Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


KORUPSI DAN PENCEGAHANNYA DALAM
PERSPEKTIF ISLAM
Dosen Pengampu : Drs. Syamsul Arifin, M.Ag

Disusun Oleh :

Ahmad Mukhlis Ilham Rizky : 195090707111001

Nikita Khoirunnisa : 215090200111050


Risyad Muhammad Nurakbar : 215090200111001
Sarah Rizka Faradhiena : 215090207111048

Yasmin Nur Fadhilah : 215090207111007


Yuweni Ayufe Rametareza Putri : 215090200111025

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2021

i
Daftar Isi
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................1
1.3 Tujuan ......................................................................................................................1
BAB 2. PEMBASAHAN ..................................................................................................2
2.1 Korupsi ....................................................................................................................2
2.1.1 Pengertian Korupsi ...........................................................................................2
2.1.2 Ragam Korupsi .................................................................................................3
2.1.3 Hukum Korupsi dalam Islam............................................................................4
2.2 Motif Korupsi ..........................................................................................................5
2.3 Upaya Pencegahan Korupsi .....................................................................................7
2.4 Ancaman Perilaku Korupsi dalam Ajaran Islam .....................................................9
2.4.1 Jarimah atau Tindak Pidana..............................................................................9
2.4.2 Klasifikasi Hukum Pidana Islam ......................................................................9
2.4.3 Hukuman Bagi Tindak Pidana Korupsi ..........................................................10
BAB 3. PENUTUP ..........................................................................................................14
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................15

ii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Korupsi merupakan suatu masalah yang sudah lama keberadaannya. Dapat
diperkirakan masalah korupsi ini sudah muncul sejak manusia mengenal hidup
beroganisasi. Sehingga bisa dapat diperkirakan bahwasannya korupsi kemungkan
besar ada di sistem kehidupan berorganisasi manusia.
Di Indonesia sendiri masalah korupsi merupakan salah satu masalah yang
paling membutuhkan perhatian pemerintah. Karena sudah tidak asing lagi bahwa
banyak kasus-kasus korupsi yang terjadi di negara Indonesia. Kajian-kajian
mengenai korupsi di Indonesia sudah banyak dilakukan sejak lama. Namun, kajian-
kajian mengenai korupsi dalam perspektif Islam masih jarang ditemukan. Padahal
pengembangan kajian-kajian dalam perspektif Islam ini memberikan beberapa
keuntungan. Keuntungan tersebut yaitu sifat hukum syariah yang bernuansa
keagamaan. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk melakukan upaya pemberantasan
korupsi yang dikarenakan suara agama yang didengar dan dapat berpengaruh pada
tingkah masyarakat. Maka dari itu tulisan berikut akan menjelaskan mengenai
masalah korupsi dalam khazanah syariah (hukum Islam).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu korupsi? Apa saja ragam dan hukumnya?
2. Apa saja motif-motif korupsi?
3. Bagaimana upaya pencegahan korupsi?
4. Apa ancaman perilaku korupsi dalam ajaran Islam?

1.3 Tujuan
1. Memahami pengertian korupsi, apa saja ragam-ragam korupsi dan
bagaimana hukumnya dalam Islam.
2. Mengetahui apa saja motif-motif dari korupsi.
3. Mengetahui bagaimana upaya pencegahan korupsi.
4. Mengetahui ancaman perilaku korupsi dalam ajaran Islam.

1
BAB 2. PEMBASAHAN

2.1 Korupsi

2.1.1 Pengertian Korupsi


Secara etimologi kata korupsi berasal dari Bahasa latin yaitu corruptio, yang
mempunyai kata kerja corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoya hkan,
memutarbalik atau menyogok. Arti bahasa Latin itulah kemudian turun ke banyak
bahasa di Eropa, seperti bahasa Inggris yaitu corruption, atau to corrupt yang
berarti to change from good to bad in morals, manners or actions (berubah dari
baik ke buruk dalam hal moral, sikap, dan tindakan)

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, korupsi berasal dari korup yang
berarti buruk, palsu, dapat disuap, tidak bermoral, bejat, tidak jujur. Korup juga bisa
diartikan dapat disogok, menyelewengkan uang/barang milik perusahaan atau
negara, menerima uang dengan menggunakan jabatan untuk kepentingan pribadi,
penggelapan uang negara atau perusahaan untuk dirinya sendiri atau orang lain.

Dalam Bahasa arab, korupsi sama dengan kata risywah yang berarti
penyuapan. Risywah juga dimaknai sebagai uang suap. Korupsi sebagai sebuah
tindakan merusak dan berkhianat juga disebut (fasad, fad, dan ghulul (berkhianat)).
Ketiga istilah tersebut memiliki rujukan dalam hadis maupun Al-Quran.

Ada tiga unsur pokok tindakan kejahatan maaliyah yang bisa dikategorikan ke
dalam makna korupsi, yaitu:

1. adanya unsur tasharruf, Tindakan yang berarti menerima, memberi, dan


mengambil yang bukan haknya
2. adanya penyalahgunaan terahadap amnah (kekuasaan)
3. adanya kerugian yang ditanggung oleh masyarakat, publik dan negara.

Terdapat istilah kejahatan maaliyah yang memiliki makna yang sama dengan
korupsi yaitu

1. khinayah atau ghulul (pengkhianatan)


2. al-ghasy (penipuan)
3. risywah (suap)
4. hirabah atau saraqah (pencurian)
5. ghasab (memanfaat harta milik orang lain tanpa izin atau tanpa
sepengetahuan miliknya)

2
2.1.2 Ragam Korupsi

Terdapat beberapa macam bentuk kejahatan yang dikategorikan sebagai korupsi

1. Kerugian Keuangan Negara

Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau


korporasi dengan megambil uang milik negara yang tujuannya
menguntungkan diri sendiri atau orang lain, serata menyalahguna kan
kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada. Contoh dari korupsi jenis
ini adalah kecurangan dalam pembayaran pajak. Pajak nilainya
dimanipulasi agar menguntungkan pemberi suap sehingga menimbul kan
kerugian pada negara.

2. Suap menyuap

Memberi hadiah atau janji kepada seseorang dengan melihat kekuasaan dan
wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya yang dilakukan
untuk mengubah sikap penerima suap atas suatu kepentingan. Contohnya
menyuap pegawai negeri yang karena jabatannya bisa menguntungkan
orang yang memberikan suap, menyuap hakim, pengacara, atau advokat.

3. Penggelapan dalam jabatan

Korupsi jenis ini diartikan sebagai penyalahgunaan jabatan, yakni tindakan


seorang pejabat pemerintah dengan kekuasaan yang dimilikinya melakukan
penggelapan laporan keuangan, menghilangkan barang bukti atau
membiarkan orang lain menghancurkan barang bukti yang bertujuan untuk
menguntungkan diri sendiri dengan jalan merugikan negara.

4. Pemerasan

Pemerasan merupakan tindakan yang dilakukan oleh pegawai negeri atau


penyelenggara negara untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaaannya
dengan memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau
menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu
bagi dirinya sendiri. Contohnya pegawai negeri yang pada waktu
menjalankan tugas, meminta atau menerima atau memotong pembayaran
kepada pegawai negeri lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai
negeri tersebut mempunyai utang kepadanya,padahal diketahui bahwa hal
tersebut bukan merupakan utang.

3
5. Perbuatan curang

Perbuatan curang yang dimaksud dalam jenis korupsi ini biasanya dilakukan
oleh pemborong, pengawas proyek, rekanan TNI/Polri, pengawas rekanan
TNI/Polri, yang melakukan kecurangan dalam pengadaan atau pemberian
barang yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain atau terhadap
keuangan negara atau yang dapat membahayakan keselamatan negara pada
saat menyelenggarakan pemerintahan. Contoh lainnya yang termasuk dalam
perbuatan curang adalah pegawai negeri yang menyerobot tanah negara
yang mendatangkan kerugian bagi orang lain.

6. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan

Benturan Kepentingan dalam Pengadaan adalah jenis korupsi dimana


adanya penyelewengan kekuasaan dan kepentingan oleh pegawai negeri
dalam kegiatan yang bertujuan untuk menghadirkan barang atau jasa yang
dibutuhkan oleh suatu instansi atau perusahaan. Contohnya adalah pegwai
negeri yang baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut
serta dalam pemborongan, pengadaan atau persawahan yang pada saat
dilkaukan perbuatan Sebagian yang kaub ditugaskan untuk mengurus dan
mengawasinya.

7. Gratifikasi

Korupsi jenis ini adalah merupakan pemberian hadiah yang diterima oleh
pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara dan hadiah tersebut diberikan
sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan jabatannya .
Gratifikasi dapat berupa uang, barang, diskon, pinjaman tanpa bunga, tiket
pesawat, liburan, biaya pengobatan, serta fasilitas-fasilitas lainnya

2.1.3 Hukum Korupsi dalam Islam

Dalam hukum Islam, perbuatan korupsi memang tidak dibenarkan. Agama


Islam membagi istilah korupsi dalam beberapa poin, yakni risywah atau suap,
sariqah atau pencurian, al-gasysy atau penipuan dan pengkhianatan. Ketiga hal
tersebut adalah perbuatan tercela dan yang melakukannya akan mendapatkan dosa
besar alias hukumnya haram.

4
Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 29:

َ‫َّٰللا‬ ٍ َ‫يٰٓاَيَهاَاَّلِذيَنَاَمُنْواَاَلََتْأُكُل ْٰٓواَاَمْواَّلُكْمََبْيُنُكْمََباَّلَباِطِلََااَلَٰٓاْنََتُكْوْنََتَجاَرًةََعَنََتَر‬


‫اضََمُنُكْمََۗواَلََتقتُل ْٰٓواَانفسُكْمََۗاْن ه‬
‫ُكاْنََبُكْمََرحْيما‬.

Artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta


sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang
berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu”

Beberapa ulama fiqih pun juga sepakat, jika menggunakan atau meraih harta
dari hasil tindak pidana korupsi, itu sama saja dengan memakan hasil rampasan,
judi, dan curian. Di mana, itu hukumnya haram. Allah SWT telah berfirman dalam
surat Al-Baqarah ayat 188:

‫َواَلََتْأُكُلَ ْٰٓواَاَمْواَّلُكْمََبْيُنُكْمََباَّلَباِطِلَوَتْدَّلْواََبَهآَٰاَّلىَاَّلُحَُكاِمََّلتْأُكُلْواََفريقاََمَنَاَمْواِلَاَّلُناِسََبااَلْثْمَوانَتْمََتعُلمْوْن‬.

Artinya:

“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil,
dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan
maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa,
padahal kamu mengetahui.”

2.2 Motif Korupsi

Motif Korupsi: Seseorang melakukan korupsi memiliki landasan serta


penyebab yang mendukung dan dinilai menjadi suatu motivasi tersendiri. Menurut
Alfred Schutz dalam penelitian oleh Viola Sinda pada tahun 2013, konsepsi
penyebab korupsi memiliki suatu motif penyebab atau dikenal dengan because
motive yang menyatakan bahwa segala bentuk tindakan ditentukan oleh faktor
penyebab. Dalam sisi yang lain seperti yang diteliti oleh Nadiatus Salama pada
tahun 2014 menyebutkan bahwa terdapat beberapa hal yang mendorong adanya
perilaku korupsi seperti motif ekonomi, rendahnya moral, serta penegakan hukum
yang lemah. Selain itu, Rudel & Xin juga menyebutkan bahwa korupsi bisa terjadi
karena adanya monopoli kekuasaan, akuntabilitas institusi yang lemah, serta
jabatan yang disalahgunakan.

5
Motif yang melandasi seseorang untuk melakukan tindakan korupsi tidak
semata hanya untuk memperoleh keuntungan dalam hal ini yaitu materi. Tetapi,
juga dinilai bisa untuk meningkatkan hubungan pertemanan, status, citra, dan masih
banyak lagi. Modus dari operasi yang dijalankan juga bisa dalam berbagai macam
hal. Mulai dari menaik turunkan pengeluaran dan penerimaan; menghilangkan,
memanipulasi, bahkan memalsukan dokumen tertentu; membuat peraturan yang
hanya menguntungkan satu pihak. Berdasarkan suatu teori atau motif korupsi yang
dikemukakan McClelland (2011) dalam penelitian oleh Sulis Winurini disebutkan
bahwa motif afiliasi dan kekuasaan memiliki hubungan langsung dengan perilaku
korupsi. Hubungan antara motif kekuasaan dan perilaku kekuasaan dapat terjadi
karena adanya peluang serta potensi. Maksudnya yaitu, korupsi bisa terjadi ketika
terdapat suatu titik lemah dari instansi serta potensi yang telah dipertimbangkan
oleh pelaku.

Setelah diurutkan, urutan dari motif para pelaku korupsi yang menjadi
partisipannya secara berturut-turut adalah motif kekuasaan, motif afiliasi, dan motif
berprestasi. Dalam hal ini motif kekuasaan paling tinggi dibandingkan dengan motif
lainnya tergambar sebagai bentuk dari jabatan mereka yang relatif tinggi di
pemerintahan maupun di dunia bisnis. Individu yang memiliki motif kekuasaan
tinggi memiliki kebutuhan akan status, pengakuan, dan penghargaan dari orang
lain. Namun, motif kekuasaan yang ditunjukkan adalah motif yang sifatnya
personal yang artinya motif berkuasa didasarkan pada kebutuhan pribadi dan rasa
egoistis. Motif inilah yang kemudian menekan individu mencari jalan pintas untuk
berkuasa sehingga menilai jalan salah satunya melalui korupsi. Tingginya skor
motif afiliasi menjelaskan penyebab korupsi besar (grand corruption) bisa terjadi
secara kolektif. Skor motif afiliasi yang tinggi ditemukan sejalan dengan tingginya
skor pada dimensi kompromi. Dalam hal ini dijelaskan bahwa kebutuhan para
partisipan untuk menjalin relasi dengan orang lain cukup tinggi karena korupsi
besar memerlukan kemampuan berafiliasi yang tinggi dengan orang lain, membuka
jaringan dengan orang lain dari beragam profesi. Kemampuan untuk berafiliasi
dengan orang lain sedikit banyak dipengaruhi oleh kemampuannya untuk
melakukan kompromi dengan tuntutan atau kepentingan orang lain.

6
2.3 Upaya Pencegahan Korupsi

Tindakan korupsi termasuk kedalam sebuah tindakan yang sangat sulit


untuk diberantas di negeri Indonesia. Hal tersebut dikarenakan hukuman yang
diberikan oleh pemerintah tidak memberikan efek jera kepada para pelaku korupsi.
Hukuman yang tidak memberikan efek jera akan memberikan dampak para pelaku
untuk membuat masalah baru. Maka dari itu pemerintah Indonesia harus
memberikan hukuman yang tepat untuk para pelaku tindakan korupsi. Setelah
memahami pengertian korupsi dalam perspektif islam, pada bab ini akan membahas
bagaimana cara mengatasi tindak korupsi dengan cara pencegahan. Dalam
melakukan pencegahan tindakan korupsi ini, kita bisa melihat dari berbagai aspek,
aspek-aspek tersebut yaitu:

a) Jalur Budaya

1. Menghilangkan budaya kultur turun temurun yaitu budaya yang


melahirkan rasa sungkan bagi seseorang untuk merasa sungkan
kepada orang yang memiliki kedudukan lebih tinggi, hal ini
menyebabkan tindakan korupsi tetap terjaga.

2. Menghilangkan budaya memberikan hadiah kepada orang yang


memiliki wewenang untuk urusan publik yang bertujuan untuk
memperlancar suatu kegiatan

3. Menghilangkan budaya instan dengan cara mengikis jalur yang


seharusnya dilalui

4. Perlunya membangun budaya kritis dan akuntibilitas pada


masyarakat

b) Jalur Pendidikan

1) Jalur Formal

a) Membumikan mata pelajaran civic education agar


menumbuhkan nilai kejujuran, keadilan dan kebenaran.

b) Membuat kurikulum yang tepat tentang bahaya nya tidakan


korupsi yang sudah bisa dimulai sejak dini

c) Mendorong para akademis untuk melakukan penelitian dan


seminar tentang tindakan korupsi

d) Membersihkan lembaga pendidikan dari tindakan korupsi

7
2) Jalur Non Formal

a) Meningkatkan fungsi keluarga yang terkait masalah pendidikan


tentang bahaya nya korupsi bagi kehidupan bangsa

b) Orang tua bertugas menumbuhkan rasa bangga dengan usaha


yang dilakukan karena Allah mengajarkan yang namanya proses

c) Meningkatkan fungsi keluarga dalam membentuk karakter anak


sesuai dengan perintah Agama

3) Jalur Agama

a) Mendorong para tokoh agama untuk mengeluarkan pendapat


tentang bahaya nya korupsi dan memberikan sanksi moral pada
para tindakan korupsi

b) Mewujudkan masyarakat agar lebih menghayati agaran


agamanya dengan baik dan benar

c) Mengoptimalkan potensi institusi masjid dan mushola

4) Jalur Hukum

a) Mendorong para penjabat publik untuk merevisi undang-undang


dalam hal hukuman pelaku tindakan pidana korupsi

b) Penegak hukum harus mempublikasikan identitas para koruptor


yang terbukti salah sebagai isu politik buruk dan memalukan

c) Membatasi gerak gerik pada mantan pelaku tindakan korupsi


terutama dalam hal kembali menduduki tempat strategis di
pelayanan publik

5) Jalur Pemimpin

a) Memilih pemimpin yang seaqidah dan seiman

b) Memilih pemimpin yang baik kepribadiannya

c) Memilih pemimipin yang bermoral, bertaqwa dan memiliki


intelektual yang baik

d) Memilih pemimpin yang berjiwa visioner

e) Memilih pemimpin yang mengutamakan kepentingan rakyat

8
2.4 Ancaman Perilaku Korupsi dalam Ajaran Islam
Dalam Al-Qur’an maupun hadis, hukuman tindak korupsi memang tidak
diatur secara harfiah. Namun, secara umum hukuman bagi tindak pidana korupsi
adalah ta’zir. Ta’zir adalah hukuman yang dianggap setimpal dan membuat jera
menurut ijtihad hakim, dari yang terberat yaitu hukuman mati sampai yang teringan
yaitu penjara sesuai dengan tindakan dan dampak korupsi yang diperbuat.

Hukuman bagi pelaku yang ringan yaitu dengan teguran atau celaan,
dimasukkan ke dalam daftar tercela, dinasehati dan dicabut jabatannya. Hukuman
cukup berat yaitu dera atau cambuk (minimal 39 kali cambukan dan maksimal 100
kali) sesuai dengan jumlah harta yang dikorupsi, akibat tindakan korupsinya dan
kondisi koruptor, dan pengasingan satu tahun. Hukuman berat yaitu hukuman mati
misalnya disalib.

Umar bin Khattab pernah menjatuhkan hukuman cambuk sebanyak 100 kali dan
penjara satu tahun kepada Mu’iz bin Abdullah akibat tindakan pemalsuan stempel
kas negara (Bayt al-Mal) dan mengambil harta kas negara tersebut.

2.4.1 Jarimah atau Tindak Pidana

Secara bahasa jarimah artinya dosa, durhaka. Dalam bahasa Indonesia, kata
jarimah berarti perbuatan pidana atau tindak pidana. Jarimah ini biasanya juga
disebut jinayah. Namun, dikalangan fukaha (ahli fikh) istilah jarimah pada
umumnya digunakan untuk semua pelanggaran terhadap perbuatan-perbuatan yang
dilarang oleh syara’, baik mengenai jiwa ataupun lainnya. Sedangkan jinayah pada
umumnya digunakan untuk menyebutkan perbuatan pelanggaran yang mengenai
jiwa atau anggota badan seperti membunuh dan melukai anggota badan tertentu.

2.4.2 Klasifikasi Hukum Pidana Islam

Dalam hukum pidana Islam sendiri, jarimah dibagi menjadi hudud,


qishas/diyat dan ta’zir.

1. Tindak pidana Hudud (Jarimah Hudud)

Jarimah atau tindak pidana hudud merupakan tindak pidana yang paling serius
dan berat dalam hukum pidana Islam. Tindak pidana ini pada dasarnya merupakan
tindak pidana yang menyerang kepentingan publik, namun bukan berarti tidak
mempengaruhi kepentingan pribadi manusia sama sekali. Jarimah hudud memiliki
beberapa aspek yaitu aspek pengampunan, aspek kekuasaan hakim, keadaan yang
meringankan, dan aspek alat-alat pembuktian. Pada aspek pengampunan tidak
mengenal pengampunan sama sekali, baik dari korban atau dari penguasa. Pada
aspek kekuasaan hakim jika dapat dibuktikan maka hakim dapat melaksanakan

9
hukuman tanpa dikurangi atau dilebihkan. Pada aspek keadaan yang meringankan,
bagaimanapun keadaan si terdakwa, hukuman jarimah hudud harus tetap
dilaksanakan tanpa dikurangi atau dilebihkan. Pada aspek alat-alat pembuktian,
dibutuhkan jumlah saksi yang lebih banyak dari qishas dan ta’zir. Misalnya zina
membutuhkan 4 orang saksi.

2. Tindak Pidana (Jarimah Qishas/Diyat)

Tindak pidana qishas atau diyat merupakan tindak pidana yang diancam
dengan hukuman qishas atau diyat yang mana ketentuan mengenai hal ini sudah
ditentukan oleh syara‟. Qishas ataupun diyat merupakan hak manusia (hak
individu) yang hukumannya bisa dimaafkan atau digugurkan oleh korban atau
keluarganya. Aspek pengampunan pada jarimah ini dapat diberikan oleh korban
maupun ahli warisnya. Kemudian kekuasaan hakim terbatas kepada penjatuhan
hukuman yang telah ditetapkan. Hukuman jarimah qishas diyat harus tetap
dilaksanakan tanpa dikurangi atau dilebihkan. Sedangkan jumlah saksi yang
dibutuhkan lebih sedikit daripada jarimah hudud. Misalnya zina membutuhkan
2 orang saksi dalah jarimah ini.

3. Tindak Pidana (Jarimah Ta’zir)

Tindak pidana ta’zir adalah tindak pidana yang dincam dengan hukuman
ta’zir. hukuman ta’zir adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh syara’,
melainkan diserahkan kepada ulil amri, baik penentuan maupun pelaksanaanya.
Dalam penentuan hukuman tersebut, penguasa hanya menetapkan hukuma nnya
secara global saja. Artinya, pembuat Undang- Undang tidak menetapkan hukuman
untuk masing-masing jarimah ta’zir, melainkan hanya menetapkan sejumlah
hukuman, dari yang seringan-ringannya hingga yang seberat-beratnya. Dalam
jarimah ta’zir pengampunan diberikan oleh penguasa. Hakim mempunyai kekuatan
yang luas, mulai dari memilih hukuman yang sesuai hingga kepada yang
memberatkan atau meringankan. Pada aspek keadaan yang meringankan, keadaan
si korban bisa mempengaruhi berat ringannya hukuman. Jumlah saksi yang
dibutuhkan lebih sedikit dari jarimah qishas. Misalnya zina membutuhkan 1 orang
saksi.

2.4.3 Hukuman Bagi Tindak Pidana Korupsi

Korupsi merupakan tindak pidana pencurian, dimana kerusakannya bersifat massif,


dan dampak yang diakibatkan lebih besar daripada pencurian biasa yang bersifat
individual. Menurut Masdar F. Mas’udi, korupsi lebih buruk daripada terorisme.
Jika korban terorisme langsung mati, korban korupsi terbunuh secara perlahan-
lahan dalam jumlah besar.

10
Menurut hukum fiqih klasik, jika hukuman tindak pidana korupsi
disamakan dengan pencurian, maka hal itu tergantung pada jumlah yang diambil
dan dampaknya pada rakyat secara umum. Jika jumlahnya dibawah 93,6 gram
emas, maka hukumannya adalah takzir. Jika lebih dari itu, maka hukuma nnya
adalah potong tangan. Seperti yang disebutkan dalam Q.S Al-Maidah [5]: 38

Artinya:

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan


keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan
dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Jika korupsi dinilai sebagai pencurian besar (as-sariq al-kubra), maka tindak pidana
korupsi sama dengan hirabah (perampokan). Bentuk hukumannya adalah minimal
potong tangan kanan dan kaki kiri, dan maksimal dihukum mati dan disalib
(dijemur). Seperti yang disebutkan dalam Q.S Al-Maidah [5]: 33

Artinya:

Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah


dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh
atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau
dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu
penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang
besar.

Penetapan hukuman potong tangan dan kaki itu bermaksud untuk


menghilangkan fungsi tangan dan kaki, dan ruang lingkup kejahatan yang sudah
dilakukan sangat melebihi batas. Menurut mayoritas ulama (Imam Syafi’i, Abu

11
Yusuf, Imam Malik, dan Imam Ahmad), selain dijatuhi hukuman yang telah
disebutkan diatas, pelaku juga dikenakan ganti rugi, yaitu mengembalikan hasil
korupsi kepada negara.

Pada Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-IV pada 29 Juni-2 Juli
2012 di Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya, Jawa Barat, MUI mengeluarkan
fatwa terkait perampasan asset koruptor dalam upaya membuat jera para koruptor .
Asrorun Niam Shaleh selaku Sekretaris Komisi B, membahas rancangan fatwa
perampasan asset milik pelaku tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian
uang. Beliau menjelaskan bahwa perlakuan terhadap aset pelaku tindak pidana
korupsi dikategorikan menjadi 3 jenis, yaitu:

1) Aset pelaku tindak pidana korupsi yang terbukti berasal dari tindak pidana
korupsi bukan milik pelaku. Sehingga asset tersebut harus dirampas dan diambil
oleh negara dan pelakunya dihukum.

2) Aset pelaku tindak pidana korupsi yang terbukti bukan berasal dari tindak
pidana korupsi tetap menjadi milik pelaku dan tidak boleh dirampas oleh
negara.

3) Aset pelaku tindak pidana korupsi yang tidak terbukti berasal dari tindak
pidana korupsi tetapi jug atidak bisa dibuktikan bahwa asset tersebut milik
pelaku, harus diambil oleh negara.

Dalam musyawarah nasional, Nadhlatul Ulama (NU) memperbolehkan jenazah


koruptor tidak dishalatkan. Dalam hal ini koruptor dinilai kufur karena hilangnya
amanah sebagai seorang muslim terhadap tanggung jawabnya. Dengan hukuman
seperti ini diharapkan pelaku tindak pidana korupsi menjadi jera dan orang lain juga
lebih berhati-hati dalam menjalankan kekuasaannya.

Dalam Islam terkandung nilai-nilai normatif yang menekankan pada perilaku


antikorupsi, sehingga Indonesia sebagai negara muslim harus mempunyai sikap
yang lebih dalam hal menghindari dan memberikan hukuman bagi koruptor. Bila
budaya korupsi di Indonesia masih merajalela maka metode penerapan prinsip-
prinsip hukum Islam harus dimunculkan dengan cara:

Ø Memberikan sanksi hukum baik secara fisik maupun non fisik. Sanksi
fisik mulai dari potong tangan samoai pada hukum bunuh dengan
cara disalib. Sanksi non fisik bisa diawali dengan pemeacatan
jabatan sampai penyitaan harta benda yang dimiliki.

Ø Memberikan sanksi sosial, seperti dikucilkan dari masyarakat dan


tidak diterima kesaksiannya.

12
Ø Memberikan sanksi moral, seperti jenazahnya tidak dishalati dan
memasukkan Namanya dalam daftar orang tercela (misalnya
mempublikasikan nama-nama koruptor di media cetak maupun
elektronik).

13
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Korupsi memiliki arti kata yang banyak menurut banyak Bahasa. Namun
pada intinya korupsi berarti tindakan menyogok atau uang suap seperti
menyelewengkan uang/barang yang bukan miliknya. Korupsi ini memiliki banyak
ragamnya, antara lain kerugian keuangan negara, suap menyuap, penggelapan
dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepetingan dalam
pengadaan, dan gratifikasi. Adapun hukum korupsi dalam Islam tidak dibenarkan.
Terdapat tiga poin istilah korupsi dalam agama Islam, yaitu suap, pencurian, dan
penipuan yang mana ketiga perbuatan tersebut akan mendapatkan dosa besar
(haram).
Seseorang melakukan tindakan korupsi yang disebabkan oleh beberapa
faktor atau motif. Beberapa motif tersebut antara lain seperti motif ekonomi,
rendahnya moral, penegakan hukum yang lemah, bahkan juga bisa terjadi karena
adanya monopoli kekuasaan, dan lain sebagainya. Motif tindakan korupsi ini bukan
hanya mencari keuntungan materi, melainkan juga dinilai dapat meningka tkan
pertemanan, status, citra, dan lainnya.
Upaya pencegahan tindak korupsi ini terdiri dari berbagai aspek yakni jalur
budaya, jalur pendidikan terdiri jalur formal; jalur non formal; jalur agama; jalur
hukum; dan jalur pemimpin.
Secara umum hukuman bagi tindak pidana korupsi yaitu hukuman yang
dianggap setimpal dan membuat jera menurut ijtihad hakim. Dalam Islam terdapat
beberapa klasifikasi jarimah (tindak pidana) yakni tindak pidana Hudud, tindak
pidana Qishas, dan tindak pidana Ta’zir. Menurut fiqih klasik hukuman tindak
pidana korupsi disamakan dengan pencurian yangmana tergantung dari dampak
tindakannya. Dalam musyawarah nasional Nadhlatul Ulama (NU)
memperbolehkan jenazah koruptor tidak dishalatkan. Bila budaya korupsi di
Indonesia masih merajalela maka metode penerapan prinsip-prinsip hukum Islam
harus dimunculkan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Luth, T., Chanifah, N., Rahman, K,. Rozikin Rohma, M., Rohmah, S., Fathoni, K.,
Halim, A,. Wafi, I., & Budiharjo, A. (2020). Buku Ajar Pendidikan Agama
Islam (Edisi Revisi). Malang: CV. Oase Publishing

Argiya, V. S. P. M., 2013. MENGUPAS TUNTAS BUDAYA KORUPSI YANG


MENGAKAR SERTA PEMBASMIAN MAFIA KORUPTOR MENUJU
INDONESIA BERSIH. Recidive, II(2), pp. 162-167.

Salama, N., 2014. Motif dan Proses Psikologis Korupsi. JURNAL PSIKOLOGI,
XLI(2), pp. 149-155.

Winurini, S., 2017. PERILAKU KORUPSI DI INDONESIA DALAM


PERSPEKTIF TEORI MOTIVASI. KESEJAHTERAAN SOSIAL, IX(3), pp.
9-13.

Ihsan, M. (2019) Pencegahan Korupsi Dalam Perspektif Hukum Islam.

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2005.

15

Anda mungkin juga menyukai