Anda di halaman 1dari 84

P-ISSN 0216 - 4329

E-ISSN 2442 - 8957


TERAKREDITASI PERINGKAT 2
NO: 21/E/KPT/2018

Penelitian Hasil Hutan


PENELITIAN HASIL HUTAN
Vol. 38 No. 1, Maret 2020

Vol. 38 No. 1, Maret 2020 Hal. 1–68

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


(Ministry of Environment and Forestry)
BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI
(Research Development and Innovation Agency)
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN
(Forest Products Research and Development Center)
BOGOR - INDONESIA
P-ISSN 0216 - 4329
E-ISSN 2442 - 8957
TERAKREDITASI PERINGKAT 2
NO: 21/E/KPT/2018

Vol. 38 No. 1, Maret 2020


Jurnal Penelitian Hasil Hutan adalah publikasi ilmiah di bidang anatomi, fisik mekanik, teknologi serat, komposit, biodeteriorasi dan pengawetan bahan
berlignoselulosa, teknologi pengeringan hasil hutan, penggergajian dan pemesinan kayu, pengolahan hasil hutan kayu dan bukan kayu, pengolahan kimia dan
energi hasil hutan, ilmu kayu dan teknologi hasil hutan, keteknikan hutan dan pemanenan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Jurnal ini sudah diakreditasi oleh
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dengan peringkat dua (Sinta 2) sejak tahun 2016 sampai 2020 sebagai jurnal ilmiah (Akreditasi No. 21/E/
KPT/2018). Jurnal Penelitian Hasil Hutan dipublikasikan pertama pada tahun 1984, terbit empat nomor dalam satu volume (Maret, Juni, September, Desember).
Mulai volume 36 tahun 2018, Jurnal Penelitian Hasil Hutan terbit tiga nomor dalam satu volume (Maret, Juli, November).
Journal of Forest Products Research is a scientific publication reporting research findings in the field of anatomy, physical and mechanical, fiber technology, composite, biodeterioration and
preservation of lignocellulosic materials, forest products drying technology, wood sawing and machining, wood and non wood forest products processing, chemical and forest products energy
processing, forest engineering and wood and non wood forest products harvesting. This journal has been accredited by The Ministry of Research, Technology and Higher Education as second
grade scientific journal (Sinta 2) since 2016 to 2020 (Accreditation Number 21/E/KPT/2018). Journal of Forest Products Research was first published in 1984 and issued four numbers
in one volume (March, June, September, December). Since 2018, volume 36, Journal of Forest Products Research publishes three numbers in one volume (March, July, November).
Pelindung (Condescendent) : Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan
Dewan Redaksi (Editorial Boards)
Ketua (Editor in chief) : Prof. (R). Dr. Gustan Pari (P3HH-Pengolahan Kimia dan Energi Hasil Hutan)
Anggota (Members) : 1. Prof. (R). Dulsalam (P3HH-Pemanenan Hasil Hutan Kayu)
2. Prof. (R). Dr. Adi Santoso (P3HH-Pengolahan Hasil Hutan dan Bukan Kayu)
3. Prof. (R). Dr. Djarwanto (P3HH-Pengolahan Hasil Hutan dan Bukan Kayu)
4. Prof. Dr. Lina Karlina Sari (IPB-Sifat Fisik Mekanik Kayu)
5. Ir. Jamal Balfas, M.Sc (P3HH-Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan Lainnya)
6. Dr. Krisdianto (P3HH-Ilmu Kayu dan Teknologi Hasil Hutan)
7. Dr. I.M. Sulastiningsih (P3HH-Komposit Lignoselulosa)
8. Dr. Ratih Damayanti (P3HH-Anatomi Tumbuhan)
9. Dr. Saptadi Darmawan (P3HH-Ilmu Kayu dan Teknologi Hasil Hutan)
10. Dr. Sukadaryati (P3HH-Keteknikan dan Pemanenan Hutan)
11. Ir. Totok K. Waluyo, M.Si (P3HH-Ilmu Kayu dan Teknologi Hasil Hutan)
12. Dr. Wahyu Dwianto (LIPI-Biokomposit)
13. Dr. Ganis Lukmandaru (UGM-Teknologi Hasil Hutan)
14. Dr. Andi Detti Yunianti (UNHAS-Struktur dan Kualitas Kayu)
15. Dr. Tati Herlina (UNPAD-Kimia)
16. Dr. Yuni Krisyuningsih Krisnandi (UI- Kimia)
17. Dr. Ragil Widyorini (UGM-Kima Kayu)
18. Dr. Anne Hadiyane (ITB-Hasil Hutan Bukan Kayu)
19. Dr. Syamsul Falah (IPB-Biofarmaka)
20. Dr. Moh Yani (IPB-Kimia dan Lingkungan)
21. Dr. Rita Kartikasari (IPB-Kimia Kayu)
Mitra Bestari (Peer Reviewers) : 1. Prof. (R). Dr. Subyakto (LIPI-Pengolahan Hasil Hutan)
2. Prof. (R). Dr. Sulaeman Yusuf (LIPI-Pengawetan Kayu)
3. Prof. Dr. Buchari (ITB-Pengolahan Kimia)
4. Prof. Dr. Yusuf Sudohadi (IPB-Biokomposit)
5. Prof. Dr. Sumi Hudiyono (UI-Biokimia)
6. Prof. Dr. Elias (IPB-Pemanenan Hasil Hutan)
7. Prof. Dr. T. A. Prayitno (UGM-Teknologi Hasil Hutan)
8. Prof. Dr. Wasrin Syafii (IPB-Kimia Hasil Hutan)
9. Prof. Dr. Unang Supratman (UNPAD-Pengolahan Kimia)
10. Prof. Dr. Musrizal Muin (UNHAS-Teknologi Hasil Hutan)
11. Prof. Dr. Imam Wahyudi (IPB-Sifat dan Kualitas Kayu)
12. Prof. Dr. Armansyah Halomoan Tambunan (IPB-Teknik Mesin dan Biosistem)
13. Dr. Naresworo Nugroho (IPB-Keteknikan Kayu)
14. Dr. Wawan Hermawan (IPB-Rekayasa Mesin dan Biosistem)
15. Dr. Muhdi (USU-Pemanenan Hasil Hutan)
16. Dr. Juang Rata Matangaran (IPB-Pemanenan Hasil Hutan)
Sekretariat Redaksi (Editorial Secretariat)
Ketua (Chairman) : Dr. Wening Sri Wulandari, S.Hut., M.Si
Anggota (Members) : 1. Aryani, S.Hut., M.Si
2. Deden Nurhayadi, S.Hut.
3. Sophia Pujiastuti
Diterbitkan oleh (Published by):
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan
(Forest Products Research and Development Center)
Alamat (Address) : Jl. Gunung Batu 5, Bogor 16610, Indonesia
Telepon (Phone) : (0251) 8633378
Fax (Facsimile) : (0251) 8633413
E-mail : publikasi@pustekolah.org; jurnal.phh@gmail.com
Website : www.forpro.org
Jurnal elektronik (E-journal ) : http://ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/JPHH
Percetakan (Printing Company) : PT Penerbit IPB Press, Bogor
P-ISSN 0216–4329
E-ISSN 2442–8957
TERAKREDITASI PERINGKAT 2
NO : 21/E/KPT/2018

Vol. 38 No. 1, Maret 2020

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


(Ministry of Environment and Forestry)
BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI
(Research Development and Innovation Agency)
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN
(Forest Products Research and Development Center)
BOGOR–INDONESIA
UCAPAN TERIMA KASIH

Dewan Redaksi Jurnal Penelitian Hasil Hutan mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada mitra bestari (peer reviewers) yang telah mencermati naskah yang dimuat pada
edisi Vol. 38 No. 1, Maret 2020:

1. Prof. Dr. Yusuf Sudohadi (Biokomposit - Fakultas Kehutanan, IPB)


2. Prof. (R) Dr. Sulaeman Yusuf (Pengawetan Kayu - Pusat Penelitian Biomaterial, LIPI)
P-ISSN 0216–4329
E-ISSN 2442–8957
TERAKREDITASI PERINGKAT 2
NO: 21/E/KPT/2018

Vol. 38 No. 1, Maret 2020


DAFTAR ISI (CONTENTS)

1. Pemanfaatan Campuran Batang Jagung dan Bambu Sembilang sebagai Bahan Baku
Papan Partikel
(Utilization of Mixed Corn Stalks and Sembilang Bamboo as a Raw Material for Particleboards )
Dede Hermawan, Jajang Sutiawan, Nofrisman Jaya Putra Zendrato, Robi’atul Utami Aini,
Ismail Budiman, & Kurnia Wiji Prasetyo........................................................................................................1–10

2. Karakterisasi Biodiesel dari Minyak Kemiri Sunan dengan Katalis Heterogen Silika
Terimpregnasi Kalsium Oksida (Cao/Sio2)
(Characterization of Biodiesel Made from Kemiri Sunan Oil using Heterogeneous Silica Catalyst
of Impregnated by Calcium Oxide )
Haryono, Yati B. Yuliyati, Atiek Rostika Noviyanti, Mochammad Rizal, & Sarifah Nurjanah.............11–24

3. Pengaruh Ekstrak Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri ) terhadap Serangan Rayap Kayu Kering
(Cryptotermes Cynocephalus): Penelitian Pendahuluan
(The Effect of Ulin Wood Extracts (Eusideroxylon zwageri) Against Dry Wood Termite Attacks
(Cryptotermes cynocephalus): A Preliminary Study )
Mohammad Listianto Raharjo, Desi Mustika Amaliyah, Ratri Yuli Lestari,
& Budi Tri Cahyana..........................................................................................................................................25–32

4. Hubungan Ketahanan Kayu terhadap Jamur dengan Kerapatan dan Pengkaratan Logam
(Wood Decay Resistance in Relation with Density and Metal Corrosion )
Sihati Suprapti, Abdurahman, & Djarwanto.................................................................................................33–46

5. Pengaruh Kadar Perekat Phenol Formaldehida terhadap Keawetan Papan Partikel Bambu
Andong
(The Influence of Phenol Formaldehyde Content on Durability of Andong Bamboo Particleboard )
Wa Ode Muliastuty Arsyad & Deazy Rachmi Trisatya...............................................................................47–54

6. Sifat Kimia dan Kualitas Arang Lima Jenis Kayu Asal Kalimantan Barat
(Chemical Properties and Charcoal Quality of Five Wood Species from West Kalimantan )
Lisna Efiyanti, Suci Aprianty Wati, Dadang Setiawan, Saepulloh, & Gustan Pari..................................55–68

iii
P-ISSN 0216–4329
E-ISSN 2442–8957 Vol. 38 No. 1, Maret 2020
Kata kunci yang digunakan adalah istilah bebas. Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin atau biaya
ABSTRAK
UDC (OSDC) 630*862.4 UDC (OSDC) 630*160.24
Dede Hermawan, Jajang Sutiawan, Nofrisman Jaya Putra Zendrato, Haryono, Yati B. Yuliyati, Atiek Rostika Noviyanti, Mochammad Rizal
Robi’atul Utami Aini (Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, (Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
IPB), Ismail Budiman, & Kurnia Wiji Prasetyo (Pusat Penelitian Unpad), & Sarifah Nurjanah (Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem,
Biomaterial, LIPI) Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Unpad)
Pemanfaatan Campuran Batang Jagung dan Bambu Sembilang sebagai Karakterisasi Biodiesel dari Minyak Kemiri Sunan dengan Katalis Heterogen
Bahan Baku Papan Partikel Silika Terimpregnasi Kalsium Oksida (Cao/Sio2)
J. Penelit. Has. Hut. Maret 2020, Vol. 38 No. 1, hlm. 1–10 J. Penelit. Has. Hut. Maret 2020, Vol. 38 No. 1, hlm. 11–24
Batang jagung (Zea mays L.) dapat digunakan sebagai bahan alternatif Biodiesel komersial umumnya diproduksi dari minyak sawit yang telah
dalam pembuatan papan partikel. Namun demikian, papan partikel dari menjadi kontroversi karena minyak sawit merupakan minyak pangan dan
batang jagung memiliki sifat mekanis yang rendah, tidak dapat memenuhi tanaman kelapa sawit memanfaatkan lahan subur. Salah satu jenis minyak
standar Jepang (JIS A 5908:2003). Performa produk yang demikian nabati potensial sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah minyak
dapat disempurnakan dengan penambahan bahan lignoselulosa lain yang kemiri sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw). Minyak kemiri sunan
memiliki nilai kekuatan yang tinggi seperti bambu sembilang (Dendrocalamus bersifat non-pangan sehingga tidak akan berkompetisi dengan kebutuhan
giganteus Munro). Penelitian ini bertujuan menguji sifat papan partikel pangan. Dalam pembentukan biodiesel, penggunaan katalis basa homogen
batang jagung yang ditambahkan serat bambu pada berbagai komposisi pada tahap trans-esterifikasi berpotensi menimbulkan beberapa masalah,
bahan baku. Jenis perekat yang digunakan adalah urea formaldehida dan salah satunya akibat keberadaan asam lemak bebas (ALB). Penelitian
fenol formaldehida dengan kadar perekat 10%. Komposisi campuran ini bertujuan menyiapkan katalis padat heterogen berupa katalis SiO2
batang jagung dan bambu sembilang adalah 100 : 0; 75 : 25; 50 : 50; dan terimpregnasi CaO (CaO/SiO2), mempelajari pengaruh tahap esterifikasi
25 : 75. Target kerapatan papan partikel yang diproduksi adalah 0,8 g/ terhadap perubahan kadar ALB minyak, dan menguji aktivitas katalis CaO/
cm3. Pengujian sifat mekanis papan partikel dilakukan dengan mengacu SiO2 pada tahap trans-esterifikasi dalam pembentukan biodiesel. Katalis
pada standar JIS A 5908:2003. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat CaO/SiO2 disiapkan dengan metode sol-gel dari bahan alam (cangkang
mekanis papan partikel dengan kualitas paling tinggi dihasilkan pada telur dan sekam padi). Kadar ALB dari minyak kemiri sunan divariasikan
komposisi bahan baku 25% jagung dan 75% bambu sembilang dengan melalui tahap esterifikasi selama 1; 1,5; dan 2 jam dengan bantuan katalis
perekat fenol formaldehida. Penambahan bahan baku lignoselulosa yang H2SO4, sedangkan tahap trans-esterifikasi dilakukan pada suhu 60°C, rasio
memiliki kekuatan tinggi seperti bambu merupakan salah satu alternatif mol minyak terhadap metanol sebesar 1:9, lama reaksi dua jam, dan kadar
untuk meningkatkan sifat mekanis papan partikel batang jagung. katalis CaO/SiO2 sebanyak 3%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tahap
Kata kunci: Batang jagung, bambu sembilang, fenol formaldehida, papan esterifikasi selama 1; 1,5; dan 2 jam telah mampu menurunkan kadar ALB
partikel, urea formaldehida minyak dari 12,5% (tanpa esterifikasi) menjadi 0,65%; 0,58%; dan 0,54%.
Biodiesel dari minyak kemiri sunan yang disintesis dengan bantuan katalis
CaO/SiO2 pada kondisi optimal di tahap trans-esterifikasi memenuhi standar
SNI 7182-2015 mengenai biodiesel, untuk parameter densitas, viskositas,
kadar air, bilangan iodin, dan bilangan cetana.
Kata kunci : Biodiesel, kadar ALB, katalis heterogen, minyak kemiri sunan,
trans-esterifikasi.

UDC (OSDC) 630*845.3 UDC (OSDC) 630*813.3:844.2


Mohammad Listianto Raharjo, Desi Mustika Amaliyah, Ratri Yuli Lestari, Sihati Suprapti, Abdurahman, & Djarwanto
& Budi Tri Cahyana (Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan)
(Balai Riset dan Standardisasi Industri Banjarbaru) Hubungan Ketahanan Kayu terhadap Jamur dengan Kerapatan
Pengaruh Ekstrak Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri ) terhadap Serangan Rayap dan Pengkaratan Logam
Kayu Kering (Cryptotermes cynocephalus Light): Penelitian Pendahuluan J. Penelit. Has. Hut. Maret 2020, Vol. 38 No. 1, hlm. 33–46
J. Penelit. Has. Hut. Maret 2020, Vol. 38 No. 1, hlm. 25–32
Komponen konstruksi kayu biasanya disambungkan dengan sekrup
Serangan rayap kayu kering merupakan salah satu permasalahan yang atau baut yang terbuat dari bahan logam, sehingga ketahanan kayu terhadap
menimbulkan kerugian besar. Salah satu cara mengatasinya adalah dengan pengkaratan logam menjadi penting. Ketahanan kayu, dan pengkaratan
pengawetan, baik dengan bahan kimia buatan ataupun bahan alami. Tujuan sekrup logam yang berikatan dengan kayu diuji terhadap jamur menggunakan
penelitian pendahuluan ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak metode Kolle-flask. Kerapatan kayu diuji mengacu standar DIN-2135-(1975).
kayu ulin sebagai bahan pengawet kayu alami. Metode pengawetan yang Hasil penelitian menunjukkan bahwa kayu Diospyros korthalsiana dikategorikan
digunakan adalah untuk rendaman dingin pada suhu ruangan (± 25°C) ke dalam kelompok kayu tidak-tahan (kelas IV), Tetramerista glabra
dan rendaman panas pada suhu 80°C, dengan variasi konsentrasi bahan diklasifikasikan ke dalam kelompok kayu agak-tahan (kelas III), sedangkan
pengawet 5%, 10%, 15%, dan 20%. Variasi waktu rendaman yaitu 1, 2, dan Shorea teysmanniana, Palaquium burckii dan Aglaia argentea termasuk kayu-tahan
3 hari untuk rendaman dingin dan 0,5; 1; 2; dan 3 jam untuk rendaman (kelas II). Kehilangan berat kayu teras lebih rendah dibandingkan dengan
panas. Hasil penelitian ini berupa data mortalitas dan derajat serangan kehilangan berat kayu gubal, namun kedua bagian termasuk kelompok kayu
rayap kayu kering. Dari data mortalitas, diperoleh kesimpulan bahwa agak tahan. Terjadi hubungan antara kerapatan dengan kehilangan berat kayu,
terjadi peningkatan jumlah rayap yang mati sebesar 4−6%, sedangkan dari semakin tinggi kerapatan kayu semakin rendah kehilangan beratnya. Rata-rata
data derajat serangan, tidak ditemukan perbedaan antara kayu yang telah kehilangan berat kayu yang disekrup lebih tinggi dibandingkan dengan kayu
diawetkan menggunakan ekstrak kayu ulin dan kayu tanpa pengawet. tanpa sekrup. Kehilangan berat kayu yang berikatan dengan sekrup tertinggi
dijumpai pada kayu Palaquium burckii yang disekrup dan diumpankan kepada
Kata kunci: Rayap kayu kering, ekstrak kayu ulin, kayu karet, pengawetan Polyporus sp, sedangkan kehilangan berat sekrup tertinggi terjadi pada kayu
Shorea teysmanniana yang diumpankan Pycnoporus sanguineus. Bubuk karat
terbanyak dalam kayu Tetramerista glabra yang diumpankan pada Tyromyces
palustris. Delapan jenis jamur memiliki kemampuan sedang dan dua jenis
berkemampuan rendah dalam melapukkan kayu, sedangkan kemampuan
jamur dalam merusak sekrup tertinggi dijumpai pada P. sanguineus. Berat
bubuk karat akibat pengkaratan oleh aktivitas empat jamur (Chaetomium
globosum, P. sanguineus, S. commune, dan T. palustris) hampir sama.
Kata kunci: Kayu asal Riau, jamur, kelas ketahanan, kerapatan kayu,
pengkaratan sekrup

v
UDC (OSDC) 630*862.4 UDC (OSDC) 630*813.4:911
Wa Ode Muliastuty Arsyad & Deazy Rachmi Trisatya Lisna Efiyanti, Suci Aprianty Wati, Dadang Setiawan, Saepulloh,
(Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan) & Gustan Pari
Pengaruh Kadar Perekat Phenol Formaldehida terhadap Keawetan Papan (Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan)
Partikel Bambu Andong Sifat Kimia dan Kualitas Arang Lima Jenis Kayu Asal Kalimantan Barat
J. Penelit. Has. Hut. Maret 2020, Vol. 38 No. 1, hlm. 47–54 J. Penelit. Has. Hut. Maret 2020, Vol. 38 No. 1, hlm. 55–68
Bambu merupakan salah satu material yang mengandung lignoselulosa Indonesia memiliki hutan yang cukup luas dengan jenis pohon penghasil
yang potensial dimanfaatkan sebagai produk majemuk, khususnya papan kayu yang sangat beragam. Kayu dapat dimanfaatkan untuk berbagai
partikel. Pemanfaatan ini masih terbatas karena sifat sensitif bambu produk seperti furnitur, kerajinan, konstruksi bangunan serta produk lain
terhadap kelembapan dan rendahnya ketahanan terhadap serangan seperti arang. Pemanfaatan kayu juga pada umumnya berhubungan dengan
organisme perusak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan sifat fisik, kimia, anatomi maupun mekanik kayu. Penelitian ini bertujuan
papan partikel yang dibuat dari limbah bambu andong (Gigantochloa untuk mengetahui komposisi kimia dan ekstraktif lima jenis kayu kurang
pseudoarundinacea (Steud.) Widjaja) dengan menggunakan perekat phenol dikenal asal Kalimantan Barat, yaitu kayu kumpang, bengkulung, sawang,
formaldehida (PF) terhadap serangan rayap tanah Coptotermes curvignathus kempili, dan ubar serta pengaruhnya terhadap sifat arang yang terbuat dari
Holmgren dan rayap kayu kering Cryptotermes cynocephalus Light. Papan jenis-jenis kayu tersebut. Lima jenis kayu tersebut dianalisa komponen kimia
partikel berukuran 35 cm x 35 cm x 1,5 cm dibuat menggunakan perekat PF serta zat ekstraktif sesuai metode SNI. Kemudian tiap jenis kayu diproses
dengan variasi kadar perekat 8%, 10% dan 12% dari berat kering partikel. menjadi arang dengan metode pirolisis pada suhu 500°C selama 5 jam.
Pengujian ketahanan papan partikel terhadap rayap tanah dan rayap kayu Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar selulosa, pentosan, dan lignin
kering mengacu pada SNI 7207-2014. Hasil penelitian menunjukkan kelima jenis kayu tersebut masing-masing berkisar antara 51,53−61,16%;
bahwa perbedaan kadar perekat berpengaruh nyata terhadap penurunan 13,93−17,67% dan 26,55−38,46%. Kadar kelarutan dalam air dingin, air
berat papan partikel akibat serangan rayap tanah dan rayap kayu kering. panas, NaOH 1% dan alkohol-benzena masing-masing berkisar antara
Perbedaan kadar perekat juga berpengaruh nyata terhadap mortalitas rayap 0,632−2,640%; 3,28−8,41%; 10,41−19,01% dan 3,38−4,3%. Adapun
tanah dan rayap kayu kering. Papan partikel dengan kadar perekat PF untuk kadar air, kadar abu dan kadar silika kelima jenis kayu masing-masing
12% memiliki penurunan berat terendah yaitu 4,34% untuk rayap tanah berkisar 7,97−9,97%; 0,32−2,14; 0,21−0,68%. Produk arang yang terbentuk
dan 0,48% untuk rayap kayu kering. Mortalitas rayap meningkat dengan dari kelima jenis kayu tersebut telah memenuhi standar persyaratan SNI
semakin bertambahnya kadar perekat PF dalam papan partikel. Papan dengan nilai kadar air, abu, zat terbang, dan karbon terikat masing-masing
partikel dengan kadar perekat 12% memiliki mortalitas rayap tertinggi, berkisar antara 0,01−0,69%; 0,59−5,40; 13,95−26,15%; dan 73,05−84%.
yaitu 71,5% untuk rayap tanah dan 76% untuk rayap kayu kering. Produk arang yang memiliki kualitas terbaik berasal dari kayu kumpang.
Kata kunci: Bambu, limbah, papan partikel, phenol formaldehida, rayap Kata kunci: Arang, karakterisasi, kimia kayu, kumpang, lignin

vi
P-ISSN 0216–4329
E-ISSN 2442–8957 Vol. 38 No. 1, March 2020
Keywords given are free terms. Abstracts may be reproduced without permission or charge
ABSTRACT
UDC (OSDC) 630*862.4 UDC (OSDC) 630*160.24
Dede Hermawan, Jajang Sutiawan, Nofrisman Jaya Putra Zendrato, Robi’atul Haryono, Yati B. Yuliyati, Atiek Rostika Noviyanti, Mochammad Rizal
Utami Aini (IPB University), Ismail Budiman, & Kurnia Wiji Prasetyo (Departement of Chemistry, Faculty of Math and Science, Unpad), & Sarifah
(Biomaterial Research Center, The Indonesian Institute of Science) Nurjanah (Departement of Agrotechnology and Biosystem, Faculty of Agroindustrial
Utilization of Mixed Corn Stalks and Sembilang Bamboo as a Raw Material Technology, Unpad)
for Particleboards Characterization of Biodiesel Made from Kemiri Sunan Oil using Heterogeneous Silica
J. of Forest Products Research. March 2020, Vol. 38 No. 1, pp. 1–10 Catalyst Impregnated by Calcium Oxide 
J. of Forest Products Research. March 2020, Vol. 38 No. 1, pp. 11–24
Corn stalk ( Zea mays L.) can be used as an alternative material in the
manufacture of particleboards. However, particleboards made from corn stalks has Commercial biodiesel of oil palm is controversial as the palm oil is classified as
inferior mechanical properties which could not meet the Japanese standard (JIS A 5908: food oil and palm plantation utilizes fertile land. One potential type of vegetable oil as
2003). Such performance can be improved by adding other material which possesses high biodiesel raw material is kemiri sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw)
strength value, such as bamboo sembilang (Dendrocalamus giganteus Munro). This oil. This research aimed to prepare a heterogeneous solid catalyst in the form of an
study examined properties of cornstalk particleboard which was added into bamboo impregnated SiO2 by CaO catalyst (CaO/SiO2), to study the effect of the esterification
sembilang fibers in various compositions. Urea formaldehyde and phenol formaldehyde stage on free fatty acid (FFA) content of oil, and to test the activity of the CaO/SiO2
were used as binding agent with 10% adhesive content. Composition of fiber mixtures catalyst during the trans-esterification stage for biodiesel formation. CaO/SiO2 catalysts
between corn stalk and sembilang bamboo were set in 100 : 0; 75 : 25; 50 : 50; and were prepared by sol-gel method made from natural materials (egg shells and rice husk).
25 : 75. The targetted density of particleboard was set at 0.80 g/cm3. Mechanical The FFA content of kemiri sunan oil was determined through various esterification
properties of the produced particleboards were evaluated according to JIS A 5908:2003 stages namely 1; 1.5; and 2 hours in the presence of H2SO4 catalyst. While the trans-
standard. Results showed that particleboard produced using composition of 25% esterification stage was carried out under reaction temperature of 60°C, oil to methanol
corn stalk and 75% sembilang bamboo bonded with phenol formaldehyde had better ratio of 1:9, reaction time of 2 hours and CaO/SiO2 catalyst content of 3%. The
mechanical properties than those of the other mixture raw materials and adhesives. results showed that the esterification stage for 1; 1.5; and 2 hours reduced the FFA
Additional high strength of lignocellulose material such as bamboo is one alternative to content from 12.5% (without esterification) to 0.65%; 0.58%; and 0.54% respectivaly.
enhance mechanical properties of cornstalk particleboard. Biodiesel made from kemiri sunan oil which was synthesized with the addition of CaO/
SiO2 catalyst at optimal conditions of trans-esterification stage fulfilled SNI 7182-
Keywords: Corn stalks, particleboard, phenol formaldehyde, sembilang bamboo, urea 2015: Biodiesel based on density, viscocity, moisture content, iodine number, and cetane
formaldehyde number.
Keywords: Biodiesel, free fatty acid content, heterogeneous catalyst, kemiri sunan oil,
trans-esterification

UDC (OSDC) 630*845.3 UDC (OSDC) 630*813.3:844.2


Mohammad Listianto Raharjo, Desi Mustika Amaliyah, Ratri Yuli Lestari, Sihati Suprapti, Abdurahman, & Djarwanto
& Budi Tri Cahyana (Forest Products Research and Development Center )
(Banjarbaru Industrial Research and Standardization Center  ) Wood Decay Resistance in Relation with Density and Metal Corrosion
The Effect of Ulin Wood Extracts (Eusideroxylon zwageri) Against Dry Wood J. of Forest Products Research. March 2020, Vol. 38 No. 1, pp. 33–46
Termite Attacks (Cryptotermes cynocephalus Light): A Preliminary Study
J. of Forest Products Research. March 2020, Vol. 38 No. 1, pp. 25–32 Wood constructions are mostly fastened by metal screw or metal fastener, then
corrosion resistance is an important factor . Wood natural durability against fungus and
Dry wood termites attack is one of the problems that cause huge losses in timber its relation to basic density are two other factors affecting wood quality for construction.
construction. One way to solve this problem is by preserving wood, with synthetic chemicals This paper studies wood natural durability against fungus and metal corrosion in relation
or natural ingredients. The purpose of this preliminary research was to determine the to density of five Riau wood species. Wood samples were tested against fungus using
effect of ironwood powder extract as a natural wood preservative. Preservation methods the Kolle-flask method and wood density was measured based on DIN-2135-1975
conducted were cold immersion at normal temperature (± 25°C) and hot immersion at standard. Result shows that Diospyros korthalsiana wood was categorized as non-
80°C. Variations in the concentration are 5%, 10%, 15%, and 20%. Variation of resistant (class IV), Tetramerista glabra wood was classified as moderately resistant
immersion time are 1, 2, and 3 days for the cold immersion and 0.5; 1; 2; 3 hours for (class III), while Shorea teysmanniana, Palaquium burckii, and Aglaia argentea
the hot immersion. Results show that mortality data and the degree of attack of dry woods are grouped into resistant wood (class II). In all wood species, weight lost of
wood termites. The results showed that the mortality of the dry wood termites increased heartwood is lower than that of sapwood, but in the same durability group (moderately
4−6%. However, no difference was found on the degree of attacks between preserved resistant). In general, there is a relationship between density and weight loss. The higher
and control wood. the wood density is the lower the weight loss. The average of weight loss of metal screwed
wood is higher than wood without screws. The highest weight loss was recorded from
Keywords: Dry wood termites, ironwood extract, rubberwood, preservation Palaquium burckii wood which was screwed and exposed to Polyporus sp., while,
the highest screw weight loss was recorded from Shorea teysmanniana wood exposed
to Pycnoporus sanguineus. Rustic enamel was highly recorded from Tetramerista
glabra wood, which was exposed into Tyromyces palustris. Eight species of fungus
are moderate and two species are low in capability of decaying wood. The highest decaying
ability in corroding metal screws is found in P. sanguineus. The weight of rustic enamel
found in the metal screw caused by four fungus activity of (Chaetomium globosum,
P. sanguineus, S. commune and T. palustris) was relatively similar.
Keywords: Riau wood, decaying fungi, resistance class, wood density, metal screw
corrosion

vii
UDC (OSDC) 630*862.4 UDC (OSDC) 630*813.4:911
Wa Ode Muliastuty Arsyad & Deazy Rachmi Trisatya Lisna Efiyanti, Suci Aprianty Wati, Dadang Setiawan, Saepulloh,
(Forest Products Research and Development Center ) & Gustan Pari
The Influence of Phenol Formaldehyde Content on Durability of Andong Bamboo (Forest Products Research and Development Center )
Particleboard Chemical Properties and Charcoal Quality of Five Wood Species
J. of Forest Products Research. March 2020, Vol. 38 No. 1, pp. 47–54 from West Kalimantan
J. of Forest Products Research. March 2020, Vol. 38 No. 1, pp. 55–68
Bamboo is a very potential raw material for composite products. However, its
susceptibility to moisture and organisms attack limits its utilization. This study Various wood producing tree species grows in large forest area of Indonesia. Wood
examines the resistance of andong bamboo (Gigantochloa pseudoarundinacea could be used for various products such as furniture, crafts, building constructions and
(Steud.) Widjaja) particleboard against subterranean (Coptotermes curvignathus other products like charcoals. Utilization of products is also generaly associated with
Holmgren) and dry-wood (Cryptotermes cynocephalus Light) termites attack. physical, chemical, anatomy and mechanics characteristic of wood. This research aims
Particleboard with dimension of 35 cm x 35 cm x 1.5 cm were manufactured from to determine chemical and extractive composition of five lesser-known wood species from
bamboo waste and it was glued with varying Phenol Formaldehyde (PF) content of West Kalimantan, namely kumpang, bengkulung, sawang, kempili and ubar wood,
8%, 10% and 12%. Specimens were tested according to the Indonesian standard (SNI and their influences on charcoal properties produced from corresponding wood types. The
7207-2014). Results show that variation of PF content influence significantly into the chemical and extractive components of the five wood types were analyzed according to
weight loss of particleboard due to subterranean termite and dry-wood termite attacks. the Indonesian National Standard (SNI) method. Each wood species was heated into
The differences of PF content also significantly influenced mortality of subterranean charcoal through pyrolysis method with a temperature of 500°C for 4 hours. Results
and dry-wood termites. Particleboard with 12% PF content had the lowest weight losses show that the cellulose, pentosan, lignin of these five wood species are 51.53−61.16%;
for subterranean termite (4.34%) and dry-wood termite (0.48%). Termite mortality 13.93−17.67% and 26.55−38.46% respectively. The solubility in cold water,
was escalated with the increased PF content in particleboard. Bamboo particleboard hot water, NaOH 1% and alcohol-benzene are ranged from 0.632−2.640%;
with 12% PF content possessed highest termite mortalities of 71.5% and 76% for 3.28−8.41%; 10.41−19.01%; and 3.38−4.3% respectively. Water, ash and silica
subterranean and dry-wood termites, respectively. contents from these woods are respectively ranged from 7.97−9.97%; 0.32−2.14%;
and 0.21−0.68%. The charcoal products were obtained from five wood types generally
Keywords: Bamboo, particleboard, phenol formaldehyde, termite, waste have fulfilled the Indonesian National Standard (SNI) requirements with the value
of water, ash, volatile matter and carbon contents are ranged from 0.01−0.69%;
0.59−5.40; 13.95−26.15%; and 73.05−84% respectively. The best quality of
charcoal was obtained from kumpang wood charcoal.
Keywords: Charcoal, characterization, wood chemistry, kumpang, lignin

viii
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 1-10
p-ISSN: 0216-4329
e-ISSN: 2442-8957
Terakreditasi Peringkat 2, No: 21/E/KPT/2018

PEMANFAATAN CAMPURAN BATANG JAGUNG DAN BAMBU


SEMBILANG SEBAGAI BAHAN BAKU PAPAN PARTIKEL
(Utilization of Mixed Corn Stalks and Sembilang Bamboo as a Raw Material
for Particleboards)

Dede Hermawan1, Jajang Sutiawan1, Nofrisman Jaya Putra Zendrato1, Robi’atul Utami
Aini1, Ismail Budiman2, & Kurnia Wiji Prasetyo2

Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB,


1

Jl. Ulin, Kampus IPB Darmaga Bogor 16680, Telp./Faks. (0251) 8621285
2
Pusat Penelitian Biomaterial Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,
Jl. Raya Bogor Km. 46 Cibinong 16911, Telp. (021) 87914511
E-mail : mr.dede.hermawan@gmail.com

Diterima 5 Juli 2019, direvisi 24 Oktober 2019, disetujui 10 Februari 2020

ABSTRACT

Corn stalk (Zea mays L.) can be used as an alternative material in the manufacture of particleboards. However,
particleboards made from corn stalks has inferior mechanical properties which could not meet the Japanese standard
(JIS A 5908: 2003). Such performance can be improved by adding other material which possesses high strength value,
such as bamboo sembilang (Dendrocalamus giganteus Munro). This study examined properties of cornstalk
particleboard which was added into bamboo sembilang fibers in various compositions. Urea formaldehyde and phenol
formaldehyde were used as binding agent with 10% adhesive content. Composition of fiber mixtures between corn stalk
and sembilang bamboo were set in 100 : 0; 75 : 25; 50 : 50; and 25 : 75. The targetted density of particleboard
was set at 0.80 g/cm3. Mechanical properties of the produced particleboards were evaluated according to JIS A
5908:2003 standard. Results showed that particleboard produced using composition of 25% corn stalk and 75%
sembilang bamboo bonded with phenol formaldehyde had better mechanical properties than those of the other mixture
raw materials and adhesives. Additional high strength of lignocellulose material such as bamboo is one alternative to
enhance mechanical properties of cornstalk particleboard.
Keywords: Corn stalks, particleboard, phenol formaldehyde, sembilang bamboo, urea formaldehyde

ABSTRAK
Batang jagung (Zea mays L.) dapat digunakan sebagai bahan alternatif dalam pembuatan papan
partikel. Namun demikian, papan partikel dari batang jagung memiliki sifat mekanis yang rendah,
tidak dapat memenuhi standar Jepang (JIS A 5908:2003). Performa produk yang demikian dapat
disempurnakan dengan penambahan bahan lignoselulosa lain yang memiliki nilai kekuatan yang tinggi
seperti bambu sembilang (Dendrocalamus giganteus Munro). Penelitian ini bertujuan menguji sifat papan
partikel batang jagung yang ditambahkan serat bambu pada berbagai komposisi bahan baku. Jenis
perekat yang digunakan adalah urea formaldehida dan fenol formaldehida dengan kadar perekat 10%.
Komposisi campuran batang jagung dan bambu sembilang adalah 100 : 0; 75 : 25; 50 : 50; dan 25 :
75. Target kerapatan papan partikel yang diproduksi adalah 0,8 g/cm3. Pengujian sifat mekanis papan
partikel dilakukan dengan mengacu pada standar JIS A 5908:2003. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sifat mekanis papan partikel dengan kualitas paling tinggi dihasilkan pada komposisi bahan
baku 25% jagung dan 75% bambu sembilang dengan perekat fenol formaldehida. Penambahan bahan
baku lignoselulosa yang memiliki kekuatan tinggi seperti bambu merupakan salah satu alternatif untuk
meningkatkan sifat mekanis papan partikel batang jagung.
Kata kunci : Batang jagung, bambu sembilang, fenol formaldehida, papan partikel, urea formaldehida
doi : 10.20886/jphh.2020.38.1.1-10 1
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 1-10

I. PENDAHULUAN Bambu merupakan sumber daya alam yang


banyak dimanfaatkan karena memiliki banyak
Industri yang bergerak dalam bidang keuntungan seperti batang yang kuat, lurus,
pengolahan kayu dihadapkan pada permasalahan tegak, rata, mudah untuk dibelah, dikerjakan, dan
ketersediaan bahan baku kayu yang semakin diangkut (Sudrajat et al., 2016). Luas tanaman
menipis. Suplai bahan baku semakin menurun bambu tahun 2000 diperkirakan sebesar 2,1
seiring menurunnya kemampuan hutan dalam juta ha yang terdiri atas 690 ribu ha luas di
menyediakan kayu akibat degradasi hutan. dalam kawasan hutan dan 1,4 juta ha luas di luar
Selain itu, adanya ketidakseimbangan antara kawasan hutan (Sulastiningsih & Turoso, 2006).
jumlah penduduk yang semakin meningkat Spesies bambu di dunia diperkirakan ada 1.200
dengan produksi kayu yang semakin menurun spesies yang tersebar di 70 negara dengan luas
mengakibatkan pasokan kayu semakin sedikit. tanaman bambu sekitar 22 juta ha (Jasni et al.,
Produksi kayu bulat di Indonesia pada tahun 2017). Widjaja (2005) menginformasikan bahwa
2015 mencapai 43,87 juta m3, dan mengalami di Indonesia tumbuh 157 jenis bambu yang
penurunan menjadi 42,25 juta m3 pada tahun merupakan lebih dari 10% jenis bambu di dunia.
2016 (BPS, 2016). Kekurangan pasokan yang Zaia et al., (2015) melaporkan bahwa
sangat besar tersebut perlu segera diantisipasi penggunaan bambu sembilang sebagai bahan
karena akan membahayakan keberlanjutan baku papan partikel menggunakan perekat
industri pengolahan kayu. Oleh karena itu, perlu polyurethane menghasilkan sifat mekanis (MOE
dikembangkan teknologi pemanfaatkan bahan dan MOR) yang telah memenuhi standar JIS A
baku alternatif sebagai bahan substitusi, misalnya 5908 (2003) dengan kisaran antara 5,7 GPa dan
pembuatan papan partikel. Bahan baku alternatif 14 N/mm2. Secara komersial, papan partikel
yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai diproduksi menggunakan perekat berbasis
bahan baku papan partikel adalah batang jagung formaldehida, yaitu urea formaldehida dan fenol
dan bambu. formaldehida. Penggunaaan perekat berbasis
Produksi jagung pada tahun 2017 sebanyak formaldehida masih menjadi pilihan bagi industri
27,95 juta ton atau meningkat 18,53% dibanding karena harganya yang relatif murah dan mampu
tahun 2016 sebesar 23,58 juta ton dan diperkirakan menghasilkan papan partikel dengan karakteristik
meningkat menjadi 30 juta ton pada tahun 2018 yang memenuhi standar (Zhang et al., 2018).
(BPS, 2018). Menurut Faesal (2013), limbah Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan sifat
tanaman jagung terutama bagian batang, daun, mekanis papan partikel batang jagung dengan
tongkol, dan kelobot mencapai 1,5 kali bobot biji, penambahan bambu sembilang pada berbagai
yang artinya limbah tanaman jagung mencapai komposisi bahan baku menggunakan perekat
29,08 juta ton/tahun. Limbah tanaman jagung yang komersial.
sudah dimanfaatkan saat ini rata-rata hanya sekitar
14,4% sebagai pakan ternak, khususnya sapi dan II. BAHAN DAN METODE
kuda, sedangkan untuk kompos pemanfaatannya
kurang dari 1%. Pemanfaatan lain yaitu sebesar A. Bahan
3% sebagai mulsa (Nappu, 2013). Penelitian papan
partikel dari batang jagung pernah dilakukan oleh Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
Octaviana (2017) menggunakan perekat asam batang jagung (Zea mays L.) dan bambu sembilang
sitrat dan Tarigan (2017) menggunakan perekat (Dendrocalamus giganteus Munro) yang diperoleh
isosianat. Hasil penelitian keduanya menunjukkan disekitar daerah Pusat Penelitian Biomaterial
masih terdapat parameter pengujian sifat mekanis LIPI Cibinong, perekat urea formaldehida
yang belum memenuhi standar JIS A 5908:2003. (UF), dan perekat fenol formaldehida (PF). Alat
Upaya untuk meningkatkan sifat mekanis papan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
partikel dari batang jagung, diperlukan bahan baku timbangan digital, hot press, mixer, gun sprayer,
alternatif non kayu yang memiliki potensi yang kaliper, desikator, chipper, ring flaker, kamera, alat
besar dan memiliki kekuatan lebih tinggi sebagai tulis, oven, mikroskop digital, dan Universal Testing
campurannya, salah satunya adalah bambu. Machine. Perlengkapan yang digunakan terdiri dari

2
Pemanfaatan Campuran Batang Jagung dan Bambu Sembilang Sebagai Bahan Baku Papan Partikel
(Dede Hermawan, Jajang Sutiawan, Nofrisman Jaya Putra Zendrato, Robi’atul Utami Aini, Ismail Budiman, & Kurnia Wiji Prasetyo)

cetakan papan ukuran panjang dan lebar 30 cm kerapatan menggunakan sampel berukuran
× 30 cm, teflon, plat besi, plastik bening, label, 5 cm × 5 cm × 0,9 cm, dan kerapatan dinyatakan
karet gelang, baut, dan obeng. dalam hasil perbandingan antara massa dan
volume papan. Pengujian kadar air dilakukan
B. Metode menggunakan sampel berukuran 5 cm ×
1. Persiapan bahan baku 5 cm × 0,9 cm. Pengujian kadar air dihitung
berdasarkan massa awal (BB) dan massa
Persiapan bahan baku diawali dengan akhir setelah pengeringan dalam oven selama
pembuatan partikel melalui mesin chipper lalu 24 jam (BKT) pada suhu 103 ± 2°C. Pengujian
dimasukkan ke dalam ring-flaker, kemudian keteguhan lentur dan keteguhan patah diawali
disaring hingga lolos ukuran 4 mesh dan tertahan dengan menyiapkan sampel berukuran 20 cm
14 mesh. Slenderness ratio partikel batang jagung × 5 cm × 0,9 cm, kemudian diuji menggunakan
didapatkan setelah penyaringan sebesar 15,13 alat ukur Universal Testing Machine. Pengujian
dan aspect ratio sebesar 42,11. Sementara itu, keteguhan rekat internal dilakukan dengan
slenderness ratio partikel bambu didapatkan setelah menggunakan sampel berukuran 5 cm × 5 cm
penyaringan sebesar 143,8 dan aspect ratio sebesar × 0,9 cm, kemudian sampel direkatkan pada dua
43,48. Partikel kemudian dikeringkan dalam buah blok besi dengan lem epoksi dan dibiarkan
oven pada suhu 60ºC hingga mencapai kadar air mengering selama 1×24 jam. Selanjutnya, kedua
di bawah 10%. Setelah itu, dilakukan penimbangan blok besi ditarik tegak lurus permukaan sampel
bahan dengan komposisi batang jagung dan sampai beban maksimum menggunakan Universal
bambu sembilang 100 : 0; 75 : 25; 50 : 50; 25 : Testing Machine. Pengujian kuat pegang sekrup
75 serta perekat UF (SC 50%) dan PF (SC 50%) menggunakan sampel berukuran 10 cm × 5 cm
dengan kadar perekat sebesar 10% dan target × 0,9 cm. Sekrup ditancapkan sedalam 11 mm
kerapatan 0,8 g/cm3. pada permukaan sampel, kemudian sekrup ditarik
menggunakan Universal Testing Machine sampai
2. Pembuatan papan partikel
sekrup tertarik keluar.
Pembuatan papan partikel diawali dengan
4. Analisis data
memasukkan partikel batang jagung dan bambu
sembilang ke dalam rotary mixer kemudian Analisis data yang digunakan pada penelitian ini
perekat UF dan PF disemprotkan secara merata adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
dengan bantuan gun sprayer. Setelah tercampur, satu faktor. Faktor yang diteliti yaitu komposisi
bahan dimasukkan ke dalam cetakan berukuran campuran batang jagung dan bambu empat taraf
panjang dan lebar 30 cm × 30 cm dengan diberi (100 : 0; 75 : 25; 50 : 50; dan 25 : 75), masing-
alas plastik teflon dan sisinya diberi pembatas masing perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali
plat besi setebal 0,9 cm, kemudian dikempa ulangan. Analisis data penelitian ini menggunakan
panas pada suhu 130ºC (UF) dan 150ºC (PF) selang kepercayaan 95%, apabila nilai signifikasi
selama 10 menit dengan tekanan spesifik 25 kgf/ lebih kecil dari 0,05 maka hasil yang didapat
cm2. Papan partikel yang dihasilkan selanjutnya berbeda nyata, dan dilanjutkan dengan uji lanjut
dilakukan pengkondisian selama 7 hari pada Duncan (Duncan Multiple Range Test ).
suhu kamar untuk menyeragamkan kadar air
dan membebaskan tegangan sisa akibat proses Yi = µ + Ai + ϵ ik ...............................................(1)
pengempaan panas (Iswanto et al., 2014).
Keterangan : Yi = Nilai respon pada taraf ke-i faktor
3. Pengujian papan partikel komposisi campuran bahan baku; μ =
Rataan umum; Ai = Pengaruh perbedaan
Pengujian papan partikel mengacu pada komposisi campuran bahan baku pada taraf
Japanese Industrial Standard (JIS) A 5908:2003. ke-I; ϵ ik = Kesalahan (Galat I) percobaan
pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-k; I =
Pengujian terdiri dari kerapatan, kadar air, Perbedaan komposisi campuran bahan baku
keteguhan lentur, keteguhan patah, keteguhan jagung dan bambu pada taraf (100:0, 75:25,
rekat internal, dan kuat pegang sekrup. Pengujian 50:50, 25:75); K = Ulangan 1, 2, dan 3.

3
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 1-10

III. HASIL DAN PEMBAHASAN B. Kadar Air


A. Kerapatan Kadar air tertinggi dimiliki oleh papan
partikel dengan komposisi bahan baku 100%
Target kerapatan papan partikel yang dibuat batang jagung dengan perekat UF yaitu sebesar
adalah sebesar 0,8 g/cm³. Rata-rata kerapatan 11,79%, kadar air terendah dimiliki oleh papan
papan partikel kedua jenis perekat tersebut adalah partikel dengan komposisi 25% batang jagung
sebesar 0,8 g/cm³. Kerapatan papan partikel dan 75% bambu dengan perekat PF yaitu sebesar
dengan perekat PF berkisar antara 0,80−0,81 11,27% (Gambar 2). Kadar air papan partikel
g/cm³, dan papan partikel dengan perekat UF pada penelitian ini telah memenuhi standar JIS A
antara 0,80−0,82 g/cm³ (Gambar 1). Hasil 5908:2003 yang menetapkan nilai berkisar antara
analisis keragaman menunjukkan bahwa bahan 5−13%. Kadar air papan partikel penelitian
baku tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan ini lebih tinggi dibandingkan dengan papan
papan partikel, sehingga papan partikel dalam partikel batang jagung hasil penelitian Octaviana
penelitian ini termasuk seragam. (2017) yang berkisar antara 6,54−10,91% dan
Kerapatan papan partikel penelitian ini lebih kadar air papan partikel bambu hasil penelitian
tinggi dibandingkan hasil penelitian Octaviana Sulastiningsih dan Turoso (2006) yang berkisar
(2017) papan partikel batang jagung menggunakan antara 7,02–7,25%.
perekat asam sitrat berkisar 0,65−0,75 g/cm³ dan Kadar air papan partikel dalam penelitian ini
hasil penelitian Tarigan (2017) papan partikel seragam dan hasil analisis keragaman menunjukan
batang jagung mengunakan perekat isosianat komposisi bahan baku tidak berpengaruh nyata
berkisar 0,53−0,68 g/cm³. Sementara itu, hasil terhadap kadar air papan partikel. Semakin
Sulastiningsih dan Turoso (2006) kerapatan tinggi penambahan partikel bambu sembilang
papan partikel bambu menggunakan perekat menyebabkan kadar air papan partikel menurun.
UF berkisar 0,68−0,71 g/cm³. Selain itu, papan Penurunan tersebut disebabkan karena adanya
partikel campuran kayu karet dan bambu tali kandungan lignin yang menolak air yang lebih
penelitian Trisatya dan Sulastiningsih (2019) banyak pada partikel bambu dibandingkan
papan partikel campuran kayu jabon dan bambu pada partikel batang jagung. Bambu sembilang
andong (komposisi 50 : 50) sebesar 0,67 g/cm³. memiliki kandungan lignin sebesar 30,43%
(Murda et al., 2018) dan batang jagung sebesar

0,9 0,82 0,83


0,81 0,80 0,81 0,81 0,81 0,80
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0,0

Gambar 1. Kerapatan papan partikel


Figure 1. Density of particleboards

4
Pemanfaatan Campuran Batang Jagung dan Bambu Sembilang Sebagai Bahan Baku Papan Partikel
(Dede Hermawan, Jajang Sutiawan, Nofrisman Jaya Putra Zendrato, Robi’atul Utami Aini, Ismail Budiman, & Kurnia Wiji Prasetyo)

14
11,79 11,66 11,73 11,51 11,65 11,39 11,62
12 11,27

10

Gambar 2. Kadar air papan partikel


Figure 2. Moisture content of particleboard
13,01% (Guler et al., 2016). Suhasman et al. terendah terdapat pada papan partikel dengan
(2017) menyatakan bahwa lignin merupakan komposisi 100% batang jagung dengan perekat
komponen yang cenderung hidrofobik, sehingga UF sebesar 1,45 GPa (Gambar 3). Berdasarkan
akan menghambat penyerapan air. standar JIS A 5908:2003 yang menetapkan
keteguhan lentur papan partikel minimal 2 GPa,
C. Keteguhan Lentur maka penambahan partikel bambu sembilang
Keteguhan lentur tertinggi terdapat pada dengan komposisi 50% telah memenuhi standar
papan partikel dengan komposisi 25% batang tersebut. Keteguhan lentur papan partikel
jagung dan 75% bambu dengan perekat PF yaitu yang dihasilkan pada penelitian ini lebih tinggi
sebesar 2,51 GPa, sedangkan keteguhan lentur daripada penelitian yang dihasilkan oleh Guler
et al. (2016) menggunakan batang jagung dengan
3
2,51
2,5
2,15
2,01 1,90 2,07
2 1,83
1,57
1,45
1,5

0,5

Gambar 3. Keteguhan lentur papan partikel


Figure 3. Modulus elasticity of particleboard
5
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 1-10

perekat UF sebesar 1,41 GPa. Namun demikian, 27,86 N/mm2, sedangkan keteguhan patah
papan partikel yang dihasilkan pada kegiatan ini terendah terdapat pada papan partikel dengan
lebih rendah dari penelitian Biswas et al. (2011) komposisi 100% batang jagung dan perekat
yang menggunakan bambu dengan perekat UF UF sebesar 16,94 N/mm2 (Gambar 4). Papan
yang menghasilkan keteguhan lentur sebesar partikel yang dibuat telah memenuhi standar
2,63 GPa, dan penelitian Zaia et al. (2015) yang JIS A 5908:2003 yang menetapkan keteguhan
menggunakan bambu sembilang dan perekat patah papan partikel minimal 8 N/mm². Hasil
polyurethane dengan keteguhan lentur sebesar 5,73 penelitian Guler et al. (2016) menggunakan
GPa. batang jagung dengan perekat UF menghasilkan
Hasil analisis keragaman menunjukkan keteguhan patah papan partikel sebesar 9,13 N/
komposisi bahan baku berpengaruh nyata mm² dan keteguhan patah bambu dengan perekat
terhadap keteguhan lentur papan partikel. UF dalam penelitian Biswas et al. (2011) sebesar
Semakin tinggi penambahan partikel bambu 18 N/mm².
sembilang, maka semakin tinggi pula keteguhan Berdasarkan analisis keragaman, komposisi
lentur yang dihasilkan. Hal ini diduga bahan baku berpengaruh nyata terhadap
karena slenderness ratio partikel bambu pada keteguhan patah papan partikel. Semakin tinggi
penelitian ini lebih tinggi yaitu sebesar 143,78 penambahan partikel bambu sembilang, keteguhan
dibandingkan batang jagung 15,13. Oleh sebab patah papan partikel semakin meningkat. Hal
itu, papan partikel dengan jumlah partikel ini diduga dipengaruhi oleh geometri partikel
bambu lebih banyak dari partikel batang jagung seperti pada keteguhan lentur. Selain itu, hal ini
menunjukkan keteguhan lentur yang lebih dipengaruhi oleh kandungan selulosa yang tinggi
tinggi. Sulastiningsih et al. (2017) menyatakan pada bambu sembilang dibandingkan batang
bahwa semakin tinggi slenderness ratio akan jagung. Kandungan α-selulosa batang jagung
menghasilkan papan partikel dengan kekuatan sebesar 50,53% (Guler et al., 2016), sedangkan
dan stabilitas dimensi yang tinggi. α-selulosa pada bambu sembilang sebesar
56,82% (Murda et al., 2018). Nemli et al. (2009)
D. Keteguhan Patah menjelaskan bahwa penggunaan bahan baku
Keteguhan patah tertinggi terdapat pada papan dengan kandungan selulosa yang tinggi akan
partikel dengan komposisi 25% batang jagung menghasilkan keteguhan patah yang semakin
dan 75% bambu dengan perekat PF yaitu sebesar tinggi.

27,86
24,13

19,54 19,73 18,75 20,14


18,56
16,94

Gambar 4. Keteguhan patah papan partikel


Figure 4. Modulus rupture of particleboards
6
Pemanfaatan Campuran Batang Jagung dan Bambu Sembilang Sebagai Bahan Baku Papan Partikel
(Dede Hermawan, Jajang Sutiawan, Nofrisman Jaya Putra Zendrato, Robi’atul Utami Aini, Ismail Budiman, & Kurnia Wiji Prasetyo)

E. Keteguhan Rekat Internal (Octaviana, 2017), dibandingkan partikel bambu


yang hanya sebesar 30,99% (Murda et al., 2018).
Keteguhan rekat internal tertinggi terdapat Zat ekstraktif tersebut menghalangi perekat
pada papan partikel dengan komposisi 25% berpenetrasi terhadap partikel. Hal ini sesuai
batang jagung dan 75% bambu dengan perekat dengan yang dinyatakan Bardak et al. (2017) bahwa
PF yaitu sebesar 0,71 N/mm², sedangkan zat ekstraktif tertentu berpengaruh terhadap
keteguhan rekat internal terendah terdapat konsumsi perekat, laju pengerasan perekat dan
pada papan partikel dengan komposisi 100% sifat papan partikel yang dihasilkan.
batang jagung dengan perekat UF yaitu 0,33
N/mm² (Gambar 5). Hasil penelitian Guler et F. Kuat Pegang Sekrup
al. (2016) menggunakan batang jagung dengan
perekat UF yang menghasilkan keteguhan rekat Kuat pegang sekrup tertinggi terdapat pada
internal papan partikel sebesar 0,19 N/mm² dan papan partikel dengan komposisi 25% batang
keteguhan rekat internal bambu dengan perekat jagung dan 75% bambu dengan perekat PF yaitu
UF dalam penelitian Biswas et al. (2011) sebesar sebesar 493 N, sedangkan kuat pegang sekrup
1,56 N/mm². Keteguhan rekat internal papan terendah terdapat pada papan partikel dengan
komposisi 100% batang jagung dengan perekat
partikel yang dihasilkan telah memenuhi standar
UF yaitu sebesar 257 N (Gambar 6). Kuat pegang
JIS A 5908:2003 yang menetapkan keteguhan
sekrup papan partikel yang dihasilkan pada
rekat internal papan partikel minimal 0,15 N/
penelitian ini lebih tinggi daripada penelitian yang
mm2.
dihasilkan oleh Octaviana (2017) menggunakan
Hasil analisis keragaman menunjukkan
batang jagung dengan perekat asam sitrat yang
komposisi bahan baku berpengaruh nyata
menghasilkan kuat pegang sekrup papan partikel
terhadap keteguhan rekat internal papan
sebesar 148 N, sedangkan kuat pegang sekrup
partikel. Semakin tinggi penambahan partikel
bambu dengan perekat UF dalam penelitian
bambu sembilang, keteguhan rekat internal
Melo et al. (2014) sebesar 555 N. Kuat pegang
papan partikel semakin meningkat. Penyebab
sekrup papan partikel pada penelitian ini juga
peningkatan tersebut diduga karena pada partikel
telah memenuhi standar JIS A 5908:2003 yang
batang jagung mengandung zat ekstraktif terlarut
menetapkan minimal kuat pegang sekrup 300 N.
NaOH 1% yang lebih tinggi yaitu sebesar 55,70%

0,9
0,8
0,70 0,71
0,7
0,6 0,52 0,54
0,5
0,4 0,34 0,37
0,33 0,33
0,3
0,2
0,1
0

Gambar 5. Keteguhan rekat papan partikel


Figure 5. Internal bond of particleboards

7
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 1-10

Gambar 6. Kuat pegang sekrup papan partikel


Figure 6. Screw holding particleboard

Berdasarkan analisis keragaman, komposisi KONTRIBUSI PENULIS


bahan baku berpengaruh nyata terhadap kuat
pegang sekrup papan partikel. Semakin tinggi Ide, desain dan rancangan percobaan
penambahan partikel bambu sembilang, kuat dilakukan oleh DH, IB, KW. Pengambilan data
pegang sekrup papan partikel semakin meningkat. dilakukan oleh WJ, RU. Analisis data dilakukan
Peningkatan tersebut dipengaruhi geometri oleh JS, DH dan penulisan manuskrip dilakukan
partikel yang digunakan. Partikel bambu memiliki oleh JS, DH. Perbaikan dan finalisasi manuskrip
karakteristik slenderness ratio lebih tinggi yaitu dilakukan oleh IB, KW.
sebesar 143,78 dibandingkan batang jagung
15,13. Sulastiningsih et al. (2017) menyatakan DAFTAR PUSTAKA
bahwa semakin besar slenderness ratio partikel Bardak, S., Nemli, G., & Tiryaki, S. (2017).
yang digunakan akan menghasilkan papan dengan The influence of raw material growth
kekuatan yang tinggi. region, anatomical structure & chemical
composition of wood on the quality
IV. KESIMPULAN properties of particleboards. Maderas
Sifat mekanis papan partikel dari batang jagung Ciencia Tecnología, 19(3), 363–372. doi:
dapat ditingkatkan dengan penambahan bambu 10.4067/s0718-221x2017005000 031.
sembilang. Semakin tinggi penambahan partikel Biswas, D., Kanti Bose, S., & Mozaffar Hossain, M.
bambu sembilang menghasilkan sifat mekanis (2011). Physical & mechanical properties of
papan partikel yang semakin bagus. Sifat mekanis urea formaldehyde-bonded particleboard
papan partikel dengan kualitas paling tinggi made from bamboo waste. International
dihasilkan pada komposisi 25% batang jagung Journal of Adhesion & Adhesives, 31(2), 84–
dan 75% bambu dengan perekat PF. Berdasarkan 87. doi: 10.1016/j.ijadhadh.2010.11.006.
hasil penelitian, pengujian sifat mekanis papan
Badan Pusat Statistik (BPS). (2016). Statistik
partikel secara umum sudah memenuhi standar
produksi kehutanan 2016. BPS, Jakarta.
JIS A 5908:2003.
Badan Pusat Statistik (BPS). (2018). Statistik
Indonesia 2018. BPS, Jakarta.

8
Pemanfaatan Campuran Batang Jagung dan Bambu Sembilang Sebagai Bahan Baku Papan Partikel
(Dede Hermawan, Jajang Sutiawan, Nofrisman Jaya Putra Zendrato, Robi’atul Utami Aini, Ismail Budiman, & Kurnia Wiji Prasetyo)

Faesal, F. (2013). Pengolahan limbah tanaman Nemli, G., Demirel, S., Gümüşkaya, E., Aslan,
jagung untuk pakan ternak sapi potong. M., & Acar, C. (2009). Feasibility of
Dalam M. Yasin, A. Noor, Suryana, A. incorporating waste grass clippings (Lolium
Hasbianto, N. Amali & Y. Pribadi (Eds.) perenne L.) in particleboard composites.
Proseding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Waste Management, 29(3), 1129–1131. doi:
Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi 10.1016/j.wasman.2008. 07.011.
Pertanian (BPTP), Banjarbaru. (hal.181– Octaviana, L. (2017). Kerekatan papan partikel
190). batang jagung dengan perekat asam sitrat.
Guler, C., Sahin, H. I., & Sevcan, Y. (2016). The (Skripsi). Program Pendidikan Sarjana
potential for using corn stalks as a raw Institut Pertanian Bogor, Bogor.
material for production particleboard with Sudrajat A. (2016). Pelatihan keterampilan
industrial wood chips. Wood Research, 61(2), pembuatan keranjang buah dari bambu
299–306. untuk merintis kewirausahaan bagi mantan
Iswanto, A. H., Azhar, I., Supriyanto, & Susilowati, tenaga kerja wanita di Kecamatan Labuan
A. (2014). Effect of resin type, pressing Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.
temperature and time on particleboard Jurnal Sarwahita, 13(1),40-48.
properties made from sorghum bagasse. Suhasman, S., Massijaya, M. Y., Hadi, Y. S.,
Agriculture, Forestry and Fisheries, 3(2), 62-66. & Santoso, A. 2017. Particle oxidation
doi: 10.11648/j.aff.20140302.12. time for the manufacture of binderless
Jasni, J., Damayanti, R., & Sulastiningsih, I. M. particleboard. Wood Research Journal, 2(1),
(2017). Pengklasifikasian ketahanan 20 jenis 27–33.
bambu terhadap rayap kayu kering. Jurnal Sulastiningsih, I. M., Indrawan, D. A., Balfas, J., &
Penelitian Hasil Hutan, 35(3), 171–183. doi: Santoso, A. (2017). Sifat fisis dan mekanis
10.20886/jphh. 2017.35.3.171-183. papan untai berarah dari bambu tali
Japanese Standard Association (JSA). (2003). (Gigantochloa apus (J . A . & J . H . Schultes)
Japanese Industrial Standard Particleboard Kurz) Bamboo (Gigantochloa apus (J . A . & J .
(JIS A 5908 2003). Japanese Standard H. Schultes) Kurz). Jurnal Penelitian Hasil
Association, Tokyo. Hutan, 35(3), 197–209. doi: 10.20886/
Melo, R. R., Stangerlin, D. M., Santana, R. R. jphh.2017.35.3.197-209.
C., & Pedrosa, T. D. (2014). Physical & Sulastiningsih, I. M., & Turoso, A. 2006. Pengaruh
mechanical properties of particleboard kadar perekat terhadap sifat papan partikel
manufactured from wood, bamboo & rice bambu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 24(1),
husk. Materials Research, 17(3), 682–686. 1-8.
doi: 10.1590/S1516-14392014 005000052. Tarigan, W. F. (2017). Pengaruh pencampuran ijuk
Murda, R. A., Nawawi, D. S., Maulana, S., terhadap kualitas papan partikel dari batang
Maulana, M. I., Park, S. H., & Febrianto, F. jagung (Zea mays L) (Skripsi). Program
(2018). Perubahan kadar komponen kimia Pendidikan Sarjana Universitas Sumatera
pada tiga jenis bambu akibat proses steam Utara, Medan.
dan pembilasan. Jurnal Ilmu Teknologi Kayu Trisatya, D. R., & Sulastiningsih, I. M. (2019).
Tropis, 16(2), 102–114. Sifat papan partikel dari campuran kayu
Nappu, M. B. (2013). Sebaran potensi jabon dan bambu andong. Jurnal Penelitian
limbah tanaman padi dan jagung serta Hasil Hutan, 37(2), 123–136.
pemanfaatannya di Sulawesi Selatan. Widjaja, E. A. (2005). Bamboo diversity in
Dalam M. Yasin, A. Noor, Suryana, A. Sumba. Journal of Biological Diversity, 6(2),
Hasbianto, N. Amali & Y. Pribadi (Eds.) 95–99. doi: 10.13057/biodiv/d060205.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi
Pertanian (hal. 284–296).

9
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 1-10

Zaia, U. J., Cortez-Barbosa, J., Morales, E. A. M., Zhang, J., Song, F., Tao, J., Zhang, Z., & Shi, S. Q.
Lahr, F. A. R., Do Nascimento, M. F., & (2018). Research progress on formaldehyde
De Araujo, V. A. (2015). Production of emission of wood-based panel. International
particleboards with bamboo (Dendrocalamus Journal of Polymer Science, 2018, 1–8. doi:
giganteus) reinforcement. BioResources, 10.1155/2018/9349721.
10(1), 1424–1433. doi: 10.15376/
biores.10.1.1424-1433.

10
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 1-68
p-ISSN: 0216-4329
e-ISSN: 2442-8957
Terakreditasi Peringkat 2, No: 21/E/KPT/2018

KARAKTERISASI BIODIESEL DARI MINYAK KEMIRI SUNAN


DENGAN KATALIS HETEROGEN SILIKA TERIMPREGNASI KALSIUM
OKSIDA (CaO/SiO2)
(Characterization of Biodiesel Made from Kemiri Sunan Oil using Heterogeneous
Silica Catalyst Impregnated by Calcium Oxide)

Haryono1, Yati B. Yuliyati1, Atiek Rostika Noviyanti1, Mochammad Rizal1,


& Sarifah Nurjanah2

Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran
1

Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor 45363, Telp. (022) 7797712, Faks. (022) 7794545
2
Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung-Sumedang KM. 21. Jatinangor 40800, Telp. (022) 7798844, Faks. (022) 7795780
E-mail : haryono@unpad.ac.id

Diterima 23 September 2019, direvisi 15 Oktober 2019, disetujui 18 Februari 2020

ABSTRACT

Commercial biodiesel of oil palm is controversial as the palm oil is classified as food oil and palm plantation utilizes
fertile land. One potential type of vegetable oil as biodiesel raw material is kemiri sunan (Reutealis trisperma
(Blanco) Airy Shaw) oil. This research aimed to prepare a heterogeneous solid catalyst in the form of an impregnated
SiO2 by CaO catalyst (CaO/SiO2), to study the effect of the esterification stage on free fatty acid (FFA) content of
oil, and to test the activity of the CaO/SiO2 catalyst during the trans-esterification stage for biodiesel formation. CaO/
SiO2 catalysts were prepared by sol-gel method made from natural materials (egg shells and rice husk). The FFA
content of kemiri sunan oil was determined through various esterification stages namely 1; 1.5; and 2 hours in the
presence of H2SO4 catalyst. While the trans-esterification stage was carried out under reaction temperature of 60°C,
oil to methanol ratio of 1:9, reaction time of 2 hours and CaO/SiO2 catalyst content of 3%. The results showed that
the esterification stage for 1; 1.5; and 2 hours reduced the FFA content from 12.5% (without esterification) to 0.65%;
0.58%; and 0.54% respectivaly. Biodiesel made from kemiri sunan oil which was synthesized with the addition of
CaO/SiO2 catalyst at optimal conditions of trans-esterification stage fulfilled SNI 7182-2015: Biodiesel based on
density, viscocity, moisture content, iodine number, and cetane number.
Keywords: Biodiesel, free fatty acid content, heterogeneous catalyst, kemiri sunan oil, trans-esterification

ABSTRAK
Biodiesel komersial umumnya diproduksi dari minyak sawit yang telah menjadi kontroversi karena
minyak sawit merupakan minyak pangan dan tanaman kelapa sawit memanfaatkan lahan subur. Salah
satu jenis minyak nabati potensial sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah minyak kemiri
sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw). Minyak kemiri sunan bersifat non-pangan sehingga
tidak akan berkompetisi dengan kebutuhan pangan. Dalam pembentukan biodiesel, penggunaan
katalis basa homogen pada tahap trans-esterifikasi berpotensi menimbulkan beberapa masalah, salah
satunya akibat keberadaan asam lemak bebas (ALB). Penelitian ini bertujuan menyiapkan katalis
padat heterogen berupa katalis SiO2 terimpregnasi CaO (CaO/SiO2), mempelajari pengaruh tahap
esterifikasi terhadap perubahan kadar ALB minyak, dan menguji aktivitas katalis CaO/SiO2 pada tahap
trans-esterifikasi dalam pembentukan biodiesel. Katalis CaO/SiO2 disiapkan dengan metode sol-gel
dari bahan alam (cangkang telur dan sekam padi). Kadar ALB dari minyak kemiri sunan divariasikan
melalui tahap esterifikasi selama 1; 1,5; dan 2 jam dengan bantuan katalis H2SO4, sedangkan tahap

doi : 10.20886/jphh.2020.38.1.11-24 11
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 11-24

trans-esterifikasi dilakukan pada suhu 60°C, rasio mol minyak terhadap metanol sebesar 1:9, lama
reaksi dua jam, dan kadar katalis CaO/SiO2 sebanyak 3%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tahap
esterifikasi selama 1; 1,5; dan 2 jam telah mampu menurunkan kadar ALB minyak dari 12,5% (tanpa
esterifikasi) menjadi 0,65%; 0,58%; dan 0,54%. Biodiesel dari minyak kemiri sunan yang disintesis
dengan bantuan katalis CaO/SiO2 pada kondisi optimal di tahap trans-esterifikasi memenuhi standar
SNI 7182-2015 mengenai biodiesel, untuk parameter densitas, viskositas, kadar air, bilangan iodin,
dan bilangan cetana.
Kata kunci : Biodiesel, kadar ALB, katalis heterogen, minyak kemiri sunan, trans-esterifikasi

I. PENDAHULUAN gelombang ultrasonik dengan katalis homogen


KOH terhadap rendemen dan kualitas biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif dari minyak kemiri sunan telah dipelajari oleh
potensial sebagai substitusi bahan bakar minyak Supriyadi, Purwanto, Anggoro, dan Hermawan
(BBM) jenis minyak diesel. Namun demikian, (2018). Hendra (2014) telah mensintesis biodiesel
biodiesel umumnya masih diproduksi dengan dari minyak kemiri sunan dengan beberapa
bahan baku minyak sawit. Hal tersebut telah variasi jenis katalis homogen, baik pada tahap
menimbulkan permasalahan tersendiri karena esterifikasi (H2SO4 dan HCl), maupun pada
minyak sawit merupakan minyak pangan dan tahap trans-esterifikasi (KOH dan NaOH).
pembudidayaannya dilakukan pada tanah atau Pemrosesan biji kemiri sunan menjadi biodiesel
lahan-lahan subur (Habibie & Clarke, 2012). dengan melibatkan katalis homogen H2SO4 dan
Pemakaian biodiesel pada mesin diesel memiliki KOH melalui studi pengaruh metode ekstraksi
banyak keuntungan. Murugesan, Umarani, padat-cair pada tahap pengambilan minyak
Subramanian, dan Nedunchezhian (2009) biji jarak, juga telah dilakukan oleh Djenar dan
menyatakan bahwa biodiesel memiliki bilangan Lintang (2012).
setana yang tinggi, sifat pelumasan yang baik, Penggunaan katalis basa homogen pada tahap
dan dapat digunakan dengan sedikit atau tanpa trans-esterifikasi dalam pembentukan biodiesel
modifikasi mesin, atau dengan pertimbangan relatif berpotensi menimbulkan beberapa masalah,
tertentu dapat dicampur dengan minyak diesel. seperti terjadinya reaksi penyabunan, peningkatan
Biodiesel dapat dibuat dari berbagai jenis viskositas, ketidakoptimalan rendemen biodiesel,
minyak nabati dan lemak (Knothe, Gerpen, & dan relatif sulitnya pemisahan katalis pada
Krahl, 2005). Jenis minyak nabati potensial sebagai akhir reaksi (Mat, Samsudin, Mohamed, &
bahan baku pembuatan biodiesel adalah minyak Johari, 2012). Oleh karena itu, pemakaian
dari biji tanaman kemiri sunan (Reutealis trisperma katalis basa heterogen dapat dipertimbangkan
(Blanco) Airy Shaw). Minyak kemiri sunan bersifat untuk mengurangi permasalahan-permasalahan
non-pangan sehingga tidak berkompetisi dengan tersebut. Kalsium oksida, (CaO), telah mendapat
kebutuhan pangan dan harganya relatif lebih banyak perhatian sebagai katalis heterogen padat
murah (Juan, Wu, & Taufiq, 2011). Biji kemiri untuk sintesis biodiesel karena membutuhkan
sunan memiliki kandungan minyak mencapai kondisi reaksi yang ringan, relatif murah, dan
45−55% (Pranowo et al., 2013). Nurjanah et al. kurang berdampak buruk terhadap lingkungan
(2019) telah mempelajari pengaruh perubahan (Witoon, 2014).
kapasitas produksi biodiesel dari minyak kemiri Kalsium oksida tanpa modifikasi dari berbagai
sunan pada tahap trans-esterifikasi dengan katalis sumber telah disiapkan dengan karakteristik
homogen KOH terhadap rendemen, sifat- tertentu dan dimanfaatkan sebagai katalis
sifat fisiko-kimia, dan komposisi asam lemak heterogen pada sintesis biodiesel (Haryono,
biodiesel. Natanael, Rukiah, & Yuliyati, 2018; Banković-
Biodiesel dari minyak kemiri sunan juga telah Ilić, Miladinović, Stamenković, & Veljković,
disintesis dengan berbagai metode dan katalis. 2017; Maneerung, Kawi, Dai, & Wang, 2016;
Pengaruh penggunaan pengaduk mekanik dan

12
Karakterisasi Biodiesel dari Minyak Kemiri Sunan dengan Katalis Heterogen Silika Terimpregnasi Kalsium Oksida (CaO/Sio2)
(Haryono, Yati B. Yuliyati, Atiek Rostika Noviyanti, Mochammad Rizal, & Sarifah Nurjanah)

Reyero, Arzamendi, & Gandía, 2014). Perbaikan Minyak kemiri sunan kasar (crude), sebelum
karakteristik katalis heterogen padat dapat diesterifikasi, dimurnikan terlebih dahulu dengan
dilakukan dengan berbagai upaya. Salah satunya metode degumming dengan menambahkan larutan
dengan memperluas permukaan spesifiknya H3PO4 85% sebanyak 0,09% b/b ke dalam
dengan diimpregnasikan pada silika (SiO2). minyak kemiri sunan pada suhu 80°C sambil
Silika mesopori dari limbah pertanian memiliki diaduk. Setelah dua menit, larutan NaOH 0,5 N
kandungan SiO2 amorf tinggi (Ghorbani, Sanati, sebanyak 3,26% terhadap minyak ditambahkan ke
& Maleki, 2015). Lani, Ngadi, Yahya, dan Rahman dalam campuran minyak, kemudian dipanaskan
(2017) berhasil memperbaiki karakteristik katalis sambil diaduk pada suhu 80oC selama 30 menit.
CaO melalui metode impregnasi dengan silika Campuran disentrifugasi pada kecepatan 1800
dari sekam padi. Katalis CaO/SiO2 dengan rpm selama 10 menit untuk memisahkan air dan
karakteristik tertentu telah disintesis dari berbagai gum dari fase minyak. Minyak kemiri sunan dari
jenis limbah industri untuk dimanfaatkan sebagai tahap degumming kemudian dianalisis sifat fisiko-
katalis pada sintesis biodiesel (Yamaguchi et al., kimianya berdasarkan parameter uji densitas,
2015). viskositas, bilangan asam, kadar air berdasarkan
Keoptimalan kinerja reaksi katalitik heterogen SNI 7182, (2015), dan warna menggunakan
pada sintesis biodiesel dipengaruhi oleh kromatometer.
karakteristik katalis, kondisi reaksi, dan sifat Kalsium oksida sebagai bagian aktif dari
fisiko-kimia minyak. Sifat fisiko-kimia dari minyak katalis disiapkan dari cangkang telur. Cangkang
nabati yang akan mempengaruhi kinerja reaksi telur digerus dan diayak untuk diperoleh serbuk
katalitik, khususnya katalis heterogen padat, pada berukuran lolos 100 mesh. Serbuk cangkang
sintesis biodiesel adalah kadar asam lemak bebas telur kemudian dikalsinasi pada suhu 1000°C
(ALB) dari minyak nabati sebagai bahan baku (Le di tekanan atmosfer selama lima jam dengan
& Jeong, 2014; Yan, Kim, Salley, & Simon, 2009). laju pemanasan 10°C/menit. Selanjutnya hasil
Penelitian ini bertujuan menyiapkan katalis padat kalsinasi berupa serbuk CaO berwarna putih
heterogen CaO/SiO2, mempelajari pengaruh dikarakterisasi dengan spektrometer. Untuk SiO2
tahap esterifikasi terhadap perubahan kadar ALB sebagai material pendukung katalis disiapkan dari
minyak, dan menguji aktivitas katalis CaO/SiO2 sekam padi melalui tahapan: pemisahan oksida
pada tahap trans-esterifikasi dalam pembentukan logam pengotor secara ekstraksi dengan pelarut
biodiesel. HCl 37% 1 N, pengabuan pada suhu 600°C,
pembentukan Na2SiO3 dengan pereaksian
II. BAHAN DAN METODE menggunakan larutan NaOH 0,5 M pada rasio
abu terhadap NaOH sebesar 1:100 (b/v) pada
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia suhu 100°C, dan pembentukan SiO2 gel dengan
Fisik dan Anorganik, Departemen Kimia, bantuan H2SO4 10%. Silika yang dihasilkan
FMIPA, Universitas Padjadjaran. Prosedur kemudian dikarakterisasi dengan metode
eksperimen meliputi: preparasi (degumming) dan spektroskopi X-Ray Fluorecence (Lani, Ngadi,
analisis minyak kemiri sunan, esterifikasi minyak Yahya, & Rahman, 2017).
kemiri sunan, preparasi dan karakterisasi katalis Katalis SiO2 terimpregnasi CaO (CaO/
CaO/SiO2, penentuan kadar asam lemak bebas SiO2) disiapkan dengan metode impregnasi
dari minyak hasil esterifikasi, trans-esterifikasi basah. Kalsium oksida dilarutkan ke dalam
minyak kemiri sunan menjadi biodiesel, dan akuades sehingga diperoleh larutan CaO dengan
karakterisasi biodiesel. Pada penelitian ini, katalis konsentrasi 5% (b/v). Selanjutnya serbuk SiO2
CaO/SiO2 disiapkan dari bahan limbah berupa sebanyak 3% dicampurkan ke dalam larutan
cangkang telur ayam sebagai bahan baku CaO, CaO. Campuran direfluks pada suhu 80°C selama
dan sekam padi sebagai sumber SiO2. Bahan empat jam. Setelah dilakukan penyaringan, residu
limbah tersebut diperoleh dari daerah Jatinangor (hasil padat) dikeringkan di dalam oven pada
(Sumedang) dan sekitarnya. Minyak kemiri sunan suhu 60°C selama 24 jam. Pada tahap terakhir,
mentah (crude) diperoleh dari daerah Wanaraja, katalis dikalsinasi pada suhu 800°C selama tiga
Kabupaten Garut.

13
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 11-24

jam, didinginkan, dan dikarakterisasi dengan esterifikasi diperoleh dalam bentuk campuran
metode X-Ray Diffraction, X-Ray Fluorecence, tiga lapisan. Biodiesel dipisahkan dari gliserol,
adsorpsi Brunauer-Emmett-Teller (Lani, Ngadi, metanol sisa, dan katalis sisa dengan sedimentasi,
Yahya, & Rahman, 2017), dan ditentukan densitas distilasi, dan sentrifugasi. Biodesel dari hasil
kebasaannya dengan titrasi asam-basa (Kim, pemurnian selanjutnya ditentukan rendemen
Salley, & Simon, 2008). dan dianalisis sifat fisikokimia (densitas dan
Pada tahap sintesis biodiesel dengan katalis viskositas) untuk menentukan kadar asam lemak
SiO2 terimpregnasi CaO (CaO/SiO2) yang telah bebas optimal dari minyak umpan (precursor) pada
disiapkan, sintesis dilakukan dalam dua tahap, tahap trans-esterifikasi. Biodiesel dari kondisi
yaitu: tahap esterifikasi (divariasikan waktunya optimum pada tahap trans-esterifikasi selanjutnya
pada 1,0; 1,5; dan 2,0 jam) dan tahap trans- dianalisis bilangan asam, bilangan iodin, bilangan
esterifikasi. Pada tahap trans-esterifikasi, selain cetana, kadar air, dan komposisi metil ester. Mutu
digunakan minyak kemiri sunan dari hasil tahap biodiesel hasil sintesis ditentukan berdasarkan
esterifikasi, sebagai bahan baku juga digunakan SNI 7182-2015 (2015).
minyak kemiri sunan tanpa esterifikasi. Esterifikasi
dilakukan dalam reaktor batch. Sebanyak 100 ml III. HASIL DAN PEMBAHASAN
minyak kemiri sunan direaksikan dengan metanol
(99,9%, Merck) dan dibantu H2SO4 pekat (Merck, Analisis minyak kemiri sunan bertujuan untuk
95−97%) sebagai katalis. Esterifikasi dilakukan mengetahui kondisi awal dari minyak kemiri sunan
pada rasio mol minyak terhadap metanol 1:6, sebagai bahan baku pada pembuatan biodiesel.
kadar katalis 1%v, suhu 60°C, dan kecepatan Hasil analisis ditampilkan pada Tabel 1.
pengadukan 500 rpm. Hasil esterifikasi kemudian Nilai densitas dan viskositas minyak nabati
dicuci dengan akuades panas sampai pH netral. atau lemak merepresentasikan jenis dan
Setelah dilakukan penguapan air dan metanol sisa, komposisi asam lemak penyusun dari minyak
hasil esterifikasi kemudian direaksikan menjadi atau lemak. Densitas minyak dipengaruhi oleh
biodiesel pada tahap trans-esterifikasi. jumlah (persentase) ikatan rangkap dua dari
Pada tahap trans-esterifikasi, sebanyak 100 ml asam lemak tak jenuh penyusun minyak. Minyak
minyak hasil esterifikasi dari setiap variasi waktu yang mengandung asam lemak tak jenuh dengan
reaksi (dan tanpa esterifikasi) direaksikan dengan ikatan karbon rangkap dua (double bond) sejumlah
metanol pada rasio mol minyak terhadap metanol lebih dari dua ikatan per molekul sebanyak lebih
sebesar 1:9. Reaksi dibantu katalis CaO/SiO2 dari 25% menunjukkan keterkaitan dengan
yang telah disiapkan dengan kadar katalis 3%. peningkatan densitas minyak. Viskositas minyak
Reaksi trans-esterifikasi tersebut dilakukan pada berhubungan dengan panjang pendek dan jumlah
suhu 60°C selama dua jam. Hasil reaksi trans- ikatan rangkap pada rantai karbon dari asam lemak

Tabel 1. Sifat fisiko-kimia minyak kemiri sunan kasar


Table 1. Physico-chemical properties of kemiri sunan crude oil
Parameter Satuan Nilai
No.
(Parameters) (Unit) (Value)
1. Densitas pada 40°C (Density at 40°C) kg/m3 930
2. Viskositas pada 40°C (Viscosity at 40°C) mm2/s (cSt) 21,19
3. Bilangan asam (Acid number) mg KOH/g 25,25
4. Kadar asam lemak bebas (FFA content) % 12,50
5. Kadar air (Moisture content) % 0,51
6. Warna (Colour) o
HUE 86,71a)
7. Berat molekul rata-rata (Average molecular weight) g/mol 858,94b)
Keterangan (Remarks): a) 86,71 °HUE = warna minyak kuning kemerahan (86.71 °HUE = reddish yellow oil colour); b)
Diperoleh dari komposisi asam lemak, kadar ALB, dan kadar trigliserida (Obtained from fatty acid
composition, FFA and triglyceride content)

14
Karakterisasi Biodiesel dari Minyak Kemiri Sunan dengan Katalis Heterogen Silika Terimpregnasi Kalsium Oksida (CaO/Sio2)
(Haryono, Yati B. Yuliyati, Atiek Rostika Noviyanti, Mochammad Rizal, & Sarifah Nurjanah)

penyusun minyak. Semakin pendek rantai karbon Kadar ALB minyak kemiri sunan berdasarkan
dan/ semakin banyak ikatan rangkap, viskositas Tabel 1 diperoleh sebesar 12,50% (atau setara
minyak akan semakin kecil (Sanford, White, & dengan bilangan asam sebesar 25,25 mg KOH/g
Shah, 2009; Knothe et al., 2005). Kramadibrata minyak). Minyak nabati sebagai bahan baku
et al. (2017) melaporkan bahwa minyak kemiri pembuatan biodiesel, terutama dengan katalis
sunan tersusun dari asam-asam lemak berupa: basa homogen pada tahap trans-esterifikasi,
asam stearat (C18:0) 9%, asam palmitat (C16:0) menuntut kadar ALB rendah, yaitu <0,5%.
10%, asam oleat (C18:1) 12%, asam linoeat Penggunaan minyak dengan kadar ALB tinggi
(C18:2) 19%, dan asam α-oleostearat (C18:3) menyebabkan terjadinya reaksi penyabunan
50%. Minyak inti sawit didominasi oleh asam sehingga, berdampak pada penurunan rendemen
lemak rantai pendek jenuh, yaitu asam laurat dan sulitnya pemurnian biodiesel (Mat et al.,
(C12:0) 47,8%, asam miristat (C14:0) 16,3%, dan 2012).
asam oleat (C18:1) 15,4% (Mancini et al., 2015). Rendemen CaO dan SiO2 dari tahap penyiapan
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa prekursor katalis serta hasil karakterisasi
densitas dan viskositas minyak kemiri sunan dengan XRF ditampilkan pada Tabel 2 yang
cenderung lebih tinggi dibandingkan minyak inti menunjukkan bahwa CaO dan SiO2 dijumpai
sawit. Sebagai bahan baku biodiesel, jenis dan dalam kadar dominan pada masing-masing
komposisi asam lemak tersebut mengakibatkan campurannya dengan berbagai oksida logam
mutu minyak kemiri sunan relatif lebih baik lainnya sebagai pengotor. Kadar CaO dalam
dibandingkan minyak inti sawit dalam hal hasil kalsinasi cangkang telur sebesar 97,8%,
dampaknya terhadap nilai titik kabut, cold filter sedangkan pada tahap penyiapan SiO2 diperoleh
plugging point (CFPP), dan bilangan cetana dari hasil dengan kadar SiO2 sebesar 86,3%. Hasil
biodiesel yang dihasilkan. Titik kabut dan CFPP penelitian tersebut relatif sama dibandingkan
menunjukkan kinerja biodiesel pada operasional penelitian lain. Hasil kalsinasi dengan kadar CaO
mesin di suhu rendah. Namun mutu biodiesel sebesar 99,06% diperoleh dari kalsinasi cangkang
dari minyak inti sawit memiliki keunggulan dalam telur bebek pada suhu 900°C selama satu jam
hal ketahanan oksidasi (Sanford et al., 2009). (Tangboriboon, Kunanuruksapong, & Sirivat,

Tabel 2. Rendemen dan hasil karakterisasi dengan X-Ray Fluorecence dari tahap penyiapan
prekursor katalis pada pembuatan biodiesel dari minyak kemiri sunan
Table 2. Yield and characterization of catalyst precursors preparation tested XRF in biodiesel
manufacturing from kemiri sunan oil
Komposisi Rendemen
Oksida logam (Composition, %) (Yield, %)
(Metal oxide) Penyiapan CaO1) Penyiapan SiO22) Penyiapan CaO1) Penyiapan SiO22)
(CaO preparation) (SiO2 preparation) (CaO preparation) (SiO2 preparation)
CaO 97,8 -
SiO2 0,157 86,3
MgO 1,17 -
Fe2O3 0,0027 0,0085
Al2O3 0,189 0,53
CuO 0,0012 0,0016 55,69±0,94 95,85±3,93
K2O 0,193 -
SO3 0,208 3,35
P2O5 0,292 -
ZnO - 0,0036
Na2O - 9,78
Keterangan (Remarks): Penyiapan dengan dekomposisi termal cangkang telur (Preparation by thermal decomposition of the egg
1)

shell); 2) Penyiapan dengan metode sol-gel terhadap abu sekam padi (Preparation by sol-gel method on
rice husk ash)

15
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 11-24

Gambar 1. Pola X-Ray Diffraction katalis SiO2 terimpregnasi CaO dari hasil kalsinasi pada
suhu 800°C sebagai katalis pada pembuatan biodiesel dari minyak kemiri sunan
Figure 1. XRD pattern of the SiO2 catalyst impregnated by CaO from calcination at 800°C as
catalyst in biodiesel manufacturing from kemiri sunan oil
2012). Ghorbani et al. (2015) memperoleh silika disiapkan dengan metode sol-gel. Metode sol-
dari abu sekam padi dengan kadar SiO2 sebesar gel merupakan metode pembentukan senyawa
85,15−92,89%, tergantung pada metode yang anorganik melalui reaksi kimia dalam larutan pada
digunakan. suhu rendah untuk mendapatkan ukuran partikel
Pada dekomposisi termal CaCO3 dari cangkang berukuran nano. Rasio molar antara pereaksi
telur, selain dihasilkan CaO juga dihasilkan gas terhadap abu sekam padi akan memengaruhi
CO2 menurut Persamaan (1). Secara stoikiometris, ukuran serta distribusi partikel pada tahap
dengan mengasumsikan cangkang telur hanya pertumbuhan SiO2 (Le & Jeong, 2014).
berupa CaCO3, dekomposisi termal tersebut Modifikasi CaO dengan penyangga SiO2
akan menghasilkan CaO dengan rendemen 56%. menggunakan metode impregnasi bertujuan
Hal ini menunjukkan bahwa tahap dekomposisi untuk meningkatkan kinerja CaO sebagai
termal berlangsung mendekati stoikiometris, katalis. Impregnasi bertujuan mengisi bagian
dan mengindikasikan kandungan pengotor pori penyangga SiO2 dengan fase aktif CaO.
(selain CaCO3) pada cangkang telur sangat Katalis CaO/SiO2 dari hasil impregnasi memiliki
sedikit. Pernyataan ini terkonfirmasi dari hasil karakteristik tertentu. Gambar 1 menampilkan
karakterisasi dengan XRF terhadap campuran difraktogram katalis CaO/SiO2 dari hasil
hasil dekomposisi termal cangkang telur karakterisasi dengan XRD. Puncak difraksi khas
(Tabel 2). CaO dapat diamati pada 2θ, yaitu di 37,19°; 53,7°;
64°, dan 67,22°. Puncak lain dengan intensitas
CaCO3 (s) → CaO (s) + CO2 (g).........................(1) cukup tinggi dijumpai pada 2θ sebesar 32,04°.
Puncak tersebut menunjukkan terbentuknya
2CaO (s) + SiO2 (s) → Ca2SiO4 (s).....................(2) fase baru berupa Ca2SiO4 (dikalsium silikat)
berdasarkan Persamaan (2). Dikalsium silikat
Penyiapan SiO2 dari abu sekam padi dengan
memiliki beberapa bentuk tipe kristal. Puncak
metode sol-gel diperoleh hasil dengan rendemen
kristal Ca2SiO4 dengan tipe kristal monoklinik
sekitar 95,85%. Sesuai hasil karakterisasi dengan
berada pada rentang 2θ 32-33o (Yamaguchi et
XRF (Tabel 2), diperoleh hasil tingkat kemurnian
al., 2015). Puncak-puncak lainnya dijumpai pada
SiO2 sebesar 86,3%. Pada penelitian ini SiO2
16
Karakterisasi Biodiesel dari Minyak Kemiri Sunan dengan Katalis Heterogen Silika Terimpregnasi Kalsium Oksida (CaO/Sio2)
(Haryono, Yati B. Yuliyati, Atiek Rostika Noviyanti, Mochammad Rizal, & Sarifah Nurjanah)

2θ 17,88°; 28,5°; 33,04°; 46,95°; dan 50,62°. Perbaikan sifat-sifat fisis permukaan
Puncak-puncak tersebut merupakan puncak dari katalis tersebut umumnya akan meningkatkan
Ca(OH)2. Loy et al. (2016) menyatakan bahwa konsentrasi sisi aktif permukaan katalis, sehingga
Ca(OH)2 terbentuk akibat terjadinya kontak antara interaksi antara reaktan dan katalis menjadi lebih
permukaan CaO dengan uap air di udara. Terdapat intensif (Lani, Ngadi, Yahya, & Rahman, 2017).
kemungkinan adanya kontak antara CaO yang Perbandingan hasil penelitian penyiapan katalis
telah diimpregnasikan pada SiO2 dengan uap air berbasis CaO sebagai petunjuk perubahan sifat-
saat proses penurunan suhu setelah dekomposisi sifat fisis permukaan katalis ditampilkan pada
termal, dari suhu 600°C hingga suhu ruang. CaO Tabel 4. Nampak bahwa katalis CaO dengan
memiliki kekuatan adsorpsi kimia yang tinggi sumber, penyiapan, dan pemodifikasian berbeda
terhadap H2O membentuk Ca(OH)2. berdampak terhadap perbedaan karakteristik
Paramater katalis CaO/SiO2 lainnya yang permukaan CaO tersebut. Pemodifikasian
dikarakterisasi adalah komposisi oksida logam pada CaO dengan penyangga SiO2 melalui metode
katalis dengan XRF (Tabel 3), luas permukaan, impregnasi telah terbukti memperbaiki
distribusi ukuran pori, dan densitas kebasaan karakteristik permukaan CaO (Lani, Ngadi, Yahya,
(Tabel 4). Tahap impregnasi CaO ke permukaan & Rahman, 2017), begitu juga pada penelitian ini.
penyangga berupa SiO2 pada penyiapan katalis Namun CaO tanpa diimpregnasikan pada SiO2
CaO/SiO2 dihasilkan katalis dengan kadar CaO dimungkinkan memiliki luas permukaan spesifik
dan SiO2 secara berturut-turut sebesar 95,5% dan lebih besar, jika terhadap CaO hasil dekomposisi
2,35% (Tabel 3). Nilai kadar CaO dan SiO2 pada termal dilakukan pengecilan lanjut (Haryono,
katalis tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, Natanael, Rukiah, & Yuliyati, 2018).
seperti: kemurnian prekursor CaO dan SiO2, Perbaikan sifat-sifat fisis permukaan
rasio antar prekursor yang digunakan, tingkat katalis tersebut umumnya akan meningkatkan
keberhasilan tahap pelarutan CaO, dan tingkat konsentrasi sisi aktif permukaan katalis, sehingga
keberhasilan tahap impregnasi. Modifikasi katalis interaksi antara reaktan dan katalis menjadi lebih
CaO menggunakan penyangga SiO2 berdampak intensif (Lani, Ngadi, Yahya, & Rahman, 2017).
pada perbaikan sifat fisis permukaan katalis, yaitu Perbandingan hasil penelitian penyiapan katalis
berupa peningkatan luas permukaan spesifik, serta berbasis CaO sebagai petunjuk perubahan sifat-
diameter pori dan volume pori spesifik yang lebih sifat fisis permukaan katalis ditampilkan pada
variatif. Hal ini didasarkan pada perbandingan Tabel 4. Nampak bahwa katalis CaO dengan
antara hasil penelitian ini dengan hasil penelitian sumber, penyiapan, dan pemodifikasian berbeda
kami sebelumnya (Haryono, Natanael, Rukiah, & berdampak terhadap perbedaan karakteristik
Yuliyati, 2018). permukaan CaO tersebut. Modifikasi CaO dengan

Tabel 3. Komposisi oksida logam katalis CaO/SiO2 pada pembuatan biodiesel dari minyak
kemiri sunan
Table 3. Metal oxide composition of the CaO/SiO2 catalyst in biodiesel manufacturing from
kemiri sunan oil
Oksida logam Komposisi
(Metal oxide) (Composition, %)
CaO 95,5
SiO2 2,35
MgO 1,18
Fe2O3 0,0262
Al2O3 0,335
CuO 0,0073
K2O 0,152
SO3 0,146
P2O5 0,297
ZnO 0,0046

17
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 11-24

Tabel 4. Perbandingan karakteristik CaO/SiO2 sebagai katalis pada pembuatan biodiesel


dari beberapa hasil penelitian
Table 4. Comparison of CaO/SiO2 characteristics as catalyst in biodiesel manufacturing from
several research results
Referensi (References)
Karakteristik permukaan
Penelitian ini Haryono, et al. Lani et al.(2017)2) Correia et al., Reyero, et al.
(Surface characteristics)
(This study) (2018)1) (a) (b) (2014)3) (2014)4)
Luas permukaan rata-rata
30,0 16,2 12,3 6,83 1,60 6,0
(Average specific surface area, m2 g-1)
Volume pori total
0,143 0,41 0,043 0,32 0,004 -
(Total specific pore volume, cm3 g-1)
Diameter pori rata-rata
4,52 4,23 11,76 7,86 11,44 -
(Average pore diameter, nm)
Densitas kebasaan
9,40 - - - - 1,5
(Basic density, mmol OH- g-1)
Keterangan (Remarks): 1) CaO dari kalsinasi cangkang telur diikuti pengecilan lanjut dengan planetary ball mill (CaO from
calcined egg shells followed by further size reduction with planetary ball mill); 2)(a): CaO dari cangkang telur
terkalsinasi yang diimpregnasikan pada permukaan SiO2 dari abu sekam padi (CaO from calcined
eggshells that impregnated on SiO2 surface from ash of rice husk); (b): CaO dari cangkang telur terkalsinasi
pada 900°C selama 6 jam tanpa diimpregnasikan pada permukaan SiO2 padi (CaO from calcined egg
shells at 900°C and 6 hours without impregnated on SiO2 surface); 3) CaO dari kalsinasi cangkang telur
pada suhu 900°C selama 2 jam (CaO from calcination of egg shells at 90oC and 2 hours); 4) CaO dengan
kemurnian 99,9% dari Sigma-Aldrich setelah disimpan selama 1 tahun (CaO with 99.9% purity from
Sigma-Aldrich after one yaer storage).

penyangga SiO2 melalui metode impregnasi telah dan selektivitas katalis salah satunya berkaitan
terbukti memperbaiki karakteristik permukaan erat dengan sifat-sifat fisik katalis, yaitu: ukuran
CaO (Lani, Ngadi, Yahya, & Rahman, 2017), partikel dan distribusi ukurannya, luas permukaan,
begitu juga pada penelitian ini. Namun CaO diameter pori dan distribusinya, morfologi,
tanpa diimpregnasikan pada SiO2 dimungkinkan dan struktur katalis (Deutschmann, Knozinger,
memiliki luas permukaan spesifik lebih besar, jika Kochloefl, & Turek, 2009).
terhadap CaO hasil dekomposisi termal dilakukan Kadar ALB dari minyak kemiri sunan setelah
pengecilan lanjut (Haryono, Natanael, Rukiah, & mengalami tahap esterifikasi pada berbagai
Yuliyati, 2018). Karakteristik dari katalis berbasis variasi waktu dan tanpa esterifikasi ditampilkan
CaO tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi pada Gambar 2. Kadar ALB dari minyak kemiri
aktivitas dan selektivitas dari katalis. Aktivitas sunan pada tiap perlakuan waktu esterifikasi,
(FFA content, %)
Kadar ALB

Waktu esterifikasi (Esterification time, hours)

Gambar 2. Kadar asam lemak bebas dari minyak kemiri sunan pada berbagai variasi waktu
esterifikasi
Figure 2. Free fatty acid content of kemiri sunan oil at various esterification times

18
Karakterisasi Biodiesel dari Minyak Kemiri Sunan dengan Katalis Heterogen Silika Terimpregnasi Kalsium Oksida (CaO/Sio2)
(Haryono, Yati B. Yuliyati, Atiek Rostika Noviyanti, Mochammad Rizal, & Sarifah Nurjanah)

Tabel 5. Perbandingan rendemen, densitas, dan viskositas biodiesel dari minyak kemiri
sunan dengan berbagai variasi kadar Asam Lemak Bebas (ALB)
Table 5. Comparison of yield, density, and viscosity of biodiesel from kemiri sunan oil with
varied Free Fatty Acid (FFA) content
Minyak kemiri sunan umpan Produk biodiesel
(Kemiri sunan oil feedstock) (Biodiesel products)
Sumber Kadar ALB Rendemen Densitas Viskositas
(Sources) (FFA Content, %) (Yield, %) (Density, kg m-3) (Viscosity, cSt)
Tanpa esterifikasi
12,50 0,0 - -
(Without esterification)
Esterifikasi selama 1 jam
0,65 79,16 890 2,56
(Esterification for 1 h)
Esterifikasi 1,5 jam
0,58 81,28 890 2,52
(Esterification for 1.5 h)
Esterifikasi 2 jam
0,54 86,70 880 2,49
(Esterification for 2 h)
SNI 7182-2015 850–890 2,3–6,0

seperti ditunjukkan pada Gambar 2, mengalami ((Almeida, Viana, Costa, Silva, & Feitosa, 2019);
penurunan signifikan setelah satu jam reaksi jika (Dawodu, Olutona, & Obimakinde, 2015)). Hasil
dibandingkan dengan kadar ALB minyak kemiri penelitian menunjukkan bahwa semakin sedikit
sunan awal. Setelah satu jam esterifikasi, kadar kadar ALB terkandung di dalam minyak, kinerja
ALB mengalami penurunan dari 12,50% menjadi katalis CaO/SiO2 semakin meningkat. Hal
0,64%, atau turun sekitar 94,9%. Penurunan tersebut ditunjukkan oleh semakin meningkatnya
kadar ALB tersebut mengindikasikan bahwa rendemen dan kualitas biodiesel yang dihasilkan
reaksi esterifikasi telah berhasil mengkonversi (berdasarkan parameter densitas dan viskositas).
ALB menjadi ester. Saat esterifikasi diperlama Pada minyak kemiri sunan dengan kadar ALB
menjadi 1,5 dan 2 jam, kadar ALB dari minyak terbanyak, yaitu 12,50%, tahap trans-esterifikasi
kemiri sunan tidak menunjukkan penurunan tidak mampu menghasilkan biodiesel. Fakta
yang signifikan. Untuk mengetahui bagaimana tersebut mengindikasikan antara trigliserida
pengaruh kandungan ALB di dalam minyak dari minyak kemiri sunan dan metanol tidak
kemiri sunan terhadap kinerja CaO/SiO2 dalam terjadi reaksi. Hal tersebut diduga sebagai akibat
mengkatalisasi reaksi trans-esterifikasi, setiap sebagian besar CaO yang berperan sebagai spesi
minyak kemiri sunan dengan kadar ALB bervariasi aktif katalis telah bereaksi dengan ALB minyak
tersebut selanjutnya direaksikan dengan metanol kemiri sunan melalui reaksi netralisasi. ALB dapat
pada rasio mol minyak/metanol 1:9, kadar katalis menetralkan sisi basa dari CaO sehingga aktivitas
heterogen 3%, suhu reaksi 60°C, dan selama dua katalitik dari CaO berkurang. Pernyataan tersebut
jam. Hasil pengujian katalis pada tahap trans- didasarkan pada terdeteksinya puncak-puncak
esterifikasi tersebut ditampilkan pada Tabel 5. gugus karboksilat dari ALB jenis asam oleat pada
Hasil penentuan kinerja katalis CaO/SiO2, spektrum FTIR dari katalis bekas (spent catalyst)
sesuai data pada Tabel 5, menunjukkan bahwa basa heterogen berbasis Ca di bilangan gelombang
keberadaan ALB di dalam minyak kemiri 1703, 1280, dan 930 cm-1 (Yan et al., 2009). Di
sunan sebagai umpan, berpengaruh terhadap lain pihak, minyak kemiri sunan dengan kadar
aktivitas katalitik CaO/SiO2. Setiap jenis minyak ALB terendah (0,54%) menghasilkan biodiesel
nabati tersusun dari beragam jenis asam lemak dengan rendemen tertinggi dan kualitas paling
dengan kadar bervariasi (Dauqan & Sani, 2011). sesuai dengan SNI 7182-2015.
Minyak nabati akan mengalami perubahan Peningkatan rendemen biodiesel seiring
sifat fisiko-kimia selama tahap pemrosesan dengan semakin sesuainya parameter kualitas
mulai dari pemanenan, ekstraksi minyak, dan (densitas dan viskositas) biodiesel dengan
penyimpanannya sampai tahap sintesis biodiesel SNI 7182-2015 merupakan pengkonfirmasian

19
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 11-24

Tabel 6. Perbandingan kualitas biodiesel dari minyak kemiri sunan dengan katalis CaO/
SiO2 dengan SNI 7182-2015 tentang biodiesel
Table 6. Comparation of biodiesel quality from kemiri sunan oil with CaO/SiO2 catalyst to
SNI 7182-2015 on biodiesel
Parameter Satuan Nilai SNI 7182-2015:
No.
(Parameters) (Unit) (Values) Biodiesel
1. Densitas pada 40 C (Density)
°
kg/m 3
880 850–890
2. Viskositas pada 40°C (Viscosity) cSt 2,49 2,3–6,0
3. Kadar air (Moisture content) % 0,05 max. 0,05
4. Bilangan asam (Acid number) mg KOH/g 0,89 max. 0,60
5. Bilangan iodin (Iodine number) % 66,08 max. 115
6. Bilangan cetana (Cetane number) - 66,28 a) min. 51,0
Keterangan (Remarks): a) Dihitung sebagai fungsi bilangan penyabunan (SN) dan bilangan iodin (IN) menurut persamaan:
CN = 46,3 + 5458/SN – 0,225 IN (Azam, Waris, & Nahar, 2005) (Calculated as a function of
saponification and iodine number proposed by (Azam et al., 2005))

bahwa aktivitas katalitik CaO dalam reaksi bilangan asam kira-kira sekitar 1,08 mg KOH/g.
pembentukan biodiesel semakin meningkat. Sementara itu, dari hasil analisis bilangan asam
Rendemen biodiesel dari minyak kemiri sunan terhadap biodiesel diperoleh sebesar 0,89 mg
dengan katalis heterogen padat CaO/SiO2 pada KOH/g. Dengan demikian, selama reaksi trans-
penelitian ini relatif sama jika dibandingkan esterifikasi, kadar ALB mengalami penurunan
dengan penggunaan katalis basa homogen KOH sekitar 17,6%.
(Hendra, 2014). Namun, penggunaan katalis Penurunan kadar ALB minyak kemiri
KOH tersebut memberikan hasil biodiesel sunan selama reaksi trans-esterifikasi tersebut
yang secara kualitas lebih rendah berdasarkan menunjukkan bahwa katalis CaO/SiO2 memiliki
parameter densitas dan viskositas. Supriyadi et al. kemampuan dalam mengkatalisasi reaksi
(2018) memperoleh biodiesel dari minyak kemiri esterifikasi (pengkonversian ALB menjadi metil
sunan dengan rendemen 98,5% ketika reaksi ester atau biodiesel), disamping peran utamanya
trans-esterifikasi dengan katalis KOH dilakukan dalam membantu pengkonversian minyak
dengan bantuan gelombang ultrasonik. (trigliserida) menjadi biodiesel. Bilangan asam
Pada penelitian ini, minyak kemiri sunan yang lebih tinggi dibandingkan SNI biodiesel
dengan kadar ALB 0,54% ditetapkan sebagai dapat diatasi salah satunya melalui penurunan
minyak dengan kualitas terbaik untuk diproses lebih lanjut kadar ALB minyak kemiri sunan
lanjut ke tahap trans-esterifikasi. Untuk lebih sebelum tahap trans-esterifikasi. Keberadaan ALB
memperkuat kesimpulan ini, terhadap biodiesel melebihi toleransi akan berpotensi menyebabkan
yang dihasilkan dari minyak kemiri sunan terjadinya reaksi penyabunan antara ALB dengan
tersebut dilakukan analisis sifat fisiko-kimia lebih CaO sehingga aktivitas katalisis CaO mengalami
lanjut, meliputi: bilangan cetana, bilangan asam, penurunan sampai pada tingkat tertentu.
kadar air, dan bilangan iodium. Hasil analisis Penurunan aktivitas katalis CaO tersebut juga
sifat fisiko-kimia terhadap biodiesel selanjutnya dilaporkan oleh Haruna, Fatima, dan Ndam
dibandingkan dengan SNI 7182-2015 (Tabel 6). (2015) pada pengkonversian minyak jarak pagar
Mutu biodiesel yang dihasilkan pada penelitian menjadi biodiesel, dimana minyak jarak pagar
ini secara umum sudah memenuhi SNI biodiesel, dengan kadar ALB 7,8% menghasilkan rendemen
kecuali bilangan asam. Kadar ALB minyak kemiri biodiesel sebanyak 87,49%, dan kemudian
sunan sebagai umpan tahap trans-esterifikasi rendemen biodiesel mengalami penurunan
diketahui sebesar 0,54%. Kadar ALB minyak menjadi 84,42% ketika digunakan minyak jarak
kemiri sunan tersebut jika dikonversikan menjadi pagar dengan kadar ALB 8,16%.

20
Karakterisasi Biodiesel dari Minyak Kemiri Sunan dengan Katalis Heterogen Silika Terimpregnasi Kalsium Oksida (CaO/Sio2)
(Haryono, Yati B. Yuliyati, Atiek Rostika Noviyanti, Mochammad Rizal, & Sarifah Nurjanah)

IV. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA


A. Kesimpulan Almeida, D. T. de, Viana, T. V., Costa, M. M.,
Silva, C. de S., & Feitosa, S. (2019). Effects
Katalis SiO2 terimpregnasi CaO telah berhasil of different storage conditions on the
disintesis dari bahan alam berupa cangkang telur oxidative stability of crude and refined
dan sekam padi. Katalis CaO/SiO2 memiliki palm oil, olein and stearin (Elaeis guineensis).
aktivitas katalitik pada reaksi trans-esterifikasi Food Science and Technology, 39(suppl 1), 211–
untuk mengkonversi minyak kemiri sunan 217. doi: 10.1590/fst.43317.
menjadi biodiesel. Pada kondisi reaksi trans-
esterifikasi yang diujikan, kinerja katalis CaO/ Azam, M. M., Waris, A., & Nahar, N. M. (2005).
SiO2 tersebut dipengaruhi oleh kadar ALB dari Prospects and potential of fatty acid methyl
minyak kemiri sunan umpan. Semakin rendah esters of some non-traditional seed oils
kadar ALB dalam minyak kemiri sunan, rendemen for use as biodiesel in India. Biomass and
dan mutu biodiesel yang dihasilkan mengalami Bioenergy, 29(4), 293–302. doi: 10.1016/j.
peningkatan. Biodiesel dari minyak kemiri sunan biombioe.2005.05.001.
yang disintesis dengan bantuan katalis SiO2 Banković-Ilić, I. B., Miladinović, M. R.,
terimpregansi CaO pada kondisi optimum di Stamenković, O. S., & Veljković, V. B. (2017).
tahap trans-esterifikasi telah memenuhi standar Application of nano CaO–based catalysts in
kualitas biodiesel menurut SNI biodiesel 7182- biodiesel synthesis. Renewable and Sustainable
2015 untuk parameter densitas, viskositas, kadar Energy Reviews, 72(December 2018), 746–
air, bilangan iodin, dan bilangan cetana. 760. doi: 10.1016/j.rser.2017.01.076.
B. Saran Correia, L. M., Saboya, R. M. A., de Sousa Campelo,
N., Cecilia, J. A., Rodríguez-Castellón, E.,
Perlu dilakukan pengkajian lanjut untuk Cavalcante, C. L., & Vieira, R. S. (2014).
lebih menurunkan bilangan asam dari biodiesel Characterization of calcium oxide catalysts
minyak kemiri sunan melalui metode lainnya from natural sources and their application
seperti optimasi tahap esterifikasi, optimasi lanjut in the transesterification of sunflower oil.
tahap trans-esterifikasi (mengkaji pengaruh kadar Bioresource Technology, 151, 207–213. doi:
katalis, rasio mol minyak/metanol, dan lama 10.1016/j. biortech.2013.10.046.
reaksi), dan melakukan perbaikan karakteristik
katalis CaO/SiO2. Dauqan, E., & Sani, H. (2011). Fatty acids
composition of four different vegetable
KONTRIBUSI PENULIS oils (red palm olein, palm olein, corn oil
and coconut oil) by gas chromatography.
Ide, desain dan rancangan percobaan International Conference on Chemistry
dilakukan oleh HR, YY, SN. Pengambilan data Engineering, 14, 31–34. doi: 10.4236/
dilakukan oleh MR, HR. Analisis data dilakukan fns.2011.24036.
oleh HR, YY, MR, ARN dan penulisan manuskrip
dilakukan oleh HR, ARN, YY. Perbaikan dan Dawodu, M. O., Olutona, G. O., & Obimakinde,
finalisasi manuskrip dilakukan oleh HR, ARN, S. O. (2015). Effect of temperature on
SN. the chemical characteristics of vegetable
oils consumed in Ibadan, Nigeria. Pakistan
Journal of Nutrition, 14(10), 698–707. doi:
10.3923/pjn. 2015.698.707.

21
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 11-24

Deutschmann, O., Knozinger, H., Kochloefl, K., Kramadibrata, A. M., Muhaemin, M., Nurjanah,
& Turek, T. (2009). Heterogeneous catalysis and S., Mardawati, E., Daradjat, W., Hendarto,
solid catalyst. Weinheim-Germany: Wiley- & Rosalinda, S. (2017). Rekayasa proses
VCH Verlag GmbH & Co. produksi biodiesel dan aplikasinya pada
Djenar, N.S., & Lintang, N. (2012). Esterifikasi engine termodifikasi. Laporan Academic
minyak kemiri sunan (Aleurites trisperma) Leadership Grant. Universitas Padjadjaran,
dalam pembuatan biodiesel. Bionatura-Jurnal Bandung.
Ilmu Hayati dan Fisik, 14(3), 229–235. Lani, N. S., Ngadi, N., Yahya, N. Y., & Rahman,
Ghorbani, F., Sanati, A. M., & Maleki, M. (2015). R. A. (2017). Synthesis, characterization
Production of silica nanoparticles from rice and performance of silica impregnated
husk as agricultural waste by environmental calcium oxide as heterogeneous catalyst
friendly technique. Environmental Studies of in biodiesel production. Journal of Cleaner
Persian Gulf, 2(1), 56–65. Production, 146, 116–124. doi: 10.1016/j.
jclepro.2016.06.058.
Habibie, S., & Clarke, S. (2012). The current
status and future development of biodiesel Le, N.T.H., & Jeong, H. . (2014). Synthesis
in Indonesia. Jurnal Sains dan Teknologi and characterization of uniform silica
Indonesia, 14(1), 62–73. nanoparticles on nickel substrate by spin
coating and sol-gel method. Chemical Physics
Haruna, I., Fatima, M., & Ndam, V. (2015). Letters, 349–354.
Effect of high free fatty acid feedstock on
methyl esters yield using bulk calcium oxide Loy, C. W., Matori, K. A., Lim, W. F., Schmid, S.,
catalyst. International Journal of Scientific & Zainuddin, N., Wahab, Z. A., … & Zaid,
Technology Research, 4(3), 186–189. M. H. M. (2016). Effects of calcination
on the crystallography and nonbiogenic
Haryono, Natanael, C. L., Rukiah, & Yuliyati, Y. B. aragonite formation of ark clam shell
(2018). Kalsium oksida mikropartikel dari under ambient condition. Advances in
cangkang telur sebagai katalis pada sintesis Materials Science and Engineering, 1(1). doi:
biodiesel dari minyak goreng bekas. Jurnal 10.1155/2016/2914368.
Material Dan Energi Indonesia, 8(1), 8–15.
Mancini, A., Imperlini, E., Nigro, E., Montagnese,
Hendra, D. (2014). Pembuatan biodiesel dari biji C., Daniele, A., Orrù, S., & Buono, P.
kemiri sunan. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, (2015). Biological and nutritional properties
32(1), 37–45. of palm oil and palmitic acid: Effects on
Juan, J. C., D.A., K., Wu, T., & Taufiq. (2011). health. Molecules, 20(9), 17339–17361. doi:
Biodiesel production from jatropha oil 10.3390/molecules 200917339.
by catalytic and non-catalytic approaches: Maneerung, T., Kawi, S., Dai, Y., & Wang, C.-H.
an overview. Bioresource Technology, 2(102), (2016). Sustainable biodiesel production via
452–460. transesterification of waste cooking oil by
Kim, M., Salley, S. O., & Ng, K. Y. S. (2008). using CaO catalysts prepared from chicken
Transesterification of glycerides using a manure. Energy Conversion and Management,
heterogeneous resin catalyst combined (123), 487–497.
with a homogeneous catalyst. Energy and Mat, R., Samsudin, R. A., Mohamed, M., &
Fuels, 22(6), 3594–3599. doi: 10.1021/ Johari, A. (2012). Solid catalysts and
ef800443x. their application in biodiesel production.
Knothe, G., Gerpen, J. V., & Krahl, J. (2005). Bulletin of Chemical Reaction Engineering and
The biodiesel handbook. Champaign-Illinois: : Catalysis, 7(2), 142–149. doi: 10.9767/
AOCS Press. bcrec.7.2.3047.142-149.

22
Karakterisasi Biodiesel dari Minyak Kemiri Sunan dengan Katalis Heterogen Silika Terimpregnasi Kalsium Oksida (CaO/Sio2)
(Haryono, Yati B. Yuliyati, Atiek Rostika Noviyanti, Mochammad Rizal, & Sarifah Nurjanah)

Murugesan, A., Umarani, C., Subramanian, R., & Supriyadi, S., Purwanto, P., Anggoro, D. D., &
Nedunchezhian, N. (2009). Biodiesel as an Hermawan. (2018). Enhancing biodiesel
alternative fuel for diesel engines-A review. from kemiri sunan oil manufacturing using
Renewable and Sustainable Energy Reviews, ultrasonics. E3S Web of Conferences, 31, 1–5.
3(13), 653–662. doi: 10.1051/e3sconf/20183102014.
Nurjanah, S., Kramadibrata, A. M., Muhaemin, Tangboriboon, N., Kunanuruksapong, R.,
M., Handarto, Herwanto, T., Saukat, M., & Sirivat, A. (2012). Preparation and
… Haryono. (2019). Study on different properties of calcium oxide from eggshells
capacity of transesterification process in via calcination. Materials Science- Poland,
biodiesel production from kemiri sunan 30(4), 313–322. doi: 10.2478/s13536-012-
(Reutalis trisperma). IOP Conference Series.: 0055-7.
Earth Environmental Science, 1–10. Witoon, T., Bumrungsalee, S., Vathavanichukul,
Pranowo, D., Syakir, M., Prastowo, B., Herman, P., Palitsakun, S., Saisriyoot, M.,
M., Aunillah, A., & Sumanto. (2013). Faungnawakij, K. (2014). Biodiesel
Pembuatan biodiesel dari kemiri sunan (Reutealis production from transesterification of palm
trisperma (Blanco) Airy Shaw) dan pemanfaatan oil with methanol over CaO supported on
hasil samping. Jakarta: IAARD Press. bimodal meso-macroporous silica catalyst.
Reyero, I., Arzamendi, G., & Gandía, L. M. Bioresource Technology, (156), 329–334. doi:
(2014). Heterogenization of the biodiesel 10.1016/j.biortech.2014. 01.076.
synthesis catalysis: CaO and novel Yamaguchi, N., Masuda, Y., Yamada, Y.,
calcium compounds as transesterification Narusawa, H., Han-Cheol, C., Tamaki, Y.,
catalysts. Chemical Engineering Research and & Miyazaki, T. (2015). Synthesis of CaO-
Design, 92(8), 1519–1530. doi: 10.1016/j. SiO compounds using materials extracted
cherd.2013.11.017. from industrial wastes. Open Journal of
Sanford, S., White, J., & Shah, P. (2009). Inorganic Non-Metallic Materials, 05(01),
Feedstock and biodiesel characteristics 1–10. doi: 10.4236/ojinm.2015.51001.
report. Renewable Energy Group Inc., 1–136. Yan, S., Kim, M., Salley, S. O., & Simon, K. Y.
Diunduh dari http://www.biodiesel.org/ (2009). Oil transesterification over calcium
reports/20091117_gen-398.pdf, pada 10 oxides modified with lanthanum. Applied
Oktober 2019. Catalysis A: General, 360(2), 163–170. doi:
Standar Nasional Indonesia (SNI). (2015). Biodiesel 10.1016/j.apcata. 2009.03.015.
(SNI 7182:2015). Badan Standardisasi
Nasional, Jakarta.

23
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 25-32
p-ISSN: 0216-4329
e-ISSN: 2442-8957
Terakreditasi Peringkat 2, No: 21/E/KPT/2018

PENGARUH EKSTRAK KAYU ULIN (Eusideroxylon zwageri) TERHADAP


SERANGAN RAYAP KAYU KERING (Cryptotermes cynocephalus Light):
PENELITIAN PENDAHULUAN
(The Effect of Ulin Wood Extracts (Eusideroxylon zwageri) Against Dry Wood
Termite Attacks (Cryptotermes cynocephalus Light): A Preliminary Study)

Mohammad Listianto Raharjo, Desi Mustika Amaliyah, Ratri Yuli Lestari,


& Budi Tri Cahyana

Balai Riset dan Standardisasi Industri Banjarbaru


Jl. Panglima Batur Barat No. 2 Banjarbaru, Kalimantan Selatan 70711
Telp. (0511) 4774861, 4772461, Faks. (0511) 4772115
E-mail : m.listiantoraharjo@gmail.com

Diterima 15 Juli 2019, direvisi 6 Desember 2019, disetujui 3 Maret 2020

ABSTRACT

Dry wood termites attack is one of the problems that cause huge losses in timber construction. One way to solve this
problem is by preserving wood, with synthetic chemicals or natural ingredients. The purpose of this preliminary research
was to determine the effect of ironwood powder extract as a natural wood preservative. Preservation methods conducted
were cold immersion at normal temperature (± 25°C) and hot immersion at 80°C. Variations in the concentration
are 5%, 10%, 15%, and 20%. Variation of immersion time are 1, 2, and 3 days for the cold immersion and 0.5; 1;
2; 3 hours for the hot immersion. Results show that mortality data and the degree of attack of dry wood termites. The
results showed that the mortality of the dry wood termites increased 4−6%. However, no difference was found on the
degree of attacks between preserved and control wood.
Keywords: Dry wood termites, ironwood extract, rubberwood, preservation

ABSTRAK
Serangan rayap kayu kering merupakan salah satu permasalahan yang menimbulkan kerugian besar.
Salah satu cara mengatasinya adalah dengan pengawetan, baik dengan bahan kimia buatan ataupun
bahan alami. Tujuan penelitian pendahuluan ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak kayu ulin
sebagai bahan pengawet kayu alami. Metode pengawetan yang digunakan adalah untuk rendaman
dingin pada suhu ruangan (± 25°C) dan rendaman panas pada suhu 80°C, dengan variasi konsentrasi
bahan pengawet 5%, 10%, 15%, dan 20%. Variasi waktu rendaman yaitu 1, 2, dan 3 hari untuk
rendaman dingin dan 0,5; 1; 2; dan 3 jam untuk rendaman panas. Hasil penelitian ini berupa data
mortalitas dan derajat serangan rayap kayu kering. Dari data mortalitas, diperoleh kesimpulan bahwa
terjadi peningkatan jumlah rayap yang mati sebesar 4−6%, sedangkan dari data derajat serangan, tidak
ditemukan perbedaan antara kayu yang telah diawetkan menggunakan ekstrak kayu ulin dan kayu
tanpa pengawet.
Kata kunci: Rayap kayu kering, ekstrak kayu ulin, kayu karet, pengawetan

doi : 10.20886/jphh.2020.38.1.25-32 25
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 25-32

I. PENDAHULUAN proses perendaman antara lain asam borat,


formaldehida, dan Copper Chromium Boron
Salah satu karakteristik kualitas kayu adalah (CCB). Penggunaan bahan kimia ini dapat
keawetan atau ketahanan terhadap pengaruh meningkatkan keawetan kayu dengan sangat
faktor biologis dan non-biologis. Faktor biologis baik, namun memiliki dampak yang buruk
berupa serangan organisme perusak seperti terhadap lingkungan dan kesehatan manusia
bakteri, serangga, jamur, dan cacing laut (marine (Civardi, Schwarze, & Wick, 2015). Pembatasan
borer), sedangkan faktor non-biologis berupa penggunaan bahan kimia yang berbahaya untuk
gangguan secara fisika, kimia, dan mekanis bahan pengawet kayu terus dilaksanakan,
(Jasni, Pari, & Satiti, 2016; Safitri, Hapid, & seperti pelarangan penggunaan pengawet
Erniwati, 2014). Kayu sebagai bahan konstruksi berbahan arsen pada tahun 2008 (Suhaendah
atau furnitur memerlukan ketahanan yang baik & Siarudin, 2015). Penelitian mengenai bahan
terhadap organisme perusak terutama kumbang pengawet kayu berbahan alami dilakukan guna
bubuk, rayap kayu kering, rayap tanah, jamur memperoleh pengawet yang ramah lingkungan
pelapuk, dan penggerek laut (SNI 7207, 2014). dan tidak mengganggu kesehatan manusia perlu
Kayu dengan ketahanan alami yang baik berasal dilakukan. Penelitian ini bertujuan memperoleh
dari kelompok yang tergolong kelas awet I data penggunaan ekstrak kayu ulin (Eusideroxylon
(sangat awet) dan kelas awet II (awet) seperti ulin, zwageri) sebagai bahan pengawet alami kayu
merbau, jati, dan sonokeling. Kelemahan jenis terhadap serangan organisme perusak berupa
pohon tersebut adalah tingkat pertumbuhannya rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus
relatif rendah (Dumanaw, 2007). Berbagai Light.).
penelitian dilakukan dalam rangka pemenuhan Penggunaan kayu ulin sebagai bahan konstruksi
kebutuhan kayu yang awet, antara lain dengan bangunan hingga perkapalan menghasilkan
cara penambahan bahan pengawet ke bagian limbah pemotongan berupa serbuk gergajian
permukaan kayu (coating) atau bagian dalam kayu (Martawijaya, Kartasujana, Mandang, Among
(impregnasi). Bahan pengawet ini berfungsi sebagai Prawira, & Kadir, 1989). Potensi pemanfaatan
penolak (repellent), penarik (attractant), pemandul, ekstrak kayu ulin sebagai bahan baku pengawet
atau pembunuh bagi serangga (Sholehah, 2011). disebabkan kenyataan bahwa kayu ulin tergolong
Rayap merupakan serangga perusak kayu kelas awet I. Berdasarkan penelitian Bakri,
yang telah banyak merugikan masyarakat. Jumlah Fahriza, dan Cahyana (2012), ekstrak kayu jati
anggota koloni rayap yang banyak dan wilayah (kelas awet I) dapat digunakan sebagai bahan
jelajah yang luas menyebabkan tingkat kerusakan alami pengawet kayu dengan nilai mortalitas rayap
yang terjadi sangat tinggi (Subekti, 2010). Jenis mencapai 100%. Ekstrak kayu jati juga dapat
rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus meningkatkan ketahanan kayu terhadap serangan
Light.) umum ditemui di daerah tropis, termasuk jamur coklat dan jamur pembusuk (Brocco, Paes,
Indonesia, dengan kerugian yang ditimbulkan Costa, Brazolin, & Arantes, 2017). Penelitian
mencapai 2,8 triliun rupiah tiap tahun (Pusat ini juga diharapkan dapat meningkatkan nilai
Penelitian Biomaterial, 2018). Rayap ini menyerang tambah limbah serbuk gergajian kayu ulin yang
kayu pada kondisi kering dan membentuk koloni selama ini dimanfaatkan sebagai bahan bakar
di dalam kayu, serta meninggalkan butiran halus untuk memasak.
kotoran di sekitar kayu yang telah diserang
(Suheryanto & Haryanto, 2009). II. BAHAN DAN METODE
Metode pengawetan yang digunakan pada
penelitian ini adalah rendaman dingin dan panas. A. Peralatan dan Bahan
Keunggulan metode ini adalah jumlah kayu
yang diawetkan banyak dalam sekali proses, Peralatan yang digunakan adalah gergaji,
larutan perendam dapat digunakan berulang- kompor, panci maserasi, termometer, kain saring,
ulang, serta proses dan peralatan yang digunakan jangka sorong, neraca analitik, gelas ukur, dan
relatif sederhana (Suheryanto & Haryanto, spektrofotometer. Bahan yang digunakan dalam
2009). Bahan pengawet yang ditambahkan pada penelitian berupa serbuk kayu ulin, air suling

26
Pengaruh Ekstrak Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri) terhadap Serangan Rayap Kayu Kering (Cryptotermes cynocephalus Light): Penelitian Pendahuluan
(Mohammad Listianto Raharjo, Desi Mustika Amaliyah, Ratri Yuli Lestari, & Budi Tri Cahyana)

Kapas
(Cotton)
Rayap
(Termites) Kaca
(Glass)

Kayu contoh uji


(Wood specimen)

Gambar 1. Metode pengujian ketahanan terhadap rayap kayu kering


Figure 1. Dry wood termite testing method
Sumber (Source): SNI 7207 (2014)

(aquadestilata), kayu karet sebagai sampel uji, cat kayu terhadap serangan rayap kayu kering (Azis,
kayu, dan bahan bakar gas. Serbuk kayu ulin Prayitno, Lukmandaru, & Listyanto, 2015; Jasni
merupakan limbah yang diperoleh dari tempat et al., 2016).
penggergajian kayu ulin sehingga bercampur Bahan pengawet yang digunakan memiliki
antara bagian teras dan gubal, serta telah diayak konsentrasi 5% (b/v), 10% (b/v), 15% (b/v),
dengan ayakan ukuran mesh 35. Kayu karet (Hevea dan 20% (b/v). Serbuk kayu ulin ditimbang
brasilliensis Muell. Arg.) dipilih sebagai contoh uji dalam jumlah 1.750 g, 3.500 g, 5.250 g, dan 7.000
dikarenakan memiliki tingkat keawetan terhadap g. Air suling sebanyak 35 liter ditambahkan pada
rayap yang rendah hingga sedang (kelas awet masing-masing serbuk dan dipanaskan pada suhu
IV-V). Kayu ini harus melalui pengawetan apabila 40°C selama satu jam. Hasil rebusan selanjutnya
hendak digunakan sebagai bahan bangunan disaring untuk memisahkan endapan sehingga
dan furnitur (Sumaryanto, Hadikusumo, & diperoleh ekstrak kayu ulin yang digunakan
Lukmandaru, 2013). sebagai bahan pengawet pada penelitian ini.
Proses pengawetan dilakukan dengan dua
B. Metode Penelitian metode yaitu perendaman panas (hot immersion)
Pengujian kuantitatif kandungan bahan dan dingin (cold immersion). Metode perendaman
aktif dilakukan pada serbuk kayu ulin dengan panas yaitu contoh uji kayu direndam dalam bahan
menggunakan metode spektrofotometri (Adedeji, pengawet bersuhu 80°C selama 0,5 jam; 1 jam;
Ogunsanwo, & Elufioye, 2017). Bahan aktif 2 jam; dan 3 jam. Perendaman dingin dilakukan
yang diuji yaitu saponin, tanin, total flavonoid, dengan bahan pengawet bersuhu ruang (± 25°C)
total fenolik, dan total alkaloid. Parameter ini selama 1 hari, 2 hari, dan 3 hari. Skema pengujian
dipilih karena merupakan pengawet alami pada dapat dilihat pada Gambar 1. Prinsip pengujian

Tabel 1. Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap kayu kering


Table 1. Classification of wood resistance to dry wood termites
Ketahanan Derajat kerusakan kayu Nilai
(Resistance) (Wood damage degrees) (Scores)
Sangat tahan (Very resistant) Utuh, atau serangan sangat ringan ≤ 5% 0
(Undamaged, or very slight attack ≤ 5%)
Tahan (Resistant) Serangan ringan 6−15% (Slight attack 6-15%) 40
Sedang (Moderate) Serangan sedang, berupa saluran-saluran yang dangkal dan sempit 70
16−30% (Moderate attack, shallow and narrow canals 16-30%)
Tidak tahan (Irresistant) Serangan berat, berupa saluran yang dalam dan lebar 31−50% (Heavy 90
attack, deep and wide channels 31-50%)
Sangat tidak tahan (Susceptible) Serangan sangat berat > 50% (Very heavy attack > 50%) 100
Sumber (Source): SNI 7207 (2014)

27
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 25-32

Keterangan (Remarks) : = 5%, = 10%, = 15%, = 20%, Sampel kontrol

Gambar 2. Mortalitas rayap kayu kering pada kayu karet dengan pengawetan rendaman
dingin
Figure 2. Mortality of dry wood termite on rubber wood with cold immersion preservation
ini adalah memaksa rayap kayu kering sejumlah aktif tersebut merupakan bahan pengawet alami
50 ekor pada tiap sampel untuk menyerang kayu kayu terhadap serangan serangga, termasuk rayap
dalam jangka waktu 12 minggu. kayu kering (Azis et al., 2015; Jasni et al., 2016).
Derajat serangan adalah pembacaan secara Pengujian pengaruh ekstrak kayu ulin terhadap
visual seberapa besar kerusakan yang ditimbulkan rayap kayu kering menghasilkan data mortalitas
oleh rayap kayu kering (SNI 7207, 2014). Hasil atau tingkat kematian rayap, seperti tercantum
pengamatan visual kerusakan dikonversi menjadi pada Gambar 2 untuk metode rendaman
nilai kuantitatif sesuai Tabel 2. Hasil penelitian dingin dan Gambar 3 untuk metode rendaman
ini terdiri dari dua hal yaitu mortalitas rayap kayu panas. Sampel kontrol berupa kayu karet tanpa
kering dan derajat serangan. Data mortalitas rayap pengawetan menghasilkan nilai mortalitas
kayu kering merupakan persentase perbandingan 44,67%, ditunjukkan dengan garis horizontal.
antara jumlah rayap yang mati dan jumlah Angka mortalitas ini setara dengan 22−23 rayap
rayap semula. Data ini memberikan gambaran mati selama masa pengujian.
efektivitas ekstrak kayu ulin sebagai zat anti rayap Gambar 2 menunjukkan peningkatan
kayu kering. Semakin tinggi tingkat mortalitas, persentase tingkat kematian rayap dibandingkan
maka kayu aman terhadap serangan rayap kayu dengan kontrol. Rata-rata mortalitas rayap
kering (Siswanto, Saputra, & Amrulloh, 2011). pada metode pengawetan rendaman dingin
Perhitungan nilai mortalitas dinyatakan dalam sebesar 46,72%. Nilai tertinggi diperoleh pada
Persamaan (1). perendaman ekstrak kayu ulin 5% selama tiga
Jumlah Rayap Mati hari, yaitu sebesar 48,67%.
Mortalitas = x 100% ..............(1) Nilai mortalitas tertinggi pada pengawetan
Jumlah Rayap Awal
rendaman panas sebesar 50,67%, yaitu konsentrasi
pengawet 15% dan lama perendaman 3 jam,
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
dapat dilihat pada Gambar 3. Rata-rata mortalitas
Analisis fitokimia dilakukan pada serbuk sebesar 47,54% lebih tinggi dibandingkan dengan
kayu ulin untuk mengetahui kandungan senyawa mortalitas pada pengawetan rendaman dingin.
aktifnya. Kadar senyawa tertinggi berupa total Priadi dan Pratiwi (2014) menyatakan bahwa
flavonoid sebesar 12,28% b/b serbuk kayu ulin, rendaman panas dapat mengeluarkan udara dan
saponin 5,95%; total fenolik 3,45%; total alkaloid uap air dalam pori-pori kayu sehingga penetrasi
1,54%; dan tanin 0,78%. Kandungan senyawa bahan pengawet dapat lebih optimal. Berdasarkan

28
Pengaruh Ekstrak Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri) terhadap Serangan Rayap Kayu Kering (Cryptotermes cynocephalus Light): Penelitian Pendahuluan
(Mohammad Listianto Raharjo, Desi Mustika Amaliyah, Ratri Yuli Lestari, & Budi Tri Cahyana)

Keterangan (Remarks) : = 5%, = 10%, = 15%, = 20%, Sampel kontrol


Gambar 3. Mortalitas rayap kayu kering pada kayu karet dengan rendaman panas
Figure 3. Mortality of dry wood termite on rubber wood with hot immersion
Gambar 3, hubungan antara mortalitas dan dalam Batubara, Rosamah, dan Budiarso (2008),
lama perendaman memiliki tren grafik yang terdapat empat hal yang dapat mempengaruhi
beragam. Pada konsentrasi pengawet 5%, tren hasil pengawetan kayu yaitu jenis kayu, keadaan
grafiknya menanjak hingga waktu perendaman kayu pada waktu diawetkan, metode pengawetan,
2 jam, namun mengalami penurunan pada dan sifat bahan pengawet yang digunakan.
waktu perendaman 3 jam. Pada bahan pengawet Sampel uji merupakan kayu karet yang
konsentrasi 10% dan 15% berbentuk tren bathtub memiliki kerapatan cukup tinggi, yaitu 0,6−0,75
curve dengan kenaikan tertinggi pada perendaman g/cm3. Anatomi dan kerapatan kayu berpengaruh
3 jam. Konsentrasi 20% memiliki tren grafik terhadap tingkat retensi dan penetrasi bahan
yang cenderung stabil. Dari Gambar 3 dapat pengawet. Pada kayu karet, rata-rata nilainya sangat
diketahui bahwa lama perendaman memberikan rendah yaitu kurang dari 10% (Putri, Herawati,
dampak pada mortalitas rayap kayu kering. Waktu & Batubara, 2013), namun keterbatasan pada
perendaman yang lebih lama menyebabkan penelitian ini adalah tidak dilakukannya pengujian
tingkat kematian rayap. retensi dan penetrasi bahan pengawet ekstrak
Pengujian derajat serangan memberikan nilai kayu ulin terhadap sampel kayu karet. Kadar air
yang sama pada tiap sampel uji yaitu 70. Nilai ini kayu sebelum pengawetan juga memiliki dampak
diperoleh dari pengamatan secara visual dampak terhadap hasil penelitian. Semakin rendah kadar
serangan berupa saluran-saluran yang dangkal dan air di dalam kayu maka rongga sel dapat terisi
sempit. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas bahan pengawet sehingga tingkat absorbsi retensi
serangan rayap kayu kering terhadap kayu karet lebih tinggi (Putri et al., 2013). Kadar air kayu
yang telah diawetkan berada dalam kategori sampel sebelum diawetkan sebesar ±20%, yaitu
sedang. Pada sampel kontrol, derajat serangan sesuai dengan kondisi kayu di dalam ruangan
rayap kayu kering juga berada dalam level sedang, tanpa perlakuan pengeringan. Hal lain yang
yaitu bernilai 70. Hal ini menunjukkan bahwa mempengaruhi hasil pengawetan adalah metode
tidak terdapat pengaruh nyata antara pengawetan yang digunakan. Pada penelitian ini digunakan
dengan variabel yang telah dilakukan terhadap variasi suhu dan waktu perendaman. Penelitian
intensitas serangan rayap kayu kering. sebelumnya menyatakan kayu karet memiliki nilai
Berdasarkan data mortalitas dan derajat keawetan yang tinggi setelah direndam dengan
serangan, dapat disimpulkan bahwa ekstrak kayu pengawet CCB selama tujuh hari pada suhu
ulin konsentrasi 5% hingga 20% memiliki kadar kamar (Arsad, 2009) atau pengawet asam borat
toksisitas yang rendah sehingga belum optimal jika pada suhu 100°C dan dibiarkan dingin selama
digunakan sebagai bahan anti rayap kayu kering. dua hari (Putri et al., 2013).
Menurut Barly, Abdurrahim, dan Permadi (1995)

29
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 25-32

Jenis dan konsentrasi bahan pengawet Pada pengujian derajat serangan tidak terdapat
berbahan alam memiliki pengaruh besar terhadap perubahan antara sampel kontrol dan sampel uji
efektivitas pengawetan kayu. Hal ini bergantung yang telah diawetkan.
pada senyawa aktif yang berfungsi sebagai anti
rayap, yaitu semakin tinggi kandungan senyawa UCAPAN TERIMA KASIH
aktif maka semakin baik pula kemampuan
pengawet kayu tersebut. Kandungan senyawa aktif Penulis mengucapkan terima kasih kepada
pada serbuk kayu ulin sebagai bahan penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Industri–
ini belum mampu mengawetkan kayu karet dari Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
serangan rayap kayu kering. Hal ini diduga karena yang telah memberikan dana penelitian melalui
kondisi pohon ulin yang menghasilkan serbuk Anggaran DIPA TA 2018.
tersebut. Faktor yang mempengaruhi kadar
senyawa aktif antara lain umur pohon, status KONTRIBUSI PENULIS
nutrisi, tempat tumbuh, dan masa penyimpanan Ide, desain dan rancangan percobaan
(Adedeji et al., 2017). Bahan baku yang digunakan dilakukan oleh DMA, RYL, BTC. Pengambilan
pada penelitian ini yaitu serbuk limbah gergajian data dilakukan oleh MLR, DMA, RYL, BTC.
kayu ulin yang tidak dapat ditelusuri kondisi Analisis data dilakukan oleh MLR, DMA dan
kandungan senyawanya. Beragam penelitian juga penulisan manuskrip dilakukan oleh MLR, DMA.
dilakukan untuk memperoleh data konsentrasi Perbaikan dan finalisasi manuskrip dilakukan
yang optimal untuk pengawet berbahan alam, oleh MLR, DMA.
misalnya daun pepaya pada konsentrasi 10%
pelarut etil asetat (Azis, Prayitno, Lukmandaru, DAFTAR PUSTAKA
& Listyanto, 2018) dan daun tuba pada
konsentrasi 6% (Hidayatullah, Rizaldy, Gracia, Adedeji, G. A., Ogunsanwo, O. Y., & Elufioye, T. O.
& Syahidah, 2017). Pada penelitian ini diperoleh (2017). Quantifications of phytochemicals
data konsentrasi pengawet yang berbeda antara and biocide actions of Lawsonia inermis
metode rendaman dingin dan panas. Konsentrasi Linn. extracts against wood termites
5% pada metode rendaman dingin menghasilkan and fungi. International Biodeterioration and
data mortalitas tertinggi dengan tren meningkat Biodegradation, 116, 155–162. doi: 10.1016/j.
seiring lama waktu perendaman. Pada metode ibiod.2016.10.026.
rendaman panas, konsentrasi 15% menghasilkan Arsad, E. (2009). Kayu karet sebagai substitusi
data mortalitas tertinggi dengan tren kenaikan kayu hutan alam untuk industri. Jurnal
mortalitas rayap kayu kering seiring lama waktu Riset Industri Hasil Hutan, 1(1), 31-37. doi:
perendaman. Kedua hasil tersebut belum dapat 10.24111/jrihh. v1i1.871.
dianggap sebagai konsentrasi optimal karena
Azis, A., Prayitno, T. A., Lukmandaru, G., &
kenaikan mortalitas rayap kayu masih sangat
Listyanto, T. (2015). Aktivitas antirayap
rendah.
ekstrak daun Orthosiphon sp., Morinda sp.,
dan Carica sp. Jurnal Ilmu Teknologi Kayu
IV. KESIMPULAN
Tropis, 13(2), 161–175.
Penelitian pendahuluan mengenai pengaruh Azis, A., Prayitno, T. A., Lukmandaru, G., &
ekstrak kayu ulin sebagai pengawet kayu terhadap Listyanto, T. (2018). Aktivitas antirayap
serangan rayap kayu kering masih belum ekstrak daun pepaya dan kumis kucing.
mendapatkan hasil yang diinginkan. Konsentrasi Jurnal Ilmu Teknologi Kayu Tropis, 16(1), 52–
pengawet (5%, 10%, 15%, dan 20%) dan lama 67.
waktu perendaman meningkatkan nilai rata-
rata tingkat kematian rayap dari semula 44,67% Bakri, S., Fahriza, A., & Cahyana, B. T. (2012).
(sampel kontrol) menjadi 46,72% pada rendaman Serbuk gergajian kayu jati (Tectona grandis)
dingin dan 47,54% pada rendaman panas. sebagai pengawet kayu durian (Durio
zibethinus). Jurnal Riset Industri Hasil Hutan,
4(2), 1–5.
30
Pengaruh Ekstrak Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri) terhadap Serangan Rayap Kayu Kering (Cryptotermes cynocephalus Light): Penelitian Pendahuluan
(Mohammad Listianto Raharjo, Desi Mustika Amaliyah, Ratri Yuli Lestari, & Budi Tri Cahyana)

Batubara, R., Rosamah, E., & Budiarso, E. Putri, N., Herawati, E., & Batubara, R. (2013).
(2008). Identifikasi sifat ekstrak kulit kayu Pengawetan kayu karet (Hevea braziliensis
medang hitam (Cinnamomum prorrectum Muell Arg) menggunakan asam borat
Roxb.) sebagai bahan pengawet kayu. Jurnal (H3BO3) dengan metode pengawetan
Kehutanan Tropika Humida, 1(1), 74–83. rendaman panas dingin. Peronema Forestry
Brocco, V. F., Paes, J. B., Costa, L. G. da, Brazolin, Science Journal, 2(1), 1–8.
S., & Arantes, M. D. C. (2017). Potential Safitri, R., Hapid, A., & Erniwati, E. (2014).
of teak heartwood extracts as a natural Efektivitas bahan pengawet alami dari
wood preservative. Journal of Cleaner tanaman tembelekan (Lantana camara L.)
Production, 142, 2093–2099. doi: 10.1016/j. pada beberapa jenis kayu terhadap serangan
jclepro.2016.11.074. rayap tanah (Coptotermes Sp.). Warta Rimba,
Civardi, C., Schwarze, F. W. M. R., & Wick, 2(2), 141–148.
P. (2015). Micronized copper wood Sholehah, D. N. (2011). Uji aktivitas anti rayap
preservatives: an efficiency and potential tembakau dan salak madura. Jurnal
health risk assessment for copper-based Agrovigor, 4(1), 127–132. doi: 10.21107/
nanoparticles. Environmental Pollution, agrovigor.v4i1. 276.
200(May), 126–132. doi: 10.1016/ Siswanto, M. F., Saputra, A., & Amrulloh, H.
j.envpol.2015.02.018. (2011). Pengaruh pengawetan bambu
Dumanaw, J. F. (2007). Mengenal kayu (7th ed.). wulung dengan asap cair tempurung kelapa
Yogyakarta: Kanisius. terhadap mortalitas rayap kayu kering.
Hidayatullah, S., Rizaldy, A. A., Gracia, H., & Dinamika Teknik Sipil, 11(2), 151–154.
Syahidah. (2017). Efikasi ekstrak daun tuba Standar Nasional Indonesia (SNI). (2014). Uji
sebagai anti rayap alami. Jurnal Ilmu dan ketahanan kayu terhadap organisme perusak
Teknologi Kayu Tropis, 15(2), 167–174. kayu (SNI 7207-2014). Badan Standardisasi
Jasni, J., Pari, G., & Satiti, E. R. (2016). Nasional, Jakarta.
Komposisi kimia dan keawetan alami 20 Subekti, N. (2010). Karakteristik populasi
jenis kayu indonesia dengan pengujian rayap tanah Coptotermes spp. (Blattodea :
di bawah naungan. Jurnal Penelitian Hasil Rhinotermitidae) dan dampak serangannya.
Hutan, 34(4), 323–333. doi: 10.20886/ Biosaintifika, 2(2), 110–114.
jphh.2016.34.4.323-333. Suhaendah, E., & Siarudin, M. (2015). Pengawetan
Martawijaya, A., Kartasujana, I., Mandang, Y. I., kayu ganitri dan mahoni melalui rendaman
Among Prawira, S., & Kadir, K. (1989). dingin dengan bahan pengawet boric acid
Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Badan Penelitian equivalent. Jurnal Ilmu Teknologi Kayu Tropis,
dan Pengembangan Kehutanan, Jakarta. 13(2), 185–192.
Priadi, T., & Pratiwi, G. A. (2014). Sifat keawetan Suheryanto, D., & Haryanto, T. (2009).
alami dan pengawetan kayu mangium, Pemanfaatan kayu karet untuk furniture.
manii dan sengon secara rendaman dingin Dalam Prosiding Seminar Nasional Penelitian,
dan rendaman panas dingin. Jurnal Ilmu Pendidikan dan Penerapan MIPA (pp. 1–8).
Teknologi Kayu Tropis, 12(2), 118–126. Sumaryanto, A., Hadikusumo, S. A., &
Pusat Penelitian Biomaterial. (2018). Asosiasi Lukmandaru, G. (2013). Pengawetan kayu
Perusahaan Pengendalian Hama Indonesia gubal jati secara rendaman dingin dengan
(ASPPHAMI): Kerugian akibat rayap pengawet boron untuk mencegah serangan
di indonesia capai triliunan rupiah. Diakses rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus
dari http://www.biomaterial.lipi.go.id/asp Light.). Jurnal Ilmu Kehutanan, 7(2), 93–107.
phami-kerugian-akibat-rayap-di-indonesia- doi: 10.22146/jik.7516.
capai triliunan-rupiah/pada 1 Juli 2019.

31
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 33-46
p-ISSN: 0216-4329
e-ISSN: 2442-8957
Terakreditasi Peringkat 2, No: 21/E/KPT/2018

HUBUNGAN KETAHANAN KAYU TERHADAP JAMUR DENGAN


KERAPATAN DAN PENGKARATAN LOGAM
(Wood Decay Resistance in Relation with Density and Metal Corrosion)

Sihati Suprapti, Abdurahman, & Djarwanto

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan


Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor 16610.
Telp. (0251) 8633378, Faks. (0251) 8633413
E-mail : sihatisuprapti@yahoo.com; djarwanto2006@yahoo.com

Diterima 17 Mei 2019, direvisi 19 November 2019, disetujui 21 Februari 2020

ABSTRACT

Wood constructions are mostly fastened by metal screw or metal fastener, then corrosion resistance is an important
factor. Wood natural durability against fungus and its relation to basic density are two other factors affecting wood
quality for construction. This paper studies wood natural durability against fungus and metal corrosion in relation to
density of five Riau wood species. Wood samples were tested against fungus using the Kolle-flask method and wood
density was measured based on DIN-2135-1975 standard. Result shows that Diospyros korthalsiana wood was
categorized as non-resistant (class IV), Tetramerista glabra wood was classified as moderately resistant (class III),
while Shorea teysmanniana, Palaquium burckii, and Aglaia argentea woods are grouped into resistant wood
(class II). In all wood species, weight lost of heartwood is lower than that of sapwood, but in the same durability
group (moderately resistant). In general, there is a relationship between density and weight loss. The higher the wood
density is the lower the weight loss. The average of weight loss of metal screwed wood is higher than wood without
screws. The highest weight loss was recorded from Palaquium burckii wood which was screwed and exposed to
Polyporus sp., while, the highest screw weight loss was recorded from Shorea teysmanniana wood exposed to
Pycnoporus sanguineus. Rustic enamel was highly recorded from Tetramerista glabra wood, which was exposed
into Tyromyces palustris. Eight species of fungus are moderate and two species are low in capability of decaying
wood. The highest decaying ability in corroding metal screws is found in P. sanguineus. The weight of rustic enamel
found in the metal screw caused by four fungus activity of (Chaetomium globosum, P. sanguineus, S. commune
and T. palustris) was relatively similar.
Keywords: Riau wood, decaying fungi, resistance class, wood density, metal screw corrosion

ABSTRAK
Komponen konstruksi kayu biasanya disambungkan dengan sekrup atau baut yang terbuat dari
bahan logam, sehingga ketahanan kayu terhadap pengkaratan logam menjadi penting. Ketahanan
kayu, dan pengkaratan sekrup logam yang berikatan dengan kayu diuji terhadap jamur menggunakan
metode Kolle-flask. Kerapatan kayu diuji mengacu standar DIN-2135-(1975). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kayu Diospyros korthalsiana dikategorikan ke dalam kelompok kayu tidak-tahan
(kelas IV), Tetramerista glabra diklasifikasikan ke dalam kelompok kayu agak-tahan (kelas III), sedangkan
Shorea teysmanniana, Palaquium burckii dan Aglaia argentea termasuk kayu-tahan (kelas II). Kehilangan
berat kayu teras lebih rendah dibandingkan dengan kehilangan berat kayu gubal, namun kedua bagian
termasuk kelompok kayu agak tahan. Terjadi hubungan antara kerapatan dengan kehilangan berat
kayu, semakin tinggi kerapatan kayu semakin rendah kehilangan beratnya. Rata-rata kehilangan berat
kayu yang disekrup lebih tinggi dibandingkan dengan kayu tanpa sekrup. Kehilangan berat kayu yang
berikatan dengan sekrup tertinggi dijumpai pada kayu Palaquium burckii yang disekrup dan diumpankan
kepada Polyporus sp, sedangkan kehilangan berat sekrup tertinggi terjadi pada kayu Shorea teysmanniana

doi : 10.20886/jphh.2020.38.1.33-46 33
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 33-46

yang diumpankan Pycnoporus sanguineus. Bubuk karat terbanyak dalam kayu Tetramerista glabra yang
diumpankan pada Tyromyces palustris. Delapan jenis jamur memiliki kemampuan sedang dan dua jenis
berkemampuan rendah dalam melapukkan kayu, sedangkan kemampuan jamur dalam merusak sekrup
tertinggi dijumpai pada P. sanguineus. Berat bubuk karat akibat pengkaratan oleh aktivitas empat jamur
(Chaetomium globosum, P. sanguineus, S. commune dan T. palustris) hampir sama.
Kata kunci: Kayu asal Riau, jamur, kelas ketahanan, kerapatan kayu, pengkaratan sekrup

I. PENDAHULUAN Untuk memperlihatkan peran suatu jenis


kayu sebagai pengganti jenis kayu perdagangan
Kayu kurang dikenal yang berasal dari hutan lain yang telah langka, maka perlu data dan
alam Riau, telah digunakan masyarakat setempat informasi sifat dasar dan kegunaan kayu tersebut.
sebagai bahan baku industri perkayuan, namun Di antara sifat kayu yang perlu diinformasikan
sebagian besar jenis kayu asal Riau tersebut adalah sifat ketahanan dan sifat pengkaratannya
masuk dalam kelompok kayu kurang dikenal terhadap jamur pelapuk. Selain itu, salah
di dunia perdagangan (Djarwanto et al., 2016). satu faktor yang terdapat dalam kayu seperti
Menurut Andianto et al. (2014) dan Sumarni et al. kerapatan memungkinkan adanya hubungan
(2009) kayu kurang dikenal dari berbagai wilayah dengan pelapukan kayu. Penelitian ini bertujuan
berpotensi menggantikan kayu perdagangan yang untuk mempelajari ketahanan lima jenis kayu
telah menurun pasokannya. Dalam perdagangan, asal Riau baik pada bagian teras maupun gubal,
sebagian besar kayu kurang dikenal tersebut dan hubungannya dengan kerapatan kayu serta
sering dicampurkan ke dalam kelompok kayu pengkaratan logam yang berikatan dengan
yang telah dikenal dan dimanfaatkan karena kayu tersebut terhadap jamur pelapuk secara
kemiripan tampilannya. laboratoris, menggunakan metode Kolle-flask.
Menurut Hutapea dan Ruwawak (2014),
Muslich, Hadjib, dan Rulliaty (2011), beberapa II. BAHAN DAN METODE
kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan
jenis kayu kurang dikenal antara lain minimnya A. Bahan
informasi mengenai sifat kayunya, sehingga
dalam pemanfaatannyapun belum optimal karena Bahan kayu diambil dari Riau, Sumatera,
sering tercampur antara jenis kayu yang memiliki seperti tercantum pada Tabel 1. Bahan lainnya
kualitas rendah dengan kayu yang berkualitas adalah malt extract, bacto agar, potato dextrose agar
baik. Berbagai penggunaan kayu misalnya (PDA), alkohol, dan air suling. Sekrup logam
untuk konstruksi bangunan, antar komponen yang digunakan adalah sekrup yang umum dijual
kayu sering ditautkan dengan logam seperti di pasaran, dengan spesifikasi Bright mild steel wood
paku dan sekrup. Dalam kondisi tertentu kayu screws, ukuran panjang ½ inci (±1,2 cm). Sepuluh
dapat merusak logam tersebut melalui proses jenis jamur pelapuk yang digunakan yaitu soft rot
pengkaratan. Pengkaratan terjadi karena ikatan fungi (Chaetomium globosum FRI Japan-5-1), brown
langsung antara kayu dan metal terutama jika rot fungi (Lentinus lepideus HHBI-267, Polyporus sp.
lingkungannya lembap (Li, Marston, & Jones, HHBI-209, Phlebia brevispora Mad., Trametes sp.
2011). HHBI-332, Tyromyces palustris FRI Japan-507),

Tabel 1. Lima jenis kayu asal Riau yang diteliti terhadap jamur pelapuk
Table 1. The five wood species from Riau tested against decaying fungi
Jenis kayu Nama daerah Suku Nomor koleksi Xylarium
No.
(Wood species) (Local name) (Family) (Xylarium collection number)
1. Tetramerista glabra Miq. Punak Theaceae 34424
2. Shorea teysmanniana Dyer ex Brandis Meranti bunga Dipterocarpaceae 34425
3. Diospyros korthalsiana Hiern. Mempisang Ebenaceae 34425
4. Palaquium burckii H.J.L. Suntai Sapotaceae 34427
5. Aglaia argentea Blume. Pasak linggo Meliaceae 34428

34
Hubungan Ketahanan Kayu terhadap Jamur dengan Kerapatan dan Pengkaratan Logam
(Sihati Suprapti, Abdurahman, & Djarwanto)

white rot fungi (Polyporus arcularius HHBI-371, melekat, dan ditimbang pada kondisi sebelum
Pycnoporus sanguineus HHBI-324, Schizophyllum dan sesudah dikeringkan dengan oven, guna
commune HHBI-204, dan Trametes sp. HHBI- mengetahui kehilangan berat kayunya (SNI 7207,
379). 2014).
Sekrup dicabut dari kayu lalu dicelupkan ke
B. Metode dalam HCl teknis, secara hati-hati dibersihkan
1. Pembuatan contoh uji menggunakan sikat nilon halus dengan larutan
teknis alcohol-aceton (2:1), dibiarkan kering,
Pembuatan contoh uji yang berukuran kemudian ditimbang. Kehilangan berat sekrup
5 cm x 2,5 cm x 1,5 cm, panjang 5 cm searah dihitung berdasarkan selisih berat sebelum dan
serat, mengikuti pola yang telah dilakukan dari setelah diuji jamur. Selain itu, kayu yang telah
penelitian terdahulu (Djarwanto, Suprapti & dikeluarkan sekrupnya dikeringkan dengan oven
Hutapea, 2018; Suprapti & Djarwanto, 2014). dengan posisi permukaan dengan lubang bekas
Untuk penelitian sifat ketahanan kayu ini, contoh sekrup di atas, dan ditimbang seperti pada kayu
uji diambil dari bagian tepi (gubal), dan bagian tanpa sekrup. Bubuk karat yang tertinggal dalam
dalam (teras), yaitu lapisan terdekat dengan titik kayu bekas lubang sekrup dikeluarkan sambil
tengah dolok. Sementara itu, untuk penelitian diketuk-ketuk lalu ditimbang.
sifat pengkaratan kayu terhadap logam, contoh Rata-rata kehilangan berat kayu dikelompokkan
uji diambil dari bagian teras yakni 4 cm dari titik mengacu skala kelas ketahanan (I-V) berdasarkan
tengah. standar (SNI 7207, 2014) seperti berikut:
2. Pembuatan media jamur pelapuk Kelas Ketahanan Kehilangan berat rata-rata, %
(Class) (Durability) (Average weight loss, %)
Pembuatan media uji yaitu MEA (malt- I Sangat tahan <0,5
ekstrak-agar) yang terdiri dari malt-ekstrak 3% II Tahan 0,5–4,9
dan bacto-agar 2% dalam air suling sedangkan III Agak tahan 5,0–9,9
untuk Chaetomium globosum digunakan media IV Tidak tahan 10,0–30,0
PDA (potato dextrose agar) 39 g per Liter air suling, V Sangat tidak tahan >30,0
seperti dalam laporan Suprapti, Djarwanto dan Sumber: SNI 7207 (2014)
Andianto (2016). Media yang telah diinokulasi
biakan murni jamur, diletakkan di ruang inkubasi Kerapatan berdasarkan berat basah per
sampai pertumbuhan miseliumnya rata dan tebal, volume basah (Bb/Vb), berat kering udara per
seperti pada Standar Nasional Indonesia (SNI volume kering udara (Bku/Vku), dan berat
7207, 2014). kering oven per volume kering oven (Bko/Vko)
diuji mengacu standar DIN (DIN 2135, 1975)
3. Penelitian ketahanan kayu dan pengkaratan untuk setiap sampel kayu. Contoh uji diambil dari
kayu bagian pangkal batang, berupa lempengan kayu
setebal 6 cm, kemudian dari disk tersebut diambil
Penelitian dilakukan menggunakan metode
10 contoh uji menurut posisi radial dari bagian
Kolle-flask, mengacu SNI 7207:2014. Contoh
empulur ke arah kulit, dengan ukuran contoh uji
uji yang telah diketahui berat kering ovennya
5 cm x 5 cm x 5 cm. Pengukuran dimensi dan
dimasukkan ke dalam gelas piala Kolle yang
berat contoh dilakukan dari kondisi basah sampai
berisikan biakan murni jamur tersebut. Setiap
ukurannya konstan (kering udara). Selanjutnya
piala diisi sepasang contoh kayu gubal dan teras,
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu
sedangkan untuk pengkaratan setiap gelas piala
103±2°C selama 48 jam (kering oven) kemudian
Kolle diisi 3 contoh uji yang telah dipasangi sekrup
diukur lagi dimensi dan beratnya. Sebanyak 10
di bagian tengahnya, kemudian diinkubasikan
contoh uji diambil dari bagian dolok dekat kulit
selama 12 minggu. Untuk setiap jenis kayu, dan
dan contoh lain dari bagian dolok dekat empulur.
setiap jenis jamur disediakan 5 buah ulangan
Selanjutnya hubungan antara kehilangan berat
(ketahanan) dan 6 buah ulangan (pengkaratan).
kayu dengan kerapatan dianalisis menggunakan
Pada akhir pengujian contoh uji dikeluarkan
persamaan regresi.
dari gelas piala, dibersihkan dari miselium yang
35
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 33-46

C. Analisis Data rendah dibandingkan dengan kehilangan berat


kayu gubal (6,87%), namun ketahanan kedua
Data kehilangan berat kayu (%) di analisis bagian kayu tersebut terhadap jamur, termasuk
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola dalam kelompok sama yakni agak tahan (kelas
faktorial 5 x 2 x 10 untuk faktor jenis kayu, bagian III). Rata-rata kehilangan berat kayu teras,
kayu dalam dolok, dan jenis jamur dengan lima Diospyros korthalsiana dan Aglaia argentea lebih
ulangan. Selain itu dilakukan juga RAL factorial 5 tinggi dibandingkan dengan kehilangan berat
x 2 x 5 untuk faktor jenis kayu, kayu disekrup dan kayu gubalnya. Ini mungkin disebabkan pohon
kontrol, serta jenis jamur dengan enam ulangan. contoh uji, masih dalam masa pertumbuhan aktif,
Untuk kehilangan berat sekrup yang berikatan dan proses pembentukan zat ekstraktif yang
dengan kayu dan bubuk karat yang terdapat dalam bersifat racun, yang menghambat pertumbuhan
kayu masing-masing dianalisis menggunakan jamur. Bouslimi, Koubaa, dan Bergeron (2013)
RAL pola faktorial dua faktor yaitu 5 x 5 untuk mengutarakan bahwa kandungan zat ekstraktif
faktor jenis kayu dan jenis jamur dengan enam pada kayu tua lebih besar dibandingkan dengan
ulangan. Rancangan acak lengkap pola faktorial kayu muda, dan zat ekstraktif yang terdapat pada
ini merujuk pada Steel dan Torrie (1993) dengan kayu teras lebih besar daripada kayu gubal. Oleh
pengolahan data menggunakan program SAS karena itu kayu teras tahan terhadap serangan
(SAS Institute, 1997). Rata-rata kehilangan berat jamur karena adanya zat ekstraktif yang bersifat
kayu dikelompokkan berdasarkan kriteria kelas racun. Menurut Takahashi dan Kishima (1973),
ketahanan kayu (I–V) terhadap jamur menurut jenis kayu yang kandungan zat ekstraktifnya
SNI (SNI 7207, 2014). besar memiliki sifat ketahanan yang tinggi
terhadap jamur. Djarwanto et al. (2018); Suprapti
III. HASIL DAN PEMBAHASAN dan Djarwanto (2012) telah melaporkan bahwa
A. Pelapukan kayu rata-rata kehilangan berat kayu teras lebih rendah
(yang berarti lebih tahan) dibandingkan dengan
Data rata-rata kehilangan berat kayu pada kehilangan berat kayu gubal. Bouslimi et al.
bagian teras dan gubal, serta interaksi antara (2013) dan Freas (1982), juga melaporkan bahwa
kayu, bagian dolok dan jamur disajikan pada ketahanan kayu teras lebih tinggi dibandingkan
Tabel 2. Berdasarkan analisis statistik (Lampiran dengan kayu gubal. Oleh karena itu, kayu gubal
1) terlihat bahwa faktor jenis kayu, bagian kayu semua jenis kayu lebih cepat rusak jika dipasang
dalam dolok, dan jenis jamur, berpengaruh di tempat lembap dan basah.
nyata terhadap kehilangan beratnya (p< 0,05). Berdasarkan klasifikasi ketahanan kayu
Kehilangan berat yang paling besar terjadi pada terhadap jamur pelapuk maka kayu Diospyros
kayu teras kemudian pada kayu gubal, Diospyros korthalsiana termasuk kelompok kayu tidak-tahan
korthalsiana yang diumpankan kepada Pycnoporus (kelas IV), Tetramerista glabra diklasifikasikan
sanguineus (masing-masing yaitu 27,37% dan kedalam kelompok kayu agak-tahan (kelas III)
26,67%)). Berdasarkan hasil tersebut maka jenis dan tiga jenis kayu lainnya termasuk kayu-tahan
kayu Diospyros korthalsiana diketahui memiliki atau kelas II (Tabel 2). Oleh karena itu, tiga
daya tahan terendah atau paling rentan terhadap jenis kayu yang diteliti ini ideal digunakan untuk
serangan jamur. Pada Tabel 2 juga dicantumkan kayu bangunan. Kedua jenis kayu yaitu Shorea
kehilangan berat kayu rata-rata keseluruhan dan teysmanniana dan Palaquium burckii memiliki kelas
kelas ketahanannya terhadap jamur pelapuk. ketahanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
Berdasarkan uji beda Tukey (p ≤ 0,05) terhadap laporan Oey (1990) yakni termasuk kelas III-V,
lima jenis kayu asal Riau menunjukkan bahwa dan tiga jenis kayu lainnya termasuk kelas yang
kehilangan berat terkecil terjadi pada Aglaia sama berdasarkan usia pakai kayunya, dan tidak
argentea, yang berarti ketahanannya terhadap diutarakan jenis organisme yang merusak kayunya.
jamur tinggi. Menurut Martawijaya dan Barly (2010), kayu
Berdasarkan posisi contoh uji dalam yang termasuk kelas ketahanan II dan kelas kuat
dolok (p≤0,05), ditunjukkan bahwa rata-rata II ideal digunakan untuk konstruksi bangunan
kehilangan berat kayu teras (6,12%) lebih

36
Hubungan Ketahanan Kayu terhadap Jamur dengan Kerapatan dan Pengkaratan Logam
(Sihati Suprapti, Abdurahman, & Djarwanto)

secara langsung, tetapi apabila termasuk kelas R = -0,5382**), Y = 21,6236-25,3897 X (R2 =


ketahanan III–V harus diawetkan terlebih dahulu 0,2802, R = -0,5293**), dan Y = 21,8736-23,6561
sebelum dipakai untuk meningkatkan daya X (R2 = 0,2483, R = -0,4983**). Ketiga persamaan
tahannya terhadap jamur pelapuk. Oleh karena tersebut (dari seluruh data) menunjukkan bahwa
itu, tiga jenis kayu dalam Tabel 2 yang termasuk semakin tinggi kerapatan kayu baik basah (Bb/
kelas III dan IV, apabila akan dimanfaatkan untuk Vb), kering oven (Bko/Vko) maupun kering
kayu bangunan sebaiknya diawetkan dengan udara (Bku/Vku) maka kehilangan berat kayunya
bahan anti jamur (fungisida) agar usia pakainya (Y) cenderung semakin sedikit atau rendah.
lebih lama. Sesuai pernyataan Djarwanto (2018), Hal ini diduga semakin tinggi kerapatan, maka
salah satu upaya untuk meningkatkan usia struktur kayu semakin padat (kompak), sehingga
pakai adalah dengan cara diawetkan dengan semakin mempersulit aktivitas jamur untuk
menggunakan bahan kimia antara lain tembaga menembus ke dalam dan mendegradasi kayu.
khrom boron (CCB) atau tembaga khrom fluor Keadaan Ini terjadi pada kayu yang diumpankan
(CCF) dengan cara rendaman ataupun vakum hampir semua jenis jamur (Tabel 4), kecuali pada
tekan. Menurut Oey (1990) kayu Tetramerista kayu basah yang diumpankan jamur Polyporus sp.,
glabra, Palaquium burckii, Aglaia argentea termasuk Trametes sp. HHBI-332 dan Tyromyces palustris,
kelas kuat II, sedangkan Diospyros korthalsiana dan serta pada kayu kering udara dan kering oven
Shorea teysmanniana termasuk kelas kuat III. yang masing-masing diumpankan jamur Trametes
sp. HHBI-332.
B. Kerapatan kayu
C. Pengkaratan sekrup pada kayu
Data rata-rata kerapatan kayu tercantum pada
Tabel 3. Kerapatan kayu rata-rata berdasarkan Rata-rata kehilangan berat kayu yang disekrup,
kering udara dan kering oven mulai dari yang berat sekrup yang berikatan dengan kayu, dan
tertinggi hingga terendah yakni Aglaia argentea, berat bubuk karat di dalam lubang kayu bekas
Tetramerista glabra, Palaquium burckii, Shorea sekrup, serta interaksi antar faktor-faktornya
teysmanniana, Diospyros korthalsiana. Hal ini disajikan pada Tabel 5, 6 dan 7.
memberi indikasi bahwa kayu Aglaia argentea Hasil analisis statistik (Lampiran 2, 3, 4) terlihat
memiliki porsi padatan penyusun kayu terbesar bahwa jenis kayu, perlakuan dengan sekrup dan
(solid) dan memiliki rongga udara terkecil, yang jenis jamur mempengaruhi kehilangan berat
memungkinkan miselium jamur sulit menembus kayu dan berat sekrup, serta mempengaruhi
ke dalam kayu (Haygreen & Bowyer, 1999). Akan berat bubuk karat (p≤0,05). Pada Tabel 5,
tetapi rata-rata kerapatan berdasarkan kayu basah kehilangan berat kayu terbesar (34,93%) terjadi
(Tabel 3) dari tertinggi ke terendah yaitu T. glabra pada kayu Diospyros korthalsiana yang disekrup
(1,04), A. argentea, P. burckii, S. teysmanniana, D. dan diumpankan kepada Polyporus sp. Adanya
korthalsiana (0,73). Ini menunjukkan bahwa aktivitas jamur pada kayu yang berikatan dengan
pada kayu T. glabra basah memiliki kandungan logam dapat menyebabkan pengkaratan pada
air bebas maksimum dan air terikat yang lebih logamnya. Kehadiran dan proses metabolisme
besar dibandingkan dengan kayu A. Argentea, P. jamur pelapuk dapat berperan dalam proses
burckii, S. teysmanniana, dan D. korthalsiana. Pada pengkaratan. Hendrix (2006) menguraikan bahwa
kayu T. glabra ini kemungkinan miselium jamur logam umumnya akan berkarat jika berhubungan
lebih mudah menembus ke bagian dalam kayu dengan air, dan larutan asam, basa, garam, serta
dibandingkan dengan kayu A. argentea. minyak yang mengandung air. Ketahanan dan
Berdasarkan keseluruhan data didapatkan keamanan rangka bangunan kadang ditentukan
hubungan yang sangat nyata (**) antara kehilangan oleh adanya ikatan logam dengan kayu yang
berat kayu terhadap kerapatan kayu basah, dipasang (Li et al., 2011). Xu (2017) menyebutkan
kayu kering oven, dan kayu kering udara, yang bahwa pengkaratan pada logam yang berikatan
ditunjukkan dalam persamaan regresi berturut- dengan kayu dapat memicu degradasi kayu yang
turut yaitu Y = 35,6529-31,760 X (R2 = 0, 2890, bersangkutan.

37
38
Tabel 2. Rata-rata persentase kehilangan berat kayu dan kelas ketahanan terhadap jamur
Table 2. Average weight loss percentage and class resistance of wood against fungi
Tetramerista glabra Shorea teysmanniana Diospyros korthalsiana Palaquium burckii Aglaia argentea
Rata-rata keseluruhan
Jenis jamur (Fungi species) Gubal Teras Gubal Teras Gubal Teras Gubal Teras Gubal
Teras (Heartwood) (Overall average, %)
(Sapwood) (Heart wood) (Sap wood) (Heart wood) (Sap wood) (Heart wood) (Sap wood) Heart wood) (Sap wood)
Chaetomium globosum 2,86qrstuvwxyz 5,15mnopqrstuvwxyz 3,34qrstuvwxyz 12,76efghijkl 13,13efghijk 13,280efghijk 1,25yz 3,09qrstuvwxyz 3,09qrstuvwxyz 3,35qrstuvwxyz 6,05bcd
(II) (III) (II) (IV) (IV) (IV) (II) (II) (II) (II)
Lentinus lepideus 1,67vwxyz 4,61nopqrstuvwxyz 0,67z 4,22opqrstuvwxyz 10,63ghijklmnop 9,10ijklmnopqrs 1,68vwxyz 4,95nopqrstuvwxyz 4,95nopqrstuvwxyz 1,94tuvwxyz 4,13e
(II) (II) (II) (II) (IV) (III) (II) (II) (II) (II)
Phlebia brevispora 2,33stuvwxyz 4,57nopqrstuvwxyz 1,97tuvwxyz 6,65ijklmnopqrstuvwxyz 16,34defgh 13,72efghij 2,06stuvwxyz 6,75ijklmnopqrstuvwxyz 6,75ijklmnopqrstuvwxyz 1,81tuvwxyz 5,71bcde
(II) (II) (II) (III) (II) (IV) (II) (III) (III) (II)
Polyporus arcularius 2,62stuvwxyz 6,30klmnopqrstuvwxyz 0,88yz 2,79qrstuvwxyz 17,03cdefg 17,96cdef 1,43xyz 2,37stuvwxyz 2,37stuvwxyz 3,11qrstuvwxyz 5,66bcde
(II) (III) (II) (II) (IV) (IV) (II) (II) (II) (II)
Polyporus sp. 13,86efghi 8,45ijklmnopqrstuvwxyz 1,85tuvwxyz 3,76pqrstuvwxyz 19,8bcde 7,83ijklmnopqrstuvwxy 2,85qrstuvwxyz 8,85ijklmnopqrst 8,85ijklmnopqrst 1,09yz 7,28b
(IV) (III) (II) (II) (IV) (III) (II) (III) (III) (II)
Pycnoporus sanguineus 4,82opqrstuvwxyz 8,61ijklmnopqrstuvw 1,864tuvwxyz 17,43cdefg 27,37a 26,67ab 1,46xyz 2,69qrstuvwxyz 2,69qrstuvwxyz 1,79uvwxyz 9,42a
(II) (III) (II) (IV) (IV) (IV) (II) (II) (II) (II)
Schizophyllum commune 1,53wxyz 7,19ijklmnopqrstuvwxyz 2,66qrstuvwxyz 7,86 ijklmnopqrstuvwxy 11,44fghijklmn 9,68hijklmnopqr 1,59vwxyz 3,57pqrstuvwxyz 3,57pqrstuvwxyz 2,16 ijklmnopqrstuvwxyz 4,91de
(II) (III) (II) (III) (IV) (III) (II) (II) (II) (II)
Trametes sp. HHBI-332 3,85opqrstuvwxyz 2,54stuvwxyz 7,74ijklmnopqrstuvwxyz 4,00opqrstuvwxyz 3,73stuvwxyz 4,35nopqrstuvwxyz 5,94lmopqrstuvwxyz 6,01lmnopqrstuvwxyz 6,01lmnopqrstuvwxyz 2,08stuvwxyz 5,25cde
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 33-46

(II) (II) (III) (II) (II) (II) (III) (III) (III) (II)
Trametes sp. HHBI-379 0,96yz 8,91ijklmnopqrst 1,01yz 5,95ijklmnopqrstuvwxyz 23,84abc 21,45abcd 1,09yz 2,29stuvwxyz 2,29stuvwxyz 1,28yz 6,79bc
(II) (III) (II) (II) (IV) (IV) (II) (II) (II) (II)
Tyromyces palustris 17,9cdef 12,21fghijklm 2,92stuvwxyz 3,97opqrstuvwxyz 23,97abc 10,92fghijklmno 5,31mnopqrstuvwxy 9,78hijklmnopqr 9,78hijklmnopqr 1,63vwxyz 9,73a
(IV) (IV) (II) (II) (IV) (IV) (III) (III) (III) (II)
Rata-rata (Average, %) 5,24 6,85 2,49 6,94 16,73 13,50 2,46 5,04 3,65 2,02
Rata-rata keseluruhan 6,05b 4,71c 15,11a 3,75cd 2,84d
(Overall average, %) (III) (II) (IV) (II) (II)

Keterangan (Remarks): Angka-angka dalam kolom dan baris, dan rata-rata keseluruhan pada masing-masing kolom dan baris yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata pada
uji Tukey p≤0,05 (The numbers within columns and rows, and overall average in each column and row followed by the same letter are not-significantly different, Tukey test p≤0.05).
Angka romawi dalam kurung menunjukkan kelas ketahanan (Romawi numbers in parenthesis show class resistance).

Tabel 3. Rata-rata kerapatan berdasarkan kayu basah, kayu kering oven dan kayu kering
udara
Table 3. Average density based on green, air dry and oven dry condition
Kerapatan (Density, g/cm3)
Jenis kayu
(Wood species) Kayu basah Kayu kering udara Kayu kering oven
(Green wood) (Air dry wood) (Oven dry wood)
Tetramerista glabra 1,04 ± 0,06 0,73 ± 0,05 0,64 ± 0,06
Shorea teysmanniana 0,86 ± 0,09 0,56 ± 0,07 0,53 ± 0,08
Diospyros korthalsiana 0,73 ± 0,07 0,45 ± 0,03 0,40 ± 0,03
Palaquium burckii 0,95 ± 0,09 0,64 ± 0,05 0,60 ± 0,05
Aglaia argentea 1,01 ± 0,13 0,87 ± 0,15 0,82 ± 0,14
Hubungan Ketahanan Kayu terhadap Jamur dengan Kerapatan dan Pengkaratan Logam
(Sihati Suprapti, Abdurahman, & Djarwanto)

Tabel 4. Hubungan antara kehilangan berat kayu (Y) dengan kerapatan kayu (X)
dinyatakan sebagai persamaan regresi
Table 4. The relation between the weight loss of wood (Y) and wood density (X) expressed in
regression equation
Jenis jamur Persamaan regresi (Regression equation, Koefisien determinasi Koefisien korelasi
(Fungi species) Y = a + b X) (Determination coefficient, R2) (Correlation coefficient, R)
Kerapatan kayu basah (Green wood density)
Chaetomium globosum Y= 36,9392-33,660 X 0,5139 -0,7169**
Lentinus lepideus Y= 23,6053-21,2154 X 0,5028 -0,7091**
Phlebia brevispora Y= 40,5488-37,9558 X 0,5028 -0,7091**
Polyporus arcularius Y= 42,8622-40,5340 X 0,4994 -0,7067**
Polyporus sp. Y=21,7326-15,7462 X 0,0757 -0,2751tn
Pycnoporus sanguineus Y= 76,3056-72,8725 X 0,6591 -0,8118**
Schizophyllum commune Y =26,9525-24,0203 X 0,4840 -0,6957**
Trametes sp. HHBI-332 Y= 3,0450+2,3994 X 0,0063 +0,0794tn
Trametes sp. HHBI-379 Y =60,6077-58,6332 X 0,5967 -0,7725**
Tyromyces palustris Y= 23,8295-15,3618 X 0,0541 -0,2326tn
Kerapatan kayu kering oven (Oven dry wood density)
Chaetomium globosum Y= 20,8712-24,8780 X 0,4250 -0,6519**
Lentinus lepideus Y= 13,8741-16,3451 X 0,4075 -0,6384**
Phlebia brevispora Y= 23,2898-29,4956 X 0,5545 -0,7446**
Polyporus arcularius Y= 23,3043-29,6088 X 0,4061 -0,6373**
Polyporus sp. Y= 18,6726-19,1164 X 0,1689 -0,4110**
Pycnoporus sanguineus Y= 42,8828-56,1482 X 0,5923 -0,7696**
Schizophyllum commune Y= 16,5791-19,5874 X 0,4872 -0,6980**
Trametes sp. HHBI-332 Y= 1,9326+5,5620 X 0,0513 +0,2264tn
Trametes sp. HHBI-379 Y =33,3131-44,5013 X 0,5203 -0,7213**
Tyromyces palustris Y= 21,5164-19,7776 X 0,1358 -0,3685**
Kerapatan kayu kering udara (Air dry wood density)
Chaetomium globosum Y= 21,8433-24,2978 X 0,4137 -0,6432**
Lentinus lepideus Y= 14,2135-15,5036 X 0,3742 -0,6117**
Phlebia brevispora Y= 24,2276-28,4774 X 0,5275 -0,7263**
Polyporus arcularius Y= 23,4862-27,4185 X 0,3554 -0,5962 **
Polyporus sp. Y= 17,5627-15,8146 X 0,11180 -0,3435*
Pycnoporus sanguineus Y= 44,2322-53,5395 X 0,5496 -0,7414**
Schizophyllum commune Y= 17,0136-18,6216 X 0,4494 -0,6704**
Trametes sp. HHBI-332 Y= 2,4111+4,3620 X 0,0322 +0,1794tn
Trametes sp. HHBI-379 Y =33,9490-41,7668 X 0,4678 -0,6840tn
Tyromyces palustris Y= 19,7970-15,4831 X 0,0849 -0,2914*
Keterangan (Remarks): * = Berbeda nyata (Signficantly different), ** = berbeda sangat nyata (Highly signficantly different), tn
= tidak berbeda nyata (No signficant difference), + = kecenderungan meningkat (Increasing trend); - =
kecenderungan menurun (Decreasing trend)

Pada Tabel 5 tercantum rata-rata kehilangan kayu tanpa sekrup. Hal ini memberikan indikasi
berat kayu yang berikatan dengan sekrup tertinggi bahwa sekrup logam yang dipasang pada kayu
dijumpai pada Diospyros korthalsiana. Berdasarkan dapat mempengaruhi tingkat pelapukannya.
uji beda Tukey (p≤0,05), rata-rata keseluruhan Sesuai pernyataan Noetzli et al. (2007), sekrup
kehilangan berat kayu yang disekrup lebih tinggi yang dipasang pada kayu spruce (Picea abies)
(8,35%) dibandingkan dengan kehilangan berat dapat meningkatkan aktivitas jamur dalam
kayu yang tidak disekrup (5,01%). Laporan mendegradasi kayu. Berdasarkan klasifikasi
Suprapti dan Djarwanto (2015) menyebutkan ketahanan kayu teras (Tabel 5 maka kayu Shorea
bahwa kehilangan berat kayu yang berikatan teysmanniana, Palaquium burckii dan Aglaia argentea
dengan sekrup lebih tinggi dibandingkan dengan termasuk ke dalam kelompok kayu-tahan (kelas

39
40
Tabel 5. Kehilangan berat kayu teras yang disekrup dan kelas ketahanannya
Table 5. Weight loss of heartwoods embedded with screws and their resistance class
Tetramerista glabra Shorea teysmanniana Diospyros korthalsiana Palaquium burckii Aglaia argentea Rata-rata
Jenis jamur keseluruhan
Disekrup Disekrup Tidak Disekrup Tidak Disekrup Tidak Disekrup
(Fungi species) Tidak (No) Tidak (No) (Overall
(Screw) (Screw) (No) (Screw) (No) (Screw) (No) (Screw)
average, %)
Chaetomium globosum 1,38ijkl 1,98r 1,11 jkl 1,30 ijkl
11,21 def 8,79efgh 1,25 ijkl 1,03 jkl 1,87hijkl 1,25 ijkl 3,12d
(II) (II) (II) (II) (IV) (III) (II) (II) (II) (II)
Polyporus sp. 16,63cd 11,98 def 2,86 hijkl 1,38 ijkl34,93a 8,51efghi 6,01efghijkl 2,05opqr 10,23 defg 2,43 hijkl 9,70b
(IV) (IV) (II) (II) (V) (III) (III) (II) (IV) (II)
Pycnoporus sanguineus 2,29 hijkl 2,94 fghijkl 0,50l 0,84 jkl23,79bc 24,39b 0,68 kl 0,79 kl 0,88 jkl 0,86jkl 5,79c
(II) (II) (II) (II) (IV) (IV) (II) (II) (II) (II)
fghijkl efghijkl kl kl jkl
Schizophyllum commune 0,51 kl 0,64 kl 0,88 jkl 1,66 hijkl
5,75 7,73 0,64 0,57 1,04 0,50l 1,99d
(II) (II) (II) (II) (III) (III) (II) (II) (II) (II)
Tyromyces palustris 27,39b 12,99def 7,80 efghijk 3,88lmnopqr
27,40b 13,21de 7,05 efghijkl 3,25 fghijkl 16.94cd 8,11 efghij 12,80a
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 33-46

(IV) (IV) (III) (II) (IV) (IV) (III) (II) (IV) (III)
Rata-rata (Average, %) 9,64 6,11 2,24 1,81 20,62 12,53 3,13 1,54 6,19 2,63
Rata-rata keseluruhan 7,87b 2,27d 16,57a 2,33d 4,41c
(Overall average, %) (III) (II) (IV) (II) ( II)
Keterangan (Remarks): Angka-angka dalam kolom dan baris, dan rata-rata keseluruhan pada masing-masing kolom dan baris yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata pada
uji Tukey p≤0,05 (The numbers within columns and rows, and overall average in each column and row followed by the same letter, means non-significantly different, Tukey test
p≤0.05). Angka romawi dalam kurung menunjukkan kelas ketahanan (Romawi numbers in parenthesis show class resistance)
Hubungan Ketahanan Kayu terhadap Jamur dengan Kerapatan dan Pengkaratan Logam
(Sihati Suprapti, Abdurahman, & Djarwanto)

Tabel 6. Rata-rata kehilangan berat sekrup yang berikatan dengan kayu


Table 6. Average weight loss of the screws inserted into wood
Kehilangan berat sekrup (Weight loss of screw, %) Rata-rata
Jenis jamur keseluruhan
Tetramerista Shorea Diospyros Palaquium
(Fungi species) Aglaia argentea (Overall
glabra teysmanniana korthalsiana burckii
average, %)
Chaetomium globosum 4,58abcdefgh 5,68abcde 1,95h 5,08abcdefg 2,51gh 3,96abc
Polyporus sp. 3,24 defgh
4,04 bcdefgh
2,22 h
4,07 bcdefgh
3,58bcdefgh 3,43c
Pycnoporus sanguineus 5,92 abcd
7,26 a
2,62 fgh
4,39 bcdefgh
3,48cdefgh 4,73a
Schizophyllum commune 5,37abcdef 6,38ab 2,08h 5,04abcdefg 4,21 bcdefgh 4,62ab
Tyromyces palustris 2,90 efgh
6,27 abc
2,32 gh
4,72 abcdefgh
2,75fgh 3,79bc
Rata-rata keseluruhan 4,40 b
5,93 a
2,24 d
4,66 b
3,31c
(Overall average, %)
Keterangan (Remarks): Angka-angka dalam kolom dan baris, dan rata-rata keseluruhan pada masing-masing kolom dan
baris yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Tukey p≤0,05 (The numbers within
columns and rows, and overall average in each column and row followed by the same letter, means non-significantly
different, Tukey test p≤0.05).

II), Tetramerista glabra termasuk agak-tahan (kelas pelapuk. Jamur tersebut merupakan makhluk
III) dan Diospyros korthalsiana termasuk ke dalam hidup yang membutuhkan nutrisi untuk bertahan
kelas kayu tidak-tahan (kelas IV). hidup. Nutrisi tersebut didapat dari material
Pada Tabel 6 terlihat bahwa kehilangan tempat tumbuhnya dengan cara mengeluarkan
berat sekrup yang berikatan dengan kayu yang cairan korosif yang dapat mendegradasi barbagai
tertinggi terjadi pada kayu Shorea teysmanniana material, termasuk yang bukan makanan jamur.
yang diumpankan kepada jamur Pycnoporus Cole dan Schofield (2000) menyebutkan bahwa
sanguineus. Krilov (1987) menyebutkan bahwa secara alami, kayu adalah substansi korosif dan
logam yang dipasang pada delapan jenis kayu dapat dibuat lebih korosif dengan memberi
dalam satu genus (Eucalyptus sideroxylon, E. perlakuan khusus. Menurut Noetzli Frey, Graf,
maculata, E. muellerana, E. piperita, E. obliqua,E. dan Holdenrieder (2007), terdapatnya kandungan
sieberi, E. fastigata, E. macrorhynca) menunjukkan besi dalam kayu dapat meningkatkan aktivitas
hasil yang berlainan dimana dapat terjadi variasi jamur dalam mendegradasinya.
kehilangan berat pada setiap jenis kayu. Williams Data bubuk karat yang tertinggal di dalam
dan Knaebe (2002) menyebutkan bahwa kayu lubang kayu bekas sekrup dipasang dan interaksi
yang mengandung zat ekstraktif besar mudah antara kayu dan jamur disajikan pada Tabel
menimbulkan karat pada besi. Kehilangan berat 7. Bubuk karat terbanyak terjadi pada kayu
tersebut terjadi karena reaksi antara zat ekstraktif Tetramerista glabra yang diletakkan pada biakan
dengan besi mengakibatkan kayu yang berasosiasi jamur Tyromyces palustris. Sedangkan bubuk karat
dengan sekrup logam terhidrolisis. yang terendah didapatkan pada kayu Diospyros
Foliente, Leicester, Ang, Mackenzie, dan Cole korthalsiana yang diletakkan pada biakan Polyporus
(2018) menyatakan bahwa pengkaratan pada sp.
awalnya merusak logam yang berikatan dengan Didapatkan delapan jenis jamur yang memiliki
kayu, kemudian secara berangsur merusak kemampuan sedang dalam melapukkan lima
dan mempengaruhi ketahanan kayu. Menurut jenis kayu, dan dua jenis jamur yakni jamur
Kip dan van-Veen (2015), proses pengkaratan Schizophyllum commune dan Lentinus lepideus
sekrup yang berikatan dengan komponen termasuk berkemampuan rendah (Tabel 2). Pada
kayu merupakan dampak reaksi kimia, fisika kayu yang berikatan dengan sekrup, kemampuan
dan mikrobiologis yang dapat menyebabkan melapukkan kayu yang tinggi terjadi pada jamur
pelapukan kayu. Proses biokorosi adalah akibat Tyromyces palustris (12,80%), dan dua jenis jamur
dari reaksi elektro kimia yang dipengaruhi atau (Polyporus sp., Pycnoporus sanguineus) berkemampuan
diakibatkan mikroorganisme, seperti jamur sedang, serta dua jenis jamur yaitu Schizophyllum

41
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 33-46

Tabel 7. Rata-rata berat bubuk karat di dalam lubang kayu bekas sekrup
Table 7. The average weight of rustic enamel in wood holes after pulling out the screws previously
embedded into woods
Berat bubuk karat (Weight of rustic enamel, mg) Rata-rata
Jenis jamur keseluruhan
Tetramerista Shorea Diospyros Palaquium
(Fungi species) Aglaia argentea (Overall average,
glabra teysmanniana korthalsiana burckii
mg)
Chaetomium globosum 0,40 ab 0,36 abcd 0,06gh 0,30 abcd 0,25bcdef 0,27a
Polyporus sp. 0,30 abcd
0,19 defgh
0,05 h
0,27 abcdef 0,11 efgh 0,18b
Pycnoporus sanguineus 0,37 abcd
0,34 abcd
0,06 gh
0,36 abcd 0,22 bcdefgh
0,27a
Schizophyllum commune 0,39abc 0,36abcd 0,05h 0,31 abcd 0,21cdefgh 0,26a
Tyromyces palustris 0,43 a
0,24bcdef
0,09 fgh
0,28 abcde 0,32 abcd
0,27a
Rata-rata keseluruhan 0,38 a
0,30 b
0,06 d
0,31b 0,22 c

(Overall average, mg)


Keterangan (Remarks): Angka-angka dalam kolom dan baris, dan rata-rata keseluruhan pada masing-masing kolom dan
baris yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Tukey p≤0,05 (The numbers within
columns and rows, and overall average in each column and row followed by the same letter, means non-significantly
different, Tukey test p≤0.05).

commune (4,91%), Chaetomium globosum (4,13%) dibandingkan dengan kayu yang tidak disekrup.
memiliki kemampuan rendah Tabel 5). Selain itu Kehilangan berat tertinggi dijumpai pada kayu
pada Tabel 6, kemampuan jamur dalam proses Palaquium burckii yang disekrup dan diumpankan
pengkaratan hingga merusak sekrup yang tinggi kepada Polyporus sp.
dijumpai pada Pycnoporus sanguineus (4,73%). Bubuk Kehilangan berat sekrup yang berikatan
karat yang diakibatkan pengkaratan oleh aktivitas dengan kayu yang tinggi terjadi pada Shorea
empat jenis jamur hampir sama, dan bubuk karat teysmanniana yang diumpankan jamur Pycnoporus
terendah oleh aktivitas jamur Polyporus sp. yakni sanguineus. Bubuk karat terbanyak didapatkan dari
0,18% (Tabel 7). kayu Tetramerista glabra yang diumpankan kepada
jamur Tyromyces palustris. Banyaknya bubuk karat
IV. KESIMPULAN akibat aktivitas jamur Chaetomium globosum, P.
sanguineus, S. commune dan T. palustris, hampir sama.
Hasil klasifikasi ketahanan lima jenis kayu Lentinus lepideus dan Schizophyllum commune memiliki
dari bagian teras dan gubal terhadap jamur kemampuan rendah dan delapan jenis jamur lain
pelapuk, yaitu Diospyros korthalsiana termasuk ke berkemampuan sedang dalam melapukkan kayu.
dalam kelompok kayu kelas IV (tidak-tahan), Jamur jenis P. sanguineus menyebabkan kerusakan
Tetramerista glabra dikelompokkan ke dalam kayu sekrup tertinggi.
kelas III (agak-tahan) dan tiga jenis kayu (Shorea
teysmanniana, Palaquium burckii, dan Aglaia argentea) KONTRIBUSI PENULIS
termasuk kayu kelas II (tahan). Kerusakan kayu
teras lebih rendah dibandingkan dengan kerusakan Ide, desain dan rancangan percobaan dilakukan
kayu gubal, namun kedua bagian tersebut masuk oleh SS, DJ. Pengambilan data dilakukan oleh SS,
dalam kelas yang sama (kelas III). AR, DJ. Analisis data dilakukan oleh SS, DJ dan
Kerapatan berpengaruh terhadap tingkat penulisan manuskrip dilakukan oleh SS, AR, DJ.
ketahanan kayu terhadap jamur. Semakin tinggi Perbaikan dan finalisasi manuskrip dilakukan
kerapatan kayu semakin tinggi ketahanannya. oleh SS, DJ.
Kerusakan kayu yang dipasang sekrup lebih tinggi

42
Hubungan Ketahanan Kayu terhadap Jamur dengan Kerapatan dan Pengkaratan Logam
(Sihati Suprapti, Abdurahman, & Djarwanto)

DAFTAR PUSTAKA Hendrix, P.E. (2006). Corrosion on metals in


contact with preservative treated wood
Andianto, Hutapea, F.J., Hadjib, N., Abdurachman, an update. Diakses dari http:// www.
Muslich, M., Djarwanto, ... & Indrawan, archchemicals.com/Fed/wolw/Docs/
D.A.. (2014). Sifat dasar dan kegunaan corrosion-of-metals-606, pada 28 April
kayu Papua. Laporan Hasil Penelitian Tahun 2013.
2013. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hutapea, F.J., & Ruwawak, M. (2014).
Hasil Hutan, Bogor. Pemanfaatan kayu Papua kurang dikenal
melalui pendekatan sifat dasar kayu. Dalam
Bouslimi, B., Koubaa, A., & Bergeron, Y. P.M. Utomo & H.S. Innah (Eds.), Prosiding
(2013). Variation of brown rot decay in Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan
eastern white cedar (Thuja occidentalis L.). BPK Manokwari Tahun 2013, Peran Penelitian
BioResources, 8(3), 4735–4755. Integratif dalam Pembangunan Kehutanan di
Cole, H.G., & Schofield, M.J. (2000). The Tanah Papua. Diakses dari http://www.
corrosion of metals by wood. Dalam balithutmanokwari.com., pada 6 Februari
L.L. Shreir, R.A. Jarman & G.T. Burstein, 2017.
Corrosion. Great Britain: Butterworth- Kahl T., Arnstadt T., Baber K., Bassler C.,
Heinemann, Linacre House, Yordan Hill, Bauhus J., Borken W., ... Gossner M.M.
Oxford OX2 8DP. (2017). Wood decay rates of 13 temperate
Djarwanto. (2018). Jamur pelapuk kayu dan tree species in relation to wood properties,
pelestarian sumber daya hutan. Orasi enzyme activities and organismic diversities.
Pengukuhan Profesor Riset. Badan Penelitian, Forest Ecology and Management 391, 86-95.
Pengembangan dan Inovasi, Jakarta. Kip, N., & Van-Veen, J.A.. (2015). Mini review,
Djarwanto, Krisdianto, Supriadi A., Abdurachman, the dual role of microbes in corrosion. The
Jasni, Suprapti S., … & Ismanto A. (2016). ISME Journal 9, 542-551.
Sifat dasar dan kegunaan kayu. Laporan Krilov, A. (1987). Corrosive properties of some
Hasil Penelitian Tahun 2016. Pusat Penelitian Eucalypts. Wood Science and Technology 21,
dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor. 211-217.
Djawanto, Suprapti, S. & Hutapea, F.J. (2018). Li Z.W., Marston, N.J., & Jones M.S. (2011).
Kemampuan sepuluh strain jamur Corrosion of fasteners in treated timber.
melapukkan empat jenis kayu asal Branz study report 241. Branz Ltd, Judgeford,
Manokwari. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, New Zealand.
36(2), 129–138.
Martawijaya, A., & Barly. (2010). Pedoman
Foliente, G.C., Leicester, R.H., Ang, C.H., pengawetan kayu untuk mengatasi jamur dan
Mackenzie, C., & Cole, I. (2018). Durability rayap pada bangunan rumah dan gedung. Bogor:
design of wood construction. Diakses IPB Press.
dari https://www.reseachgate.net/
publication/ 283234837, pada 7 Januari Mori S., Itoh A., Nanami S., Tan S., Chong L.,
2019. & Yamakura T. (2013). Effect of wood
density and water permeability on wood
Freas, A.D. (1982). Evaluation maintenance and decomposition rates of 32 Bornean
upgrading of wood structure. A guide and rainforest trees. Journal of Plant Ecology 7(4),
commentary. New York: The American 356-363.
Society of Civil Engineers. 104 hal.
Muslich, M., Hadjib, N., & Rulliaty, S. (2011).
Haygreen, J.G. & Bowyer, J.C. (1999). Forest Manfaat pohon ki kendal (Ehretia
products and wood science: An introduction. Iowa acuminatissima R.Br.). Buletin Penelitian Hasil
State University. Ames, Iowa, USA. Hutan, 17(1), 1–7.

43
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 33-46

Noetzli, K.P., Frey, A.B.B., Graf, F., & Suprapti, S., & Djarwanto. (2014). Ketahanan
Holdenrieder, T.S.O. (2007). Release lima jenis kayu asal Ciamis terhadap sebelas
of iron from bonding nails in torrent strain jamur pelapuk. Jurnal Penelitian Hasil
control check dams and its effect on wood Hutan, 32(3), 189–198.
decomposition by Fomitopsis pinicola. Wood Suprapti, S., & Djarwanto. (2015). Uji pelapukan
Research 52, 47-60. lima jenis kayu yang dipasang sekrup
Oey, D.S. (1990). Berat jenis dari jenis-jenis kayu logam. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 33(4),
Indonesia dan pengertian beratnya kayu 365–376.
untuk keperluan praktek. Pengumuman No. 3. Suprapti, S., Djarwanto, & Andianto. (2016). Daya
Lembaga Penelitian Hasil Hutan, Bogor. tahan enam jenis kayu asal Papua terhadap
SAS Institute. (1997). SAS (Statistical Analysis jamur perusak. Jurnal Penelitian Hasil Hutan,
System) guide for personal computers 34(2), 157–165.
(Edisi 6). SAS Institute Inc. Cary, N.C Takahashi, M., & Kishima, T. (1973). Decay
27512-8000. USA. resistence of sixty-five Southeast Asian
Standar Nasional Indonesia (SNI). (2014). Uji timber specimens in accelerated. Tonan
ketahanan kayu terhadap organisme perusak Ajia Kenkyu, 10(4), 525–541.
kayu (SNI 7207-2014). Badan Standardisasi Williams, R.S., & Knaebe, M. (2002). Iron stain
Nasional, Jakarta. on wood. Finish Line Forest Products
Steel, R.G.D., & Torrie, J. H. (1993). Prinsip dan Laboratory. USDA Forest Service,
prosedur statistika suatu pendekatan biometrik. Madison. Diakses dari http://www.fpl.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. fs.fed.us., pada 26 Agustus, 2008.
Sumarni, G., Muslich, M., Hadjib, N., Krisdianto, Xu X. (2017). Corrosion of embedded ferrous
Malik, D., Suprapti, S., & Siagian, R. M. metals in woods. Diakses dari http://www.
(2009). Sifat dan kegunaan kayu: 15 jenis corrosionguru.com. p.: 1-9, pada 20 Juli
kayu andalan setempat Jawa Barat. Pusat 2018.
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan,
Bogor.
Suprapti, S., & Djarwanto. (2012). Ketahanan
enam jenis kayu terhadap jamur pelapuk.
Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 30(3), 227–
234.

44
Hubungan Ketahanan Kayu terhadap Jamur dengan Kerapatan dan Pengkaratan Logam
(Sihati Suprapti, Abdurahman, & Djarwanto)

Lampiran 1. Analisis sidik ragam pengaruh jenis, bagian kayu, dan jamur terhadap
pengurangan berat contoh uji
Appendix 1. Analysis of variance the influence of wood species, part of the log, and fungus
against samples weight loss
Sumber variasi Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah
F Significant F of F
(Source of varians) (Degree of freedom) (Sum of square) (Mean square)
Perlakuan (Treatments)
Jenis kayu (Wood spesies), A 4 9855,47 2463,87 366,89 0,0001
Bagian kayu (Part of log), B 1 71,12 71,12 10,59 0,0012
Jamur (Fungus), C 9 1545,51 171,72 25,57 0,0001
Interaksi (Interaction), AB 4 981,76 245,44 36,55 0,0001
Interaksi (Interaction), AC 36 5015,62 139,32 20,75 0,0001
Interaksi (Interaction), BC 9 893,85 99,32 14,79 0,0001
Interaksi (Interaction), ABC 36 1167,69 32,44 4,83 0,0001
Galat (Error) 400 2686,22 6,72
Total 499 22217,23

Lampiran 2. Analisis sidik ragam pengaruh jenis kayu, sekrup, jamur terhadap
pengurangan berat contoh
Appendix 2. Analysis of variance the influence of wood species, screw, fungus to samples weight
loss
Sumber variasi Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah
F Significant F of F
(Source of varians) (Degree of freedom) (Sum of square) (Mean square)
Perlakuan (Treatments)
Jenis kayu (Wood species), A 4 4923,99 1231,00 126,17 0,0001
Sekrup (Screw), B 1 928,51 928,51 95,17 0,0001
Strain fungi (Fungus strains), C 4 8592,04 2148,01 220,16 0,0001
Interaksi (Interaction), AB 4 1480,63 370,16 37,94 0,0001
Interaksi (Interaction), AC 16 3332,39 208,27 21,35 0,0001
Interaksi (Interaction), BC 4 478,41 119,60 12,26 0,0001
Interaksi (Interaction), ABC 16 1094,15 68,38 7,01 0,0001
Galat (Error) 250 2439,19 9,76
Total 299 23269,31

Lampiran 3. Analisis sidik ragam pengaruh jenis kayu, jamur terhadap kehilangan berat
sekrup
Appendix 3. Analysis of variance the influence of wood species, fungi to weight loss of screw
Sumber variasi Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F Significant F
(Source of varians) (Degree of freedom) (Sum of square) (Mean square) of F
Perlakuan (Treatments)
Jenis kayu (Wood species), A 4 235,33 58,83 34,57 0,0001
Jamur (Fungi), B 4 36,93 9,23 5,42 0,0005
Interaksi (Interaction), AB 16 55,92 3,50 2,05 0,0144
Galat (Error) 125 212,73 1,70
Total 149 540,91

45
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 33-46

Lampiran 4. Analisis sidik ragam pengaruh jenis kayu, jamur terhadap bobot bubuk karat
Appendix 4. Analysis of variance the influence of wood species, fungi to weight of rustic enamel
Sumber variasi Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah
F Significant F of F
(Source of varians) (Degree of freedom) (Sum of square) (Mean square)
Perlakuan (Treatments)
Jenis kayu (Wood spesies), A 4 17365,56 4341,39 60,34 0,0001
Jamur (Fungi), B 4 1771,56 442,89 6,16 0,0001
Interaksi (Interaction), AB 16 2060,57 128,79 1,79 0,0394
Galat (Error) 125 8993,17 71,95
Total 149 30190,86

46
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 47-54
p-ISSN: 0216-4329
e-ISSN: 2442-8957
Terakreditasi Peringkat 2, No: 21/E/KPT/2018

PENGARUH KADAR PEREKAT PHENOL FORMALDEHIDA


TERHADAP KEAWETAN PAPAN PARTIKEL BAMBU ANDONG
(The Influence of Phenol Formaldehyde Content on Durability of Andong
Bamboo Particleboard)

Wa Ode Muliastuty Arsyad & Deazy Rachmi Trisatya

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan


Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor 16610, Telp. (0251) 8633378, Faks. (0251) 8633413
E-mail : waodemuliastuty@gmail.com

Diterima 22 Mei 2019, direvisi 27 Januari 2020, disetujui 3 Maret 2020

ABSTRACT

Bamboo is a very potential raw material for composite products. However, its susceptibility to moisture and organisms
attack limits its utilization. This study examines the resistance of andong bamboo (Gigantochloa pseudoarundinacea
(Steud.) Widjaja) particleboard against subterranean (Coptotermes curvignathus Holmgren) and dry-wood
(Cryptotermes cynocephalus Light) termites attack. Particleboard with dimension of 35 cm x 35 cm x 1.5
cm were manufactured from bamboo waste and it was glued with varying Phenol Formaldehyde (PF) content of 8%,
10% and 12%. Specimens were tested according to the Indonesian standard (SNI 7207-2014). Results show that
variation of PF content influence significantly into the weight loss of particleboard due to subterranean termite and
dry-wood termite attacks. The differences of PF content also significantly influenced mortality of subterranean and dry-
wood termites. Particleboard with 12% PF content had the lowest weight losses for subterranean termite (4.34%) and
dry-wood termite (0.48%). Termite mortality was escalated with the increased PF content in particleboard. Bamboo
particleboard with 12% PF content possessed highest termite mortalities of 71.5% and 76% for subterranean and
dry-wood termites, respectively.
Keywords: Bamboo, particleboard, phenol formaldehyde, termite, waste

ABSTRAK
Bambu merupakan salah satu material yang mengandung lignoselulosa yang potensial dimanfaatkan
sebagai produk majemuk, khususnya papan partikel. Pemanfaatan ini masih terbatas karena sifat
sensitif bambu terhadap kelembapan dan rendahnya ketahanan terhadap serangan organisme
perusak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan papan partikel yang dibuat dari limbah
bambu andong (Gigantochloa pseudoarundinacea (Steud.) Widjaja) dengan menggunakan perekat phenol
formaldehida (PF) terhadap serangan rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren dan rayap kayu
kering Cryptotermes cynocephalus Light. Papan partikel berukuran 35 cm x 35 cm x 1,5 cm dibuat
menggunakan perekat PF dengan variasi kadar perekat 8%, 10% dan 12% dari berat kering partikel.
Pengujian ketahanan papan partikel terhadap rayap tanah dan rayap kayu kering mengacu pada SNI
7207-2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan kadar perekat berpengaruh nyata terhadap
penurunan berat papan partikel akibat serangan rayap tanah dan rayap kayu kering. Perbedaan kadar
perekat juga berpengaruh nyata terhadap mortalitas rayap tanah dan rayap kayu kering. Papan partikel
dengan kadar perekat PF 12% memiliki penurunan berat terendah yaitu 4,34% untuk rayap tanah dan
0,48% untuk rayap kayu kering. Mortalitas rayap meningkat dengan semakin bertambahnya kadar
perekat PF dalam papan partikel. Papan partikel dengan kadar perekat 12% memiliki mortalitas rayap
tertinggi, yaitu 71,5% untuk rayap tanah dan 76% untuk rayap kayu kering.
Kata kunci: Bambu, limbah, papan partikel, phenol formaldehida, rayap

doi : 10.20886/jphh.2020.38.1.47-54 47
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 47-54

I. PENDAHULUAN terhadap serangan rayap tanah Coptotermes gestroi


dan Reticulitermes flavipes (Gascon-Garrido, Militz,
Perkembangan teknologi manufaktur dan Mai, & Thévenon, 2015; Silva, Trevisan, Silva,
perekatan mendukung perkembangan penggunaan & Floresta, 2010). Penelitian ini bertujuan untuk
produk komposit sebagai substitusi kayu solid. mengetahui ketahanan papan partikel yang
Produk komposit memiliki sifat fisis dan mekanis dibuat dari limbah bambu andong (Gigantochloa
yang seringkali lebih baik dibandingkan kayu pseudoarundinacea (Steud.) Widjaja) dengan
solid (Ferro, Almeida, Icimoto, & Lahr, 2016) menggunakan perekat PF terhadap serangan
dan lebih beragam bentuknya (Stark, Cai, & rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren dan
Carll, 2010). Papan partikel merupakan salah rayap kayu kering Cryptotermes cynocephalus Light.
satu bentuk produk komposit yang dibuat dari
partikel yang mengandung lignoselulosa. Material II. BAHAN DAN METODE
penyusun papan partikel yang berasal dari bahan
berlignoselulosa harus memenuhi persyaratan A. Bahan
ketahanan fisis, mekanis, dan biologis (de Melo,
Stangerlin, Santana, & Pedrosa, 2015). Kegunaan Bahan utama bambu yang digunakan dalam
papan partikel antara lain sebagai komponen penelitian ini adalah bambu andong (Gigantochloa
furnitur, penyekat ruangan, dinding, konstruksi pseudoarundinacea (Steud.) Widjaja) diperoleh dari
rumah dan produk-produk industri (Wang, Yang, tanaman rakyat di daerah Jawa Barat. Bahan
Lin, Lin, & Tsai, 2008). perekat yang digunakan dalam pembuatan papan
Limbah bambu merupakan bahan baku partikel adalah perekat phenol formaldehida
alternatif yang potensial untuk digunakan cair dengan solid content 46%, para formaldehida
dalam produksi papan partikel. Sebagai material dan emulsi parafin. Bahan untuk pengujian
berlignoselulosa, bambu tidak tahan terhadap ketahanan papan partikel adalah rayap tanah
serangan serangga perusak kayu (Widyorini, Coptotermes curvignathus Holmgren, rayap kayu
Yudha, Lukmandaru, & Prayitno, 2015). kering Cryptotermes cynocephalus Light, pasir dan
Ketahanan papan partikel terhadap serangan aquades.
rayap merupakan parameter penting untuk menilai B. Metode
kualitas produk karena besarnya kerusakan
yang disebabkan oleh serangga perusak ini. Di 1. Persiapan bahan
Indonesia, rayap tanah (Coptotermes curvignathus
Partikel yang digunakan dalam penelitian ini
Holmgren) dan rayap kayu kering (Cryptotermes
merupakan limbah pengolahan bambu andong
cynocephalus Light) merupakan dua jenis rayap
yang dihasilkan dari proses penyerutan bilah
yang sering menyerang bangunan kantor dan
bambu. Partikel yang digunakan adalah partikel
pemukiman. Kerugian akibat serangan rayap ini
yang lolos saringan berukuran 5 mm dan tertahan
pada tahun 2000 mencapai 2,8 trilyun rupiah
pada saringan berukuran 2 mm. Masing-masing
(Nandika, 2015).
hasil penyaringan partikel bambu andong tersebut
Beberapa faktor yang mempengaruhi
kemudian dikeringkan dalam suhu ruang dan
ketahanan papan partikel terhadap serangan
dilanjutkan dalam oven pada suhu 80°C selama
rayap antara lain jenis material penyusun papan
48 jam hingga mencapai kadar air 2−5%. Partikel
partikel, perlakuan material baku, jenis perekat
yang sudah dikeringkan dimasukkan dalam wadah
serta keberadaan dan proporsi kayu gubal
tertutup untuk mencegah peningkatan kadar air.
(Suhasman, Hadi, & Santoso, 2012). Penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa modifikasi 2. Pembuatan papan partikel dan penyiapan
serat dan penggunaan perekat dengan kinerja contoh uji
tinggi dapat menghasilkan produk komposit
berbahan lignoselulosa yang berkualitas tinggi. Papan partikel yang dibuat berukuran 35 cm
(Köse et al., 2011). Penggunaan perekat PF pada x 35 cm x 1,5 cm dengan target kerapatan 0,7 g/
papan partikel Pinus caribea dan Pinus sylvestris cm3. Papan partikel dibuat dengan menggunakan
secara signifikan dapat meningkatkan ketahanan perekat phenol formaldehida (PF) dengan

48
Pengaruh Kadar Perekat Phenol Formaldehida terhadap Keawetan Papan Partikel Bambu Andong
(Wa Ode Muliastuty Arsyad & Deazy Rachmi Trisatya)

kadar perekat padat sebesar 8%, 10%, dan 12% berdiameter 1,8 cm dengan ukuran tinggi 3 cm
dari berat kering partikel. Dalam perekat PF dengan menggunakan perekat parafin wax. Rayap
ditambahkan pengeras para formaldehida 0,5% kayu kering pekerja yang sehat dan aktif sebanyak
dari berat perekat dan emulsi parafin sebesar 50 ekor dimasukkan dalam pipa kaca tersebut
0,5% dari berat kering partikel (Maloney, 1993). dan ditutup dengan kapas. Contoh uji tersebut
Partikel bambu andong yang telah ditimbang disimpan di tempat gelap selama 12 minggu.
dan disiapkan sesuai dengan perlakuan yang Setelah 12 minggu pengujian, pada setiap contoh
diberikan dicampur secara merata kemudian uji dilakukan pengamatan meliputi mortalitas
disemprot dengan sejumlah perekat PF cair rayap dan penurunan berat akibat serangan
yang telah dicampur dengan emulsi parafin dan rayap. Pada akhir pengujian setiap contoh uji
paraformaldehida. Penyemprotan dilakukan dibersihkan dan dioven kembali hingga beratnya
secara merata ke seluruh permukaan partikel. konstan.
Partikel yang telah tercampur dengan perekat Berat akhir contoh uji dalam kondisi kering
kemudian dimasukkan ke dalam cetakan papan oven (W2) ditimbang dan ditentukan penurunan
partikel. Bahan papan partikel dikeluarkan dari beratnya. Pada akhir pengujian diperoleh data
cetakan dan dikempa pada suhu 150°C dengan persen penurunan berat, dan jumlah rayap mati.
tekanan spesifik sebesar 25 kg/cm2 dengan lama Penurunan berat dihitung dengan menggunakan
waktu pengempaan selama 10 menit. Papan persamaan (1), sedangkan jumlah rayap hidup
partikel yang dihasilkan dikondisikan dalam suhu dan rayap mati dihitung dengan menggunakan
ruang selama kurang lebih 7 hari sebelum diuji persamaan (2).
sifat-sifatnya.
W1 – W2
3. Pengujian ketahanan papan partikel WL = x 100 .................................. (1)
W1
terhadap rayap tanah dan rayap kayu kering Keterangan: WL = penurunan berat (%), W1 = berat awal
contoh uji kering oven (g), W2 = berat akhir
Metode pengujian ketahanan papan partikel contoh uji kering oven (g)
terhadap serangan rayap tanah dan rayap kayu
Rn – Rh
kering mengacu pada SNI 7207 (2014). Contoh M= x 100 .......................................(2)
Rn
uji untuk pengujian rayap tanah dibuat berukuran
2,5 cm × 2,5 cm × 1,5 cm dan untuk rayap kayu Keterangan: M = jumlah rayap mati (%), Rn = jumlah
rayap sebelum perlakuan (rayap tanah = 200;
kering berukuran 5 cm × 2,5 cm × 1,5 cm. rayap kayu kering = 50) (ekor), Rh = jumlah
Contoh uji tersebut diambil sebanyak lima buah rayap hidup setelah perlakuan (ekor)
secara acak dari 3 buah papan partikel untuk
setiap perlakuan. Contoh uji dikeringkan pada Standar penentuan ketahanan papan partikel
suhu (100±2)ºC sampai diperoleh berat konstan. terhadap serangan rayap tanah dan rayap kayu
Berat awal contoh uji dalam keadaan kering oven kering mengacu pada klasifikasi ketahanan kayu
ditimbang (W1). (SNI 7207, 2014).
Untuk pengujian rayap tanah, contoh uji
C. Analisis Data
ditempatkan pada jampot (botol jam diameter 5
cm dan tinggi ±12 cm) yang telah diisi sebanyak Data hasil pengujian ketahanan papan partikel
200 g pasir lembap yang mempunyai kadar air bambu andong terhadap rayap tanah dan rayap
7% di bawah kapasitas menahan air (water holding kayu kering dianalisis secara statistik menggunakan
capacity). Sebanyak 200 ekor rayap tanah pekerja rancangan acak lengkap dengan lima kali ulangan.
ditempatkan di dalam gelas silindris. Kemudian Faktor yang diteliti adalah kadar perekat PF yaitu
gelas silindris ditempatkan di ruang gelap selama 8%, 10%, dan 12%. Jika hasil analisis keragaman
4 minggu. Setelah 4 minggu pengujian, contoh uji menunjukkan adanya pengaruh nyata dari
dibersihkan dan dioven kembali hingga beratnya perlakuan yang diberikan terhadap kehilangan
konstan. Untuk pengujian rayap kayu kering, pada berat papan partikel dan mortalitas rayap, maka
sisi terlebar setiap contoh uji dipasang pipa kaca dilanjutkan dengan uji Duncan. Data dianalisis
secara statistik menggunakan SPSS Ver. 23.

49
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 47-54

III. HASIL DAN PEMBAHASAN sebagaimana penelitian Astari, Prasetiyo, dan


Suryanegara (2018) yang menyatakan bahwa
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kadar perekat mempengaruhi sifat mekanis papan
perbedaan kadar perekat berpengaruh nyata partikel yang terbuat dari limbah kayu, di mana
terhadap penurunan berat papan partikel akibat papan partikel yang direkat dengan 12% PF dan
serangan rayap tanah (Fhit = 4,12 > Ftab0,05 = UF memiliki sifat fisis dan mekanis yang lebih baik
3,89) dan rayap kayu kering (Fhit = 2500,95 > dibandingkan dengan papan partikel yang direkat
Ftab0,05 = 3,89). Rata-rata penurunan berat papan 8% dan 10% PF dan UF. Penelitian sebelumnya
partikel disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan SNI melaporkan bahwa pada uji lapangan, papan
7207-2014 papan partikel dengan kadar perekat partikel yang direkat dengan UF dan MF memiliki
PF 8%, 10%, dan 12% termasuk kelas ketahanan ketahanan yang lebih tinggi terhadap serangan
II (tahan) terhadap rayap tanah dan kelas rayap tanah dibandingkan dengan papan partikel
ketahanan I (sangat tahan) pada kadar perekat yang tidak menggunakan perekat (Suhasman et
10% dan 12% dan kelas II pada kadar perekat 8% al., 2012). Walther, Kartal, Hwang, Umemura,
terhadap rayap kayu kering. Data hasil penelitian dan Kawai (2007) melaporkan bahwa papan
menunjukkan kecenderungan penurunan berat serat kenaf yang diberi perekat PF mengalami
papan partikel sesuai dengan pertambahan kadar pengurangan berat setelah tiga minggu antara
perekat PF. Papan partikel dengan kadar perekat 2–4% tergantung pada konsentrasi perekat yang
PF 12% memiliki penurunan berat terendah yaitu diberikan.
4,341% untuk rayap tanah dan 0,477% untuk Pengamatan visual menunjukkan bahwa rayap
rayap kayu kering. tanah menyerang bagian tengah papan dengan
Bambu andong termasuk dalam kelas IV membuat lubang masuk ke dalam papan partikel.
(tidak tahan) terhadap rayap tanah (Jasni, Perilaku ini adalah manisfetasi dari karakteristik
Damayanti, & Pari, 2017) dan rayap kayu kering rayap yang cryptobiotic yaitu rayap cenderung
(Jasni, Damayanti, & Sulastiningsih, 2017). menyembunyikan diri dan menghindari cahaya
Ketahanan alami papan partikel dari limbah (Dungani et al., 2013). Tingkat kekerasan papan
bambu andong meningkat secara signifikan yang disebabkan oleh proses manufaktur berperan
dibandingkan dengan ketahanan alami bambu dalam kondisi ini. Proses pengempaan panas
andong. Adanya perekat PF pada papan partikel menyebabkan tingginya kerapatan pada lapisan
dapat meningkatkan kelas ketahanannya terhadap permukaan dibadingkan dengan bagian tengah
rayap tanah dan rayap kayu kering. Perekat (core) papan (Syamani, Subiyanto, & Massijaya,
sintetis yang bersifat termoseting seperti PF, 2011). Rayap kayu kering menunjukkan pola
UF (Urea-Formaldehida), dan MF (Melamine- serangan yang mirip dengan rayap tanah, namun
Formaldehida) mempengaruhi ketahanan papan serangan rayap kayu kering lebih ringan daripada
komposit terhadap rayap (Hermawan, Hadi, serangan rayap tanah. Rayap ini menyerang kayu
Fajriani, Massijaya, & Hadjib, 2012; Kusumah dengan membuat lubang kecil pada permukaan
et al., 2017). Ketahanan terhadap rayap mungkin kayu.
berhubungan dengan sifat fisik mekaniknya,

Tabel 1. Rata-rata penurunan berat papan partikel bambu andong


Table 1. The average weight loss of andong bamboo particleboard
Kehilangan berat papan partikel
Kadar perekat PF (Particleboard weight loss, %)
(PF Adhesive levels) Rayap tanah Rayap kayu kering
(Subterranean termite) (Dry wood termite)
8% 5,847a ± 1,368 2,125a ± 0,043
10% 4,839 ± 0,264
ab
1,118b ± 0,025
12% 4,341 ± 0,448
b
0,477c ± 0,041
Keterangan (Remarks): *Nilai rata-rata diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Duncan
(Means followed by the same letter(s) are not significantly different at the 5% probability level according to Duncan
test )

50
Pengaruh Kadar Perekat Phenol Formaldehida terhadap Keawetan Papan Partikel Bambu Andong
(Wa Ode Muliastuty Arsyad & Deazy Rachmi Trisatya)

76
71,5

51,5 53,5
49,2
46,8

Keterangan (Remarks): Rayap tanah (Subterranian termite), Rayap kayu kering (Dry wood termite)
*Nilai rata-rata diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Duncan
(Means followed by the same letter(s) are not significantly different at the 5% probability level according to Duncan
test)

Gambar 1. Mortalitas rayap tanah dan rayap kayu kering


Figure 1. Mortality of subterranean and dry wood termites
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa et al. (2011) yang menyatakan bahwa mortalitas
perbedaan kadar perekat berpengaruh nyata rayap diakibatkan oleh kandungan toksik pada
terhadap mortalitas rayap tanah (Fhit = 274,717 resin PF. Daya racun resin dapat mempengaruhi
> Ftab0,05 = 3,89) dan rayap kayu kering (Fhit = mortalitas rayap dan ketidakmampuan rayap
379 > Ftab0,05 = 3,89). Mortalitas rayap tanah dan untuk mencerna selulosa (Zaidon, Moy, Sajap, &
rayap kayu kering dengan hasil uji Duncan (P Paridah, 2003).
< 0,05) disajikan pada Gambar 1. Berdasarkan
Gambar 1 nilai mortalitas rayap tanah dan rayap IV. KESIMPULAN
kayu kering meningkat sesuai dengan semakin
banyaknya kadar perekat PF pada papan partikel. Papan partikel bambu andong dengan kadar
Nilai mortalitas tertinggi yaitu 71,5% untuk perekat PF 12% memiliki penurunan berat
rayap tanah dan 76% untuk rayap kayu kering terendah yaitu 4,34% akibat serangan rayap tanah
terdapat pada papan partikel dengan kadar namun tidak berbeda dengan kadar perekat 10%
perekat PF 12%, namun untuk kadar perekat dan 0,48% akibat serangan rayap kayu kering
8% dan 10% tidak berbeda, Dengan demikian, dan berbeda satu sama lain. Mortalitas rayap
dapat dikatakan bahwa resin PF 12% yang meningkat dengan semakin bertambahnya kadar
digunakan dalam penelitian ini adalah zat kimia perekat PF dalam papan partikel. Nilai mortalitas
yang dapat membunuh rayap ketika zat kimia tertinggi yaitu 71,5% untuk rayap tanah dan 76%
yang terkandung dalam papan partikel ini masuk untuk rayap kayu kering.
ke dalam sistem pencernaan rayap.
Perekat PF dapat memberikan efek toksik UCAPAN TERIMA KASIH
apabila terhirup (Sucipto, Iswanto, Azhar, & Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. I.M.
Lubis, 2010). Tingkat mortalitas rayap yang tinggi Sulastiningsih, M.Sc yang telah membimbing
pada papan partikel disebabkan kandungan toksik kegiatan penelitian dan memberikan konsultasi
pada PF yang bereaksi secara lambat (Nabil et ilmiah dan teknis kepada penulis.
al., 2016). Hal ini sesuai dengan penelitian Loh

51
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 47-54

KONTRIBUSI PENULIS Jasni, Damayanti, R., & Pari, R. (2017).


Ketahanan alami jenis-jenis bambu yang
Ide, desain dan rancangan percobaan dilakukan tumbuh di Indonesia terhadap rayap tanah
oleh WOMA, DRT. Pengambilan data dilakukan (Coptotermes curvignathus Holmgren). Jurnal
oleh WOMA, DRT. Analisis data dilakukan oleh Penelitian Hasil Hutan, 35(4), 289–301. doi:
WOMA dan penulisan manuskrip dilakukan 10.20886/jphh. 2017.35.3.289-301.
oleh WOMA, DRT. Perbaikan dan finalisasi
manuskrip dilakukan oleh WOMA, DRT. Jasni, Damayanti, R., & Sulastiningsih. (2017).
Pengklasifikasian ketahanan 20 jenis bambu
DAFTAR PUSTAKA terhadap rayap kayu kering. Jurnal Penelitian
Astari, L., Prasetiyo, K., & Suryanegara, L. Hasil Hutan, 35(3), 171-183.
(2018). Properties of particleboard made Köse, C., Terzi, E., Büyüksarı, Ü., Avcı, E.,
from wood waste with various size. Ayrılmış, N., Kartal, N., & Imamura, Y.
IOP Conf. Series: Earth and Environmental (2011). Particleboard and MDF panels
Science, 166, 1–7. doi: 10.1088/1755- made from a mixture of wood and
1315/166/1/012004. pinecones: Resistance to decay fungi and
Melo, R. R., Stangerlin, D. M., Santana, R. R. C., termites under laboratory conditions.
& Pedrosa, T. D. (2015). Decay and termite BioResources, 6(2), 2045–2054.
resistance of particleboard manufactured Kusumah, S. S., Arinana, A., Hadi, Y. S.,
from wood, bamboo and rice husk. Guswenrivo, I., Yoshimura, T., Umemura,
Maderas. Ciencia y Tecnología, 17(1), 55–62. K., … Kanayama, K. (2017). Utilization
doi: 10.4067/S0718-221X2015005000006. of sweet sorghum bagasse and citric acid
Dungani, R., Islam, M. N., Abdul Khalil, H. in the manufacturing of particleboard.
P. S., Hartati, S., Abdullah, C. K., Dewi, III: Influence of adding sucrose on the
M., & Hadiyane, A. (2013). Termite properties of particleboard. BioResources,
resistance study of Oil Palm Trunk 12(4), 7498–7514. doi: 10.15376/biores.
Lumber (OPTL) impregnated with oil 12.4. 7498-7514.
palm shell meal and phenol-formaldehyde Loh, Y. F., Paridah, T. M., Hoong, Y. B., Bakar,
resin. BioResources, 8(4), 4937–4950. doi: E. S., Anis, M., & Hamdan, H. (2011).
10.15376/biores.8.4.4937-4950. Resistance of phenolic-treated oil palm
Ferro, F., Almeida, T., Icimoto, F. H., & Lahr, R. stem plywood against subterranean
(2016). Performance of OSB with different termites and white rot decay. International
preservative treatments to dry wood Biodeterioration and Biodegradation, 65(1), 14–
termites attack. Proceedings of the WCTE 17. doi: 10.1016/j.ibiod.2010.05.011.
2016 World Conference on Timber Engineering, Maloney, T. M. (1993). Modern particleboard and dry-
Vienna/Austria, August 22-25, 2016. process fiberboard manufacturing. San Fransisco:
Gascon-Garrido, P., Militz, H., Mai, C., & Miller Freeman Pub.
Thévenon, M.-F. (2015). Enhanced termite Nabil, F. L., Zaidon, A., Anwar, U. M. K., Bakar,
resistance of scots pine (Pinus sylyvestris E. S., Lee, S. H., & Paridah, M. T. (2016).
L.) solid wood by phenol-formaldehyde Impregnation of sesenduk (Endospermum
treatment. Wood Research, 60(6), 873–880. diadenum) wood with phenol formaldehyde
Hermawan, D., Hadi, Y. S., Fajriani, E., Massijaya, and nanoclay admixture: Effect on fungal
M. Y., & Hadjib, N. (2012). Resistance of decay and termites attack. Sains Malaysiana,
particleboards made from fast-growing 45(2), 255–262.
wood species to subterranean termite Nandika, D. (2015). Satu abad perang melawan
attack. Insects, 3(2), 532–537. doi: 10.3390/ rayap. dalam Munas ASSPHAMI III,
insects3020532. Jakarta 15 April 2015.

52
Pengaruh Kadar Perekat Phenol Formaldehida terhadap Keawetan Papan Partikel Bambu Andong
(Wa Ode Muliastuty Arsyad & Deazy Rachmi Trisatya)

Silva, F. da, Trevisan, H., Silva, K., & Floresta, Syamani, F. A., Subiyanto, B., & Massijaya, M.
R. (2010). Influence of different adhesive Y. (2011). Termite resistant properties of
utilized for manufacture of particleboards, sisal fiberboards. Insects, 2(4), 462–468. doi:
under activity by Coptotermes gestroi (Isoptera: 10.3390/insects2040462.
Rhinotermitidae). Floresta, 40(2), 379–384. Walther, T., Kartal, S. N., Hwang, W. J.,
Standar Nasional Indonesia (SNI). (2014). Uji Umemura, K., & Kawai, S. (2007). Strength,
ketahanan kayu dan produk kayu terhadap decay and termite resistance of oriented
organisme perusak kayu (SNI 7207-2014). kenaf fiberboards. Journal of Wood Science,
Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. 53(6), 481–486. doi: 10.1007/s10086-007-
Stark, N. M., Cai, Z., & Carll, C. (2010). Wood- 0902-z.
based composite materials: Panel products, Wang, S., Yang, T., Lin, L., Lin, C., & Tsai,
glued-laminated timber, structural M. (2008). Fire-retardant-treated low-
composite lumber, and wood-nonwood formaldehyde-emission particleboard
composite materials. Wood Handbook : made from recycled wood-waste. Bioresource
Wood as an Engineering Material: Chapter Technology, 99(6), 2072-2077. doi: 10.1016/j.
11. Centennial Ed. General Technical Report biortech.2007.03.047.
FPL ; GTR-190. Madison, WI : U.S. Dept. Widyorini, R., Yudha, A. P., Lukmandaru,
of Agriculture, Forest Service, Forest Products G., & Prayitno, T. A. (2015). Sifat fisika
Laboratory, 2010, 11.1-11.28. Diakses dari mekanika dan ketahanan papan partikel
https://www.fs.usda.gov/treesearch/ bambu dengan perekat asam sitrat terhadap
pubs/37421 pada 13 September 2018. serangan rayap kayu kering. Jurnal Ilmu
Sucipto, T., Iswanto, A., Azhar, I., & Lubis, A. Kehutanan, 9(1), 12–22.
(2010). Effect of phenol formaldehyde Zaidon, A., Moy, C. S., Sajap, A. S., & Paridah, M.
content on termite attack resistance of T. (2003). Resistance of CCA and boron-
particleboard made from oil palm and treated rubberwood composites against
mangium wood. In Proceeding of The Termite termites, Coptotermes curvignathus Holmgren.
Research Group-7. Singapura. Journal Science and Technology, 11(1), 65–72.
Suhasman, S., Hadi, Y. S., & Santoso, A. (2012).
Binderless particleboard resistance to
termite attack. Forest Products Journal, 62(5),
412–415. doi: 10.13073/0015-7473-
62.5.412.

53
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 55-68
p-ISSN: 0216-4329
e-ISSN: 2442-8957
Terakreditasi Peringkat 2, No: 21/E/KPT/2018

SIFAT KIMIA DAN KUALITAS ARANG LIMA JENIS KAYU ASAL


KALIMANTAN BARAT
(Chemical Properties and Charcoal Quality of Five Wood Species from West
Kalimantan)

Lisna Efiyanti, Suci Aprianty Wati, Dadang Setiawan, Saepulloh, & Gustan Pari

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan


Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor 16610.
Telp. (0251) 8633378, Faks. (0251) 8633413
E-mail : lisnaefiyanti@yahoo.com

Diterima 30 September 2019, direvisi 18 Desember 2019, disetujui 5 Maret 2020

ABSTRACT

Various wood producing tree species grows in large forest area of Indonesia. Wood could be used for various
products such as furniture, crafts, building constructions and other products like charcoals. Utilization of products
is also generaly associated with physical, chemical, anatomy and mechanics characteristic of wood. This research aims
to determine chemical and extractive composition of five lesser-known wood species from West Kalimantan, namely
kumpang, bengkulung, sawang, kempili and ubar wood, and their influences on charcoal properties produced from
corresponding wood types. The chemical and extractive components of the five wood types were analyzed according
to the Indonesian National Standard (SNI) method. Each wood species was heated into charcoal through pyrolysis
method with a temperature of 500°C for 4 hours. Results show that the cellulose, pentosan, lignin of these five wood
species are 51.53−61.16%; 13.93−17.67%; and 26.55−38.46% respectively. The solubility in cold water, hot
water, NaOH 1% and alcohol-benzene are ranged from 0.632−2.640%; 3.28−8.41%; 10.41−19.01%; and
3.38−4.3% respectively. Water, ash and silica contents from these woods are respectively ranged from 7.97−9.97%;
0.32−2.14%; and 0.21−0.68%. The charcoal products were obtained from five wood types generally have fulfilled the
Indonesian National Standard (SNI) requirements with the value of water, ash, volatile matter and carbon contents
are ranged from 0.01−0.69%; 0.59−5.40; 13.95−26.15%; and 73.05−84% respectively. The best quality of
charcoal was obtained from kumpang wood charcoal.
Keywords: Charcoal, characterization, wood chemistry, kumpang, lignin

ABSTRAK
Indonesia memiliki hutan yang cukup luas dengan jenis pohon penghasil kayu yang sangat beragam.
Kayu dapat dimanfaatkan untuk berbagai produk seperti furnitur, kerajinan, konstruksi bangunan
serta produk lain seperti arang. Pemanfaatan kayu juga pada umumnya berhubungan dengan sifat
fisik, kimia, anatomi maupun mekanik kayu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi
kimia dan ekstraktif lima jenis kayu kurang dikenal asal Kalimantan Barat, yaitu kayu kumpang,
bengkulung, sawang, kempili, dan ubar serta pengaruhnya terhadap sifat arang yang terbuat dari jenis-
jenis kayu tersebut. Lima jenis kayu tersebut dianalisa komponen kimia serta zat ekstraktif sesuai
metode SNI. Kemudian tiap jenis kayu diproses menjadi arang dengan metode pirolisis pada suhu
500°C selama 5 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar selulosa, pentosan, dan lignin kelima
jenis kayu tersebut masing-masing berkisar antara 51,53−61,16%; 13,93−17,67%; dan 26,55−38,46%.
Kadar kelarutan dalam air dingin, air panas, NaOH 1% dan alkohol-benzena masing-masing berkisar
antara 0,632−2,640%; 3,28−8,41%; 10,41−19,01%; dan 3,38−4,3%. Adapun untuk kadar air, kadar abu
dan kadar silika kelima jenis kayu masing-masing berkisar 7,97−9,97%; 0,32−2,14; dan 0,21−0,68%.

doi : 10.20886/jphh.2020.38.1.55-68 55
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 55-68

Produk arang yang terbentuk dari kelima jenis kayu tersebut telah memenuhi standar persyaratan SNI
dengan nilai kadar air, abu, zat terbang, dan karbon terikat masing-masing berkisar antara 0,01−0,69%;
0,59−5,40; 13,95−26,15%; dan 73,05−84%. Produk arang yang memiliki kualitas terbaik berasal dari
kayu kumpang.
Kata kunci: Arang, karakterisasi, kimia kayu, kumpang, lignin

I. PENDAHULUAN dari kayu yang memiliki struktur polimer yang


mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa dan
Indonesia memiliki kawasan hutan yang material organik atau anorganik (Pastor-Villegas,
cukup luas, yakni sekitar 120 juta ha (Kementerian Pastor-Valle, Rodríguez, & García, 2006).
Lingkungan Hidup & Kehutanan, 2019) sehingga Arang kayu telah banyak digunakan untuk
menghasilkan potensi kayu yang cukup banyak berbagai aplikasi, termasuk medis, pertanian,
dan beragam jenisnya. Kayu memiliki berbagai lingkungan, energi (Kongprasert, Wangphanich,
macam sifat dan karakteristik, salah satunya adalah & Jutilarptavorn, 2019) dan sebagai bahan pengisi
komponen kimia kayu. Komponen kimia kayu kayu komposit sehingga mampu menurunkan
memiliki pengaruh terhadap pemanfaatan kayu tingkat emisi formaldehida (Kumar, Gupta,
tersebut agar lebih tepat guna. Seperti diketahui Sharma, Nasir, & Khan, 2013). Kegunaan lain
bahwa kayu dapat dimanfaatkan untuk berbagai dari material arang yaitu sebagai pelindung
kebutuhan, diantaranya untuk kerajinan, furnitur, elektromagnetik, penjernih air, pengawet
konstruksi bangunan serta produk turunan kayu makanan, farmasi, bahkan menjadi kapasitor yang
lain seperti pulp serta arang untuk kepentingan memiliki kapasitas besar, energi, dan penyimpan
energi, adsorben maupun aplikasi lainnya. gas (Zhang, Li, & Zheng, 2012).
Kayu merupakan material yang terdiri dari Indonesia selama ini merupakan negara
selulosa, lignin, hemiselulosa dan zat ekstraktif pengekspor arang terbesar di dunia, dengan
yang masing-masing memiliki fungsi di dalam total ekspor senilai US$157 juta dari total ekspor
tanaman, diantaranya selulosa memberi kekuatan dunia sebanyak US$990 juta dengan negara
terhadap dinding sel, lignin mendukung serat tujuan ekspor terbanyak adalah Korea Selatan,
selulosa dan memberi efek hidrofobik serta Jepang, Arab Saudi, dan China (Indonesian Trade
menahan serangan patogen sedangkan zat Promotion Center, 2016). Tingginya ekspor arang
ekstraktif dapat memberi pertahanan fisik kayu ini membuktikan bahwa Indonesia memiliki
(Stackpole, Vaillancourt, Alves, Rodrigues, potensi yang besar dalam produksi dan pemasaran
& Potts, 2011). Setiap komponen kimia yang arang, didukung dengan sumber daya yang bisa
terkandung pada kayu memiliki pengaruh dalam menjadi bahan baku arang, terutama dari sektor
mendukung tanaman kayu serta produk kayu kehutanan. Banyaknya aplikasi, kebutuhan serta
yang dihasilkan. penambahan devisa dari arang kayu mendorong
Kayu dapat diubah menjadi arang melalui ketertarikan terhadap pengembangan produk
pirolisis pada suhu 400−500°C tanpa keberadaan arang untuk memenuhi permintaan kebutuhan,
atau sedikit oksigen, sehingga menghasilkan sehingga perlu diketahui sifat dan karakteristik
material berpori dengan kandungan karbon yang arang dari berbagai jenis bahan yang berpotensi
tinggi dan fraksi uap yang dapat terkondensasi sebagai bahan baku arang tersebut.
(Papari & Hawboldt, 2015). Arang dapat Beberapa penelitian telah banyak menganalisa
diperoleh dari material organik lain seperti limbah komponen kimia kayu seperti jenis Eucalyptus
biomassa (Christiana, Olusegun, & Kazeem, pellita F. Muell (Fatimah, Susanto, & Lukmandaru,
2014), akan tetapi kayu merupakan bahan baku 2015), komponen kimia kayu yang dihubungkan
yang paling umum digunakan di berbagai negara dengan sifat akustik kayu (Karlinasari, Nawawi,
(Adamu, Sabo, Chinade, & Lame, 2018). Arang & Widyani, 2010), komponen fisik kayu dan
hasil karbonisasi kayu terdiri dari atom karbon, arang kayu Eucalyptus spp. (Andrade, Filho, &
heteroatom dan bahan mineral karena dihasilkan

56
Sifat Kimia dan Kualitas Arang Lima Jenis Kayu Asal Kalimantan Barat
(Lisna Efiyanti, Suci Aprianty Wati, Dadang Setiawan, Saepulloh, & Gustan Pari)

Moutinho, 2018), produksi arang dari 6 jenis kayu (Smart Lab. Indonesia), natrium hipoklorit, asam
yang berbeda yaitu Fraxinus excelsior, Fagus sylvatica, klorida (Merck-Jerman). Adapun peralatan yang
Pseudotsuga menziesii, Quercus robur, Populus alba, dan digunakan seperti reaktor pirolisis, alat pencacah,
Picea sitchensis (Shi, Chrusciel, & Zoulalian, 2007), neraca analitik, ayakan, desikator, crucible tang,
kualitas arang kayu gelam (Alpian, Prayitno, gelas piala, gelas ukur, pipet ukur, kantong plastik,
Sutapa, & Budiadi, 2011), kualitas arang 6 jenis dan peralatan gelas lainnya.
kayu asal Jawa Barat (Hastuti, Pari, Setiawan,
Mahpudin, & Saepuloh, 2015) dan penelitian B. Metode Penelitian
mengenai produksi arang kayu yang berkelanjutan 1. Preparasi dan analisa komponen kimia kayu
di Zambia untuk mengetahui prospek produksi dari lima jenis kayu asal Kalimantan Barat
arang di negara tersebut (Chidumayo, 2019).
Kualitas dan produksi arang dari kayu Kelima jenis kayu diambil dari campuran
dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya sifat bagian atas, tengah dan bawah batang, kemudian
kimia, fisik, mekanik, dan anatomi kayu (Pereira ukuran sampel kayu tersebut diseragamkan
et al., 2013), sehingga diperlukan informasi dengan pencacahan dan digiling serta diayak
produksi dan sifat arang yang dihubungkan lolos pada saringan 40 mesh. Hasil penyaringan
dengan salah satu atau semua faktor penentu sampel kayu kemudian digunakan untuk bahan
kualitas produk arang dari kayu. Penelitian baku analisa kandungan komponen kimia kayu
ini bertujuan untuk memberikan informasi (selulosa, lignin, dan pentosan), kadar abu,
mengenai komponen kimia dan ekstraktif dari kadar silika, kadar air, kelarutan dalam air panas,
5 jenis kayu kurang dikenal asal Kalimantan kelarutan dalam air dingin, kelarutan dalam
Barat yaitu kayu kumpang, bengkulung, sawang, NaOH 1% serta kelarutan dalam alkohol benzena
kempili, dan ubar dan kualitas produk arang dengan analisis dua kali ulangan. Beberapa
berbahan baku kelima jenis kayu asal Kalimantan standar yang diikuti dalam proses analisa kimia
Barat tersebut. Selama ini, pemanfaatan kayu kayu adalah sebagai berikut: selulosa mengikuti
pada umumnya menggunakan kayu dari jenis- standar Norman dan Jenkins (Wise, 1944), lignin
jenis yang sudah dikenal luas, namun seiring mengikuti standar SNI 0492-2008, pentosan
berjalannya peningkatan kebutuhan kayu, maka (SNI 01-1561-1989), kadar abu (SNI 14-1031-
diperlukan informasi mengenai karakteristik 1989), kadar silika (SNI 14-1031-1989), kadar air
kayu dan produk dari kayu kurang dikenal agar ( SNI 01-1682-1996), kelarutan dalam air panas
dapat membantu pemenuhan kebutuhan kayu di dan dingin (SNI 14-1305-1989), kelarutan dalam
Indonesia. Komponen kimia, ekstraktif kayu dan NaOH 1% (SNI 14-1838-1990), dan kelarutan
karakterisasi arang juga dievaluasi berdasarkan dalam alkohol-benzena (SNI 14-1032-1989).
parameter dan analisa yang sesuai dengan
2. Pembuatan dan analisis kualitas arang dari
persyaratan Standar Nasional Indonesia.
lima jenis kayu asal Kalimantan Barat
II. BAHAN DAN METODE Produk arang diperoleh dari proses pirolisis
yang berkapasitas ± 1,5 kg pada suhu 500°C
A. Alat dan Bahan selama 4 jam, kemudian arang yang dihasilkan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian dihitung dan diuji menggunakan metode SNI
ini adalah lima jenis kayu kurang dikenal asal diantaranya rendemen, kadar air (SNI 01-1683-
Kalimantan Barat, yaitu kayu kumpang (Albizia 1989), kadar abu (SNI 01-1683-1989), kadar zat
sp.), bengkulung (Xanthophyllum excelsum Miq.), terbang (SNI 01-1683-1989) serta kadar karbon
sawang (Santiria sp.), kempili (Lithocarpus ewyckii terikat (SNI 01-1683-1989), sedangkan produk
Korth.), dan ubar (Syzygium sp.). Bahan kimia cair hasil pirolisis berupa asap cair dihitung
yang digunakan adalah natrium sulfat (Merck- volumenya. Setelah semua data didapatkan, maka
Jerman), asam asetat (Merck-Jerman), asam sulfat dilakukan analisis deskriptif berdasarkan data
(Merck-Jerman), natrium hidroksida (Merck- yang dikaitkan dengan SNI maupun referensi
Jerman), alkohol (Merck-Jerman), benzena terkait.

57
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 55-68

III. HASIL DAN PEMBAHASAN semakin rendah dikarenakan lebih banyak


terbentuk gula non-selulosa dengan berat molekul
A. Hasil Analisa Komponen Kimia dari rendah (Yunanta, Lukmandaru, & Fernandes,
Lima Jenis Kayu Asal Kalimantan Barat 2014). Komponen lignin memiliki struktur
Analisa komponen selulosa, pentosan, dan aril-alkil dan ikatan eter, sehingga komponen
lignin dari kelima jenis kayu yang dianalisis, ini menjadi komponen yang paling kuat dalam
disajikan dalam Gambar 1. Dari Gambar 1, lignoselulosa (Usmana, Rianda, & Novia, 2012).
dapat dilihat bahwa kadar ketiga komponen Adapun pentosan merupakan komponen
kimia penyusun kelima jenis kayu yang dianalisis penyusun hemiselulosa diantaranya xylosa dan
bernilai berbeda. Kadar selulosa berkisar antara arabinosa (Hastuti, Efiyanti, Pari, Saepuloh, &
51,53−61,16% dengan kadar terendah dimiliki Setiawan, 2017).
oleh kayu kempili dan kadar tertinggi dimiliki Degradasi kayu hasil studi termogravimetri
oleh kayu bengkulung, pentosan berkisar antara terjadi pada beberapa tahapan, yaitu air terdegradasi
13,92−17,67 dengan kadar pentosan terendah pada suhu sekitar 100°C, kemudian hemiselulosa
dimiliki oleh kayu kempili dan kadar pentosan terdegradasi pada suhu sekitar 300°C, selulosa
tertinggi dimiliki oleh kayu ubar, sedangkan pada suhu 350°C sedangkan lignin terdegradasi
untuk kadar lignin berkisar antara 26,55−30,96% bertahap pada suhu sekitar 250−500°C sehingga
dengan kadar lignin terendah ada pada kayu semua komponen pembentuk kayu memberikan
sawang dan kadar lignin tertinggi tercatat kontribusi terhadap pembentukan produk pirolisis
pada kayu bengkulung. Apabila dibandingkan (Poletto, Zattera, Forte, & Santana, 2012).
dengan penelitian Sokanandi, Pari, Setiawan, Hemiselulosa terdegradasi pada awal pirolisis
dan Saepuloh (2014) dengan kadar selulosa 10 karena strukturnya yang amorf dan mudah
jenis kayu sebesar 42,03−54,95%, pentosan terhidrolisis diikuti selulosa dengan memiliki
15,36−17,15%, dan lignin 22,66−35,20%, maka rantai polimer yang panjang dengan adanya
kelima jenis kayu asal Kalimantan Barat memiliki ikatan hidrogen sehingga struktur selulosa lebih
kadar selulosa lebih tinggi dengan pentosan dan teratur dan membentuk daerah kristalin. Lignin
lignin yang cenderung lebih rendah. terdegradasi di akhir pirolisis dikarenakan lignin
Kadar selulosa berhubungan dengan waktu merupakan komponen kimia yang sangat kuat
pembentukan kayu, semakin muda kayu itu dengan tingkat aromatik dan disusun dari unit fenil
terbentuk, maka diduga kandungan selulosa propana bercabang (Darmawan, Syafii, Wistara,

61,16
54,62 54,97 53,88
51,53

30,37 30,96 28,46 29,92


26,55

17,67
14,93 14,93 14,65 13,92

Keterangan (Remarks): Selulosa (Cellulose); Pentosan (Pentosan); Lignin (Lignin)


Gambar 1. Komponen selulosa, pentosan dan lignin lima jenis kayu kurang dikenal asal
Kalimantan Barat
Figure 1. Cellulose, pentosan and lignin of five lesser known wood species from West
Kalimantan

58
Sifat Kimia dan Kualitas Arang Lima Jenis Kayu Asal Kalimantan Barat
(Lisna Efiyanti, Suci Aprianty Wati, Dadang Setiawan, Saepulloh, & Gustan Pari)

19,01
17,34

(Extractive compound, %)
13,91 14,21
Zat ekstraktif
10,41

8,28 8,41
7,58
6,78

4,3 4,11
3,28 3,38 3,7 3,59
2,63 3
2
1
0,63

kumpang bengkulung sawang kempili ubar


Jenis kayu (Wood species)
Keterangan (Remarks): Air dingin (Cold water, %); Air panas (Hot water, %);
NaOH, %; Alkohol benzena (Alcohol-benzene, %)
Gambar 2. Komponen ekstraktif 5 jenis kayu asal Kalimantan Barat
Figure 2. Extractive component of five wood species from West Kalimantan

Maddu, & Pari, 2015) dengan kandungan karbon melarutkan komponen gula rantai pendek dari
yang cukup tinggi. Dari pernyataan tersebut, hemiselulosa digunakan senyawa NaOH 1%
dapat menjadi bahan pertimbangan bahwa untuk (Yunanta et al., 2014). Secara umum tingkat
membuat arang dengan hasil yang baik (kadar kelarutan komponen senyawa dalam kayu tersebut
karbon terikat tinggi dengan zat mudah menguap lebih rendah terutama pada kelarutan NaOH
yang rendah), diharapkan bahan baku memiliki dibandingkan penelitian Zhang et al., (2012),
selulosa yang rendah karena selulosa cenderung yang mendapatkan komposisi Miscanthus floridulus
membentuk produk lain baik yang terkondensasi yaitu 14,97% untuk kelarutan air panas, 56,28%
atau tidak (Pereira et al., 2013), sehingga kualitas dalam NaOH, dan 6,22% dalam pelarut organik,
dan rendemen arang dipengaruhi oleh komposisi sedangkan M. sinensis 6,07% untuk kelarutan air
kimia kayu yang digunakan. panas, 51,43% dalam NaOH, dan 2,85% dalam
Zat ekstraktif merupakan senyawa dalam pelarut organik.
kayu dengan jenis beragam sehingga diperlukan Kadar ekstraktif kayu merupakan kumpulan
berbagai jenis pelarut dengan tingkat kepolaran senyawa organik yang terkandung dalam kayu
yang berbeda untuk mengisolasi zat ekstraktif dan dapat mempengaruhi kualitas arang, baik
tersebut. Semakin besar kadar ekstraktif yang pengaruh positif maupun negatif bergantung
terlarut dalam pelarut polar, maka senyawa yang dari komposisi kimia dan rasio C/H dalam
banyak terlarut bersifat polar dan hidrofilik, senyawa organik tersebut (Santos et al., 2011).
sehingga mudah berikatan dengan air, begitupun Pada umumnya, dari hasil penelitian, kadar zat
sebaliknya, sehingga kadar zat ekstraktif yang ekstraktif yang tinggi akan menghasilkan kualitas
tinggi pada pelarut polar akan menambah sifat arang yang lebih baik, karena akan menghasilkan
higroskopis dari kayu dan kadar air kayu akan zat mudah menguap yang rendah, hal ini sesuai
meningkat melalui mekanisme fisika dan kimia dengan penelitian Iskandar dan Rofiatin (2017),
dengan pengisian rongga kayu dan pengikatan yang menyatakan bahwa kadar ekstraktif
air pada kayu (Nawawi, Wicaksono, & Rahayu, berpengaruh positif terhadap kualitas arang,
2013). Adapun beberapa contoh senyawa yang terutama nilai kalor.
larut dalam pelarut organik diantaranya adalah Dari Gambar 3 dapat dilihat nilai dari masing-
resin, lemak, lilin, dan tanin (Astuti, Yahya, & masing kandungan silika, abu dan kadar air dari
Sundaryono, 2018). Senyawa polar pada rongga sel kelima jenis kayu yang dianalisis. Kadar silika
tanaman dapat diekstraksi dengan menggunakan berkisar antara 0,21−0,68% dengan silika terendah
air panas (Fatimah et al., 2015), sedangkan untuk dimiliki oleh kayu kumpang sedangkan yang

59
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 55-68

tertinggi dimiliki oleh kayu bengkulang. Kadar B. Hasil Analisa Kualitas Arang dari Lima
abu yang terhitung berkisar antara 0,32−2,14% Jenis Kayu Asal Kalimantan Barat
(kadar tertinggi pada kayu kempili dan terendah
pada kayu kumpang), sedangkan kadar air kelima Hasil analisa kualitas arang dari tiap-tiap
jenis kayu berkisar antara 7,97−9,97% dengan jenis kayu meliputi kadar air, kadar abu, kadar
kadar air terendah dimiliki oleh kayu kumpang zat terbang dan karbon terikat sesuai dengan
dan kadar air tertinggi dimiliki oleh kayu ubar. metode SNI disajikan pada Gambar 4. Gambar
Hasil ini sedikit berbeda dengan penelitian Zhang 4 menunjukkan data analisis proksimat produk
et al. (2012) yang mendapatkan kadar abu M. arang dari lima jenis kayu yang dipirolisis selama
floridulus dan M. sinensis masing-masing sebesar 4 jam pada suhu 500°C. Kadar air kelima sampel
3,61 dan 4,21%, sedangkan kandungan abu dari arang berkisar antara 0,01−0,69% dengan kadar
Quercus faginea terhitung masing-masing sebesar air terendah dimiliki oleh arang kayu ubar dan
23−25% dan 0,4−1% (Miranda, Sousa, Ferreira, kadar air tertinggi ada pada kayu kumpang,
& Pereira, 2017). nilai ini masih termasuk memenuhi persyaratan
Kadar abu berhubungan dengan bahan SNI 01-1683 (1989). Untuk kadar abu kelima
anorganik yang terkandung dalam kayu (Mandre, jenis produk arang berkisar antara 0,59−5,40%
2006) dan dipengaruhi oleh kondisi tanah karena (kadar abu terendah diperoleh dari arang kayu
tanaman diduga dapat menyerap bahan anorganik kumpang sedangkan yang tertinggi dari kayu
dari tanah tempat tumbuh tanaman tersebut. Pada kempili) sehingga kadar abu arang kempili dan
umumnya keberadaan komponen anorganik pada bengkulung tidak memenuhi SNI 01-1683 (1989)
kayu disinyalir dapat mengganggu produksi arang yang mensyaratkan kadar abu <4%. Adapun
karena komponen tersebut sulit terdegradasi pada untuk kadar zat terbang dan kadar karbon terikat
proses pirolisis. Begitupun juga dengan kadar masing-masing berkisar antara 13,95−26,15%
air, dapat menurunkan fraksi organik, sehingga dan 73,05−84% dengan kadar zat terbang
karbon terikat pada produk arang akan menurun terendah dimiliki oleh arang kayu kempili dan
(Alpian et al., 2011). Kadar silika pada kayu kadar karbon terikat tertinggi dimiliki oleh arang
diharapkan rendah, karena tinginya kadar silika kayu kumpang. Nilai kadar zat terbang dan
dalam kayu menyebabkan cepat tumpulnya alat karbon terikat memenuhi SNI 01-1683 (1989)
kerja dalam proses pengerjaan kayu (Pasaribu, yang mensyaratkan kadar zat terbang <30%.
Sipayung, & Pari, 2007).

12

9,84 9,97
10 9,31
(Moisture, silica and ash content)

8,32
7,97
Kadar air, silika dan abu

4
2,14
2 1,33
0,68 0,77
0,32 0,63 0,54 0,43
0,21 0,26
0
Kumpang Bengkulung Sawang Kempili Ubar
Jenis kayu (Wood species)
Keterangan (Remarks): Kadar air (Moisture content, %); Kadar abu (Ash content, %);
Kadar silika (Silica content, %)
Gambar 3. Kadar silika, abu dan air dari 5 jenis kayu kurang dikenal asal Kalimantan Barat
Figure 3. Silica, ash and moisture content of five lesser known wood species from West Kalimantan

60
Sifat Kimia dan Kualitas Arang Lima Jenis Kayu Asal Kalimantan Barat
(Lisna Efiyanti, Suci Aprianty Wati, Dadang Setiawan, Saepulloh, & Gustan Pari)

90 84

Kadar air, abu, zat terbang dan karbon terikat arang


79,41 80,65
78,95
80 73,05

(Moisture, ash, volatile matter and fixed carbon)


70
60
50
40
26,15
30
16,05 18,04
15,41 13,95
20
5 2,55 5,4
10 0,69 0,59 0,06 0,11 0,07 0,01
0,81

0
Kumpang Bengkulung Sawang Kempili Ubar
Jenis kayu (Wood species)
Keterangan (Remarks): Kadar air (Moisture content, %); Kadar abu (Ash content, %);
Kadar zat terbang (Volatile matter, %); Karbon terikat (Fixed
carbon, %)

Gambar 4. Analisis proksimat produk arang dari 5 jenis kayu asal Kalimantan Barat
Figure 4. Proximate analysis charcoal product of five lesser known wood species from West
Kalimantan

Dari kelima jenis arang kayu, kualitas terbaik Keberadaan air dalam produk arang dinilai
adalah arang kayu yang berasal dari pirolisis kayu mempengaruhi sifat dari produk arang tersebut,
kumpang karena memiliki karbon terikat paling akan tetapi jika kadar air <18% maka sifat fisiko
tinggi serta kadar abu dan kadar zat terbang yang kimia arang tidak akan terpengaruh oleh kadar
rendah. Hal ini dimungkinkan terjadi karena kayu air karena tidak mengandung air bebas (Adamu
kumpang memiliki kandungan lignin yang cukup et al., 2018). Kadar air juga dipengaruhi oleh
tinggi (30%) dengan selulosa yang cukup rendah proses pengeringan dan kadar air tersebut
dibanding kayu lain (54%), serta kayu kumpang mempengaruhi nilai kalor dan berat arang yang
juga memiliki kadar abu, silika, dan kadar air dihasilkan, sehingga arang dengan kadar air
yang paling rendah diantara kelima jenis kayu rendah lebih diinginkan untuk sifat pemanasan
yang dianalisis. Hasil analisis proksimat arang yang lebih tinggi (Kongprasert et al., 2019).
kayu kumpang juga lebih baik jika dibandingkan Kandungan abu dalam material arang berkaitan
dengan hasil penelitian Pereira et al. (2013) dengan kandungan senyawa anorganik seperti
pada kayu Eucalyptus sp. (memiliki kadar lignin kalsium dari biomassa sumber bahan baku arang
28−30%, selulosa 46−48% dan abu 0,2−0,3%) tersebut. Arang kayu yang memiliki kadar abu
yang menghasilkan kadar karbon terikat arang tinggi cenderung lebih banyak mengkonsumsi
sebesar 72−75%, zat terbang 24−26%, dan abu bahan bakar untuk pemasakan, hal ini dikarenakan
0,3−0,6%, walaupun rendemennya lebih tinggi abu adalah komponen yang tidak mudah terbakar,
yaitu 34−35%. sehingga arang dengan kadar abu rendah akan
Kadar air dan kadar abu yang tinggi dalam kayu lebih baik dari segi nilai pembakaran dibanding
dapat menyebabkan penurunan fraksi organik arang dengan kadar abu yang tinggi. Kadar abu
dari kayu, sehingga produk arang yang dihasilkan juga diharapkan seminimal mungkin pada arang
akan memiliki kadar karbon terikat yang lebih karena akan mengganggu peralatan dari arang
rendah dan arang yang memiliki karbon terikat tersebut.
tinggi dapat dimanfaatkan untuk substitusi batu Zat terbang pada arang berkaitan dengan
bara (Hastuti et al., 2015), Produk arang dengan proses kecepatan pengapian dan pembakaran.
kualitas rendah dengan kadar karbon terikat Dengan tingginya kandungan zat terbang, maka
sekitar 60% dan zat terbang 30−35% dapat proses pengapian akan lebih cepat dengan nilai
digunakan untuk penggunaan energi rumah bahan bakar yang tinggi sehingga bersifat lebih
tangga (Alpian et al., 2011). reaktif untuk laju pembakaran. Akan tetapi, ketika
zat terbang terlalu tinggi, maka produktivitas
61
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 55-68

(Recovery value of charcoal and wood vinegar)


30 26,56 27,38 26,2 27,7
23,16

Rendemen arang dan cuka kayu


25
20
15
10
5 0,708 1,08 1,264 0,982 1,237
0
Kumpang Bengkulung Sawang Kempili Ubar
Jenis kayu (Wood species)
Keterangan (Remarks): Rendemen arang (Charcoal recovery value, %); Kandungan cuka
kayu (Wood vinegar content, L)
Gambar 5. Rendemen arang dan perolehan asap cair dari 5 jenis kayu asal Kalimantan
Barat
Figure 5. Recovery value of charcoal product and liquid smoke from five wood species of West
Kalimantan
arang kayu akan menurun karena degradasi dengan kandungan karbon terikat yang rendah
termal yang tinggi akan mempercepat hilangnya cenderung memperpanjang waktu memasak
masa arang ketika proses pembakaran, sehingga dengan pelepasan panas yang rendah, sehingga
apabila menginginkan proses pembakaran yang kandungan karbon yang tinggi merupakan faktor
tidak terlalu cepat namun bersifat lebih bersih, utama yang menentukan energi kalor (FAO,
maka akan lebih baik jika kandungan zat terbang 1995).
arang bernilai kecil (Maes & Verbist, 2012). Kadar
zat terbang arang juga dipengaruhi oleh kadar C. Data Rendemen Arang dan Cuka Kayu
selulosa, lignin dan ekstraktif dari kayu, dengan Hasil Pirolisis Lima Jenis Kayu Asal
tingginya selulosa dan ekstraktif maka kadar zat Kalimantan Barat
terbang akan cenderung bernilai tinggi dan karbon Proses pirolisis kayu menghasilkan produk
terikat akan semakin rendah dan tingginya kadar yang berupa arang dan cuka kayu. Hasil rendemen
lignin maka zat terbang akan cenderung bernilai arang dan cuka kayu dari lima jenis kayu asal
rendah, sedangkan karbon terikat bernilai tinggi Kalimantan Barat disajikan pada Gambar 5.
(Pereira et al., 2013), sehingga perlu dilihat tujuan Oyedun, Lam, dan Hui (2012) menyatakan bahwa
pemanfaatan arang itu sendiri, seperti contoh rendemen merupakan salah satu indikator untuk
apabila ingin digunakan sebagai alat pembakaran melihat efisiensi dari proses produksi arang.
maka zat terbang tinggi lebih disukai akan tetapi Rendemen arang juga berhubungan dengan
jika digunakan untuk pemurnian bahan kimia atau komposisi prekursor, laju pemanasan, dan suhu
produksi logam maka diperlukan arang dengan akhir, sehingga pada penelitiannya ditemukan
kadar zat terbang yang rendah (Christiana et al., bahwa rendemen karbon dari 2 spesies Miscanthus
2014). menurun dengan peningkatan suhu karbonisasi
Kadar karbon terikat menunjukkan (Zhang et al., 2012), sehingga kandungan lignin
kandungan karbon pada arang yang terbentuk, bukan satu-satunya indikator dari rendemen
sehingga semakin tinggi kadar karbon terikat arang yang dihasilkan, melainkan karakter lain
pada arang, maka diduga kualitas arang tersebut dari prekursor seperti berat jenis kayu (Dufourny
semakin baik. Arang untuk memproduksi et al., 2019). Dari sini, dapat dipahami bahwa
besi sebaiknya memiliki kadar karbon terikat hasil rendemen kelima jenis kayu kurang dikenal
>75% dengan kadar abu serendah mungkin asal Kalimantan Barat bervariasi, baik rendemen
dikarenakan kandungan ini berhubungan dengan arang maupun hasil asap cair yang diperoleh
konsumsi karbon (Nisgoski, Magalhães, Batista, dan tidak hanya bergantung pada salah satu
França, & Muñiz, 2014) dan dapat menyebabkan komponen atau komposisi kimianya.
penambahan pengotor pada besi. Arang kayu
62
Sifat Kimia dan Kualitas Arang Lima Jenis Kayu Asal Kalimantan Barat
(Lisna Efiyanti, Suci Aprianty Wati, Dadang Setiawan, Saepulloh, & Gustan Pari)

Apabila kualitas arang kelima jenis kayu terdekomposisi, cuka kayu tersebut juga dapat
dibandingkan dengan penelitian Silva, Fortes, digunakan untuk aplikasi pertanian mencegah
dan Sette Junior (2018) yang memperoleh nilai serangan serangga, bakteri, jamur (Sangsuk,
karbon terikat arang sebesar 72,43%, dengan Suebsiri, & Puakhom, 2018), anti dermatitis (Lee
kadar abu terendah berkisar 0,62%, zat terbang et al., 2011), dan disinfektan E. coli (Liu et al.,
bernilai 26,95% serta rendemen arang bernilai 2018).
30−31%, serta hasil penelitian Pastor-Villegas Berdasarkan uraian diatas, diantara kelima
et al. (2006) dengan karbon terikat sebesar jenis kayu asal Kalimantan Barat, maka kayu
89,93%, zat terbang 8,01% dan kadar abu 2,06%, bengkulung kurang berpotensi sebagai bahan
maka hasil analisa produk arang keseluruhan baku arang namun disinyalir dapat dimanfaatkan
pada penelitian ini sudah cukup baik dan juga sebagai bahan baku sumber selulosa karena
memenuhi persyaratan dari SNI. Adapun memiliki kadar selulosa yang tinggi dan lignin
beberapa parameter hasil berbeda karena adanya yang rendah sehingga memiliki kadar abu dan zat
beberapa faktor yang mempengaruhi karakter terbang yang tidak sesuai standar, sedangkan kayu
hasil produk arang, diantaranya jenis kayu, kumpang lebih berpotensi menghasilkan arang
komponen kayu, anatomi kayu, kandungan dengan kualitas dan rendemen yang lebih baik.
elemen bahan baku, kristalinitas, rasio S/G serta Dengan diperolehnya informasi karakterisasi
proses karbonisasi/pirolisis dari kayu tersebut, kimia kayu dan produk arang dari berbagai jenis
sehingga perlu dianalisis lebih lanjut agar dapat bahan baku kayu, terutama kayu kurang dikenal
diketahui pengaruh keseluruhan faktor tersebut akan menambah wawasan dan diversifikasi
terhadap kualitas produk arang yang dihasilkan. produk kayu tersebut.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Labbé, Harper,
Rials, dan Elder (2006) yang mengemukakan IV. KESIMPULAN
bahwa karakteristik dari arang kayu tidak hanya
bergantung pada jenis kayu saja, namun juga dari Karakteristik lima jenis kayu kumpang,
temperatur karbonisasi dan kondisi lainnya. bengkulung, sawang, kempili, dan ubar asal
Pemanfaatan dan aplikasi arang seperti telah Kalimantan Barat memiliki komponen kimia
disebutkan sebelumnya tidak hanya digunakan selulosa, pentosan dan lignin masing-masing
untuk energi saja, namun juga dapat digunakan berkisar antara 51,53−61,16%; 13,93−17,67%
sebagai biofilter toluen (Singh, Singh, Rai, & dan 26,55−38,46%. Kadar kelarutan dalam air
Upadhyay, 2010), biofilter xylene (Singh et al., dingin, air panas, NaOH 1% dan alkohol-benzen
2017), media tanam dan pupuk yang memberi berkisar antara 0,632−2,640%; 3,28−8,41%;
efek positif pada pertumbuhan tanaman (Carrari 10,41−19,01% dan 3,38−4,3% serta kadar air,
et al., 2018), adherent bakteri pada proses teknologi kadar abu, dan kadar silika berkisar 7,97−9,97%;
biometanasi (Sánchez-Sánchez, González- 0,32−2,14; dan 0,21−0,68%. Produk arang kelima
González, Cuadros-Salcedo, Gómez-Serrano, & jenis kayu tersebut secara umum memenuhi
Cuadros-Blázquez, 2019) agen pereduksi yang standar persyaratan SNI dengan nilai kadar air,
baik dibanding arang yang berasal dari fosil abu, zat terbang dan karbon terikat masing-
(Dufourny et al., 2019), serta dapat diaktivasi masing berkisar antara 0,01−0,69%; 0,59−5,40;
pada berbagai macam kondisi menjadi produk 13,95−26,15% dan 73,05−84%. Kualitas arang
arang aktif untuk aplikasi yang lebih spesifik terbaik dihasilkan dari pirolisis kayu kumpang.
seperti katalis (Rusanen et al., 2019); Palomo,
Rodríguez-Mirasol, & Cordero, 2019; Wang et UCAPAN TERIMA KASIH
al., 2019), adsorben (Yang, Zhang, Xu, & Zhao, Penulis mengucapkan terima kasih kepada
2019; Nejadshafiee & Islami, 2019), dan super Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil
kapasitor (Denshchikov et al., 2010). Hutan, atas pendanaan penelitian ini, tim peneliti
Proses pirolisis juga menghasilkan produk dan Teknisi Laboratorium Kimia Terpadu yang
samping yang berupa cuka kayu hasil kondensasi telah membantu penelitian ini sehingga dapat
ketika selulosa, hemiselulosa, dan lignin terselenggara dengan baik.

63
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 55-68

KONTRIBUSI PENULIS Christiana. O, I., Olusegun, A. S., & Kazeem,


A... (2014). Evaluation of combustion
Ide, desain dan rancangan percobaan characteristic of charcoal from different
dilakukan oleh GP dan LE sebagai kontributor tropical wood species. International
utama, pengambilan dan analisis data dilakukan Organization of Scientific Research Journal of
oleh SAW, DS, SA, GP dan LE. Penulisan Engineering, 4(4), 57–64. doi: 10.9790/3021-
manuskrip dilakukan oleh LE dan GP. Perbaikan 04465764.
dan finalisasi manuskrip dilakukan oleh LE dan
GP. Darmawan, S., Syafii, W., Wistara, N. J., Maddu,
A., & Pari, G. (2015). Kajian struktur arang
DAFTAR PUSTAKA -pirolisis , arang-hidro dan karbon aktif dari
kayu Acacia mangium Willd. menggunakan
Adamu, H., Sabo, A., Chinade, A. A., & Lame, difraksi Sinar-X. Jurnal Penelitian Hasil
A. F. (2018). Exploration of influence Hutan 33(2), 81–92.
of chemical composition on combustion
and fuel characteristics of wood-charcoals Denshchikov, K. K., Izmaylova, M. Y., Zhuk,
commonly used in Bauchi State, Nigeria. A. Z., Vygodskii, Y. S., Novikov, V. T.,
International Joutnal of Renewable Energy & Gerasimov, A. F. (2010). 1-Methyl-3-
Research, 8(3), 1508–1519. butylimidazolium tetraflouroborate with
activated carbon for electrochemical
Alpian, Prayitno, T. A., Sutapa, G. J., & Budiadi. double layer supercapacitors. Electrochimica
(2011). Kualitas aranng kayu gelam Acta, 55(25), 7506–7510. doi: 10.1016/j.
(Melaleuca cajuputi). Jurnal Ilmu dan Teknologi electacta.2010.03.065.
Kayu Tropis, 9(2), 141–152.
Dufourny, A., Van De Steene, L., Humbert, G.,
Andrade, F. W. C., Filho, M. T., & Moutinho, V. Guibal, D., Martin, L., & Blin, J. (2019).
H. P. (2018). Influence of wood physical Influence of pyrolysis conditions and
properties on charcoal from Eucalyptus the nature of the wood on the quality of
spp. Floresta e Ambiente, 25(3), 1–8. doi: charcoal as a reducing agent. Journal of
10.1590/2179-8087. 017615. Analytical and Applied Pyrolysis, 137, 1–13.
Astuti, S., Yahya, R., & Sundaryono, A. (2018). doi: 10.1016/j.jaap.2018. 10.013.
Analisis kadar komponen kimia pelepah Fatimah, S., Susanto, M., & Lukmandaru, G.
sawit varietas dura sebagai bahan baku pulp (2015). Studi komponen kimia kayu
yang diterapkan pada pembelajaran kimia. Eucalyptus pellita F. Muell dari pohon
PENDIPA Journal of Science Education, 2(1), plus hasil uji keturunan generasi kedua
69–75. doi: 10.33369/pendipa.2.1.69-75. di Wonogiri, Jawa Tengah. Jurnal Ilmu
Carrari, E., Ampoorter, E., Bussotti, F., Coppi, Kehutanan, 7(1), 57–69. doi: 10.22146/
A., Garcia Nogales, A., Pollastrini, M., … jik.6138.
Selvi, F. (2018). Effects of charcoal hearth Hastuti, N., Efiyanti, L., Pari, G., Saepuloh, S., &
soil on forest regeneration: Evidence from Setiawan, D. (2017). Komponen kimia dan
a two-year experiment on tree seedlings. potensi penggunaan lima jenis kayu kurang
Forest Ecology and Management, 427(April), dikenal asal Jawa Barat. Jurnal Penelitian
37–44. doi: 10.1016/j.foreco.2018.05.038. Hasil Hutan, 35(1), 15–27. doi: 10.20886/
Chidumayo, E. N. (2019). Is charcoal production jphh.2017. 35.1.15-27.
in Brachystegia-Julbernardia woodlands of Hastuti, N., Pari, G., Setiawan, D., Mahpudin,
Zambia sustainable? Biomass and Bioenergy, & Saepuloh. (2015). Kualitas arang enam
125(December 2018), 1–7. doi: 10.1016/j. jenis kayu asal Jawa Barat. Jurnal Peneltian
biombioe.2019.04.010. Hasil Hutan, 33(4), 337–346.

64
Sifat Kimia dan Kualitas Arang Lima Jenis Kayu Asal Kalimantan Barat
(Lisna Efiyanti, Suci Aprianty Wati, Dadang Setiawan, Saepulloh, & Gustan Pari)

Iskandar, T., & Rofiatin, U. (2017). Karakteristik Liu, L., Guo, X., Wang, S., Li, L., Zeng, Y., &
biochar berdasarkan jenis biomassa dan Liu, G. (2018). Effects of wood vinegar on
parameter proses pyrolisis. Jurnal Teknik properties and mechanism of heavy metal
Kimia, 12(1), 28–34. competitive adsorption on secondary
Indonesian Trade Promotion Center Osaka. fermentation based composts. Ecotoxicology
(2016). Market brief: Wood charcoal Hs and Environmental Safety, 150(35), 270–279.
4402: 1-38. Diakses dari http://itpc.or.jp/ doi: .0.1016/j.ecoenv.2017. 12.037.
wp-content/uploads/2016/09/Market- Maes, W. H., & Verbist, B. (2012). Increasing
Brief-ITPC -Osaka-2016-Charcoal-HS- the sustainability of household cooking in
4402.pdf, diakses pada 9 Maret 2020. developing countries: Policy implications.
Karlinasari, L., Nawawi, D., & Widyani, M. Renewable and Sustainable Energy Reviews,
(2010). Study of anatomic and mechanical 16(6), 4204–4221. doi: 10.1016/j.rser.2012.
properties of wood relation with acoustical 03.031.
properties. Bionatura-Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati Mandre, M. (2006). Influence of wood ash on
dan Fisik, 12(3), 110–116. soil chemical composition and biochemical
Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan. parameters of young Scots pine. Proceedings
(2019). Statistik lingkungan hidup dan of the Estonian Academy of Sciences: Biology,
kehutanan tahun 2018. Sekretariat Jenderal Ecology, 55(2), 91–107.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Miranda, I., Sousa, V., Ferreira, J., & Pereira,
Kehutanan, Jakarta. H. (2017). Chemical characterization and
Kongprasert, N., Wangphanich, P., & extractives composition of heartwood and
Jutilarptavorn, A. (2019). Charcoal sapwood from Quercus faginea. PLoS ONE,
briquettes from madan wood waste as an 12(6), 1–14. doi: 10.1371/journal.pone.
alternative energy in Thailand. Procedia 0179268.
Manufacturing, 30, 128–135. doi: 10.1016/j. Nawawi, D. S., Wicaksono, S. H., & Rahayu, I.
promfg.2019.02.019. S. (2013). Kadar zat ekstraktif dan susut
Kumar, A., Gupta, A., Sharma, K. V., Nasir, M., & kayu nangka (Arthocarpus heterophyllus) dan
Khan, T. A. (2013). Influence of activated mangium (Acacia mangium). Jurnal Ilmu dan
charcoal as filler on the properties of wood Teknologi Kayu Tropis, 11(1), 46–54.
composites. International Journal of Adhesion Nejadshafiee, V., & Islami, M. R. (2019).
and Adhesives, 46, 34–39. doi: 10.1016/j. Adsorption capacity of heavy metal ions
ijadhadh. 2013.05.017. using sultone-modified magnetic activated
Labbé, N., Harper, D., Rials, T., & Elder, T. carbon as a bio-adsorbent. Materials
(2006). Chemical structure of wood Science and Engineering C, 101, 42–52. doi:
charcoal by infrared spectroscopy and 10.1016/j.msec.2019.03.081.
multivariate analysis. Journal of Agricultural Nisgoski, S., Magalhães, W.L.E., Batista, F.R.R.,
and Food Chemistry, 54(10), 3492–3497. doi: França, R.F., & Muñiz, G.I.B. de. (2014).
10.1021/jf053062n. Anatomical and energy characteristics
Lee, C. S., Yi, E. H., Kim, H. R., Huh, S. R., Sung, of charcoal made from five species.
S. H., Chung, M. H., & Ye, S. K. (2011). Acta Amazonica, 44(3), 367–372. doi.org:
Anti-dermatitis effects of oak wood 10.1590/ 1809-4392201304572.
vinegar on the DNCB-induced contact Oyedun, A. O., Lam, K. L., & Hui, C. W. (2012).
hypersensitivity via STAT3 suppression. Charcoal production via multistage
Journal of Ethnopharmacology, 135(3), 747– pyrolysis. Chinese Journal of Chemical
753. doi: 10.1016/j.jep.2011.04. 009. Engineering, 20(3), 455–460. doi: 10.1016/
S1004-9541(11)60206-1.

65
Penelitian Hasil Hutan Vol. 38 No. 1, Maret 2020: 55-68

Palomo, J., Rodríguez-Mirasol, J., & Cordero, Sangsuk, S., Suebsiri, S., & Puakhom, P. (2018).
T. (2019). Methanol dehydration to The metal kiln with heat distribution
dimethyl ether on Zr-loaded P-containing pipes for high quality charcoal and wood
mesoporous activated carbon catalysts. vinegar production. Energy for Sustainable
Materials, 12(13), 1-12. doi.org/10.3390/ Development, 47, 149–157. doi: 10.1016/j.
ma12132204. esd.2018.10.002.
Papari, S., & Hawboldt, K. (2015). A review on Shi, Y., Chrusciel, L., & Zoulalian, A. (2007).
the pyrolisis of woody biomass to bio-oil : Production of charcoal from different
Focus on kinetic models. Renewable and wood species. Récents Progrès En Génie Des
Sustainable Energy Reviews, 52, 1580–1595. Procédés, 96. doi:/hal-00265340.
doi: 10.1016/j.rser. 2015.07.191. Silva, M. F. da, Fortes, M. M., & Sette Junior, C.
Pasaribu, G., Sipayung, B., & Pari, G. (2007). R. (2018). Characteristics of wood and
Analisis komponen kimia empat jenis charcoal from Eucalyptus clones. Floresta
kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 25(4), e Ambiente, 25(3). doi: 10.1590/2179-
327–333. 8087.035016.
Pastor-Villegas, J., Pastor-Valle, J. F., Rodríguez, Singh, K., Giri, B. S., Sahi, A., Geed, S. R., Kureel,
J. M. M., & García, M. G. (2006). Study M. K., Singh, S., … Singh, R. S. (2017).
of commercial wood charcoals for the Biofiltration of xylene using wood charcoal
preparation of carbon adsorbents. Journal as the biofilter media under transient
of Analytical and Applied Pyrolysis, 76(1–2), and high loading conditions. Bioresource
103–108. doi: 10. 1016/j.jaap.2005.08.002. Technology, 242, 351–358. doi: 10.1016/j.
Pereira, B. L. C., Carneiro, A. D. C. O., Carvalho, biortech.2017.02.085.
A. M. M. L., Colodette, J. L., Oliveira, A. Singh, K., Singh, R. S., Rai, B. N., & Upadhyay,
C., & Fontes, M. P. F. (2013). influence S. N. (2010). Biofiltration of toluene using
of chemical composition of eucalyptus wood charcoal as the biofilter media.
wood on gravimetric yield and charcoal Bioresource Technology, 101(11), 3947–3951.
properties. BioResources, 8(3), 4574–4592. doi: 10.1016/ j.biortech.2010.01.025.
doi: 10.15376/biores.8.3.4574-4592. Sokanandi, A., Pari, G., Setiawan, D., & Saepuloh.
Poletto, M., Zattera, A. J., Forte, M. M. C., (2014). Komponen kimia sepuluh jenis kayu
& Santana, R.M.C. (2012). Thermal kurang dikenal: Kemungkinan penggunaan
decomposition of wood: Influence of sebagai bahan baku pembuatan bioetanol.
wood components and cellulose crystallite Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 32(3), 209–
size. Bioresource Technology, 109, 148–153. 220.
doi: 10.1016/j.biortech.2011. 11.122. Stackpole, D. J., Vaillancourt, R. E., Alves, A.,
Rusanen, A., Lahti, R., Lappalainen, K., Rodrigues, J., & Potts, B. M. (2011). Genetic
Kärkkäinen, J., Hu, T., Romar, H., & Lassi, variation in the chemical components of
U. (2019). Catalytic conversion of glucose Eucalyptus globulus wood. G3: Genes, Genomes,
to 5-hydroxymethylfurfural over biomass- Genetics, 1(2), 151–159. doi: 10.1534/
based activated carbon catalyst. Catalysis g3.111. 000372.
Today. doi: 10.1016/j.cattod.2019.02.040. Standar Nasional Indonesia (SNI). (1989). Uji
Sánchez-Sánchez, C., González-González, A., pentosan kayu (SNI 01-1561-1989). Badan
Cuadros-Salcedo, F., Gómez-Serrano, V., & Standardisasi Nasional, Jakarta.
Cuadros-Blázquez, F. (2019). Charcoal as a Standar Nasional Indonesia (SNI). (1989). Pulp
bacteriological adherent for biomethanation kayu dan kayu, kadar abu, silika dan silikat
of organic wastes. Energy, 179, 336–342. (SNI 14-1031-1989). Badan Standardisasi
doi: 10.1016/j.energy.2019.04.192. Nasional, Jakarta.

66
Sifat Kimia dan Kualitas Arang Lima Jenis Kayu Asal Kalimantan Barat
(Lisna Efiyanti, Suci Aprianty Wati, Dadang Setiawan, Saepulloh, & Gustan Pari)

Standar Nasional Indonesia (SNI). (1990). Uji Wise. L.E. (1944). Wood chemistry. New York:
kelarutan kayu dan pulp dalam larutan natrium Reinhold Publisher Corporation.
hidroksida satu persen (SNI 14-1838-1990). Yang, Z., Zhang, G., Xu, Y., & Zhao, P. (2019).
Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. One step N-doping and activation of
Standar Nasional Indonesia (SNI). (1989). Uji biomass carbon at low temperature
kadar sari (ekstrak alkohol benzena dalam through NaNH2: An effective approach to
pulp dan kayu (SNI 14-1032-1989). Badan CO2 adsorbents. Journal of CO2 Utilization,
Standardisasi Nasional, Jakarta. 33(April), 320–329. doi: 10.1016/j.jcou.
Standar Nasional Indonesia (SNI). (1989). 2019.06.021.
Arang kayu (SNI 01-1683-1989). Badan Yunanta, R. R. K., Lukmandaru, G., & Fernandes,
Standardisasi Nasional, Jakarta. A. (2014). Sifat kimia dari kayu Shorea retusa,
Standar Nasional Indonesia (SNI). (1989). Uji Shorea macroptera, dan Shorea macrophylla.
kadar kelarutan kayu dalam air dingin dan Jurnal Penelitian Dipterokarpa, 8(1), 15–24.
air panas (SNI 14-1305-1989). Badan Zhang, W. B., Li, W. Z., & Zheng, B. S. (2012).
Standardisasi Nasional, Jakarta. Comparative analysis on chemical
Usmana, A. S., Rianda, S., & Novia. (2012). composition and charcoal characterization
Pengaruh volume enzim dan waktu of two Miscanthus species. Advanced
fermentasi terhadap kadar etanol (bahan Materials Research, 415–417(December
baku tandan kosong kelapa sawit dengan 2011), 1265–1272. doi: 10.4028/www.
pretreatment alkali. Jurnal Teknik Kimia scientific.net/AMR.415-417.12 65.
Kimia, 18(2), 17–25.
Wang, H., Han, J., Bo, Z., Qin, L., Wang, Y., & Yu,
F. (2019). Non-thermal plasma enhanced
dry reforming of CH4 with CO2 over
activated carbon supported Ni catalysts.
Molecular Catalysis, 475. doi: 10.1016/j.
mcat.2019. 110486.

67
PEDOMAN BAGI PENULIS GUIDELINE FOR AUTHORS

1. Dewan redaksi jurnal menerima naskah ilmiah 1. Editorial boards accept scientific articles related to Journal
hasil penelitian atau hasil studi sesuai ruang of Forest Products Research scope. Manuscript must be
lingkup Jurnal Penelitian Hasil Hutan yang original and it has not been published or being processed
belum pernah dimuat atau tidak sedang dalam for any publications.
proses untuk dimuat di media lain.
2. Dewan redaksi memiliki wewenang penuh untuk 2. Editorial boards are authorized to review the manuscript
memeriksa, memberi saran perbaikan dan/ and possibly discard the manuscript when it does not meet
atau menolak naskah apabila tidak memenuhi scientific journal requirements. Substantively, manuscript
persyaratan. Penilaian naskah secara substantif will be reviewed and observed by relevant peer and internal
dilakukan oleh dewan redaksi dan mitra bestari. reviewers.
3. Naskah diserahkan secara daring melalui menu 3. The manuscript is submitted online via online submission
online submission yang telah disediakan dengan menu, register as user, and attach ethical clearance
mendaftar sebagai pengguna dan melampirkan statement according to Perka LIPI 08/E/2013, which
Surat Pernyataan Klirens Etik sesuai Perka LIPI could be downloaded from Publication Ethic menu in
08/E/2013 yang dapat diunduh pada bagian journal website.
Etika Publikasi.
4. Sekretariat Redaksi tidak melayani naskah yang 4. Journal Secretariat will reject submission via email.
dikirim melalui surat elektronik (email). Bagi Open Journal System (OJS) guideline is available in the
yang membutuhkan petunjuk aplikasi Open guideline for authors.
Journal System (OJS) dapat melihat pada petunjuk
penulis (guideline for authors).
5. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau 5. Manuscript are written in Indonesian or English,
bahasa Inggris, diketik menggunakan MS. Word, in MS. Word on A4 size paper, double spaces, 3 cm
dua spasi pada kertas HVS A4 dengan marjin margins, font Garamond size 12. Insert page number
3 cm dan huruf tipe Garamond berukuran 12 in every page. Figure and Table are wrapped in the
poin. Setiap halaman diberi nomor halaman text. The manuscript is no more than 25 pages, includes
secara berurutan, Gambar dan Tabel diletakkan bibliography and appendices.
bersama dengan teks tidak terpisah dari badan
teks. Jumlah halaman maksimal 25 termasuk
daftar pustaka dan lampiran (jika ada).
6. Naskah ditulis dengan ketentuan sebagai 6. Manuscript is written as follows:
berikut : a. Title is written in Indonesian (capitalized, size 16,
a. Judul, ditulis dalam bahasa Indonesia (huruf bold) and English (capital at the begin of every word,
kapital, ukuran 16, tebal, tegak) dan bahasa size 14, bold, italic) not exceeding 15 words.
Inggris (huruf kapital pada awal kata, ukuran
14, tebal, miring), maksimal 15 kata.
b. Nama penulis, ditulis lengkap tanpa gelar, b. Author’s full names are stated without
berurutan dengan ukuran huruf 12 dan mentioning academic title, in the right order, font
masing-masing disertai nama dan alamat size 12. Author’s intitutions and addressess are fully
instansi dilengkapi nomor telepon, dan written under the author’s names. One main email
alamat surat elektronik penulis utama untuk address is required for main author’s corespondence.
korespondensi.
c. Abstrak, ditulis dalam satu paragraf, satu c. Abstract is written in single paragraph, single
spasi, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris space, written in Indonesian and English, no more
masing-masing tidak lebih dari 250 kata, than 250 words and keywords are presented in four
dilengkapi kata kunci (keywords) empat sampai to six words or phrases.
enam kata atau frasa.
d. Pendahuluan, berisi latar belakang d. Introduction contains background and problem
penelitian, disusun dalam beberapa paragraf statement which are written concisely and clearly
dengan kalimat yang singkat, padat, dan jelas. paragraphs. Research objective is stated clearly in the
Pada bagian akhir paragraf dituliskan tujuan paragraph.
penelitian.
e. Bahan dan Metode, berisi uraian bahan dan e. Material and Method are clearly state related
alat yang digunakan serta lokasi penelitian, materials and methods used in the research, including
metode/cara pengumpulan, dan analisis location, data collection procedures and data
data. analysis.
f. Hasil dan Pembahasan, berisi interpretasi f. Result and Discussion contains of research
hasil penelitian yang diperoleh dan dikaitkan results and its interpretations. The results are
dengan hasil-hasil yang telah dilaporkan presented in figures or tables and they are discussed in
dalam bentuk teks, tabel maupun gambar. relation to similar studies.
g. Kesimpulan, memuat makna hasil penelitian, g. Conclusion contains research findings and
jawaban atas hipotesis dan/atau tujuan answering of to the hypotheses and/or research
penelitian. objectives.
h. Ucapan Terima Kasih, berisi pernyataan h. Acknowledgements states grateful to individu or
terima kasih kepada seseorang, instansi atau institutions who had supported the research and/or
lembaga yang telah mendukung pendanaan provided funding support.
kegiatan penelitian dan/atau bantuan
lainnya.
i. Kontribusi Penulis, dalam penulisan i.j. Author Contributions in collaborative scientific
publikasi ilmiah secara bersama-sama writing, it is necessary to include the author’s role
(kolaboratif), perlu dicantumkan pembagian in preparing the publication’s manuscript. Inclusion
peran penulis dalam penyusunan naskah of author contributions is essential to determine the
publikasi. Pencantuman kontribusi penulis role of the author as the primary contributor or a
dilakukan untuk menentukan peran penulis member contributor. Authors’ contributions are
sebagai kontributor utama atau sebagai written based on the five steps of scientific writing,
kontributor anggota. Kontribusi penulis namely: ideas, designs, and experimental designs;
ditulis berdasarkan lima langkah penulisan trial, and treatment test; data collection and analysis;
publikasi ilmiah, yaitu: ide, desain, dan manuscript writing; and editing and finalization of
rancangan percobaan; percobaan, dan the manuscript. Written contributors are displayed in
perlakuan pengujian; pengumpulan data two alphabets representing the author’s name.
dan analisis data; penulisan manuskrip;
dan perbaikan dan finalisasi manuskrip.
Kontributor ditulis ditampilkan dalam dua
huruf inisial kontributor penulis.
Contoh penulisan kontribusi penulis: Examples of writing author contributions:
Penulis: Ahmad Yani (AY), Joko Sumartono Author: Ahmad Yani (AY), Joko Sumartono (JS),
(JS), dan Bambang Budi Purnomo (BP) and Bambang Budi Purnomo (BP)
Kontribusi penulis: Author Contributions:
Ide, desain, dan rancangan percobaan AY and JS conducted the ideas, designs and
dilakukan oleh AY dan JS; percobaan dan experimental designs; trials and test treatments are
perlakuan pengujian dilakukan oleh BP; carried out by BP; AY, JS, and BP collected and
pengumpulan data dan analisis data dilakukan analysed the data; AY and JS wrote the manuscript;
oleh AY, JS, dan BP; penulisan manuskrip AY and BP edited and finalized the manuscript.
oleh AY dan JS; perbaikan dan finalisasi
mansukrip dilakukan oleh AY dan BP.
j. Daftar Pustaka, berisi kumpulan pustaka j. References contain bibliographies which have been
yang diacu dalam tubuh tulisan dengan cited in the text, minimum of 80% references are
komposisi pustaka primer minimal 80% from primary sources and published in the last five
dari seluruh pustaka. Pustaka diutamakan years. The references are formatted in “American
dari sumber yang sudah dipublikasikan Psychological Association (APA)”, style 6th edition.
dalam lima tahun terakhir. Format Daftar The use of referencing software such as Mendeley and
Pustaka mengacu pada “American Psychological EndNote is highly recommended.
Association (APA)” edisi keenam. Disarankan
menggunakan aplikasi referensi seperti
Mendeley atau End Note.

Penyitiran dalam teks (Citation in text)

Cangkang buah bintaro mengandung lignoselulosa dan sifat seratnya hampir mirip dengan tempurung
kelapa (Iman & Handoko, 2011).

atau

Iman dan Handoko (2011) menyatakan bahwa cangkang buah bintaro mengandung lignoselulosa dan sifat
seratnya hampir mirip dengan tempurung kelapa.

Artikel yang ditulis oleh 3 - 5 penulis (Article of 3 - 5 authors)

Di dalam teks seluruh penulis ditulis untuk pertama kali, kemudian ditulis ‘et al.’

contoh:

Arang aktif dapat dibuat dari bahan organik yang dapat dikarbonisasi seperti kulit kenari (Mariez, Torres,
Guzman, & Maestri, 2006)

Mariez et al. (2006) menyebutkan bahwa bagian cangkang kulit kenari menghasilkan arang aktif kualitas
paling baik.

Artikel yang ditulis oleh lebih dari 5 penulis (Article of more than 5 authors)

Di dalam teks ditulis nama penulis pertama diikuti ‘et al.’ pada kutipan pertama dan selanjutnya.

contoh:

Berbagai pustaka menyebutkan bahwa kandungan zat ekstraktif dalam kayu berkisar 1 - 30%, tergantung
beberapa faktor diantaranya kondisi pertumbuhan pohon dan musim pada saat pohon ditebang (Donegan
et al., 2007)

Contoh format penulisan Daftar Pustaka (Reference list format)

1. Artikel dalam jurnal ilmiah, 1 penulis (Article in scientific journal 1 author)


Endom, W. (2013). Produktivitas dan biaya alat hasil rekayasa dalam pengeluaran kayu jati di daerah curam.
Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 30(1), 63-74.
2. Artikel dalam jurnal ilmiah, 2 - 5 penulis (Article in scientific journal, 2 - 5 authors)
Kissinger, K., Evrizal, A.M.Z., Latifa, K., Darusman, H., & Iskandar, A. (2013). Penapisan senyawa fitokimia
dan pengujian antioksidan ekstrak daun pohon merapat (Combretocarpus rotundatus Miq.) dari hutan
kerangas. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 31(1), 9-18.

Li-bing Z., Mark, P.S., & Sussane, S.R. (2007). A phylogeny of Anisophylleaceae based on six nuclear
and plastid loci: Ancient disjuctions and recent dispersal beetween South America, Africa and Asia.
Molecular Phylogenetics & Evolution; Sept 2007, 44(3), 1057–1067, doi: 0.1016/jympev. 2007. 03.002

3. Artikel dalam jurnal ilmiah, lebih dari 7 penulis (Article in scientific journal, more than 7
authors)
Vissing, K., Brink, M., Lonbro, S., Sorensen, H., Overgaard, K., Danborg, K., ... Aagaard, P. (2008) Muscle
adaptations to polymetric vs. resistance training in untrained young men. Journal of Strength and
Conditioning Research, 22(6), 1799-1810.

4. Buku teks, 1 - 5 penulis (Text book, 1 - 5 authors)


Sudradjat, H.R. (2006). Memproduksi biodiesel jarak pagar. Jakarta: Penebar Swadaya.

Muslich, M., Wardani, M., Kalima, T., Rulliaty, S., & Hadjib, N. (2013). Atlas kayu Indonesia (Jilid IV). Bogor:
Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan.

5. Prosiding (Proceeding)
Dulsalam. (2012). Pemanenan kayu ramah lingkungan. Dalam G. Pari, A. Santoso, Dulsalam, J. Balfas, &
Krisdianto (Penyunt.), Teknologi Mendukung Industri Hijau Kehutanan. Prosiding Seminar Nasional.
Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Bogor. (hal. 102 - 114).

6. Skripsi, Tesis, atau Disertasi (Thesis or Disertation)


Widyati, E. (2006). Bioremediasi tanah bekas tambang batubara dengan sludge industri kertas untuk memacu revegetasi
lahan. (Disertasi). Program Pendidikan Doktor Institut Pertanian Bogor, Bogor.

7. Laporan penelitian (Research report)


Djarwanto & Waluyo, T.K. (2013). Teknologi produksi ragi untuk pembuatan bioetanol. Laporan Hasil
Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan,
Bogor.

8. Artikel dari situs internet (Article from website)


Massijaya, M.Y. (2008). Upaya penyelamatan industri pengolahan kayu Indonesia ditinjau dari sudut
ketersediaan bahan baku. Diakses dari http://www.fahutan.s5.com/sept/sept006.html, pada 17
Februari 2010.

9. Artikel dari situs internet, tanpa nama penulis gunakan nama institusi/organisasi (Article on
the website, if no author, mention the institution/organization)
Departemen Kehutanan. (2008). Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan telah melaksanakan
penelitian pembuatan biodiesel dari biji nyamplung (Calophylum inophylum L.) tahun 2005-2008. Diakses
dari http://www.dephut.go.id/files/ nyamplung_Ind.pdf, pada 7 Oktober 2011.

10. Pustaka dari Standar (Reference from standard)


Standar Nasional Indonesia (SNI). (2013). Spesifikasi desain untuk konstruksi kayu (SNI 797-2013). Badan
Standardisasi Nasional, Jakarta.
P-ISSN 0216 - 4329
E-ISSN 2442 - 8957
TERAKREDITASI PERINGKAT 2
NO: 21/E/KPT/2018

Penelitian Hasil Hutan


PENELITIAN HASIL HUTAN
Vol. 38 No. 1, Maret 2020

Vol. 38 No. 1, Maret 2020 Hal. 1–68

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


(Ministry of Environment and Forestry)
BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI
(Research Development and Innovation Agency)
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN
(Forest Products Research and Development Center)
BOGOR - INDONESIA

Anda mungkin juga menyukai