 hari

Pemberian bibit (inokulasi)

Fermentasi pada suhu 28-31oC, 8 hari

Lembaran nata

Pengolahan pasca
fermentasi

Nata siap dipasarkan/


dikonsumsi

Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan nata de coco secara umum


Sumber : (Pambayun, 2002)
23

Tabel 3. Syarat mutu SNI Nata dalam kemasan berdasar SNI 01-4317-1996

No Jenis uji Satuan Persyaratan


1 Keadaan
1.1 Bau - Normal
1.2 Rasa - Normal
1.3 Warna - Normal
1.4 Tekstur - Normal
2 Bahan asing - Tidak boleh ada
3 Bobot tuntas % Min. 50
4 Jumlah gula (dihitung sebagai % Min. 15
sakarosa
5 Serat makanan Maks. 4,5
6 Bahan Tambahan Makanan
6.1 Pemanis buatan :
- Sakarin Tidak boleh ada
- Siklamat Tidak boleh ada
6.2 Pewarna tambahan Sesuai SNI 01-0222-1995
6.3 Pengawet (Na Benzoat) Sesuai SNI 01-0222-1995
7 Cemaran Logam :
7.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,2
7.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 2
7.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 5,0
7.4 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0/250,0*)
8 Cemaran Arsen (As) Maks. 0,1
9 Cemaran Mikroba :
9.1 Angka lempeng total Koloni/g Maks. 2,0 x 102
9.2 Coliform APM/g <3
9.3 Kapang Koloni/g Maks. 50
9.4 Khamir Koloni/g Maks. 50
*) Dikemas dalam kaleng
Sumber: (Badan Standarisasi Nasional, 1996)

2.6 Penerapan Produksi Bersih pada Industri


Penerapan produksi bersih di industri dipengaruhi oleh faktor internal
dan faktor eksternal. Adanya faktor pendorong dalam pengelolaan lingkungan
khususnya produksi bersih menyebabkan industri lebih memperhatikan aspek
lingkungan dengan dasar peningkatan efisiensi proses (Kusumawati, 2011).
Produksi bersih menawarkan pemecahan yang paling baik dalam
mereduksi dampak lingkungan dan efisiensi dalam segi ekonomis (reduksi bahan
baku, energy, dan utilitas). Dalam aplikasinya produksi bersih dapat dijalankan
24

secara parallel dengan program GMP, HACCP, dan produksi nir limbah
(Fransiska, 2010).
Menurut Purwanto, (2005), penerapan produksi bersih pada industri
secara sistematis meliputi 5 (lima) langkah, yaitu :
1. Perencanaan dan Organisasi
Langkah ini memerlukan komitmen dari manajemen untuk melakukan
penerapan produksi bersih. Kebanyakan industri kecil tidak mempunyai
struktur organisasi, manajemen perusahaan dilakukan oleh pemilik
perusahaan secara langsung. Komitmen, visi dan misi perusahaan untuk
mengelola lingkungan dikomunikasikan kepada seluruh karyawan, sehingga
karyawan dapat mengetahui dan bekerjasama dengan pemilik untuk
melakukan kegiatan industri yang dapat mengurangi potensi timbulnya
limbah.

2. Kajian dan Identifikasi Peluang


Langkah ini membuat diagram alir proses sebagai metode untuk
memperoleh informasi aliran bahan, energi dan timbulan limbah.
Identifikasi peluang penerapan produksi bersih dilakukan dengan
peninjauan ke lapangan dengan mengamati setiap proses, kemungkinan
peningkatan efisiensi dan pencegahan timbulnya limbah dari sumbernya.
Kajian penerapan produksi bersih dilakukan untuk mengevaluasi kinerja
lingkungan, efisiensi pemakaian bahan dan timbulan limbah.
3. Analisis Kelayakan
Analisis kelayakan penerapan produksi bersih atau ekoefisiensi meliputi
kelayakan lingkungan, teknis dan ekonomi. Kelayakan lingkungan untuk
mengetahui apakah penerapan produksi bersih dapat mengurangi timbulnya
limbah baik kuantitas maupun kualitas. Kelayakan teknis berhubungan
dengan penerapan teknologi dalam proses produksi, sedangkan kelayakan
ekonomi dilakukan untuk menghitung investasi, waktu pengembalian modal
dan besarnya penghematan dari penerapan produksi bersih.
Dalam membuat analisis kelayakan ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan yaitu:
25

a. pertimbangan teknologi diantaranya ketersediaan teknologi yang


dimiliki, keterbatasan fasilitas termasuk kesesuaian operasi yang ada,
syarat untuk membuat suatu produk, keamanan operator dan pelatihan,
potensi terhadap kesehatan dan dampak lingkungan,
b. pertimbangan ekonomi yaitu modal dan biaya operasi, serta pay-back
period (Indrasti & Fauzi, 2009).
4. Implementasi
Langkah implementasi ini memerlukan penanggungjawab pelaksana dan
sumber daya yang diperlukan dalam penerapan produksi bersih. Sumber
daya meliputi dukungan biaya dan kesiapan karyawan untuk memahami
bahwa produksi bersih merupakan bagian dari pekerjaan. Indikator kinerja,
efisiensi, lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja digunakan untuk
mengetahui sejauh mana implementasi produksi bersih.
5. Monitoring dan Evaluasi
Langkah ini melakukan tinjauan secara periodik terhadap pelaksanaan
penerapan produksi bersih dan dibandingkan dengan sasaran yang akan
dicapai. Evaluasi dilakukan dengan mengumpulkan data sebelum dan
sesudah penerapan produksi bersih.
Menurut Indrasti & Fauzi, (2009), beberapa peluang penerapan
produksi bersih dapat diberikan skor 1 sampai dengan 3 untuk masing-
masing penilaian baik teknis, ekonomi dan lingkungan. Penilaian teknis
meliputi teknologi dan biaya untuk melaksanakan langkah penerapan
produksi bersih. Penilaian ekonomi dianalisis berdasarkan kemampuan
alternatif penerapan produksi bersih dalam memberikan nilai tambah dan
keuntungan bagi industri. Sedangkan penilaian lingkungan dilihat dari
dampak positif terhadap perbaikan lingkungan jika alternatif penerapan
dilaksanakan di industri. Skala penilaian penentuan prioritas produksi bersih
dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.
26

Tabel 4. Skala Penilaian penentuan prioritas produksi bersih

Skala Teknis Ekonomi Lingkungan


3 Mudah sekali untuk Tanpa biaya Memberikan efek
dilaksanakan investasi (no cost) yang signifikan
terhadap perbaikan
lingkungan
2 Relatif mudah untuk Memerlukan biaya Sedikit efek
dilaksanakan rendah (low cost) terhadap perbaikan
lingkungan
1 Susah untuk Memerlukan biaya Tidak ada efek
dilaksanakan tinggi (high cost) terhadap perbaikan
lingkungan
(Sumber : Indrasti & Fauzi, 2009)
Kriteria evaluasi teknis antara lain dilihat dari:
a. Proses :
- Kesesuaian prosedur operasi dengan kondisi yang ada
- Peningkatan efisiensi proses
- Kesesuaian produksi dengan kondisi yang ada
b. Bahan:
- Kualitas produk dapat dipertahankan
- Kapasitas utilitas tersedia
- Efisien dalam penggunaan bahan
c. Peralatan :
- Ketersediaan tempat
- Perawatan mesin
d. Tenaga kerja :
- Sistemnya aman bagi pekerja
- Tersedia sumber daya manusia
Evaluasi ekonomi kelayakan penerapan produksi bersih yang
dikembangkan oleh EPA Quensland (1999) dalam Purwanto, (2013) ditunjukkan
pada Tabel 6.
27

Tabel 5. Analisis kelayakan ekonomi

Peluang Item
Biaya investasi Peralatan
Instalasi
Biaya investasi total
Biaya tahunan Biaya produksi
Perawatan
Bahan baku
Biaya tahunan total
Keuntungan Kenaikan penjualan
Penjualan produk
samping
Penghematan
- Bahan baku
- Air
- Energi
- Pengolahan
limbah
Keuntungan total
Keuntungan bersih
Payback period
(Sumber: Purwanto, 2013)
Keputusan akhir prioritas penerapan peluang produksi bersih dari
kelayakan ekonomi berturut-turut dimulai dari tanpa biaya (no cost), dengan biaya
rendah (low cost), dan memerlukan biaya tinggi (high cost).
Berdasarkan hasil studi kelayakan yang dilakukan oleh Hakimi &
Budiman (2006), diperoleh opsi yang memperoleh prioritas tertinggi adalah
pemanfaatan sisa potongan nata untuk pembuatan pupuk dengan total skor 15.5
serta keuntungan Rp. 611582,4 dan payback period 0,4578 bulan.

2.7 Kinerja Ekonomi


Kinerja ekonomi merupakan hasil sistem manajemen biaya berorientasi
lingkungan yang bertujuan untuk memberikan informasi untuk pengambilan
keputusan perbaikan perusahaan berupa adanya potensi penghematan biaya.
Kinerja ekonomi perusahaan didefinisikan sebagai nilai keuangan yang dihasilkan
oleh kegiatan industri selama periode tertentu (biasanya per tahun). Perhitungan
28

ekonomi dilakukan terhadap setiap proses yang menggunakan materi/ bahan,


energi, tenaga kerja dan peralatan. Indikator yang umum dipakai untuk
menghitung kinerja ekonomi adalah:
- Jumlah barang yang diproduksi, adalah ukuran fisik dari produk yang
diproduksi, diserahkan atau dijual ke konsumen dengan cara diukur atau
dihitung dalam massa, volume, atau jumlah.

- Penjualan bersih adalah total penjualan tercatat dikurangi potongan


penjualan dan retur penjualan dan tunjangan.

- Konsumsi energi, yaitu total energi yang dikonsumsi sama dengan energi
yang dibeli atau diperoleh (misalnya minyak bumi, gas alam) dikurangi
energi yang digunakan seperti listrik, uap.

- Konsumsi bahan, adalah jumlah dari berat dari semua bahan yang dibeli
atau diperoleh dari sumber lain seperti bahan baku, bahan penunjang dan
barang pra atau semi manufaktur untuk proses produksi

- Konsumsi air, adalah jumlah dari semua air baku yang dibeli dari pemasok
air atau diperoleh dari sumber permukaan atau air tanah.

2.8 Kinerja Lingkungan (Environmental Performance)


Kinerja lingkungan merupakan hasil terukur dari sistem manajemen
lingkungan yang berhubungan dengan kontrol aspek-aspek lingkungannya.
Pengukuran kinerja lingkungan dapat dilakukan secara kuantitatif (hasil proses),
misalnya jumlah limbah yang dihasilkan dan kualitatif (in proses). Kinerja
lingkungan kuantitatif adalah hasil terukur dari sistem manajemen lingkungan
yang berhubungan dengan kontrol aspek lingkungan fisik. Kinerja lingkungan
kualitatif adalah hasil terukur dari sistem manajemen lingkungan dari aspek non
fisik, misalnya prosedur kerja, motivasi, inovasi, semangat kerja untuk
mewujudkan kebijakan lingkungan organisasi (Purwanto, 2000).
Indikator lingkungan membantu untuk meringkas data lingkungan secara
luas yang berkaitan dengan operasi sebuah perusahaan, dimana berkaitan dengan
aspek lingkungan dan dampaknya. Indikator lingkungan dapat digunakan untuk
29

mengukur kinerja lingkungan. Indikator kinerja lingkungan (environmental


performance indicator) meliputi indikator input dan output. Indikator input
meliputi penggunaan bahan baku, energi dan air. Sedangkan indikator output yaitu
limbah (Rao et al., 2006).
Dampak lingkungan dari produksi pangan sangat sedikit diketahui.
Metode pengukuran menggunakan tiga indikator yang mengarah ke isu
lingkungan global: penggunaan energi (dari bahan bakar fosil dan energi
terbarukan), lahan, dan air. Hasil akhir ditunjukkan dalam 3 indikator yaitu total
penggunaan lahan, energi dan air yang dibutuhkan setiap kilogram dari produk
pangan yang tersedia (Gerbens-Leenes et al., 2003).
Perhitungan konsumsi energi bahan bakar dinyatakan dalam perhitungan
emisi gas-gas rumah kaca (GRK) atau sering disebut dengan gas CO2e, didasarkan
pada jenis penggunaan bahan bakar dengan menggunakan pendekatan faktor emisi
(IPCC, 2006). Jenis bahan bakar yang biasa digunakan dalam industri kecil nata
de coco adalah LPG, minyak tanah atau kayu bakar untuk keperluan perebusan.
Nilai kalori dan faktor emisi dari masing-masing bahan bakar dapat dilihat pada
Tabel 7. Perhitungan biaya pengolahan untuk emisi gas rumah kaca berdasar
standard Protokol Kyoto. Untuk pengolahan 1 ton emisi CO2e diperlukan biaya
sebesar 30 Euro, dimana 1 Euro = Rp. 15.608 (konversi pada tanggal 20 Mei
2014), sehingga untuk biaya pengolahan 1 ton emisi CO2e adalah sebesar
Rp.468.240,-.
Tabel 6. Nilai Kalori dan Faktor emisi Bahan Bakar
Jenis Nilai Kalori (Kcal/Liter(Kg)) Faktor Faktor Faktor
emisi CO2 Emisi Emisi
(Kg/TJ) CH4 N2O
(Kg/TJ) (Kg/TJ)
Minyak Tanah 8498,75 71.900 3 0,6
LPG 6302,58 63.100 1 0,1
Kayu bakar 3,948 112.000 30 4
Sumber: IPCC, Volume 2 (2006)
30

2.9 Keluaran Bukan Produk (KBP/ NPO)


Keluaran bukan produk (KBP) atau Non Product Output (NPO)
didefinisikan sebagai seluruh materi, energi dan air yang digunakan dalam proses
produksi namun tidak terkandung dalam produk akhir (GTZ-ProLH, 2007)
Total biaya KBP merupakan penjumlahan biaya KBP dari input, biaya
KBP dari proses produksi dan biaya KBP dari output. Secara umum total biaya
KBP berkisar antara 10-30% dari total biaya produksi. Pemahaman atas keluaran
bukan produk (KBP) atau Non Produk Output (NPO) merupakan langkah awal
dalam melakukan analisis sebelum penerapan konsep produksi bersih. Dengan
menganalisa masukan dan keluaran proses produksi dengan cara terperinci
perusahaan mempunyai peluang untuk melihat lebih dekat operasi mereka dan
mengidentifikasi peluang lebih lanjut guna mengurangi biaya dan meningkatkan
produktifitas. Dengan melihat keluaran KBP merupakan pendekatan yang efektif
untuk mengidentifikasi peluang perbaikan lebih lanjut. Dengan melihat serta
menganalisa input (masukan) dan output (keluaran) dari setiap proses produksi
secara terperinci, perusahaan dapat melihat proses produksi secara lebih dekat
untuk mengidentifikasi peluang produksi bersih yang dapat diterapkan lebih lanjut
dalam rangka mengurangi biaya produksi dan meningkatkan produktifitas.
Konsep keluaran bukan produk (KBP) dapat dilihat pada Gambar 3.
Bentuk keluaran bukan produk dapat dirinci sebagai berikut:
a. Bahan baku yang kurang berkualitas
b. Barang jadi yang ditolak atau di luar spesifikasi produk yang ditentukan
(semua tipe)
c. Pemrosesan kembali (reprocessing)
d. Limbah padat (beracun/ tidak beracun)
e. Limbah cair (jumlah dari kontaminan, keseluruhan air yang tidak terkandung
dalam produk final)
f. Energi yang tidak terkandung dalam produk akhir (seperti uap, listrik, oli,
diesel, dan lain-lain)
g. Emisi (termasuk kebisingan dan bau)
h. Kehilangan dalam penyimpanan
31

masukan proses keluaran

Bahan baku Produk akhir


yang diinginkan
Energi

pembuangan KBP/ Keluaran


Air 10-30% dari
bukan Produk
total biaya
produksi
+ + =

Input - Proses – Pembuangan – Total -


biaya KBP Biaya KBP Biaya KBP biaya KBP

Gambar
KBP (keluaran 3. Konsep
bukan produk) =Keluaran Bukan
semua materi, Produk
energi dan (KBP)
air yang digunakan
dalam proses produksi namun tidak termasuk di dalam produk akhir

Gambar 3. Konsep Keluaran Bukan Produk (KBP)


(Sumber: Eimer dalam Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2003)
Neraca massa digunakan untuk menghitung keseluruhan kuantitas mulai
dari pemasukan bahan (input) hingga keluaran (output) dan besarnya keluaran
bukan produk (KBP) pada setiap tahap proses produksi sehingga dapat diketahui
besarnya input dan output untuk menentukan perbaikan akibat adanya KBP.
Prinsip perhitungan neraca massa untuk penggunaan bahan baku dan sumber daya
yaitu input yang masuk = product output + Keluaran Bukan Produk. Untuk
menganalisis sebab timbulnya KBP digunakan metode Mind Mapping.
Metode Mind Mapping atau peta pikiran merupakan salah satu metode
membuat catatan tentang materi yang kita pelajari. Peta pikiran (Mind mapping)
adalah alternatif pemikiran keseluruhan otak terhadap pemikiran linear. Buzan
(2007) mengungkapkan bahwa mind mapping adalah alat berpikir kreatif yang
mencerminkan cara kerja alami otak. Mind mapping merupakan cara termudah
untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil informasi ke luar
dari otak.
32

Mind Map adalah sebuah metode untuk mengelola informasi secara


menyeluruh. Secara lengkap Mind Map dapat digunakan untuk menyimpan
informasi, mengorganisasikan informasi, membuat prioritas, melakukan review
serta mengingat informasi secara lengkap. Panduan utama Mind Mapping adalah
menggunakan kata kunci dan gambar (Noer, 2014).

2.10 Baku Mutu Limbah Cair Industri


Limbah cair industri merupakan salah satu ukuran kinerja lingkungan.
Kinerja lingkungan baik jika limbah cair industri memenuhi baku mutu air limbah
yang ditentukan. Air limbah industri yaitu sisa dari suatu kegiatan industri yang
berwujud cair yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas
lingkungan (Kusumawati, 2011). Persyaratan baku mutu air limbah bagi usaha
nata de coco termasuk di dalam industri yang diatur dalam Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2008 tentang baku mutu air limbah
bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan kelapa yang dapat dilihat pada Tabel 8.
Limbah yang dihasilkan dari suatu industri harus memenuhi kriteria baku
mutu limbah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
Kajian terhadap penerapan produksi bersih pada industri merupakan langkah yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja lingkungan. Air limbah industri
adalah salah satu parameter dalam mengukur kinerja lingkungan (Kusumawati,
2011).

Tabel 7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 13 Tahun 2008 Baku


Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Kelapa
Parameter Kadar Maksimum* Beban Pencemaran
(mg/ L) Maksimum*
(Kg/ Ton)
BOD 75 1,1
COD 150 2,2
TSS 100 1,5
Minyak-lemak 15 0,2
pH 6-9
Kuantitas air limbah 15 M3/ ton produk
maksimum
*) kecuali untuk pH dan kuantitas air limbah
Sumber: (KLH, 2008)
BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian


Penelitian tentang penerapan produksi bersih pada agroindustri nata de
coco ini dilakukan dengan pendekatan penelitian kualitatif dan kuantitatif. Metode
penelitian yang digunakan adalah studi kasus bersifat deskriptif pada agroindustri
nata de coco di CV. Bima Agro Makmur. Peneliti berupaya untuk mengkaji upaya
penerapan konsep produksi bersih yang dilaksanakan, untuk selanjutnya dibuat
suatu evaluasi pengaruhnya terhadap kinerja lingkungan maupun kinerja ekonomi.

3.2 Kerangka Pikir Penelitian


Penelitian diawali dari adanya kegiatan agroindustri nata de coco yang
berpotensi mencemari lingkungan dengan menghasilkan limbah cair dan limbah
padat. Identifikasi awal dilakukan pada tahapan proses produksi, penggunaan
bahan, air dan energi, serta timbulan limbah pada tiap tahapan proses produksi.
Langkah selanjutnya adalah dengan mengidentifikasi sumber penyebab timbulan
limbah sebagai dasar pemilihan alternatif penerapan produksi bersih.
Penerapan produksi bersih kemudian dianalisis kelayakannya secara
lingkungan dengan potensi pengurangan timbulan limbah dan secara ekonomi
dengan potensi penghematan biaya produksi secara bersama-sama. Kerangka pikir
penelitian seperti pada Gambar 4.
34

Kegiatan agroindustri nata de coco di CV. Bima Agro Makmur


berpotensi mencemari lingkungan

Kajian Awal (Tinjauan Kualitatif)

- Gambaran perusahaan
- Peninjauan lapangan (check list)
- Diagram Alir Proses

-
Kajian Awal (Tinjauan Kuantitatif)

- Pengumpulan data bahan, air, energi


- Neraca massa
- Pemeriksaan limbah cair
- Perhitungan biaya produksi dan KBP

Evaluasi dan Studi Kelayakan

- Analisis sebab timbulnya KBP


- Analisis kinerja ekonomi dan lingkungan
- Analisis kelayakan teknis, ekonomi dan lingkungan

Penentuan peluang produksi bersih

Kinerja ekonomi meningkat Kinerja lingkungan meningkat


(potensi penghematan biaya) (potensi pengurangan limbah)

Agroindustri nata de coco ramah lingkungan

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian


(Sumber: Purwanto, 2013)

3.3 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian dilakukan dengan melakukan kajian semua tahapan proses
produksi pada agroindustri nata de coco. Tahapan kajian meliputi aspek
perencanaan, kajian peluang, analisis kelayakan, implementasi dan monitoring
serta evaluasi. Kajian yang dilakukan pada penelitian ini berupa kajian tahapan
35

proses produksi nata de coco dilakukan dengan membuat diagram alir proses dan
perhitungan neraca massa untuk mengidentifikasi aliran air, bahan, energi, dan
sumber timbulan limbah. Identifikasi pemborosan dibatasi pada penggunaan
bahan baku, bahan penunjang dan air. Dari tahapan ini dilakukan analisis untuk
menentukan peluang penerapan produksi bersih.

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di agroindustri nata de coco CV. Bima Agro
Makmur yang beralamat di Gondangan, Desa Tirtomulyo, Kec. Kretek, Kab.
Bantul, D.I. Yogyakarta. Pemilik perusahaan bernama Bapak Konang. Waktu
penelitian pada bulan Juni – Juli 2014.

3.5 Jenis Dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder.
1. Data primer berupa :
a. Data umum perusahaan diperoleh dari hasil wawancara dengan pemilik CV.
Bima Agro Makmur yaitu Bapak Konang mengenai harga, asal bahan baku
dan bahan penunjang, biaya produksi, jumlah dan besaran upah karyawan,
jumlah produksi nata, biaya pembayaran listrik, biaya bahan bakar, jumlah
karyawan dan sejarah berdirinya perusahaan.
b. Data tahapan proses produksi diperoleh dari observasi/ pengamatan langsung
serta wawancara dengan karyawan di masing-masing bagian dengan metode
stratifikasi merata untuk setiap tahapan proses pembuatan nata de coco.
c. Data pemakaian bahan baku, energi dan air diperoleh dengan pengamatan
langsung pada tahapan proses produksi dilengkapi dengan pertanyaan
mendalam kepada sekitar 1-2 orang karyawan yang menangani masing-
masing bagian. Data yang diperoleh kemudian diolah untuk dihitung
pemakaian bahan, energi dan air setiap hari.
d. Data limbah cair diperoleh dengan mengambil sampel limbah cair pada
siang hari saat proses pencucian alat serta limbah cair yang menggenang
36

dalam selokan untuk kemudian diujikan ke Balai Besar Kulit, Karet dan
Plastik (BBKKP) Kementerian Perindustrian di Yogyakarta.
e. Dokumentasi berupa foto-foto setiap tahapan proses produksi nata de coco
mulai dari bahan baku sampai menjadi produk; foto alat, bahan dan kondisi
lingkungan di dalam pabrik serta sekitar lokasi CV.Bima Agro Makmur.
2. Data sekunder berupa :
a. hasil penelitian sebelumnya tentang penerapan produksi bersih di industri
pangan ( hal 8-9) diperoleh dari buku, tesis, dan jurnal.
b. studi literatur tentang pengertian dan definisi produksi bersih serta proses
pembuatan nata de coco secara umum dari pustaka, internet, penelitian
sebelumnya.
c. Peta lokasi penelitian yaitu Kec. Kretek, Kab. Bantul, D.I Yogyakarta (hal
110) diperoleh dari website Pemerintah Kabupaten Bantul
(bantulkab.go.id).

3.6 Teknik Pengumpulan Data


Data primer diperoleh melalui wawancara dan komunikasi dengan
sumber data, baik pemilik maupun karyawan. Teknik pengumpulan data meliputi :
1. Wawancara/ Interview
Wawancara pada 1 orang pimpinan CV. BAM dan masing-masing 1-2
orang karyawan di setiap bagian proses produksi yang mengerti dan memahami
tahapan proses pembuatan nata de coco mulai dari bahan baku, proses, sampai
pengangkutan produk menggunakan metode stratified random sampling
dilakukan dengan menggunakan pedoman pertanyaan yang ada di Lampiran I,
dan dikembangkan sesuai kondisi di lapangan.
2. Observasi/ Pengamatan Langsung
Pengamatan langsung dilakukan terhadap setiap tahapan proses produksi
yaitu penerimaan bahan baku, proses penyaringan, perebusan, pencampuran,
penuangan, pemberian starter, fermentasi, pemanenan, perendaman,
pembersihan kulit, pencucian, pemotongan sampai penyimpanan dan
pengangkutan produk jadi, mengidentifikasi tahapan proses serta pemakaian
37

bahan, air dan energi yang inefisien, mengukur dan menghitung timbulan NPO
berupa limbah padat, cair dan emisi karbon yang berpotensi menimbulkan
dampak lingkungan.
3. Pengukuran
Pengukuran dilakukan secara langsung di lokasi penelitian meliputi
penggunaan bahan baku, bahan penunjang, penggunaan bahan bakar,
penggunaan air dan jumlah limbah cair, dan limbah padat. Tujuan pengukuran
pada bahan baku, energi dan air (input) serta limbah (output) adalah untuk
mengetahui jumlah bahan baku, air, energi dan limbah pada tiap tahapan proses
yang akan digunakan dalam perhitungan neraca massa.
Sedangkan pengambilan sampel kualitas air limbah dilakukan pada saat
jalannya proses produksi nata de coco untuk menganalisis baku mutu limbah cair
sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun
2008 tentang baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan
kelapa.
4. Daftar Periksa (check list)
Untuk mengidentifikasi kondisi eksisting penerapan good housekeeping
(tata kelola yang baik) di CV. BAM, maka dikumpulkan data menggunakan
daftar periksa (Lampiran II) dengan cara wawancara terhadap pemilik usaha,
karyawan diperkuat dengan observasi dan pengambilan dokumentasi.

3.7 Teknik Analisis Data


Analisis data menggunakan pendekatan metode kuantitatif. Data yang
diperoleh berupa diagram alir proses, identifikasi pemborosan tiap proses dan
daftar periksa produksi bersih kemudian dianalisis untuk menentukan peluang
penerapan produksi bersih. Peluang penerapan produksi bersih ditekankan pada
strategi 1E4H (Elimination, Reduce, Reuse, Recycle, Recovery) dan tindakan
produksi bersih melalui penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good
housekeeping).
Analisis kelayakan dilakukan untuk menghitung besarnya potensi
penghematan biaya produksi dan potensi pengurangan timbulan limbah jika
38

diterapkan produksi bersih. Perhitungan kinerja ekonomi dan kinerja lingkungan


dihitung dalam waktu satu tahun. Kemudian dilakukan analisis kelayakan
berdasarkan pertimbangan lingkungan, teknis, dan ekonomi untuk menentukan
prioritas penerapan produksi bersih. Pemilihan alternatif langkah produksi bersih
merupakan keinginan dari pemilik perusahaan terkait dengan upaya penanganan
dampak lingkungan.
Tabel 1. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Tujuan Penelitian Jenis Data Sumber Data Metode


1. Mengetahui proses - Diagram alir - Observasi
produksi pembuatan proses - Pengukuran
nata de coco yang Data primer - Kualitas langsung
dilakukan CV. Bima limbah cair - Analisa Lab
Agro Makmur. - Profil usaha - Wawancara
- Check list
2. Mengidentifikasi - Limbah padat - Observasi
efisiensi penggunaan - Limbah cair - Pengukuran
bahan baku, air dan - Emisi udara langsung
energi selama proses - Produk cacat - Perhitungan
Data primer
produksi nata de coco (reject) neraca massa
di CV. Bima Agro - Penggunaan
Makmur. bahan, air dan
energi
Data - Prosedur - Wawancara
sekunder operasi
3. Menganalisis peluang - Biaya - Observasi
penerapan produksi produksi (mind
bersih pada CV. Bima - Non Product mapping)
Agro Makmur ditinjau Data primer Output (NPO) - Pengukuran
dari sisi ekonomi dan langsung
lingkungan. - strategi
1E4H
- Data produksi Wawancara
4. Memberikan Data primer - Analisis - Wawancara
rekomendasi alternatif kelayakan - Penentuan
langkah perbaikan secara teknis, skala
penerapan produksi lingkungan, prioritas
bersih di CV. Bima dan ekonomi
Agro Makmur.

Anda mungkin juga menyukai