DISUSUN OLEH:
KELAS/PRODI: A/MSP
Penulis menyadari bawha makalah ini jauh dari kata sempurna oleh karena itu sangat di
butuhkan kritikan dan saran dari teman- teman yang bersifat membangun demi untuk
menyempurnakan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
1
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB 1 PENDAHULUAN 3
1.3. TUJUAN 4
BAB 2 ISI 5
BAB 3 PENUTUP 20
3.1 KESIMPULAN 20
3.2. SARAN 20
DAFTAR PUSTAKA 21
BAB 1 PENDAHULUAN
2
1.1. LATAR BELAKANG
Lahan kering beriklim kering adalah hamparan lahan yang tidak tergenang air
pada sebagian besar waktu dalam setahun dan berada di daerah iklim kering.
Menurut Dedi, Indonesia memiliki lahan kering iklim kering seluas 7,7 juta ha.
Umumnya lahan ini memiliki C-organik tanah rendah, pH tinggi, dan kekurangan
hara NPK dan hara mikro tanah.
Kekeringan sudah menjadi keseharian saat musim kemarau di Nusa Tenggara
Timur (NTT). Dengan proporsi luasan < 10% dari total luas lahan kering di
Indonesia, lahan kering beriklim kering (LKIK) di NTT telah mampu
berkontribusi dalam menghasilkan produk pangan utama. Provinsi NTT
menempati peringkat ke enam pada tingkat nasional sebagai penghasil jagung.
Peluang peningkatan produksi masih terbuka, karena rata-rata produktivitas
aktual yang dicapai masih jauh di bawah potensinya. Optimalisasi LKIK
dilakukan dengan menanggulangi faktor pembatas utama, yaitu penyediaan air,
namun aspek lainnya seperti konservasi tanah, pengelolaan hara, dan pemulihan
kualitas tanah juga harus diprioritaskan.
Sistem pertanian konservasi dapat meningkatkan produktivitas lahan kering
terutama lahan kering iklim kering. Sistem ini memadukan pengelolaan bahan
organik, tanah, dan tanaman yang bertujuan meningkatkan produktivitas tanah
secara berkelanjutan..
Prinsip pertanian konservasi meliputi olah tanah minimum dan pengelolaan
bahan organik. Misalnya dengan penutupan permukaan tanah dengan mulsa
organik atau sisa tanaman dan rotasi atau tumpangsari tanaman utama dengan
tanaman leguminoseae atau kacang-kacangan.
Lahan kering iklim kering juga relatif memiliki pH netral sehingga unsur hara
mudah tersedia bila dipasok dari luar. "Kesulitannya hanya air, tapi dengan
kemajuan teknologi di masa depan maka air bukan masalah," kata Syahroni.
Dengan kehadiran air, maka cadangan hara dalam tanah dapat larut sehingga
tersedia bagi tanaman.
3
1) Bagaimana konsep pembangunan pertanian berkelanjutan?
2) Apa saja permasalahan pertanian lahan kering beriklim di NTT?
3) Bagaimana kebutuhan IPTEK untuk pengelolaan lahan kering beriklim
kering?
1.3. TUJUAN
1) Untuk mengetahui konsep pembangunan pertanian berkelanjutan.
2) Untuk mengetahui permasalahan pertanian lahan kering beriklim di NTT.
3) Untuk mengetahui kebutuhan IPTEK untuk pengelolaan lahan kering beriklim
kering.
4
BAB 2 ISI
5
ekologis tidak merusak lingkungan. Adapun ciri-ciri “Pertanian Berkelanjutan”
adalah:
6
Lahan kering di NTT tersebar di Pulau Timor, Sumba dan Flores.
Potensi lahan kering yang ada di NTT berbeda menurut pulau atau sub
wilayah, yang ditentukan oleh kondidi fisik, biologi dan kondisi sosialnya.
7
k. Penggunaan jenis-jenis tanaman lokal dengan produksi rendah
Sistem perakaranya dalam dan luas (contohnya asam dan cendana). Dalam
penelitian Nuningsih, dkk. (1994) ditemukan ada akar pohon cendana yang
tumbuh di lahan dengan kelerengan rata-rata 49,22% sehingga akarnya yang
dapat dilihat di permukaan tanah, panjangnya mencapai 22 m dari batangnya.
Panjang akar tersebut belum termasuk yang masuk ke dalam tanah kembali.
Daun relatif sempit, sering dengan tepi berlekuk dalam (contohnya beberapa
jenis tanaman rumput).
Sel-selnya kecil, daun dan batangnya berdaging tebal (contohnya cocor bebek,
anggrek).
Memiliki banyak berkas pembuluh dan tulang daun (contohnya tanaman
kacang nasi).
Sel endodermis pada akarnya mengandung Silika (contohnya sorghum).
Berbulu atau berambut banyak (contohnya tanaman buah naga).
Mulut daun rapat dan sering menutup bahkan ada yang terdapat dalam
lekukan (kriptofor)
8
Ada yang memiliki sel kipas yang menyebabkan daun dapat menggulung
untuk mengurangi penguapan yang terlalu kuat (contohnya tanaman ubi
kayu).
9
pupuk yang dibutuhkan adalah dengan melakukan analisa tanah, analisa
tanaman dan percobaan lapang. Tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam
menentukan kebutuhan hara tanaman adalah tingkat kesuburan dan sifat-sifat
tanah, tanaman yang akan ditanam, dan tingkat hasil yang diharapkan.
Tingkat kesuburan dan sifat-sifat tanah. Pada tanah yang sangat subur
tanaman dapat menyerap lebih banyak unsur-unsur hara dari tanah, baik hara
tanah asli maupun hara yang ditambahkan dalam bentuk pupuk, melebihi dari
yang diperlukan untuk menentukan hasil. Kelebihan unsur hara yang diambil
oleh tanaman yang tidak meningkatkan hasil tersebut dinamakan “komsumsi
berlebihan” (luxury comsumtion) yang kadang- kadang terjadi untuk unsur hara
K. Juga kehilangan unsur hara melalui pencucian sangat besar pada tanah-tanah
yang bertekstur kasar dan daya serapnya rendah.
Tanaman yang akan ditanam. Kebutuhan hara juga tergantung pada jenis dan
varietas tanaman yang akan ditanam dan bagian tanaman yang dipanen. Tanaman
ubi-ubian, legum atau biji-bijian, daun atau buahnya masing-masing
mempunyai kebutuhan hara yang berbeda. Bahkan jenis tanaman yang sama
tetapi berbeda varietasnya juga mempunyai kebutuhan hara yang berbeda.
Tingkat hasil yang diharapkan. Tanaman membutuhkan lebih banyak unsur-
unsur hara untuk menghasilkan produksi yang lebih tinggi. Hal ini berarti bahwa
lebih banyak unsur-unsur hara yang perlu disediakan dan diambil dari dalam
tanah untuk diangkut keluar dari lahan pertanian dalam bagian tanaman yang
dipanen. Walapun demikian, jika dilakukan pengelolaan yang baik maka hal
tersebut juga berarti bahwa lebih banyak unsur-unsur hara akan dapat
dikembalikan ke lahan melalui daur ulang sisa tanaman yang juga akan
bertambah banyak sejalan dengan peningkatan hasil.
Difisiensi ganda sering terjadi pada lahan kering, dan untuk memperoleh
hasil yang baik, difisiensi ganda ini harus diatasi mulai dari hara yang
paling membatasi. Pemberian pupuk harus disesuaikan dengan kandungan hara-
hara yang sudah ada di dalam tanah. Jika hara-hara dari pupuk diberikan
dengan perbandingan yang benar maka penggunaan pupuk tersebut dinamakan
“pemupukan berimbang”. Penggunaan pupuk secara seimbang dapat
mengurangi biaya pupuk karena unsur hara yang sudah cukup tidak
10
ditambahkan lagi dalam bentuk pupuk. Sebaliknya pemupukan yang tidak
seimbang dapat menyia-nyiakan pupuk yang tidak diperlukan dan berpengaruh
negatif terhadap pertumbuhan tanaman. Pemberian pupuk N dan K yang
melebihi kebutuhan tanaman sebagian dapat hilang karena pencucian dan
penguapan (khusus N). Hara K yang berlebih dapat meningkatkan serapan K
yang tidak mengakibatkan pertambahan hasil yang semakin meningkat.
PERBEDAAN
TOPOGRAFI LERENG (%)
KETINGGIAN (M)
11
Datar agak berombak 3–8 2 – 10
Berbukit 15 – 30 50 – 300
Di semua pulau, lahan berlereng selalu lebih luas dari lahan datar.
Kemiringan lahan dan curah hujan yang tinggi merupakan faktor penting
penyebab tingginya bahaya erosi, kecuali pada penggunaan lahan yang baik,
seperti hutan lebat dan lahan sawah.
Proses erosi adalah proses pemindahan sejumlah besar tanah dari suatu tempat
ke tempat lain oleh media air atau angin. Di daerah beriklim kering dengan
musim hujan yang pendek tapi dengan intensitas curah hujan tinggi, lahan
rentan mengalami erosi. Erosi dikendalikan oleh faktor iklim yaitu curah hujan.
Tumbukan butir hujan menghancurkan agregat tanah sehingga terjadi
penyumbatan pori tanah, sehingga infiltrasi air berkurang yang menyebabkan
terjadinya aliran permukaan. Aliran permukaan selanjutnya tidak hanya
menghanyutkan tanah tetapi juga hara yang terkandung di dalamnya
(peristiwanya disebut leaching). Kehilangan hara akibat erosi dan aliran
permukaan pada lahan kering berlereng menimbulkan degradasi lahan yang
sangat serius. Karena itu tindakan konservasi tanah diperlukan tidak hanya
untuk mengurangi erosi tetapi juga untuk memperbaiki infiltrasi.
Menurut Meyer (1981), upaya pengendalian erosi atau konservasi tanah terdiri
atas:
a. Meredam energi hujan.
b. Meredam daya gerus aliran permukaan.
c. Mengurangi kuantitas aliran permukaan.
12
d. Memperlambat laju aliran permukaan dan memperbaiki sifat-sifat tanah
yang peka erosi.
e. Mencegah longsor.
13
menghitung berkurangnya luas permukaan lahan karena dibangun teras bangku
pada lahan seluas 1,0 ha.
Teras gulud. Teras gulud merupakan teknik konservasi tanah yang lebih
sederhana dalam pembuatannya dibandingkan dengan teras bangku. Teras
gulud mempunyai guludan, saluran air dan bidang olah. Guludan dapat
diperkuat dengan tanaman konservasi seperti serengan jantan, glirisidia,
lamtoro, rumput gajah, rumput raja, rumput bedeh dan lain-lain. Erosi yang
terjadi pada teras gulud makin berkurang sejalan dengan bertambahnya waktu
sejak penerapan teras gulud. Penelitian membuktikan bahwa pada tanah
latosol, pengurangan dapat mencapai 70% pada tahun ke 2, sedangkan pada
tanah tropudalf mencapai 86% pada tahun ke 2. Komponen teras gulud yang
menyebabkan berkurangnya luas lahan adalah guludan, parid dan SPA.
Strip Rumput. Rumput ditanam dalam strip searah kontur dengan lebar 0,5 – 1
meter, dengan tujuan untuk menghambat laju aliran permukaan dan erosi
tanah. Rumput yang ditanam adalah pakan ternak yang menghasilkan banyak
bahan hijau dan kualitas yang baik untuk pakan ternak, namun tidak terjadi
persaingan penyerapa zat hara dan pemanfaatan sinar matahari dengan
tanaman semusim. Menurut Abujamin et. Al. (1983), penyusutan bidang olah
tergantung pada kemiringan lereng dan lebar strip rumput. Penelitian di DAS
Citanduy membuktikan bahwa strip rumput dapat diterima oleh petani karena
mudah penerapannya, biaya murah dan dapat meningkatkan pendapatan
petani (Abujmin et al1983)
14
3. Menciptakan kondisi lingkungan dalam tanah yang baik bagi
aktifitas mikrooganisme tanah.
4. Bahan mulsa setelah melapuk akan meningkatkan bahan Plterna tanah.
5. Belum dapat ditekan, dan tanah menjadi gembur.
15
berubahnya beberapa parameter sifat fisik tanah, seperti struktur tanah, pori
aerasi atau pori drainase cepat menjadi lebih buruk. Akibat lanjut degradasi
tanah adalah hasil pertanaman mengalami penurunan drastis, kualitas fisik dan
kimia tanah menurun, dan pada akhirnya suatu saat lahan tersebut menjadi
tidak produktif atau kritis.
Degradasi lahan yang terjadi di Indonesia umumnya disebabkan oleh erosi air
hujan. Tanah yang terkikis atau tererosi, terutama yang terjadi pada lahan
pertanian tanaman pangan menyebabkan kualitas sifat-sifat fisik dan kimia
tanahnya menurun, hasil tanaman berkurang dan hara-hara tanah hilang
terbawa aliran permukaan. Selain itu, di Indonesia juga terjadi degradasi lahan
akibat penggunaan bahan-bahan agrokimia dan terkena limbah industri,
bencana alam seperti letusan gunung berapi dan tanah longsor. Penyebab lain
adalah kegiatan pertambangan, khususnya penambangan yang dilakukan
secara terbuka (open mining), yang bisa menyebabkan berubah dan rusaknya
bentang alam, termasuk hilngntya tanah lapisan atas yang sangat berguna
untuk pertanian, terbukanya vegetasi penutup, erosi, pencemaran, dll (seperti
akibat penambangan Mangan di Timor Barat).
16
gambut di Kalimantan). Sedangkan proses kemunduran fisik tanah diantaranya
disebabkan oleh erosi, pemadatan dan penggenangan.
17
Pemberian air yang hemat air dapat diberikan dengan teknologi irigasi tetes
(trickle irrigation), dengan cara pemasangan selang air berlubang yang ditanam di
bawah tanah dekat perakaran dan air dialirkan sesuai kebutuhan. Selain itu
dapat diberikan senyawa antitranspirant yang dapat mengurangi laju transpirasi
pada tanaman sehingga memberikan efek berupa menutupnya mulut daun, dan
membentuk lapisan yang dapat memantulkan cahaya matahari sehingga
mengurangi sinar matahari yang terserap oleh daun.
g. Kebutuhan teknologi untuk pengendalian gulma dan hama pada lahan kering
Gulma selalu menjadi masalah yang sulit diatasi di derah kering dan
harus diatasi dengan pengendalian terpadu, khususnya dengan pemakaian
pola tanam yang tepat yang dapat segera menutup permukaan lahan. Ada
beberapa varietas lokal tanaman tertentu yang lebih toleran terhadap persaingan
dengan gulma. Di tahun 1970-an di Sumba dan Timor dikenal gulma “rumput
belal ang” atau “rumput sensus” atau “kirinyu” (Chromolaena odorata).
Disamping merugikan, gulma ini juga bermanfaat untuk melindungi tanah
yang gundul terhadap erosi. Oleh karena itu gulma ini jangan dimusnahkan tapi
harus dikendalikan secara bijaksana.
Meskipun masih sangat terbatas, survei mengenai hama dan penyakit tidak
dilaporkan adanya epidemi (Wakman, 1987 dalam Semangun, 2001). Rupanya
musim kering yang panjang diduga mampu memutuskan daur hidup dan
menghentikan perkembangannya. Penerapan pola tanam campuran ( mix
cropping) terbukti efektif yang menyebabkan hama dan penya kit tidak dapat
berkembang ecara epidemis.
18
pekerjaan rumit. Menurut Arnon (1976 dalam Semangun, 2001), para ahli
pemuliaan tanaman memilih melakukan pemuliaan tanaman untuk menghasilkan
varietas dengan sifat berproduksi tinggi dan memiliki adaptasi yang baik
terhadap musim yang menguntungkan dan yang tidak menguntungkan.
19
BAB 3 PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Pertanian Berkelanjutan” adalah suatu konsep pemikiran masa depan atau
pertanian yang berlanjut untuk masa saat ini, saat yang akan datang dan
selamanya. Artinya, pertanian tetap ada dan bermanfaat bagi semuanya dan
tidak menimbulkan bencana bagi semuanya. Dengan kata lain, pertanian yang
bisa dilaksanakan saat ini, saat yang akan datang dan menjadi warisan yang
berharga bagi anak cucu kita. Oleh karena itu, Pembangunan di Sektor
Pertanian, Kehutanan, Perkebunan, Peternakan dan Perikanan harus mampu
mengkonservasi tanah, air, tanaman, sumber genetik binatang, tidak merusak
lingkungan, secara teknis dapat diterapkan petani, secara ekonomis
menguntungkan, dan secara sosial dapat diterima dan secara ekologis tidak
merusak lingkungan. Permasalahan yang dihadapi usaha pertanian di lahan kering
beriklim kering sangat kompleks yang berakibat rendahnya produktifitas.
Beberapa permasalahan yang dihadapi, antara lain Keterbatasan air,degradasi
lahan akibat erosi,tingkat kesuburan tanah rendah,infrastruktur ekonomi tidak
sebaik di daerah beriklim basah, dll. Ada banyak kebutuhan IPTEK yang di
gunakan dalam pengelolaan lahan kering salah satunya Kebutuhan teknologi
pengelolaan hara pada lahan keting dan lain sebagainya.
3.2. SARAN
Saran dari kami Masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi lahan pertanian
pangan berkelanjutan, serta masyarakat umum pun perlu menyadari bahwa lahan
pertanian pangan sangat penting untuk keberlangsungan hidup karena tanpa
adanya lahan yang mencukupi, maka kebutuhan akan pangan akan sulit untuk di
dapatkan.
20
DAFTAR PUSTAKA
Nuningsih, R., I.W. Mudita, dan W.I.I. Mella, 1994. Kajian Permudaan
Cendana (santalum album L.) Secara Vegetatif pada Habitat
Alamiah di TTS, NTT. Laporan Penelitian, Pusat Studi Lingkungan
Hidup Undana.
Semangun, H. 2001. Pembangunan Pertanian di Daerah Semiarid
Indinesia: Aspek Teknis. Dalam Semangun, H dan F.F. Karwur
(Penyunting). 1995. Prosiding Konferensi Internasional Pembangunan
Pertanian Semi Arid Nusa Tenggara Timur, Timor Timur dan
Maluku Tenggara Tanggal 10-16 Desember 1995 di Kupang.
Penerbit Widya Sari Salatiga untuk Pemerintah Provinsi NTT
dan Universitas Kristen Satya Wacana: halaman 203-213
https://sg.docs.wps.com/l/sIIX2qeWGAe3JyY8G
21