Anda di halaman 1dari 97

ISSN 0216 - 0439

E-ISSN 2540 - 9689

Volume 13 Nomor 2, Desember Tahun 2016

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


Ministry of Environment and Forestry
BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI
Forestry Research Development and Innovation Agency
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HUTAN
Forest Research and Development Centre
BOGOR - INDONESIA
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam adalah media resmi publikasi ilmiah dari Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hutan (P3H) yang memuat hasil penelitian bidang-bidang Silvikultur Hutan Alam, Nilai Hutan, Pengaruh
Hutan, Botani dan Ekologi Hutan, Perhutanan Sosial, Mikrobiologi Hutan, dan Konservasi Keanekaragaman Hayati.
(Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam is an official scientific publication of the Forest Research and
Development Centre (FRDC) publishing research findings of Natural F orest Silviculture, Forest Influences, Forest
Valuation, Forest Botany and Ecology, Social Forestry, Forest Microbiology, and Wildlife Biodiversity Conservation).
Perubahan nama instansi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi (P3KR) menjadi Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hutan (P3H) berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/MENLHK-II/2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Logo penerbit juga mengalami
perubahan menyesuaikan Logo Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Dewan Editor (Editorial Board) Prof (Riset) Dr. M. Bismark


Editor (Editor) (Biologi Konservasi-KLHK)
1. Prof. Dr. Cecep Kusmana (Ekologi Hutan Mangrove-IPB)
Reviewer
2. Dr. Ika Heriansyah. (Silvikultur-KLHK)
3. Dr. Titiek Setyawati (Botani Umum-KLHK)
4. Dr. Hendra Gunawan (Konservasi Sumberdaya Hutan-KLHK)
5. Dr. Murniati (Agroforestry dan Hutan Kemasyarakatan-KLHK)
6. Dr. Haruni Krisnawati (Biometrika Hutan-KLHK)
7. Dr. Sena Adi Subrata (Satwaliar-UGM)
8. Oka Karyanto, S.Sp., M.Sc. (Siklus Karbon : Proses dan Pengelolaannya
-UGM)
9. Dr. Sri Wilarso (Mikrobiologi-IPB)
10. Drs. Kuntadi, M.Agr. (Entomologi-KLHK)
11. Dr. Ambar Kusumandari (Daerah Aliran Sungai-UGM)
12. Dr. Agus Hikmat (Ekologi Flora-IPB)
13. Dr. Ishak Yasir (Silvikultur-BPK Samboja)
14. Prof. Dr. Sambas Basuni (Ekologi Satwaliar dan Mangrove-IPB)
15. Ir. Budi Priharto, MS (Silvikultur-IPB)
16. Prof. Dr. Endang Koestati Sri Harini (Ekowisata-IPB)
17. Dr. Abdul Haris Mustari (Ekologi Satwaliar-IPB)
18. Prof. Dr. Hariadi Kartodihardjo (Kebijakan dan Ekonomi SDA-IPB)
19. Dr. Istomo (Ekologi Hutan Gambut-IPB)
20. Dr. Cahyo Wibowo (Kesuburan Tanah Hutan-IPB)
21. Dr. Omo Rusdiana (Konservasi Tanah dan Air-IPB)
22. Prof. Dr. Sukisman Tjitro S. (Ekologi Flora-BIOTROP)
23. Prof. Dr. Cahyono Agus Dwi Koranto (Ilmu Tanah-UGM)
24. Prof. Dr. Suryo Hardiwinoto (Rehabilitasi Hutan dan Lahan Bekas
Tambang-UGM)
25. Dr. Nurheni Wijayanto (Agroforestry-non Kayu-IPB)
26. Dr. Kartini Kramadibrata (Mikologi (terutama jamur mikoriza arbuskula-
LIPI)
27. Prof. Dr. Wasrin Syafii ( Kimia Kayu-IPB)
28. Dr. Jarwadi Budi Hernowo (Ekologi Satwa Liar-IPB)
Editor Bagian (Sec. Editor) 1. Ir. Harisetijono, M.Sc.
2. Drs. Ibnu Sidratul Muntaha, M.Si.
3. Retno Kusumastuti Rahajeng, SH., M.Hum.
4. Zamal Wildan, S.Kom.
Isi dari jurnal dapat dikutip dengan menyebutkan sumbernya.
Citation is permitted with acknowledgement of the source.
Diterbitkan secara teratur satu volume tiap tahun yang terdiri atas tiga nomor (April, Agustus, Desember) oleh
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Sejak terbitan Jurnal
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Volume 12 Nomor 2, Agustus Tahun 2015, Jurnal Penelitian Hutan dan
Konservasi Alam terbit dua kali dalam setahun (Juni dan Desember).
Published regularly one volume consist of three issues a year (April, August, December) by the Forest Research
and Development Centre of the Forestry Research and Development Agency. After published Jurnal Penelitian Hutan
dan Konservasi Alam Volume 12 Nomor 2, Agustus 2015, Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam regularly one
volume consist of two issues a year (Juni, December).
Alamat (Address) : Jl. Gunung Batu P.O. Box 165, Bogor 16001 Indonesia
Telepon (Phone) : (0251) 8633234; 7520067
Fax (Fax) : (0251) 8638111
Website/home page : http://www.forda.org;
http://www.puskonser.or.id e-mail : p3hka_pp@yahoo.co.id atau jurnalphka@gmail.com
UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Reviewer yang telah


menelaah naskah yang dimuat pada Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Volume 13 Nomor 2, Desember 2016 :

Prof. Dr. Cecep Kusmana (Ekologi Hutan Mangrove-IPB)


Dr. Hendra Gunawan (Konservasi Sumberdaya Hutan-P3H)
Drs. Kuntadi, M.Agr. (Entomologi-P3H)
Ir. Adi Susilo, M.Sc. (Silvikultur-P3H)
Prof. (Riset) Dr. M. Bismark (Biologi Konservasi-P3H)
Dr. Murniati (Agroforestry dan Hutan Kemasyarakatan-P3H)
Dr. Sena Adi Subrata (Satwaliar-UGM)
ISSN 0216 - 0439
E-ISSN 2540 - 9689

Volume 13 Nomor 2, Desember Tahun 2016

ISI/CONTENT :
1. Sri Suharti
ANALISIS BERBAGAI PERAN PARA PIHAK DALAM KEMITRAAN
PEMANFAATAN SUMBERDAYA MANGROVE (Analysis on The Different Roles of
Stakeholder in Mangrove Resource Utilization Partnership) ……............................................ 73-84
2. Reny Sawitri dan/and Yelin Adelina
KAJIAN USULAN ZONA KHUSUS TAMAN NASIONAL KUTAI (Study on Special
Use ZoneProposal in Kutai National Park) ….......................................................................... 85-100
3. Indra A.S.L.P. Putri
PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KERAGAMAN JENIS DAN
POPULASI KUPU-KUPU DI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG
(Effect of Tourism Activities to Butterfly Diversity and Population at Bantimurung
Bulusaraung NationaL Park) ………………………………………………………………… 101-118
4. Purwantono, Mirza Dikari Kusrini dan/and Burhanuddin Masy’ud
MANAJEMEN PENANGKARAN EMPAT JENIS KURA-KURA PELIHARAAN DAN
KONSUMSI DI INDONESIA (Captive Breeding Management of Four Species Turtle for
Pet and Consumption in Indonesia) …….................................................................................. 119-135
5. Hari Prayogo
PEMODELAN KESESUAIAN HABITAT ORANGUTAN KALIMANTAN (Pongo
pygmaeus pygmaeus Linn, 1760) DI KORIDOR SATWA KAPUAS HULU
KALIMANTAN BARAT (Habitat Suitability Models Of Bornean Orangutan (Pongo
pygmaeus pygmaeus Linn, 1760) In Wildlife Corridor, Kapuas Hulu, West Kalmantan) …... 137-150

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HUTAN
Bogor
JURNAL PENELITIAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM
(Journal of Forest and Nature Conservation Research)

ISSN 0216-0439
Vol. 13 No. 2, Desember 2016
E-ISSN 2540-9689

Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya

UDC/ODC 630*176.1
Suharti, Sri (Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan)
Analisis Berbagai Peran Para Pihak Dalam Kemitraan Pemanfaatan Sumberdaya Mangrove
J. Pen. Htn & KA Vol. 13 No. 2, Desember 2016 p: 73-84.
Konflik antar instansi (sektoral) maupun antar wilayah (administratif) dalam pemanfaatan sumberdaya (SD)
mengrove mengakibatkan penyusutan areal dan kerusakan mangrove secara luas dan masif di Indonesia.
Untuk meningkatkan manfaat sekaligus melestarikan ekosistem mangrove yang masih tersisa perlu upaya
nyata serta koordinasi yang harmonis antar pihak yang terkait (pemerintah, perguruan tinggi/lembaga riset,
swasta, NGO dan masyarakat). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran para pihak dalam
kemitraan pemanfaatan mangrove, mendapatkan deskripsi tentang kepentingan dan pengaruh dari setiap
stakeholder serta merumuskan alternatif pola kemitraan pemanfaatan mangrove. Penelitian dilakukan di
wilayah pesisir utara Jawa Tengah. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, diskusi multi pihak dan
wawancara kepada sejumlah informan kunci. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa stakeholder yang terkait dalam kemitraan pemanfaatan mangrove memiliki kepentingan
dan pengaruh yang beragam. Stakeholder primer adalah Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas Perkebunan dan
Kehutanan Kabupaten, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kelautan dan Perikanan dan masyarakat sekitar
hutan mangrove. Stakeholder sekunder terdiri dari perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat
(internasional dan lokal), swasta dan pemerintah desa. Inisiator kegiatan harus mampu mengelola
kepentingan dan pengaruh stakeholder yang beragam serta memanfaatkan potensinya. Pengelolaan
kolaborasi dapat menjadi model alternatif untuk diterapkan, sehingga terjadi distribusi manfaat dan tanggung
jawab secara adil kepada semua stakeholder.
Kata kunci : Ekonomi, kepentingan, kolaborasi, pengaruh, social.

UDC/ODC 630*907.11
Sawitri, Reny dan Adelina, Yelin (Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan)
Kajian Usulan Zona Khusus Taman Nasional Kutai
J. Pen. Htn & KA Vol. 13 No. 2, Desember 2016 p: 85-100.
Pembangunan jalan poros Bontang-Sangatta di Taman Nasional Kutai memicu terjadinya konflik tenurial
maupun konflik satwa, karena okupasi masyarakat. Kondisi ini mengarahkan pengelolaan kawasan ini
menjadi zona khusus, untuk itu tujuan penelitian ini mengevaluasi usulan zona khusus dihubungkan dengan
tipologi etnis masyarakat, potensi biofisik kawasan dan persepsi masyarakat. Metode penelitian dilakukan
melalui wawancara dan kuesioner pada 58 Kepala Keluarga (KK). Usulan zona khusus ini layak ditetapkan
mengingat peningkatan kepadatan penduduk sekitar 22% per tahun dan peningkatan pengusahaan lahan ≥ 2
ha pada masyarakatdi Kecamatan Teluk Pandan dan Sangatta Selatan. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan
berdampak pada menurunnya kesuburan lahan. Sementara itu, keberadaan perkebunan karet memperluas
daerah jelajah satwa terutama orangutan. Persepsi masyarakat terhadap status kawasan yang menghendaki
enclave (45%) mengindikasikan bahwa mereka masih menginginkan menetapdi kawasan. Usulan hasil
penelitian ini, pengelolaan kawasan seluas 18.831ha layak sebagai zona khusus dan penataan lahannya
terbagi ke dalam zona budidaya selebar 250 m di kiri kanan jalan Bontang-Sangatta, zona interaksi selebar
251-750 m serta kawasan hijau yang berfungsi sebagai koridor > 751 m disertai pembinaan kelompok tani
dan nelayan masyarakat.
Kata kunci : Persepsi dan pengelolaan, Taman Nasional Kutai, zona khusus.
JURNAL PENELITIAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM
(Journal of Forest and Nature Conservation Research)

ISSN 0216-0439
Vol. 13 No. 2, Desember 2016
E-ISSN 2540-9689

Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya

UDC/ODC 630*907.11 : 149.33


Putri, Indra A.S.L.P. (Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar)
Pengaruh Aktivitas Pariwisata Terhadap Keragaman Jenis dan Populasi Kupu-Kupu Di Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung
J. Pen. Htn & KA Vol. 13 No. 2, Desember 2016 p: 101-118.
Kupu-kupu tergolong serangga yang peka terhadap gangguan oleh manusia. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh aktivitas pariwisata terhadap keragaman jenis dan populasi kupu-kupu di Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung. Penelitian dilakukan dengan membandingkan populasi kupu-kupu yang
dijumpai pada kawasan hutan sekunder yang jarang didatangi manusia dengan kawasan rekreasi.
Pengambilan data populasi kupu-kupu dilakukan dengan menggunakan metode Pollard-Walk transek.
Analisis data menggunakan indeks keragaman jenis Shannon-Wiener, indeks kemerataan jenis Pielou, indeks
dominasi Simpson, indeks kekayaan jenis Margalef dan indeks kesamaan jenis Sorensen. Beda nyata pada
populasi kupu-kupu yang dijumpai di kedua lokasi penelitian diuji dengan menggunakan uji Mann-Whitney.
Pengaruh aktivitas wisata terhadap kupu-kupu terlihat dari adanya perbedaan nyata pada populasi kupu-kupu
pada kedua lokasi penelitian. Nilai indeks dominansi Simpson terlihat lebih tinggi pada areal yang mendapat
gangguan akibat kegiatan wisata. Jumlah jenis, jumlah individu, nilai indeks keragaman Shannon-Wiener,
nilai indeks kemerataan Pielou dan nilai indeks kekayaan jenis Margalef pada areal yang mendapat gangguan
akibat kegiatan wisata lebih rendah dibanding areal hutan sekunder yang kurang mendapat gangguan
manusia. Diperlukan adanya penataan ulang pengelolaan obyek wisata dan kupu-kupu, sosialisasi aturan
perlindungan satwaliar, menerapkan aturan yang telah ada pada tingkat lokal serta penegakan hukum bagi
pelanggar, peningkatan jumlah penangkar kupu-kupu serta peningkatan kesadaran masyarakat agar kupu-
kupu tetap lestari.
Kata kunci : Gangguan manusia, kupu-kupu, manajemen hidupan liar, obyek wisata alam, pengaruh
aktivitas wisata

UDC/ODC 630*147.6
Purwantoro (Balai Taman Nasional Meru Betiri), Kusrini, Mirza Dikari (Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB) dan Masy’ud, Burhanuddin (Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB)
Manajemen Penangkaran Empat Jenis Kura-Kura Peliharaan dan Konsumsi Di Indonesia
J. Pen. Htn & KA Vol. 13 No. 2, Desember 2016 p: 119-135.
Empat jenis kura-kura yang ditangkarkan di Indonesia saat ini adalah labi-labi Cina (Pelodiscus sinensis
Wiegmann, 1835), labi-labi (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770), kura-kura Brazil (Trachemys scripta
elegans (Thunberg, 1792) (Schoepff, 1792)) dan kura-kura Rote (Chelodina mccordi Rhodin, 1994). Labi-
labi Cina dan labi-labi umumnya untuk konsumsi, sedangkan kura-kura Brazil dan kura-kura Rote untuk
hewan peliharaan (pet). Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi aspek-aspek teknis manajemen
penangkaran kura-kura di Indonesia. Hasil identifikasi aspek-aspek teknis manajemen penangkaran kura-
kura yang dijalankan meliputi : 1) pengadaan bibit, 2) adaptasi dan aklimatisasi, 3) perkandangan, 4) pakan
dan air, 5) penyakit dan perawatan kesehatan, 6) perkembangbiakan/reproduksi dan teknik penetasan telur, 7)
pemeliharaan, 8) pemanenan dan pemanfaatan dan 9) penunjang lainnya. Kesemuanya itu saling mendukung
dan berkaitan sebagai faktor utama dan syarat penting dalam menjamin keberlangsungan usaha dan
kesinambungan hasil untuk mencapai tujuan perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penangkaran
keempat jenis kura-kura secara umum telah berjalan dengan memperhatikan dan memenuhi aspek-aspek
teknis manajemen penangkaran dalam menjalankan usahanya. Kura-kura yang ditangkarkan sudah mampu
beradaptasi dengan lingkungannya, tercukupi kebutuhan pakannya, terpenuhi kesesuaian habitatnya dan
terjaga kesehatannya, sehingga dapat bereproduksi dengan baik dan meningkat populasinya, sehingga secara
ekonomis menguntungkan.
Kata kunci : Indonesia, konsumsi, kura-kura, peliharaan, penangkaran.
JURNAL PENELITIAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM
(Journal of Forest and Nature Conservation Research)

ISSN 0216-0439
Vol. 13 No. 2, Desember 2016
E-ISSN 2540-9689

Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya

UDC/ODC 630*149.8
Prayogo, Hari (Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak, Indonesia), Thohari, Achmad
Machmud (Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB), Solihin,
Dedy Duryadi (Departemen Biology, FMIPA IPB), Prasetyo, Lilik Budi (Departemen Konservasi Sumber
Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB) dan Sugardjito, Jito (Fakultas Biologi, Universitas
Nasional)
Pemodelan Kesesuaian Habitat Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus pygmaeus Linn, 1760) Di Koridor
Satwa Kapuas Hulu Kalimantan Barat
J. Pen. Htn & KA Vol. 13 No. 2, Desember 2016 p: 137-150.
Kabupaten Kapuas Hulu sebagai kabupaten konservasi telah menetapkan daerah koridor satwa yang
menghubungkan Taman Nasional Betung Kerihun dan Taman Nasional Danau Sentarum sebagai Kawasan
Strategis Kabupaten yang menonjolkan aspek lingkungan. Koridor satwa ini memiliki peranan yang penting
bagi pergerakan satwa terutama orangutan dari kedua taman nasional ini. Studi ini dilakukan untuk
memahami dampak tata guna lahan terhadap sebaran orangutan, di koridor satwa. Pembukaan jalan,
perkebunan skala besar, pembukaan lahan untuk pemukiman, perladangan serta penebangan hutan telah
menjadi penyebab terputusnya habitat orangutan. Wilayah yang masih aman sebagai habitat orangutan adalah
di dalam kawasan taman nasional. Penelitian ini dilakukan menggunakan teknologi penginderaan jarak jauh
untuk memetakan sebaran dan kesesuaian habitat orangutan di kawasan koridor satwa. Tujuh parameter
habitat orangutan digunakan dalam analisis spasial kesesuaian habitat. Dari hasil penelitian ini didapatkan
bahwa kawasan koridor memiliki tingkat kesesuaian habitat yang tinggi sebesar 49.94%, tingkat kesesuaian
sedang sebesar 46.61% dan kesesuaian yang rendah sebesar 3.46%. dan hasil ini ditunjang dengan besaran
nilai validasi untuk kelas kesesuaian sedang sebesar 32.29% dan kelas kesesuaian tinggi sebesar 67.71%.
Kata kunci : Habitat, kesesuaian, koridor, orangutan, satwa.
JOURNAL OF FOREST AND NATURE CONSERVATION RESEARCH
(Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam)
ISSN 0216-0439
Vol. 13 No. 2, December 2016
E-ISSN 2540-9689
Keywords are extracted from articles. Abstract may be reproduced without permission

UDC/ODC 630*176.1
Suharti, Sri (Forest Research and Development Center)
Analysis on The Different Roles of Stakeholder in Mangrove Resource Utilization Partnership
J. Pen. Htn & KA Vol. 12 No. 2, Desember 2016 p: 73-84.
Sectoral and administrative conflict in mangrove management along with the basic demand of human needs
has lead to mangrove degradation and deforestation widely occurred in Indonesia. In order to increase its
benefits while preserving the remaining mangrove forest, it is urged to execute painstaking effort and
harmonious coordination among relevant stakeholders. This study aims to identify the role of stakeholders
involved in mangrove partnership, describe interest and power of each stakeholder and formulate an
alternative model of mangrove utilization partnership. The study was conducted in the northern coastal
region of Central Java. Data were collected through observation, multi-stakeholder discussions and
interviews with key informants and analyzed using qualitative descriptive analysis techniques. The results
showed that stakeholders involved in the mangrove utilization partnership have diverse interests and
influences. Primary stakeholders are Provincial and District Forestry Office, Department of the Environment,
Department of Marine and Fisheries and mangrove forest communities. While secondary stakeholders consist
of Universities/research institution, NGOs (local and Int'l), Private sector and village government.
Establishment of partnership model should be able to manage various interests and power of stakeholders
and utilize their existing potential power. Collaborative management model could be an alternative to be
implemented to gain equitable distribution of benefits and responsibilities.
Keywords : Interest, power, social, economy, collaborative.

UDC/ODC 630.907.11
Sawitri, Reny and Adelina, Yelin (Forest Research and Development Center)
Study on Special Use ZoneProposal in Kutai National Park
J. Pen. Htn & KA Vol. 12 No. 2, Desember 2016 p: 85-100.
The construction of the arterial road of Bontang-Sangatta in Kutai National Park triggering tenurial and
wildlife conflicts due to communities occupation. Therefore, it should be managed into a special use zone.
The objective of the study was to evaluate special use zone proposal, associated with the typology of ethnic
communities, biophysical potency, as well as the communities perception. Structured questionnaires were
used to interview 58 households. The proposed special use zone should urgently be defined considering of
increasing communities population density of about 22% per year, and land encroachment of about ≥ 2 ha in
Teluk Pandan and South Sangatta Sub-District. Land management lead to decreasing soil fertility. Rubber
estate, however, enlarged orangutan home range. Communities perception revealed that 45% of the
community wish that the area status is an enclave. It was indicated that most of the people wanted to stay in
the area. The study identified 18.831 ha as a suitable area for a special use zone. The proposed zone should
be arranged into three zones i.e., cultivation zone (250 m), interaction zone (251-750 m) and green belt zone
(>751 m) from either side of the arterial Bontang-Sangatta road. The farmer and fishermen communities
should also be advocated.
Keywords : Kutai National Park, special use zone, perception and management.
JOURNAL OF FOREST AND NATURE CONSERVATION RESEARCH
(Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam)
ISSN 0216-0439
Vol. 13 No. 2, December 2016
E-ISSN 2540-9689
Keywords are extracted from articles. Abstract may be reproduced without permission

UDC/ODC 630*907.11 : 149.33


Putri, Indra A.S.L.P. (Environment and Forestry Research and Development Institute of Makassar)
Effect of Tourism Activities to Butterfly Diversity and Population at Bantimurung Bulusaraung National Park
J. Pen. Htn & KA Vol. 12 No. 2, Desember 2016 p: 101-118.
Butterflies have been prominently recognized as insect group of highly sensitive to anthropogenic
disturbances. The aim of the research was to identify the effect of tourism activities to diversity and
population of butterflies at Bantimurung Bulusaraung National Park. The research was conducted by
comparing the population size of butterflies at low human disturbance secondary forest and recreation area.
The population of butterflies was collected using Pollard Walk transect method. Data was analyzed using
Shannon-Wiener diversity index, Pielou’s evenness index, Simpson dominance index, Margalef species
richness index, and Sorensen Similarity index. Mann-Whitney Test was used to test the differences between
low human disturbance secondary forest and recreation area. The result showed that tourism activities bring
negative impact on the butterfly communities. The value of dominance index on the recreation area was
higher than on the low human disturbance secondary forest. The number of species, number of individuals,
number of families and the value of Shannon-Wiener diversity index, Margalef species richness index and
Pielou’s evenness index on the low human disturbance secondary forest were higher than on the recreation
area. Statistical analysis of Mann-Whitney Test showed that butterflies’ population on the recreation area
and on the low human disturbance secondary forest was statistically significant difference. Based on these
findings, it is important to reorganize the recreation area and butterfly conservation management, spread the
information about national wildlife protection law, enforce the law, increases the number of butterfly’s
breeder and increases the public awareness to maintain the sustainability of butterfly population.
Keywords : Butterfly diversity,human disturbance, national park’s recreation area, recreation impact,
wilderness management.

UDC/ODC 630*147.6
Purwantoro (Meru Betiri National Park), Kusrini, Mirza Dikari (Department of Forest Resources
Conservation and Ecotourism, Forestry Faculty IPB) and Masy’ud, Burhanuddin (Department of Forest
Resources Conservation and Ecotourism, Forestry Faculty IPB)
Captive Breeding Management of Four Species Turtle for Pet and Consumption in Indonesia
J. Pen. Htn & KA Vol. 12 No. 2, Desember 2016 p: 119-135.
Four species of turtles are bred in Indonesia comprising chinese softshell turtle (Pelodiscus sinensis
Wiegmann, 1835), common softshell turtle (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770), brazilian turtle (Trachemys
scripta elegans Wied-Neuwied, 1839) and Rote turtle (Chelodina mccordi Rhodin, 1994). Chinese and
common softshell turtles are usually for consumption, while brazilian and Rote turtles are for pet. This study
aims to identify the technical aspects of the management of captive bred turtles in Indonesia. The study
revealed that the technical aspects of the management of captive bred turtles includes : 1) procurement of
hatchlings, 2) adaptation and acclimatization, 3) housing, 4) feeding and water management, 5) diseases and
health care, 6) breeding/reproduction and egg hatching techniques, 7) maintenance, 8) harvesting and
utilization, and 9) other support. All aspects are mutually supportive and related one another, forming a major
factor and an important condition in ensuring business continuity and sustainability of production to achieve
company goals. In addition, the study showed that the captive breeding of four species of turtles has been
running well and fulfill the technical requirements. The turtles adapted to its environment, got adequate feed,
met habitat suitability, and maintained good health so that they can breed and reproduce with an increasing
population leading to an economically profitable business.
Keywords : Captive breeding, consumption, Indonesia, pet, turtles.
JOURNAL OF FOREST AND NATURE CONSERVATION RESEARCH
(Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam)
ISSN 0216-0439
Vol. 13 No. 2, December 2016
E-ISSN 2540-9689
Keywords are extracted from articles. Abstract may be reproduced without permission

UDC/ODC630*149.8
Prayogo, Hari (Forestry Faculty, University of Tanjungpura Pontianak), Thohari, Achmad Machmud
(Department of Forest Resources Conservation and Ecotourism, Forestry Faculty IPB), Solihin, Dedy
Duryadi (Department of Biology, FMIPA IPB), Prasetyo, Lilik Budi (Department of Forest Resources
Conservation and Ecotourism, Forestry Faculty) and Sugardjito, Jito (Faculty of Biology, National
University)
Pemodelan Kesesuaian Habitat Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus pygmaeus Linn, 1760) Di Koridor
Satwa Kapuas Hulu Kalimantan Barat
J. Pen. Htn & KA Vol. 12 No. 2, Desember 2016 p: 137-150.
Kapuas Hulu, as conservation districts, established regional wildlife corridor that connected Betung Kerihun
and Danau Sentarum National Park as a Strategic Area District which highlight aspects of the environment.
This wildlife corridor holds a prominent role in the movement of animals, especially orangutans of both
national parks. This research was conducted to identify the impact of land use policies on the distribution of
orangutans in the corridor. Although it has been designated as a wildlife corridor, many land conversion
disconnecting wildlife corridors such as road construction, large-scale plantations development, land clearing
for settlement, cultivation, and deforestation. However, the two national parks still offers a secure place for
orangutans. A remote sensing technology was used to map the distribution and habitat suitability for the
orangutan in the wildlife corridor. Seven parameters were observed to study the habitat of orangutans. The
results revealed that the habitat suitability level of wildlife corridor was 49.94%, 46.61% and 3.46% for high,
moderate and low level of suitability respectively. The results were supported by validation of 32.29% and
67.71% for moderate and high suitability respectively.
Keywords: Corridor, habitat, orangutan, suitability wildlife.
Analisis Berbagai Peran Para Pihak dalam Kemitraan.…(Sri Suharti)

ANALISIS BERBAGAI PERAN PARA PIHAK


DALAM KEMITRAAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA MANGROVE
(Analysis on The Different Roles of Stakeholder in Mangrove Resource Utilization
Partnership)*
Sri Suharti
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan
Jl. Gunung Batu No. 5 PO BOX 165 Tlp. (0251) 8633234, 7520067 Fax. (0251) 8638111
Bogor 16610, Jawa Barat, Indonesia
E-mail : suharti@yahoo.co.id
* Tanggal diterima : 18 Desember 2014; Tanggal Direvisi : 4 Agustus 2015; Tanggal disetujui : 5 Desember 2016

ABSTRACT

Sectoral and administrative conflict in mangrove management along with the basic demand of human needs
has lead to mangrove degradation and deforestation widely occurred in Indonesia. In order to increase its
benefits while preserving the remaining mangrove forest, it is urged to execute painstaking effort and
harmonious coordination among relevant stakeholders. This study aims to identify the role of stakeholders
involved in mangrove partnership, describe interest and power of each stakeholder and formulate an
alternative model of mangrove utilization partnership. The study was conducted in the northern coastal
region of Central Java. Data were collected through observation, multi-stakeholder discussions and
interviews with key informants and analyzed using qualitative descriptive analysis techniques. The results
showed that stakeholders involved in the mangrove utilization partnership have diverse interests and
influences. Primary stakeholders are Provincial and District Forestry Office, Department of the
Environment, Department of Marine and Fisheries and mangrove forest communities. While secondary
stakeholders consist of Universities/research institution, NGOs (local and Int'l), Private sector and village
government. Establishment of partnership model should be able to manage various interests and power of
stakeholders and utilize their existing potential power. Collaborative management model could be an
alternative to be implemented to gain equitable distribution of benefits and responsibilities.

Key words : Interest, power, social, economy, collaborative

ABSTRAK

Konflik antar instansi (sektoral) maupun antar wilayah (administratif) dalam pemanfaatan sumberdaya (SD)
mengrove mengakibatkan penyusutan areal dan kerusakan mangrove secara luas dan masif di Indonesia.
Untuk meningkatkan manfaat sekaligus melestarikan ekosistem mangrove yang masih tersisa perlu upaya
nyata serta koordinasi yang harmonis antar pihak yang terkait (pemerintah, perguruan tinggi/lembaga riset,
swasta, NGO dan masyarakat). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran para pihak dalam
kemitraan pemanfaatan mangrove, mendapatkan deskripsi tentang kepentingan dan pengaruh dari setiap
stakeholder serta merumuskan alternatif pola kemitraan pemanfaatan mangrove. Penelitian dilakukan di
wilayah pesisir utara Jawa Tengah. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, diskusi multi pihak dan
wawancara kepada sejumlah informan kunci. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa stakeholder yang terkait dalam kemitraan pemanfaatan mangrove memiliki kepentingan
dan pengaruh yang beragam. Stakeholder primer adalah Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas Perkebunan dan
Kehutanan Kabupaten, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kelautan dan Perikanan dan masyarakat sekitar
hutan mangrove. Stakeholder sekunder terdiri dari perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat
(internasional dan lokal), swasta dan pemerintah desa. Inisiator kegiatan harus mampu mengelola
kepentingan dan pengaruh stakeholder yang beragam serta memanfaatkan potensinya. Pengelolaan
kolaborasi dapat menjadi model alternatif untuk diterapkan, sehingga terjadi distribusi manfaat dan tanggung
jawab secara adil kepada semua stakeholder.

Kata kunci : Ekonomi, kepentingan, kolaborasi, pengaruh, sosial

73
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 73-84

I. PENDAHULUAN menahan abrasi air laut dan menghadang


intrusi air laut ke daratan. Fungsi bio-
Indonesia sebagai negara kepulauan
logisnya ialah sebagai tempat berlindung,
yang memiliki lebih dari 13.466 pulau
bertelur dan berkembang biak berbagai
besar dan kecil, memiliki panjang garis
jenis ikan (nursery ground).
pantai sekitar 99.093 km dan merupakan
Secara ekonomi hutan mangrove
negara dengan garis pantai terpanjang
menghasilkan kayu yang nilai kalornya
keempat di dunia setelah Amerika
tinggi, sehingga sangat sesuai untuk ba-
Serikat, Kanada dan Rusia (Agung,
han baku arang. Fungsi lain adalah fungsi
2013). Sebagian daerah pantai tersebut
ekologis (lingkungan) yaitu sebagai pene-
ditumbuhi vegetasi mangrove dengan
tralisir limbah kimia beracun dan berba-
lebar beberapa meter sampai beberapa
haya serta menyerap gas rumah kaca CO2
kilometer, sehingga menempatkan Indo-
dan penghasil O2 (Giesen et al., 2007;
nesia sebagai pemilik hutan mangrove
Walters et al., 2008; Kusmana 2010).
terluas di dunia (Giesen et al., 2007).
Sebagian besar kerusakan hutan
Namun, saat ini kondisinya sangat mem-
mangrove terutama disebabkan oleh
prihatinkan karena sebagian besar meng-
konversi hutan mangrove menjadi tambak
alami kerusakan yang sangat parah dan
dan peruntukan lain secara besar-besaran
kurang mendapat perhatian dari para
seperti yang terjadi di provinsi Sumatera
pengambil kebijakan (Giesen et al.,
Utara, Lampung, Kalimantan Timur,
2007).
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur
Persoalan deforestasi dan degradasi
dan Sulawesi Selatan. Upaya mereha-
sumberdaya mangrove yang terus terjadi
bilitasi daerah pesisir pantai dengan
di berbagai wilayah di Indonesia muncul
penanaman jenis mangrove sebenarnya
karena minimnya pemahaman akan arti
sudah dimulai sejak tahun 1990 an, tetapi
penting keberadaannya sebagai penun-
hasilnya kurang memuaskan. Penanaman
jang kehidupan. Desakan dari berbagai
mangrove oleh Departemen Kehutanan
bidang pembangunan (sandang, pangan,
sejak tahun 1995 hingga 2003 hanya
papan) mendorong eksploitasi sumber-
terealisasi seluas 7.890 ha. Sementara
daya mangrove secara luas, masif dan
pada tahun 2003 hingga 2007 keber-
terus menerus, sehingga dari total areal
hasilan penanaman mangove hanya
7,8 juta ha hutan mangrove Indonesia,
mencapai luasan 70.185 ha (Departemen
hanya sekitar 30,7% dalam kondisi baik,
Kehutanan, 2008).
27,4% rusak dan 41,9% rusak parah
Kurang berhasilnya upaya rehabi-
(Departemen Kehutanan, 2008). Berbagai
litasi areal mangrove ini antara lain
upaya perbaikan yang telah dilakukan
disebabkan minimnya koordinasi antar
oleh pemerintah, baik yang bersifat
institusi yang terlibat dalam kegiatan
preventif (konservasi) maupun kuratif
rehabilitasi (Nakagaki, 2011), kurangnya
(rehabilitasi) belum mampu mengem-
kesadaran akan arti penting hutan mang-
balikan atau paling tidak mempertahan-
rove (Baderan, 2013) serta kurangnya
kan luas areal hutan mangrove yang
pelibatan masyarakat dalam upaya
masih tersisa.
rehabilitasi mangrove (Brown, 2007).
Sebagai sebuah komunitas yang
Pada beberapa kasus bahkan dilaporkan
membentuk ekosistem perairan, hutan
adanya kecenderungan gangguan terha-
mangrove mempunyai multi fungsi yang
dap tanaman karena perbedaan kepen-
tidak bisa tergantikan oleh ekosistem lain.
tingan. Oleh karena itu sudah saatnya
Secara fisik berfungsi sebagai penstabil
semua stakeholder yang terkait upaya
lahan (land stabilizer) yang berperan
pengelolaan hutan mangrove secara
dalam mengakumulasi substrat lumpur
lestari (pemerintah baik pusat maupun
oleh perakaran bakau, sehingga seringkali
daerah, pengusaha, swasta, masyarakat,
memunculkan tanah timbul, mampu

74
Analisis Berbagai Peran Para Pihak dalam Kemitraan.…(Sri Suharti)

dll) bersama-sama terlibat secara aktif sing-masing stakeholder dan selanjutnya


dalam pelaksanaannya. dikembangkan pola-pola usaha tani mau-
Pengelolaan sumberdaya pesisir dan pun non usaha tani berbasis mangrove
lautan, termasuk sumberdaya (SD) mang- yang berpotensi untuk dikembangkan
rove adalah suatu pendekatan pengelola- yang dapat mengakomodasikan kepen-
an wilayah pesisir yang melibatkan dua tingan baik ekologi maupun sosial eko-
atau lebih ekosistem, sehingga pelaksana- nomi.
annya lebih kompleks karena melibatkan Penelitian ini bertujuan untuk : 1)
banyak institusi. Selain itu, pengelolaan mengidentifikasi para pihak terkait
adalah suatu proses dinamis dan kontinyu (stakeholder) dalam pemanfaatan SD
dalam membuat keputusan untuk peman- mangrove; 2) mendapatkan deskripsi
faatan, pembangunan dan perlindungan tentang kepentingan (interest) dan
kawasan pesisir dan lautan beserta sum- pengaruh (power) setiap stakeholder
berdaya alamnya secara berkelan-jutan. dalam kemitraan pemanfaatan SD mang-
Pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa- rove; 3) merumuskan alternatif pola
jasa lingkungan yang terdapat di dalam pemanfaatan SD mangrove dengan model
kawasan pesisir dan lautan untuk kemitraan melalui pemetaan pengaruh
kesejahteraan manusia diupayakan sede- dan kepentingan stakeholder yang terlibat
mikian rupa, sehingga laju (tingkat) serta menjelaskan peran stakeholder
pemanfaatannya tidak melebihi daya dalam kemitraan dimaksud. Hasil pene-
dukungnya (carrying capacity). Selain litian diharapkan bermanfaatan sebagai
tidak melebihi daya dukungnya, peman- bahan pertimbangan dalam merumuskan
faatan sumberdaya alam dan jasa-jasa model kemitraan pemanfaatan SD mang-
lingkungan harus dilaksanakan secara rove.
terpadu. Konteks keterpaduan (integra-
tion) mengandung tiga dimensi yakni II. BAHAN DAN METODE PENE-
dimensi sektoral, dimensi bidang ilmu LITIAN
dan dimensi keterkaitan ekologis (Dahuri,
2004). Hal ini selaras dengan pendapat A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Darusman (2012) yang menyatakan bah- Penelitian ini dilaksanakan pada
wa pembangunan kehutanan yang sesuai kawasan pesisir pantai utara di Jawa
bagi kepentingan ekonomi, lingkungan Tengah selama tujuh bulan, mulai bulan
serta kedaulatan bangsa hendaknya ber- Juni sampai Desember 2013.
sifat majemuk serta berbasiskan partisi-
pasi masyarakat, baik secara perorangan B. Bahan dan Alat Penelitian
maupun kelompok.
Mengingat kompleksitas tipologi Bahan dan alat penelitian utama yang
sumberdaya pesisir (mangrove), maka digunakan dalam penelitian ini adalah
koordinasi yang sinergis antar stake- daftar pertanyaan, bahan diskusi dalam
holder terkait menjadi sangat penting. Focused Group Discussion (FGD) untuk
Salah satu upaya yang dapat dilakukan berbagai kelompok dan elemen masya-
adalah melalui pengembangan model- rakat yang terlibat dalam upaya peman-
model kemitraan pemanfaatan ekosistem faatan ekosistem dan jenis-jenis tumbuh-
dan jenis-jenis tumbuhan mangrove an mangrove. Peralatan yang digunakan
antara para pihak yang terkait dengan di lapangan antara lain : kamera, GPS,
pengelolaan dan pemanfaatan mangrove alat perekam dan alat tulis.
baik secara langsung maupun tidak
langsung. Melalui model-model kemitra- C. Pengumpulan Data
an ini diharapkan dapat diidentifikasi Pengumpulan data dilakukan melalui
peran, fungsi dan tanggung jawab ma- kegiatan observasi dan wawancara

75
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 73-84

(interview) terhadap sejumlah informan traan dan 5. manfaat kemitraan peman-


kunci. Kegiatan observasi dimaksudkan faatan SD mangrove bagi para pihak
untuk mendapatkan gambaran mengenai terkait (material, non material). Pengaruh
para pihak terkait (stakeholder) dalam dan kepentingan para pihak yang terlibat
pemanfaatan SD mangrove. Kegiatan dalam pengembangan kemitraan peman-
wawancara dimaksudkan untuk menda- faatan sumberdaya mangrove dianalisis
patkan penjelasan mengenai kepentingan menggunakan analisis stakeholder (Reed
(interest) dan pengaruh (power) setiap et al., 2009).
stakeholder serta peran stakeholder
dalam mengakomodir kepentingan ma-
syarakat dalam pemanfaatan SD mang- III. HASIL DAN PEMBAHASAN
rove. Pemilihan informan kunci dilaku- A. Stakeholder dalam Pengembangan
kan secara purposive berdasarkan kepa- Kemitraan Pemanfaatan Sumber-
karan dan pengetahuan yang dimiliki. daya Mangrove
Informan kunci dalam penelitian ini
Stakeholder adalah orang-orang atau
berasal dari tokoh-tokoh masyarakat,
kelompok-kelompok atau lembaga-lem-
aparat pemerintahan tingkat desa dan
baga yang kemungkinan besar terkena
kecamatan, dinas kehutanan provinsi,
pengaruh dari pelaksanaan suatu kegiat-
dinas perkebunan dan kehutanan kabupa-
an/program/proyek baik positif maupun
ten, dinas kelautan dan perikanan kabupa-
negatif atau sebaliknya yang mungkin
ten, dinas lingkungan hidup kabupaten,
memberikan pengaruh terhadap hasil atau
Universitas Negeri Semarang (UNNES),
keluaran program/proyek (Reed et al.,
Universitas Diponegoro (UNDIP), Wet-
2009).
land Internasional, KeSEMaT dan pihak
Stakeholder yang terkait dengan
swasta yang saat ini terlibat dalam
pengembangan kemitraan pemanfaaatan
kemitraan pemanfaatan SD mangrove.
SD mangrove ini perlu diidentifikasi agar
dapat diketahui a) minat, kepentingan dan
D. Analisis Data
pengaruh para stakeholder terhadap
Data yang dikumpulkan dianalisis kegiatan/program/proyek yang sedang
secara deskriptif kualitatif. Analisis berjalan; b) kelembagaan-kelembagaan
deskriptif kualitatif digunakan untuk lokal berikut proses-proses untuk pe-
menjelaskan stakeholder yang terlibat ngembangan kapasitasnya dan c) fondasi
dalam kemitraan pemanfaatan SD mang- dan strategi partisipasi masyarakat yang
rove, kepentingan (interest) dan pengaruh perlu disiapkan.
(power) masing-masing stakeholder dan Hasil observasi dan wawancara
menjelaskan peran stakeholder dalam dengan sejumlah informan kunci diketa-
pengembangan kemitraan pemanfaatan hui bahwa stakeholder dalam pengem-
SD mangrove. Pemetaan stakeholder bangan kemitraan pemanfaatan ekosistem
yang didasarkan pada kepentingan dan dan jenis-jenis tumbuhan mangrove di
pengaruh dilakukan melalui teknik wilayah pesisir utara Provinsi Jawa
skoring dengan menggunakan skala Tengah terdiri dari 1) dinas kehutanan
Likert. Skoring dilakukan dengan meng- provinsi; 2) dinas perkebunan dan
gunakan lima parameter, yaitu 1. Kewe- kehutanan kabupaten; 3) dinas kelautan
nangan parapihak (hubungan dengan dan perikanan kabupaten; 4) dinas
stakeholder lain); 2. kapasitas sumber- lingkungan hidup kabupaten; 5) UNNES
daya yang dimiliki (SDM, anggaran, dan UNDIP; 6) Wetland Internasional; 7)
manajemen); 3. tingkat partisipasi para Yayasan KeseMaT; 8) Pertamina dan
pihak Planning Organizing Actuiting PLN; 9) kelompok tani yang memanfaat-
Controlling (POAC); 4. kesesuaian kan ekosistem dan jenis-jenis tumbuhan
tupoksi para pihak dengan tujuan kemi- mangrove; 10) pemerintah desa dan 11)

76
Analisis Berbagai Peran Para Pihak dalam Kemitraan.…(Sri Suharti)

Badan Pelaksana Penyuluhan dan Keta- 1. Kewenangan dan statusnya (politik,


hanan Pangan (BP2KP). sosial dan ekonomi);
Stakeholder yang terkait dengan 2. Derajat/tingkat lembaga/organisasi-
pemanfaatan SD mangrove cukup ba- nya;
nyak, namun minat, fokus serta tujuan 3. Penguasaan terhadap sumber-sumber
keterlibatan masing-masing stakeholder daya yang strategis;
dalam pemanfaatan SD mangrove sangat 4. Pengaruh-pengaruh informal (seperti
beragam. Stakeholder tersebut di atas hubungan-hubungan personal);
dikelompokkan menjadi stakeholder pri- 5. Relasi kewenangan dengan stake-
mer dan stakeholder sekunder. Menu-rut holder lainnya;
Townsley (1998), stakeholder primer 6. Arti penting terhadap keberhasilan
adalah pihak yang memiliki kepentingan program/proyek.
langsung dengan pengembangan kemitra- Dua hal penting yang dicermati dari
an pemanfaatan SD mangrove baik masing-masing stakeholder adalah me-
sebagai mata pencaharian atau pihak nyangkut aspek pengaruh (power/influ-
yang terlibat langsung dalam pelestarian ence) dan aspek arti penting (interest/
SD mangrove. Stakeholder sekunder importance) suatu program/kegiatan ter-
adalah pihak yang memiliki minat/ hadap stakeholder.
kepentingan secara tidak langsung atau - Pengaruh (influence/power) lebih me-
pihak yang tergantung pada sebagian nunjukkan tingkat kewenangan yang
manfaat atau produk yang dihasilkan dari dimiliki stakeholder terhadap jalannya
kemitraan pemanfaatan SD mangrove. program/proyek. Hal ini dapat diuji
Berdasarkan definisi yang dikemukakan melalui cara-cara pengendalian dan
Townsley (1998) tersebut, maka yang penguasaan mereka terhadap proses-
termasuk stakeholder primer dalam
proses pengambilan keputusan baik
pengembangan kemitraan pemanfaatan
secara langsung maupun melalui pe-
SD mangrove adalah dinas kehutanan
provinsi; dinas perkebunan dan kehu- nguasaan terhadap jalannya program/
tanan kabupaten; dinas lingkungan hidup proyek atau sebaliknya melalui perin-
kabupaten; dinas kelautan dan perikanan tangan terhadap jalannya program/
kabupaten dan kelompok tani yang proyek. Penguasaan ini bisa berasal
memanfaatkan ekosistem dan jenis-jenis dari status atau kewenangan yang
tumbuhan mangrove. Stakeholder sekun- memang dimiliki atau pun melalui
der adalah UNNES dan UNDIP; Wetland hubungan informal dengan pemimpin-
Internasional dan Yayasan KeseMaT; pemimpin formal yang dia miliki
Pertamina dan PLN, BP2KP dan selama ini.
pemerintah desa/kecamatan. - Kepentingan (interest/importance) ber-
kaitan dengan tingkatan dimana pen-
B. Pemetaan Peran dan Kepentingan
capaian tujuan program/proyek sangat
Stakeholder dalam Pengembangan
Kemitraan Pemanfaatan SD Mang- tergantung pada keterlibatan aktif yang
rove diberikan oleh stakeholder bersang-
kutan. Stakeholder yang berkepenting-
Terhadap masing-masing stakeholder an terhadap program/proyek pada
primer dan sekunder yang terkait dalam
umumnya adalah yang kebutuhan-
pengembangan kemitraan pemanfaatan
kebutuhannya bersesuaian dengan tuju-
SD mangrove sebagaimana diuraikan
pada Bab III A di atas, selanjutnya an program/proyek. Beberapa kelom-
dilakukan assessment yang meliputi pok stakeholder mungkin sangat ber-
beberapa aspek, yaitu : kepentingan (importance) terhadap
satu program/proyek (seperti : kelom-

77
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 73-84

pok perempuan pedesaan pada pro- bangan kemitraan pemanfaatan SD


gram pengembangan makanan ber- mangrove. Pengaruh ini antara lain
bahan mangrove), namun boleh jadi disebabkan kewenangan dan kemampuan
pengaruhnya (influence) sangat ter- (SDM, dana, kapasitas managerial) yang
batas terhadap program/proyek terse- ada pada institusi tersebut (dinas
but. Kelompok stakeholder ini mem- kehutanan provinsi dan dinas kehutanan
butuhkan upaya-upaya khusus untuk kabupaten). Kewenangan ini memungkin-
lebih meningkatkan partisipasi mereka kan kedua institusi tersebut unuk
serta lebih meyakinkan mereka bahwa menginisiasi dan sekaligus memegang
kebutuhan-kebutuhan mereka sungguh- kendali pengembangan kemitraan. Hal ini
sungguh sejalan dengan program/ sesuai dengan yang disampaikan Marfo
proyek. Baik pengaruh (influence) (2006), bahwa kewenangan dan kapasitas
maupun kepentingan (importance) dari suatu institusi akan memberi peluang
berbagai stakeholder ini bisa diranking lebih untuk menginisiasi suatu kegiatan
dengan skala sederhana dan dipetakan atau mengontrol berjalannya suatu
satu sama lainnya, sebagai langkah kegiatan. Sebaliknya ada pula institusi
awal untuk menentukan strategi yang yang mempunyai power dan kepentingan
cocok bagi pelibatan mereka. Assess- yang rendah, yaitu BP2KP. Lembaga ini
ment terhadap kedua variabel utama ini kepentingannya adalah memberikan pen-
bisa dilakukan di tahap-tahap awal dampingan/penyuluhan kepada petani,
berdasarkan pengetahuan/informasi namun aspek/materi penyuluhan yang
yang dimiliki oleh pihak-pihak yang diberikan selalu disesuaikan dengan visi
sangat mengenal “kepedulian” para dan misi pemilik program/kegiatan. Jika
stakeholder tersebut terhadap program/ program berubah arah, maka otomatis
proyek. Namun demikian, Assessment pendampingan dan penyuluhan juga
yang lebih mendalam dilakukan menyesuaikan dengan perubahan ter-
melalui wawancara secara langsung sebut, sehingga sebetulnya perannya
dengan para stakeholder. cukup pasif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
stakeholder dalam kemitraan pemanfaat- C. Analisis Stakeholder Kemitraan
an SD mangrove memiliki kepentingan Pemanfaatan SD Mangrove
(interest) dan pengaruh (power) yang Analisis stakeholder dilakukan
beragam, ada yang bersifat positif dan dengan penafsiran matriks kepentingan
ada pula yang bersifat negatif sebagai- dan pengaruh stakeholder terhadap upaya
mana disajikan dalam Tabel 1. kemitraan dengan menggunakan stake-
Kepentingan (interest) dan pengaruh holder grid dengan bantuan Microsoft
(power) dari setiap stakeholder perlu excel. Hasil analisis stakeholder dikate-
dipetakan dengan jelas untuk membantu gorikan menurut tingkat kepentingan dan
menentukan strategi pelibatan stake- pengaruh yang diilustrasikan pada
holder tersebut dalam pencapaian tujuan Gambar 1. Hasil skoring terhadap tingkat
yang dalam hal ini adalah kemitraan kepentingan dan pengaruh masing-
pemanfaatan SD mangrove (Reed et al., masing stakeholder dikelompokkan me-
2009). nurut jenis indikatornya dan kemudian
Pada Tabel 1 terlihat bahwa beberapa disandingkan, sehingga membentuk koor-
stakeholder memiliki pengaruh yang dinat.
lebih dibanding yang lain dalam pengem-

78
Analisis Berbagai Peran Para Pihak dalam Kemitraan.…(Sri Suharti)

Tabel (Table) 1. Deskripsi kepentingan dan pengaruh dari masing-masing stakeholder terhadap kemitraan
pemanfaatan SD mangrove (Description of interest and power of each stakeholder on
mangrove resource utilization partnership)

No Stakeholder Kepentingan (Interest) Pengaruh (Power)


1 Dinas kehutanan provinsi (Pro- Kelestarian pemanfaatan SD +++
vincial forestry office) mangrove (Sustainable use of
mangrove resources)
2 Dinas perkebunan dan kehu- Kelestarian pemanfaatan SD +++
tanan kabupaten (Regional mangrove (Sustainable use of
estate and forestry office) mangrove resources)
3 Dinas lingkungan hidup (Pro- Kelestarian pemanfaatan SD ++/-
incial environmental office) mangrove (Sustainable use of
mangrove resources)
4 Dinas kelautan dan perikanan Peningkatan produksi perikanan ++/-
kabupaten (Regional marine (Increase in fishery production)
and fisheries office)
5 Masyarakat/petani mangrove Pemanfaatan SD mangrove untuk ++/---
(Community/mangrove farmers) meningkatkan pendapatan
keluarga (Mangrove utilization to
increase household’s income)
6 Perguruan tinggi (University) Kelestarian SD mangrove, pe- ++
(UNNES dan UNDIP) ngembangan ilmu, dan kesejah-
teraan masyarakat (Sustainability
of mangrove resources, science
development and community
welfare)
7 LSM (NGO) (KeSEMaT); Wet- Peningkatan kapasitas masya- ++
land Int’l rakat dalam pemanfaatan SD
mangrove (advokasi) (Com-
munity’s capacity building in
mangrove resource utilization)
(advocacy)
8 Swasta (Private enterprise) Partisipasi dalam peningkatan ++
(Pertamina & PLN) kesejahteraan masyarakat melalui
penyaluran dana CSR (Participa-
tion in community welfare
improvement through provision
of CSR Funding)
9 Pemerintahan desa (Local Peningkatan kesejahteraan ma- ++
government) syarakat di wilayah setempat
(Improvement of community
welfare on the site)
10 Badan Pelaksana Penyuluhan Peningkatan kapasitas petani +
dan Ketahanan Pangan (Imple- dalam pemanfaatan SD mangrove
menting Agency for Extension (Farmer’s Capacity building in
and Food Security) (BP2KP) mangrove resource utilization)
Keterangan (Remark) : +++ / --- = Tinggi (High), ++ / -- = Sedang (Medium), + / - = Rendah (Low)

Posisi kuadaran dapat menggambar- (kepentingan dan pengaruh tinggi; (3)


kan kepentingan dan pengaruh yang context setters (kepentingan rendah tetapi
dimainkan oleh masing-masing stake- pengaruh tinggi) dan (4) crowd (kepen-
holder terkait dengan pengembangan tingan dan pengaruh rendah).
kemitraan pemanfaatan SD mangrove Berdasarkan hasil penempatan stake-
yaitu : (1) subjects (kepentingan tinggi holder pada tabel di atas dapat dijelaskan
tetapi pengaruh rendah); (2) key players sebagai berikut :

79
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 73-84

Gambar (Figure) 1. Matriks pengaruh dan kepentingan dalam analisis stakeholders


(Matrix of power and interest in stakeholder analysis) (Reed et al., 2009)

Stakeholder dengan tingkat kepen- diklasifikasikan sebagai key players


tingan (interest) yang tinggi tetapi dalam penelitian ini adalah dinas
memiliki pengaruh (power) yang rendah kehutanan provinsi dan dinas perkebunan
diklasifikasikan sebagai subjects (kua- dan kehutanan kabupaten. Stakeholder ini
dran I). Subjects bisa diartikan sebagai memiliki kepentingan dan kewenangan
organisasi yang peduli terhadap kegiatan yang besar, disebabkan faktor-faktor : (1)
pengembangan kemitraan yang mem- memiliki sumberdaya manusia yang
punyai kesungguhan lebih baik walaupun berkepentingan dengan SD mangrove, (2)
tidak mempunyai kewenangan untuk mempunyai mobilitas yang tinggi dan (3)
mempengaruhi atau membuat peraturan- dapat menginisiasi kemitraan. Dinas
peraturan. Stakeholder pada kuadran ini kehutanan propinsi dan kabupaten mem-
memiliki kapasitas yang rendah dalam punyai kemampuan untuk memobilisasi
pencapaian tujuan, akan tetapi dapat sumberdaya dan dapat menjadi leader
menjadi berpengaruh dengan membentuk dalam pengembangan kemitraan. Stake-
aliansi dengan stakeholder lainnya (Reed holder ini harus lebih aktif dilibatkan
et al., 2009). Oleh karena itu hubungan secara penuh termasuk dalam meng-
dengan stakeholder subjects harus tetap evaluasi strategi baru (Reed et al., 2009;
dijaga dengan baik (Thompson, 2011) Thompson, 2011).
dan diharapkan dapat berkontribusi sesuai Stakeholder dengan tingkat kepen-
kepentingan/manfaat yang diperoleh. tingan (interest) yang rendah tetapi
Stakeholder yang diklasifikasikan sebagai memiliki pengaruh (power) yang tinggi
subjects dalam penelitian ini adalah diklasisfikasikan sebagai context setters
perguruan tinggi; lembaga riset; dinas (kuadran III). Stakeholder ini dapat
kelautan dan perikanan; dinas lingkungan mendatangkan risiko, sehingga keberada-
hidup; masyarakat lokal dan pemerin- anya perlu dipantau dan dikelola dengan
tahan desa. baik (Reed et al., 2009). Stakeholder ini
Stakeholder dengan tingkat kepen- relatif pasif, akan tetapi dapat berubah
tingan (interest) dan pengaruh (power) menjadi key players karena suatu
yang tinggi diklasifikasikan sebagai key peristiwa. Hubungan baik dengan stake-
players (kuadran II). Key players bisa holder ini harus dibina. Untuk itu segala
diartikan sebagai pemain utama dalam informasi yang dibutuhkan harus tetap
pengembangan kemitraan. Instansi/lem- diberikan, sehingga mereka dapat terus
baga ini mempunyai kewenangan yang berperan aktif dalam pencapaian tujuan
besar untuk melakukan sesuatu atau (Thompson, 2011). Stakeholder yang
membuat aturan. Stakeholder yang diklasifikasikan sebagai context setter

80
Analisis Berbagai Peran Para Pihak dalam Kemitraan.…(Sri Suharti)

dalam penelitian ini adalah NGO Int’l D. Pengembangan Kemitraan Peman-


dan lokal serta perusahaan swasta (di faatan Ekosistem dan Jenis-Jenis
lokasi penelitian yaitu Pertamina dan Tumbuhan Mangrove Dengan Me-
PLN). tode Kolaboratif
Stakeholder dengan tingkat kepen- Setiap stakeholder memiliki kepen-
tingan (interest) rendah dan pengaruh tingan, kebutuhan dan sudut pandang
(power) yang juga rendah diklasisfikasi- yang berbeda dan harus dapat dikelola
kan sebagai crowd (kuadran IV). Dengan dengan baik, sehingga tujuan yang ingin
kata lain Crowd adalah mereka (Instansi/ dicapai dapat terwujud (Friedman and
lembaga/masyarakat) yang mempunyai Miles, 2006). Untuk itu diperlukan suatu
minat kecil dan kewenangan yang kecil. model pengelolaan yang dapat meng-
Pelibatan stakeholder ini lebih jauh akomodir semua kepentingan stake-
umumnya kurang dipertimbangkan holder dengan memperhatikan potensi
karena kepentingan dan pengaruh yang dan peran yang dapat dilakukan dalam
dimiliki biasanya berubah seiring ber- pengembangan kemitraan pemanfaatan
jalannya waktu (Reed et al., 2009). SD mangrove. Pengelolaan kolaborasi
Namun stakeholder ini harus tetap atau yang lazim dikenal dengan istilah
dimonitor dan dijalin komunikasi dengan co-management atau collaborative mana-
baik (Thompson, 2011). Stakeholder gement menjadi salah satu alternatif
yang diklasifikasikan sebagai crowd dalam mengakomodasi kepentingan,
dalam penelitian ini adalah BP2KP potensi dan peran stakeholder (Borrini-
kabupaten. Feyerabend et al., 2000; Awang et al.,
2005) dalam kemitraan pemanfaatan SD
Hasil pemetaan stakeholder yang
mangrove.
didasarkan skoring kepentingan (interest)
Beberapa prinsip dan nilai-nilai
dan pengaruh (power) dari setiap stake- utama dalam pengelolaan kolaborasi
holder dalam kemitraan pemanfaatan SD antara lain (Awang et al., 2005) :
mangrove disajikan dalam Gambar 2. a. Mengakui adanya perbedaan nilai-
nilai, kepentingan dan kepedulian
dalam kemitraan pemanfaatan SD
mangrove;

Gambar (Figure) 2. Hasil analisis stakeholder dalam kemitraan pemanfaatan SD mangrove


(Result of stakeholder analysis in mangrove resource utilization partnership)

81
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 73-84

b. Terbuka terhadap kemungkinan kesadaran terhadap karakteristik perserta


hadirnya berbagai model kemitraan (stakeholder) yang memiliki beragam
pemanfaatan SD mangrove selain kepentingan dan terdapat hubungan
yang sudah dikenal dan ditetapkan saling ketergantungan diantara kepen-
dalam peraturan formal; tingan yang beragam tersebut (Innes and
c. Keterbukaan dan pemerataan dalam Booher, 2003). Dalam dialog autentik
kemitraan pemanfaatan SD mangrove; akan terjadi beberapa proses berikut
d. Peluang masyarakat sipil memainkan (Innes and Booher, 2003) :
peranan yang lebih besar dan ber- 1) Pertukaran timbal balik (reciprocity)
tanggung jawab; yaitu terjadinya kesepakatan yang adil
e. Menghormati suatu proses sebagai hal antar peserta, sehingga apa yang
yang penting dibandingkan orientasi diperoleh seimbang dengan apa yang
hasil-hasil dalam waktu singkat; dikontribusikan;
f. Belajar dan bekerja melalui revisi 2) Hubungan yang baik (relationship)
kegiatan yang sedang berjalan dan yaitu bentuk hubungan baru antar
meningkatkannya. stakeholder yang menjadi modal
Marshall (1995) menyebutkan tujuh sosial bagi keberlanjutan kerjasama
nilai dalam berkolaborasi, yaitu (1) dalam mencapai tujuan bersama;
menghormati orang lain, (2) memiliki 3) Pembelajaran (learning) yaitu suatu
integritas, (3) kejelasan hak dan aturan proses dimana semua stakeholder
main, (4) adanya kesepakatan/konsensus, berpartisipasi aktif dalam pengam-
(5) hubungan yang saling mempercayai, bilan keputusan bersama untuk
(6) tanggung jawab dan keterbukaan dan memecahkan suatu masalah;
(7) pengakuan dan pertumbuhan. 4) Kreativitas (creativity) yang muncul
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dari hasil diskusi antar stakeholder
sehingga kolaborasi dapat berjalan untuk memecahkan suatu masalah.
dengan baik (Jusuf et al., 2010) : Dalam dialog autentik ini diharap-
1) Kerjasama yang saling menguntung- kan akan dihasilkan empat perubahan
kan, saling memperkuat dan saling mendasar yaitu: 1) penggabungan
memerlukan; identitas individu menjadi identitas
2) Menciptakan ruang kolaborasi bagi bersama sebagai pemangku kepentingan
masyarakat; (shared identities); 2) perubahan makna
3) Bersifat adaptif terhadap perubahan, bersama (share meanings), yaitu sebuah
sehingga perlu ada ruang untuk makna baru terhadap sesuatu masalah
negosiasi ulang dalam mengatasi yang lebih mudah untuk dipahami oleh
perubahan yang terjadi. pemangku kepentingan secara bersama;
Dalam pengelolaan kolaboratif, kebi- 3) kesadaran untuk bersedia lebih
jakan atau pun keputusan yang diambil mendengarkan orang lain, memperlaku-
didasarkan pada hasil kesepakatan antar kan orang lain secara hormat dan lebih
stakeholder yang terlibat. Salah satu mencari kesamaan daripada perbedaan
strategi yang dilakukan adalah mengem- kepentingan (new heuristics) dan 4)
bangkan model kebijakan deliberatif. munculnya inovasi-inovasi baru
Pendekatan yang dilakukan dalam model (genuine innovation), yaitu kreativitas
ini merumuskan suatu aksi/kebijakan yang dapat diwujudkan dalam praktek
yang disepakati bersama (Hardiman, dan institusi baru (Innes and Booher,
2009). Kesepakatan untuk mencapai 2003). Dengan model kolaboratif ini,
kebijakan deliberatif ini dilakukan kemitraan yang terjalin antar stake-
melalui serangkaian dialog yang disebut holder dalam pemanfaatan SD mang-
dialog autentik (authentic dialogue), rove diharapkan dapat mewujudkan
yaitu dialog yang didasarkan pada pemerataan distribusi manfaat dan

82
Analisis Berbagai Peran Para Pihak dalam Kemitraan.…(Sri Suharti)

tanggung jawab secara adil kepada pemerataan distribusi manfaat dan


semua stakeholder. tanggung jawab secara adil kepada semua
stakeholder.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN B. Saran


Proses pengambilan keputusan yang
A. Kesimpulan akan berdampak kepada kepentingan
Pengembangan kemitraan peman- stakeholder sedapat mungkin mengikuti
faatan ekosistem dan jenis-jenis tumbuh- model kebijakan deliberative, sehingga
an mangrove bertujuan untuk menjaga keputusan yang diambil memiliki
kelestarian sumberdaya mangrove dan legitimasi dan dapat diterima oleh setiap
sekaligus meningkatkan kesejahteraan stakeholder dalam kemitraan pemanfaat-
masyarakat. an SD mangrove.
Stakeholder primer dalam pengem- Pihak yang akan menginisiasi kemi-
bangan kemitraan pemanfaatan ekosis- traan pemanfaatan SD mangrove harus
tem dan jenis-jenis tumbuhan mangrove dapat mengelola berbagai kepentingan
adalah dinas kehutanan provinsi, dinas (interest) dan pengaruh (power) stake-
kehutanan kabupaten, dinas kelautan dan holder yang beragam dan memanfaatkan
perikanan, dinas lingkungan hidup dan potensi yang terdapat pada setiap
masyarakat sekitar hutan mangrove. stakeholder dalam mencapai tujuan
Stakeholder sekunder terdiri dari per- kemitraan.
guruan tinggi; lembaga swadaya masya-
rakat Internasional dan lokal; Pertamina, Ucapan Terima Kasih
PLN dan pemerintah desa/kecamatan. Penulis menyampaikan terima kasih
Keberadaan stakeholder tersebut dapat yang sebesar-besarnya kepada Kemen-
memberikan pengaruh, baik positif mau- terian Kehutanan atas dukungan dana
pun negatif terhadap upaya pengembang- yang diberikan untuk pelaksanaan
an kemitraan. kegiatan penelitian ini.
Stakeholder yang memiliki pengaruh
dan kepentingan tinggi (key players)
adalah dinas kehutanan provinsi dan
DAFTAR PUSTAKA
dinas perkebunan dan kehutanan kabu-
paten. Stakeholder yang memiliki kepen- Agung, T. M., (2013). Informasi Geospasial (IG)
yang terintegrasi untuk Indonesia yang
tingan tinggi namun tidak memiliki lebih
power untuk mempengaruhi jalannya baik.http://www.bakosurtanal.go.id/berita-
suatu program/proyek (subjects) adalah surta/show/ig-yang-terintegrasi-untuk-
perguruan tinggi atau lembaga riset, indonesia-yang-lebih-baik. Diakses 7
dinas kelautan dan perikanan, dinas Februari 2014.
Awang, S.A, Kasim, A, Tular B dan Salam, N
lingkungan hidup, masyarakat lokal dan (2005). Menuju pengelolaan kolaborasi
pemerintahan desa. Stakeholder yang taman nasional. Kasus Taman Nasional
memiliki power untuk mengintervensi Rawa Aopa Watumohai. CARE
namun kurang berkepentingan dengan International Indonesia Southeast
jalannya suatu proyek/program (context Sulawesi. Kendari.
Baderan DWK. (2013). Model valuasi ekonomi
setter) adalah NGO Internasional dan sebagai dasar untuk rehabilitasi kerusakan
lokal serta Pertamina dan PLN). hutan mangrove di wilayah pesisir
Model pengelolaan kolaborasi Kecamatan Kwandang, Kabupaten
dapat menjadi alternatif untuk diterap- Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo.
kan dalam mengembangkan kemitraan [ringkasan disertasi]. Yogyakarta (ID) :
Program Studi Geografi, Universitas
pemanfaatan ekosistem dan jenis-jenis Gadjah Mada. 73 pp.
tumbuhan mangrove, sehingga terjadi

83
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 73-84

Borrini, F,G, Farvar M.T, Nguinguiri, J.C and the workshop of FHRD Committee and
Adangang, V.A., (2000). Co-management Mangrove Rehabilitation/Restoration, 5
of natural resources : organising, August 2008, Rimbawan II Room,
negotiating and learning-by-doing. GTZ Manggala Wanabakti, Ministry of
and IUCN. 92 pp. Forestry, Jakarta.
Brown D. (2007). Prospects for community http://cecep_kusmana.staff.ipb.ac.id/2010/
forestry in Liberia : implementing the 06/15/general-information-for-indonesian-
national forest policy. ODI-London. 33 pp. mangrove/. Diakses 28 April 2014.
Dahuri, R. (2004). Keanekaragaman hayati laut. Marfo E. (2006). Powerful relations : the role of
Aset pembangunan berkelanjutan actor-empowerment in the management of
Indonesia. Gramedia Pustaka Utama natural resources conflicts, a case of forest
Jakarta. 412 pp. conflicts in Ghana. Wageningen :
Darusman D. (2012). Kehutanan demi Wageningen University.
keberlanjutan Indonesia. IPB Press Marshall, E.M. (1995). Transforming the way we
Bogor.120 pp. work. the power of collaborative
Departemen Kehutanan. (2008). Statistik workplace. American Management
kehutanan Indonesia, Frorestry statistics of Association. New York. 196 pp.
Indonesia 2007. Badan Planologi Nakagaki Y. (2011). Efforts of community based
Kehutanan, Departemen Kehutanan, tropical rainforest rehabilitation in Java,
Jakarta. Indonesia. Poceeding Seminar
Friedman, A.L. and Miles, S. (2006). “Rehabilitation of Tropical Rainforest
Stakeholders. Theory and Practice. Ecosystems” 24-25 October 2011, Kuala
OXFORD University Press. 323 pp. Lumpur. Pp 11-15.
Giesen W, Wulffraat S, Zieren M and Scholten, Reed, M.S., Graves A., Dandy N., Posthumus H.,
L., (2007). Mangrove guidebook for Hubacek K., Morris J., Prell C., Quinn
Southeast Asia. FAO and Wetland C.H., Stringer L.C. (2009). Who’s in and
International. Dharmasarn Co. Ltd. 511 pp. why ? a typology of stakeholder analysis
Hardiman, B.F., (2009). Demokrasi deliberatif, methods for natural resource management.
menimbang “negara hukum” dan “ruang Journal of Environmental Management 90
publik” dalam teori Diskursus Jurgen (2009) 1933-1949. Elsevier.
Habermas. Kanisius. Yogyakarta. 246 Thompson, R. (2011). Stakeholder analysis.
pp. Winning support for your projects.
Innes, J.E. and Booher, D.E. (2003). http://www.mindtools.com/pages/article/n
Collaborative policy making : governance ewPPM_07.htm. Diakses Tanggal 20
through dialogue. in deliberative policy Pebruari 2011.
analisys. Understanding Governance in the Townsley, P. (1998). Social issues in fisheries.
Network Society. Edited by Hajer, M.A. FAO Fisheries Technical Paper. No. 375.
and Wagenaar, H. Cambrige University Rome, FAO. 1998. 39p. FAO
Press. Pp 33-59. CORPORATE
Jusuf, Y., Supratman, dan Sahide, M.A.K. (2010). DOCUMENTREPOSITORY.
Pendekatan kolaborasi dalam http://www.fao.org/DOCREP/003/W8623
pengelolaan Taman Nasional Bantimurung E/w8623e05.htm. Diakses 23 Juli 2011.
Bulusaraung : strategi menyatukan Walters BB, Ro¨nnba¨ck P, Kovacs JM, Crona B,
kepentingan ekologi dan sosial ekonomi Hussain SA, Badola R, Primavera, JH,
masyarakat. Opinion Brief No. ECICBFM Barbier E, Guebas FD. (2008).
II-2010.02. The Center for People and Ethnobiology, socio-economics and
Forest. RECOFTC. management of mangrove forests : a
Kusmana C. (2010). General information for review. Aquatic Botany 89 (2008) 220-
Indonesian mangrove. Paper presented of 236. Elsevier.

84
Kajian Usulan Zona Khusus Taman Nasional.…(Reni Sawitri dan/and Yelin Adelina)

KAJIAN USULAN ZONA KHUSUS TAMAN NASIONAL KUTAI


(Study on Special Use ZoneProposal in Kutai National Park)*
Reny Sawitri1 dan/and Yelin Adelina2
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan
Jl. Gunung Batu No. 5 PO BOX 165, Bogor 16118, Jawa Barat, Indonesia
Tlp. (0251) 8633234; 7520067 Fax. (0251) 8638111
E-mail : renysawitri@gmail.com1; yelinadalina@yahoo.com2
*Tanggal diterima : 5 Juni 2014; Tanggal direvisi : 14 Juni 2016; Tanggal disetujui : 5 Desember 2016

ABSTRACT

The construction of the arterial road of Bontang-Sangatta in Kutai National Park triggering tenurial and
wildlife conflicts due to communities occupation. Therefore, it should be managed into a special use zone.
The objective of the study was to evaluate special use zone proposal, associated with the typology of ethnic
communities, biophysical potency, as well as the communities perception. Structured questionnaires were
used to interview 58 households. The proposed special use zone should urgently be defined considering of
increasing communities population density of about 22% per year, and land encroachment of about ≥ 2 ha in
Teluk Pandan and South Sangatta Sub-District. Land management lead to decreasing soil fertility. Rubber
estate, however, enlarged orangutan home range. Communities perception revealed that 45% of the
community wish that the area status is an enclave. It was indicated that most of the people wanted to stay in
the area. The study identified 18.831 ha as a suitable area for a special use zone. The proposed zone should
be arranged into three zones i.e., cultivation zone (250 m), interaction zone (251-750 m) and green belt zone
(>751 m) from either side of the arterial Bontang-Sangatta road. The farmer and fishermen communities
should also be advocated.

Key words : Kutai National Park, special use zone, perception and management

ABSTRAK

Pembangunan jalan poros Bontang-Sangatta di Taman Nasional Kutai memicu terjadinya konflik tenurial
maupun konflik satwa, karena okupasi masyarakat. Kondisi ini mengarahkan pengelolaan kawasan ini
menjadi zona khusus, untuk itu tujuan penelitian ini mengevaluasi usulan zona khusus dihubungkan dengan
tipologi etnis masyarakat, potensi biofisik kawasan dan persepsi masyarakat. Metode penelitian dilakukan
melalui wawancara dan kuesioner pada 58 Kepala Keluarga (KK). Usulan zona khusus ini layak ditetapkan
mengingat peningkatan kepadatan penduduk sekitar 22% per tahun dan peningkatan pengusahaan lahan ≥ 2
ha pada masyarakatdi Kecamatan Teluk Pandan dan Sangatta Selatan. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan
berdampak pada menurunnya kesuburan lahan. Sementara itu, keberadaan perkebunan karet memperluas
daerah jelajah satwa terutama orangutan. Persepsi masyarakat terhadap status kawasan yang menghendaki
enclave (45%) mengindikasikan bahwa mereka masih menginginkan menetapdi kawasan. Usulan hasil
penelitian ini, pengelolaan kawasan seluas 18.831ha layak sebagai zona khusus dan penataan lahannya
terbagi ke dalam zona budidaya selebar 250 m di kiri kanan jalan Bontang-Sangatta, zona interaksi selebar
251-750 m serta kawasan hijau yang berfungsi sebagai koridor > 751 m disertai pembinaan kelompok tani
dan nelayan masyarakat.

Kata kunci : Persepsi dan pengelolaan, Taman Nasional Kutai, zona khusus

I. PENDAHULUAN 2013a) seperti vegetasi hutan pantai/


mangrove, hutan rawa air tawar, hutan
Taman Nasional Kutai (TNK) meru- kerangas, hutan genangan dataran rendah,
pakan salah satu taman nasional yang hutan ulin/meranti/kapur dan hutan
penting karena memiliki berbagai tipe Dipterocarpaceae campuran bahkan
vegetasi sebagai perwakilan ekosistem merupakan perwakilan formasi ulin yang
hutan hujan dataran rendah di Kalimantan paling luas di Indonesia. Taman Nasional
Timur (Balai Taman Nasional Kutai, Kutai dikelilingi oleh berbagai bentuk

85
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 85-100

pemanfaatan lahan diantaranya industri tersebut sebelum ditunjuk/ditetapkan


besar tambang, hutan tanaman dan hak sebagai taman nasional dan sarana
pengusahaan hutan alam (HPH), sehingga penunjang kehidupannya. Keberadaan
mengundang masyarakat pendatang yang masyarakat setelah penetapan taman
menimbulkan tekanan terhadap hutan nasional dan pengakuan desa definitif
(Tribun News, 2012). Wilayah TNK oleh pemerintah daerah akan memberikan
menjadi terbuka sejak dibangunnya jalan dampak terhadap pengelolaan zona
poros Bontang-Sangatta sepanjang 68 km lainnya, sehingga diperlukan reevaluasi
pada tahun 1991 yang diikuti pertam- kondisi TNK dan mengubah pola
bahan penduduk yang bermukim dan pengelolaan TNK (Subarudi, 2001).
menggarap lahan kawasan TNK (Balai Perbedaan tujuan pengelolaan suatu
Taman Nasional Kutai, 2010). Luas lahan zona yang penataan ruangnya tidak sesuai
yang dirambah terus mengalami pening- dengan aspek biofisik dapat menimbul-
katan hingga akhir tahun 2011 diper- kan dampak negatif terhadap zona yang
kirakan telah mencapai lebih dari 23.172 lainnya. Sebagai contoh adanya pengem-
ha. Lahan yang digarap oleh masyarakat bangan sarana dan prasarana pada usulan
mencakup empat desa dari dua keca- zona khusus, di satu sisi merupakan
matan, yaitu Kecamatan Sangata Selatan bentuk kemudahan aksesibilitas, di sisi
dan Kecamatan Teluk Pandan. Kondisi lain dapat menjadi ancaman bagi taman
ini mendorong masyarakat menuntut nasional bila disalahgunakan. Melihat
kejelasan status daerah mereka (Falah, kondisi TNK saat ini, maka diperlukan
2012). kegiatan untuk mengevaluasi usulan zona
Berdasarkan kondisi tersebut, maka khusus tersebut dihubungkan dengan
kawasan yang telah digarap masyarakat tipologi etnis dan persepsi masyarakat
di TNK diusulkan sebagai zona khusus yang mendiami kawasan ini, potensi
oleh beberapa pihak yang tergabung biofisik kawasan terkait bentuk penge-
dalam Mitra Kutai yaitu Center For lolaan lahan di kawasan ini.Tujuan
International Forestry Research (CIFOR), penelitian menganalisis kelayakan usulan
Pusat Informasi Lingkungan Indonesia, zona khusus di TNK berdasarkan pola
Yaya-san Bina Kelola Lingkungan, Karib tata guna lahan yang dibagi menjadi tiga
Kutai dan stakeholder terkait pada tahun jalur yakni jalur hijau, jalur interaksi dan
2010 (Mulyono et al., 2010). Proses jalur budidaya dikaitkan dengan potensi
peng-usulan ini masih berjalan dan saat dan pemanfaatannya secara ekonomi dan
ini dalam pembahasan di tingkat Dewan ekologi.
Perwakilan Rakyat (DPR) Republik
Indonesia. Perkembangan proses yang
berjalan menunjukkan mulai adanya II. BAHAN DAN METODE
kesepahaman antar stakeholder untuk
membentuk pengelolaan khusus berupa A. Lokasi dan Waktu Penelitian
desa konservasi atau zona khusus (Tribun Penelitian dilakukan di TNK
News, 2012). Adanya dinamika yang terutama di kawasan yang diusulkan
mengarah pada perubahan zonasi ini sebagai zona khusus yang saat ini telah
memerlukan pertimbangan ilmiah dalam didiami oleh masyarakat dari berbagai
evaluasi zonasi yang ada untuk meng- etnis seperti Dayak, Kutai, Jawa, Madura
akomodir perubahan dan usulan zona dan Bugis (Gambar 1) dan secara
khusus di TNK. administrasi termasuk ke dalam
Usulan zona khusus sebagai solusi Kecamatan Teluk Pandan dan Sangatta
atas tekanan penduduk di dalam kawasan Selatan. Penelitian dilaksanakan pada
TNK, untuk mengakomodir kepentingan tahun 2013 yaitu bulan Juni, September
masyarakat yang sudah tinggal di wilayah dan November.

86
Kajian Usulan Zona Khusus Taman Nasional.…(Reni Sawitri dan/and Yelin Adelina)

Zona
khusus

Gambar (Figure) 1. Zona khusus di sepanjang jalan Bontang-Sangatta (Special use zone along the side of
Bontang-Sangatta road)

B. Bahan dan Peralatan faatan sumberdaya alam dan jumlah


kepala keluarga (KK) yang dapat ditemui.
Peralatan yang digunakan dalam
Responden kunci di masing-masing etnis
penelitian ini adalah peta kerja skala 1 :
adalah sebagai berikut : etnis Dayak (12
250.000, peta usulan zonasi TNK skala
KK), etnis Kutai (10 KK), etnis Jawa ( 10
1 : 250.000, teropong binokuler untuk
KK), etnis Bugis (15 KK) dan etnis
mengetahui jenis tanaman masyarakat
Madura (11 KK).
yang tidak dapat didatangi langsung,
cangkul dan kantong plastik untuk
mengambil sampel tanah dan alat tulis. 1. Data Sosial Ekonomi dan Budaya
Bahan yang digunakan adalah kuesioner Masyarakat Sekitar Taman Nasio-
sebanyak 58 buah dan sampel tanah. nal
Data dan informasi sosial ekonomi
C. Metode Pengumpulan Data dan budaya masyarakat yang dikumpul-
kan meliputi tipologi masyarakat di
Dalam penelitian ini data yang
dalam kawasan maupun di daerah
dikumpulkan terdiri atas tipologi dari
penyangga TNK terdiri dari lokasi dan
masyarakat desa pertanian merupakan
kegiatan pertanian, jenis tanaman, pola
kegiatan pokok yang ditekuni untuk
tanam dan sistem budidaya serta peman-
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,
sosial ekonomi, teknis pengelolaan lahan faatan satwaliar, sumber pendapatan
masyarakat dan tingkat pendapatan per
dan pemanfaatan sumberdaya alam oleh
KK. Pengelolaan usulan zona khusus
masyarakat. Persepsi masyarakat dilaku-
didasarkan pada lanskap dan pemanfaatan
kan dengan wawancara mendalam
ruang kelola masyarakat sebagai pemu-
(indepth interview) untuk mengetahui
kiman, fasilitas umum, persawahan serta
pendapat mereka tentang usulan zona
perkebunan tanaman industri dan buah-
khusus TNK. Data sekunder berasal dari
buahan.
Badan Pusat Statistik (2013), Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil,
Kabupaten Kutai Timur (2013) dan studi 2. Data Biofisik
literatur. Jumlah responden dari Data biofisik yang penting untuk
Kecamatan Sangatta Selatan dan Teluk dievaluasi berdasarkan data primer dan
Pandan untuk tiap etnis tergantung pada sekunder diantaranya adalah :
tingkat keterkaitannya dengan peman-

87
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 85-100

a. Kesuburan kawasan di zona khusus D. Analisis Data


yang dijadikan perkebunan karet oleh Data dan informasi hasil penelitian
masyarakat dibandingkan dengan dikompilasi dalam bentuk tabel yang
kawasan hutan alam di Prevab, TNK. dianalisis secara deskriptif dari tipologi
Pengambilan tanah di kedua lokasi masyarakat di zona khusus TNK yang
masing-masing sebanyak tiga sampel diusulkan, potensi dan pemanfaatan
pada kedalaman 0-30 cm untuk sumberdaya alam oleh masyarakat lokal
mengetahui kesuburan tanah dan dan pendatang serta pola usaha tani
kesesuaian pengelolaannya. Analisis kebun rakyat pada berbagai etnis. Hasil
sampel tanah dilakukan di Labora- analisis data tanah dari laboratorium
torium SEAMEO BIOTROP untuk dibandingkan kesuburannya berdasarkan
melihat kesuburan tanah dengan sifat fisik, kation yang dapat ditukar serta
metode SNI 03-6787-2002, SNI 13- teksturnya. Potensi konflik satwa
4720-1998 (Walkey & Black), SNI dianalisis secara deskriptif dari faktor-
13-4721-1998 (Kjeldahl), SL-MU- faktor penyebabnya. Selanjutnya, ber-
TT-05, SL-MU-TT-07c (Ekstrak dasarkan persepsi masyarakat serta data
penyangga, NH4Ac 1,0 N pH 7,0), dan informasi yang diperoleh dilakukan
SL-MU-TT-09 (Ekstrak KCL 1N) dan penataan lahan di zona khusus untuk
SNI-MU-TT-10 (Hidrometer). mengakomodir kebutuhan masyarakat
b. Potensi konflik satwaliar yang terkait akan lahan garapan dan kelestarian
dengan pengelolaan dan penataan satwaliar.
lahan serta budidaya tanaman,
diketahui melalui wawancara dengan
masyarakat, pihak pengelola TNK dan
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
studi literatur.
A. Tipologi Masyarakat
3. Persepsi Masyarakat terhadap
TNK secara administrasi termasuk ke
Usulan Zona Khusus TNK
dalam tiga kabupaten yaitu Kabupaten
Persepsi masyarakat diperoleh melalui Kutai Timur dan Kabupaten Kutai
jajak pendapat masyarakat yang mendiami Kartanegara dan Kota Bontang sedang-
usulan zona khusus yang diwakili oleh 58 kan masyarakat yang mendiami usulan
KK sebagai informan dari berbagai etnis zona khusus termasuk kepada Kabupaten
dan kelompok masyarakat. Sejalan dengan Kutai Timur (Tabel 1).
penelitian deskriptif yang didasarkan pada Jumlah penduduk menurut Dinas
paradigma kualitatif (Maleong, 2011), Kependudukan dan Pencatatan Sipil,
maka kriteria keterwakilan masyarakat Kabupaten Kutai Timur (2013), sekitar
yang merupakan informan adalah orang- 288.893 jiwa dengan kepadatan pendu-
orang kunci yang dapat memberikan duk berkisar antara 6,69 - 132,18 jiwa/
informasi tentang situasi dan kondisi yang km2 (Tabel 1), apabila dibandingkan pada
akan diteliti yaitu tokoh masyarakat, ketua tahun 2011, dimana jumlah penduduk
kelompok, mewakili etnis dan jenis mata berdasarkan data Badan Pusat Statistik,
pencaharian. Persepsi masyarakat dibeda- Kabupaten Kutai Timur (2011) sekitar
kan menjadi empat yaitu masyarakat yang 141.251 jiwa dengan kepadatan pen-
menghendaki enclave, bersedia dipindah- duduk sekitar 4,83 - 60,42 jiwa/km2, hal
kan dengan luasan lahan yang memadai, ini menunjukkan adanya peningkatan
setuju dengan usulan zona khusus dan tidak penduduk yang sangat signifikan sekitar
memberikan pendapat. 25% per tahun. Di samping itu, Keca-

88
Kajian Usulan Zona Khusus Taman Nasional.…(Reni Sawitri dan/and Yelin Adelina)

Tabel (Table) 1. Jumlah dan kepadatan penduduk di zona khusus dan daerah penyangga Taman Nasional
Kutai, Kabupaten Kutai Timur (The population number and density in special zone and
buffer zone of Kutai National Park, Kutai Timur County)
Penduduk Kepadatan
penduduk
Perempuan Jumlah Jumlah KK
Kabupaten Kecamatan Laki-laki (Population
(Female) (Total) (The
(District) (Sub-district) (Male) (jiwa, density)
(jiwa, (jiwa, number of
individual) (jiwa/km2,
individual) individual) household)
individual/km2)
Kutai Sangatta Utara 93.627 73.262 166.889 47.157 132,18
Timur Teluk Pandan 15.985 12.581 28.566 8.166 34,38
Rantau Pulung 6.428 5.562 11.990 3.342 83,37
Muara Bengkal 10.917 9.685 20.602 6.794 13,53
Muara 9.615 8.709 18.324 5.352 6,69
Ancalong
Sangatta 23.474 19.048 42.522 12.224 25,60
Selatan
Jumlah 160.046 128.847 288.893 83.035 49,29
Sumber (Source) : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kabupaten Kutai Timur (Population and Civil
Registration Agency) (2013)

matan Sangatta Selatan dan Teluk Pandan sekitar yaitu Kalimantan Tengah dan
yang terdapat di dalam kawasan juga Kalimantan Selatan. Masyarakat yang
mengalami peningkatan kepadatan berasal dari Sulawesi, Jawa dan Madura,
penduduk dari 11,58 individu/ km2 dan mayoritas mendiami Kecamatan Teluk
15,53 individu/km2 (Badan Pusat Pandan.
Statistik, Kabupaten Kutai Timur, 2011) Pola usaha tani masyarakat di zona
menjadi 25,60 individu/km2 dan 34,38 khusus di TNK dapat dijabarkan pada
individu/km2, sehingga peningkatan ke- Tabel 2. Penggunaan lahan dalam bentuk
padatan penduduk di kedua kecamatan persawahan atau kebun. Pada umumnya,
tersebut sekitar 22% per tahun. pola tanam monokultur dengan jenis
Peningkatan jumlah penduduk kedua tanaman yang dominan pisang, karet atau
kecamatan yang signifikan berdampak kelapa sawit dan tanaman tumpangsari
terhadap peningkatan intervensi masya- yakni padi ladang dan tanaman obat-
rakat akan sumberdaya lahan hutan dan obatan atau empon-empon, dilakukan
hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan pada waktu tegakan berumur 1-3 tahun.
hidup (Kurniawan, 2010). Hal ini ter- Lahan garapan masyarakat minimal 2 ha
cermin dari penjarahan kayu ulin yang atau bahkan mencapai 10 ha. Luasan
dilakukan oleh masyarakat sekitar untuk lahan garapan tersebut berhubungan
memenuhi kebutuhan akan kayu ba- dengan cara memperolehnya, dimana
ngunan yang setiap tahunnya terjadi yaitu pada awal pembukaan lahan garapan
7.280 m3 (tahun 1999), 71,33 m3 (2004), diperoleh melalui swadaya secara ber-
23 m3 (2005), 13.805 m3 (2008), 19.825 gotong royong sekitar 50 orang dengan
m3 (2011) dan 200 m3 (2012) (Kom- membayar upah rintis sekitar Rp
pas.com, 2013; Taman Nasional Kutai, 2.500.000,-. Untuk pemukiman dan lahan
2005; Nurhayati et al., 2006). usaha, tetapi saat ini lahan garapan
Asal-usul penduduk yang dijumpai di tersebut telah diperjualbelikan dengan
zona khusus TNK, yang termasuk di masuknya investor yang membeli tanah
Kecamatan Sangatta Selatan sebagian untuk usaha dengan investasi yang cukup
besar berasal dari masyarakat lokal Suku besar seperti pembangunan rumah walet
Dayak atau Suku Kutai atau pun daerah dan pabrik batu bata.

89
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 85-100

Tabel (Table) 2. Pola usaha penduduk dari berbagai etnis di zona khusus, Taman Nasional Kutai (The
pattern of population businesses from many etnic in special use zone, Kutai National Park)
Parameter (Parameter) Asal etnis (Etnic origin)
Kutai Dayak Jawa Bugis Madura
Luas garapan 2 - 5 ha 3 - >10 ha 2-5 ha 4-10 ha 2-4 ha
(Encroachment areas)
Jarak tempat tinggal ke 15 km 0-5 km 0,25-2 km 0,5- 5 km 0,1-2 km
lahan garapan (The
distance from house to
encroachment areas)
Jarak tempat tinggal ke 0,5 km 1 km 2 km 6 km 2 km
sungai (The distance from
house to river)

Frekuensi interaksi Enam bulan- Enam bulan - Setiap hari/ saat 2 Kali/bulan Setiap hari
(Interaction frequencies) setahun sekali (6 setahun sekali (6 musim tanam (2 Times/ (Every day)
Months-1 year) Months-1 year) (Every month)
day/planting
season)
Tujuan berinteraksi Mendapatkan Mendapatkan Mendapatkan Mendapatkan Mendapatkan
dengan TNK (The aim of lahan garapan lahan garapan lahan untuk lahan garapan lahan garapan
interaction with Kutai untuk kebun untuk budidaya budidaya untuk budidaya untuk usaha
National Park) pisang dan karet tanaman pangan tanaman pangan tanaman batu bata dan
(Arable land for dan karet (Arable (Arable land for pangan, buah- ternak (Arable
banana and land for crops and crops) buahan, hhbk land for bricks
rubber rubber plantation) dan kelapa and livestock)
plantation) sawit (Arable
land for crops,
fruits, NTFP,
and palm oil)
Teknik pembukaan lahan Sistem tebang Sistem tebang Sistem tebang Sistim tebang Sistem tebang
(The land cleared habis dan bakar habis dan bakar habis dan bakar pilih dan bakar habis
techniques) (Clearcut and (Clearcut and (Clearcut and (Clearcut and (Clearcut )
burning) burning) burning) burning)
Pola tanam yang - Tanaman - Tanaman -Tanaman - Tanaman -
diusahakan di lahan semusim pangan semusim pangan semusim pangan
garapan (The cropping (Crops) (Crops) (Crops) semusim
pattern in encroachment - Tanaman - Padi dan Karet (Crops)
areas) pisang dan (Rice and - Padi, buah-
karet (Banana rubber) buahan,
and rubber ) gaharu,
kelapa sawit
(Rice, fruits,
agarwood,
palm oil)
Sistim budidaya Kurang intensif Kurang intensif Sangat intensif Intensif Sangat intensif
(Cultivated system) (Less intensif) (Less intensif) (Very intensif) (Intensif) (Very intensif)
Penggunaan jenis pohon -Ulin, meranti, -Ulin, meranti, -Ulin, meranti, -Ulin, meranti, Semua jenis
(Wood utilization) kapur kapur kapur kapur (All species)

Pemanfaatan satwa Ikan, punai, Babi, ikan , punai, Ikan (Fish) Payau, Burung (Birds)
(Wildlife utilization) payau dan pelanduk (Wild pelanduk,
pelanduk (Fish, board, fish, punai, ikan
columbidae, columbidae, (Sambar deer,
sambar deer, mouse deer) mouse deer,
mouse deer) columbidae,
fish)
Jenis satwa yang sering Orangutan Orangutan Monyet Monyet Monyet
dijumpai (Wildlife species (Orangutan), (Orangutan), (Monkey), (Monkey) dan (Monkey), dan
that are founded) monyet (monkey), monyet (monkey), berbagai jenis berbagai jenis berbagai jenis
buaya (crocodile), buaya (crocodile), burung (and All ikan (and All burung (and All
berbagai jenis berbagai jenis ikan species birds) species fish) species birds)
ikan (fish) (and All species
fish)
Sumber (Resources) : Analisis data primer 2013 dan data sekunder, Sawitri et al., 2011 (Analysis from the primary and
secondary data, Sawitri et al., 2011)

90
Kajian Usulan Zona Khusus Taman Nasional.…(Reni Sawitri dan/and Yelin Adelina)

Pengamatan asal-usul masyarakat ini obat-obatan, disamping usaha sampingan


berkaitan dengan karakteristik dan seperti warung dan berjualan bahan
kegiatan masyarakat yang merupakan bakar. Kegiatan alternatif di laut juga
konsep sangat penting terkait dengan dilakukan masyarakat yaitu budidaya
seluruh segmen perbedaan sosial dan rumput laut, perikanan laut dan ekowisata
biologis secara signifikan termasuk aspek pantai yang masih direncanakan oleh
jender dan etnik seperti kesejahteraan, masyarakat di Teluk Kaba dengan
profesi, status, usia dan kelas (Mc membentuk koperasi ekowisata Teluk
Dougall, 2001). Kaba.
Suku Dayak dan Kutai yang terdapat Masyarakat yang berasal dari Jawa
di usulan zona khusus TNK berasal dari terdiri dari Suku Jawa yang bermukim di
daerah sekitar Kalimatan Timur, mayo- zona khusus dan memiliki pekerjaan
ritas merupakan petani yang berladang tetap, kepemilikan lahan garapan berupa
berpindah, sehingga pembukaan hutan sawah maupun ladang dilakukan sebagai
yang dilakukan secara bersama-sama investasi maupun lahan garapan yang
sekitar 50 orang dengan sistem tebang diusahakan secara intensif. Kepemilikan
habis dan pembakaran, menguasai lahan lahan rata-rata seluas 2 ha dengan
rata-rata lebih dari 5 ha, tetapi penge- menanam karet, kelapa sawit serta padi
lolaan lahan yang dilakukan kurang sawah.
intensif, karena hanya 2 ha yang ditanami Masyarakat Madura yang berasal
padi ladang selama dua periode tanam dari Pulau Madura memasuki kawasan
atau dua tahun, setelah itu lahan akan TNK dengan berbekal ketrampilan pem-
ditanami karet atau dibiarkan dan buatan batu bata dan usaha sambilan
menunggu pembeli untuk diperjual- berupa warung dan ternak unggas
belikan. Kedua etnis ini tidak mendiami termasuk burung, seperti anis kembang
rumah di kawasan karena lokasi hutan (Zoothera interpres Temminck, 1826),
dan sungai yang menjadi bagian sumber anis merah (Zoothera citrina Latham,
kehidupan untuk keperluan rumah tangga 1790), jalak (Sturnus Linnaeus,1758),
dan menangkap ikan agak jauh atau murai batu (Copsychus malabaricus
sekitar 1-2 km dari rumah (Uluk et al., Scopoli, 1788) dan burung pengicau
2001; Wibowo, 2008). Keberadaan Suku (Saxicola caprata Linnaeus, 1766)
Dayak dan Suku Kutai di zona khusus sebagai satwa peliharaan.
TNK merupakan salah satu bentuk Penguasaan lahan usaha garapan ≥ 2
kecemburuan sosial terhadap pendatang ha tersebut telah mengalami peningkatan,
dari suku lainnya yang telah terlebih karena pada tahun 2001 setiap keluarga
dahulu mendiami kawasan, hal ini juga menguasai sekitar 1,25 ha dengan jenis
terjadi juga pada masyarakat lokal tanaman berupa kemiri, pisang, kakao
Serampas di Taman Nasional Kerinci dan tanaman buah-buahan (Subarudi,
Seblat (Sirait, 2014). 2001). Lahan usaha yang lebih luas saat
Masyarakat dari Sulawesi yang ini untuk pertanian, persawahan maupun
umumnya termasuk Suku Bugis, merupa- perkebunan kemungkinan terkait dengan
kan masyarakat yang cukup mudah dalam kesuburan tanah yang menurun. Hal ini
mengadopsi teknologi dan merupakan terlihat dari hasil analisis tanah di area
masyarakat yang dapat berkegiatan di usulan zona khusus dibandingkan dengan
darat maupun di laut. Pengembangan hutan alam di daerah Prevab yang
kegiatan masyarakat di darat adalah diindikasikan nisbah C/N dan nilai
mengelola lahan garapan untuk usaha kation-kation yang dapat ditukar serta
pertanian padi ladang, pohon buah- tekstur tanah yang lebih banyak
buahan, pohon HHBK seperti gaharu mengandung sebaran butiran tanah liat
(Aqularia sp.), tanaman umbi-umbian dan (Tabel 3).

91
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 85-100

Tabel (Table) 3. Kesuburan tanah di kawasan Prevab dan Sangatta Selatan (Soil fertility in Prevab and South
Sangatta areas)
Parameter pengujian Sangatta Selatan
No Satuan (Unit) Prevab
(Analysis parameter) (South Sangatta)
1. pH - 5.4 4.0
2. C-organik % 0,93 0,25
3. N total % 0,15 0,08
4. Nisbah C/N % 6,2 3,1
5. P2O5 tersedia Ppm 1,2 2,0
Kation-kation dapat ditukar (Cations can be changed)
6. Ca cmol/kg 6,61 0,30
7. Mg cmol/kg 2,37 0,29
8. K cmol/kg 0,21 0,18
9. Na cmol/kg 0,25 0,22
10. Total cmol/kg 9,41 1,02
11. KTK cmol/kg 17,82 14,82
12. KB % 52,81 6,88
13. Al3+ me/100g 0,00 10,27
14. H+ me/100g 0,24 2,85
Sebaran butir (Distribution of grain) tekstur tiga fraksi (three fraction tecture)
15. Pasir % 38,7 22,8
16. Debu % 28,5 18,3
17. Liat % 32,8 58,9

Bahan organik yang terdapat di forestri seperti tanaman kelapa sawit (10
kedua lokasi akan termineralisasi karena m x 10 m) dicampur dengan pohon
nisbah C/N di bawah nilai kritis 25-30, gaharu, perkayuan atau buah-buahan dan
sehingga dapat dikatakan bahwa kesubur- tanaman obat-obatan atau empon-empon.
an tanahnya rendah (Stevenson, 1982). Demikian juga dengan tanaman karet (10
Kadar C-organik pada tanah tegalan di m x 10 m) yang dibudidayakan masyara-
Sangatta Selatan termasuk kriteria sangat kat etnis Suku Dayak dapat dikombinasi-
tinggi (Tangketasik, et al., 2012), hal ini kan bersama padi ladang, rumput gajah
berkorelasi positif dengan fraksi liat yang sebagai pakan ternak dan tanaman obat-
sangat berperan dalam tata air dan obatan. Pola tanam sistem agroforestri
berpengaruh terhadap pertukaran udara dengan tanaman pokok kelapa sawit jarak
dan aktivitas mikroba tanah yang kurang tanam 10 m x 10 m serta tanaman sela
baik. Apabila dilihat dari kandungan C- berupa kayu suren (Toona sureni) 10 m x
organik dan fraksi tanah liat, maka pola 20 m dan kopi demikian juga dengan
tanam sawah tergenang yang dilakukan tanaman pokok karet dengan jarak tanam
masyarakat etnis Jawa dengan pengolah- 10 m x 10 m dicampur dengan pohon
an dan pemupukan tanah yang sangat suren (10 m x 20 m) dan tanaman bawah
intensif memberikan hasil produksi yang padi ladang serta kapol (Amomum
lebih bagus dibandingkan dengan padi cardamomum L.), telah dilakukan oleh
ladang yang dibudidayakan etnis Suku masyarakat Desa Bangunrejo, daerah
Dayak. Kondisi ini disebabkan korelasi penyangga Taman Nasional Kerinci
antara kandungan bahan organik tanah Seblat, (Kwatrina et al., 2014). Pemanen-
dengan tekstur tanah di tegalan dengan an kelapa sawit dan karet dimulai tahun
dominasi liat menyebabkan terbatasnya ke 3-5 sedangkan tanaman perkayuan
pergerakan akar karena pori aerasi yang dipanen ≥ 5 tahun sedangkan tanaman
kurang baik di samping aktivitas mikroba bawah padi ladang, kopi, tanaman obat
tanah dalam melapukkan tanah berjalan serta pakan ternak dipanen setiap ming-
dengan lambat. guan, bulanan sampai enam bulanan.
Pola tanam pada tanah tegalan hen- Berdasarkan tingkat kesuburan tanah
daknya diarahkan pada sistem agro- di zona khusus, TNK diperlukan penge-
92
Kajian Usulan Zona Khusus Taman Nasional.…(Reni Sawitri dan/and Yelin Adelina)

lolaan untuk memperbaiki kualitas tanah Jacq), karet (Hevea brasiliensis Mull.
melalui pemupukan dengan serasah Arg), padi sawah (Oryza sativa L.), padi
legum seperti gamal (Glerisidia sepium ladang (Oriza sp.) serta buah-buahan
(Jacq.) Kunth.ex Walp.) kaliandra telah dibudidayakan melalui pembelian
(Calliandra calothyrsus Meisn.), mikha- bibit yang berkualitas dan bersertifikat,
nia (Mikania cordata (Burn f.) B.L. agar waktu panen lebih dapat dipercepat.
Rob.), lamtoro (Leucaena leucocephala Demikian juga dengan pengolahan lahan
(Lam.) de Wit) dan Tephrosiavogelii yang dilakukan terutama pada waktu
Hook.f. dengan pupuk kandang (90% : penanaman padi sawah telah dilakukan
10%) (Lindawati & Handayanto, 2002; dengan bantuan traktor tangan. Budidaya
Supriyadi, 2008). tanaman buah-buahan juga diarahkan
Pendapatan masyarakat yang meng- untuk dapat diperjual belikan, bukan lagi
olah lahan di zona khusus dengan sistem sekedar untuk memenuhi kebutuhan
agroforestri diharapkan mengalami pe- sendiri. Buah-buahan tersebut bernilai
ningkatan berdasarkan variasi hasil ekonomis, diantaranya adalah pisang
pendapatan baik mingguan, bulanan (Musa spp.), durian (Durio zibethinus L.),
maupun tahunan. Apabila tanaman pokok rambutan (Nephelium lappaceum L.),
berupa kelapa sawit dan tanaman sela alpukat (Persea Americana Mill.),
berupa tanaman perkayuan, gaharu, buah- nangka (Artocarpus heterophyllus Lam.),
buahan, empon-empon/tanaman obat- sukun (Artocarpus altilis (Parkinson)
obatan, maka total pendapatan berkisar Fosberg), pepaya (Carica papaya L.) dan
antara Rp 2,8 - Rp 3 jt per ha per bulan nanas (Ananas comosus (L.) Merr.) Hasil
sedangkan untuk tanaman pokok karet buah-buahan tersebut dipasarkan ke luar
dengan tanaman sela padi ladang, buah- kawasan maupun di jalan raya Bontang-
buahan, rumput ternak dan empon- Sangatta.
empon/tanaman obat memberikan penda- Apabila dibandingkan dengan hasil
patan berkisar Rp 5,25 - 6,5 jt per ha per penelitian Gunawan dan Jinarto (2007),
bulan. Persawahan yang tergenang air yang menyatakan pemanfaatan sumber-
memberikan pendapatan sekitar Rp 5 jt - daya alam di TNK oleh masyarakat
6,5 jt per ha per bulan. Mata pencaharian diantaranya adalah pemanfaatan tumbuh-
lainnya seperti nelayan merupakan an obat, tumbuhan hias, kayu bakar, kayu
pekerjaan sampingan demikian juga bangunan, buah-buahan, bahan makanan,
dengan kegiatan pelayanan jasa. Kegiatan bahan kerajinan, pakan ternak, untuk
usaha yang perlu diwaspadai yakni mendapatkannya dapat ditempuh dengan
pembangunan rumah walet dan pem- waktu sekitar 2-45 menit. Pemanfaatan
buatan batu bata karena usaha ini tumbuhan obat terdiri dari pasak bumi
merupakan usaha dengan permodalan (Eurycoma longifolia Jack), akar kuning
yang cukup besar, sehingga diperlukan (Coscinium fenestratum (Gaertn.)
evaluasi dan monitoring jenis kegiatan Colebr), daun jambu monyet (Annacar-
masyarakat di zona khusus, tingkat keter- dium occidentale L.) dan kayu semilit
gantungan terhadap sumberdaya hutan atau baru baru (Osbornia octodonta F.
yang semakin meningkat yakni berupa Muell.) tumbuhan hias terdiri dari jenis-
lahan garapan dan pergeseran mata jenis anggrek, bahan makanan seperti
pencaharian. umbut rotan, buah-buahan hutan serta
bahan kerajinan seperti rotan sudah tidak
B. Potensi Biofisik dilakukan lagi karena sumberdaya yang
ada semakin jauh ke dalam hutan, dengan
Jenis komoditi yang dibudidayakan
waktu tempuh menjadi 2-3 jam per-
adalah tanaman budidaya pertanian mau-
jalanan (Sawitri dan Karlina, 2013).
pun hasil kelautan. Tanaman budidaya
berupa kelapa sawit (Elaeis guinensis

93
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 85-100

Saat ini, perkebunan kelapa sawit kan pada pendapatan harian dan salah
sudah mulai ditinggalkan oleh masyara- satu mata pencaharian Suku Dayak
kat karena harga jual buah kelapa sawit (Maryati, 2011). Tanaman karet saat ini
yang cukup rendah dan mahalnya ongkos telah berumur 3-5 tahun dan telah dapat
angkut, berganti menjadi perkebunan diteres untuk diambil getahnya (Gambar
karet. Pemilihan tanaman karet didasar- 2).

Gambar (Figure) 2. Perkebunan karet dan getah karet (Rubber plantation and latex)

C. Konflik Satwaliar manusia dengan satwaliar khususnya


orangutan seperti hilangnya dan terfrag-
Usaha perkebunan karet rakyat di
mentasi habitat serta kesulitan mencari
area usulan zona khusus TNK mem-
pakan (Goonses et al., 2006). Kondisi ini
berikan dampak negatif terhadap
diindikasikan oleh hasil dari interpretasi
kesuburan tanah dan keragaman jenis dari
citra landsat pada tahun 2000 bahwa
ekosistem hutan alam menjadi lahan
daerah-daerah konsentrasi orangutan
perkebunan, pembukaan hutan dan erosi
seperti Lok Tuan, Teluk Kaba dan Teluk
tanah serta pencemaran tanah akibat
Pandan yang berubah menjadi pemu-
pemakaian herbisida untuk membasmi
kiman dan perkebunan telah ditinggalkan
gulma, sehingga kandungan bahan orga-
dan diperkirakan pindah ke Sangkima,
nik tanah menjadi rendah (Nurmegawati
Melawan dan Prevab-Mentoko (TNK
et al., 2014). Di sisi lain, perkebunan
Lestari, 2009), kepadatan sarang orang-
karet akan memberikan perluasan daerah
utan yang rendah, di kawasan sebelah
jelajah satwaliar, khususnya satwa arbo-
Timur jalan Provinsi Bontang-Sangata
real, karena daun karet memiliki kan-
adalah 1,044/km2 dan 1,606/km2 dan di
dungan gizi yang cukup tinggi sebagai
sebelah Barat adalah 0,08/km2 dan
sumber pakan satwa (Garsetiasih, 2012)
0,13/km2 (Balai Taman Nasional Kutai,
serta dapat digunakan sebagai pohon
2008).
sarang orangutan (Pongo pygmaeus
Persawahan di zona ini dilakukan
morio, Linnaeus 1760) (Pusat Litbang
pada lahan basah yang berawa di sekitar
Hutan dan Konservasi Alam, 2009).
bantaran Sungai (S.) Teluk Pandan dan S.
Terbukanya hutan hujan tropis
Sangkima berdampak pada semakin
menjadi perkebunan, persawahan, per-
menyempitnya habitat buaya muara
tanian dan perusahaan batu bata, ber-
(Crocodylus porosus Schneider, 1801).
dampak kepada keberadaan satwaliar.
Hal ini ditandai dengan meninggalnya
Perkebunan kelapa sawit hanya men-
dua orang digigit buaya tahun 1997-an,
dukung 0-20% dari kelangsungan hidup
tewasnya seorang anak digigit buaya
mamalia, reptil dan burung (Laidlaw,
tahun 2006 serta ditemukan beberapa
1998). Pengaruh negatif perkebunan
buaya di pemukiman masyarakat seperti
sawit ini menimbulkan konflik antara

94
Kajian Usulan Zona Khusus Taman Nasional.…(Reni Sawitri dan/and Yelin Adelina)

di Kecamatan Teluk Pandan (TNK pendatang yang baru dan lahan yang
Lestari, 2009; Bina Kelola Lingkungan, dikelola belum menghasilkan.
2007).
E. Usulan Pengelolaan Zona Khusus
D. Persepsi Masyarakat di Usulan Zona TNK
Khusus TNK
Mengingat terjadinya peningkatan
Dalam perkembangannya, usulan jumlah penduduk di Kecamatan Sangatta
zona khusus ini diusulkan menjadi Selatan dan Teluk Pandan sekitar 22%
enclave oleh pemerintah daerah. Zona dan mata pencaharian masyarakat sebagai
khusus yang diusulkan menjadi enclave petani sekitar 43% dengan pengelolaan
tahun 2000 sekitar 15.000 ha, tahun 2013 lahan berupa persawahan dan perkebunan
menurut zonasi TNK 18.831 ha, tetapi yang cukup intensif berdampak pada
dalam perkembangannya luasnya menjadi penurunan kesuburan lahan serta memicu
23.712 ha. Untuk mengetahui respon terjadinya konflik dengan satwaliar. Di
masyarakat terhadap wacana ini maka samping itu, luasnya kepemilikan lahan
dilakukan wawancara dan hasilnya garapan ≥ 2 ha per orang serta perpesi
tercantum pada Gambar 3. Pendapat masyarakat yang menginginkan enclave
masyarakat dipengaruhi oleh asal-usul sebesar 45% yang artinya menginginkan
dan mata pencaharian masyarakat. tetap tinggal di kawasan ini, maka
Masyarakat bermata pencaharian per- penetapan usulan zona khusus di lokasi
tanian intensif berupa persawahan ini layak dilakukan agar tidak terjadi
bersedia dipindahkan dengan penggantian perluasan lahan garapan atau perambahan
lokasi lahan sedangkan masyarakat kawasan dan mengakomodir kepentingan
dengan pertanian ekstensif lebih memilih Pemda Kutai Timur (Kutim) yang
status kawasan adalah enclave karena mengharapkan Kecamatan Teluk Pandan
indikasi kandungan batu bara yang sebagai sentra produksi beras sebesar 6.7
berkalori tinggi dengan nilai sumberdaya ton/ha gabah kering di Kabupaten Kutim
6.000-7.000 sejumlah 2,5 ton dan diper- (Bontang Post, 2015).
kirakan berharga sekitar $ 92 milyar Usulan zonasi TNK tahun 2013
dollar (Situs resmi TN Kutai, 2008 dalam seluas 198.629 ha dibagi ke dalam 5 zona
Arrayun, 2010; Departemen Kehutanan, (Balai Taman Nasional Kutai, 2013b).
2008), sehingga lahan yang berharga ini Zonasi tersebut dipetakan oleh Balai
merupakan investasi untuk diperjual Taman Nasional Kutai sesuai Gambar 4.
belikan. Masyarakat yang menetap dan Usulan zona inti dan zona rimba memiliki
mengelola lahan dalam bentuk kebun luasan yang cukup sebagai habitat
dengan usaha sampingan berjualan satwaliar dan tumbuhan serta penahan
sembako, menginginkan status kawasan intervensi pengaruh dari luar. Usulan
berupa zona khusus karena masyarakat zona rehabilitasi merupakan kawasan
ini memiliki tingkat ketergantungan yang telah mengalami degradasi dan
terhadap sumberdaya lahan yang tinggi luasannya sebagian tumpang tindih
dan persepsi terhadap konservasi yang dengan usulan zona khusus yang
cukup tinggi. Masyarakat yang tidak diusulkan oleh Pemerintah Daerah Kutai
memberikan respon adalah masyarakat Timur seluas 23.172 ha atau sekitar
9,57%.

95
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 85-100

Gambar (Figure) 3. Persepsi masyarakat terhadap usulan zona khusus, TNK (Community perception to
proposal special use zone, TNK)

Gambar (Figure) 4. Usulan zonasi Taman Nasional Kutai, 2013 (The proposal zones of Kutai National
Park, 2013)

Zona khusus adalah bagian dari tradisi serta pelestarian tumbuhan dan
taman nasional karena kondisi yang tidak satwa berguna dengan kondisi lanskap
dapat dihindarkan telah terdapat kelom- kampung, dusun atau desa (Koesmar-
pok masyarakat dan sarana penunjang yandi et al., 2012), merujuk pada
kehidupannya yang tinggal sebelum beberapa Peraturan Menteri Kehutanan
wilayah tersebut ditetapkan sebagai yaitu Permenhut No. 56/Menhut-II/2006
taman nasional. Peruntukkan zona khusus tentang Pedoman Zonasi Taman Nasio-
untuk mengakomodir kepentingan kon- nal, Permenhut No. 19/Menhut-II/2004
servasi dan aktivitas kelompok masya- tentang Pengelolaan Suaka Alam dan
rakat yang tinggal di wilayah tersebut Kawasan Pelestraian Alam dan Permen-
sebelum ditunjuk/ditetapkan sebagai hut No 8/Menhut-II/2013 tentang
taman nasional dan sarana penunjang Pengembangan Perhutanan Masyarakat
kehidupannya serta kepentingan yang Pedesaan Berbasis Konservasi.
tidak dapat dihindari berupa sarana Prinsip pengelolaan usulan zona
telekomunikasi, fasilitas transportasi dan khusus TNK yang diajukan oleh
listrik, dengan tata guna lahan diarahkan Moelyono et al., (2010) terkait dengan
penggunaannya sebagai tempat tinggal, keberadaan masyarakat diantaranya ijin
interaksi sosial dan sistem pewarisan memanfaatkan dan hak mengelola kawa-

96
Kajian Usulan Zona Khusus Taman Nasional.…(Reni Sawitri dan/and Yelin Adelina)

san secara ramah lingkungan namun tidak 2010), maka usulan zona ini dibagi ke
mempunyai hak memiliki, melalui per- dalan zona atau jalur budidaya, jalur
aturan yang mengikat berdasarkan krite- interaksi atau jalur hijau disepanjang
ria yang terkait tentang kriteria lingkung- jalan Poros Bontang-Sangatta sepanjang
an (kesehatan ekosistem), ekonomi 68 km (Balai Taman Kutai, 2010),
(tingkat penghidupan yang layak), sosial (Tabel 4).
(kesetaraan antar kelompok), budaya Lokasi pemukiman atau kawasan
(keutuhan dan identitas) serta politik budidaya, apabila diplotkan pada lahan di
(proses pengambilan keputusan yang adil kiri kanan jalan sepanjang Bontang-
dan transparan). Pengelolaan zona khusus Sangatta selebar 250 m, akan menempati
yang dikembangkan oleh Balai Taman luas 3.400 ha atau 18,06% dari usulan
Nasional Kutai (2010), sebagai berikut : zona khusus seluas 18.831ha. Pembinaan
1. Status kawasan tetap dipertahankan dan pendampingan masyarakat di kawa-
sebagai kawasan TNK san pemukiman perlu dilakukan pada
2. Letak zona khusus berada pada kelompok tani dan nelayan masyarakat
wilayah yang telah disepakati sebe- agar berpartisipasi aktif dalam kegiatan
lumnya untuk ditata batas pengaman- konservasi yakni pembibitan, penanaman
an dan pemeliharaan tanaman untuk res-
3. Pemanfaatan lahan diberikan kepada torasi kawasan, pengembangan wisata
penduduk yang telah tinggal, memi- alam serta pengolahan tanaman obat,
liki lahan dan hidupnya tergantung pembuatan gula aren, peternakan sapi,
pada lahan tersebut sebelum TNK hasil kerajinan, pengolahan hasil per-
ditunjuk tanian dan tambak. Beberapa kelompok
4. Tidak mengakomodir kepemilikan kegiatan masyarakat di usulan zona
lahan oleh masyarakat yang tinggal di khusus diantaranya Kelompok Tani
dalam zona khusus Nyiur, Setuju, Padaidi, Suka Rukun, Suka
5. Pengelolaan akan dilaksanakan oleh Riadan Usaha Mandiri. Kelompok lain-
lembaga khusus yang bertanggung nya yakni Kelompok Nelayan Teluk
jawab kepada Balai TNK Kaba, pangkang Lestari, Cahaya Terate,
6. Zona khusus akan terbagi menjadi Mutiara Laut, Sumber maju, maju
areal pemukiman, areal pemanfaatan Bersama dan Sumber Rezeki (RPD, Kutai
dan areal lindung Timur; 2015).
7. Pengelolaan di dalam zona khusus Zona interaksi selebar 251 m-750 m
akan diarahkan menjamin kehidupan yang merupakan areal pemanfaatan, hal
yang ramah lingkungan dan berupaya ini berdasarkan kemampuan masyarakat
untuk mempersiapkan generasi men- dalam mengolah lahan garapan seluas 2
datang untuk mendapatkan kehidupan ha sedangkan sisanya dibiarkan dalam
yang layak di luar zona khusus bentuk lahan tidur, dibedakan antara
8. Secara prinsip peraturan perundangan persawahan; perkebunan karet, gaharu
yang diacu adalah peraturan perun- dan kelapa sawit; rumah walet dan
dangan yang berlaku pada kawasan pembuatan batu bata, akan mencakup
konservasi dan peraturan-peraturan luasan 6.800 ha atau 36,11% dari luas
lain yang disepakati sepanjang tidak usulan zona khusus. Di dalam kawasan
bertentangan dengan peraturan yang ini dapat disisipkan kantong-kantong
ada. habitat satwa/HCVF sebagai daerah
pengungsian satwaliar dengan jenis
Mengacu pada penataan ruang di tanaman perkayuan lokal dan tanaman
usulan zona khusus yang meliputi areal pakan satwaliar marga ficus (Yuwono et
pemukiman, areal pemanfaatan dan areal al., 2007; Ancrenaz, 2013). Pengelolaan
lindung (Balai Taman Nasional Kutai, lahan oleh masyarakat tergantung lanskap

97
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 85-100

dan jaraknya dari rumah. Lahan garapan Kawasan lindung atau green belt
yang merupakan pekarangan rumah lebih dari 751 m atau 45,83% dari usulan
ditanami tanaman buah-buahan, di zona khusus diplotkan sepanjang batas
samping pekarangan rumah adalah daerah antara usulan zona khusus dan zona
berawa yang dijadikan daerah persa- rehabilitasi difungsikan sebagai habitat
wahan. Selanjutnya, kawasan yang satwaliar perairan terutama buaya
memiliki kelerengan 5-10% atau berjarak (Crocodylus porosus) sebanyak 27 ekor
> 0,5 km dari rumah ditanami dengan yang terdapat di Telaga Bening seluas
jenis tanaman perkayuan seperti sengon 300 ha yang dapat dikembangkan sebagai
(Paraserianthes falcataria (L) I.C. pemanfaatan jasa lingkungan air dan
Nielsen), jati (Tectona grandis L.f.), wisata atraksi buaya. Kegiatan ini dapat
jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.) melibatkan masyarakat maupun Mitra
Miq.), mahoni (Swietenia macrophylla Kutai, seperti PT Badak LNG, PT Kaltim
King), jati putih (Gmelina arborea Prima Coal, PT Pupuk Kaltim dan
Roxb.) dan ketapang (Terminalia cattapa Pertamina dalam konservasi dan mem-
L.) serta tanaman perkebunan seperti bangun ekonomi alternatif berbasis
kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan konservasi (Archive, 2007).
karet (Hevea brasiliensis Mull.Arg).

Tabel (Table) 4. Pembagian jalur di usulan zona khusus Taman Nasional Kutai (Allocation zone in proposal
of special use zone of Kutai National Park)
Lebar (Width)
Zonasi Manfaat ekonomi Manfaat ekologi
Kiri-kanan Komponen Potensi (Potency)
(Zoning) (Economic use) (Ecology use)
jalan (Left- (Component)
right of road)
1. Tanaman pangan (Food
Areal budidaya, plants)
1. Pendaatan masyarakat
pemukiman dan 2. Perikana (Fishery)
(Community income)
Jalur budidaya fasilitas umum 3. Sayuran (Vegetables)
2. Sumber gizi (Nutrition Pelestarian in-situ (In-
(Cultivation 250 m (Cultivation 4. Buah-buahan (Fruits)
resources) situ sustaibability)
zone) areas, settlement 5. Peternakan (Livestock)
3. Pendapatan daerah
and public 6. Pohon perkayuan (Woody
(Income revennue)
facilities) plants)

Jalur interaksi 251-750 m Kebun rakyat 1. Habitat satwa (Wildlife 1. Pendapatan 1. Biodivesitas fauna
(Interaction (Garden), hutan habitat) masyarakat dan flora (Flora and
zone) produksi (forest 2. Buah-buahan (Fruits) (Community income) fauna biodiversity)
production), 3. Budidaya pohon (Tree 2. Sumber gizi 2. Pelestarian sumber
hutan rakyat plantation) (Nutrition source) air (Sustainability of
(forest farming), 4. Agrowisata (Agrotourism) 3. Industri kayu (Wood water spring)
perkebunan 5. Kebun herbal (Herb garden) industry) 3. Habitat satwa
(plantation) 6. Penangkaran anggrek, rotan 4. Industri pertanian (Wildlife hábitat/
(Captivity orchids, rattan) (Agricultural industry) corridor)
7. Kelapa sawit, karet, gaharu 5. Industri tanaman obat 4. Pelestarian in-situ
(Palm tree, rubber & agar (Herbal industry) (In-situ
wood) 6. Budidaya tanaman sustainability)
hias (Cultivation 5. Konservasi lahan
ornamental plants and (Land conservation)
rattan) 6. Kearifan tradisional
7. Jasa lingkungan (Traditional
(Environment service) wisdom)
8. Wisata budaya
(Cultural tourism)

Jalur hijau >751 m Hutan alam 1. Habitat satwa (Wildlife 1. Sumber pendapatan 1. Bidodiversitas
(Green zone) (Nature forest), habitat) (Income resource) perairan (Riverine
sungai & anak 2. Sumber air (Water resource) 2. Jasa lingkngan : air biodiversity)
sungai (River & 3. Wisata alam (Nature (Environment 2. Pelestarian sumber
creek), mata air recreation) service: water) air (Water resource
(spring water) 3. Wisatawan dan sustainability)
lapangan pekerjaan 3. Nilai lingkungan
(Tourists and jobs) (Environment value)
4. Konservasi DAS
(Water catcment
conservation)

98
Kajian Usulan Zona Khusus Taman Nasional.…(Reni Sawitri dan/and Yelin Adelina)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN kelompok tani dan kelompok nelayan


masyarakat bersama Mitra Kutai.
A. Kesimpulan
Usulan zona khusus TNK layak Ucapan Terima Kasih
diusulkan dan ditetapkan dengan luasan Penulis menyampaikan terima kasih
18.831 ha menurut model zonasi, meng- yang sebesar-besarnya kepada Balai
ingat adanya peningkatan kepadatan Taman Nasional Kutai atas dukungannya
penduduk sekitar 22% per tahun dan dalam pengambilan data untuk kegiatan
peningkatan penguasaan lahan untuk penelitian ini dan Kementerian Ling-
usaha dan pemukiman ≥ 2 ha per KK kungan Hidup dan Kehutanan atas
oleh masyarakat etnis Jawa, Madura, dukungan dana yang diberikan untuk
Bugis, Dayak dan Kutai yang termasuk pelaksanaan kegiatan penelitian ini.
Kecamatan Teluk Pandan dan Sangatta
Selatan telah menimbulkan konflik
tenurial sedangkan pemanfaatan dan DAFTAR PUSTAKA
pengelolaan potensi biofisik berdampak
pada menurunnya kesuburan lahan dan Ancrenaz, M. (2013). Orang-utans and agro-
timbulnya konflik satwaliar, dengan industrial plantations, perspective from
Sabah. Workshop : Orangutan Conserva-
indikasi ditemukannya orangutan dan tion and Reforestation. 11-13 Juni 2013.
buaya di pemukiman. Persepsi masyara- Hotel Royal Victoria, Sangatta, Kaltim.
kat terhadap status usulan zona khusus Archive. (2007). Haluan baru. http://jejak kelana.
yang terbanyak adalah menghendaki Wordpress.com/2007/08/…. Diakses
sebagai enclave (45%) dan masyarakat tanggal 19 Mei 2014.
Arrayun, A. (2010). Taman Nasional Kutai.
masih berkeinginan berdiam di dalam http://senyumanarthuria.blogspot.com/201
kawasan. Untuk mengatasi dampak lan- 0/07/taman-nasional-kutai.html
jutan, maka zona khusus ditata dalam Balai Taman Nasional Kutai. (2008). Hasil survey
zona budidaya, zona interaksi untuk keberadaan populasi orangutan dan
mengatasi dampak tenurial dan konflik keragaman hayati lainnya di Taman
Nasional Kutai, Orangutan Conservation
satwaliar. Penataan usulan zona khusus Service Program (OCSP) dan The Nature
hendaknya dilakukan menurut lanskap Conservacy (TNC). 26 Hal.
dan kegiatan masyarakat yang terbagi ke Balai Taman Nasional Kutai. (2010). Rencana
dalam zona budidaya yang dimanfaatkan pengelolaan Taman Nasional Kutai 2010-
untuk pemukiman dan pekarangan 2029. Balai TN Kutai, Bontang, Kaliman-
tan Timur.
selebar 250 m di kiri kanan jalan Balai Taman Nasional Kutai. (2013a). Zonasi
Bontang-Sangatta, zona interaksi sebagai Taman Nasional Kutai. Balai TN Kutai,
areal usaha perkebunan, persawahan dan Bontang, Kalimantan Timur.
pengusahaan selebar 251-750 m, selanjut- Bontang Post. (2015). Bupati dan wakil bupati
nya kawasan hijau yang berfungsi seba- panen raya bersama petani Teluk Pandan.
Kutai Timur, April 2015. http://www.
gai koridor satwaliar >751 m. Bontangpost.co.id/2015/04/bupati-dan-
wakil-bupati-panen-raya.html. Diakses 14
B. Saran Juli 2015.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil,
Masyarakat di usulan zona khusus Kabupaten Kutai Timur. (2013). Penduduk
TNK perlu dilibatkan dan berpartisipasi Kutai
secara aktif dalam rehabilitasi/restorasi Timur.http://www.antarakaltim.com/.../pen
kawasan dan pengusahaan jasa ling- duduk-kutai timur- capai-529775-jiwa.
Falah, F. (2012). Kajian efektifitas pengelelokaan
kungan untuk menciptakan alternatif kolaboratif Taman Nasional Kutai. Jurnal
ekonomi berbasis konservasi. Pendam- Analisis Kebijakan Kehutanan Vol 10(1) :
pingan dan pengembangan hendaknya 37-57.
dilakukan terhadap kelembagaan dan Garsetiasih, R. (2012). Manajemen konflik
konservasi banteng (Bos javanicus d’Alton

99
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 85-100

1832) dengan masyarakat di Taman Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam.
Nasional Meru Betiri dan Taman Nasional (2009). Desain restorasi ekosistem lahan
Alas Purwo Jawa Timur. Sekolah Pasca bekas tambang batubara PT Kaltim Prima
Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Coal, Kalimantan Timur. Laporan
Gunawan W., dan S. Jinarto. (2007). Valuasi Draft2.Kerjasama Pusat Penelitian dan
ekonomi manfaatan kawasan Taman Pengembangan Hutan dan Konservasi
Nasional Kutai (studi kasus di Seksi Alam dengan PT Kaltim Prima Coal. Hal
Konservasi Wilayah II Sangatta). Laporan 125-130.
Kegiatan Pelatihan Valuasi Ekonomi Sawitri, R., S. Suharti dan E. Karlina. (2011).
Sumber Daya Alam dan Lingkungan Interaksi masyarakat dengan hutan dan
Angkatan II Blok II. 64 hal. lingkungan sekitarnya di kawasan dan
Kompas com. (2013). Penjarahan kayu ulin daerah penyangga Taman Nasional Kutai.
masih ada di TNK. Rabu 12 juni Jurnal Penelitian dan Konservasi Alam,
2013.http://nasional.kompas com/ Vol. 8(2) : 129-142.
read/2013/06/12/03273589/contact.html. Sawitri, R. Dan E. Karlina. (2013). Evaluasi
Kurniawan, H. (2010). Kemiskinan di dalam dan zonasi taman nasional : studi kasus Taman
sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat di Nasional Kutai. Laporan Hasil Penelitian,
Pusat Konservasi dan Rehabilitasi, Bogor.
Kabupaten Pesisir Selatan (perilaku dan
42 hal.
strategi bertahan hidup).
Sirait, J. (2014). Kearifan lokal Serampas dan
http://www.repository.unand.ac.id/....hasi
wacana enclave Taman Nasional Kerinci
m_kurniawan _052005. Pasca Sarjana
Seblat. Jambi.
Universitas Andalas. http://www.mongabay.co.id/2014/03/10/
Kwatrina, R.T., M Bismark & R.Sawitri. (2014). kisah-kearifan-lokal-serampas-dan
Succes story of buffer zone management at wacana-enclave-tn-kerinci-seblat. Diakses
Kerinci Seblat National Park : lesson 21 Juli 2014.
learnt from Jorong Pincuran Tujuah Subarudi. (2001). Upaya penyelamatan Taman
Village, West Sumatra. International Nasional Kutai. Info Sosial Ekonomi, Vol
Conference of Indonesia Forestry 2 (2001) : 29-35.
Research, 2ndINAFOR, 27-28 August Supriyadi (2008). Kandungan bahan organik
2013. Jakarta. sebagai dasar pengelolaan tanah kering
Maleong, L.J. (2011). Metodologi penelitian madura. Embryo 5(2) : 176-183.
kuantitatif (edisi revisi). Bandung. PT Tangketasik, A., N.M Wikarniti, Ni N Soniari & I
Remaja Rosdakarya. W Narka. (2012). Kadar bahan organik
Maryati, T. (2011). Preferensi masyarakat tanah pada tanah sawah dan tegalan di Bali
terhadap pemilihan jenis pohon dalam serta hubungannya dengan tekstur tanah.
pengelolaan hutan berbasis masyarakat : AGROTROP 2(2) : 101-102.
studi kasus di Desa Paramasan Bawah, Taman Nasional Kutai. (2005). Buku dasar
Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Taman Nasional Kutai. Departemen
Jurnal Hutan Tropis, Vol 12(31) : 123- Kehutanan.
131. Universitas Lambung Mangkurat, TNKLestari. (2009). Buaya muara; keganasan
Banjarbaru. predator Kutai.
Mulyono, M., A Mulyana, P. Munnigh, Y. http://tnklestari.wordpress.com/tag/tn-
Indriatmoko, G. Limbang, N.A Utomo, R. kutai/ Diakses 22 Januari 2015.
Iwan, Saparuddin dan Hamzah. (2010). Uluk A, M Sudana dan E. Wollenberg. (2001).
Kebijakan pengelolaan zona khusus, Ketergantungan masyarakat Dayak
dapatkah meretas kebuntuan dalam menata terhadap hutan di sekitar Taman Nasional
ruang taman nasional di Indonesia. Brief Kayan Mentarang. Bogor : Center for
No 1, April 2010, Center For International International Forestry Research (CIFOR).
Forestry Research. 150 Hal.
http://www.cifor.cgiar.org. Yuwono, I.H., P. Susanto, C. Saleh, N Andayani,
Nuhayati, L., Swastati, dan Wiati, C.B. (2006). D. Prasetyo, S.C.U. Atmoko. (2007).
Kondisi tata niaga ulin di Kalimantan Guidelines for better management
Timur dalam membangun kembali hutan di practices on avidence, mitigation and
Kalimantan. S.A Siran dan N. Yuliaty eds. management of human-orangutan conflict
BPK Kalimantan, Samarinda. in and around oil palm plantations.
Direktorat Perlindungan Hutan dan
Nurmegawati, Afrizon dan D. Sugandi. (2014).
pelestarian Alam. Departemen Kehutanan.
Kajian kesuburan tanah perkebunan karet
Wibowo, A. (2008). Hutan dan jiwa Dayak.
rakyat di Provinsi Bengkulu. Jurnal Littri
http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2008/09/02/
20(1) : 17-26. Balai Pengkajian Teknologi
hutan-dayak-dan- jiwa-dayak. Diakses
Pertanian Bengkulu. tanggal 20 Mei 2014.

100
Pengaruh Aktivitas Pariwisata terhadap Keragaman Jenis.…(Indra A.S.L.P. Putri)

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KERAGAMAN JENIS


DAN POPULASI KUPU-KUPU DI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG
BULUSARAUNG
(Effect of Tourism Activities to Butterfly Diversity and Population at Bantimurung
Bulusaraung National Park)
Indra A.S.L.P. Putri
Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar
Jalan Perintis Kemerdekaan, Km16.5 Makassar 90243, Sulawesi Selatan, Indonesia.
Tel +62-411-554049, Fax +62-411-554058
E-mail : indra.arsulipp@gmail.com
*Tanggal diterima : 11 Februari 2014; Tanggal direvisi : 5 Maret 2014; Tanggal disetujui : 5 Desember 2016

ABSTRACT

Butterflies have been prominently recognized as insect group of highly sensitive to anthropogenic
disturbances. The aim of the research was to identify the effect of tourism activities to diversity and
population of butterflies at Bantimurung Bulusaraung National Park. The research was conducted by
comparing the population size of butterflies at low human disturbance secondary forest and recreation area.
The population of butterflies was collected using Pollard Walk transect method. Data was analyzed using
Shannon-Wiener diversity index, Pielou’s evenness index, Simpson dominance index, Margalef species
richness index, and Sorensen Similarity index. Mann-Whitney Test was used to test the differences between
low human disturbance secondary forest and recreation area. The result showed that tourism activities bring
negative impact on the butterfly communities. The value of dominance index on the recreation area was
higher than on the low human disturbance secondary forest. The number of species, number of individuals,
number of families and the value of Shannon-Wiener diversity index, Margalef species richness index and
Pielou’s evenness index on the low human disturbance secondary forest were higher than on the recreation
area. Statistical analysis of Mann-Whitney Test showed that butterflies’ population on the recreation area
and on the low human disturbance secondary forest was statistically significant difference. Based on these
findings, it is important to reorganize the recreation area and butterfly conservation management, spread the
information about national wildlife protection law, enforce the law, increases the number of butterfly’s
breeder and increases the public awareness to maintain the sustainability of butterfly population.

Key words : Butterfly diversity, human disturbance, national park’s recreation area, recreation impact,
wilderness management

ABSTRAK

Kupu-kupu tergolong serangga yang peka terhadap gangguan oleh manusia. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh aktivitas pariwisata terhadap keragaman jenis dan populasi kupu-kupu di Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung. Penelitian dilakukan dengan membandingkan populasi kupu-kupu yang
dijumpai pada kawasan hutan sekunder yang jarang didatangi manusia dengan kawasan rekreasi.
Pengambilan data populasi kupu-kupu dilakukan dengan menggunakan metode Pollard-Walk transek.
Analisis data menggunakan indeks keragaman jenis Shannon-Wiener, indeks kemerataan jenis Pielou, indeks
dominasi Simpson, indeks kekayaan jenis Margalef dan indeks kesamaan jenis Sorensen. Beda nyata pada
populasi kupu-kupu yang dijumpai di kedua lokasi penelitian diuji dengan menggunakan uji Mann-Whitney.
Pengaruh aktivitas wisata terhadap kupu-kupu terlihat dari adanya perbedaan nyata pada populasi kupu-kupu
pada kedua lokasi penelitian. Nilai indeks dominansi Simpson terlihat lebih tinggi pada areal yang mendapat
gangguan akibat kegiatan wisata. Jumlah jenis, jumlah individu, nilai indeks keragaman Shannon-Wiener,
nilai indeks kemerataan Pielou dan nilai indeks kekayaan jenis Margalef pada areal yang mendapat gangguan
akibat kegiatan wisata lebih rendah dibanding areal hutan sekunder yang kurang mendapat gangguan
manusia. Diperlukan adanya penataan ulang pengelolaan obyek wisata dan kupu-kupu, sosialisasi aturan
perlindungan satwaliar, menerapkan aturan yang telah ada pada tingkat lokal serta penegakan hukum bagi
pelanggar, peningkatan jumlah penangkar kupu-kupu serta peningkatan kesadaran masyarakat agar kupu-
kupu tetap lestari.

Kata kunci : Gangguan manusia, kupu-kupu, manajemen hidupan liar, obyek wisata alam, pengaruh aktivitas
wisata

101
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 101-118

I. PENDAHULUAN Kenyataan ini memperbesar peluang


terjadinya degradasi lingkungan yang
Kupu-kupu merupakan serangga berdampak pada hidupan liar. Flamin
yang memiliki daya pesona luar biasa, (2005) dan Gassing (2015) menyebutkan
sehingga mampu menarik perhatian orang telah terjadi penurunan populasi kupu-
serta menjadi sumber inspirasi dan daya kupu di Objek Wisata Alam (OWA)
cipta sejak ratusan tahun lampau. Kupu- Bantimurung. Hasil inventarisasi tim
kupu karena keindahannya menjadi entomologi Universitas Hasanuddin ta-
komoditas yang bernilai ekonomi tinggi hun 1976 menemukan 168 jenis kupu-
dan dapat menjadi objek wisata yang kupu, terutama jenis-jenis Papilionidae
sangat digemari (Sandved & Cassie, yang lebih dikenal sebagai kupu-kupu
2004; Boppréa & Vane-Wright, 2012; raja, yang merupakan jenis kupu-kupu
Monterrubio et al., 2013). yang sangat indah dan banyak peminat-
Taman Nasional Bantimurung Bulu- nya (Mattimu, 1976; Mattimu et al.,
saraung (TN Babul) merupakan kawasan 1987). Namun, Pristiyanto (1999) menye-
yang memiliki kelebihan dan daya tarik butkan bahwa jenis kupu-kupu yang
tersendiri karena menjadi habitat bagi dijumpai di kawasan hutan Bantimurung
banyak spesies kupu-kupu. Salah satu hanya tinggal 50% saja dan sisanya telah
blok hutan yang terkenal di kawasan TN punah.
Babul adalah Bantimurung, yang diberi Dampak negatif pariwisata pada
julukan oleh Alfred Russel Wallace kupu-kupu yang dibiarkan terus berlanjut
sebagai The Kingdom of Butterfly dikhawatirkan dapat menyebabkan kera-
(Whitten et al., 1987), karena dahulu gaman hayati kupu-kupu di kawasan
banyak jumlah dan jenis kupu-kupu yang Bantimurung akan sampai pada titik kritis
hidup di areal ini. Bantimurung dapat yang sangat sulit untuk dapat pulih
dikatakan identik dengan kupu-kupu. kembali. Akibatnya, tujuan utama keber-
Kupu-kupu menjadi maskot, flagship adaan taman nasional, yaitu pelestarian
species dan ikon kebanggaan TN Babul. keragaman hayati bagi kepentingan
Pengembangan pariwisata di Banti- peningkatan kesejahteraan masyarakat
murung dilakukan antara lain dengan tidak akan mungkin tercapai.
memanfaatkan potensi keberadaan kupu- Penelitian ini bertujuan untuk me-
kupu. Taman Nasional Babul dikenal ke ngetahui pengaruh aktivitas wisata alam
segala penjuru dunia karena potensi terhadap keragaman populasi kupu-kupu
kupu-kupunya (Balai Taman Nasional di TN Babul. Hasil penelitian diharapkan
Bantimurung Bulusaraung, 2008) dan menjadi masukan bagi pengelolaan kupu-
telah menjadi objek wisata andalan serta kupu yang merupakan flagship species
menjadi salah satu sumber utama pen- dan ikon wisata TN Babul.
dapatan asli daerah Provinsi Sulawesi
Selatan.
Seiring meningkatnya jumlah wisata- II. BAHAN DAN METODE
wan, berbagai dampak negatif akibat
kegiatan wisata tidak dapat dihindarkan. A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Apalagi pelaku wisata di kawasan TN Penelitian dilakukan pada bulan
Babul bukan tergolong ekowisatawan Juni–Juli 2010. Untuk mengetahui dam-
(Harahap, 2010; Prasetyo & Amin, 2010). pak pariwisata terhadap kupu-kupu di-
Selain itu, pengelolaan kupu-kupu lakukan pembandingan keragaman jenis
sebagai ikon wisata belum dilakukan kupu-kupu pada dua lokasi (Gambar 1).
dengan baik dan benar (Harahap, 2010;
Prasetyo & Amin, 2010; Putri, 2014).

102
Pengaruh Aktivitas Pariwisata terhadap Keragaman Jenis.…(Indra A.S.L.P. Putri)

Gambar (Figure) 1. Lokasi penelitian kupu-kupu di TN. Babul


(Location of Butterflies research at Babul
National Park)

Lokasi pertama adalah objek wisata label, styrofoam, amplop papilot. Alat
alam andalan TN Babul yang ramai yang digunakan dalam penelitian ini
dikunjungi oleh wisatawan, yaitu Obyek adalah jaring kupu-kupu (sweepnet),
Wisata Alam (OWA) Bantimurung jarum suntik 5 ml, jarum pentul, pinset,
(119°40’31”-119°41’ 30” BT dan kamper, buku identifikasi, kamera, kotak
5°0’26”-5°1’10” LS). Lokasi kontrol, koleksi, tally sheet dan alat tulis.
yaitu kawasan di dalam kawasan TN
Babul yang memiliki kesamaan ekosis- C. Pengumpulan Data
tem dengan OWA Bantimurung, namun Pengumpulan data populasi dan
minim dari gangguan manusia, yaitu Blok keragaman jenis kupu-kupu di OWA
Hutan Ammarae yang terletak di Dusun Bantimurung dan Blok Hutan Ammarae
Bangkesangkeang, Kelurahan Kassi,
menggunakan metode Pollard Walk
Kecamatan Balocci, Kabupaten Pangka- Transect (Pellet, 2007; Nowicki et al.,
jene dan Kepulauan (119°39’53”- 2008; van Swaay et al., 2008). Penga-
119°40’27” BT dan 4°51’42”-4°52’5” matan kupu-kupu dilakukan oleh dua
LS). Blok Hutan Ammarae berupa orang pengamat. Salah seorang pengamat
padang rumput, di tengah tebing karst melakukan pengenalan jenis terhadap
dengan pepohonan yang tumbuh pada kupu-kupu yang dijumpai dan meng-
jarak berjauhan serta dikelilingi oleh hitung jumlah individu dari setiap jenis
hutan sekunder yang terletak di bagian tersebut. Pengamat yang lain melakukan
tepi dan atas tebing karst. pencatatan jumlah dan jenis kupu-kupu
yang dijumpai pada tally sheet.
B. Bahan dan Alat Pencatatan jumlah dan jenis kupu-kupu
Bahan yang digunakan dalam pene- dilakukan terhadap kupu-kupu yang
litian ini adalah alkohol 80%, kertas dijumpai pada jarak 5 m dari kedua sisi

103
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 101-118

transek (2,5 m di sisi kiri dan 2,5 m di sisi D. Analisis Data


kanan dan ketinggian 5 m) (van Swaay et a. Indeks Nilai Penting (INP) Kupu-
al., 2008), dengan panjang transek sekitar kupu, dihitung menggunakan rumus
1.000 m untuk memperoleh hasil yang (Odum, 1998; Fachrul, 2007) :
optimal (Devy & Davidar, 2001).
Pengamatan kupu-kupu pada Blok (1)
Hutan Ammarae dilakukan melalui empat
buah transek masing-masing berukuran
panjang 200 m. Dua buah transek (2)
diletakkan dari tepi tebing karst hingga ke
areal padang rumput dan dua buah (3)
transek lainnya diletakkan menyusuri
hutan di tepi tebing karst. Pengamatan x 00% (4)
pada OWA Bantimurung dilakukan saat INP = KR + FR ............................. (5)
obyek wisata alam tersebut ramai dikun-
jungi wisatawan pada hari libur. Penga- b. Indeks Keragaman Jenis Kupu-kupu,
matan menggunakan satu buah transek dihitung menggunakan rumus
berukuran panjang 800 m menyusuri Shannon-Wiener (Odum, 1998;
jalan dan jalur (trail) wisata yang telah Fachrul, 2007), yaitu :
tersedia dan dua buah transek masing-
masing berukuran panjang 100 m
menyusuri kawasan hutan yang terletak dimana
di sekitarnya. ………….................... (6)
Pengamatan dilakukan pada pagi hari Keterangan :
mulai pukul 09.00 hingga pukul 11.00 pi = Perbandingan antara jumlah
dan sore hari pada pukul 15.00 hingga individu spesies ke i dengan
pukul 17.00, yang merupakan saat kupu- jumlah total individu.
kupu sedang aktif (Wood & Samways,
1991; Pellet, 2007). Pencatatan jumlah c. Indeks Kemerataan Jenis Pielou meng-
dan jenis secara langsung, terutama gunakan rumus (Pielou, 1966; Ludwig
dilakukan terhadap kupu-kupu yang ber- & Reynolds, 1998) :
ukuran besar dan telah diketahui secara
pasti nama spesiesnya. Untuk kupu-kupu
yang belum diketahui secara pasti nama .......................................... (7)
spesiesnya serta kupu-kupu yang ber- Keterangan :
ukuran kecil seperti kupu-kupu yang e = Indeks Kemerataan Pielou
berasal dari familia Hesperiidae dan (Pielou’s Evenness Index)
Lycanidae dilakukan penangkapan de- S = Banyaknya jenis flora atau fauna
ngan jaring. Kupu-kupu yang ditangkap pada suatu tipe habitat
dimasukkan ke dalam amplop spesimen
(amplop papilot). Setiap amplop hanya d. Indeks Dominansi Simpson (Fachrul,
berisi satu ekor kupu-kupu. Koleksi 2007) :
kupu-kupu selanjutnya dipisahkan ber-
dasarkan morfo species di laboratorium …...…………… (8)
Konservasi Sumber Daya Alam, Balai
Penelitian Makassar dan untuk kupu- Keterangan :
kupu yang belum dapat dikenali jenisnya, D = Indeks dominansi
dikirim ke Pusat Penelitian dan Pengem- ni = Jumlah individu jenis ke-i
bangan Zoologi LIPI untuk identifikasi N = Jumlah total individu
hingga ke tingkat spesies.

104
Pengaruh Aktivitas Pariwisata terhadap Keragaman Jenis.…(Indra A.S.L.P. Putri)

e. Indeks Kekayaan Jenis Margalef TN Babul, anugerah kekayaan dan


(Fachrul, 2007), yaitu : keragaman kupu-kupu belum dimanfaat-
kan untuk monitoring perubahan ling-
....................................... (9) kungan, sehingga belum dipakai sebagai
dasar dalam merancang pengelolaan
Keterangan : taman nasional yang sesuai bagi kebu-
R = Indeks Kekayaan Jenis Margalef tuhan dan kehidupan satwa liar yang
S = Jumlah jenis kupu-kupu harus dikonservasi.
n = Jumlah seluruh individu Selama penelitian dijumpai 113 jenis
kupu-kupu yang berasal dari lima familia.
f. Indeks Kesamaan Jenis Sorensen, Dampak aktivitas wisata terhadap kupu-
yaitu (Fachrul, 2007) : kupu terlihat dari penurunan jumlah
individu, jumlah species dan jumlah
........................ (10) famili di areal wisata (Tabel 1). Di Blok
Hutan Ammarae dapat dijumpai lima
Keterangan : familia kupu-kupu, di OWA Bantimu-
IS = Indeks Kesamaan Jenis Sorensen rung hanya dijumpai empat familia.
A = Jumlah jenis kupu-kupu pada Selain itu, di Blok Hutan Ammarae
lokasi a dijumpai 394 ekor kupu-kupu yang
B = Jumlah jenis kupu-kupu pada berasal dari 109 jenis, di OWA Banti-
lokasi b murung hanya dijumpai 100 ekor kupu-
C = Jumlah jenis kupu-kupu yang kupu, yang berasal dari 21 jenis. Jumlah
dijumpai di kedua lokasi jenis kupu-kupu endemik yang dijumpai
di OWA Bantimurung juga jauh lebih
g. Uji statistik sedikit dibanding Blok Hutan Ammarae.
Untuk mengetahui perbedaan antara Pada OWA Bantimurung hanya dijumpai
populasi kupu-kupu pada blok hutan enam jenis kupu-kupu endemik, di Blok
Ammarae dan OWA Bantimurung Hutan Ammarea dijumpai 36 jenis kupu-
dilakukan uji Mann-Whitney meng- kupu endemik dan empat jenis diantara
gunakan software SPSS 21 (Santoso, kupu-kupu yang dijumpai di Blok Hutan
2013). Ammarae tergolong jenis yang dilindungi
oleh pemerintah berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999, ter-
III. HASIL DAN PEMBAHASAN masuk tiga jenis kupu-kupu yang telah
terdaftar dalam Appendix II CITES (The
A. Keragaman Jenis dan Populasi Convention on International Trade in
Kupu-kupu Endangered Species of Wild Fauna and
Kupu-kupu merupakan serangga Flora) sebagai satwa yang tidak terancam
yang peka terhadap perubahan lingkung- kepunahan, tapi mungkin terancam punah
an, sehingga di banyak negara, misalnya bila perdagangan terus berlanjut tanpa
Inggris, perubahan dalam kelimpahan dan adanya pengaturan (Lampiran 1, Gambar
keragaman kupu-kupu telah digunakan 3). Kupu-kupu yang umum dijumpai di
dalam monitoring untuk mengetahui OWA Bantimurung adalah dari famili
adanya perubahan lingkungan sejak Papilionidae, sedangkan di Blok Hutan
sekitar tahun 1970-an (Pollard et al., Ammarae umumnya dari famili Nympha-
1975; Bobo et al., 2006). Bagi kawasan lidae (Tabel 1).

105
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 101-118

Tabel (Table) 1. Sebaran jumlah jenis dan individu kupu-kupu berdasarkan familia (Number of butterflies
species and individual according to butterflies’ familes)
Ammarae OWA Bantimurung
Jumlah Jumlah
Jumlah jenis Jumlah jenis
No. Familia (Family) individu individu
(Number of (Number of
(Number of (Number of
species) species )
individual) individual )
1 Papilionidae 13 jenis 72 ekor 8 jenis 87 ekor
2 Pieridae 18 jenis 72 ekor 7 jenis 7 ekor
3 Lycanidae 12 jenis 36 ekor - -
4 Nymphalidae 50 jenis 157 ekor 5 jenis 5 ekor
5 Hesperiidae 16 jenis 57 ekor 1 jenis 1 ekor
Jumlah 109 jenis 394 ekor 21 jenis 100 ekor

Troides haliphron ♂ Troides haliphron ♀ Troides helena ♂ Troides helena ♀

Troides hypolitus ♂ Troides hypolitus ♀ Cethosia myrina ♂ Cethosia myrina ♀

Gambar (Figure) 2. Jenis kupu-kupu dilindungi yang dijumpai di lokasi penelitian (Butterflies protected
species found at the research area)

Kupu-kupu memiliki spesifikasi Selama pelaksanaan penelitian, di OWA


habitat yang berbeda-beda dengan kisaran Bantimurung hanya dijumpai enam jenis
dari yang umum dan dapat hidup pada kupu-kupu endemik, di Blok Hutan
berbagai tipe habitat hingga yang Ammarae ditemukan 36 jenis endemik.
memiliki kisaran habitat sangat sempit
atau membutuhkan tipe habitat yang B. Pengaruh Pariwisata Terhadap
sangat spesifik. Jenis endemik umumnya Keragaman Jenis dan Populasi
lebih peka terhadap perubahan lingkung- Kupu-kupu
an, bahkan terhadap perubahan lingkung- Lingkungan alam merupakan faktor
an yang sangat kecil, karena memiliki yang sangat penting peranannya pada
spesifitas habitat yang tinggi (Spitzer et kegiatan ekowisata di taman nasional.
al., 1997; Lien, 2013). Gangguan yang Jika lingkungan alam tidak dijaga, maka
tinggi akibat berbagai aktivitas wisata di kelangsungan ekowisata akan terancam
OWA Bantimurung menyebabkan kupu- akibat terjadinya kerusakan pada objek
kupu, terutama jenis yang lebih peka wisata yang diminati wisatawan. Buckley
seperti jenis-jenis endemik, akan kehi- (2004a) menyatakan bahwa ekowisata
langan habitat yang sangat spesifik yang dapat memberikan berbagai dampak pada
mereka butuhkan untuk perkembang- hidupan liar. Bentuk dampak tersebut
biakannya. Hal ini berdampak pada
antara lain berupa timbulnya berbagai
sangat menurunnya tingkat kehadiran gangguan langsung oleh wisatawan,
kupu-kupu jenis endemik tersebut. perubahan habitat serta terjadinya polusi.

106
Pengaruh Aktivitas Pariwisata terhadap Keragaman Jenis.…(Indra A.S.L.P. Putri)

Dampak yang timbul akibat pengaruh tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan,


gangguan oleh wisatawan akan semakin pada OWA Bantimurung terdapat tiga
besar bila wisatawan mendatangi lokasi jenis kupu-kupu yang dijumpai dalam
tersebut pada periode kritis seperti saat jumlah populasi yang jauh lebih banyak
satwaliar sedang dalam masa kawin atau dibanding jenis lain. Jenis kupu-kupu
bertelur. tersebut adalah Graphium milon yang
Pada TN Babul, dampak pariwisata memiliki kelimpahan 38,38%, Graphium
terhadap kupu-kupu juga terlihat dari meyeri yang memiliki kelimpahan
lebih rendahnya nilai indeks keragaman 34,34% dan Graphium rhesus yang
hayati dan nilai indeks kekayaan jenis memiliki kelimpahan 10,1%. Pada Blok
yang dijumpai di OWA Bantimurung Hutan Ammarae tidak terdapat jenis yang
dibanding Blok Hutan Ammarae. Indeks dengan jumlah populasi yang sangat
keragaman jenis (indeks H’) dan Indeks berbeda dibanding jenis lain. Kelimpahan
kekayaan jenis (indeks R) kupu-kupu di tertinggi dijumpai pada jenis Phalanta
OWA Bantimurung yang lebih rendah alcippe dengan nilai kelimpahan sebesar
memperlihatkan adanya tekanan terhadap 3,06% serta Graphium meyeri dan
populasi kupu-kupu di tempat tersebut Graphium milon dengan nilai kelimpahan
(Tabel 2). sebesar 2,54% (Lampiran 1). Tidak ter-
Nilai indeks dominansi Simpson dapatnya jenis kupu-kupu yang dominan
(Indeks D) di kedua lokasi yang besarnya dengan jumlah individu yang jauh lebih
di bawah 0,5. Fachrul (2007) menyatakan banyak dibanding jenis lainnya menun-
bahwa nilai indeks D < 0,5 menunjukkan jukkan bahwa Blok Hutan Ammarae
bahwa pada kedua lokasi tidak terdapat mampu menyediakan habitat yang baik
jenis yang benar-benar mendominasi. bagi beragam jenis kupu-kupu, termasuk
Namun, menurut Heddy dan Kurniaty jenis endemik dan dilindungi. Selain
(1996), nilai D > 0,05 sudah dapat mampu menyediakan habitat yang baik,
menunjukkan adanya jenis yang men- pada Blok Hutan Ammarae juga tidak
dominasi atau jenis yang jumlah terjadi berbagai gangguan yang dapat
individunya jauh lebih banyak (lebih mengganggu komunitas kupu-kupu, se-
melimpah) dibanding jenis lain. Nilai hingga kupu-kupu dapat berkembang
indeks dominansi pada OWA Bantimu- biak dengan baik tanpa tekanan.
rung sebesar 0,26 (di atas 0,05) menun- Berdasarkan hasil perhitungan nilai
jukkan bahwa pada kawasan wisata Indeks Kemerataan Populasi (Indeks E)
tersebut terdapat jenis yang mendomi- yang nilainya di atas 0,5 (Tabel 2),
nasi, adanya gangguan atau tekanan terlihat bahwa individu dalam populasi
terhadap populasi, sehingga hanya jenis- kupu-kupu pada kedua lokasi penelitian
jenis yang mampu beradaptasi terhadap tersebar secara merata. Meskipun demi-
gangguan yang dapat dijumpai di areal kian, nilai indeks E di Blok Hutan

Tabel (Table) 2. Nilai Indeks Keragaman Hayati Shannon-Wiener (Indeks H’), Indeks Kekayaan Jenis
Margalef (Indeks R), Indeks Dominansi Simpson (Indeks D), Indeks Kemerataan Populasi
(Indeks E) dan Indeks Kesamaan Jenis Sorensen (Indeks IS) kupu-kupu pada OWA
Bantimurung dan Blok Hutan Ammarae (The index Value of Diversity, Species Richness,
Dominance, Evenness and Similarity at the research area)
No. Lokasi (Research area) Ammarae Bantimurung
1 Indeks H' (Shannon-Wiener Index) 4.61 2.44
2 Indeks R (Species Richness Index) 18.07 4.34
3 Indeks D (Dominance Index) 0.01 0.26
4 Indeks E (Evenness Index) 0.77 0.53
5 Indeks IS (Similarity Index) 21.31

107
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 101-118

Ammarae lebih tinggi dibanding OWA C. Berbagai Faktor Penyebab Penu-


Bantimurung. Hal ini menunjukkan pola runan Populasi Kupu-kupu
sebaran individu dalam populasi kupu- Penurunan populasi kupu-kupu di
kupu di Blok Hutan Ammarae lebih OWA Bantimurung sebenarnya telah
merata dibanding OWA Bantimurung. dirasakan oleh wisatawan. Tidak sedikit
Dampak pariwisata terhadap kupu- wisatawan yang merasa kecewa karena
kupu pada OWA Bantimurung juga hanya menjumpai sangat sedikit kupu-
terlihat dari rendahnya nilai Indeks kupu. Berbagai faktor yang dapat menjadi
Kesamaan Jenis Sorensen (IS), yakni penyebab penurunan populasi kupu-kupu
sebesar 21,31 (Tabel 2). Nilai IS yang antara lain :
rendah menunjukkan komposisi jenis
kupu-kupu pada kedua lokasi penelitian
1. Perubahan Habitat
tidak sama. Jumlah jenis kupu-kupu di
Blok Hutan Ammarae yang jauh lebih Pyle (1981), Wood (1999), Chongo
banyak menunjukkan adanya ketidak- (2001), Forister et al., (2010), Lien
samaan jenis kupu-kupu pada kedua (2013), menyatakan bahwa kupu-kupu
lokasi penelitian, meskipun dari 21 jenis tergolong serangga yang sangat peka
kupu-kupu yang dijumpai di OWA terhadap perubahan atau fragmentasi
Bantimurung, hanya terdapat empat jenis habitat. Perubahan habitat dapat menye-
yang tidak dijumpai di Blok Hutan babkan penurunan keragaman jenis dan
Ammarae. Perbedaan pada populasi populasi kupu-kupu (Samways, 1994;
kupu-kupu di kedua lokasi penelitian Forister et al., 2010). Perubahan habitat
selanjutnya diuji secara statistik untuk dapat terjadi dalam berbagai bentuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan seperti, perubahan tutupan vegetasi akibat
nyata pada populasi kupu-kupu tersebut. terbukanya kanopi pohon atau terbukanya
Berdasarkan hasil uji Normalitas terlihat tutupan vegetasi tumbuhan bawah karena
jika nilai signifikansi atau nilai probabili- adanya jalur trail (Cole, 2004, Hammit et
tas untuk uji dua sisi adalah 0,000 al., 2015), terbentuknya penghalang per-
(Lampiran 3). Nilai tersebut lebih kecil gerakan satwaliar, adanya berbagai ben-
dari nilai 0,05 (P < 0,05). Hal ini tuk suara serta bau yang baru, adanya api
menunjukkan bahwa data yang ada tidak dan asap, masuknya berbagai hama dan
berdistribusi normal, sehingga untuk penyakit, berkurang atau hilangnya pakan
mengetahui adanya dampak pariwisata serta sumber air maupun gangguan dan
terhadap kupu-kupu dilakukan uji non kerusakan tempat bersarang (Buckley,
parametrik. Dalam hal ini uji non (2004b).
parametrik yang digunakan adalah uji Pada OWA Bantimurung, perubahan
beda antara dua faktor yang independen habitat akibat aktivitas wisatawan terjadi
(uji Mann-Whitney). Berdasarkan hasil dalam bentuk munculnya jalur trail liar
uji Mann-Whitney terlihat bahwa dan matinya tumbuhan bawah yang men-
asymptotic significance untuk uji dua sisi jadi penunjang kehidupan kupu-kupu.
adalah 0,000 atau probabilitas < 0,05 Munculnya jalur trail liar dan matinya
(Lampiran 4). Hal ini menunjukkan jika tumbuhan bawah tersebut diakibatkan
terdapat perbedaan nyata pada populasi karena wisatawan berjalan-jalan dan
kupu-kupu di Blok Hutan Ammarae dan duduk-duduk tidak pada tempat yang
OWA Bantimurung. Adanya perbedaan telah disediakan. Selain itu, menurunnya
nyata pada populasi kupu-kupu pada jumlah vegetasi yang menjadi penunjang
OWA Bantimurung dan Blok Hutan kelangsungan hidup kupu-kupu juga
Ammarae memperlihatkan adanya penga- terjadi akibat pembangunan berbagai
ruh negatif aktivitas pariwisata terhadap sarana dan prasarana penunjang kegiatan
kupu-kupu. pariwisata, seperti pemasangan paving

108
Pengaruh Aktivitas Pariwisata terhadap Keragaman Jenis.…(Indra A.S.L.P. Putri)

blok, penyemenan tepi sungai dan per- Respon satwaliar terhadap gangguan
mukaan batuan serta pembuatan kolam bermacam-macam, seperti tidak men-
dari tegel keramik yang menyebabkan datangi lagi areal yang telah terganggu,
berkurangnya areal berpasir yang disukai menghindari areal itu saat merasa
kupu-kupu untuk hinggap dan mengisap terganggu namun kembali lagi saat telah
mineral. tidak ada gangguan, meninggalkan
sementara waktu areal tersebut dan
2. Perubahan Iklim Mikro kembali lagi beberapa saat kemudian,
meninggalkan pakan, menghindari gang-
Kupu-kupu merupakan serangga
guan dengan hanya berpindah lokal di
yang peka terhadap perubahan ling-
sekitar tempat tersebut, mengeluarkan
kungan seperti perubahan iklim mikro,
alarm peringatan tanda bahaya yang
intensitas cahaya, suhu, kecepatan angin,
mencakup berbagai respons fisiologi
penguapan (Pomeroy & Service, 1986;
(Buckley, 2004c).
Bobo et al., 2006). Hasil wawancara
terhadap masyarakat sekitar OWA Banti-
murung menunjukkan bahwa pada sekitar 4. Salah kelola OWA
tahun 70-an, saat OWA Bantimurung Kegiatan yang dilakukan pengelola
masih berupa hutan dan belum banyak terkesan lebih mengutamakan kepenting-
didatangi wisatawan, kelembaban kawa- an wisatawan dibanding upaya konservasi
san Bantimurung tergolong tinggi, yang kupu-kupu. Hal ini terlihat dari : a. belum
terlihat dari masih cukup tebalnya kabut diarahkannya pengelolaan OWA Banti-
dan kesejukan udara di sekitar areal hutan murung pada kegiatan ekowisata dalam
tersebut. Perubahan iklim mikro dapat arti yang sebenarnya dan bukan pada
terjadi akibat menurunnya jumlah vege- masstourism; b. belum digunakannya
tasi, perubahan struktur pada permukaan anugerah kekayaan keragaman kupu-
tanah dan batuan akibat penyemenan kupu sebagai salah satu dasar dalam
yang dapat meningkatkan suhu pada menjalankan sistem pengelolaan taman
permukaan tanah dan batuan, pening- nasional dan OWA; c. masih minimnya
katan jumlah penduduk yang menghuni sarana prasarana pembelajaran, penyuluh-
areal di sekitar kawasan tersebut serta an dan peningkatan kesadaran masyarakat
terutama akibat peningkatan jumlah dan wisatawan akan pentingnya konser-
wisatawan. vasi kupu-kupu; d. belum optimalnya
kegiatan penangkaran kupu-kupu dan e.
3. Aktivitas Wisatawan Pembangunan sarana dan prasarana
penunjang pariwisata yang lebih mem-
Gangguan akibat aktivitas wisatawan
perhatikan pemenuhan kebutuhan wisata-
terjadi dalam bentuk : a. gangguan ter-
wan.
hadap ulat atau kepompong; b. Penang-
kapan diam-diam individu dewasa; c.
adanya asap dan api dari aktivitas 5. Aktivitas Perdagangan Kupu-Kupu
memasak makanan; d. gangguan berupa Aktivitas perdagangan kupu-kupu
suara, bau; e. padatnya wisatawan yang dapat menimbulkan over eksploitasi
hampir tidak menyisakan ruang dan akibat kupu-kupu yang diperdagangkan
waktu yang cukup untuk aktivitas meng- umumnya merupakan hasil tangkapan
isap mineral maupun untuk beristirahat; f. dari alam yang dilakukan tanpa batasan
membuang sampah tidak pada tempatnya area penangkapan, pembatasan musim
dan g. penggunaan sabun mandi di sungai menangkap serta jumlah, jenis dan
yang menyebabkan tercemarnya habitat ukuran yang boleh ditangkap. Akibatnya
kupu-kupu. penangkapan kupu-kupu terjadi di dalam
kawasan taman nasional dan penang-

109
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 101-118

kapan juga dilakukan terhadap jenis yang 7. Minimnya Aturan Berkekuatan


dilindungi. Kupu-kupu yang tidak ditang- Hukum dan Penegakannya
kap hanyalah kupu-kupu yang sayapnya Aturan pemanfaatan kupu-kupu pada
telah rusak (cacat). Kupu-kupu cacat akan tingkat nasional dan lokal masih sangat
dilepas lagi ke alam, dengan alasan untuk minim. Hal ini masih ditambah dengan
memberi kesempatan kepada kupu-kupu belum dilaksanakannya aturan yang ada
agar dapat berkembang biak, meskipun dan ditegakkannya aturan terhadap
alasan sesungguhnya kemungkinan kare- pelanggar. Runge (1981) dan McKay &
na tidak lagi laku dijual. Ironisnya, Acheson (1987) menyatakan bahwa
kebanyakan pedagang serangga dan kerusakan sumberdaya alam seringkali
penangkap kupu-kupu tidak memper- tidak hanya disebabkan oleh over
hitungkan bahwa kemampuan kupu-kupu eksploitasi saja, melainkan juga oleh
yang telah rusak sayapnya untuk bertahan ketiadaan hukum atau aturan yang dapat
hidup dan berkembang biak akan sangat ditaati oleh warga. Ketiadaan aturan
menurun (Kingsolver, 1999; Jantzen & pemanfaatan kupu-kupu di tingkat lokal
Eisner, 2008; Lehnert, 2010). Tekanan serta minimnya upaya pelaksanaan dan
terhadap populasi kupu-kupu semakin penegakan aturan tingkat nasional yang
bertambah akibat minimnya upaya ma- ada, mencerminkan minimnya upaya
syarakat membudidayakan dan menang- untuk menjaga kelestarian kupu-kupu.
karkan kupu-kupu agar kupu-kupu yang Belum ditegakkannya pelarangan pe-
diperdagangkan bukan lagi hasil tang- nangkapan kupu-kupu di dalam kawasan
kapan dari alam. taman nasional dan belum adanya
peraturan mengenai pembatasan musim,
6. Minimnya Partisipasi Para Stake- jumlah dan jenis kupu-kupu yang boleh
holder ditangkap di luar kawasan taman nasional
Kurangnya kepedulian para stake- untuk mencegah terjadinya penangkapan
holder akan nasib kupu-kupu tercermin berlebih, terutama terhadap jenis endemik
dari kurang tanggapnya para stakeholder yang belum dilindungi oleh peraturan
untuk secara serius menangani problem perundang-undangan nasional, memper-
penurunan populasi kupu-kupu di Banti- besar peluang terjadinya over eksploitasi
murung. Saat ini instansi pemerintah yang dapat berdampak pada penurunan
seperti Balai Konservasi Sumberdaya populasi.
Alam (BKSDA) Provinsi Sulawesi
Selatan, Dinas Kehutanan Kabupaten
Maros, termasuk pihak TN Babul sendiri IV. IMPLIKASI KONSERVASI
belum pernah melakukan monitoring
terhadap pemanfaatan dan perdagangan Penurunan populasi kupu-kupu di
kupu-kupu dengan baik, sehingga tidak OWA Bantimurung seharusnya dapat
tersedia data yang akurat mengenai menggugah berbagai pihak terkait untuk
eksploitasi kupu-kupu yang dilakukan dapat mulai bekerjasama mengantisipasi
masyarakat. Selain itu, pihak Pemerintah agar populasi kupu-kupu tidak mencapai
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dan titik kritis yang sulit dipulihkan. Berbagai
Pemerintah Daerah Kabupaten Maros, langkah bijak dapat mulai dilakukan,
juga belum melakukan upaya untuk lebih seperti :
memberdayakan masyarakat agar tidak 1. Mengarahkan dan merubah penge-
terlalu bergantung pada kupu-kupu hasil lolaan wisata dari masstourism men-
tangkapan dari alam atau mengembang- jadi ekowisata yang mengandalkan
kan lapangan kerja lain yang tidak pemasarannya pada tetap lestarinya
bergantung pada sumberdaya taman sumberdaya alam dan lingkungan.
nasional.

110
Pengaruh Aktivitas Pariwisata terhadap Keragaman Jenis.…(Indra A.S.L.P. Putri)

2. Pengaturan dan pembatasan jumlah servasi dan sarana peningkatan kepe-


wisatawan serta pola pengelolaan dulian terhadap kelestarian kupu-
yang mengutamakan aspek kealamia- kupu.
han dan kelestarian berbagai jenis 8. Pembangunan pusat informasi yang
satwaliar. lengkap juga dibutuhkan untuk mem-
3. Pihak pengelola sebaiknya mulai perluas pengetahuan wisatawan akan
menerapkan pola pikir ‘kupu-kupu kupu-kupu lokal serta memberi
lestari, pariwisata lestari’. Pihak gambaran tentang keindahan dan
pengelola OWA Bantimurung perlu peran kupu-kupu di alam, selain
menyadari bahwa sangat sedikit atau sebagai media peningkatan kepeduli-
bahkan tidak terlihatnya kupu-kupu an masyarakat.
yang beterbangan secara bebas dapat 9. Pihak pengelola sebaiknya mulai
menurunkan citra Bantimurung seba- membangun kerjasama dengan lem-
gai surga kupu-kupu, di samping baga penelitian, terutama untuk
dapat mempengaruhi animo wisata- melakukan riset mengenai berbagai
wan, utamanya wisatawan manca- aspek kehidupan jenis kupu-kupu
negara, untuk berkunjung. Peran yang ada, termasuk jenis yang
kupu-kupu sebagai flagship species kurang dikenal.
dan ikon wisata utama TN Babul 10. Pihak pengelola sebaiknya aktif
harus dioptimalkan. Untuk itu pihak melakukan sosialisasi mengenai
pengelola harus mengubah pola pikir aturan perundangan yang berlaku,
dalam menata wisata ke arah upaya seperti pelarangan penangkapan di
menjaga tetap lestarinya kupu-kupu dalam kawasan taman nasional,
demi tetap tingginya minat berwisata aturan mengenai pelarangan penang-
di Bantimurung. kapan jenis-jenis kupu-kupu yang
4. Pemulihan habitat kupu-kupu juga telah dilindungi, aturan mengenai
merupakan hal yang penting untuk pelarangan perdagangan jenis dilin-
dilakukan, misalnya dengan menye- dungi hasil tangkapan langsung dari
diakan tempat yang cukup leluasa alam serta sanksi hukum bagi
dan benar-benar terhindar dari pelanggar.
gangguan wisatawan di pinggir 11. Pembuatan aturan ditingkat lokal
sungai yang berpasir sebagai tempat mengenai musim penangkapan,
kupu-kupu mengisap mineral. jumlah dan jenis kupu-kupu yang
5. Penyediaan pemandu wisata, penyu- boleh ditangkap dan besarnya jatah
luh dan tenaga pengawas dalam penangkapan bagi setiap pedagang
jumlah yang cukup dan memiliki pada setiap periode tertentu, untuk
profesionalisme tinggi. mengurangi tekanan terhadap popu-
6. Wisatawan lebih diseleksi, sehingga lasi kupu-kupu.
Bantimurung kelak hanya dikunjungi 12. Pembentukan lembaga masyarakat
oleh wisatawan yang benar-benar sebagai wadah dan penyalur aspirasi
menginginkan Bantimurung tetap masyarakat.
utuh dan lestari serta tidak mela- 13. Peningkatan kesadaran masyarakat
kukan tindakan yang dapat merusak perlu dilakukan secara rutin dan
dan mengancam kelestarian berbagai kontinyu agar masyarakat menyadari
makhluk hidup di dalam kawasan bahwa suatu saat kupu-kupu dapat
wisata alam tersebut. habis bila terus dieksploitasi tanpa
7. Pengelola Bantimurung dapat meng- upaya konservasi.
optimalkan fungsi sarana prasarana 14. Mengoptimalkan penangkaran kupu-
yang ada, misalnya museum kupu- kupu yang ada agar benar-benar
kupu sebagai sarana pendidikan kon- berfungsi sebagai tempat penang-

111
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 101-118

karan dan bukan sekedar sebagai populasi kupu-kupu di Taman Nasional


‘display’ serta tempat pemindahan Bantimurung Bulusaraung, yang terlihat
lokasi bertelur. Pelatihan dan kursus dari lebih rendahnya jumlah jenis dan
ke berbagai penangkar kupu-kupu di individu, lebih rendahnya nilai indeks
dalam dan luar negeri juga perlu keragaman jenis Shannon-Weiner (Indeks
dilakukan untuk meningkatkan ke- H’), lebih rendahnya nilai indeks
terampilan dan pengetahuan para kekayaan jenis (Indeks R), lebih tinggi-
penangkar. nya nilai indeks dominansi (Indeks D)
15. Penambahan jumlah penangkaran serta lebih rendahnya nilai indeks
kupu-kupu yang dikelola oleh kemerataan jenis (Indeks E) kupu-kupu
masyarakat lokal, melalui program yang dijumpai pada obyek wisata alam
pemberdayaan masyarakat, hingga (OWA) Bantimurung dibanding kupu-
setiap penangkap, pedagang dan kupu yang dijumpai pada Blok Hutan
pengrajin kupu-kupu dapat memiliki Ammarae yang bukan merupakan kawa-
penangkaran atau lokasi budidaya san wisata alam.
kupu-kupu sendiri, dapat memotivasi Pada Obyek Wisata Alam (OWA)
masyarakat lain agar berhenti Bantimurung dijumpai 21 jenis kupu-
menangkap kupu-kupu dari alam kupu dengan enam jenis diantaranya ter-
serta mulai beternak kupu-kupu. golong jenis endemik Sulawesi sedang-
Penambahan penangkaran kupu-kupu kan pada Blok Hutan Ammarae dapat
merupakan hal yang krusial meng- dijumpai 109 jenis kupu-kupu dengan 36
ingat saat ini hanya tersisa satu buah jenis diantaranya tergolong jenis endemik
penangkaran kupu-kupu saja yang Sulawesi. Di antara jenis endemik ter-
dikelola oleh masyarakat, itu pun sebut, tiga jenis termasuk dalam
dengan kondisi yang tergolong mem- Appendix II CITES dan empat jenis telah
prihatinkan. Dengan penambahan dilindungi berdasarkan Peraturan Peme-
jumlah penangkar kupu-kupu, di- rintah Nomor 7 Tahun 1999.
harapkan masyarakat akhirnya dapat Pada OWA Bantimurung terdapat
menerapkan Peraturan Pemerintah jenis kupu-kupu yang mendominasi, yaitu
Nomor 8 Tahun 1999, yaitu untuk yang berasal dari familia Papilionidae
jenis kupu-kupu yang dilindungi dengan jenis yang terbanyak adalah
hanya akan memanen kupu-kupu Graphium milon (INP 51,7, kelimpahan
mulai dari generasi kedua. 38,4%) sedangkan populasi kupu-kupu di
Blok Hutan Ammarae memiliki distribusi
Berbagai hal tersebut di atas tentu
jumlah individu yang tersebar merata
menuntut kerjasama yang erat dari
(tidak terdapat jenis yang benar-benar
berbagai pihak bagi keberhasilannya.
mendominasi populasi) dengan jenis yang
Untuk itu sangat diperlukan adanya
banyak dijumpai berasal dari familia
komunikasi yang baik dan partisipasi
Nymphalidae yaitu Phalanta alcippe
aktif berbagai pihak dalam melestarikan
yang hanya memiliki nilai kelimpahan
kupu-kupu, sehingga kupu-kupu tetap
sebesar 3,06% serta Graphium meyeri
dapat terbang mengepakkan sayapnya
dan Graphium milon yang hanya
serta tetap dapat dinikmati keindahannya
memiliki kelimpahan sebesar 2,54%.
di Bantimurung.
B. Saran
V. KESIMPULAN DAN SARAN Diperlukan kerjasama berbagai pihak
terkait (TN Babul, pemerintah daerah
A. Kesimpulan tingkat provinsi, pemerintah daerah ting-
Aktivitas wisata menyebabkan ter- kat kabupaten, perguruan tinggi, lembaga
jadinya penurunan keragaman jenis dan penelitian, lembaga swadaya masyarakat,

112
Pengaruh Aktivitas Pariwisata terhadap Keragaman Jenis.…(Indra A.S.L.P. Putri)

penangkar kupu-kupu, pedagang kupu- Buckley, R. (2004c). Impacts of ecotourism on


kupu, penangkap kupu-kupu, masyarakat terestrial wildlife. in R. Buckley (ed.),
Environmental impacts of ecotourism.
sekitar) untuk mengantisipasi agar popu- CABI Publishing. Wallingford. UK. p.
lasi kupu-kupu di OWA Bantimurung 211-228.
tidak mencapai titik kritis yang sulit Chongo, D. (2001). Butterfly assemblages of
untuk dipulihkan. forest, grassland and disturbed ecotones
Penggunaan kupu-kupu sebagai near Goba, Southern Mozambique. (M.Sc.
Thesis) Percy Fitzpatrick Institute of
flagship species TN Babul sebaiknya African Ornithology, University of Cape
dibarengi dengan perubahan pola penge- Town. South Africa. 28 p.
lolaan OWA Bantimurung dari mass Cole, D.N. (2004). Impacts of hiking and camping
tourism menjadi ekowisata dan menerap- on soils and vegetation: a review. in R.
kan kebijakan : kupu-kupu lestari, pariwi- Buckley (ed.), Environmental impacts of
ecotourism CABI Publishing. Wallingford.
sata lestari. UK. p. 41-60.
Devy, M.S. & Davidar, P. (2001). Response of
wet forest butterflies to selective logging
Ucapan Terima Kasih in Kalakad-Mundanthurai Tiger Reserve :
implication for conservation. Current
Penulis menyampaikan terima kasih Science, 80(3) : 400-405.
yang sebesar-besarnya kepada Balai Fachrul, M.F. (2007). Metode sampling
Taman Nasional Bantimurung Bulusa- bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta. 208 h.
Flamin, A. (2005). Analisis sosiodemografi dan
raung atas dukungannya dalam pengam- psikografi wisatawan terhadap objek daya
bilan data untuk kegiatan penelitian ini tarik Taman Wisata Alam Bantimurung.
dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah
Kehutanan atas dukungan dana yang Mada. Tesis. Tidak dipublikasikan. 199 h.
diberikan untuk pelaksanaan kegiatan Forister, M.L., McCall, A.C., Sanders, N.J.,
Fordyce, J.A., Thorne, J.H., O’Brien, J.,
penelitian ini. Waetjen, D.P., & Shapiro, A.M. (2010).
Compounded effects of climate change and
habitat alteration shift patterns of butterfly
DAFTAR PUSTAKA diversity. Proceeding of National Academy
of Science 107(5) : 2088-2092. USA.
Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Gassing, I. (2015). Bantimurung, Jejak Kerajaan
(2008). Rencana pengelolaan Taman Kupu-Kupu.
Nasional Bantimurung Bulusaraung. Balai http://indonesiana.tempo.co/read/30532/20
Taman Nasional Bantimurung Bulusa- 15/01/29/ipul.ji/bantimurung-jejak-
raung. Maros. kerajaan-kupu-kupu#.VO7HZPmsVy0.
Bobo, K. S., Waltert, M., Fermon, H., Njokagbor, Diakses 26 Februari 2015.
J. & Mǖhlenberg, M. (2006). From forest Hammit, W.E. Cole, D.N. & Monz, C. A. (2015).
to farmland : butterfly diversity and habitat Wildland recreation : Ecology and
associations along a gradient of forest management, 3 rd ed. John Wiley & Sons,
conversion in Southwestern Cameroon. Ltd. West Sussex. 328 p.
Journal of Insect Conservation 10 : 29-42. Harahap, A. R. (2010). Kerajaan Kupu-kupu di
Springer. Bantimurung. http://www.tn-
Boppréa, M. & Vane-Wright, R.I. (2012). The babul.org/index.php?option=com_content
butterfly house industry : conservation &view=article&id=162%3Akerajaan-
risks and education opportunities. Conser- kupu-kupu-di-
vation and Society 10(3) : 285-303. bantimurung&catid=70%3Aberita&Itemid
Buckley, R. (2004a). Impact of ecotourism on =198. Diakses 15 Agustus 2014.
birds. in R. Buckley (ed.), Environmental Heddy, S. & Kurniati, M. (1996). Prinsip-prinsip
impacts of ecotourism. CABI Publishing. dasar ekologi : suatu bahasan tentang
Wallingford. UK. p. 187-209. kaidah ekologi dan penerapannya. PT.
Buckley, R. (2004b). Impacts positive and Raja Grafindo Persada. Jakarta. 271 h.
negative: Links between ecotourism and Jantzen, B. & Eisner, T. (2008). Hindwings are
environment. in R. Buckley (ed.), Environ- unnecessary for flight but essential for
mental impacts of ecotourism. CABI execution of normal evasive flight in
Publishing. Wallingford. UK. p. 5-14. Lepidoptera. Proceeding of National

113
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 101-118

Academy of Science 105(43) : 16636- collections. Journal of Biology 13 : 131-


16640. (doi:10.1073/pnas.0807223105) 144.
Kingsolver, J. G. (1999). Experimental analyses Pollard, E., Elias, D.O., Skelton, M.J. & Thomas,
of wing size, flight, and survival in the J.A. (1975). A method for assessing the
western white butterfly. Evolution 53(5) : abundance of butterflies in Monks Wood
1479-1490. Society for the Study of National Nature Reserve in 1973.
Evolution. Entomologist’s Gazette 26 : 79-88.
Lehnert M. (2010). New protocol for measuring Pomeroy, D.E. & Service, M.W. (1986). Tropical
Lepidoptera wing damage. Journal of the ecology. Harlow, Longman Scientific and
Lepidopterist’s Society 64 : 29-32. Technical. London. 233 p.
Lien, V.V. (2013). The effect of habitat Prasetyo, R. & Amin, I. (2010). Kupu-kupu
disturbance and altitudes on the diversity kemana engkau terbang. http://www.tn-
of butterflies (Lepidoptera : Rhopalocera) babul.org/index.php?option=com_content
in a tropical forest of Vietnam: results of a &view=article&id=160%3Akupu-kupu-
long-term and large-scale study. Russian ke-mana-engkau-
Entomological Journal 22(1) : 51-65. terbang&catid=49%3Aartikel&Itemid=195
Ludwig, J.A. & Reynold. (1988). Statistical . Diakses 13 Agustus 2014.
ecology. Wiley Interscience Publ. John Pristiyanto, D. (1999). Kelestarian kupu-kupu
Wiley and Sons. Toronto. Bantimurung memprihatinkan. Suara
Mattimu, A.A. (1976). Butterflies of Pembaruan. 23 Januari 1999.
Bantimurung, South Sulawesi, collected in Putri, I.A.S.L.P. (2014). Peran kupu-Kupu
August-October 1976. Universitas sebagai flag ship spesies Taman Nasional
Hasanuddin. Ujung Pandang. Bantimurung Bulusaraung dan pengelolaan
Mattimu, A.A., Sugondo, H. & Pabittei, H. dalam rangka peningkatan upaya konser-
(1987). Identifikasi dan inventarisasi jenis vasinya. Prosiding Seminar Nasional
kupu-kupu di Bantimurung Sulawesi Komunitas Manajemen Hutan Indonesia
Selatan. Proyek Penelitian UNHAS. (KOMHINDO) : Reaktualisasi Pengelola-
Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang. an Hutan Berbasis Ekosistem Daerah
McKay, B.J. & Acheson, J.M. (1987). Human Aliran Sungai. Fakultas Kehutanan
Ecology and the Commons. In B. J. Universitas Hasanuddin. h. 10 - 17.
McCay and J. M. Acheson (eds.). The Pyle, R.M. (1981). National Audubon Society
question of the commons: The culture and Field Guide to North American Butterflies
ecology of communal resources. The (National Audubon Society Field Guide
University of Arizona Press. Tucson. p. 1- Series). Alfred A. Knopf, Inc. New York.
34. 924 p.
Monterrubio, J. C., Rodríguez-Muñoz, G. & Runge, C.F. (1981). Common property
Mendoza-Ontiveros, M. M. (2013). Social externalities: isolation, assurance, and
benefits of ecotourism: The Monarch resource depletion in a traditional grazing
Butterfly Reserve in Mexico. Enlightening context. American Agricultural Economics
Tourism. A Pathmaking Journal 3(2) : Association. p. 595-606.
105-124. Universidad de Huelva. Samways, M. J. (1994). Insect conservation
Nowicki, P., Settele, J., Henry P. & biology. Chapman & Hall. London. 358 p.
Woyciechowski, M. (2008). Butterfly Sandved, K. & Cassie, B. (2004). A world of
monitoring methods: The ideal and the real butterflies. Bulfinch Press. New York. 420 p.
world. Israel Journal of Ecology and Santoso, S. (2013). Menguasai SPSS 21 di era
Evolution 54 : 69–88. informasi. PT Elex Media Komputindo.
Odum, E. P. (1998). Dasar-dasar ekologi. Gadjah Jakarta. 445 h.
Mada University Press.Yogyakarta. 697 h. Spitzer, K., Jaros, J., Havelka, J. & Leps, J.
Pellet, J. (2007). Seasonal variation in (1997). Effect of small-scale disturbance
detectability of butterflies surveyed with on butterfly communities of an Indo-
Pollard walks. Journal of Insect Conser- chinese Montane Rainforest. Biological
vation 12 : 155-162. Springer. Conservation 80 : 9-15.
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 UNEP. (2013). CITES species list. http://www.
tentang Pengawetan jenis tumbuhan dan cites.org. Diakses 27 September 2013.
satwa. Van Swaay, C. A. M., Nowicki, P., Settele, J. &
Peratuan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 van Strien, A. J. (2008). Butterfly
tentang Pemanfaatan jenis tumbuhan dan monitoring in Europe: Methods,
satwa liar. applications and perspectives. Biodiversity
Pielou, E.C. (1966). The measurement of and Conservation 17 : 3455-3469.
diversity in different types of biological Springer.

114
Pengaruh Aktivitas Pariwisata terhadap Keragaman Jenis.…(Indra A.S.L.P. Putri)

Whitten, A.J., Mustafa, M. & Henderson, G. S. Thesis) The Open University. United
(1987). Ekologi Sulawesi. Gadjahmada Kingdom. 268 p.
University Press. Yogyakarta. 777 h. Wood, P.A. & Samways, M.J. (1991). Landscape
Wood, B. C. (1999). The effects of forest element pattern and continuity of butterfly
disturbance and fragmentation on fruit- flight paths in an ecologically landscape
feeding butterflies in Trinidad. (PhD botanic garden, Natal, South Africa.
Biological Conservation 58 : 149-166.

115
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 101-118

Lampiran (Appendix) 1. Indeks Nilai Penting (INP) Kupu-kupu yang Dijumpai di Obyek
Wisata Alam (OWA) Bantimurung (Index of Butterflies’
Importance Values at Bantimurung Recreation Area)
Status Endemik H’
KR FR INP
Nama Latin Familia Lindung*) Sulawesi (Shannon
No (Relative (Relative (Importance
(Latin Name) (Family) (Protected (Endemic -Wiener
Abundance) Frequency) Value Index)
Status) Status) Index)
1 Papilio ascalaphus Papilionidae E 1.01 3.33 4.34 0.08
2 Papilio sataspes Papilionidae E 1.01 3.33 4.34 0.08
3 Papilio gigon Papilionidae E 1.01 3.33 4.34 0.08
4 Graphium meyeri Papilionidae E 34.34 13.33 47.68 0.34
Graphium
5 agamemnon Papilionidae 1.01 3.33 4.34 0.08
6 Graphium rhesus Papilionidae 10.10 13.33 23.43 0.25
7 Graphium milon Papilionidae 38.38 13.33 51.72 0.35
8 Lamproptera meges Papilionidae 1.01 3.33 4.34 0.08
9 Pareronia tritaea Pieridae E 1.01 3.33 4.34 0.08
10 Eurema tominia Pieridae 1.01 3.33 4.34 0.08
11 Appias zarinda Pieridae 1.01 3.33 4.34 0.08
12 Appias albina Pieridae 1.01 3.33 4.34 0.08
13 Catopsilia pomona Pieridae 1.01 3.33 4.34 0.08
14 Catopsilia scylla Pieridae 1.01 3.33 4.34 0.08
15 Catopsilia pyranthe Pieridae 1.01 3.33 4.34 0.08
16 Vindula erota Nymphalidae 1.01 3.33 4.34 0.08
17 Cyrestis strigata Nymphalidae 1.01 3.33 4.34 0.08
18 Danaus genutia Nymphalidae 1.01 3.33 4.34 0.08
19 Idea blanchardii Nymphalidae E 1.01 3.33 4.34 0.08
20 Moduza lymire Nymphalidae 1.01 3.33 4.34 0.08
21 Borbo cinnerae Hesperiidae 1.01 3.33 4.34 0.08
100 100 2.44

Lampiran (Appendix) 2. Indeks Nilai Penting (INP) Kupu-kupu yang Dijumpai di Blok
Hutan Ammarae Selama Penelitian (Index of Butterflies’
Importance Values at Ammarae Forest Area)
Status Endemik H’
KR FR INP
Nama Latin Familia Lindung*) Sulawesi (Shannon
No (Relative (Relative (Importance
(Latin Name) (Family) (Protected (Endemic -Wiener
Abundance) Frequency) Value Index)
Status) Status) Index)
1 Pachliopta polyphontes Papilionidae 1.02 1.49 2.51 0.05
2 Troides haliphron Papilionidae 1* dan 2* 1.27 0.75 2.02 0.05
3 Troides Helena Papilionidae 1* dan 2* 1.78 1.49 3.27 0.07
4 Troides hypolithus Papilionidae 1* dan 2* 1.27 1.49 2.76 0.06
5 Lamproptera meges Papilionidae 1.27 1.12 2.39 0.05
6 Papilio ascalaphus Papilionidae E 1.27 1.49 2.76 0.06
7 Papilio fuscus Papilionidae 1.27 1.49 2.76 0.06
8 Papilio gigon Papilionidae E 1.52 1.49 3.02 0.06
Papilio peranthus-
9 adamantius Papilionidae 0.76 0.75 1.51 0.04
10 Papilio sataspes Papilionidae E 1.27 1.49 2.76 0.06
11 Graphium meyeri Papilionidae E 2.54 1.49 4.03 0.08
12 Graphium milon Papilionidae 2.54 1.49 4.03 0.08
13 Graphium deucalion Papilionidae 0.51 0.37 0.88 0.02
14 Gandaca butyrosa Pieridae 1.27 1.12 2.39 0.05
15 Eurema celebensis Pierudae E 1.02 1.49 2.51 0.05
16 Eurema tominia Pieridae 1.78 1.49 3.27 0.07
17 Hebomoia glaucippe Pieridae 1.02 1.12 2.13 0.05
18 Catopsilia pomona Pieridae 2.03 1.12 3.15 0.07
19 Catopsilia pyranthe Pieridae 1.27 1.12 2.39 0.05
20 Seletara panda Pieridae 0.25 0.37 0.63 0.02
21 Parenonia tritaea Pieridae E 0.76 1.12 1.88 0.04
22 Delias rosenbergii Pieridae E 0.25 0.37 0.63 0.02
23 Appias zarindra Pieridae 1.02 1.49 2.51 0.05
24 Appias aurosa Pieridae E 1.27 1.12 2.39 0.05
25 Appias hombroni Pieridae 1.02 0.75 1.76 0.04
26 Appias paulina Pieridae 0.25 0.37 0.63 0.02
27 Appias albina Pieridae 1.52 1.12 2.64 0.06

116
Pengaruh Aktivitas Pariwisata terhadap Keragaman Jenis.…(Indra A.S.L.P. Putri)

28 Cepora fora Pieridae E 0.51 0.37 0.88 0.02


29 Catopsila scylia Pieridae 1.52 1.12 2.64 0.06
30 Cepora celebensis Pieridae E 1.27 0.75 2.02 0.05
31 Ixias piepersi Pieridae 0.25 0.37 0.63 0.02
32 Allotinus maximus Lycanidae 1.02 1.12 2.13 0.05
33 Allotinus major Lycanidae E 0.76 1.12 1.88 0.04
34 Surendra vivarna Lycanidae 0.76 0.75 1.51 0.04
35 Arhopala argentea Lycanidae E 0.25 0.37 0.63 0.02
36 Deudorix epijarbas Lycanidae 1.52 1.12 2.64 0.06
37 Jamides aratus Lycanidae E 1.02 1.12 2.13 0.05
38 Jamides festivus Lycanidae E 1.02 0.37 1.39 0.03
39 Jamides halus Lycanidae 0.25 0.37 0.63 0.02
40 Rapala dioetas Lycanidae E 0.51 0.75 1.25 0.03
41 Nacaduba kurava Lycanidae 1.02 1.12 2.13 0.05
42 Amblypodia narada Lycanidae 0.76 0.75 1.51 0.04
43 Nacaduba berenice Lycanidae 0.25 0.37 0.63 0.02
44 Faunis menado Nymphalidae E 0.76 1.12 1.88 0.04
45 Amathusia phidippus Nymphalidae 0.25 0.37 0.63 0.02
46 Discophora bambusae Nymphalidae E 1.02 1.12 2.13 0.05
47 Bletogena mycalesis Nymphalidae E 1.02 1.12 2.13 0.05
48 Melanitis velutina Nymphalidae 0.76 1.12 1.88 0.04
49 Melanitis pyrrha Nymphalidae 0.76 0.37 1.13 0.03
50 Lethe europea Nymphalidae 0.76 1.12 1.88 0.04
51 Ypthima nynias Nymphalidae E 0.76 1.12 1.88 0.04
52 Lohora unipupillata Nymphalidae E 0.76 1.12 1.88 0.04
53 Charaxes nitebis Nymphalidae E 0.25 0.37 0.63 0.02
54 Charaxes affinis Nymphalidae E 0.51 0.75 1.25 0.03
55 Cethosia biblis Nymphalidae 0.51 0.75 1.25 0.03
56 Cethosia myrina Nymphalidae 2* E 0.51 0.75 1.25 0.03
57 Cupha arias Nymphalidae 0.51 0.75 1.25 0.03
58 Phalanta alcippe Nymphalidae 3.05 0.75 3.79 0.08
59 Cirrochroa semiramis Nymphalidae E 0.76 1.12 1.88 0.04
60 Lasippa neriphus Nymphalidae 1.02 1.12 2.13 0.05
61 Neptis celebica Nymphalidae E 0.25 0.37 0.63 0.02
62 Neptis ida Nymphalidae E 0.76 1.12 1.88 0.04
63 Lexias aeetes Nymphalidae E 0.76 1.12 1.88 0.04
64 Euthalia accountea Nymphalidae 0.25 0.37 0.63 0.02
65 Euthalia amanda Nymphalidae E 0.25 0.37 0.63 0.02
66 Moduza lycone Nymphalidae E 0.25 0.37 0.63 0.02
67 Cyrestis strigata Nymphalidae 1.52 0.75 2.27 0.05
68 Cyrestis thyonneus Nymphalidae E 0.76 1.12 1.88 0.04
69 Pseudorgolis avesta Nymphalidae E 0.25 0.37 0.63 0.02
70 Dichorragia nesimachus Nymphalidae 1.02 0.75 1.76 0.04
71 Junonia erigone Nymphalidae 0.25 0.37 0.63 0.02
72 Junonia almana Nymphalidae 1.27 0.75 2.02 0.05
73 Yoma sabina Nymphalidae 0.76 1.12 1.88 0.04
74 Rhinopalpa polynice Nymphalidae 0.76 1.12 1.88 0.04
75 Hypolimnas bolina Nymphalidae 1.02 1.12 2.13 0.05
76 Rohana macar Nymphalidae E 1.02 1.12 2.13 0.05
77 Euripus robustus Nymphalidae E 0.76 1.12 1.88 0.04
78 Parantica medanensis Nymphalidae E 0.76 1.12 1.88 0.04
79 Parantica cleona Nymphalidae 1.02 0.75 1.76 0.04
80 Ideopsis juventa Nymphalidae 1.02 1.12 2.13 0.05
81 Ideopsis vitrea Nymphalidae 0.76 1.12 1.88 0.04
82 Tirumala choaspes Nymphalidae E 0.76 0.37 1.13 0.03
83 Danaus genutia Nymphalidae 0.76 0.75 1.51 0.04
84 Danaus affinis Nymphalidae 1.02 0.75 1.76 0.04
85 Euploea sylvester Nymphalidae 0.76 1.12 1.88 0.04
86 Euploea eleusina Nymphalidae 1.02 0.75 1.76 0.04
87 Euploea redtenbacheri Nymphalidae 1.02 1.12 2.13 0.05
88 Euploea westwoodii Nymphalidae E 1.02 1.12 2.13 0.05
89 Euploea algea Nymphalidae 0.76 0.75 1.51 0.04
90 Euploea hewitsonii Nymphalidae 1.27 1.12 2.39 0.05
91 Euploea eupator Nymphalidae 0.51 0.75 1.25 0.03
92 Leptosia lignea Nymphalidae 0.76 1.12 1.88 0.04
93 Vindula erota Nymphalidae 0.76 1.12 1.88 0.04
94 Borbo bevani Hesperiidae 1.02 1.12 2.13 0.05
95 Halpe beturia Hesperiidae 1.02 0.75 1.76 0.04
96 Badamia exclamationis Hesperiidae 1.02 1.12 2.13 0.05
97 Celaenorrhinus ficulnea Hesperiidae 1.02 1.12 2.13 0.05
98 Odina chrysomelaele Hesperiidae 0.76 1.12 1.88 0.04

117
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 101-118

Status Endemik H’
KR FR INP
Nama Latin Familia Lindung*) Sulawesi (Shannon
No (Relative (Relative (Importance
(Latin Name) (Family) (Protected (Endemic -Wiener
Abundance) Frequency) Value Index)
Status) Status) Index)
99 Prusiana kuehni Hesperiidae 0.76 0.75 1.51 0.04
100 Gerosis celebica Hesperiidae 1.02 0.75 1.76 0.04
101 Caprona agama Hesperiidae 0.76 1.12 1.88 0.04
102 Matapa celsina Hesperiidae 0.76 1.12 1.88 0.04
103 Acerbas azona Hesperiidae 1.02 0.75 1.76 0.04
104 Borbo cinnara Hesperiidae 0.76 1.12 1.88 0.04
105 Bibasis ilusca Hesperiidae 0.76 0.75 1.51 0.04
106 Tagiades trabellius Hesperiidae 0.76 0.37 1.13 0.03
107 Parnara bada Hesperiidae 1.02 1.12 2.13 0.05
108 Psolos fuligo Hesperiidae 0.76 0.75 1.51 0.04
109 Notocypta paralysos Hesperiidae 1.27 0.37 1.64 0.04
100 100 200 4.61
Keterangan :
1* CITES Appendix II (UNEP, 2013)
2* Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1999

Lampiran (Appendix) 3. Hasil Uji Normalitas Terhadap Data Populasi Kupu-kupu di


Lokasi Penelitian (Test of Normality for Butterflies Population at
the Research Area)
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Lokasipenelitian Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Jumlah Ammarae .199 109 .000 .861 109 .000
OWA Bantimurung .496 21 .000 .404 21 .000
a. Lilliefors Significance Correction

Lampiran (Appendix) 4. Hasil Uji Mann-Whitney Terhadap Populasi Kupu-kupu di Lokasi


Penelitian (Statistic Mann-Whitney Test to Butterflies Population
at the Research Area)
Test Statisticsa
species_value jumlah
Mann-Whitney U 701.500 460.000
Wilcoxon W 932.500 691.000
Z -2.803 -4.432
Asymp. Sig. (2-tailed) .005 .000
a. Grouping Variable: lokasi_penelitian

118
Manajemen Penangkaran Empat Jenis Kura-Kura.…(Purwanto dkk.)

MANAJEMEN PENANGKARAN EMPAT JENIS KURA-KURA


PELIHARAAN DAN KONSUMSI DI INDONESIA
(Captive Breeding Management of Four Species Turtle for Pet and Consumption
in Indonesia)*
Purwantono1, Mirza Dikari Kusrini2 dan/and Burhanuddin Masy’ud2
1Balai Taman Nasional Meru Betiri, Jl Sriwijaya 53 Jember, Jawa Timur, Indonesia
2Staf Pengajar pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, Kampus
Dramaga, Bogor 16680, Jawa Barat, Indonesia
E-mail : purwa.nf@gmail.com1; mirza_kusrini@yahoo.com2; masyud06@yahoo.com2
*Tanggal diterima : 6 November 2014; Tanggal direvisi : 7 Maret 2016; Tanggal disetujui : 5 Desember 2016

ABSTRACT

Four species of turtles are bred in Indonesia comprising chinese softshell turtle (Pelodiscus sinensis
Wiegmann, 1835), common softshell turtle (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770), brazilian turtle (Trachemys
scripta elegans Wied-Neuwied, 1839) and Rote turtle (Chelodina mccordi Rhodin, 1994). Chinese and
common softshell turtles are usually for consumption, while brazilian and Rote turtles are for pet. This study
aims to identify the technical aspects of the management of captive bred turtles in Indonesia. The study
revealed that the technical aspects of the management of captive bred turtles includes : 1) procurement of
hatchlings, 2) adaptation and acclimatization, 3) housing, 4) feeding and water management, 5) diseases and
health care, 6) breeding/reproduction and egg hatching techniques, 7) maintenance, 8) harvesting and
utilization, and 9) other support. All aspects are mutually supportive and related one another, forming a
major factor and an important condition in ensuring business continuity and sustainability of production to
achieve company goals. In addition, the study showed that the captive breeding of four species of turtles has
been running well and fulfill the technical requirements. The turtles adapted to its environment, got
adequate feed, met habitat suitability, and maintained good health so that they can breed and reproduce
with an increasing population leading to an economically profitable business.

Key words : Captive breeding, consumption, Indonesia, pet, turtles

ABSTRAK

Empat jenis kura-kura yang ditangkarkan di Indonesia saat ini adalah labi-labi Cina (Pelodiscus sinensis
Wiegmann, 1835), labi-labi (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770), kura-kura Brazil (Trachemys scripta
elegans (Thunberg, 1792) (Schoepff, 1792)) dan kura-kura Rote (Chelodina mccordi Rhodin, 1994). Labi-
labi Cina dan labi-labi umumnya untuk konsumsi, sedangkan kura-kura Brazil dan kura-kura Rote untuk
hewan peliharaan (pet). Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi aspek-aspek teknis manajemen
penangkaran kura-kura di Indonesia. Hasil identifikasi aspek-aspek teknis manajemen penangkaran kura-kura
yang dijalankan meliputi : 1) pengadaan bibit, 2) adaptasi dan aklimatisasi, 3) perkandangan, 4) pakan dan
air, 5) penyakit dan perawatan kesehatan, 6) perkembangbiakan/reproduksi dan teknik penetasan telur, 7)
pemeliharaan, 8) pemanenan dan pemanfaatan dan 9) penunjang lainnya. Kesemuanya itu saling mendukung
dan berkaitan sebagai faktor utama dan syarat penting dalam menjamin keberlangsungan usaha dan
kesinambungan hasil untuk mencapai tujuan perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penangkaran
keempat jenis kura-kura secara umum telah berjalan dengan memperhatikan dan memenuhi aspek-aspek
teknis manajemen penangkaran dalam menjalankan usahanya. Kura-kura yang ditangkarkan sudah mampu
beradaptasi dengan lingkungannya, tercukupi kebutuhan pakannya, terpenuhi kesesuaian habitatnya dan
terjaga kesehatannya, sehingga dapat bereproduksi dengan baik dan meningkat populasinya, sehingga secara
ekonomis menguntungkan.

Kata kunci : Indonesia, konsumsi, kura-kura, peliharaan, penangkaran

I. PENDAHULUAN dikhawatirkan dapat menyebabkan kepu-


nahan spesies. Kura-kura telah lama di-
Pemanfaatan kura-kura oleh manusia manfaatkan di Asia Timur dan Tenggara
dalam jumlah besar dan tak terkendali untuk makanan, obat-obatan dan hewan
119
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 119-135

peliharaan (pet). China adalah negara labi Cina, kura-kura Brazil dan kura-kura
konsumen kura-kura terbanyak di dunia Rote. Meskipun dua jenis diantaranya
(Van Dijk et al., 2000). Volume per- tersebut adalah jenis eksotik, namun pada
dagangan kura-kura hidup di Asia telah kenyataannya kedua jenis kura-kura
melampaui 13.000 ton per tahun dan tersebut ada dan diusahakan di Indonesia
proporsi yang tinggi diyakini berasal dari melalui penangkaran/budidaya. Penang-
alam (Van Dijk et al., 2000). karan labi-labi masih dalam tahap uji
Menurut Direktorat Jenderal Perlin- coba dan baru pada proses membesarkan
dungan Hutan dan Konservasi Alam anakan hasil reproduksi indukan labi-labi
(2014), jenis kura-kura di Indonesia yang tangkapan dari alam.
dimanfaatkan untuk konsumsi terdiri dari Jenis kura-kura yang dikaji dalam
empat spesies, yaitu labi-labi (Amyda penelitian ini adalah jenis kura-kura yang
cartilaginea Boddaert, 1770), kura dikelompokkan untuk pemanfaatan seba-
ambon (Cuora amboinensis Daudin, gai konsumsi dan pet, dimana masing-
1802), labi-labi hutan (Dogania subplana masing kelompok pemanfaatan tersebut
Geoffroy Saint-Hilaire, 1809) dan kura- diwakili oleh satu jenis asli dan satu jenis
kura bergerigi (Cyclemys dentata Gray, eksotik. Kelompok jenis kura-kura untuk
1831). Labi-labi jenis yang dijual sebagai konsumsi adalah labi-labi Cina dan labi-
hewan peliharaan (pet) terdiri atas dua labi, keduanya merupakan jenis yang
spesies, yaitu labi-labi (Amyda cartilagi- paling laku dan banyak diminati untuk
nea Boddaert, 1770) dan kura-kura leher konsumsi baik di dalam maupun luar
ular Rote (Chelodina mccordi Rhodin, negeri. Menurut Iskandar (2000), jenis
1994). Selain dijual untuk keperluan labi-labi ini merupakan hewan introduksi
ekspor, kura-kura ini juga dijual di pasar yang berasal dari daerah Indocina sebelah
dalam negeri seperti di Jakarta untuk Selatan. Labi-labi merupakan jenis yang
makanan maupun peliharaan (Sinaga, tersebar di Asia Tenggara termasuk di
2008). Selain itu Sinaga (2008) juga Indonesia. Penangkaran labi-labi di
mencatat keberadaan kura-kura impor Indonesia baru mulai diusahakan sejak
diperdagangkan di pasar tersebut. tahun 2010, namun hingga saat ini
Penangkaran merupakan salah satu permintaan labi-labi untuk konsumsi
usaha pemanfaatan Satwaliar yang di- masih diperoleh dari hasil tangkapan di
benarkan berdasarkan Peraturan Pemerin- alam.
tah (PP) No. 7 Tahun 1999 (Departemen Kelompok jenis kura-kura untuk pet
Kehutanan dan Perkebunan 1999a). adalah kura-kura Brazil dan kura-kura
Seiring dengan tingginya pemanfaatan Rote. Menurut Iskandar (2000), kura-
kura-kura sebagai makanan dan pet, maka kura Brazil adalah hewan introduksi dari
penangkaran kura-kura menjadi alternatif Amerika Tengah atau Amerika Selatan.
untuk mencukupi permintaan konsumen Kura-kura Rote merupakan jenis yang
dan dapat mengurangi pemanenan dari sudah lama dikenal dari Pulau Rote,
alam. Informasi dan pengetahuan tentang namun sebelumnya dianggap sejenis
pemeliharaan kura-kura di penangkaran dengan kura-kura Papua sampai dikukuh-
dirasakan masih terbatas di Indonesia. kan sebagai jenis tersendiri pada tahun
Oleh karena itu, perlu dikumpulkan dan 1994 (Iskandar, 2000). Kura-kura ini
diidentifikasi berbagai informasi dan belum dilindungi, namun populasinya di
pengetahuan tentang pemeliharaan kura- alam dianggap hampir punah, sehingga
kura di beberapa perusahaan penang- kuota tangkap dari alam tidak pernah
karan. diberikan sejak tahun 2009. Status dalam
Pemanfaatan kura-kura untuk kon- IUCN (International Union for Conser-
sumsi dan pet saat ini sudah ada yang vation of Nature) adalah rawan dan dalam
berasal dari penangkaran, antara lain labi- CITES (The Convention on International

120
Manajemen Penangkaran Empat Jenis Kura-Kura.…(Purwanto dkk.)

Trade in Endangered Species of Wild Metode wawancara dilakukan de-


Fauna and Flora) termasuk Appendix II. ngan mengajukan pertanyaan secara lisan
Penelitian ini bertujuan untuk men- (tatap muka) kepada seseorang sebagai
dapatkan informasi tentang pemeliharaan responden atau informan menggunakan
kura-kura di penangkaran dengan cara pedoman wawancara. Menurut Martono
mengidentifikasi aspek-aspek teknis (2014), responden dipilih secara pur-
manajemen penangkaran yang telah posive, yaitu hanya responden kunci pada
dijalankan oleh beberapa perusahaan. orang yang benar-benar mengetahui atau
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memiliki kompetensi mengenai penang-
memberikan gambaran bagi para penang- karan kura-kura di lokasi. Responden
kar untuk mengusahakan penangkaran terpilih adalah penangkar (pengelola
kura-kura dan bahan masukan bagi penangkaran) yang mengetahui dan
pemerintah dalam rangka pengembangan paham mengenai aspek-aspek teknis
penangkaran kura-kura di Indonesia. manajemen penangkaran, masing-masing
sebanyak dua orang pada setiap lokasi
penangkaran. Metode observasi adalah
II. BAHAN DAN METODE melakukan proses pengamatan meng-
A. Lokasi dan Waktu Penelitian gunakan panca indra terhadap kondisi
lokasi penangkaran dan aspek-aspek
Penelitian dilaksanakan di empat teknis manajemen yang dijalankannya.
lokasi penangkaran kura-kura, yaitu Aspek-aspek teknis manajemen
penangkaran labi-labi Cina PT. Tarum penangkaran yang dikaji mengacu pada
Fajar Pratama di Karawang, Jawa Barat; beberapa hasil penelitian terdahulu
labi-labi UD. Halim Jaya di Deli Serdang, mengenai penangkaran Satwaliar, yaitu
Sumatera Utara; kura-kura Brazil PT. 1) pengadaan bibit, 2) adaptasi dan
Agrisatwa Alam Nusa di Karawang, Jawa aklimatisasi, 3) perkandangan, 4) pakan
Barat dan kura-kura Rote PT. Alam dan air, 5) penyakit dan perawatan
Nusantara Jayatama di Bekasi, Jawa kesehatan, 6) perkembangbiakan/repro-
Barat pada bulan Desember 2013 sampai duksi dan teknik penetasan telur, 7)
Februari 2014. pemeliharaan, 8) pemanenan dan peman-
faatan dan 9) penunjang lainnya. Peng-
B. Bahan dan Alat Penelitian ukuran berat dan panjang tubuh (lebar
Bahan yang yang digunakan adalah lengkung karapas/LLK dan panjang
tally sheet dan panduan wawancara lengkung karapas/PLK) dilakukan pada
dengan obyek penelitiannya berupa labi- beberapa kura-kura sebagai sampel
labi Cina, labi-labi, kura-kura Brazil dan didukung dengan data sekunder lainnya
kura-kura Rote. Alat yang digunakan yang terkait sebagai pelengkap.
adalah alat tulis, kamera digital, tim-
bangan dan meteran. D. Analisis Data
Data hasil wawancara, observasi dan
C. Metode Penelitian dokumentasi untuk melihat gambaran
Jenis data yang dikumpulkan dalam fakta dan kecenderungan yang akan
penelitian ini berupa data primer dan data terjadi dianalisis secara deskriptif dengan
sekunder. Data primer diperoleh meng- penyajian datanya ditunjukkan dalam
gunakan metode observasi dan wawan- bentuk tabulasi, pie chart dan bar chart
cara dengan informan kunci. Data (Martono, 2014).
sekunder diperoleh dengan metode doku-
mentasi yang mengumpulkan berbagai
dokumen terkait masalah penelitian
(Martono, 2014).

121
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 119-135

III. HASIL DAN PEMBAHASAN Penangkaran kura-kura beroperasi


dengan menjalankan fungsi-fungsi mana-
A. Aspek Teknis Manajemen Penang- jemen untuk menggerakkan organisasi
karan perusahaan. Fungsi-fungsi manajemen
Bentuk dan sistem penangkaran yang meliputi perencanaan, pengorgani-
kura-kura yang dilakukan adalah penang- sasian, pengarahan dan pengendalian
karan ex-situ dan intensif, karena dilaku- dijalankan dalam rangka mencapai tujuan
kan di luar habitat dan pengelolaan organisasi secara efisien dan efektif
usahanya secara penuh diatur oleh (Amirullah, 2015). Namun dalam imple-
manusia/penangkar (Masy’ud, 2001). mentasinya, setiap penangkaran memiliki
Pola penangkaran yang dijalankannya cara dan metode yang berbeda-beda
adalah usaha pembiakan (captive breed- tergantung pada karakteristik dan jenis
ing) dengan memelihara indukan yang penangkaran, sehingga efisiensi dan
berkembang biak menghasilkan individu efektivitasnya pun akan berbeda pula.
baru dan dipelihara hingga siap panen Fungsi manajemen yang diterapkan
atau pun sebagai indukan sesuai dengan dalam penangkaran, misalnya perencana-
arahan Departemen Kehutanan (2006). an (merencanakan lokasi dan desain
Selama ini belum ada ketentuan menge- kolam berikut fasilitas penunjangnya,
nai kriteria/syarat teknis penangkaran merencanakan kebutuhan pakan secara
kura-kura yang ditetapkan. Teknis penge- rutin, merencanakan produksi, merenca-
lolaan yang dilakukan oleh penangkar nakan kebutuhan operasional perusaha-
berdasarkan pengetahuan yang diadopsi an), pengorganisasian (melakukan pem-
dari pengalaman terdahulu, informasi dari bagian kerja/tugas sesuai wewenang dan
buku referensi penunjang ataupun melalui tanggung jawabnya, mengalokasikan
trial and error baik dari jenis serupa sumberdaya, mengikuti prosedur kerja
maupun jenis yang lain. yang telah ditetapkan), pengarahan
Penangkaran labi-labi Cina PT. (memberikan tugas dan penjelasan rutin
Tarum Fajar Pratama dibangun tahun mengenai pekerjaan yang harus dilakukan
1994 di atas tanah seluas 8,0 ha dengan para pekerja/karyawan, pembinaan dan
jumlah kolam sebanyak 60 unit yang bimbingan teknis) dan pengendalian
awalnya hanya untuk memelihara indu- (pelaporan, monitoring dan evaluasi atas
kan sebanyak 1.500 ekor. Penangkaran pencapaian hasil yang diperoleh dari
labi-labi UD. Halim Jaya dibangun tahun penangkaran).
2010 di atas tanah seluas + 2,0 ha sebagai
lokasi untuk menampung labi-labi hasil 1. Pengadaan Bibit
tangkapan dari alam sebelum diekspor Sumber bibit diperoleh dari berbagai
dengan indukan yang dipelihara sebanyak macam tempat. Bibit untuk keperluan
74 ekor. Penangkaran kura-kura Brazil penangkaran diambil dari habitat alam
PT. Agrisatwa Alam Nusa dibangun atau sumber-sumber lain yang sah, seperti
tahun 2010 di atas tanah seluas 3,6 ha. penangkaran lain atau lembaga konser-
Saat penelitian berlangsung, diperoleh vasi sebagaimana tertuang dalam PP No.
data jumlah indukan kura-kura Brazil 8 Tahun 1999 (Departemen Kehutanan
sebanyak 52.190 ekor (40.569 ekor betina dan Perkebunan 1999b). Bibit labi-labi
dan 11.621 ekor jantan) yang tersebar Cina dan kura-kura Brazil awalnya
pada empat unit kolam. Penangkaran diintroduksi dari luar negeri melalui
kura-kura Rote PT. Alam Nusantara impor. Bibit labi-labi dan kura-kura Rote
Jayatama awalnya berjumlah 15 ekor (10 dari alam yang diperoleh melalui suplier
ekor betina dan 5 ekor jantan) pada tahun di daerah asal bibit dengan membeli hasil
2002 dan mulai bertelur tahun 2003 tangkapan masyarakat setempat sesuai
hingga menghasilkan individu baru. jumlah kuota tangkap (khususnya labi-

122
Manajemen Penangkaran Empat Jenis Kura-Kura.…(Purwanto dkk.)

labi). Perkembangan selanjutnya jenis kura-kura dari daerah lain yang baru tiba
labi-labi Cina dan kura-kura Rote sudah di lokasi penangkaran. Kondisi kura-kura
menghasilkan indukan sebagai sumber dari daerah lain tersebut belum diketahui
bibit bagi penangkaran sendiri ataupun secara pasti, selain kekhawatiran akan
tempat lain. menyebabkan stres di lingkungannya
Ketersediaan bibit kura-kura yang yang baru. Karantina juga penting untuk
baik dan berkualitas dapat menjamin tempat adaptasi kura-kura yang baru tiba
proses regenerasi kura-kura di penang- dari alam atau daerah lain sebelum
karan. Kura-kura yang dipilih sebagai dilepaskan ke kolam pemeliharaan.
bibit harus benar-benar baik dan unggul Kontak manusia yang intensif pada
dengan ditandai adanya ciri-ciri kualitatif penangkaran dapat membuat kura-kura
dan kuantitatif. Ciri-ciri kualitatif ditan- stres, sehingga tidak mau makan dan
dai dengan pertumbuhan normal, sehat, bertelur (Hemsworth et al., 1997).
tidak cacat dan umur ideal untuk Lama proses adaptasi dan aklima-
berkembang biak serta tidak terluka atau tisasi berbeda-beda tergantung kemampu-
terinfeksi mata pancing apabila diperoleh an dan perlakuan masing-masing jenis
dari hasil penangkapan di alam. Ciri-ciri kura-kura. Perlakuan (treatment) yang
kuantitatif ditandai dengan ukuran kara- sebaiknya perlu dilakukan terhadap kura-
pas (panjang lengkung karapas) dan kura untuk mempercepat atau memulus-
bobot tubuhnya sebagaimana ditunjukkan kan proses tersebut berdasarkan hasil
Tabel 1. Ciri-ciri tersebut dapat dijadikan observasi di lokasi penangkaran adalah
sebagai dasar atau panduan memilih bibit mencukupi kebutuhan pakannya, menye-
kura-kura yang akan ditangkarkan. diakan kolam yang nyaman mendekati
kondisi habitat aslinya di alam dengan
2. Adaptasi dan Aklimatisasi kualitas air yang baik untuk mengurangi
Bibit kura-kura yang diperoleh dari kura-kura dari ancaman stres, kegelisahan
alam harus melalui proses adaptasi dan dan perilaku yang menyimpang (abnor-
aklimatisasi terlebih dahulu sebelum mal), menjaga kesehatannya serta me-
dipelihara di penangkaran untuk mem- ningkatkan kualitas hidup secara keselu-
biasakan diri kura-kura terhadap ling- ruhan, sehingga mengurangi/memper-
kungan yang baru dan mencegah masuk- kecil peluang mengalami stress di
nya penyakit dari luar melalui kura-kura lingkungan yang baru. Jenis kura-kura
tersebut. Indikator kura-kura telah dapat asli yang diperoleh dari hasil tangkapan
menerima lingkungan baru adalah nafsu di alam lebih mudah stress, sehingga
makan normal, perilaku tidak menyim- berakibat terhadap lamanya proses
pang dan dapat bereproduksi (Payne et adaptasi dan aklimatisasi di lokasi
al., 1999). penangkaran. Jenis kura-kura eksotik
Fasilitas karantina setiap lokasi relatif lebih mudah beradaptasi dan
penangkaran belum sepenuhnya diguna- beraklimatisasi dengan lama waktu tidak
kan secara maksimal karena jumlah kura- lebih dari satu bulan, mengingat jenis ini
kura yang terserang penyakit masih sudah berhasil dibudidayakan dalam
sedikit atau pun kondisi tertentu seperti skala unit usaha yang besar di luar negeri.

Tabel (Table) 1 Ciri-ciri kuantitatif bibit kura-kura yang dipersyaratkan (Requisite hatchling quantitative
traits)
Ukuran karapas (cm) Bobot (kg)
Jenis kura-kura (Species of turtles)
(Carapace size) (Weight)
Labi-labi Cina (Chinese softshell turtle) 23,0-28,0 1,4-2,2
Labi-labi (Common softshell turtle) 40,0-50,0 5,0-15,0
Kura-kura Brazil (Brazilian turtle) 25,0-30,0 2,0-3,0
Kura-kura Rote (Rote turtle) 20,0-25,0 1,2-2,3
Sumber (Source) : Hasil observasi dan wawancara (The results of observation and interview)

123
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 119-135

3. Perkandangan sehingga berimplikasi pada jumlah kura-


Sistem perkandangan/kolam kura- kura induk yang dipelihara. Luas kolam
kura harus dibuat dengan memisahkan dan jumlah kura-kura induk di penang-
anakan dan dewasa untuk menghindari karan disajikan pada Tabel 2.
persaingan dan perilaku kanibalisme. Pertimbangan pemilihan ukuran
Keberadaan kolam yang terpisah ini kandang sesuai dengan kebutuhan,
sesuai dengan persyaratan menurut Amri permodalan dan ukuran minimal satwa
dan Khairuman (2002). Anakan yang untuk bergerak. Kandang yang baik
baru menetas diadaptasikan terlebih adalah kandang yang memenuhi
dahulu sampai kuning telur di pusarnya kesejahteraan satwa dan memudahkan
hilang sebelum dimasukkan ke kolam pengelolaan. Ukuran dan bentuk kandang
pemeliharaan/pembesaran. Anakan/tukik kura-kura dapat berubah sesuai dengan
yang baru menetas sementara ditampung kebutuhan. Namun, masalah yang sering
dengan menggunakan bak-bak plastik, dihadapi adalah keterbatasan modal
karena plastik merupakan bahan yang pengusaha dalam memberikan ruang
baik untuk memelihara kura-kura, tidak yang cukup bagi kura-kura. Kandang
melukai karena tidak tajam, mengikuti besar dengan konstruksi yang kokoh dan
suhu lingkungan dan mudah dibersihkan komponen lain agar dapat menyerupai
(Rossi, 2006). habitat alaminya memerlukan modal dan
Menurut Amri dan Khairuman perawatan yang tinggi, sehingga tidak
(2002), dalam penangkaran kura-kura efektif dan efisien dalam pengelolaan
idealnya ada empat tempat yang harus kura-kura dengan tujuan ekonomi.
disediakan, yaitu kolam pemeliharaan Kandang/kolam merupakan habitat
dan pemijahan, tempat penetasan telur buatan yang dipakai di penangkaran kura-
(inkubator), tempat pemeliharaan tukik kura dan harus memenuhi semua kebu-
(pendederan) dan tempat pembesaran. tuhan hidup dan perkembangan kura-
Ukuran kolam bervariasi tergantung kura. Kandang/kolam harus memenuhi
tujuan pembuatan kolam dan kapasitas/ kebutuhan akan luas untuk pergerakan
daya dukungnya. Menurut George dan kura-kura, suhu dan kelembaban serta
Rose (1993), jika kura-kura ditempatkan sirkulasi udara yang cukup. Standar
secara bersamaan yaitu dua atau lebih sarana kandang kura-kura dewasa mini-
individu, maka sebagian kecil individu mal haruslah memenuhi syarat antara lain
akan menjadi agresif dan merusak yang kolam berisi air sedalam 1,0-1,5 m
lain. (kecuali kolam kura-kura Rote sedalam
Kandang kura-kura di penangkaran 70-80 cm) dengan pengelolaan pengairan
hingga saat ini belum ditetapkan adanya berikut sanitasinya, tempat bertelur yang
ukuran ideal yang dipersyaratkan untuk dilengkapi naungan sebagai pelindung,
setiap jenis, namun disesuaikan dengan tempat naik ke permukaan/tempat ber-
skala usaha yang dijalankan dan tetap jemur (basking), saluran air untuk
memperhatikan daya dukung kolam, sirkulasi mengeluarkan air kotor dan air

Tabel (Table) 2 Luas kolam dan jumlah kura-kura induk di penangkaran (Pool size and turtles quantity in
captive breeding)
Jumlah kura-kura induk
Jenis kura-kura Luas kolam (m2) (ekor)
(Turtle species) (Pool size) (Total turtle breeder)
(individu)
Labi-labi Cina (Chinese softshell turtle) 63.400 190.200
Labi-labi (Common softshell turtle) 1.350 74
Kura-kura Brazil (Brazilian turtle) 17.500 52.500
Kura-kura Rote (Rote turtle) 36 30
Sumber (Source) : Hasil observasi dan wawancara (The results of observation and interview)

124
Manajemen Penangkaran Empat Jenis Kura-Kura.…(Purwanto dkk.)

bersih yang masuk serta teralis besi (2002), pemberian pakan seharusnya
pengaman bagi kolam kura-kura Rote. dilakukan sebanyak dua kali sehari
Tempat bertelur kura-kura tidak sekaligus dengan jumlah pakan 1/10 hingga 1/5
dijadikan tempat pengeraman, karena dari berat badan rataan individu dewasa.
seluruh telur kura-kura yang dihasilkan Menurut Nupus (2001), jumlah pemberi-
dipindahkan ke ruang inkubator untuk an pakan untuk tukik adalah sejumlah 5-
menetaskannya. Konstruksi kolam peme- 10% dari bobot tubuhnya berupa pelet
liharaan kura-kura dari bahan beton, agar lebih mudah memakan dan men-
kecuali labi-labi yang kolam tanah. cernanya.
Lanskap kolam pemeliharaan kura-kura Komposisi pakan kura-kura dewasa
dibuat dengan menggali permukaan tanah bervariasi untuk setiap jenisnya, namun
sampai kedalaman tertentu, kecuali syaratnya harus diupayakan memiliki
kolam kura-kura Rote dibuat di atas kecukupan gizi untuk pertumbuhan dan
permukaan tanah dari bahan beton. kesehatannya. Pakan terdiri dari jenis
alami (hewan, tumbuhan) dan buatan
4. Pakan dan Air (pelet), yang diberikan secara bergantian/
Pemberian pakan kura-kura dilaku- berselang-seling. Penggunaan pakan
kan secara rutin dengan jenis pakan yang buatan (pelet) biasanya diberikan bagi
disukai, sebagai variasi diberikan pelet jenis eksotik sedangkan pakan alami
untuk memaksimalkan pertumbuhan dan untuk jenis asli. Kebutuhan nutrisinya
produktivitas telur serta kesehatannya. tercukupi dengan jumlah pakan minimal
Jumlah pakan yang diberikan tergantung 10-20% dari bobot individu kura-kura.
jenis yang ditangkarkan menurut Amri Semakin banyak jumlah kura-kura yang
dan Khairuman (2002). Pemberian pakan dipelihara, maka semakin banyak
sehari satu kali untuk anakan kura-kura, kebutuhan pakan yang harus disediakan
kecuali kura-kura Rote. Kura-kura Rote dan diberikan. Oleh karena itu, pakan
dan labi-labi dewasa diberikan pakan kura-kura merupakan kebutuhan paling
sehari sekali sedangkan kura-kura Brazil besar porsinya yang harus disediakan
dan labi-labi Cina sehari dua kali dengan dalam usaha penangkaran kura-kura.
jenis pakan yang beragam. Kekurangan Komposisi pakan disajikan pada Tabel 3.
pemberian pakan dapat menyebabkan Kura-kura menghabiskan hidupnya
persaingan dalam mendapatkan makanan lebih banyak di air, sehingga memerlukan
dan dapat mengakibatkan timbulnya air yang cukup, bersih, ber-pH normal
perilaku kanibalisme sesama individu, dan memenuhi kesesuaian habitat sebagai
sehingga akan mempengaruhi pertum- lingkungan hidupnya. Penyediaan air
buhan dan kesehatan kura-kura. untuk mengisi kolam kura-kura sebagai
Keuntungan dari penggunaan pelet habitat buatan haruslah selalu memper-
adalah kualitas yang terkandung dalam hatikan kestabilan jumlah dan kualitasnya
bahan pakan jelas, mudah diperoleh dan dengan sirkulasi dan sanitasi air yang
praktis. Menurut Amri dan Khairuman baik dan teratur.

Tabel (Table) 3 Komposisi pakan kura-kura (Turtle feed composition)


Komposisi pakan (Feed composition)
Jenis kura-kura (Species of turtles) Alami (%) Buatan (%)
(Natural) (Artificial)
Labi-labi Cina (Chinese softshell turtle) 50 50
Labi-labi (Common softshell turtle) 100 0
Kura-kura Brazil (Brazilian turtle) 50 50
Kura-kura Rote (Rote turtle) 100 0
Sumber (Source) : Hasil observasi dan wawancara (The results of observation and interview)

125
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 119-135

5. Penyakit dan Perawatan Kesehatan menyebabkan bintik putih dan penyakit


bercak merah yang disebabkan oleh
Kondisi kesehatan kura-kura di
jamur, parasit dan kutu air. Kura-kura
penangkaran sangat dipengaruhi oleh
yang diduga terserang jamur akan menga-
lingkungan habitatnya. Ketersediaan air
lami penurunan berat badan, perilaku
yang bersih, pakan yang cukup, adaptasi
lebih banyak diam, tidak bertenaga,
yang mudah, lingkungan yang aman dan
penurunan panjang karapas dan rusaknya
nyaman seperti habitat alaminya serta
bagian plastron. Penyebaran jamur ini
interaksi antar individu yang mendukung
dapat melalui air dan udara dalam bentuk
sangat diperlukan bagi daya tahan tubuh
spora. Penyakit ini mudah menular dan
kura-kura terhadap penyakit. Namun,
disebabkan oleh kualitas air kolam yang
apabila lingkungan habitatnya tidak
kotor (keruh dan berwarna hijau pekat).
sesuai, maka kondisi kesehatan kura-kura
Penyakit ini menyerang semua jenis kura-
akan menjadi lebih rentan terhadap
kura di penangkaran dan selalu menjadi
penyakit menular. Pemberian pakan yang
ancaman yang mengkhawatirkan para
berlebihan di penangkaran labi-labi Cina
penangkar. Upaya pencegahannya adalah
dan kura-kura Brazil hendaknya diper-
menjaga kualitas air kolam tetap bersih
hatikan agar kura-kura yang dipelihara
dan mengisolasi kura-kura yang terserang
tidak rentan terhadap penyakit karena
penyakit, cacat, luka atau memar ke
kondisi kolam yang mudah kotor.
kolam karantina untuk menghindari
Pemantauan kesehatan kura-kura
menularnya ke individu lain yang
dalam jumlah banyak belum sepenuhnya
berpotensi tertular penyakit karena daya
dilakukan di penangkaran kura-kura,
tahan tubuh yang lemah.
terutama kura-kura Brazil dan labi-labi
Cina karena sulitnya mengetahui secara
6. Perkembangbiakan/Reproduksi dan
pasti kondisi setiap individu yang sakit
Teknik Penetasan Telur
atau pun terluka di dalam air. Kura-kura
lebih banyak menghabiskan waktu Keberhasilan perkembangbiakkan
hidupnya di dalam air dibandingkan di merupakan kunci utama dalam men-
daratan, oleh karena itu pemantauan dukung keberhasilan suatu penangkaran
kesehatannya perlu dilakukan dengan sebagaimana dinyatakan Hardjanto et al.,
mengangkat dan mengecek kura-kura (1991) bahwa tidak ada produksi tanpa
tersebut dari dalam air ke daratan secara reproduksi. Teknik penetasan telur kura-
berkala (minimal sekali dalam se- kura semua dilakukan dengan bantuan
minggu). manusia karena adanya perlakuan khusus
Menurut Amri dan Khairuman di ruang inkubator dalam rangka mening-
(2002), ciri-ciri kura-kura yang terkena katkan daya tetas telurnya. Namun pada
penyakit adalah gerakannya lemah, kenyataannya daya tetas telur kura-kura
hilang keseimbangan, nafsu makan di penangkaran berkisar 60% hingga
berkurang, menggosok-gosokkan tubuh- 70%, sehingga hal ini dirasakan belum
nya pada benda yang keras, kulit dan optimal dan masih diperlukan upaya
bagian badannya rusak, sehingga ber- untuk meningkatkan daya tetasnya.
warna pucat dan terlihat bintik-bintik Pertumbuhan jumlah anggota popu-
pucat pada permukaan tubuhnya. Ciri-ciri lasi dari waktu ke waktu terjadi dengan
tersebut dapat dijadikan indikator untuk kecepatan (laju pertumbuhan) yang di-
mengecek apakah kura-kura di penang- tentukan oleh kemampuan berkembang-
karan terkena penyakit atau tidak. biak dan keadaan lingkungannya. Per-
Jenis penyakit yang pernah menye- tumbuhan kura-kura setiap jenis di
rang kura-kura di penangkaran adalah penangkaran berdasarkan hasil penelitian
parasit (Ichtyopthyrius multifilis) yang Purwantono (2015) digambarkan dalam
kurva pertumbuhan yang dibuat dengan

126
Manajemen Penangkaran Empat Jenis Kura-Kura.…(Purwanto dkk.)

bantuan software Powersim Constructor labi-labi (1 : 2), kura-kura Brazil (2 : 7)


2.51, dimana diketahui sex ratio masing- dan kura-kura Rote (2 : 3).
masing jenis adalah labi-labi Cina (1 : 1),

Gambar (Figure) 1a Kurva pertumbuhan labi-labi Cina di penangkaran (Growth curve Chinese softshell
turtle in captive breeding)

Gambar (Figure) 1b Kurva pertumbuhan labi-labi di penangkaran (Growth curve Common softshell turtle in
captive breeding)

Gambar (Figure) 1c Kurva pertumbuhan kura-kura Brazil di penangkaran (Growth curve Brazilian turtle in
captive breeding)

127
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 119-135

Gambar (Figure) 1d Kurva pertumbuhan kura-kura Rote di penangkaran (Growth curve Rote turtle in
captive breeding)

Prospek pemanenan setiap jenis mudah terserang penyakit/jamur yang


kura-kura di penangkaran hanya dapat dapat berdampak pada produktivitas.
memenuhi kebutuhan konsumen sebatas Fakta yang terlihat di lokasi penang-
kapasitas daya dukung kolam yang karan tidak sebaik yang diharapkan,
tersedia. Berdasarkan kurva pertumbuhan meskipun sudah dilakukan pemberian
di atas, apabila sudah mencapai daya pakan secara teratur sesuai kebutuhannya
dukung kolam yang tersedia maka tetapi kondisi air di kolam-kolam pemeli-
penangkaran kura-kura dalam setiap harannya masih kurang mendapat per-
tahunnya mampu menghasilkan 171.170 hatian. Kolam kura-kura Rote saja yang
ekor labi-labi Cina dewasa, 607 ekor labi- terlihat bersih airnya, mengingat jumlah
labi, 105.000 ekor kura-kura Brazil kura-kura Rote yang dipelihara tidak
anakan dan 58 ekor anakan kura-kura terlalu banyak, sehingga tidak membu-
Rote. Dengan demikian jumlah optimum tuhkan air dan kolam yang luas.
yang dapat dipanen ditentukan ber- Upaya meningkatkan angka hidup
dasarkan jumlah kura-kura yang mampu dan menekan kematian kura-kura di
dihasilkan tersebut dan tidak dapat me- penangkaran dapat ditempuh dengan
lebihi. Pemanenan kura-kura yang dilaku- menjaga kecukupan jumlah pakan untuk
kan masih berdasarkan adanya perminta- pertumbuhan dan mengantisipasi adanya
an konsumen di pasaran dan ketersedia- kanibalisme, kesehatan (perawatan, pen-
annya di penangkaran. cegahan dan penanganan penyakit),
kesesuaian dan kenyamanan kolam (kelas
7. Pemeliharaan umur yang sama, kepadatan populasi 1
ekor/10 m2, kondisi air bersih dengan pH
Pemeliharaan kura-kura dilakukan
normal, penyediaan tempat bertelur/
dengan memberikan pakan secara teratur,
berjemur).
membersihkan kandang/kolam secara
Efisiensi biaya dilakukan pada
teratur dan menjaganya agar tetap bersih
penangkaran kura-kura berskala besar
untuk mencegah timbulnya jamur dan
terutama jenis eksotik yang sudah
penyakit yang berakibat terhadap kese-
diyakini mudah beradaptasi terhadap
hatan kura-kura, sehingga pertumbuhan-
makanan dengan jalan memberikan pakan
nya dapat terjaga dengan baik dan tidak
tambahan (buatan) sebagai campurannya.

128
Manajemen Penangkaran Empat Jenis Kura-Kura.…(Purwanto dkk.)

Namun berbeda dengan kura-kura jenis relatif murah dan mudah pemeliharaan-
asli yang masih sulit beradaptasi terhadap nya serta menarik pada saat masih
makanan yang bukan pakan alaminya. anakan. Namun setelah dewasa tidak
jarang pula yang melepasnya ke alam
8. Pemanenan dan Pemanfaatan karena sudah tidak menarik lagi, sehingga
dikhawatirkan dapat menjadi jenis
Pemanfaatan hasil penangkaran kura-
invasif. Data realisasi penjualan kura-
kura dilakukan melalui pemanenan
kura Brazil dengan total sebanyak
terhadap populasi kura-kura yang
638.334 ekor yang terbagi dalam empat
dipelihara selama kurun waktu tertentu
ukuran selama bulan Februari-Desember
sesuai tujuannya baik untuk konsumsi
2013 disajikan pada Gambar 2.
maupun pet. Jenis untuk konsumsi yang
Penjualan kura-kura Brazil tergan-
sudah dapat dihasilkan dari penangkaran
tung permintaan dan ketersediaan yang
adalah labi-labi Cina (rata-rata 500
ada di penangkaran. Satwa ini tidak
kg/minggu terjual) sedangkan labi-labi
termasuk dalam catatan CITES tetapi
untuk ekspor masih mengandalkan hasil
tergolong hewan budidaya yang dikate-
tangkapan dari alam sesuai kuota yang
gorikan sebagai ikan, sehingga peman-
telah ditetapkan pemerintah (rata-rata
faatan dan penjualannya tidak ditentukan
2.961 ekor/tahun terjual CV. Halim Jaya
berdasarkan kuota. Selain dari penang-
dari total kuota nasional sebanyak 25.200
karan, pasokan kura-kura Brazil dalam
ekor/tahun). Labi-labi hasil penangkaran
negeri dipenuhi dari impor langsung dan
belum ada yang dipanen, karena pada
importir lain dengan proporsi disajikan
saat penelitian berlangsung masih berupa
pada Gambar 3.
anakan (dalam masa pembesaran).
Hal ini menunjukkan bahwa penang-
Jenis untuk pet yang sudah dapat
karan kura-kura Brazil yang ada masih
dihasilkan dari penangkaran adalah kura-
berkontribusi relatif kecil yaitu sebesar
kura Brazil dan kura-kura Rote. Kura-
6% dalam memenuhi kebutuhan di
kura Brazil banyak diminati oleh konsu-
pasaran dalam negeri, sehingga perlu
men domestik karena harganya yang

Sumber (Source) : Rekapitulasi data penjualan kura-kura Brazil PT. Agrisatwa Alam Nusa, Desember 2013
(Recapitulation of sales data brazilian turtle PT. Agrisatwa Alam Nusa, December 2013)
Gambar (Figure) 2 Realisasi penjualan kura-kura Brazil bulan Februari-Desember 2013 (Realization of sales
brazilian turtle in Februari – December 2013)

129
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 119-135

Sumber (Source) : Data realisasi pemasaran kura-kura Brazil PT. Agrisatwa Alam Nusa periode Mei-
Desember 2013 (Marketing realization data of the brazilian turtle PT. Agrisatwa Alam
Nusa period May - December 2013)
Gambar (Figure) 3 Proporsi pemenuhan kura-kura Brazil di pasaran dalam negeri (The proportion of
brazilian turtles fulfillment in the domestic market)

diupayakan strategi untuk meningkatkan Saran perbaikan agar pemanenan


produksinya yang lebih banyak untuk menguntungkan adalah jumlah panenan
mengurangi ketergantungan impor. Pe- kura-kura tidak menyebabkan penurunan
nangkaran kura-kura Rote menjual pro- populasi (tetap lestari), memanen lebih
duknya berupa anakan untuk pet keluar banyak jantan, menjaga kualitas produk
negeri sesuai pesanan dengan rata-rata 27 agar hasil panen tetap mengacu pada
ekor/tahun dalam ukuran plastron + 4 standar HACCP (Hazard Analysis
inchi (+ 10 cm). Critical Control Point) dengan kondisi
Pemanenan kura-kura dilakukan produk sehat dan sesuai spesifikasi/
dengan prinsip panenan lestari, yaitu standar mutu yang dipersyaratkan.
sejumlah hasil yang dapat diambil dari
tahun ke tahun tanpa menyebabkan 9. Penunjang Lainnya
penurunan populasi. Jumlah panen lestari
Aspek lainnya yang berperan menun-
yang dapat diperoleh tanpa menyebabkan
jang keberlangsungan usaha penangkaran
penurunan populasi merupakan panen
kura-kura adalah diversifikasi (peng-
lestari optimum. Pemanenan kura-kura
anekaragaman) jenis kura-kura yang
seharusnya dilakukan tidak melebihi
dibudidayakan, ketersediaan tenaga kerja
kemampuan jumlah produk yang dihasil-
yang memadai untuk merawat dan
kan dalam setiap tahun. Umur setiap jenis memelihara kura-kura sebagaimana ter-
kura-kura yang siap dipanen disajikan tuang dalam PP No. 8 Tahun 1999
pada Tabel 4. (Departemen Kehutanan dan Perkebunan
Data dan informasi mengenai biaya 1999b), pengayaan (penambahan) vege-
yang dikeluarkan untuk menghasilkan tasi di lingkungan penangkaran serta
seekor tukik tidak diperoleh dan tidak sarana dan prasarana perlengkapan yang
dikaji dalam riset ini, sehingga sulit memadai. Faktor penunjang lainnya
menentukan kesesuaian harga jual dengan dalam penangkaran kura-kura yang
biaya yang dikeluarkan atau pun kemung- diperlukan selain faktor fisik tersebut
kinan adanya penyimpangan (illegal) adalah dukungan pemerintah berupa
dalam penyediaan produk penangkaran adanya peraturan/regulasi yang ditetap-
kura-kura. Namun demikian, diversifikasi kan, administrasi perijinan yang mudah
(penganekaragaman) jenis merupakan dan kebijakan yang berpihak bagi
salah satu upaya pengelola untuk efisiensi penangkar.
dan efektivitas dalam rangka menjamin Bentuk dukungan tersebut penting
kelangsungan usaha penangkaran. artinya, mengingat kendala internal yang

130
Manajemen Penangkaran Empat Jenis Kura-Kura.…(Purwanto dkk.)

Tabel (Table) 4 Umur panen, ukuran dan bobot kura-kura yang dipanen di penangkaran (Age, size and
weight of the harvested turtles in captive breeding)
Umur panen (tahun) Ukuran (cm) Bobot (gr)
Jenis kura-kura
(Harvesting age) (Size) (Weight)
(Species of turtles)
(year)
Labi-labi Cina (Chinese softshell turtle) 1-2 20-25 800-2.500
Labi-labi (Common softshell turtle) >5 > 37 > 6.000
Kura-kura Brazil (Brazilian turtle) <1 3-8 5-100
Kura-kura Rote (Rote turtle) <1 + 10 200-400
Sumber (Source) : Hasil observasi dan wawancara (The results of observation and interview)

dihadapi yaitu kura-kura memiliki kema- kura dalam menunjang upaya konservasi
tangan kelamin dan usia hidup yang jenis perlu didukung dan diapresiasi
lama, jumlah telur sedikit, pertumbuhan- untuk lebih memotivasi dan menggiatkan
nya lambat, dapat menghabiskan biaya masyarakat/penangkar pada usaha ini
yang besar dan bersifat tidak ekonomis melalui pemberian penghargaan (re-
tetap tidak mengurangi minat penangkar wards) bagi perusahaan penangkaran
untuk mengusahakan penangkaran kura- kura-kura.
kura. Hal ini penting artinya dalam Perbedaan perijinan ini kerap dirasa
rangka meningkatkan produksi kura-kura memberatkan pengusaha penangkaran,
dari penangkaran untuk memenuhi terutama bagi perusahaan dengan diver-
kebutuhan konsumen dan tidak meng- sifikasi (penganekaragaman) jenis yang
gantungkan pasokan dari alam, sehingga mengkombinasikan jenis asli dan eksotik,
kelestarian jenis kura-kura di alam tetap karena harus mengurus pada dua instansi
terjaga dan terhindar dari kepunahan yang berbeda. Hal tersebut seharusnya
jenis. tidak perlu terjadi, mengingat jenis kura-
kura merupakan reptil yang termasuk
dalam satu ordo yaitu Testudines.
B. Implikasi Manajemen
Kebijakan yang dibuat oleh dua instansi
Dalam rangka menjamin keberlang- yang berbeda dimungkinkan akan me-
sungan usaha dan kesinambungan hasil nimbulkan ketidakserasian dalam pene-
untuk mencapai tujuan perusahaan, maka rapannya di lapangan, sehingga berdam-
penangkaran kura-kura harus memper- pak pada efisiensi dan efektivitas
hatikan dan menerapkan aspek-aspek perusahaan dalam menjalankan usaha
teknis manajemen penangkaran. Meski- penangkaran kura-kura. Meskipun ada
pun perlakuan penanganan dalam mene- pembedaan wewenang perijinan ini,
rapkan aspek-aspek teknis tersebut ber- hendaknya kebijakan yang diterapkan
beda dengan sejumlah keterbatasan untuk selaras jenis satu dengan lainnya. Meng-
setiap jenis kura-kura, karena perbedaan ingat jenis eksotik sebagai hasil intro-
kemampuan dan manajemen masing- duksi perlu diwaspadai dan diantisipasi
masing perusahaan, tetapi setidaknya populasinya karena dapat menjadi invasif
aspek-aspek teknis tersebut dapat menjadi dan mengancam keberadaan kura-kura
informasi dan pengetahuan mengenai jenis asli.
pemeliharaan kura-kura di penangkaran. Keberadaan penangkaran kura-kura
Namun demikian seberapa optimal pene- diharapkan meningkat produktivitasnya,
rapan semua aspek teknis manajemen sehingga dapat mencukupi kebutuhan
penangkaran dalam menunjang keber- konsumen dalam negeri untuk kura-kura
hasilan penangkaran yang perlu dinilai Brazil yang sebagian besar masih impor
dan dikaji lebih lanjut dengan menetap- (+ 94%), mengurangi ketergantungan
kan aspek-aspek teknis sebagai indikator- labi-labi dari alam dan menyelaraskan
nya. Apabila sudah dinilai dan dikaji, kebijakan penangkaran kura-kura jenis
maka keberhasilan penangkaran kura- asli dengan eksotik dalam rangka mewas-
131
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 119-135

padai dan mengantisipasi ancaman jenis meningkatkan pengetahuan, kemampuan,


invasif kura-kura Brazil (terjual > keterampilan dan keahliannya di bidang
500.000 ekor/tahun) dan labi-labi Cina ini, agar keberhasilan penangkaran dapat
apabila terlepas ke alam. lebih meningkat seiring dengan manaje-
Ancaman jenis invasif membuktikan men yang lebih baik.
bahwa labi-labi Cina diduga telah mem- Hasil riset ini diharapkan dapat
bentuk populasi introduksi di beberapa memberi manfaat bagi pengelola (peme-
negara seperti Filipina (Regodos & rintah dan penangkar) karena memberi-
Schoppe, 2005), Taiwan (Chen et al., kan gambaran aktual praktek penang-
2000) dan Hongkong (Lau et al., 2000). karan kura-kura saat ini guna perbaikan
Jenis ini merupakan jenis yang mudah ke depan. Pemerintah menggunakan riset
beradaptasi dengan perubahan lingkung- ini sebagai bahan masukan bagi pengam-
an, berkembang biak dan tumbuh dengan bilan keputusan dalam rangka pengem-
cepat dibandingkan jenis lain, sehingga bangan penangkaran kura-kura di
beberapa perusahaan penangkaran sudah Indonesia. Penangkar menggunakan riset
membudidayakan untuk tujuan ekspor. ini sebagai bahan referensi pengelolaan
Ancaman jenis invasif lainnya adalah dalam rangka mengusahakan penang-
kura-kura Brazil yang sudah menginvasi karan kura-kura.
area Eropa Selatan dan mampu bere- Upaya yang harus dilakukan oleh
produksi dalam iklim mediterania di Pemerintah adalah :
Eropa Selatan (Vamberger, 2012). Hal 1) Penangkaran kura-kura yang sudah
ini mengindikasikan bahwa jenis eksotik berjalan perlu dikaji kembali tingkat
(labi-labi Cina dan kura-kura Brazil) keberhasilannya menggunakan aspek-
tersebut mampu dengan mudah mengin- aspek teknis manajemen penangkaran
vasi dan mendominasi habitat baru, yang sudah teridentifikasi sebagai
bahkan dapat menggantikan kedudukan indikatornya.
jenis asli, karena ketidakhadiran predator 2) Aspek-aspek teknik manajemen pe-
dan parasit alaminya di habitat yang baru nangkaran kura-kura yang teridentifi-
tersebut, sehingga pertambahan populasi- kasi dapat didokumentasikan sebagai
nya tidak terkendali (Indrawan et al., bahan sosialisasi penangkaran kura-
2012). kura agar diminati masyarakat dalam
Penangkaran kura-kura selama ini rangka mendukung upaya konservasi
dilakukan untuk menghasilkan keuntung- jenis sehubungan adanya kendala
an bagi perusahaan dari hasil penjualan internal menangkarkan kura-kura.
produknya. Pemerintah tidak hanya seke- 3) Menciptakan iklim usaha yang kon-
dar menerbitkan perijinan sebagai tanda dusif bagi tumbuh kembangnya
legalitas usaha ini saja, namun dituntut penangkaran kura-kura dengan mem-
peran secara aktif dan intensif untuk berikan dukungan dan apresiasi ter-
melakukan pengawasan dan pengen- hadap perusahaan yang berhasil me-
daliannya agar tetap terarah sesuai nangkarkan kura-kura, misalnya pem-
dengan tujuan dan terjamin kelangsungan berian penghargaan ataupun insentif
produknya serta memperhatikan kesejah- berupa pemberian kredit lunak (bunga
teraan kura-kura yang dipelihara (animal 0%) sebagai penghargaan (rewards).
welfare) dalam rangka menunjang kon- 4) Menetapkan ijin usaha penangkaran
servasi jenis dan kelestarian sumberdaya kura-kura pada satu instansi baik jenis
alam. Pengetahuan, kemampuan, kete- asli maupun jenis eksotik guna mem-
rampilan dan keahlian di bidang penang- berikan kemudahan bagi penangkar
karan kura-kura relatif masih terbatas kura-kura yang mengkombinasikan
pada setiap perusahaan penangkar. Oleh penangkarannya lebih dari satu jenis
karena perlu ditempuh upaya untuk (diversifikasi/ penganekaragaman).

132
Manajemen Penangkaran Empat Jenis Kura-Kura.…(Purwanto dkk.)

5) Mengantisipasi kemungkinan ancam- sehingga dapat diberikan secara ter-


an jenis invasif dari kura-kura jenis atur dan tepat waktu.
eksotik, mengingat tingginya per- 4) Meningkatkan perawatan lingkungan
mintaan dalam negeri kura-kura kandang untuk mencegah timbulnya
Brazil. hama dan penyakit bagi kura-kura.
6) Pengawasan terhadap perusahaan 5) Mengoptimalkan produktivitas kura-
perlu secara intensif dilakukan agar kura yang mempunyai permintaan
kegiatan penangkarannya tetap terarah tinggi melalui peningkatan produksi
sesuai dengan tujuan dan terjamin telur, persentase daya tetas telur dan
komoditas produknya serta memper- peluang hidup anakannya hingga siap
hatikan kesejahteraan kura-kura di panen.
penangkaran.
7) Pengendalian perusahaan penang-
karan kura-kura, agar pengelolaannya IV. KESIMPULAN DAN SARAN
dapat berkelanjutan dan menunjang
konservasi jenis, sehingga populasi- A. Kesimpulan
nya di alam tetap lestari dan terjaga. Aspek-aspek teknis manajemen pe-
8) Pengendalian perusahaan penang- nangkaran kura-kura meliputi pengadaan
karan kura-kura melalui tertib per- bibit, adaptasi dan aklimatisasi, perkan-
izinan dalam rangka menjaga keles- dangan, pakan dan air, penyakit dan
tarian sumberdaya alam dan memberi- perawatan kesehatan, reproduksi dan
kan kepastian hukum bagi pengelola- teknik penetasan telur, pemeliharaan,
an usaha satwaliar. pemanenan dan pemanfaatan dan penun-
Upaya yang harus dilakukan oleh jang lainnya saling mendukung dan
penangkar adalah : berkaitan satu sama lain sebagai syarat
1) Meningkatkan pengetahuan, kemam- penting dalam menjamin keberlang-
puan, keterampilan dan keahlian sungan usaha dan kesinambungan hasil
mengenai manajemen teknis penang- untuk mencapai tujuan perusahaan.
karan kura-kura dalam rangka Penangkaran keempat jenis kura-
efisiensi dan efektivitas usaha serta kura secara umum telah berjalan dengan
produktivitas yang optimal dan ber- memperhatikan dan memenuhi aspek-
kelanjutan melalui pelatihan, peneliti- aspek teknis manajemen penangkaran
an, studi banding, studi pustaka dan dalam menjalankan usahanya. Kura-kura
pendokumentasian setiap pembela- yang ditangkarkan sudah mampu ber-
jaran/pengalaman yang pernah di- adaptasi dengan lingkungannya, tercu-
lakukan serta pengadopsian teknik kupi kebutuhan pakannya, terpenuhi
penangkaran jenis kura-kura lain yang kesesuaian habitatnya dan terjaga kese-
berhasil. hatannya, sehingga dapat bereproduksi
2) Menjaga kesinambungan penyediaan dengan biak dan meningkat populasinya,
air bersih yang baik dan berkualitas sehingga secara ekonomis menguntung-
untuk mengganti/menambah air kan. Namun demikian, kajian untuk
kolam secara rutin dan tepat waktu mengetahui kelayakan usaha penang-
guna mencegah timbulnya berbagai karan kura-kura tersebut belum dilaku-
macam penyakit yang dapat menurun- kan.
kan produktivitas.
3) Menjaga kontinuitas ketersediaan B. Saran
pakan yang beragam dengan kecu-
Informasi dan pengetahuan tentang
kupan gizi yang memadai bagi per-
pemeliharaan kura-kura di penangkaran
tumbuhan dan kesehatan kura-kura,
ini perlu dijadikan sebagai bahan refe-
rensi bagi para penangkar atau calon

133
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 119-135

penangkar dalam mengusahakan penang- tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan


karan kura-kura. Satwaliar. Jakarta (ID) : Dephutbun.
[Ditjen PHKA]. Direktorat Jenderal Perlindungan
Informasi dan pengetahuan tentang Hutan dan Konservasi Alam. (2014).
pemeliharaan kura-kura di penangkaran Keputusan Direktur Jenderal PHKA
ini perlu dijadikan sebagai bahan masu- Kementerian Kehutanan Nomor SK.
kan bagi pemerintah dalam mengambil 13/IV-KKH/2014 tentang Kuota Pengam-
keputusan untuk pengembangan penang- bilan Tumbuhan Alam dan Penangkapan
Satwaliar Periode Tahun 2014. Jakarta
karan kura-kura di Indoensia. (ID) : Ditjen PHKA.
Penelitian lebih lanjut untuk menge- George A, Rose M. (1993). Conservation biology
tahui kelayakan usaha penangkaran kura- of the pig-nosed turtle, carettochelys
kura perlu dilakukan. insculpta. Chelonian Conservation and
Biology 1(1) : 3-12.
Hardjanto, Masyud B, Hero Y. (1991). Analisis
Ucapan Terima Kasih kelayakan finansial penangkaran rusa di
Terima kasih disampaikan kepada BKPH Jonggol, KPH Bogor. Bogor (ID) :
Institut Pertanian Bogor.
Kementerian Kehutanan (Ditjen PHKA), Hemsworth, Paul H. & Harold W. Gonyou. 1997.
Balai Besar KSDA Sumatera Utara, Human Contact. Pp. 205-217 in Animal
APEKLI (Asosiasi Pengusaha Kura-kura Welfare. M. C. Appleby & B. 0. Hughes
dan Labi-labi Konsumsi Indonesia), Mr. (Eds.). Centre for Agriculture and
Li Xiao Ming (PT. Agrisatwa Alam Nusa Biosciences International. London.
Indrawan M, Primarck RB, Supriatna J. (2012).
dan PT. Tarum Fajar Pratama), Bapak Biologi konservasi. Jakarta (ID) : Yayasan
Deni Gunalen (PT. Alam Nusantara Obor Indonesia.
Jayatama) dan Bapak Lim Hao Tiong Iskandar DT. (2000). Kura-kura dan buaya
(UD. Halim Jaya) beserta staf/pekerja Indonesia dan Papua Nugini. Bandung
sebagai pendamping dari masing-masing (ID) : PAL Media Citra.
Lau M, Chan B, Crow P, Ades G. (2000). Trade
perusahaan atas bantuan dan dukungan- and conservation of turtles and tortoises in
nya bagi terlaksananya penelitian ini. the Hong Kong special administrative
region, people’s Republic of China.
Chelonian Research Monographs 2 : 39-
DAFTAR PUSTAKA 44.
Martono N. (2014). Metode penelitian kuantitatif
: analisis isi dan analisis data sekunder.
Amirullah. (2015). Pengantar manajemen :
Jakarta (ID) : PT Raja Grafindo Persada.
fungsi-proses-pengendalian. Jakarta (ID) :
Masy'ud B. (2001). Dasar-dasar penangkaran
Penerbit Mitra Wacana Media.
satwaliar. Laboratoriun : Penangkaran
Amri K, Khairuman. (2002). Labi-labi komoditas
Satwaliar. Jurusan Konservasi Sumberdaya
perikanan multi manfaat. Jakarta (ID) :
Hutan Fakultas Kehutanan. Bogor (ID) :
Agro Media Pustaka.
Institut Pertanian Bogor.
Chen TH, Lin HC, Chang HC. (2000). Current
Nupus S. (2001). Pertumbuhan tukik penyu hijau
status and utilization of chelonians in
(Chelodina mydas Linnaeus,1758) pada
Taiwan. Chelonian Research Mono-
tingkat pemberian jumlah pakan yang
graphs 2 : 45-51.
berbeda. [skripsi]. Bogor (ID) : Institut
[Dephut] Departemen Kehutanan. (2006).
Pertanian Bogor.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
Payne, William JA, Wilson RT. (1999). An
P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran
introduction to animal husbandry in the
Tumbuhan dan Satwaliar. Jakarta (ID) :
tropics. Fifth Edition. Blackwell Science
Dephut.
Ltd. London.
[Dephutbun Departemen Kehutanan dan Per- Purwantono. (2015). Penangkaran kura-kura
kebunan. (1999a). Peraturan Pemerintah yang berkelanjutan berdasarkan model
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 sistem dinamik. [tesis]. Bogor (ID) :
tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Institut Pertanian Bogor.
Satwaliar. Jakarta (ID) : Dephutbun. Regodos IC, Schoppe S. (2005). Local
[Dephutbun Departemen Kehutanan dan Per- knowledge, use, and conservation status of
kebunan. (1999b). Peraturan Pemerintah the layan softshell turtle Doogania suplana
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 (Geoffroy 1809) (Testudines : Triony-

134
Manajemen Penangkaran Empat Jenis Kura-Kura.…(Purwanto dkk.)

chidae) in Southern Palawan, Philippines. Vamberger M. (2012). First reproduction record


Sylvatrop, The Technical Journal of of trachemys scripta (Schoepff, 1792), In
Philippine Ecosystems and Natural Slovenia. Short Note. Herpetozoa 25 (1/2).
Resources 15(1&2) : 65-79. Van Dijk PP, Stuart BL, Rhodin AGJ. (2000).
Rossi JV. (2006). General husbandry and Asian turtle trade : proceedings of a
management in mader DR (ed.) Reptile workshop on conservation and trade of
Medicine and Surgery 2nd edition. Canada: freshwater turtles and tortoises in
Elsevier Inc. hlm 78-99. Asia. Lunenburg, MA Chelonian Research
Sinaga, HNA. (2008). Perdagangan jenis kura- Foundation. Chelonian Research Mono-
kura darat dan kura-kura air tawar di graphs No. 2, 164 pp.
Jakarta. [tesis]. Bogor (ID) : Institut
Pertanian Bogor.

135
Pemodelan Kesesuaian Habitat Orangutan Kalimantan.…(Hari Prayogo)

PEMODELAN KESESUAIAN HABITAT ORANGUTAN KALIMANTAN


(Pongo pygmaeus pygmaeus Linn, 1760) DI KORIDOR SATWA KAPUAS HULU
KALIMANTAN BARAT
(Habitat Suitability Models Of Bornean Orangutan (Pongo pygmaeus pygmaeus Linn,
1760) In Wildlife Corridor, Kapuas Hulu, West Kalmantan)
Hari Prayogo1, Thohari2, Achmad Machmud2, Solihin3, Dedy Duryadi3, Prasetyo4,
Lilik Budi4, Sugardjito5 dan/and Jito5
1Fakultas
Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak, Indonesia
2Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB,
Kampus Dramaga, Bogor 16680, Indonesia
3Departemen Biologi, FMIPA IPB
4Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB,

Kampus Dramaga, Bogor 16680, Indonesia


5Fakultas Biologi, Universitas Nasional

*Tanggal diterima : 6 November 2014; Tanggal direvisi : 7 Maret 2016; Tanggal disetujui : 5 Desember 2016

ABSTRACT

Kapuas Hulu, as conservation districts, established regional wildlife corridor that connected Betung Kerihun
and Danau Sentarum National Park as a Strategic Area District which highlight aspects of the environment.
This wildlife corridor holds a prominent role in the movement of animals, especially orangutans of both
national parks. This research was conducted to identify the impact of land use policies on the distribution of
orangutans in the corridor. Although it has been designated as a wildlife corridor, many land conversion
disconnecting wildlife corridors such as road construction, large-scale plantations development, land
clearing for settlement, cultivation, and deforestation. However, the two national parks still offers a secure
place for orangutans. A remote sensing technology was used to map the distribution and habitat suitability
for the orangutan in the wildlife corridor. Seven parameters were observed to study the habitat of
orangutans. The results revealed that the habitat suitability level of wildlife corridor was 49.94%, 46.61%
and 3.46% for high, moderate and low level of suitability respectively. The results were supported by
validation of 32.29% and 67.71% for moderate and high suitability respectively.

Key words : Corridor, habitat, orangutan, wildlife suitability

ABSTRAK

Kabupaten Kapuas Hulu sebagai kabupaten konservasi telah menetapkan daerah koridor satwa yang
menghubungkan Taman Nasional Betung Kerihun dan Taman Nasional Danau Sentarum sebagai Kawasan
Strategis Kabupaten yang menonjolkan aspek lingkungan. Koridor satwa ini memiliki peranan yang penting
bagi pergerakan satwa terutama orangutan dari kedua taman nasional ini. Studi ini dilakukan untuk
memahami dampak tata guna lahan terhadap sebaran orangutan, di koridor satwa. Pembukaan jalan,
perkebunan skala besar, pembukaan lahan untuk pemukiman, perladangan serta penebangan hutan telah
menjadi penyebab terputusnya habitat orangutan. Wilayah yang masih aman sebagai habitat orangutan adalah
di dalam kawasan taman nasional. Penelitian ini dilakukan menggunakan teknologi penginderaan jarak jauh
untuk memetakan sebaran dan kesesuaian habitat orangutan di kawasan koridor satwa. Tujuh parameter
habitat orangutan digunakan dalam analisis spasial kesesuaian habitat. Dari hasil penelitian ini didapatkan
bahwa kawasan koridor memiliki tingkat kesesuaian habitat yang tinggi sebesar 49.94%, tingkat kesesuaian
sedang sebesar 46.61% dan kesesuaian yang rendah sebesar 3.46%. dan hasil ini ditunjang dengan besaran
nilai validasi untuk kelas kesesuaian sedang sebesar 32.29% dan kelas kesesuaian tinggi sebesar 67.71%.

Kata kunci : Habitat, kesesuaian, koridor, orangutan, satwa

I. PENDAHULUAN daerah pemukiman, perladangan, per-


kebunan skala besar, dan jalan (Sukaryadi
Perubahan fungsi lahan terus terjadi et al., 2011). Alih fungsi lahan di
di hutan topis Indonesia, tidak terkecuali Kalimantan banyak menimbulkan kehi-
kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan langan habitat bagi orangutan, jika pada
Barat. Banyak kawasan hutan dijadikan tahum 1985 luas wilayah hutan di

137
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 137-150

Kalimantan sebesar 73,7% dari luas Zimmermann, 2000; Chefaoui 2005).


daratan, maka secara perlahan terjadi Long et al. (2008) menggunakan tek-
perubahan menjadi 57,5% pada tahun nologi citra landsat untuk mengukur
2000, sedangkan pada tahun 2010 men- populasi dan status satwa yang terancam
jadi 44.4% dan pada pada tahun 2020 punah di Madagaskar, sedangkan Engler
perkiraan luas kawasan hutan yang masih et al. (2004) menggunakan hasil suatu
tersisa seluas 32.6% (WWF, 2005). Hal model kesesuaian habitat untuk jenis
ini berpengaruh besar terhadap keaneka- satwa yang menjadi target konservasi,
ragaman flora dan fauna, karena hutan Wich et al. (2012b) menggunakan model
merupakan habitat tempat hidupnya. kesesuaian habitat secara global untuk
Kapuas Hulu merupakan kabupaten kon- orangutan di Kalimantan.
servasi berdasarkan SK Bupati Nomor Pada penelitian ini jenis satwa yang
144/2003. Di kabupaten ini terdapat dua menjadi target adalah orangutan Kali-
taman nasional yaitu Betung Kerihun mantan subspesies Pongo pygmaeus
(TNBK) dan Danau Sentarum (TNDS). pygmaeus yang telah masuk kategori
Kedua taman nasional dihubungkan oleh endangered (IUCN, 2013; Ancrenaz et
sungai Leboyan yang mengalir dari al., 2008). Orangutan merupakan salah
TNBK menuju TNDS. Pemerintah setem- satu kera besar yang masih bertahan di
pat telah menjadikan kawasan ini sebagai wilayah Asia Tenggara (Zhi et al., 1996;
koridor satwa bahkan sebagai Kawasan Bacon & Long, 2001). Saat ini hanya di
Strategis Kabupaten. jumpai di Pulau Sumatera dan Kaliman-
Salah satu elemen penting dalam
tan (Nijman & Meijaard, 2008; Warren et
biologi konservasi adalah menentukan
al., 2001; Locke et al., 2011; Gossen et
secara tepat sebaran suatu jenis satwa
al., 2008), dan populasinya terus menga-
terancam punah pada suatu daerah
lami penurunan yang signifikan (Rijksen
(Chefaoui & Lobo, 2007). Banyak faktor
& Meijaard 1999; Singleton et al., 2004;
yang mempengaruhi sebaran satwa
Wich et al., 2008). Jumlah populasi
sehingga diperlukan banyak data untuk
orangutan di seluruh Kalimantan (P.
pengelolaannya. Tanpa informasi yang
pygmaeus) diperkirakan sekitar 54.000
komprehensif seperti data habitat dan
pada tahun 2008 dan untuk subspesies
distribusi suatu jenis satwa yang menjadi
P. Pygmaeus pygmaeus diperkirakan
prioritas, pengelolaan kawasan menjadi
tinggal 3.000–4.500 individu (Ancrenaz
tidak efektif (Tole, 2006). Pengelolaan
et al., 2008).
yang terintegrasi dapat berperan penting
Sebaran subspecies ini adalah di
dalam konservasi jenis terancam punah
utara sungai Kapuas, terutama di TNBK
seperti orangutan (Brufford et al., 2005),
dan TNDS. Penelitian ini difokuskan di
misalnya untuk restorasi habitat, re-
daerah koridor satwa yang menghubung-
introduksi, analisis viabilitas populasi dan
kan kedua taman nasional tersebut.
habitat serta penanganan konflik dengan
Dengan adanya koridor satwa diharapkan
manusia. Salah satu pendekatan yang
dapat mengakomodir pergerakan satwa
sering digunakan adalah pemodelan
terutama orangutan dari kedua taman
spasial kesesuaian habitat (Hirzel et al.,
nasional tersebut, sehingga tidak terjadi
2004; Larson et al., 2003; Long et al.,
isolasi di masing-masing kawasan taman
2008).
nasional. Dengan mempertimbangkan
Sistem informasi geografis dikombi-
uraian di atas maka perlu dilakukan
nasikan dengan penghitungan multivariat
penelitian untuk mengetahui kesesuaian
digunakan untuk menentukan kesesuaian
habitat bagi orangutan koridor satwa
habitat dan memungkinkan pengelola
yang menghubungkan TNBK dan TNDS.
untuk membuat peta distribusi potensial
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
suatu jenis terancam punah seperti orang-
sebaran spasial dan kesesuaian habitat
utan (Hirzel et al., 2004; Guisan &

138
Pemodelan Kesesuaian Habitat Orangutan Kalimantan.…(Hari Prayogo)

orangutan Kalimantan di daerah koridor dicatat koordinatnya menggunakan GPS.


satwa. Kondisi habitat secara umum, letak jalan,
sungai, desa yang berdekatan dengan
lokasi penelitian juga dicatat.
II. BAHAN DAN METODE
C. Pemetaan Sebaran Orangutan
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Data untuk membuat kesesuaian
Penelitian ini dilakukan di koridor habitat dikumpulkan dari data primer dan
penghubung antara TNBK dan TNDS data sekunder. Data primer diperoleh
(Gambar 1), kawasan ini terletak di dengan mencatat keberadaan orangutan,
bagian utara Sungai Kapuas Kabupaten jejak dan sarang orangutan. Data sekun-
Kapuas Hulu Kalimantan Barat. Pene- der diperoleh dari literatur, peta digital
litian dilakukan antara Maret 2011- dan informasi dari informan. Data lain
Desember 2012. yang digunakan yaitu letak pemukiman di
sekitar lokasi penelitian, jaringan jalan,
B. Pengumpulan Data sungai, dan kondisi lahan di dalam dan
Data sebaran orangutan dikumpulkan sekitar lokasi penelitian. Data dikelom-
berdasarkan perjumpaan langsung dan pokkan sesuai dengan fungsinya, untuk
sarang orangutan (sebagian data diper- membangun peta sebaran orangutan dan
oleh dari WWF Kalimantan Barat). kesesuaian habitat digunakan data titik
Pencarian sarang dilakukan secara pur- koordinat (GPS point) tempat ditemukan-
posive berdasarkan informasi dari nya orangutan atau jejak/sarang, peta
masyarakat dan petugas taman nasional. dasar tematik kehutanan dari Badan
Jejak berupa sarang lebih mudah Planologi Kehutanan, Peta Tata Batas
dijumpai karena orangutan membuat Kawasan Taman Nasional Danau
sarang setiap hari (Wich et al., 2012a). Sentarum dan Betung Kerihun, peta
Pemilihan lokasi dilakukan dengan SRTM, dan Citra landsat 8ETM path 120
mempertimbangkan kondisi sungai dan row 059. Pengolahan data dilakukan
lokasi penelitian, sehingga bisa dianggap menggunakan software Microsoft Excell
mewakili daerah penelitian. Temuan 2003, software ArcGIS versi 9.3. dan
sarang serta tanda-tanda keberadaan Erdas Imagine 9.1.
orangutan (jejak) ditandai (marking) dan

Gambar (Figure) 1. Peta lokasi penelitian di koridor satwa, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat
(Research area map in wildlife corridor, Kapuas Hulu District, West Kalimantan)

139
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 137-150

Untuk kesesuaian habitat parameter ware Minitab 16. Hasil PCA yang
yang digunakan yaitu (1). Jarak dari digunakan untuk menentukan bobot
pemukiman (letak pemukiman berdasar- masing-masing faktor habitat dan untuk
kan peta sebaran desa di Kalimantan analisis spasial dihitung dengan persama-
Barat), (2). Jarak dari jalan raya (jaringan an sebagai berikut :
jalan berdasarkan peta jaringan jalan Y = aFK1+bFk2+cFk3+dFk4+eFk5+fFk5+gFk7
Kalimantan Barat), (3). Jarak dari sungai
besar (sungai besar adalah sungai yang Keterangan :
memiliki lebar > 20 meter dan tidak ada Y = Total nilai kesesuaian habitat
tajuk yang saling bersambungan), (4). a-f = Nilai bobot setiap variabel
Jarak dari sungai kecil (sungai yang Fk1 = Faktor jarak dari sungai besar
,memiliki lebar < 20 meter dan memiliki FK2 = Faktor dari sungai kecil
banyak tajuk saling bersambungan atau Fk3 = Faktor jarak dari jalan
bebatuan dangkal yang menghubungkan Fk4 = Faktor jarak dari pemukiman
satu sisi dengan sisi lain), (5). Kemi- Fk5 = Faktor NDVI
ringan lereng, (6). Ketinggian, dan (7). Fk6 = Faktor kemiringan lereng (slope)
Penutupan Lahan yang diperoleh dari Fk7 = Faktor ketinggian (elevasi)
nilai Normalization Difference Vegeta- Sedangkan untuk melihat hubungan
tion Index (NDVI). Pembobotan dilaku- antar parameter di lokasi penelitian
kan menggunakan data hasil penelitian digunakan uji korelasi yang selanjutnya
dan berdasarkan parameter tersebut. akan didapat nilai koefisien korelasi (r).

1. Pembuatan peta (NDVI) D. Analisis Spasial


Peta NDVI digunakan untuk menge- Dalam melakukan analisis spasial,
tahui Kerapatan vegetasi yang diperoleh beberapa faktor digunakan meliputi titik
melalui metode pengukuran dan pemeta- sebaran orangutan yang dilihat berdasar
an warna hijau vegetasi. Nilai NDVI jarak dari sungai, jarak dari jaringan jalan
diukur melalui citra dengan mengambil dan jarak dari desa serta besaran nilai
band (saluran gelombang cahaya) warna NDVI. Metode analisis yang digunakan
merah (R = red light), dan infra merah yaitu metode overlay, pembagian kelas
(IR = Infra Red). Citra landsat tersebut (class), pembobotan (weighting) dan
kemudian dianalisis dengan mengguna- pengharkatan (scoring) Pembobotan
kan software Erdas imagine 9.1. didasarkan atas nilai kepentingan atau
kesesuaian bagi habitat orangutan kali-
2. PCA mantan. Pemberian bobot terdiri atas 3
nilai, nilai tertinggi menunjukkan faktor
PCA digunakan untuk mengetahui habitat yang paling sesuai, nilai di
faktor yang paling berpengaruh terhadap bawahnya menunjukkan faktor habitat
distribusi orangutan kalimantan, ber- yang berpengaruh sedang dan nilai
dasarkan titik distribusi orangutan terendah menunjukkan faktor habitat
kalimatan yang ditemukan pada masing- yang kurang berpengaruh (pengaruh
masing layer. Adapun titik yang diguna- rendah).
kan untuk pembangunan model yaitu
70% dari titik keseluruhan yang ditemu-
kan di lapang, dan sisanya 30% III. HASIL DAN PEMBAHASAN
digunakan sebagai validasi. Dari hasil
tersebut selanjutnya dapat ditentukan A. Kesesuaian Habitat Berdasarkan
bobot dari masing-masing faktor yang Jarak dari Pemukiman
mempengaruhi habitat orangutan kali- Pemukiman yang berada di daerah
mantan. Analisis dilakukan dengan soft- koridor satwa didominasi oleh suku

140
Pemodelan Kesesuaian Habitat Orangutan Kalimantan.…(Hari Prayogo)

Dayak. Secara tradisional masyarakat di Sebagai jalur trasportasi, jalan raya


wilayah ini memiliki kebiasaan berburu, memberi pengaruh ke lingkungan berupa
meramu, dan membuka lahan untuk suara yang berisik dari kendaraan,
ditanami padi. Hal ini sangat berpengaruh sebagai akses penebangan liar, perburuan
terhadap kondisi habitat dan sebaran satwa dan membuka hutan untuk dijadi-
orangutan di daerah koridor. kan ladang, sehingga jalur jalan ini
Pada Tabel 1 nampak bahwa sarang serupa dengan kelas jarak untuk pemu-
orangutan lebih banyak dijumpai pada kiman yaitu pada jarak 03000 m sangat
jarak > 3.000 m dari pemukiman. Jarak jarang dijumpai adanya jejak/sarang
ini kelihatannya bukan merupakan jarak orangutan hanya ada 18 sarang (dengan
ideal bagi masyarakat untuk berburu, kepadatan sekitar 0.0006/ha dan 0.0007/
sehingga jarak ini merupakan jarak yang ha). Orangutan merasa aman pada jarak
relatif lebih aman bagi orangutan. kelas lebih dari 3000 meter dari pinggir
Sebaliknya, pada jarak 03.000 m dari jalan dengan kepadatan lebih dari 0.9/ha.
pemukiman hanya dijumpai 51 (11.43%) Pada saat marak illegal logging, hutan di
sarang orangutan. Masyarakat lokal sekitar jalan yang merupakan daerah
sudah terbiasa melakukan perburuan di penelitian juga menjadi sasaran pene-
dekat rumahnya. Biasanya mereka bangan yang menyebabkan perubahan
menangkap satwa apa saja yang dijumpai habitat (luas dan kualitasnya) dan pola
di daerah perburuan bahkan terkadang jelajah sehingga membuat orangutan
mereka juga akan menangkap orangutan. tergusur dan pindah menjauhi lokasi
Orangutan merupakan jenis primata yang penebangan untuk mempertahankan ke-
sangat sensitif terhadap perburuan berlangsungan hidupnya (Meijaard et al.,
(Soemarna et al., 1995) dan gangguan. 2001).
Dari peta terungkap bahwa daerah yang
merupakan pusat persebaran suku-suku C. Kesesuaian Habitat Orangutan
pemburu ini tidak dijumpai adanya Berdasarkan Jarak dari Sungai
orangutan di wilayah mereka tinggal Besar
(Bugo, 1995). Sungai Leboyan merupakan sungai
utama yang menghubungkan TNBK dan
B. Kesesuaian Habitat Orangutan TNDS. Sungai ini berhulu di TNBK
Berdasarkan Jarak dari Jalan mengalir melalui kawasan koridor dan
Variabel lain yang berpengaruh yaitu bermuara di TNDS.
jalan, karena menjadi akses untuk trans- Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa
portasi dan perburuan satwa. Jaringan sebagian kecil sebaran sarang orangutan
jalan juga menjadi faktor yang memutus- berada di dekat sungai besar yaitu pada
kan jalur pergerakan satwa termasuk kelas jarak 05.000 m. (n=3 sarang)
orangutan. dengan kepadatan dari jarak terdekat

Tabel (Table) 1. Sebaran sarang dan luas daerah penelitian berdasarkan kelas jarak dari kampung
(Distribution of nest and area by distance from settlement)
Kelas (m) Jumlah sarang Luas Kepadatan/ha
No. % %
(Class (m)) (Nest (n)) (Area) (Density/ha)
1 0-1.000 5 1.12 7889.85 6.98 0.0006
2 1.000-3.000 46 10.31 21539.25 19.07 0.0021
3 3.000-5.000 244 54.71 24010.92 21.25 0.0102
4 5.000-7.000 114 25.56 18432.09 16.32 0.0062
5 >7.000 37 8.30 41103.09 36.38 0.0009
Jumlah (Total) 446 100 112975.2 100

141
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 137-150

Tabel (Table) 2. Sebaran sarang dan luas daerah penelitian berdasarkan kelas jarak dari jalan (Distribution
of nest and area by distance from road)
Kelas (m) Jumlah sarang Luas Kepadatan/ha
No. % %
Class (m) (Nest (n)) (Area) (Density/ha)
1 0-1.000 7 1.57 11555.73 10.23 0.0006
2 1.000-3.000 11 2.47 14919.66 13.21 0.0007
3 3.000-5.000 114 25.56 12122.37 10.73 0.0094
4 5.000-7.000 144 32.29 11851.29 10.49 0.0122
5 >7.000 170 38.12 62526.15 55.35 0.0027
Jumlah (Total) 446 100 112975.2 100

sebesar 0.008/ha, 0.0002/ha dan 0.00016/ meningkatkan kemungkinan musim buah


ha, setelah itu pada jarak yang lebih jauh yang terputus-putus, dan frekuensi pro-
lagi sebaran sarang orangutan lebih duksi buah bergantung pada kesuburan
banyak (> 90%), dengan kepadatan tanah dan ketersediaan air. Kondisi yang
sebesar 0.0022/ha dan 0.005/ha. Hal ini mendukung pohon untuk sering berbuah
menunjukkan bahwa orangutan merasa dalam waktu yang terputus-putus ditemu-
tidak aman jika berada di dekat sungai kan juga di daerah alluvial termasuk
besar. Sungai besar merupakan salah satu rawa-rawa (Leighton & Leighton, 1983;
jalur transportasi bagi masyarakat van Schaik et al., 1995) atau lembah-
sehingga banyak dilalui oleh perahu lembah sungai yang lebar (Meijaard et
bermesin yang menimbulkan suara al., 2001).
berisik dan tidak disukai oleh orangutan.
Selain itu menjadi akses untuk berburu. E. Kesesuaian Habitat Orangutan
Di Sumatera dan Kalimantan, orangutan Berdasarkan Kemiringan Lereng
lebih umum terdapat di dekat sungai- Orangutan lebih menyukai daerah
sungai kecil dan dekat rawa-rawa; landai karena jika berada di daerah
kepadatan tertinggi di petak-petak hutan kemiringan yang tinggi maka akan
(alluvial) kecil di lembah-lembah sungai memerlukan energi yang lebih banyak
dan di hutan-hutan gambut (pasang surut) untuk pergerakan hariannya. Pada Tabel
dekat rawa-rawa atau di antara sungai- 5 dapat dilihat bahwa sebaran sarang
sungai (Meijaard et al., 2001). banyak dijumpai di daerah dengan
kemiringan kurang dari 40%, di mana
D. Kesesuaian Habitat Orangutan pada kemiringan 0-8% dijumpai 148
Berdasarkan Jarak Dari Sungai sarang (33.18%) dengan kepadatan 0.148/
Kecil ha. Telah diketahui bahwa kepadatan
Kalimantan sering dijuluki dengan orangutan di daerah hutan pebukitan
sebutan pulau dengan seribu sungai, tinggi adalah rendah yaitu 1 ind/km2,
karena banyaknya sungai besar dan kecil. kondisi ini juga berlaku untuk hutan yang
Demikian juga dengan daerah penelitian telah terbuka atau hutan yang dalam
yang banyak dijumpai sungai. Pada Tabel kondisi rusak parah (Rijksen & Meijaard,
4 dapat dilihat bahwa sebaran sarang 1999; Ancrenaz et al., 2004). Di
tertinggi berada pada selang 04.000 m Kalimantan, orangutan tersebar hampir di
dari tepi sungai kecil sebesar 88.79%. seluruh pulau, kecuali di daerah yang
Sungai kecil umumnya dikelilingi vege- bergunung tinggi dan dataran rendah
tasi dengan tajuk yang saling bersam- yang banyak dihuni manusia (Rijksen &
bungan, dangkal atau memiliki bebatuan Meijaard, 1999). Di daerah koridor satwa
sebagai tempat menyeberang orangutan untuk daerah bukit dengan kemiringan >
(Meijaard et al., 2001). Vegetasinya 40% hanya dijumpai 15 sarang (3.36%)
memiliki keanekaragaman jenis tum- dengan kepadatan 0.025/ha.
buhan buah yang tinggi yang dapat

142
Pemodelan Kesesuaian Habitat Orangutan Kalimantan.…(Hari Prayogo)

Tabel (Table) 3. Sebaran sarang dan luas daerah penelitian berdasarkan kelas jarak dari sungai besar
(Distribution of nest and area by distance from large river)
Kelas (m) Jumlah sarang Luas Kepadatan/ha
No. % %
Class (m) (Nest (n)) (Area) (Density/ha)
1 0-1.000 1 0.22 124.83 0.11 0.0080
2 1.000-3.000 1 0.22 5139 4.59 0.0002
3 3.000-5.000 1 0.22 11404.35 10.09 0.0001
4 5.000-7.000 29 6.50 13114.17 11.69 0.0022
5 >7.000 414 92.83 83192.85 73.64 0.0050
Jumlah (Total) 446 100 112975.2 100

Tabel (Table) 4. Sebaran sarang dan luas daerah penelitian berdasarkan kelas jarak dari sungai kecil
(Distribution of nest and area by distance from small river)
Jumlah
Kelas (m) Luas Kepadatan/ha
No. sarang % %
(Class (m)) (Area) (Density/ha)
(Nest (n))
1 0-2.000 125 28.03 48161.88 42.63 0.0026
2 2.000-4.000 271 60.76 33550.47 29.70 0.0081
3 4.000-6.000 49 10.99 24460.38 21.65 0.0020
4 6.000-8.000 1 0.22 6789.24 6.01 0.0001
5 >8.000 0 0 13.23 0.01 0.0000
Jumlah (Total) 446 100 112975.2 100

Tabel (Table) 5. Sebaran sarang dan luas daerah penelitian berdasarkan kelas jarak kemiringan lereng
(Distribution of nest and area by distance from slope)
Kelas (%) Jumlah sarang Luas Kepadatan/ha
No. % %
(Class (%)) (Nest (n)) (Area) (Density/ha)
1 0-8 148 33.18 57454.47 50.86 0.0026
2 8-15 71 15.92 10404.9 9.21 0.0068
3 15-25 79 17.71 15459.7 13.68 0.0051
4 25-40 133 29.82 21844.62 19.34 0.0061
5 >40 15 3.36 7811.501 6.91 0.0019
Jumlah (Total) 446 100 112975.2 100

F. Kesesuaian Habitat Orangutan hidup didataran rendah dan kepadatan


Berdasarkan Ketinggian tertinggi adalah antara ketinggian 200-
400 m dpl. Dari hasil ini juga diketahui
Jika dilihat berdasarkan ketinggian
bahwa tidak dijumpai satupun jejak atau
maka dari hasil penelitian diketahui
sarang orangutan pada ketinggian lebih
bahwa sarang orangutan hanya dijumpai
dari 500 m dpl.
pada ketinggian antara 0-500 m dpl. dan
terungkap bahwa orangutan lebih menyu-
kai daerah hutan dengan ketinggian G. Kesesuaian Habitat Orangutan
antara 0-300 m dpl., dengan jumlah Berdasarkan Normalized Difference
sarang yang dijumpai sebanyak 407 Vegetation Index (NDVI)
sarang (91.26%) dengan kepadatan 0.005/ Indeks vegetasi adalah indeks yang
ha (Tabel 6). Temuan ini juga sama menggambarkan tingkat kehijauan suatu
dengan hasil penelitian lain yang me- tanaman dan merupakan kombinasi
nyebutkan bahwa orangutan di Kaliman- matematis antara band merah dan band
tan memiliki penyebaran di hutan dengan NIR (Near-Infrared Radiation) yang
ketinggian < 500 m dpl (Groves, 2001; telah lama digunakan sebagai indikator
Sugardjito & van Schaik, 1991). Selanjut- keberadaan dan kondisi vegetasi
nya menurut Payne (1987), van Schaik et (Lillesand et al., 2004). Citra Landsat 8
al. (1995) orangutan lebih menyukai TM rekaman tanggal 27 Juni dan 4 Juli

143
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 137-150

Tabel (Table) 6. Sebaran sarang dan luas daerah penelitian berdasarkan kelas jarak berdasarkan ketinggian
(Distribution of nest and area by distance from slope)
Kelas (m dpl) Jumlah sarang Luas Kepadatan/ha
No. % %
(Class (m asl)) (Nest (n)) (Area) (Density/ha)
1 0-300 407 91.26 81682.65 72.30 0.0050
2 300-400 28 6.28 21037.83 18.62 0.0013
3 400-500 11 2.47 6855.794 6.07 0.0016
4 500-750 0 0 3389.609 3.00 0.0000
5 >750 0 0 9.307464 0.01 0.0000
Jumlah (Total) 446 100 112975.2 100

Tabel (Table) 7. Sebaran sarang dan luas wilayah penelitian berdasarkan pembagian daerah NDVI
(Distribution of nest and area by distance from NDVI)
Kelas NDVI Jumlah sarang Luas Kepadatan/ha
No. % %
(Class NDVI) (Nest (n)) (Area) (Density/ha)
1 <0 0 0 326.79 0.29 0.0000
2 0 - 0.3 1 0.22 6402.58 5.67 0.0002
3 0.3 - 0.4 116 26.01 48101.48 42.58 0.0024
4 0.4 - 0.5 302 67.71 55518.21 49.14 0.0054
5 > 0.5 27 6.05 2626.2 2.32 0.0103
Jumlah (Total) 446 100 112975.2 100

2013 menunjukkan bahwa bagian yang H. Analisis Data Model Kesesuaian


telah terbuka tampak di daerah sekitar Habitat Orangutan
pemukiman di daerah koridor satwa. Di
daerah ini hampir semua masyarakat Pembuatan model dilakukan dengan
membuka lahan hutan untuk dibuat menggunakan analisis komponen utama
menjadi pemukiman dan lahan pertanian. (Principle Component Analisys), ber-
Pada Tabel 7, tampak bahwa nilai dasarkan hasil analisis dari 7 komponen
NDVI cukup bervariasi, di mana nilai <0 utama diperoleh 3 komponen utama
merupakan daerah badan air, sebaran dengan keragaman total disajikan pada
sarang tertinggi berada pada kelas 0.3-0.4 Tabel 8. Komponen utama yang dapat
dengan jumlah sarang 116 (26.01%) dan digunakan dan mewakili yaitu komponen
pada kelas 0.4-0.5 dengan jumlah sarang utama ketiga dengan nilai kumulatif
302 (67.71%) dengan kepadatan sarang keragaman 78,4%. Nilai keragaman
masing-masing 0.0024/ha dan 0.0054/ha. kumulatif tersebut telah dianggap mewa-
Daerah pada kelas ini merupakan daerah kili total keragaman data yang ada,
belukar, hutan sekunder muda, dan hutan karena keragaman kumulatifnya terletak
sekunder tua. Di daerah ini kelimpahan diantara 70%-80% (Timm, 2002).
sumber pakan cukup tinggi terutama Hasil analisis tersebut (nilai total dari
berupa buah dan daun ataupun umbut akar ciri) kemudian digunakan untuk
tanaman dari kelompok palem-paleman. menentukan bobot masing-masing varia-
Nilai yang > 0.5 merupakan daerah bel. Keeratan hubungan antara ketujuh
semak dan sebagian merupakan daerah variabel kesesuaian habitat orangutan
perkebunan, nilainya besar karena pada dengan komponen utama seperti disajikan
wilayah ini proses fotosintesa memang
pada Tabel 8. Bobot masing-masing
lebih tinggi dibandingkan dengan hutan
variabel untuk mendapatkan model
sekunder atau hutan primer yang telah
mencapai klimaks. Pada daerah dengan kesesuian habitat orangutan diperoleh
kepadatan sarang tinggi, kondisi vegetasi dari nilai vektor ciri PCA masing-masing
umumnya baik dan memiliki keaneka- variabel yang mempunyai nilai positif
ragaman jenis tumbuhan buah yang tertinggi terhadap komponen utama yang
cukup tinggi, sehingga orangutan lebih dihasilkan.
banyak dijumpai di wilayah ini.

144
Pemodelan Kesesuaian Habitat Orangutan Kalimantan.…(Hari Prayogo)

Tabel (Table) 8. Total keragaman komponen utama (Total diversity of principal component)
Akar ciri (Root of traits)
Komponen
(Component) Total (Total) Keragaman (%) Kumulatif keragaman (%)
(Diversity (%)) (Diversity cumulative (%))
1 2.7214 38.9 38.9
2 1.7005 24.3 63.2
3 1.0635 15.2 78.4

Tabel 9. menunjukan bahwa variabel koefisien (bobot) tertinggi kedua, dan


kampung, sungai kecil, ketinggian dan tidak dijumpai adanya variable yang
kemiringan mempunyai hubungan positif masuk kedalam koefisien ketiga.
yang tinggi terhadap komponen utama Sehingga hanya ada dua koefisien yang
pertama. Sedangkan variabel sungai digunakan dalam perhitungan ini.
besar, jalan dan NDVI mempunyai
hubungan positif yang tinggi terhadap I. Kesesuaian Habitat bagi Orangutan
komponen kedua, dan tidak ada variabel Berdasarkan persamaan atau model
yang masuk ke dalam komponen ketiga. kesesuaian yang diperoleh, didapatkan
Berdasarkan hasil penghitungan nilai maksimum sebesar 79.936 dan nilai
dengan menggunakan Minitab 16 untuk minimum 29.93. Kemudian dilakukan
masing-masing variable, maka dapat penghitungan selisih dari nilai maksimum
disusun persamaan untuk model dan minimum. Nilai selisih tadi
kesesuaian habitat orangutan di TNBK, selanjutnya dibagi 3 untuk mendapatkan
koridor dan TNDS sebagai berikut: nilai untuk 3 selang berbeda yaitu selang
terkecil untuk kesesuain terendah,
Y = 1.7005 sb + 2.7214 kmp + 2.7214 dilanjutkan dengan kesesuaian sedang
sk + 1.7005 jln + 2.7214 elev + 2.7214 dan untuk selang terbesar digunakan
slope + 1.7005 ndvi untuk menentukan kesesuaian yang
tinggi. Hasil pembagian selang diuraikan
Persamaan di atas menunjukkan pada Tabel 10.
bahwa jarak dari kampung, sungai kecil,
ketinggian (slope) dan kemiringan lereng 79.94- 29.93
(elevasi) mempunyai koefisien (bobot) Selang = = 16.67
yang paling tinggi diantara variabel yang 3
lain, kemudian disusul oleh variabel
sungai besar, jalan, dan NDVI memiliki

Tabel (Table) 9. Koefisien tiap variable kesesuaian habitat orangutan (P. p. pygmaeus) (Coefficient of each
habitat suitability variable of orangutan (P. p. pygmaeus))
Nilai bobot (Weight)
No. Variabel (Variable)
PCA1 PCA2 PCA3
1 Sungai besar (sb) (large river) - 0.439 -
2 Kampung (kmp) (settlement) 0.257 - -
3 Sungai kecil (sk) (small river) 0.187 - -
4 Jalan (jln) (road) - 0.193 -
5 ketinggian (elev) (elevation) 0.397 - -
6 Kemiringan (slope) 0.505 - -
NDVI (Normalized Difference
7 - 0.406 -
Vegetation Index)

145
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 137-150

Peta kesesuaian habitat orangutan Daerah bagian selatan berbatasan


disajikan pada Gambar 2. Tingkat langsung dengan TNDS yang sebagian
kesesuaian terendah adalah yang terletak besar merupakan daerah danau dan rawa,
di sekitar pemukiman yaitu sebesar daerah ini sangat penting sebagai habitat
3.46%. Tingkat kesesuaian sedang sebe- orangutan karena orangutan dapat ber-
sar 46.61%, tersebar di bagian tengah dan gerak dari dan ke TNDS tanpa ada
utara koridor, di bagian tengah ada akses pembatas. Untuk di bagian utara ber-
jalan sehingga tidak terlalu banyak batasan dengan TNBK sehingga menjadi
dijumpai sarang orangutan di bagian habitat penting untuk orangutan yang
utara daerahnya sudah berbukit-bukit. bergerak dari dan ke TNBK. Dengan
Tingkat kesesuaian yang tinggi sebesar demikian koridor satwa ini menjadi
49.94%, sebagian besar tersebar di bagian daearh yang penting karena menjadi
selatan koridor yang merupakan daerah wilayah pergerakan bagi orangutan atau
berawa gambut yang tidak ada pen- satwa lainnya yang berasal dari TNBK ke
duduknya, dan sebagian lagi tersebar di TNDS atau sebaliknya. Adanya koridor
bagian utara yang berbukit dan lembah satwa ini akan menjamin adanya aliran
serta cukup sulit untuk dijangkau oleh gen di TNBK dan TNDS. Adanya koridor
masyarakat. Marshall et al. (2006) me- satwa ini membuka isolasi sehingga tidak
nyebutkan bahwa orangutan lebih menyu- ada inbreeding yang melemahkan gen
kai hutan rawa gambut dibandingkan yang dimiliki orangutan yang dapat
dengan hutan kering atau karst, dan hutan mengurangi kekuatan tubuhnya terhadap
rawa gambut secara konsisten menyedia- perubahan lingkungan dan mengurangi
kan sumber pakan bagi orangutan seperti tingkat kepunahan secara lokal.
buah-buahan dibanding hutan kering
(Cannon et al., 2007).

Gambar (Figure) 2. Peta keseuaian habitat untuk orangutan di koridor satwa (Habitat Suitabilty Map of
orangutan in wildlife corridor)

146
Pemodelan Kesesuaian Habitat Orangutan Kalimantan.…(Hari Prayogo)

Tabel (Table) 10. Nilai indeks kesesuaian habitat dan luas habitat untuk orangutan di koridor satwa (Habitat
suitability index value of orangutan in wildlife corridor)
No. Selang Kategory Luas (ha) Klasifikasi kesesuaian
%
(Range) (Category) (Wide (ha)) (Suitability classification)
1 29.93 - 46.60 IKH1 3,907.57 3.46 Rendah
2 46.60 - 63.27 IKH2 52,653.03 46.61 Sedang
3 63.27 - 79.94 IKH3 56,414.60 49.94 Tinggi
112,975.2 100 Grand total

J. Validasi dari model yang dibuat menunjukkan


lokasi penelitian merupakan daerah yang
Tahap validasi sangat penting dalam
sesuai sebagai habitat orangutan.
menilai ketepatan prediksi. Hal ini
Dari data korelasi di atas dengan
dicapai dengan menguji distribusi potensi
=0.05 diketahui adanya hubungan yang
jenis yang diwakili oleh model kesesuai-
sedang dengan kisaran nilai r antara
an habitat terhadap hasil pengamatan di
0,26-0,50 misalnya antara kampung
lapangan (Ottaviani et al., 2004). Validasi
dengan sungai besar terhadap sebaran
dilakukan untuk menguji model yang
sarang orangutan, korelasi lainnya antara
telah dibuat dengan menggunakan data
kampung dengan jalan, kelerengan
yang telah disiapkan untuk validasi,
dengan sungai kecil, sungai kecil dengan
dalam hal ini digunakan sebanyak 223
ketinggian, NDVI dengan sungai besar,
titik hasil pengamatan. Validasi dilaku-
jalan dengan slope, jalan dengan
kan dengan menggunakan peta model
ketinggian, jalan dengan NDVI. Hanya
kesesuaian habitat orangutan dan titik
terdapat satu hubungan yang sangat kuat
validasi dan kedua komponen ini
dengan nilai r sebesar 0.985 yaitu antara
selanjutnya dioverlay. Persentase tingkat
slope dan ketinggian terhadap sebaran
validasi rendah yaitu 0% dan sedang
sarang orangutan. Sedangkan arah
sebesar 32.29%.
hubungan adalah positif karena nilai r
Jika dijumlahkan antara tingkat
positif artinya jika nilai slope tinggi maka
kesesuaian sedang dan tinggi maka jum-
nilai ketinggian juga akan tinggi.
lahnya adalah sekitar 93.633%, artinya

Tabel (Table) 11. Hasil validasi model kesesuaian habitat orangutan di koridor satwa (Validation result
obtained from habitat suitability model of orangutan in wildlife corridor)
Kelas kesesuaian Jumlah titik
No. %
(Suitability classification) (Total points)
1 Rendah 0 0
2 Sedang 72 32.29
3 Tinggi 151 67.71
223 100

Tabel (Table) 12. Hasil Uji Korelasi antar parameter (Results Correlation between parameters)
Kampung Sungai Kecil Sungai Besar Jalan Slope Ketinggian
Sungai Kecil -0.219
0.000
Sungai Besar 0.336 -0.088
0.000 0.034
Jalan 0.459 -0.204 -0.207
0.000 0.000 0.000
Slope 0.292 0.323 0.156 -0.345
0.000 0.000 0.000 0.000
Ketinggian 0.288 0.317 0.154 -0.340 0.985
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
NDVI -0.116 0.200 0.498 -0.325 0.108 0.094
0.005 0.000 0.000 0.000 0.009 0.024

147
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 137-150

K. Implikasi Manajemen IV. KESIMPULAN DAN SARAN


Dilihat dari parameter yang telah A. Kesimpulan
ditetapkan maka tampak bahwa orang-
utan yang diwakili oleh temuan sarang Koridor satwa merupakan bagian
dipengaruhi oleh aktivitas manusia, penting habitat orangutan dan menjadi
seperti pemukiman, akses jalan dan media pergerakan orangutan dari Taman
sungai besar. Semakin dekat suatu Nasional Betung Kerihun dan Taman
wilayah dengan ketiga parameter ini Nasional Danau Sentarum. Wilayah ini
maka akan semakin sedikit dijumpai merupakan salah satu kawasan yang
sarang orangutan, sebaliknya semakin tersisa sebagai habitat orangutan sub-
jauh maka akan semakin banyak dijumpa spesies P. p. pygmaeus sehingga kawasan
sarang orangutan. ini menjadi kawasan penting bagi
Berbeda dengan tiga parameter kelestarian orangutan.
sebelumnya, sebaran sarang orangutan Daerah dataran rendah dengan
lebih banyak dijumpai di daerah dekat kemiringan yang landai serta tidak jauh
sungai kecil, kemiringan lahan yang dari daerah sungai kecil atau rawa
landai dan ketinggian dari permukaan menjadi wilayah yang sangat sesuai
laut yang rendah (antara 0-500 m dpl) sebagai habitat orangutan.
serta daerah yang memiliki nilai NDVI Dari hasil penelitian sebagian besar
antara 0,3-0,5. Nilai NDVI ini menunjuk- wilayah penelitian termasuk habitat
kan wilayah hutan yang masih bagus dan dengan kesesuaian yang tinggi (49.94%)
heterogen. Orangutan banyak dijumpai di dan kesesuaian sedang (46.61%). Dari
daerah ini karena banyak dijumpai hasil validasi model yang dibuat diper-
vegetasi sebagai sumber pakan, daerah oleh nilai 100% yang merupakan
yang landai memudahkan pergerakan gabungan dari kelas kesesuaian sedang
dalam berpindah tempat untuk mencari dan tinggi, artinya kawasan ini sangat
makan. sesuai sebagai habitat bagi orangutan.
Dari hasil tersebut maka wilayah
yang baik sebagai habitat orangutan B. Saran
adalah daerah yang jauh dari pemukiman,
akses jalan dan sungai besar, serta Untuk memperkuat daya dukung dan
terletak di dekat sungai kecil, kemiringan pergerakan orangutan sebaiknya:
yang landai dan ketinggian yang rendah Di beberapa tempat yang telah ter-
serta hutan heterogen yang masih bagus. potong oleh jalan raya dibuatkan koridor
Dengan demikian hasil ini dapat atau semacam canopy bridge yang meng-
membantu pengelola untuk mengkonser- hubungkan habitat di kiri dan kanan jalan.
vasi wilayah yang termasuk kedalam Di wilayah yang telah terfragmentasi
parameter seperti di atas, dan dapat dilakukan rehabilitasi lahan (restorasi
menjadikannya sebagai daerah relokasi habitat) dengan tanaman yang menjadi
atau translokasi orangutan. sumber pakan bagi orangutan.
Sesuai dengan hasil analisis di atas Wilayah ini walaupun sudah dijadi-
maka wilayah koridor merupakan salah kan wilayah Kawasan Strategis Kabupa-
satu wilayah penting sebagai habitat atau ten Kapuas Hulu dari sudut kepentingan
pergerakan orangutan yang berasal dari lingkungan, maka statusnya akan lebih
TNBK dan TNDS. Seluruh parameter kuat lagi jika pihak berwenang dalam hal
yang ditetapkan telah terpenuhi untuk ini Kementerian Kehutanan juga menge-
daerah ini. Ketiga daerah ini menjadi luarkan surat ketetapan perlindungan
salah satu benteng terakhir untuk popu- terhadap kawasan koridor satwa ini,
lasi orangutan subspesies Pongo pyg- karena dari hasil penelitian menunjukkan
maeus pygmaeus yang jumlah populasi- tingkat kesesuaian habitat yang tinggi
nya paling sedikit. bagi orangutan.

148
Pemodelan Kesesuaian Habitat Orangutan Kalimantan.…(Hari Prayogo)

Ucapan Terima Kasih Iberian Copris species Biology Conserva-


tion 122(2), 327-338 doi:10.1016/
Ucapan terimakasih disampaikan j.biocon.2004.08.005.
kepada Dikti atas Beasiswa BPPS yang Chefaoui R. M., & Lobo J. M. (2007). Assessing
telah diberikan selama mengikuti per- the conservation status of an Iberian moth
using pseudo–absences. The Journal of
kuliahan di IPB, rekan-rekan di WWF Wildlife Management, 8, 2507-2516.
Kalimantan Barat (Albertus Tjiu, Dewi, Engler R., Guisan A., & Rechsteiner L. (2004).
Hermayani, Zulkifli), Peter Widmann An improved approach for predicting the
dari Katala Foundation Philipina, dan distribution of rare and endangered species
rekan-rekan di Laboratorium Analisis from occurrence and pseudo-absence data.
Journal of Applied Ecology, 41, 263-274.
Lingkungan (Irham, Ardhie, Reza dkk) Gossens B., Chikhi L., Jalil M. F., James S.,
DKSHE Fahutan IPB, serta rekan-rekan Ancrenaz M., Lackman-Ancrenaz I., &
di Laboratorium Biologi Molekuler Bruford M. W. (2008). Taxonomy,
PPSHB IPB. Geographic Variation and Population
Genetics of Bornean and Sumatran
Orangutans. In: Wich SA, SS Utami, TM
Setia, CPP van Schaik. 2010. Orangutans:
DAFTAR PUSTAKA Geographic Variation in Behavioral
Ecology and Conservation. Oxford
Allouche O., Steinitz O., Rotem D., Rosenfeld A., University Press. Pp 1-31.
& Kadmon R. (2008). Incorporating Groves C. (2001). Primate Taxonomy,
distance constraints into species distribu- Washington, DC.: Smithsonian Institution
tion models. Journal of Appllied Ecology, Press.
45(2), 599–609 doi:10.1111/j.1365-2664. Guisan A., & Zimmermann N. E. (2000).
2007.01445.x Predictive habitat distribution models in
Ancrenaz M., Marshall A., Goossens B., van ecology. Ecological Modelling, 135, 147-186.
Schaik C. P., Sugardjito J., Gumal M., & Hirzel A. H., Posse B., Oggier P.A., Crettenand
Wich S. (2008). Pongo pygmaeus. IUCN, Y., Glenz C., & Arlettaz R. (2004).
2013 Ecological requirements of reintroduced
Bacon A. M., & Long V. T. (2001). The first species and the implications for release
discovery of a complete skeleton of a fossil policy: the case of the bearded vulture.
orangutan in a cave of Hao Binh province. Journal of Applied Ecology 41, 1103-1116.
Journal of Human Evolution, 41, 227-242. IUCN (2013). IUCN Red List of Threaterned
Brufford M. W., Ancrenaz M., Chikki L., Species. Version 2013.1.
Lackman_Ancrenaz I., Andau M, Ambu <www.iucnredlist.org> download on 22
M., & Gossens B. (2005). Projecting October 2013.
genetic diversity and population viability Larson A. M., Dijak W. D., Thompson F. R., &
for the Fragmented orang-utan population Millspaugh J. J. (2003). Landscape-level
in the Kinabatangan floodplain, Sabah, Habitat Suitability Models For Twelve
Malaysia, Endangered Species Research, Wildlife Species In Southern Missouri.
12, 249-261, doi:10.3354/esr00295. Gen. Tech. Rep. NC-233. St. Paul, MN:
Bugo, H. (1995). The significance of the timber U.S. Department of Agriculture, Forest
industry in the economic and social Service, North Central Research Station.
development of Sarawak, In: Ecology 51 p.
Conservation and Management of Leighton M., & Leighton D. R. (1983). Vertebrate
Southeast Asian Rainforests. Primarck RB, responses to fruiting seasonality within a
Lovejoy TE editors. New Haven: Yale Bornean rain forest. In: Sutton SL,
U.P. Pp.221-240. Whitmore TC, Chadwick AC. editors.
Cannon C. H., Curran L. M., Marshall A. J., & Tropical Rain Forest: Ecology and
Leighton M. (2007). Beyond mast-fruiting Management. Blackwell Scientific
events: Community asynchrony and Publishers, Oxford, 181-196.
individual dormancy dominate woody Lillesand TM, RW Kiefer, Chipman. (2004).
plant reproductive behavior across seven Remote sensing & image interpretation.
Bornean forest types. Current Science, 6th-ed.
93(11), 1558-66. Locke D. P., et al. (2011). Comparative and
Chefaoui R. M., Hortal J., & Lobo J. M. (2005). Demographic Analysis of Orangutan
Potential distribution modelling, niche Genomes. Nature Vol. 469:529-533.
characterization and conservation status Doi:10.1038/nature09687.
assessment using GIS tools: a case study of

149
Vol. 13 No. 2, Desember 2016: 137-150

Long P. R., Zefania S , French-Constant R. H., & Sukaryadi, Ramdani D., Sardana A., Hernawati J,
Szekely T. (2008). Estimating the Yogi Dharma N. G. G., Nugroho A. E., &
population size of an endangered Aliyah N. (2011). Potret Hutan Provinsi
shorebird, the Madagascar plover, using a Kalimantan Barat, Kementrerian Kehu-
habitat suitability model. Animal tanan, Direktorat Jenderal Planologi
Conservation, 11, 118-127. Kehutanan, Balai Pemantapan Kawasan
doi:10.1111/j.1469-1795.2008.00157.x Hutan Wilayah III Pontianak.
Marshall A. J., Nardiyono, Engstrom L.M., Timm N. H. (2002). Applied Multivariate
Pamungkas B., Palapa J., Meijaard E., & Analysis, Springer_Verlag New York, Inc.
Stanley S., A. (2006). The blowgun is Tole L. (2006). Choosing reserve sites
mightier than the chainsaw in determining probabilistically: A Colombian Amazon
population density of Bornean orangutans case study. Ecological modelling, 194,
(Pongo pygmaeus morio) in the forests of 344-356. doi:10.1016/j.ecolmodel.
East Kalimantan. Biological Conservation, 2005.10.027
129, 566-78. van Schaik C. P., Azwar M. S., & Priatna D.
Meijaard E., Rijksen H. D., & Kartikasari S. N. (1995). Population estimates and habitat
(2001). Di Ambang Kepunahan!, Kondisi preferences of the orang-utan based on line
Orangutan Liar di Awal Abad ke-21. The transects of nests. In: Nadler RD, Galdikas
Gibbon Foundation Indonesia. Jakarta. BMF, Sheeran LK, Rosen N. editors. The
Nijman V., & Meijaard E. (2008). Zoogeography Neglected Ape. New York and London.
of Southeast Asian Primates, Contribu- Plenum Press,. Pp 129-147.
tions to Zoology, 77(2), 117-126. Warren K. S., Verschoor E. J., Langenhuijzen S.,
Ottaviani D., Lasinio G. J., & Boitani L. (2004). Heriyanto, Swan R. A., Vigilant L., &
Two statistical methods to validate habitat Heeney J. L. (2001) Speciation and
suitability models using presence-only intraspecific variation of Bornean
data. Ecological Modelling 179, 417-443. orangutans, Pongo pygmaeus pygmaeus.
doi:10.1016/j.ecolmodel.2004.05.016. Molecular Biology Evolution, 18, 472-480
Payne J. (1987). Surveying orangutan populations Wich S. A., Meijaard E., Marshall A. J., Huson
by counting nests from a helicopter: A S., Ancrenaz M., Robert C. L., …..
pilot survey in Sabah. Primate Conserva- Singleton I. (2008). Distribution and
tion, 8, 92-103. conservation status of the orang-utan
Rijksen H. D., & Meijaard E. (1999). Our (Pongo spp) on Borneo and Sumatra: how
Vanishing Relative: The status of Wild many remain? Oryx, 43(3), 329-339.
Orang-utans at the close the Twentieth Wich, S. A., Krȕtzen M., Lameira A. R., Nater
Century. Dordrecht. Kluwer Academic A., Arora N., Bastian M. L., ..... van
Publisher. Schaik C. P. (2012a). Call Cultures in
Singleton I., Wich S., Husson S., Stephens S., Orang-Utans? PLoS ONE, 7(5), e36180.
Atmoko S. U., Leighton M, …. Byers, O. doi:10.1371/journal.pone.0036180.
editors. (2004). Orangutan Population and Wich S. A., Gaveau D., Abram N., Ancrenaz M.,
Habitat Viability Assessment: Final Baccini A., Brend S., ..… Meijaard E.
Report. IUCN/SSC Conservation Breeding (2012b). Understanding the Impacts of
Specialist Group, Apple Valley, MN. Land-Use Policies on a Threatened
Soemarna, K., Ramono W. S., & Tilson R. Species: Is There a Future for the Bornean
(1995). Introduction to the orangutan Orang-utan? PLoS ONE, 7(11), 1-10.
population and habitat viability analysis WWF (2005). Borneo's Lost World: Newly
(PHVA) workshop. In: The Neglected Discovered Species on Borneo; written by
Ape. Nadler RD et al. editors. New York. Pio D. and D'Cruz R. (ed) for WWF.
H. Pp 81-83. Zhi L., Karesh W. B., Janczewski D. N., Frazier-
Sugardjito J., & van Schaick C. P. (1991). Taylor H., Sajuthi D., Gombek F, …...
Orangutans: Current population status, O’Brien S. J. (1996). Genomic Differenta-
threats and conservation measures. In: tion Among Natura.l Population of
Proceedings of the Great Apes Conference Orangutan (Pongo pygmaeus).
(Jakarta, Pangkalanbun), Jakarta, Desem-
ber 18-22, Pp. 142-145.

150
Indeks Subjek
(Subject Index)

ISI VOLUME 1

Nomor 1 Nomor 2
Hamuraby Rozak, Sri Astutik, Zaenal Mutaqien, Sri Suharti
Didik Widyatmoko dan Endah Sulistyawati Analisis Berbagai Peran Pihak dalam Kemitraan
Kekayaan Jenis Pohon di Hutan Taman Nasional Pemanfaatan Sumberdaya Mangrove 73
Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat 1

Lisdayanti, Agus Hikmat dan Istomo Reny Sawtri dan Yelin Adelina
Komposisi Flora dan Keragaman Tumbuhan di Kajian Usulan Zona Khusus Taman Nasional
Hutan Rawa Musiman, Rimbo Tujuh Danau Kutai 85
Riau 15
Indra A.S.L.P. Putri
Sriyanti Puspita Barus dan Wanda Kuswanda Pengaruh Aktivitas Pariwisata Terhadap
Nilai Ekonomi Jasa Lingkungan Hutan Keragaman Jenis dan Populasi Kupu-Kupu di
Mangrove di Suaka Margasatwa Karang Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung 101
Gading, Sumatera Utara 29
Purwantono, Mirza Dikari Kusrini dan
Wanda Kuswanda dan Titiek Setyawati Burhanuddin Masy’ud
Preferensi Habitat Trenggiling (Manis javanica Manajemen Penangkaran Empat Jenis Kura-Kura
Desmarest, 1822) di Sekitar Suaka Margasatwa Peliharaan dan Konsumsi di Indonesia 119
Siranggas, Sumatera Utara 43
Hari Prayogo
Aji Winara dan Abdullah Syarief Mukhtar Pemodelan Kesesuaian Habitat Orangutan
Pemanfaatan Tumbuhan Obat oleh Suku Kalimantan (Pongo pygmaeus pygmaeus Linn,
Kanum di Taman Nasional Wasur, Papua 57
1760) di Koridor Satwa Kapuas Hulu Kalimantan
Barat 137

PENULIS VOLUME 2
Adelina, Yelin 85 Prayogo, Hari 137
Astutik, Sri 1 Purwantoro 119
Barus, Sriyanti Puspita 29 Putri, Indra A.S.L.P. 101
Hikmat, Agus 15 Rozak, Hamuraby 1
Istomo 15 Sawitri, Reny 85
Kusrini, Mirza Dikari 119 Setyawati, Titiek 43
Kuswanda, Wanda 29 Suharti, Sri 73
Lisdayanti 15 Sulistyawati, Endah 1
Masy’ud, Burhanuddin 119 Widyatmoko, Didik 1
Mukhtar, Abdullah Syarief 57 Winara, Aji 57
Mutaqien, Zaenal 1
KATA KUNCI VOLUME 2 Medicine 57
Montane zone 1,5,6
B Mount Gede Pangrango National Park 1,3,5,6,7,10
Butterfly diversity 101,113
N
C National park’s recreation area 101
Captive breeding 119,127,128,131 Nilai ekonomi 29,33,35,36,37
Collaborative 73,84
Composition 15,26
O
Consumption 119,125
Obyek wisata alam 101,102,103,104,105,106,107,
Corridor 137,146,147
108,109,111,112
D Orangutan 137,138,139,140,141,142,143,144,
Diversity 15,23,27,101,107,113 145,146,147,148,149

E P
Economic 29,36,37 Pangolin 43,44,47,51,56
Economy 73 Peliharaan 119
Ekonomi 73,75,77 Penangkaran 119,122,123,124,126,127,128,129,
Environmental services 29 130,131,132,133,134
Pengaruh 73,77,78,79,80,81
Pengaruh aktivitas wisata 101
F Perception and management 85
Forest 15,22,23,26 Persepsi dan pengelolaan 85
G Pet 119,129,130
Plants 57,63,64,66,67
Gangguan manusia 101
Pohon 1,2,3,4,5,6,11,12
H Power 73,76,77,78,80,81,83
Habitat 43,137,138,139,140,141,143,144,145, Preference 43,44,52
146,147,148 Preferensi 43,44
Human disturbance 101
Hutan rawa 15,16,17,18,20,22,23,25,26,27
R
Recreation impact 101
Regresi 43,48,52,53
I Regression 43,52
Indonesia 119,120,121,134
Interest 73,75,76,77,78,80
S
Satwa 137,138,141,144,146,147,148
J Seasonal 15,20,27
Jasa lingkungan 29,30,31,37 Siranggas 43,44,45,51,54,55
K Social 73,84
Kanum Tribe 57,60,63,67 Sosial 73,76,77
Special use zone 85
Karang Gading Gane Reserve 29,31,36,37,39,
40,41 Suaka Margasatwa Karang Gading 29,30,31,32,
Kepentingan 73,74,75,76,77,78,79,80,81,82,83 33,34,35,36,37,39,41
Keragaman jenis tumbuhan 15,16,17,23 Sub alpine zone 1,3,5,7,8,9,10
Kesesuaian 137,140,141,142,143,144,145,146, Sub montane zone 1,3,5,7,8,9,10
Suku Kanum 57,58,59,60,61,62,63,64
147,148
Swamp 15,20,22,23,25,26
Kolaborasi 73,82
Komposisi jenis 15,17 T
Konsumsi 119,120 Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango 1,2,3,
Koridor 137,138,139,140,141,142,144,145,146, 4,5,6,7,10,11,12
147,148 Taman Nasional Kutai 85,86,87,88,89,90,91,92,
Kupu-kupu 101,102,103,104,105,106,107,108, 93,94,95,96,97,98,99
109,110,111,112,113 Taman Nasional Wasur 57,58,59,60,62,63,64,65,
Kura-kura 119,132,133,134 67
Kutai National Park 85,89,90,96,98 Trees 1,5,7,10
Trenggiling 43,44,45,46,47,50,51
M Tumbuhan obat 57,58,59,60,61,62,63,64,67
Manajemen hidupan liar 101 Turtles 119,123,125,126,128,129,130,131,134,
Mangrove 29,30,31,32,33,34,35,36,37,38,39,40,41 135
U Z
Unsur hara 23,24,25,26,27,28,30,31,32 Zona Sub Alpine 1,2,3,5,6,7,8,9,11,12
Zona Sub Montana 1,2,3,5,6,7,8,9,11,12
W Zona khusus 85
Wasur National Park 57,60,63,67 Zona Montana 1,2,3,5,6,7,8,11,12
Wilderness management 101
Wildlife 137,147
PETUNJUK BAGI PENULIS INSTRUCTIONS TO AUTHORS

BAHASA: Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia. LANGUAGE: Manuscripts should be written in Bahasa
Naskah dalam bahasa Inggris dipertimbangkan. Indonesia. Articles in English will be considered.
FORMAT: Naskah diketik dua spasi pada FORMAT: Manuscripts should be typed double-
kertas A4 putih, satu permukaan; jenis huruf spaced on one face of A4 white paper. The font is
Times New Roman 12; pada semua tepi kertas Times New Roman 12. A 3.5 cm margin should be
disisakan ruang kosong 3,5 cm. left in all side of the edge.
JUDUL: Akurat, singkat, informatif; TITLE: Title should be accurate, concise, informative;
menggambarkan isi; mengandung kata kunci; describing the contents; containing keywords; no
tidak lebih dari 2 baris atau 13 kata; ditulis dalam more than 2 lines or 13 words; written in bahasa
bahasa Indonesia (terjemahan bahasa Inggris Indonesia (with English translation in italic, placed
ditulis miring, diletakkan antara tanda kurung); between brackets); avoid the verb, the formula, the
hindari pemakaian kata kerja, rumus, bahasa language abbreviation and unofficial languange.
singkatan dan tidak resmi.
NAMA PENULIS: Dicantumkan di bawah judul; AUTHOR NAME: Listed under title; completely
ditulis lengkap tanpa kualifikasi akademik; written without academic qualifications; sort by first
urutkan berdasarkan penulis pertama, kedua, dan author, second, and so on; including agency address
seterusnya; cantumkan alamat instansi dan and e-mail of the author.
e-mail penulis.
ABSTRAK: Ditulis dalam bahasa Indonesia dan ABSTRACT: Written in Bahasa Indonesia and English;
bahasa Inggris; tidak lebih dari 200 kata, no more than 200 words, comprise informative
berupa intisari menyeluruh mengenai essence of the entire content of the the problems,
permasalahan, tujuan, metodologi, hasil objectives, methodology, and results.
penelitian.
KATA KUNCI: Ditempatkan di bawah KEYWORDS: Written under abstract; overviewing of
abstrak; gambaran masalah yang dibahas; the issues discussed; maximum are 5; separately
maksimum 5; ditulis terpisah, dari yang written, from the general to the specific nature.
bersifat umum ke hal yang bersifat khusus.
PENDAHULUAN: Berisi latar belakang (rumusan INTRODUCTION: Containing background (problem
permasalahan, pentingnya penelitian, pemecahan formulation, the importance of research, problem
masalah); tujuan (hasil yang ingin dicapai); solving); objectives (desired outcomes); targets
sasaran (hasil spesifik sebagai hasil antara untuk (specific outcomes as a result to achieve the goal).
mencapai tujuan).
BAHAN DAN METODE: Menjelaskan waktu MATERIALS AND METHODS: Describing the time
dan lokasi penelitian; bahan dan alat yang and location of the study; materials and tools used;
digunakan; metode penelitian (rencana and research methods (research plan and data
penelitian dan analisis data). analysis).
HASIL: Disajikan dalam bentuk uraian umum; RESULTS: Presented in the form of general
disusun sesuai tujuan penelitian; tabulasi, grafik, description; prepared based on research purposes;
analisis dilengkapi tafsiran yang benar; angka tabulation, charts, analysis completed with the correct
dalam tabel tidak perlu diuraikan, cukup interpretation; figures in the table do not need to be
dikemukakan makna atau tafsiran; metode described, simply stated meanings or interpretations;
statistik yang digunakan harus dikemukakan; statistical methods used should be stated; basic
prinsip dasar metode harus diterangkan dengan principles of the method must be explained with
referensi atau keterangan lain; penulis reference or other information; authors express their
mengemukakan pendapat secara objektif, opinions in an objective manner, completed with
dilengkapi data kuantitatif. quantitative data.
PEMBAHASAN: Dapat menjawab apa arti hasil DISCUSSION: Should answer the meaning of the
yang dicapai dan implikasinya; menafsirkan results obtained and their implications; interpreting the
hasil dan menjabarkan; mengemukakan results and outlines; suggests a relationship with the
hubungan dengan hasil penelitian sebelumnya; results of previous studies; research results interpreted
hasil penelitian ditafsirkan dan dihubungkan and linked to the hypothesis and research objectives;
dengan hipotesis dan tujuan penelitian; argued the facts found and an explaining why it
mengemukakan fakta yang ditemukan dan happened; explain the progress of research and
penjelasan mengapa hal tersebut terjadi; development possibilities in the future.
menjelaskan kemajuan penelitian dan
kemungkinan pengembangan selanjutnya.
PETUNJUK BAGI PENULIS INSTRUCTIONS TO AUTHORS

TABEL: Judul tabel, judul kolom, judul lajur, dan TABLE: Table title, column title, and the necessary
keterangan yang diperlukan ditulis dalam bahasa information is written in Bahasa Indonesia and
Indonesia dan Inggris (dicetak miring) dengan English (in italics) with a clear and concise; given
jelas dan singkat; diberi nomor; penggunaan number; using a comma (,) and dot (.) The respective
tanda koma (,) dan titik (.) pada angka di dalam numbers in each table demonstrating the value of
tabel masing-masing menunjukkan nilai fractions / decimals and roundness thousand.
pecahan/desimal dan kebulatan seribu.
GAMBAR GARIS: Grafik dan ilustrasi lain yang LINE DRAWING: Graphs and other line drawing
berupa gambar garis harus kontras; diberi illustrations must be drawn in high contrast black
nomor, judul, dan keterangan yang jelas dalam ink. Each drawing must be numbered, title, and
bahasa Indonesia dan Inggris (dicetak miring). supplied with necessary remarks in Bahasa
Indonesia and English.
FOTO: Mempunyai ketajaman yang baik, diberi PHOTOGRAPH: Photographs submitted should have
judul dan keterangan seperti pada gambar. high contrast, and must be supplied with the title
and description as shown in the picture.
DAFTAR PUSTAKA: Minimal 10 pustaka; REFERENCES: At least 10 references; refering to APA
merujuk APA Style; disusun menurut abjad Style; organized alphabetically by author name; 80%
nama pengarang; 80% terbitan 5 tahun terakhir from last 5 years issues, and 80% from the primary
dan 80% berasal dari sumber acuan primer, reference sources, except for specific science
kecuali buku teks ilmu-ilmu tertentu textbooks (mathematics, taxonomy, climate).
(matematika, taksonomi, iklim).
PENGIRIMAN: Naskah dikirim ke Sekretariat SUBMISSION: Two copies of manuscripts and its soft
redaksi dalam bentuk hard copy (2 eksemplar) file should be submitted to the secretariate. An
dan soft copy dalam format Microsoft Word. official letter from the authors’ institution is
Pengiriman naskah disertai dengan surat required.
pengantar dari instansi asal.
Hepburn, R. & Radloff, S. (2006). Morphological variation in the pollen collecting apparatus of honey bees.
Journal of Apicultural Research & Bee World 45(1), 25-26.
Kementerian Kehutanan (2009). Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.328/Menhut-II/2009 tentang penetapan
DAS prioritas dalam rangka RPJM tahun 2010-2014. Jakarta: Sekretariat Jenderal.
Nita, T. (2002). Dampak penebangan hutan terhadap sistem tata air di DAS Cimanuk. Diakses tanggal 5 Maret
2004 dari http://www.minggupagi.com/article.
Siregar, C.A. (2007). Pendugaan biomasa pada hutan tanaman pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) dan
konservasi karbon tanah di Cianten, Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam IV(3), 251-266.
Steel, R. G. D. & Torrie, J. H. (1981). Principles and procedures of statistic. New York: Mc Graw-Hill Book Co. Inc.
Subiakto, A. & Sakai, C. (2006). Pengembangan teknologi stek pucuk untuk hutan tanaman. Prosiding Gelar
dan Dialog Teknologi : Teknologi untuk Kelestarian Hutan dan Kesejahteraan Masyarakat, tanggal 29-30 Juni
2005 di Mataram (pp. 1-7). Bogor: Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam.
Einar, V.K. (2007). Screening of eating disorders in the general population. In P.M. Goldfarb (Ed.), Psychological
test and testing research trends (pp. 141-50). New York: Nova Science.
Gilbert, D.G., McClernon, J.F., Rabinovich, N.E., Sugai, C., Plath, L.C., Asgaard, G., …Botros, N. (2004). Effect of
quitting smoking on EEG activation and attention last for more than 31 days and are more severe with
stress, dependence, DRD2 A1 allele, and depressive traits. Nicotine and Tobacco Research, 6, 249-67.
Catatan:
Untuk jumlah Penulis sampai dengan tujuh, ditulis seluruhnya. Untuk jumlah Penulis lebih dari delapan, enam
Penulis awal ditulis seluruhnya; Penulis ketujuh sampai Penulis sebelum Penulis terakhir, ditulis dalam bentuk …,
Penulis terakhir ditulis sebagaimana enam Penulis awal.
Volume 13 Nomor 2, Desember Tahun 2016: 73-150

Anda mungkin juga menyukai