Anda di halaman 1dari 10

Makalah budaya melayu

Prekonomian sejarah budaya melayu riau

Disususn oleh:

Adella novita sari

Anggi melinda putri

Anita

Anissa

Belqis caron anjely

Delvi halimah

Avivah sri santika

KELAS XI IPA 4

SMA NEGRI 1 PANGKALAN KURAS

TP 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang
berjudul “prekonomian sejarah budaya melayu riau”Pada makalah ini kami banyak
mengambil dari berbagai sumber dan refrensi dan pengarahan dari berbagai pihak
.oleh sebab itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih sebesar-
sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini.

Penyusunan menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna,
untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
kesempurnaan laporan ini.

Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk semua pihak yang membaca…

Sorek, 26 januari 2019

Penyusun

Kelompok 4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan orang melayu, etika atau budaya kerja mereka telah di wariskan
oleh orang tuanya secara turun menurun. Masyarakat melayu dulunya memiliki
budaya kerja yang di sebut “ semangat kerja” yang tinggi, semangat yang mampu
harkat dan martabat kaumnya” untuk duduk sama rendah tegak sama tinggi”
dengan masyarakat dan dengan bangsa lain. Sedangkan, budaya kerja masyarakat
melayu yang lazim di sebut dengan “ pedoman kerja melayu “, di akui oleh
banyak ahli, karena hal ini sangat ideal dengan budaya kerja yang universal,
terutama di dunia islam.dengan modal “ pedoman kerja melayu” tersebut
masyarakat melayu mampu membangun negri dan kampung halaman, mereka
juga mampu mensejahterakan kehidupan masyarakat dan menghadapi
persaingan.
Dalam ekonomi melayu, perinsip keadilan dan kebersamaanmerupakan hal yang
penting. Prinsip dan kebersamaan dan tolong menolong juga merupakan dasar
dalam ekonomi melayu. Di dalam makalah ini, penulis sedikit membahas
mengenai Etos Kerja Orang Melayu. Dengan begitu, kita akan mengetahui sedikit
banyak mengenai budaya kerja orang melayu.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana etos dan etika kerja dalam budaya melayu?


2. Bagaimana pandangan orang melayu terhadap kerja?
3. Apa mata pencaharian orang melayu?
4. Bagaimana pandangan orang melayu terhadap harta?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana etos dan etika kerja dalam budaya melayu
2. Untuk mengetahui bagaimana pandangan orang melayu terhadap kerja
3. Untuk mengetahui apa mata pencaharian orang melayu
4. Untuk mengetahui bagaimana pandangan orang melayu terhadap harta
BAB II
PEMBAHASAN

1. Etos Dan Etika Kerja Dalam Budaya Melayu

Dalam kehidupan orang melayu, etika atau budaya kerja mereka telah di wariskan
oleh orang tuanya secara turun menurun. Masyarakat melayu dulunya memiliki budaya
kerja yang di sebut “ semangat kerja” yang tinggi, semangat yang mampu mengangkat
harkat dan martabat kaumnya” untuk duduk sama rendah tegak sama tinggi” dengan
masyarakat dan dengan bangsa lain. Sedangkan, budaya kerja masyarakat melayu yang
lazim di sebut dengan “ pedoman kerja melayu “, di akui oleh banyak ahli.
Karena hal ini sangat ideal dengan budaya kerja yang universal, terutama di dunia
islam.Dengan modal “ pedoman kerja melayu” tersebut masyarakat melayu mampu
membangun negri dan kampung halaman.Mereka juga mampu mensejahterakan
kehidupan masyarakat dan menghadapi persaingan.
Orang- orang tua melayu dulu mengatakan “ berat tulang ringan lah perut “ maksutnya
orang yang malas kerja hidupnya akan melarat. “ sebaliknya, “ ringan tulang berat lah
perut “ maksudnya adalah barang siapa yang bekerja keras, hidupnya pasti akan tenang
dan berkecukupan. Di dalam untaian ungkapan masyarakat melayu di katakan :
Kalau hendak menjadi orang
Rajin rajin membanting tulang
Manfaatkan umur sebelum petang
Pahit dan getir usah di pantang
Kalau hendak menjadi manusia
Ringankan tulang habiskan daya
Kerja yang berat usah di kira
Pahit dan manis supaya di rasa
Kalau tak ingin mendapat malu
Ingatlah pesan ayah dan ibu
Bekerja jangan tunggu menunggu
Manfaatkan hidup sebelum layu
Ungkapan di atas, dahulunya di sebarluaskan di tengah-tengah masyarakat di jabarkan,
di uraikan, dan di hayati secara keseluruhan oleh anggota masyarakat. Penyebarluasan
ungkapan tersebut melalui beberapa cara seperti dalam cerita, nasihat, upacara adat,
nyanyian rakyat, dll. Hal ini di lakukan agar dapat menumbuhkan semangat kerja yang
tinggi, sehingga setiap anggota masyarakat mampu mencari dan memanfaatkan peluang
yang ada bahkan mampu pula menciptakan usaha-usaha baru yang sesuai dengan
kemampuan dan keahlian mereka masing masing.
Dalam adat melayu, banyak menyerap nilai nilai agama islam , terdapat
suatuungkapan yang mengatakan “ adat bersendikan syara, syarak besendikan
kitabullah”. Menurut ungkapan ini orang yang tidak bekerja , apalagi sengaja
tidak mau bekerja, dianggap melalaikan kewajiban, tercela oleh masyarakat
melayu, yang di sebut “ tak ingat hidup akan mati, tak ingat hutang yang di
sandang, tak ingat beban yang dipikul “.
Oleh karena itu dalam masyarakat melayu, orang yang pemalas di rendahkan oleh
masyarakatnya. Itulah sebabnya orang orang tua dahulu mengatakan :
Kalau malu di rendahkan orang
Bantinglah tulang pagi dan petang
Bekerja jangan lang kepalang
Gunakan akal mencari peluang
Di dalam bekerja jangan berlengah
Manfaatkan peluang mana yang ada
Kuatkan hati lapangkan dada
Kalau tak mau hidup melarat
Carilah kerja cepat cepat
Jangan di kira ringan dan berat
Asal sesuai dengan syariat
Budaya melayu juga mengajarkan etika kerja. Adapun konsep etika kerja dalam
budaya melayu dapat di lihat dari pribahasa berikut ini :
1. Biar lambat asal selamat
Orang-orang tua melayu, menekankan pada anak anaknya supaya berhati hati
dalam bekerja dan mengambil keputusan.
1. Tidak lari gunung di kejar
Orang melayu di sarankan tidak tergopoh gopoh dan selalu bersabar dalam
bekerja, sebab dengan tergopoh gopoh hasilnya tidak baik.
2. Awal di buat, akhir di ingat
Pekerjaan yang di kerjakan secara tergesa gesa selalu menimbulkan kesulitan dan
tidak lengkap, tidak terurus. Oleh sebab itu, masyarakat melayu jika hendak
membuat suatu aktivitas selalu di fikirkan semasak masaknyasehingga hasilnya
maksimal
3. Alang-alang berdawat, biarlah hitam
Jangan asal asalan dalam bekerja
4. Kerja beragak-agak tidak menjadi, kerja berangsur angsur tidak bertahan
5. Sifat padi, semakin berisi semakin merunduk
6. Baru berlatih hendak berjalan, langsung bersembam
7. Selera bagai taji, tulang bagai kanji, menanti nasi tersaji di mulut
8. Bekerja jangan lah berulah dan degil
9. Hemat dan cermat merupakan amalan terpuji bagi orang melayu
2. Pandangan orang Melayu Terhadap Kerja

Orang melayu yang mendasarkan budayanya dengan teras islam selalu


memandang bahwa bekerjamerupakan ibadah, kewajiban dan tanggung
jawab.bekerja sebagai ibadah merupakan hasil pemahaman orang melayu
tehadap al-qur’an dan hadits nabi muhammad saw. Di dalam al-qur’an
mengatakan” apabila kamu telah selesai melaksanakan solat, bertebarlah kamu di
muka bumi ( untuk mencari rezeki dan rahmat allah ). Pada ayat lain juga di
katakan “ maka apabila telah selesai ( dari suatu urusan) kerjakanlah dengan
sungguh sungguh (urusan) yang lain” ( QS. Alam nasyrah : 7).
Masalah budaya kerja sering kali muncul ketika kita membuat perbandingan,
misalnya di antara suku-suku yang ada di indonesia, antara kaum pribumui dan
non pribumi. Suku minang dan suku bugis di kenal sebagai suku suku pedagang.
Dari profesi yang mereka tekuni inilah orang melihat bahwa kedua suku ini
memiliki etos kerja yang tinggi. Kedua suku ini di kenal sebagai perantau di
berbagai daerah, sementara itu, bebrapa suku lainnya di indonesia di kenal
mempunyai etos kerja yang rendah, sebut saja suku melayu yang di kenal atau sering di beri
label stereotip “ pemalas “
Pandangan serupa juga di terapkan dalam menilai antara pribumi dan non
pribumi. Orang orang cina sering kali dinilai mempunyai etos kerja yang tinggi bila
di bandingkan dengan penduduk pribumi. Di kalangan masyarakat melayu sendiri
muncul pengakuan bahwa orang melayu belum mempunyai budaya kerja yang
tinggi . pada tahun 1970, mahathir bin muhammad mengemukakannya dalam the
malay dilemma yang menyoroti perihal orang melayu. Mahatir menilai orang
melayu di manjakan oleh lingkungan geografisnya, yang tidak mendorong orang
melayu untuk bersaing, sehingga mereka menjadi lemah dan tidak mampu
bekerja keras ( luthfi dalam hitami, 2005 : 112)
Pandangan yang menilai orang melayu tidak mempunyai semangat kerja dan
terkesan malas tidak lah di setujui oleh semua pihak. S.H. alatas (1988) mengkritik
dengan keras tentang pendapat itu. Alatas mengatakan bahwa pendapat yang di
kemukakan oleh orang orang tersebut, di sebabkan oleh kurangnya wawasan
mereka tentang ilmu ilmu sosial dan ketidak tahuan mereka dengan sejarah
melayu. Alatas menolak anggapan tentang kemalasan orang melayu, karena
kemalasan adalah konsep yang relatif, yang lebih di cirikan tidak adanya unsur
penting dari padanya unsur penting. Kemalasan di cirikan oleh sikap mengelak
terhadap keadaan yang seharusnya memerlukan usaha dan kerja keras.
3. Mata Pencaharian Orang Melayu

Mata pencarian masyarakat orang melayu beraneka ragam, mulai dari usaha
yang bergantung kepada alam sampai pada usaha yang mengandalkan jasa.
Kekayaan yang di miliki oleh bumi melayu merupakan anugrah allah, dan
membuat masyarakatnya hidup dalam serba cukup. Secara geografis, mata
pencaharian tradisional masyarakat bisa di bagi dalam dua kelompok, yaitu,
masyarakat yang hidup di daerah daratan yang berhutan lebat, bersungai sungai
dan berawa rawa dan masyarakat yang hidup di daerah pesisir yang berlaut
luas.maka usaha tradisionalpun di sesuaikan dengan keadaan kedua daerah
tersebut.
Pada dasarnya, dahulu kedua jenis daerah ini sistem mata pencahariannya
adalah dengan cara mengumpulkan bahan bahan makanan yang di sediakan
alam.akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya masyarakatnya tidak bisa lagi
menggantungkan kehidupannya hanya pada pemberian alam saja. Perkembangan
ini lambat laun menimbulkan pula pembagian kerja secara alamiah. mereka yang
hidup di pesisir akhirnya terdiri dari masyarakat taniu adan masyarakat nelayan.
Dan mereka yang hidup di daerah pedalaman yang berhutan, bersungai dan
berawa-rawa, dalam perkembangan kemudian lebih mengutamakan bercocok
tanam dengan sistem ladang.
Paling kurang, ada delapan mata pencaharian tradisional masyarakat melayu.
Kedelapan pencaharian ini di sebut juga tapak lapan, maksudnya dari situlah
kehidupan berpijak atau bertumpu ( hamidy, 1999 : 212). Adapun tapak delapan
tersebut adalah :
a. Berkebun , seperti membuat kebun getah dan kebun kelapa
b. Beladang, yakni menanam padi, jagung dan sayur-sayuran
c. Beniro, yaitu mengambil air enau lalu menjadikannya manisan atau gula
enau
d. Beternak, seperti memelihara ayam, itik, kambing, sapi dan kerbau.
e. Bertukang, membuat rumah, sampan, tongkang dan peralatan lainnya
f. Berniaga atau menjadi saudagar
g. Nelayan, yaitu mengambil hasil laut atau di sungai
h. Mendulang ( mengambil emas disepanjang sungai ) serta mengambil hasil
hutan berupa rotan, damar jelutung, dan lain lain sebagainya

4. Pandangan Orang Melayu Terhadap Harta


Pandangan orang melayu terhadap harta benda pada umumnya sangat
terpengaruh oleh ajaran islam, sehingga term-term yang di gunakan untuk
mencari harta tersebut banyak mengandung simbol simbol islam. Mengenai harta
benda, dalam pandangan orang melayu yang utama ialah “berkahnya dan bukan
jumlahnya”. Harta yang bisa mendatangkan berkah adalah harta yang di peroleh
dengan cara yang halal. Pandangan seperti ini tentu saja di pengaruhi oleh ajaran
islam.
Karena itulah mereka cenderung mencari harta benda untuk sekedar untuk di
pakai, kalau sudah berlebih lebihan mereka khawatir menjadi siksa. Dari
pandangan seperti inilah, membuat orang melayutidak melakukan penumpukan
harta atau mencari harta dengan jalan yang tidak benar.
Sebenarnya islam juga mengajarkan orang untuk jadi kaya, tentu saja dengan
cara-cara yang benar, agar bisa membantu orang lain, baik dalam bentuk
sedekah, infak, zakat dan ibadah lainnya.
Dari sisi lain, orang Melayu memandang kerja bukan semata-mata untuk
kepentingan hidup didunia, tetapi juga untuk keselamatan hidup diakhirat. Oleh
karenannya, kerja haruslah mampu membawa peningkatan taraf hidup dan
kesejahteraan duniawi, selain itu juga dapat menjadi bekal hidup di akhirat.
Untuk itu pekerjaan haruslah yang halal, dilakukan secara ikhlas. Dalam ungkapan
orang melayu dikatakan:
Apabila kena menurut sunnah
Manfaatnya sampai ke dalam tanah
Apa bila kena menurut syariat
Berkah melimpah dunia akhirat
Apabila kerja niatnya ikhlas
Dunia akhirat allah membalas
5. Dampak perubahan perekonomian yang dulu sama yang sekarang

Contoh perubahan dalam bidang ekonomi misalnya adalah pada proses


pembayaran dalam aktifitas jual beli. Pada masa lalu, pembayaran dilaksanakan
dengan sistem barter atau pun dengan uang barang. Sementara pada masa kini,
pembayaran secara umum menggunakan uang secara fisik. Di masa yang akan
datang, diprediksi bahwa pembayaran masih dengan uang namun lebih kepada
uang secara non-fisik mengingat metode pembayaran mulai bergeser ke sistem
online.
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN

Seperti yang telah kita bahas bersama-sama tadi, maka dapat ditarik
kesimpulan, bahwa gambaran tentang Budaya kerja masyarakat Melayu,
serbagian besar masih terdapat dalam masyarakat Melayu, baik yang tinggal
dikota maupun dikampung-kampung. Nilai luhur budaya Melayu ini tentulah akan
member manfaat apabila disimak, di cerna, dan dihayati dengan baik dan benar.
Mudah-mudahan dengan apa yang telah kami paparkan, kita semua dapat
mengenal dan mengetahui bahwa masyarakat Melayu memiliki budaya kerjanya
sendiri. Secara teoritis dan filosofis, orang Melayu memiliki budaya kerja yang
hampir sempurna, walaupun banyak anggapan bahwa orang Melayu serba
ketinggalan, perajuk dan sebagainya.

2. KRITIK DAN SARAN

Dalam makalah ini tentunya akan ada kekurangan-kekurangan argumentasi


atau mugkin terdapat kekeliruan dalam penulisan atau susunan kata-kata, oleh
karena itu kritik dan saran kami butuhkan guna perbaikan berikutnya. Untuk
memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam, kami sarankan juga untuk
membaca referensi-referensi lain yang terkait dengan pengaruh kebudayaan
terhadap jiwa keagamaan.

Anda mungkin juga menyukai