Anda di halaman 1dari 6

Nama : Erlinda Marito Pulungan

Nim : 0310183123

Kelas : T.Bio 1 / Sem V (Lima)

EVOLUSI EKOLOGI MANUSIA, PERTUMBUHAN POPULASI MANUSIA,


REVOLUSI PERTANIAN SERTA URBANISASI

1. Evolusi Ekologi Manusia

Pada mulanya ekologi dibagi dalam dua cabang yang terpisah: ekologi tumbuhan
(plant ecology) dan ekologi hewan (animal ecology), yang sebenarnya kurang tepat karena
dalam konsep tentang komunitas (masyarakat makhluk hidup), tumbuhan dan hewan sulit
untuk dipisahkan. Hubungan antara tumbuhan dan hewan juga tidak terpisahkan dalam
konsep rantai makanan dan daur materi. Kalau kita bicarakan kehidupan hewan, seperti
kijang, kerbau, dan kuda jelas kelangsungan hidupnya juga sangat tergantung pada
tumbuhan, rumput, dan sebagainya.
Pembagian ekologi yang lain adalah membedakan studi ekologi yang memusatkan
perhatian pada satu jenis makhluk hidup yang disebut autekologi, sedang yang membahas
lebih dari satu jenis disebut sinekologi. Jadi salah satu autekologi, misalnya ekologi dengan
pembahasan yang terpusat pada manusia disebut ekologi manusia. Ekologi manusia yang
memusatkan permasalahan pada dan di sekitar manusia, tentu tidak mungkin meninggalkan
pembicaraan tentang makhluk hidup lain di luar manusia. Misalnya, tumbuhan, padi, sayur,
hewan, kucing, nyamuk, dan kambing yang ada hubungannya dengan manusia tidak akan
luput dari pembahasan. Demikian pula halnya autekologi dari kucing, nyamuk atau
kambing, manusia mungkin juga dibahas hubungannya dengan kucing, nyamuk atau
kambing, dan sebagainya.
Dalam sinekologi masalahnya berbeda karena tidak ada satu jenis makhluk hidup
yang akan menjadi pusat pembahasan. Contohnya, ekologi hutan tropika karena di
dalamnya terdapat berbagai jenis hewan dan tumbuhan, jenis-jenis itu akan dibahas
hubungannya satu dengan yang lain dalam ekosistem hutan tropika. Ekologi Danau Toba
juga sinekologi karena yang dibahas adalah suatu ekosistem di mana terdapat berbagai
jenis makhluk hidup, baik tumbuhan maupun hewan yang hidup dan terdapat atau
berkaitan dengan jenis yang ada di dalam Danau Toba.
Model dalam Gambar 1.2 berikut merupakan fenomena dasar yang berlaku bagi
semua hubungan timbal-balik antara makhluk hidup termasuk manusia dengan Alam.
Semua perolehan didapatkan dengan pengorbanan, beban atau biaya dan upaya. Kenyataan
bahwa Alam juga akan mengalami dampak atau perubahan yang akibatnya juga akan
menimpa

makhluk hidup atau manusia itu sendiri. Jadi, akibat dan timbulnya dampak itu dalam
ekologi manusia perlu diperhitungkan apakah menguntungkan atau merugikan diri sendiri
ataupun merugikan manusia serta makhluk hidup lain.
Jadi, dari model ini jelas bahwa ekologi manusia menganut falsafah berikut.

a. Manusia harus mampu mempertahankan kelangsungan kehidupan dirinya,


keturunannya serta sesama manusia yang lain
b. Yang baik untuk manusia juga harus baik untuk Alam, dan baik untuk makhluk
hidup lain karena perolehan serta manfaat yang diperolehnya sangat tergantung
pada Alam itu sendiri, baik secara langsung ataupun melalui kebutuhan serta
ketergantungan manusia akan makhluk hidup lain.
Cukup jelas kiranya peranan atau manfaat ekologi dalam menunjang, serta
membatasi perilaku manusia berdasarkan kaidah, hukum dan ketentuan lain dalam ekologi.
(Muhammad Soejarni, 2016).

Satu konsep lain dalam ekologi umum adalah evolusi. Evolusi adalah perubahan sifat yang
berlangsung secara perlahan, dalam jangka waktu lama, dan tidak terbalikkan. Berdasarkan
pemikiran Hunurrel dan Albuquerque, etnibiologi dapat menjelaskan bagaimana ekologi
dan dasar evolusi membangun hubunan antara manusia dan alam.
a. Hubungan antara manusia dan alam begitu rumit, terkadang melibatkan tindakan
adaptif terhadap tekanan ekologis dan evolusi
b. Perilaku dan kegiatan manusia dapat menjadi adaptif

c. Lingkungan hidup dapat diasumsikan sebagai faktor yang membatasi, bukan


penentu prilaku manusia
d. Persepsi alam sebagai proses struktural (biologi) an karakteristik kognitif.

e. Pengetahuan ekologi tradisional berasal dari hubungan antara manuia dengan


lingkungan sekitarnya, serta terbentuk dalam tindakan dan praktiknya. (Oekan,
2017). Dalam sistem ekologi, seringkali terjadi proses adaptasi bersama dan evolusi
bersama.
adaptasi bersama atau proses adaptasi yang paralel antara sistem sosial dan ekosistem
yakni evolusi bersama atau proses evolusi yang berjalan bersama-sama antara sistem sosial
dan ekosistem, merupakan dua hal yang terkait dan menjadi atribut interaksi antara sistem
sosial dan ekosistem. adaptasi dan evolusi bersama adalah suatu proses saling
menyesuaikan dan saling ubah yang tidak berujung. sistem sosial manusia menyesuaikan
diri terhadap ekosistem nya dan ekosistem juga turut berubah menyesuaikan dengan sistem
sosial. orang menciptakan ekosistem pertanian yang cocok dengan sistem sosial mereka
dan orang menyesuaikan sistem sosial mereka agar sesuai dengan sistem pertaniannya.
(Oekan, 2017).

2. Pertumbuhan Populai Manusia

Hubungan antara manusia dengan lingkungan tidak dapat dipisahkan satu sama
lain, keduanya saling membutuhkan dan saling ketergantungan. Manusia mempengaruhi
lingkungan sekitarnya, dan sebaliknya manusia juga dipengaruhi oleh lingkungan
sekitarnya. Lingkungan hidup terbentuk dari adanya interaksi berbagai komponen
lingkungan yang ada dipermukaan bumi, baik faktor fisik, biotik maupun sosial. Faktor-
faktor tersebut semuanya bekerjasama dan membentuk suatu sistem ekologi yang
dinamakan dengan ekosistem. Sebagai sebuah sistem, apabila salah satu komponen rusak
maka komponen lainnya akanikut terganggu. Sehingga mengakibatkan sistem berjalan
tidak dengan semestinya. Hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya
yang tidak seimbang dapat menimbulkan permasalahan. Hal tersebut seperti dikemukakan
berikut ini:
Faktor yang sangat penting dalam permasalahan lingkungan ialah besarnya
populasi manusia. Dengan pertumbuhan populasi manusia yang cepat, kebutuhan akan
pangan, bahan bakar, tempat permukiman dan lain kebutuhan serta limbah domestik juga
bertambah dengan cepat. Selanjutnya, dampak semakin meningkatnya populasi manusia
terhadap lingkungan sebagai berikut:
Pertumbuhan populasi ini telah mengakibatkan perubahan yang besar dalam
lingkungan hidup. Di negara yang sedang berkembang yang tingkat ekonomi dan
teknologinya masih rendah, kerusakan hutan dan tata air yang disertai kepunahan
tumbuhan dan hewan, dan erosi tanah, serta sanitasi yang buruk yang menyebabkan
berkecambuknya penyakit infeksi dan parasit, merupakan masalah lingkungan yang
mencekam di daerah itu.
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jumlah penduduk, yaitu
pertama adalah kelahiran. Kelahiran merupakan faktor penambah jumlah penduduk. Kedua
adalah

kematian. Ini merupakan unsur pengurang jumlah penduduk. Sedangkan faktor ketiga
adalah perpindahan penduduk. Perpindahan penduduk yang datang ke suatu negeri disebut
imigrasi. Sementara perpindahan penduduk keluar daerah lain disebut emigrasi.
Pertumbuhan populasi manusia yang begitu pesat, menyebabkan terjadinya alih
fungsi lahan hutan untuk aktifitas perladangan, pertanian dan pembangunan perumahan
masyarakat. Alih fungsi lahan hutan menyebabkan penurunan kualitas habitat dan
ketersediaan makanan bagi satwa liar. Makanan merupakan salah satu faktor utama yang
menjaga keberlangsungan hidup satwa liar. Disamping itu, pertumbuhan populasi manusia
menyebabkan satwa liar hidup berbagi habitat dengan manusia. Banyak dari satwa liar
terancam dan menghindari hidup berdampingan dengan manusia, namun beberapa satwa
liar dapat bertahan dengan baik dengan kehadiran manusia. (Retno Dwi Puspitasari, 2015).

3. Revolusi Pertanian Serta Urbanisasi

Pertanian adalah suatu proses pemeliharaan dan pengembangbiakan tumbuhan dan


hewan yang dimanfaatkan untuk makanan dan pakaian. Pola pemanfaatan sumber alam
oleh masyarakat dengan cara ini diperkirakan telah berlangsung selama 12.000 tahun, yang
diawali oleh masyarakat pengumpul-pemburu yang telah menetap. Masyarakat
pengumpulpemburu yang telah menetap mulai belajar memelihara hewan buruan yang
tertangkap hidup dan mulai menanam tumbuhan liar yang dapat dimakan di sekita tempat
tinggalnya. Hewan penting yang menjadi awal proses domestikasi dan peternakan adalah
menangkap dan memelihara anjing, domba, kambing, babi, sapi, dan kuda liar. (Millers,
1986).
Dampak yang signifikan dari awal pertenakan yang lebih ekstensif dilakukan oleh
para petani dan peternak dari pada para pengumpul-pemburu. Dampak tersebut timbul dari
pembukaan lahan, pembakaran dan pembersihan hutan terhadap habitat liar, yang
prosesnya dilakukan untuk merubah habitat liar menjadi lapangan rumput untuk memlihara
hewanhewan perumput di sekitar tempat tinggalnya. Tipe awal dari pola pemeliharan tanah
atau pertanian adalah holtikultura (hoeculture), yang dimulai oleh para wanita yang
menggunakan cara menggali lubang dengan memakai tongkat (tugal) untuk menanam atau
memasukkan biji, akar/batang atau umbi. Biji-bijian atau umbi yang ditanam umumnya
terdiri dari jagung, padi, gandum dan lainnya.
Pola pertanian yang sebenarnya bukan holtikultura dimulai ketika ditemukannya
bajak yang ditarik oleh hewan ternak. Dengan cara ini, untuk memperoleh bahan-bahan
dari tanaman sebagai bahan makanan, ketergantungan akan energi tenaga manusia menjadi
berkurang. Ketika orang mulai belajar bertani seacar efisien akhirnya manusia mulai
memperoleh bahan makanan secara tetap dan teratur sehingga dengan pola pemanfaatan
sumber alam dengan cara

pertanian akan mempunyai pengaruh penting utnuk komunitas manusia. Akibat masyarakat
manusia mulai menetap dan hidup lebih teratur maka populasi manusia akan mengalami
perubahan, yaitu:
a. Populasi manusia mulai bertambah dengan makin berkurangnya kelaparan.

b. Manusia mulai lebih banyak membutuhkan lahan untuk pertanian dan sejak itu
urbanisasi mulai berlangsung: desa, kota, dan kota-kota besar secara lambat dan
pasti mulai terbentuk.
c. Manusia mulai mengatur dan merubah bentang alam bumi, ekosistem dan
lingkunganya. (Suswanto, 2019).
Ketika masyrakat petani jumlahnya meningkat dan tersebar diseluruh permukaan
bumi, mereka mulai menciptakan dampak lingkungan yang lebih besar dari pada
masyarakat pengumpul-pemburu. Hutan dan padang rumput yang luas mulai berubah
menjadi lahan pertanian, terutama untuk pertanian monokultur seperti gandum, atau padi.
Pengelolaan lahan pertanian yang tidak memadai menyebabkan permukaan tanah yang
penting dan subur menjadi mudah tercuci dan terbawa air hujan sehingga akan mencemari
sungai atau danau. Kegiatan pengerjaan dan pemanfaatan lahan untuk pertanian dan
peternakan juga mengubah dan merusak tumbuhan dan spesies hewan, yang akan
membahayakan kehadiaran dan dapat menyebabkan kepunahan spesies hewan tertentu.
Penggunaan bahan-bahan pembasmi bama sering menimbulkan berbagai masaah
lingkungan dan membahayakan kehidupan liar pencearan dan kerusakan tanah, serta dalam
beberapa bahan- bahan hal dapat meningkatka jenis dan jumlah populasi hama. (Suswanto,
2019).
Pertanian perkotaan merupakan kegiatan pertumbuhan, pengolahan, dan distribusi
pangan serta produk lainnya melalui budidaya tanaman dan peternakan yang intensif di
perkotaan dan daerah sekitarnya, dan menggunakan (kembali) sumber daya alam dan
limbah perkotaan, untuk memperoleh keragaman hasil panen dan hewan ternak. Apabila
ditinjau dari aspek ekologi, pengembangan pertanian perkotaan dapat memberikan manfaat
yaitu:
a. konservasi sumber daya tanah dan air.
b. Memperbaiki kualitas udara.

c. Menciptakan iklim mikro yang sehat, dan

d. Memberikan keindahan karena pertanian perkotaan sangat memperhatikan estetika.

Kehadiran pertanian di wilayah perkotaan maupun daerah sekitar perkotaan


memberikan nilai positif bukan hanya dalam pemenuhan kebutuhan pangan tetapi juga
terdapat nilai-nilai praktis yang dapat berdampak bagi keberlanjutan ekologi maupun
ekonomi wilayah perkotaan. Keberadaan pertanian dalam masyarakat perkotaan dapat
dijadikan sarana untuk

mengoptimalkan pemanfaatan lahan dan sumberdaya alam yang ada di kota dengan
menggunakan teknologi tepat guna. (Ahmad, 2016).
Daftar Pustaka

Miller, G.T. 1986. Environmental Science: An Introduction. California: wadsworth, Inc.


Suswanto, Rasidi dkk. 2019. Modul Ekologi Hewan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Soerjani, Mohamad. 2016. Ekologi Manusia. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Rifqi, Ahmad F. dkk. Pertanian Perkotaan : Urgensi, Peranan, Dan Praktik Terbaik. Jurnal
Agroteknologi, Vol. 10 No. (1).
Abdoellah, Oekan S. 2017. Ekologi Manusia dan Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Otto, Soemarwoto. 1997. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan Yogyakarta:
Djambatan.
Warsito. 2018. Hadis Perintah Memperbanyak Keturunan Tinjauan Tekstual dan
Kontekstual dalam Prespektif Ekonomi. Jurnal Ilmu Hadis, vol. 4, no. 1.
Dwi Puspitasari, Retno. 2015. Pertanian Berkelanjutan Berbasis Resolusi Industri 4.0.
Jurnal: Pertanian, Vol. 1 No.1.

Anda mungkin juga menyukai