Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH PENELITIAN SUBAK

INDENTIFIKASI SUBAK SEBAGAI SISTEM

IRIGASI TERPADU DI BALI YANG

BERKELANJUTAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Subak

Disusun Oleh:

Fitria Zahra Saskirana 2106541002


Irma Nur Azizah 2106541003
Kristin Atalia Napitupulu 2106541004
Lewi Ita Lumbanraja 2106541005
Yufrisya Benarty Aura L. 2106541006
Windy Astria Tarigan 2106541007
Auliya Putri Muanti 2106541008
Made Putri Pramesti R 2106541009

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA

i
2021

ii
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................5
1.3 Tujuan.........................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah dan Pengertian Subak....................................................................6
2.2 Filosofi Subak............................................................................................6
2.3 Sistem Irigasi Dalam Subak........................................................................7
2.4 Elemen-Elemen Dalam Subak....................................................................7
2.5 Sistem Budaya dan Sistem Teknologi Dalam Subak.................................16
2.5.1 Sistem Budaya Dalam Subak.............................................................16
2.5.2 Sistem Teknologi Dalam Subak.......................................................17
2.6 Peran dan Fungsi Subak..............................................................................19
2.7 Peran dan Fungsi Awig-Awig Dalam Subak..............................................20
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................25

iii
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan yang Maha
Esa. Karena atas rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas
makalah dengan tepat waktu. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada
Prof. Ir. I Wayan Susila, M. S serta semua pihak yang telah membantu
memberikan materi dan arahan sehingga penulisan makalah dapat diselesaikan
dengan baik. Kami berharap makalah tentang “Indentifikasi Subak Sebagai Sistem
Irigasi Terpadu di Bali“Dapat bermanfaat bagi semua orang. Dan kami juga
berharap agar pembaca mendapatkan informasi baru pada makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih memerlukan penyempurnaan,
Kami menerima segala bentuk kritik dan saran dari pembaca demi
penyempurnaan dari makalah ini. Apabila ada banyak kesalahan pada makalah
ini. Kami memohon maaf. Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata,
semoga bermanfaat.

Denpasar, 26 November 2021

Tim Penulis

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sawah beserta elemen-elemen penting yang terkandung didalamnya sudah
sejak dahulu menjadi sumber dari berbagai aktivitas manusia. Aktivitas tersebut
nyatanya menjadi tonggak kehidupan manusia seperti pemenuhan kebutuhan
pokok dari hasil produksi sawah, menjadi sumber mata pencaharian bagi sebagian
orang, dan menjaga keharmonisan alam dimasa yang kian berkembang modern
ini. Khususnya di Bali, sawah memiliki peran besar bagi kehidupan
masyarakatnya yang dominan berkerja pada sektor ini sehingga terdapat sebuah
sistem yang menaungi sawah beserta elemen penting didalamnya dan sistem
irigasi berkesinambungan yang dikenal dengan subak.
Subak menjadi suatu sistem yang konsisten untuk mempertahankan nilai-
nilai kultural yang merupakan warisan leluhur dalam bidang pengolahan sawah.
Dengan sistem irigasi yang teratur dan berkesimbungan untuk seluruh sawah
maka subak ini menjadi suatu keajaiban dunia yang mempu menunjukkan bahwa
sawah di Indonesia khususnya di Bali masih tetap pada eksistensinya dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat. Keajaiban yang dihadirkan dalam subak tak
hanya berupa sistem irigasi yang berkesinambungan dan adil untuk mengairi
seluruh sawah yang ada, namun juga terdapat elemen sosial dan elemen budaya
yang mampu menarik perhatian dunia akan kearifan yang dimiliki subak ini.
Budaya yang kental dengan kultur masyarakat Hindu Bali dalam subak ini
nyatanya menimbulkan nilai budaya yang mampu dimaknai dengan baik oleh
masyarakat luas sehingga keberadaan subak sebagai ssitem satuan sawah masih
diberdayakan hingga saat ini.
Meskipun subak masih berada pada eksistensinya di masa ini, namun perlu
disadari terdapat banyak perubahan yang nyatanya turut mampu mengubah
elemen-elemen yang telah diwariskan sebelumnya. Perubahan iklim dan
perubahan karakter dari generasi yang mengikuti perkembangan zaman turut
melatar belakangi adanya perbedaan dari subak di masa terdahulu dan subak di
masa kini. Namun perlu disadari bahwa meskipun banyak perubahan yang terjadi
tetapi subak tetap dapat menghasilkan kebutuhan yang diperlukan oleh manusia.
Hal tersebut menunjukan bahwa subak merupakan sistem teknis atau sistem
teknologi yang mampu mengikuti perkembangan zaman dan menyesuaikan diri
dengan adat budaya masyarakat sekitar. Maka dengan demikian, pemberdayaan
subak menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan dimasa ini mengingat
dampak besar yang akan dihasilkan untuk kehidupan generasi selanjutnya.

5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasar pada latar belakang yang telah disampaikan maka dapat disusun
suatu masalah yang akan dipaparkan dalam makalah ini sebagai batasan
pembahasan, yakni:
1. Apa yang dimaksud dengan subak?
2. Bagaimana filosofi dari terbentuknya subak?
3. Bagaimana sistem irigasi dalam subak?
4. Apa saja elemen-elemen yang terkandung dalam subak?
5. Bagaimana sistem budaya dan sistem teknologi dalam subak?
6. Apa peran dan fungsi dari subak?
7. Apa peran dan fungsi awig-awig dalam subak?
1.3 Tujuan Penulisan
Sejalan dengan rumusan masalah yang telah disusun maka tujuan dari
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui arti dari subak
2. Untuk memahami filosofi terbentuknya subak
3. Untuk mengenal sistem irigasi dari subak
4. Untuk mengetahui elemen-elemen yang terkandung dalam subak
5. Untuk mengetahui sistem budaya dan teknologi yang terdapat di subak
6. Untuk memahami peran dan fungsi dari subak
7. Untuk mengenal peran dan fungsi dari awig-awig yang terdapat dalam
subak

6
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah dan pengertian subak


Kehadiran subak diketahui berawal dari temuan pada prasasti-prasasti
yang menyebutkan bahwa sistem perladangan dan persawahan yang teratur sudah
ada di Bali sejak tahun 882 Masehi. Dalam prasasti Sukawana A 1 tahun 882
Masehi terdapat kata “huma” yang memiliki arti sawah dan “perlak” yang
memiliki arti tegalan. Disebutkan pula dalam Raja Purana Klungkung pada tahun
1072 masehi bahwa terdapat kata “kasuwakan” yang kemudian dimanifestasikan
menjadi kata “suwak” atau “subak”. Berdasarkan pada PP Provinsi Bali No.
02/PD/DPRD/1972 mendefinisikan subak sebagai masyarakat hukum adat yang
bersifat sosio agraris religius yang didirikan sudah sejak lama dan terus
berkembang sebagai organisasi pemilik tanah yang bergerak dalam ruang
lingkung distribusi air dan yang lainnya untuk arela persawahan yang berada pada
satu daerah irigasi. Arif (l999) memperluas pengertian karakteristik sosio-agraris-
religius dalam sistem irigasi subak, dengan menyatakan lebih tepat subak itu
disebut berkarakteristik sosio-teknis-religius, karena pengertian teknis cakupannya
menjadi lebih luas, termasuk diantaranya teknis pertanian, dan teknis irigasi.
Subak telah mendulang banyak pujian oleh para ali dan juga masyarakat
internasional salah satunya seperti yang disampaikan oleh John S. Ambler bahwa
subak dengan alat keirigasiannya yang sangat sederhana adalah merupakan salah
satu organisasi pemakai air yang paling canggih di dunia. Ciri-ciri subak menurut
Sutawan (2008), adalah sebagai berikut:
1. Mempunyai batas-batas yang jelas dan pasti menurut wilayah hidrologis
(aliran air) bukan wilayah administrasi desa
2. Lembaga irigasi bersifat formal
3. Ritual keagamaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen
irigasi subak
4. Subak mempunyai hak otonomi dan mengurus rumah tangganya sendiri
5. Subak mempunyai satu atau lebih sumber air bersama dan satu atau lebih
sumber air bersama dan satu atau lebih pura Bedugul bersama
6. Tiap anggota subak memiliki one inlet dan one outlet masing-masing
7. Aktivitas-aktivitas subak dilandasi semangat gotong royong atau tolong
menolong, saling mempercayai dan menghargai berazaskan kebersamaan
dan kekeluargaan
8. Pengambilan keputusan dalam pengelolaan sistem irigasi subak
berlandaskan prinsip demokrasi, keadilan, transparansi, dan akuntabilitas.

7
Selain ciri-ciri yang unik dari sistem Subak ini, diketahui pula bahwa terdapat
model sistem subak yang memuat berbagai aspek dalam kehidupan manusia
meliputi aspek ekonomi, aspek tekni,SUBAK
SISTEM aspek sosial, dan aspek sosial. Model
Sistem suba tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Kondisi
Eknomi Subak

Aspek
Keadaan sosial
Teknis
Masyarakat
Subak

Aspek Lingkungan
Subak

2.2 Filosofi subak


Operasional subak dan segala kegiatan yang terkandung didalamnya
memiliki filosofi yang sangat melekat dan kaya akan unsur kebudayaan yakni Tri
Hita Karana (THK) yang terdiri dari Parahyangan yakni hubungan manusia
dengan Tuhan, Pawongan yakni hubungan manusia dengan manusia, dan
palemahan yakni hubungan manusia dengan lingkungannya. Sutawan dkk (l986)
melakukan kajian lebih lanjut tentang gatra religius dalam sistem irigasi subak.
Kajian gatra religius tersebut ditunjukkan dengan adanya satu atau lebih Pura
Bedugul (untuk memuja Dewi Sri sebagai manifestasi Tuhan selaku Dewi
Kesuburan), disamping adanya sanggah pecatu (bangunan suci) yang ditempatkan
sekitar bangunan sadap (intake) pada setiap blok atau komplek persawahan milik
petani anggota subak. Gatra religius pada sistem irigasi subak merupakan
cerminan konsep THK yang pada hakekatnya terdiri dari parhyangan, palemahan,
dan pawongan. Gatra parhyangan oleh Sutawan dkk (l986) ditunjukkan dengan
adanya pura pada wilayah subak dan pada setiap komplek/blok pemilikan sawah
petani, gatra palemahan ditunjukkan dengan adanya kepemilikan wilayah untuk
setiap subak, dan gatra pawongan ditunjukkan dengan adanya organisasi petani
yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat, adanya anggota subak, pengurus
subak, dan pimpinan subak yang umumnya dipilih dari anggota yang memiliki

8
kemampuan spiritual. Jumlah Subak pada akhir tahun 2010 tercatat sebanyak
1.602 dengan luas areal sawah 86.911, 047 hektar. Ciri khas dari pelaksanaan
subak adalah masih menggunakan budaya-budaya yang erat dan memperhatikan
keharmonisan alam semesta sesuai dengan filosofi yang dianutnya yakni Tri Hita
Karana. Keharmonisan tersebut salah satunya dibuktikan dengan adanya
bangunan pura disetiap subak yang menjadi tempat meminta keselamatan dan
kelancaran dalam setiap kegiatan subak kepada Tuhan khususnya Ida Sang Hyang
Widhi Wasa. Terdapat beberapa pura yang terletak di subak yakni Pura Bedugul,
Pura Masceti, Pura Ulun Suwi, dan Pura Ulun Danu. Kehadiran Pura ini menjadi
media untuk menekankan filosofi yang telah dianut oleh subak sehingga
harmoisasi yang berlangsung didalamnya baik oleh manusia, sang pencipta, dan
lingkungan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Dengan menggunakan azas Tri
Hita Karana tersebuk maka subak dapat mengelola irigasi dan juga lahan
pertanian secara harmonis sehingga sistem subak dapat bertahan berabad-abad.
Subak tak hanya sekadar sebuah lembaga di bidang pertanian, tetapi juga
merupakan bagian dari kearifan lokal masyarakat Bali mengenai manusia dan
hubungannya dengan Tuhan dan lingkungan.
2.3 Sistem Irigasi Dalam Subak
Sistem irigasi dalam subak diketahui sebagai suatu sistem irigasi yang
bersifat sosio-teknis. Artinya, aspek teknis yang diterapkan dalam sistem subak
dalam mengelola sistem organsasi dan sistem irigasinya, disesuaikan dengan
aspek sosial yang berkembang di kawasan tersebut. Hal ini sesuai dengan aturan-
aturan yang berkait dengan sistem irigasi yang menyatakan bahwa pada dasarnya
suatu sistem irigasi seharusnya bersifat sosio-teknis. Jadi, sistem subak telah jauh
sebelumnya membuktikan dirinya sebagai sistem irigasi yang bersifat sosio-
teknis. Adapun karakter teknis ataupun karakter teknologi yang berkembang pada
sistem subak adalah karakter teknologi yang sudah berkembang sesuai dengan
adat dan budaya masyarakat setempat. Jadi dengan demikian, sistem subak di Bali
dapat juga dipandang sebagai suatu teknologi yang telah berkembang menjadi
budaya masyarakat setempat, atau suatu teknologi yang sudah sesuai dengan
fenomena budaya masyarakat setempat (Poespowardojo, 1993). Karena sistem
subak dapat dianggap sebagai suatu sistem kebudayaan (teknologi yang sudah
menjadi budaya masyarakat), maka elemen-elemennya dapat dikaji berdasarkan
Elemen fisik, Elemen sosial, dan Elemen kebudayaan(artefak) atau kebendaan
yang merupakan bagian dari penerapan dari filosofi Tri Hita Karana yang
terkandung dalam operasional subak itu sendiri.
2.4 Elemen-Elemen Dalam Subak
Elemen-elemen yang terkandung dalam subak merupakan salah satu
bagian dari penyokong berdirinya operasional sistem irigasi yang sederhana ini.
Elemen-elemen ini terdiri dari elemen fisik, elemen sosial, dan elemen budaya

9
yang disadari menjadi implikasi dari filosofi Tri Hita Karana yang sejak awal
telah dijadikan tolok ukur oleh subak. Dari setiap elemen tersebut mengandung
aspek-aspek yang akan dijumpai dalam pelaksanaan subak dalam kehidupan
sehari-hari.
1. Elemen Fisik
Elemen fisik merupakan elemen yang dapat kita lihat secara kasat mata
dan dapat dimaknai sebagai hal-hal eksplisit dalam suatu kegiatan operasional
subak. Maka dengan demikian kita ketahui bersama bahwa elemen fisik dalam
subak merupakan elemen yang dapat dilihat langsung oleh mata dan
dimanfaatkan oleh manusia untuk kepentingan yang berkaitan dengan subak
itu sendiri. Elemen fisik yang dapat dilihat dari segi fungsi, lokasi, bentuk,
besaran, keunikan dan karakter. Secara fisik, subak adalah hamparan
persawahan dengan segenap fasilitas irigasinya. Elemen fisik pembentuk
sistem subak meliputi:

 Sawah atau Lahan

Sistem Subak merupakan bagian dari sistem pertanian tradisional.


Bentang lahan subak yang telah bertahan sejak berabad silam adalah
wujud warisan budaya yang senantiasa hidup di Pulau Bali. Lahan
persawahan dalam subak mempunyai otonomi, baik internal maupun
eksternal sehingga memiliki wilayah yang terikat atas aturan subak atas
daerah yang dinaunginya. Subak sebagai lembaga otonom tidak mengenal
batas-batas wilayah administratif dan tidak berada di bawah pemerintahan
desa. Batas subak merupakan batas alamiah, sampai air yang mengalir
tidak bisa lagi mengairi sawah tertentu, karena sudah dihalangi oleh
sungai, jurang, saluran irigasi, kawasan desa, dan lain-lain.

 Sumber Air

Pengelolaan air irigasi sistem subak diketahui memiliki sumber air


bersama yang berasal dari beberapa sumber meliputi danau (danau),
sungai (tukad), bendungan (empelan), bendung (empelan), dan air tanah
(yeh tanah). Secara umum sumber air subak berasal dari sadapan air
sungai tanpa bangunan waduk. Konsekuensinya adalah debit air yang
dapat disadap tergantung dari musim. Dimana, pada musim hujan, debit
air sangat melimpah, sebaliknya pada musim kemarau debit air sangat
kurang. Selain sumber air tersebut, terdapat tiga danau di Bali yang
menjadi sumber air subak yaitu danau Beratan, Buyan, dan Tamblingan
sebagai sumber air bagi bali tengah, barat,dan selatan.

 Jaringan Irigasi

10
Jaringan irigasi dalam subak merupakan satu kesatuan sistem dalam
subak yang terdiri dari sistem utama dan sistem tersier. Terdapat bagian-
bagian dari jaringan irigasi dalam subak meliputi:
1) Empelan atau bendung sebagai sumber aliran air/bendungan.
2) Bungas/Buka adalah sebagai pemasukan (in take).
3) Aungan adalah saluran air yang tertutup atau terowongan.
4) Telabah aya (gede) atau saluran primer, adalah saluran utama.
5) Tembuku aya (gede) atau bangunan bagi sekunder, adalah
bangunan untuk pembagian air utama.
6) Telabah atau saluran sekunder, adalah sebagai saluran air cabang
7) Tembuku pemaron atau bangunan bagi tersier, sebagai bangunan
untuk pembagian air lebih kecil
8) Telabah pemaron atau saluran tersier, saluran air lebih menjuruh
kearah masing-masing munduk
9) Tembuku cerik atau bangunan bagi kuarter, sebagai bangunan bagi
air ranting
10) Telabah cenik atau saluran kuarter, sebagai saluran air ranting
11) Huma, sawah tempat menanam padi dan bermuaranya air

11
Berikut ini adalah contoh dari jaringan irigasi subak yakni Subak
Basangkasa, Kerobokan, Kuta Utara, Badung.
SKEMA JARINGAN IRIGASI SUBAK BASANGKASA

ALIRAN IRIGASI DARI


BENDUNGAN MAMBAL
AMPELAN KEROBOKAN KAUH

1
5
7

2 3 4 5 6 7

7 MUNDUK CONTO BANTAS


5
1
8 9 10

7 MUNDUK BANTAS
TELABAH PEMARON (3528 M)

8 9 10

7 MUNDUK TAULAN
Keterangan
8 9 10
1. Bendung (Ampelan)
2. Intake (Bungas)
3. Saluran Primer (Telabah Gede)
Keterangan
7 MUNDUK TEMUKU TEGEH
4. Bangunan
1. Bendung Bagi Sekunder
(Ampelan)
(Tembuku)
2. Intake (Bungas)
3. Saluran
5. Saluran Primer (Telabah
Sekunder Gede)
(Telabah) 8 9 10
4. Bangunan Bagi Sekunder (Tembuku)
6. Bangunan Bagi Tersier(Tembuku
5. Saluran Sekuder (Telabah)
Pemaron)
6. Bangunan Bagi Tersier (Tembuku 7 MUNDUK DUKUH
7. Saluran Tersier (Telabah Pemaron)
Pemaron)
7. Saluran Bagi
8. Bangunan TersierKuarter
(Telabah(Tembuku
Pemaron)
8. Bangunan Bagi Kuarter (Tembuku
Cerik)
Cerik) 8 10
9
9. Saluran Kuarter
9. Saluaran (Telabah
Kuarter (TelabahCerik)
Cerik)
10. Sawah (Huma)
10. Sawah (Huma)

 Pura

Subak pada umumnya memiliki pura yang dinamakan pura ulincarik


atau pura bedugul, yang khusus di bangun oleh para pemilik lahan dan
petani. Pura tersebut di peruntukkan bagi Dewi Sri, yaitu dewi
kemakmuran dan kesuburan menurut kepercayaan masyarkat bali.

 Petani

12
Seseorang yang bergerak di bidang pertanian, utamanya dengan cara
pengelolaan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan dan memelihara
tanaman, dengan harapan untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut
untuk digunakan sendiri ataupun menjual kepada orang lain.

 Suara Sunari atau pindekan

Sunari merupakan sebuah benda yang terbuat dari buluh bambu yang
dilobangi dengan teknik khusus, sehingga mengeluarkan suara saat diterpa
angin. Sepintas, bentuk Sunari nampak seperti buluh bambu utuh
menjulang tinggi. Namun, benda ini erat kaitannya dengan aktivitas dan
budaya pertanian (agraris).

 Lelakut

Lelakut atau orang-orangan sawah dimanfaatkan untuk menghalau


hama-hama yang akan merusak tanaman di subak yang dibuat dari daun
kelapa.Dua buah lelakut atau orang-orangan sawah lelaki perempuan ini
dibuat dari daun kelapa dengan teknik menganyam yang lumayan rumit.
Berdasarkan penuturan sang pembuat, lelakut ini dibuat hingga pukul satu
malam. Dari badan, kepala hingga pakaian lelakut ini dibuat dari anyaman
daun kelapa. Ada beberapa upacara atau banten yang mesti dipersiapkan,
mulai dari pembuatan, pemasangan di sawah, saat sudah dipasang, hingga
saat dicabut.
2. Elemen Sosial
Elemen sosial mengacu pada pengaturan tertib hubungan sosial
antar bagian. Dalam pengaturan tersebut, setiap bagian memiliki tempat
yang tetap dan peran yang pasti untuk dimainkan. Elemen sosial dapat
digambarkan sebagai pengaturan interaksi sosial berdasarkan norma dan
nilai bersama.
Yang merupakan landasan utama subak mengandung pengertian
tiga hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan yang Maha Esa
(parhyangan), hubungan antarmanusia (pawongan), dan hubungan
manusia dengan alam (palemahan).
Peradaban subak juga terkait dengan aspek sosial. Menurut
Sanderson (2000), ada tiga elemen dasar dalam sistem sosio-kultural, yaitu
superstruktur, struktur sosial, dan infrastruktur material.
1. Superstruktur
Superstruktur meliputi cara-cara yang telah terpolakan, yang
dengan cara tersebut para anggota masyarakat berpikir, melakukan
konseptualisasi, menilai dan merasakan sesuatu, di dalamnya tercakup

13
beberapa unsur di antaranya unsur umum, agama, ilmu pengetahuan,
kesenian, dan kesusastraan.
2. Struktur Sosial
Struktur sosial merupakan perilaku aktual manusia yang muncul
dalam hubungan antarmanusia maupun dalam hubungan mereka
dengan lingkungan alam (biofisik) yang meliputi beberapa unsur yaitu
stratifikasi sosial, stratifikasi rasial dan etnik, kepolitikan, pembagian
kerja secara seksual dan ketidaksamaan secara seksual, keluarga, dan
kekerabatan, serta pendidikan.
3. Infrastruktur Material
Infrastruktur material yang berisi bahan baku dan bentuk sosial
yang berkaitan dengan upaya manusia mempertahankan hidup dan
beradaptasi dengan lingkungannya. Infrastruktur material terdiri atas
empat unsur, yaitu teknologi, ekonomi, ekologi, dan demografi.
Ketiga elemen ini merupakah konsep yang sama secara filosofi
dengan konsep THK (Tiga Penyebab Kesejahteraan) yakni
superstruktur sama dengan parahyangan, struktur sosial sama dengan
pawongan, dan infrastruktur material sama dengan palemahan. Selain
itu, terdapat pula beberapa elemen sosial yang terkandung dalam
sistem pelaksanaan subak yakni:
1. Awig-awig subak
Awig-awig subak merupakan seperangkat aturan yang
memuat ketentuan- ketentuan yang harus dilakukan dan yang tidak
boleh dilakukan oleh seluruh anggota subak termasuk
pengurusnya.
2. Pengelolaan air terakuntabilitas.
Pengelolaan air irigasi sistem subak dilakukan dengan
pendekatan konsensus dan konsep harmoni. Penanaman padi pada
musim hujan disepakati dengan sistem serempak, sedangkan pada
musim kemarau dilakukan pergiliran tanam untuk padi dan
palawija. Jika debit air tidak mencukupi, sebagian lahan diberakan
dan guna menjamin suasana harmoni tetap dilakukan sistem
peminjaman air antar petani.
3. Hak atas air dan lahan yang sangat dihormati.
Dalam Perda Prov.Bali No.02/PD/DPRD/l972 tentang
irigasi, diisyaratkan bahwa subak adalah suatu masyarakat hukum
adat yang memiliki karakteristik sosio-agraris-religius, yang
merupakan perkumpulan petani yang mengelola air irigasi di lahan
sawah. Kemudian Arif (l999) memperluas pengertian sosio-
agraris-religius dalam sistem irigasi subak, dengan menyatakan
bahwa adalah lebih tepat kalau subak itu disebut memiliki karakter
sosio-teknis-religius, karena pengertian teknis cakupannya menjadi

14
lebih luas, termasuk di dalamnya teknis pertanian dan teknis
irigasi. Dalam Perda No. 9 tahun 2012 tentang Subak, disebutkan
bahwa subak adalah organisasi tradisional di bidang tata guna air
dan atau tata tanaman di tingkat usahatani pada masyarakat adat di
Bali yang bersifat sosioagraris, religius, ekonomis yang secara
historis terus tumbuh dan berkembang.
4. Adanya sistem organisasi yakni struktur kepengurusan subak
Dalam strukstruktur kepengurusan subak yang akan
mengatur jalannya operasional subak yang terdiri dari seorang
pekaseh yang bertuga dan bertanggung jawab atas keseluruhan
operasional subak. Dalam struktur kepengurusan inti subak
terdapat seorang wakil yang bertugas membantu tanggung jawab
dari pekaseh, sekretaris (penyarikan) yang berfungsi untuk
mengurus bidang administrasi subak, dan bendahara (petengen)
yang mengurus keungan subak basnagkasa. Setelah itu terdapat
panglima dari kelima munduk yang ditugaskan untuk bertanggung
jawab atas daerah otoritas masing-masing berupa munduk. Selain
itu terdapat pula kasinoman atau yang kerap dipanggil sebagai juru
arah yang biasnaya menyampaikan informasi ke seluruh krama
banjar dan pemangku yang bertanggung jawab atas seluruh
kegiatan keagamaan dan ritual di subak dan berpusat di pura
Bedugul. Tak hanya itu, dalam subak terdapat pula anggota atau
krama yang terdiri dari anggota aktif, anggota tidak aktif, dan
anggota luput yang memiliki bagian dari struktur kepengurusan
subak.
5. Adanya Rasa Kebersamaan dan Saling Memiliki
Dalam kegiatan yang dilaksanakan dalam subak terdapat
kebersamaan dan rasa saling memiliki antar anggota yang
ditunjukkan dengan selalu dilaksanakan rapat atau paruman saat
akan mengambil keputusan dan selalu melakukan gotong royong
untuk membangun lingkungan subak tersebut.
3. Elemen Kebudayaan
Subak memiliki elemen budaya yang mengadopsi kebiasaan
masyarakat sekitar dengan menerapkan berbagai kegiatan yang sesuai
dengan perilaku masyarakat. Kebudayaan yang ada di dalam subak
umunya merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat Bali. Elemen
kebudayaan tersebut meliputi:
1. Upacara Keagamaan
Upacara keagamaan merupakan symbol yang membawa makna-
makna tertentu yang dikenali oleh orang-orang yang memiliki budaya
yang sama. Upacara keagamaan ini menjadi suatu kepercayaan bagi

15
anggota subak atau krama subak agar apa yang mereka lakukan disubak
tersebut dalam berlangsung dengan baik dan selamat. Dalam sistem Subak,
terdapat beberapa ritual yang menjadi simbol dalam beberapa kegiatannya,
yaitu:

No. Nama Waktu Tujuan


Ritual
1. Ngendagin/ Pada saat akan Permakluman kepada Tuhan YME
memungkah memulai kegiatan (Dewa-Dewi yang bersemayam di
/nuasen di sawah untuk sawah, sebagai Manifestasi Tuhan
tedun bertanam YME), bahwa petani akan memulai
melakukan aktivitas pertanian di
sawah
2. Pengwiwit/ Segera setelah Memohon kepada Tuhan agar bibit
ngurit benih disemai yang disemai dapat tumbuh dengan
baik
3. Nuasen Pada saat akan Memohon kepada Tuhan, agar proses
nandur menanam benih penanaman bibit dapat berjalan
padi di sawah dengan lancar
4. Ngulapin Setelah selesai Memohon kepada Tuhan, agar bibit
menanam padi, da padi yang ditanam dapat tumbuh
nada tanaman padi dengan baik, dan tidak mengalami
yang rusak kerusakan
5. Ngeroras Setelah padi Memohon kepada Tuhan YME, agar
berumur 12 hari tanaman padi dapat tumbuh dengan
baik
6. Mubuhin Setelah padi Memohon kepada Tuhan YME, agar
berumur 15 hari tanaman padi dapat tumbuh dengan
baik
7. Neduh/ Setelah padi Memohon kepada Tuhan YME, agar
Ngebulanin berumur satu bulan tanaman padi dapat tumbuh dengan
(35 hari) baik
8. Nyungsung/ Setelah padi Memohon kepada Tuhan YME, agar
ngiseh/ berumur 42 hari tanaman padi dapat tumbuh dengan
ngelanus/ baik
dedinan
9. Biukukung/ Setelah padi Memohon kepada Tuhan YME, agar
miseh/ berumur dua bulan tanaman padi dapat tumbuh dengan
ngiseh (70 hari) baik
10. Nyiwa Setelah padi Memohon kepada Tuhan YME, agar
sraya berbunga secara tanaman padi dapat tumbuh dan
merata di hamparan menghasilkan buah yang baik

16
sawah
11. Ngusaba/ Saat menjelang Memohon kepada Tuhan YME, agar
ngusaba panen panen padi berhasil dengan baik
nini/manten
in Dewi Sri
12. Mebanten Pada saat panen Memohon kepada Tuhan YME, agar
manyi pelaksanaan panen dapat berjalan
dengan baik
13. Ngerasakin Setelah panen Menyampaikan rasa syukur kepada
Tuhan YME, bahwa panen telah
berjalan dengan baik, dan bersiap
untuk melakukan persiapan tanam
pada musim berikutnya
14. Mantenin Setelah padi berada Menyampaikan rasa syukur kepada
di lumbung atau Tuhan YME, karena padi telah dapat
tempat disimpan dengan baik
penyimpanan padi
15. Ngerestiti/ Kalau tanaman Memohon kepada Tuhan YME, agar
Nangkluk padi diserang hama dan penyakit tidak merusak
merana penyakit tanaman padi
16. Mendak Pada saat akan Memohon kepada Tuhan agar air
Toya memulai irigasi cukup untuk pertanamannya
menjemput air di
sumbernya

2. Nilai
Nilai merupakan salah satu elemen penting kebudayaan yang mengatur
kehidupan manusia. Nilai berbicara tentang apa yang oleh manusia dipandang
berharga atau terhormat yang kemudian menjadi pedoman hidup manusia.
Nilai merupakan standard yang bersifat abstrak, yang dengannya, manusia
menentukan apa yang dipandang baik dan buruk. Akan tetapi, nilai-nilai ini
bukanlah sesuatu yang bersifat tetap. Ia terus berubah seiring dengan
kebutuhan dan perkembangan zaman.
Nilai yang terkandung dalam sistem subak yaitu:
a. Nilai ketuhanan dengan mengadakan upacara ataupun ritual yang dapat
menjadi pemersatu anggota dengan Tuhan,anggota dengan sesama
anggota,

17
b. Nilai kebersamaa,tenggang rasa,dan saling menghargai yang dibuktikan
dengan sesame anggota yang saling melakukan sistem pinjam meminjam
air irigasi,mengatasi keterbatasan air irigasi pada sistem kemarau,
c. Nilai persatuan ditunjukkan dengan gotong royong dan saling membantu
antar petani.
d. Nilai kerakyatan,dilakukannya musyawarah mufakat dalam mengambil
keputusan dalam sistem subak,
e. Nilai keadilan yang diciptakan dengan pembagian air irigasi secara adil.

3. Norma
Norma lebih kongkret dari nilai. Norma menunjuk pada aturan
berperilaku. Kalau diibaratkan dengan sebuah permainan, norma adalah aturan
main yang diterapkan dalam sebuah permainan agar dapat berjalan sesuai apa
yang diinginkan bersama. Dengan menerapkan Tri Hita Karana secara efektif
dan efisien,dan dinamis maka hendaklah terwujud kehidupan yang harmonis
terhadap Tuhan dan hubungan dengan sesama manusia,Terciptanya
lingkungan yang rukun dan damai sebagaimana yang dinantikan setiap orang.

2.5 Sistem Budaya dan Sistem Teknologi Dalam Subak


Sistem subak pada dasarnya dapat dipandang sebagai suatu sistem
teknologi sepadan, dan juga dapat dipandang sebagai sistem kebudayaan. Karena
adanya fenomena dan pengertian seperti ini, maka sering disebutkan bahwa sistem
subak tersebut adalah sebagai suatu sistem teknologi yang telah menjadi bagian
dari budaya masyarakat setempat (Pusposutardjo, 2000), atau sistem seperti ini
disebutkan pula sebagai suatu sistem teknologi yang telah berkembang menjadi
fenomena budaya masyarakat (Puspowardojo, 1993). Begitupula dengan sistem
budaya, dimana budaya yang dianut subak selalu sejalan dengan kebiasaan yang
telah ditanamkan oleh masyarakat sekitar sehingga operasionalnya dapat
dijalankan secara selaras tanpa ada perbedaan yang mengganggu masyarakat.
2.5.1 Sistem Budaya Dalam Subak
Subak berlandaskan Tri Hita Karana adalah salah satu hal bentuk
subak sebagai sistem kebudayaan. Ada tiga hal yang menjadi fokus utama
yaitu Parhyangan hubungan manusia dengan tuhan, Palemahan hubungan
manusia dengan manusia dan Pawongan hubungan manusia dengan alam.
Dalam Gatra Parhyangan dicerminkan dengan pola pikir pengelolaan air
irigasi yang dilakukan dengan landasan harmoni dan kebersamaan. Karena

18
air dianggap sangat bernilai dan dihormati serta dianggap sebagai karunia
dan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, subak
menyelenggarakan upacar khusus untuk air, yang disebut dengan upacara
mendak toyo(menjemput air) (Wayan Windia, 2006). Subak tak bisa
dilepaskan dari masalah air (irigasi). Agama Hindu yang sangat
menghormati air. Masyarakat Bali percaya air sebagai wujud Dewa Wisnu
yaitu manifestasi Tuhan yang dipercaya sebagai pemelihara kehidupan di
dunia (Kutanegara dan Putra, 1999). Selain itu Gatra Parhyangan juga
terlihat adanya pura sebagai tempat pemujaan Tuhan Yang Maha Esa dan
dianggap sebagai bagian dari mekanisme kontrol terhadap pengelolaan air
irigasi (Pusposutardjo,2000).
Dalam Gatra Palemahan, wujud pelaksanaannya adalah dengan
disediakan lahan khusus untuk Pura pada lokasi yang dianggap penting
(Sutawan dkk, 1989). Lahan yang tersisa pada lokasi bangunan bagi
dimanfaatkan untuk bangunan suci Pura Bedugul, sehingga konflik atas
lahan itu dapat dihindari (Puspsutardjo, 2000). Dalam Gatra Pawongan,
wujud pelaksanaannya adalah secara rutin melakukan upacara keagamaan
(Sutawan dkk, 1989). Sebagai suatu sistem kebudayaan, maka sistem
subak memiliki subsistem pola-pikir, sosial, dan artefak atau kebendaan.
Dimana pola pikir menyangkut dengan tujuan dan manfaat subak bagi
sekitarnya, sosial berikatan dengan pengorganisasian subak, dan artefak
berkaitan dengan kebendaan dari subak.
2.5.2 Sistem Teknologi Dalam Subak
Teknologi merupakan aspek terpenting dalam kehidupan manusia.
Perkembangan zaman yang kian pesat menuntut semua sektor kehidupan
harus menyesuaikan diri dengan teknologi yang ada untuk dapat
menyesuaikan diri. Teknologi tersebut memiliki berbagai elemen yang
dapat digunakan masyarakat untuk mengembangkan sektor yang
dimilikinya salah satunya adalah subak. Elemen – elemen penyusun dari
teknologi tersebut adalah:
1. Perangkat keras (Hardware), struktur fisik dan layout dari peralatan
yang dipergunakan
2. Perangkat lunak (Software), berupa pengetahuan tentang cara
menggunakan perangkat keras
3. Perangkat pikir (Brainware), menjelaskan berbagai alasan untuk
mengunakan teknologi
4. Tahu bagaimana (Know-how), mempelajari atau cara mendapatkan
pengetahuan keterampilan

Melalui gambaran elemen – elemen penyusun dari sebuah teknologi,


sistem irigasi subak di Bali juga dapat diakatakan sebagai sebuah

19
teknologi. Bukti yang dapat menunjukan subak sebagai sebuah teknologi
melalui elemen penciri teknologi, yakni

1. Teknologi irigasi sistem subak dapat diwariskan, elemen pencirinya


eksistensi dari subak yang sudah lebih dari seribu tahun dan Sistem
irigasi subak dapat diadopsi atau dialihkan
2. Sistem irigasi subak berbasis pada asas ilmu pengetahuan dan
teknologi, elemen pencirinya desain dan kontruksi yakni: aungan, alat
bagi dan alat ukur numbak memenuhi persyaratan hidrolika, penerapan
satu sungai sebagai satu sistem pengelolaan sumberdaya, cara
mengatasi tanah lembek dan porus dan pola tanam disusun sesuai
ketersediaan air.
3. Nilai – nilai ekonomis teknologi sistem subak, elemen pencirinya
penjahatan air memperhitungkan nilai kontribusinya terhadap
pembangunan fisik, operasi dan pemeliharaan prasarana subak dibiayai
dari pengembalaan itik di sawah.
Selain itu juga terdapat beberapa bukti yang menunjukan bahwa sistem
irigasi subak di Bali juga dapat sebagai suatu sistem teknologi – kultural.
Teknologi-kultural merupakan teknologi yang bersesuaian dengan budaya
yang secara mutlak dijalankan oleh masyarakat sehingga operasional dari
subak ini sejalan dengan tradisi dan kebiasaan sekitar. Bukti dari
teknologi-kulturan yang diterapkan didalam subak, yakni:
1. Perangkat keras diwujudkan dengan sistem irigasi subak yang ada
di Bali sudah dibakukan atau dilakukan standarisasi
2. Perangkat lunak yang diwujudkan dengan cara pengoprasian serta
pemeliharaan sistem irigasi subak prasarananya yang terorganisir
dalam aturan tertulis dan atau tidak tertulis dan melibatkan media
digital atau software. Contohnya adalah penginputan dari luas
wilayah, jumlah hasil panen, keanggotaan, dan lain-lain yang
dituangkan kedalam laman atau web resmi sehingga masyarakat
dapat mengetahui sistem administrasi dari subak tersebut.
3. Perangkat pikir yang diwujudkan mulai dari saat perencanaan
rancangan dan kontruksi dari sistem irigasi subak di Bali
dikerjakan oleh orang yang kompeten dan memiliki kehlian dalam
bidang pertanian sehingga aspek-aspek dan elemen penting dari
subak yang telah diwariskan oleh generasi sebelumnya tidak hilang
begitu saja. Ditambah pula, melalui perangkat pikir ini dapat
membantu operasional subak agar sesuai dengan kondisi wilayah
dari swah tersebut sehingga tidak ada kesalahan dalam produksi
misalnya seperti gagal panen dan lain-lain setelah dimulainya
kegiatan bercocok tanam.

20
4. Tahu bagimana atau know-how diwujudkan dengan setiap anggota
subak mempunyai rasa memiliki mulai dari saat pembuatan
rencana, design, kontruksi sampai pemeliharaan dan operasi dari
subak itu sendiri. Melalui know-how ini, aggota subak atau krama
subak akan diajak untuk mengetahui bagaimana suatu fenomena
yang ada disubak dapat terjadi dan mencari jalan keluar dari
fenomena tersebut. Contohnya adalah saat padi yang ditanaman
memiliki ukuran yang kecil daripada produksi sebelumnya maka
tugas dari krama subak tersebut adalah untuk mengetahui kenapa
masalah tersebut dapat terjadi dan mulai untuk mencari tahu solusi
terbaik agar mampu menyelesaikan masalah tersebut dan
berproduksi seperti semula.
Dengan demikian, sebagai suatu sistem teknologi maka sistem
subak memiliki subsistem teknoware (hardware, software), humanware,
organoware, dan infoware. Dimana teknoware lebih mengarah ke
teknologi yang dipergunakan untuk mendukung kinerja petani, mulai dari
software hingga hardware-nya seperti yang dijelaskan diatas. Humanware
merupakan komponen yang menyiapkan sumber daya manusia yang
diwujudkan dalam bentuk pengurus subak yang ditugaskan untuk siap
menerima teknologi. Selanjutnya terdapat organoware dimana komponen
ini lebih memfokuskan kepada kelembagaan dan keorganisasian. Dan
kompenen yang terakhir yakni Infoware yang dimana komponen tersebut
cenderung mengarah pada bagaimana informasi yang mudah dipahami dan
digunakan.
2.6 Peran dan Fungsi Subak
Subak merupakan salah satu sistem yang memiliki peranan penting dalam
kegiatan pertanian khususnya ssawah sehingga dalam pelaksanaanya subak
menjadi hal yang paling esensial dalam aspek pangan. Subak diketahui merupakan
sistem irigasi yang berbasis petani (farmer-based irrigation system) dan lembaga
yang mandiri (self government irrigation institution). Keberadaan subak yang
sudah hampir satu millenium sampai sekarang ini mengisyaratkan bahwa subak
memang adalah sebuah lembaga irigasi tradisional yang tangguh dan lestari
(sustainable) walaupun harus diakui bahwa eksistensinya kini mulai terancam.
Ancaman terhadap kelestarian subak adalah bersumber dari adanya perubahan-
perubahan dalam berbagai segi kehidupan masyarakat Bali yang mengiringi
derasnya arus globalisasi terutama pembangunan pariwisata Bali. Berbagai upaya
perlu dilakukan untuk memperkuat dan melestarikan eksistensi subak sebagai
warisan budaya yang sangat unik dan dikagumi oleh banyak pemerhati irigasi di
mancanegara.Sebab, jika subak yang dipandang sebagai salah satu pilar penopang
kebudayaan Bali sampai sirna maka dikhawatirkan stabilitas sosial akan terganggu
dan kelestarian kebudayaan Bali bisa terancam.

21
Meskipun subak adalah sistem irigasi yang khas Bali, terutama karena
upacara ritual keagamaan yang senantiasa menyertai setiap aktivitasnya, namun ia
memiliki nilai-nilai luhur yang bersifat universal dan sangat relevan dengan
konsep pembangunan berkelanjutan. Nilai-nilai tersebut adalah falsafah Tri Hita
Karana yang melandasi setiap kegiatan subak. Tri Hita Karana secara implisit
mengandung pesan agar kita mengelola sumberdaya air secara arif untuk menjaga
kelestariannya. Oleh karena itu, subak dapat didefinisikan sebagai lembaga irigasi
yang bercorak sosio religius dan berlandaskan Tri Hita Karana dengan fungsi
utamanya adalah pengelolaan air irigasi untuk memproduksi tanaman pangan
khususnya padi dan palawija Ketiga harmoni tadi menghasilkan kedisiplinan
seluruh anggota Subak di tingkat provinsi dalam melestarikan sumber daya air di
satu daerah aliran sungai. Sumber Daya Air Sungai dari hulu ke hilir
dikelompokkan menjadi:
1. Sumber Daya Air Sungai hulu, sebagai zona tangkapan air, maka hutan-
hutan dijaga agar kemampuan menampung air hujan besar.
2. Sumber Daya Air Sungai tengah, sebagai zona konservasi air dan zona
penggunaan air, yang diwujudkan dalam bentuk sistem usahatani
konservasi atau wanatani (agroforestry).
3. Sumber Daya Air Sungai hilir, sebagai zona penggunaan air, di mana
sawah irigasi dominan. Subak lokal di DAS hilir mengurus dan
memperhatikan pembagian air irigasi dan pengendalian cara penggunaan
air oleh anggotanya dengan berpedoman kepada awig-awig (peraturan
tertulis dan sanksi atas pelanggaran).
Sistem Subak adalah contoh yang dalam pengelolaan sumber daya, distribusi,
dan penggunaan air irigasi berwawasan kesejahteraan secara paripurna, yaitu
kesejahteraan masyarakat dalam kawasan DAS. Maka dalam proses pengambilan
keputusan seyogianya mempertimbangkan segi politis, ekonomi, sosial, dan
budaya (religi). Multifungsi ekosistem untuk mencapai pembangunan pertanian
yang berkelanjutan (sustainable agricultural development) telah
diimplementasikan dalam sistem Subak.
Subak memenuhi kaidah sebagai sistem irigasi sesuai dengan “Standar
Perencanaan Irigasi” karena berdasarkan fakta di lapangan subak dengan jaringan
irigasinya telah memiliki keempat fungsi pokok seperti yang disyaratkan yaitu :
1. Bangunan utama disebut empelan (bendung) atau buka (intake)
2. Saluran disebut telabah (bila berupa saluran terbuka) atau aungan (bila
berupa saluran tertutup).
3. Hamparan petak-petak yang merupakan bagian dari subak yang disebut
Tempek atau Munduk dilengkapi pula dengan bangunan dan saluran untuk
membagi-bagikan air ke seluruh areal dengan saluran pembuangan yang
disebut Kekalen

22
4. Sistem pembuangan kolektif yang disebut pengutangan juga dimiliki
subak, yang umumnya berupa saluran alam (pangkung).

Dengan demikian kiranya dapat juga disebutkan bahwa sistem irigasi subak
pada dasarnya adalah suatu lembaga adat yang berfungsi untuk mengelola air
irigasi untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat (petani). Selanjutnya agama
Hindu yang berkembang pada saat itu di Bali yang memiliki konsep THK, yang
dianut oleh para raja dan masyarakat setempat, dijadikan juga sebagai asas dan
diterapkan pada sistem subak dalam melakukan kegiatannya untuk mengelola air
irigasi di lahan sawah Perkembangan/perubahan yang tampak terjadi pada sistem
irigasi subak disebutkan oleh Pusposutardjo (1996) sebagai suatu proses
transformasi sistem irigasi dengan lingkungannya. Kemudian dalam perannya
sebagai pengelola pertanian beririgasi, maka seperti yang dikemukakan
Pusposutardjo (1997), ternyata komponen manusia dalam sistem subak sangat
dominan dalam sistem pengelolaan irigasi, yakni dalam aktivitasnya untuk
mengendalikan pasokan air yang dinamis pada sistem pertanian tersebut.
Adapun hal yang penting dan mendasar dalam kajian ini adalah berkait
dengan peranan subak sebagai institusi adat pendayagunaan air, yang
diharapkan mampu memecahkan masalah yang muncul secara integratif
melalui pendekatan sosio kultural di tengah-tengah arus perkembangan
teknologi dan perubahan sikap hidup manusia. Bila hal tersebut dapat
dilaksanakan secara optimal, maka manfaat yang kiranya dapat dipetik ialah :
1. Untuk ilmu pengetahuan akan memperkaya bidang ilmu irigasi,
khususnya dalam manajemen irigasi (irrigation management)
melalui hampiran sosio-teknis dengan kasus subak di Bali yang
berlandaskan THK, yang terbukti telah mampu mengembangkan
suatu manajemen pengelolaan sumberdaya air (khususnya irigasi),
berdasarkan pada aturan-aturan tertulis dan norma-norma
religius/agama, sehingga dapat memanfaatkan air (irigasi) untuk
kehidupan manusia secara berkelanjutan. Disamping itu,
bermanfaat pula untuk membuktikan kebenaran bahwa sistem
irigasi subak adalah bersifat sosio-teknis, dalam batas-batas
tertentu memiliki peluang untuk ditransformasi ke wilayah lain. Ini
berarti akan sekaligus pula mempercepat proses pembangunan
irigasi yang bercirikan THK.
2. Untuk pembangunan bangsa dan negara, diharapkan hasil kajian
ini dapat bermanfaat bagi pelaksanaan pengelolaan dan pelestarian
sumberdaya air di Bali, dan kawasan lain yang serupa, yang dinilai
sudah mengalami krisis air.
3. Memecahkan permasalahan yakni berupa konflik penggunaan air
yang bersifat multi guna, dengan mengembangkan konsep harmoni

23
dan kebersamaan sesuai dengan hakikat THK yang melandasi
sistem subak.
Melalui sistem Subak inilah, para petani mendapatkan bagian air
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh musyawarah dari
warga/krama subak dan tetap dilandasi oleh filosofi Tri Hita Karana. Maka
dari itu, kegiatan dalam organisasi/perkumpulan Subak tidak hanya meliputi
masalah pertanian atau bercocok tanam saja, tetapi juga meliputi masalah
ritual dan peribadatan untuk memohon rejeki dan kesuburan.
Subak memiliki manfaat yang sangat banyak baik bagi kehidupan
petani, juga bagi para masyarakat sekitarnya. Fungsi adanya organisasi
subak dapat dibagi menjadi Meningkatkan Kesejahteraan Para Petani.
Melalui sistem irigasi yang berasaskan keadilan bersama, sehingga para
petani akan tetap mendapatkan air meskipun dalam keadaan krisis air.
Selain itu juga, dapat menghindari terjadinya konflik antar petani hanya
gara-gara memperebutkan aliran air ke sawah mereka. Meningkatkan
Kearifan Lokal , dengan terciptanya sistem Subak yang secara dominan
menggunakan asas gotong-royong dan kekeluargaan. Mensejahterakan
Koperasi Unit Desa Yang Ada, Disini peranan koperasi akan sangat
membantu baik melalui koperasi simpan pinjam atau sejenisnya yang juga
pada akhirnya akan mensejahterakan masyarakat sekitar. Jadi pada intinya
subak sangat bermanfaat sekali dalam bidang pertanian, khususnya bagi
para petani dalam mengairi lahan pertaniannya. Sehingga harus tetap dijaga
dan dirawat untuk kesejahteraan petani maupun masyarakat.
2.7 Peran dan Fungsi Awig-Awig Dalam Subak
Awig-awig merupakan peraturan yang mengatur subak secara internal.
Awig-awig mengatur berbagai kegiatan organisasi, hak dan kewajiban pengurus
dan para anggota subak tersebut. Awig-awig dapat diperluas dan ditambahkan
dengan aturan tambahan yang disebut dengan perarem atau paswara (keputusan
rapat). Perarem atau paswara biasanya dilakukan untuk beradaptasi dengan
perubahan yang terjadi untuk memenuhi tuntutan para petani sebagai anggota
subak.
Awig-awig merupakan aturan yang mengatur implementasi dari filosofi
Tri Hita Karana dalam pelaksanaan kegiatan usaha tani pada lahan persawahan.
Sebagai sebuah peraturan, awig-awig secara umum terdiri dari, Bab yang disebut
sarga dan Bagian yang disebut Palet serta Pasal yang disebut Pawos . Cakupan
awig-awig dari subak meliputi nama dan tempat, prinsip-prinsip dasar, aturan
keanggotaan, aturan aspek keagamaan, aturan aspek irigasi(persubakan),
pengaturan denda, perubahan awig awig dan Bab penutup. Awig-awig biasanya
dijelaskan dan ditulis dalam bahasa dan huruf bali, meskipun belakangan ada

24
evolusi awig-awig ditulis dalam huruf bali dan huruf latin dan disahkan oleh unsur
pemerintah sebagai pembina subak di tingkat pemerintah kabupaten atau kota.
Awig-awig dapat ditambah dengan aturan tambahan yang disebut perarem dan
keputusan rapat yang disebut paswara, yang merupakan aturan tambahan dalam
menyesuaikan dengan kondisi dan situasi yang berkembang. Perarem atau
paswara dapat berupa berbagai usulan baru yang disepakati dalam rapat(paruman
atau yang juga disebut sangkepan) subak yang kemudian dijadikan aturan
tambahan sebagai tambahan dari awig-awig yang sudah ada. Awig-awig setiap
subak umumnya berbeda satu sama lain karena awig-awig pada dasarnya dibuat
berdasarkan kesepakatan yang berbasis pada kebersamaan dan keadilan dalam
memikul hak dan kewajiban dengan prinsip yang disebut sagilik-saguluk
salunglung sabayantaka (bersatu padu dan saling menghargai) yang dalam bahasa
indonesia juga disebut gotong royong. Awig-awig subak dibuat secara tertulis dan
disahkan oleh pihak berwenang , sebagian subak mencatat awig-awig secara
sederhana atau bahkan tidak tertulis. Dimasa silam awig-awig subak bahkan tidak
tertulis dan hanya merupakan kebiasaan yang disebut dengan Dresta, namun
demikian awig-awig subak selalu dihormati dan diikuti serta ditaati oleh para
anggota serta pengurus subak.
2.8 Kondisi Subak Saat Ini
Subak dengan usianya yang cukup lanjut memiliki perubahan beriringan
dengan perkembangan. Salah satunya yang berubah adalah kondisi lahan yang
semakinmenyusut serta jumlah subak yang kian berkurang seiring berjalannya
waktu dimana diketahui di Kota Denpasar terdapat 4 subak yang berhenti
beroperasi atau punah dalam waktu 10 tahun. Kondisi tersebut juga didukung
dengan luas lahan produktif yang berkurang sekitar 50, 35% dari semula 5.753, 43
hektar di tahun 1993 dan hanya tersisa 2.856 hektar di tahu 2003. Dengan
demikian diketahui bahwa hanya dalam kurun waktu 10 tahun sebanyak 2.898
hektar sawah di Kota Denpasar telah beralih fungsi menuju pemanfaatan diluar
sektor ekonomi. Hal tersebut kemudia lahir menjadi sebuah tantangan atau
ancaman bagi eksistensi subak secara langsung maupun tidak langsung yang
disebabkan oleh perkembangan pariwisata di Bali yang sangat cepat dan
kompleks. Terdapat 1.546 organisasi subak yang tersebar di delaoan kabupaten
dan stu kota di Bali yang cenderung mengalami penyusutan dari tahun ke tahun.
Penyusutan tersebut dapat dilihat pada diagram jumlah subak di Provinsi Bali
berdasarkan data Dinas Kebudayaan Provinsi Bali yang dimana pada tahun 2013
terdapat sebanyak 1.600 organisasi subak, namun di tahun 2008 hanya tersisa
kurang dari 1.550 subak yang dimana akan terus mengalami penurunan hingga
saat ini. Kondisi penyusutan lahan dan organisasi ini bertolak belakang dengan
kondisi pertambaha jumlah penduduk dan jumlah kinjungan wisatawan yang
berpengaruh terhadap kelangsungan subak berkaitan dengan lahan dan
lingkungan.

25
Terdapat beberapa faktor pendorong dari kondisi penyusutan subak ini
meliputi minat generasi muda untuk menjadi petani semakin menurun karena
prospek kesempatan kerja pada sektor lain seperti pariwisata dianggap lebih
menjanjikan dibandingkan dengan pertanian, berkurangnya lahan pertanian akibat
alih fungsi lahan yang rata-rat mencapai 750 ha/tahun, dan terdapat kepentingan
lain terhadap air di luar sektor pertanian sehingga menimbulkan hambatan dari
operasional subak tersebut. Dari faktor-faktor tersebut disadari bahwa subak perlu
dilestarikan dari berbagai kearifan yang terkandung di dalamnya seperti kearifan
religius, kearifan kultural, kearifan ekologis, kearifan konstitusional, kearifan
ekonomis, kearifan hukum, kearifan teknologis, dan kearifan keamanan yang
merupakan salah satu pondasi dari berjalannya sistem budaya dalam subak.
Diperlukan beberapa alternatif solusi sebagai upaya pelestarian keberlanjutan
subak dengan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki, meminimalkan kelemahan
dan melihat peluang yang ada untuk menghadapi tantangan yang dijumpai subak.
Dengan terjadinya fenomena tersebut, tidak menutup kemungkinan bahwa di
masa yang akan datang subak juga perlu mengembangkan dirinya menjadi
organisasi yang berorientasi ekonomi selain melakukan fungsi pokoknya sebagai
pengelola air irigasi, tanpa harus mengorbankan corak sosioreligiusnya.
2.9 Analisis SWOT Dalam Pengembangan Subak
Dalam melakukan pengembangan dalam rangka menciptakan subak yang
berkelanjutan maka perlu dilakukan analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman yang ada dalam subak sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pendukung
pengembangan suak yang berkelanjutan.
1. Kekuatan (Strengths)
Subak diketahui memiliki aktivitas-aktivitas yang dilandasi
semangat gotong royong atau tolong menolong, saling mempercayai dan
menghargai berazaskan kebersamaan dan kekeluargaan serta
keramahtamahan masyarakat, berlandaskan prinsip demokrasi, keadilan,
transparansi, dan akuntabilitas yang berdasarkan filosofi Tri Hita Karana
misalnya pada ritual subak yang dapat digunakan sebagai unsur pemersatu
anggota subak sehingga membantu memperkokoh organisasi subak dan
meminimalisir terjadinya perpecahan atau penyusutan.
Lembaga subak bersifat otonom dan mengelola keuangan subak
dan organisasi yang relatif baik daan tersusun rapi seperti adanaya struktur
yang jelas, kepengurusan yang jelas wewenang dan tanggung jawabnya
dan mempunyai peraturan atau awing-awig subak baik tertulis maupun
tidak tertulis disertai sanksi-sanksi terhadap pelanggarannya. Susunan atau
struktur organisasi subak sangat bervariasi dari satu rempat ke tempat
lainnya di Bali karena sejarah perkembangan subak tidaklah sama dan
subak sebagai sistem irigasi bersifat location specific atau dipengaruhi
oleh desa, kala, dan patra atau tempat, waktu dan keadaan.

26
Subak diketahui memiliki batas wilayah yang jelas dan
berdasarkan prinsip hidrologis, dengan sistem suplesi dan drainase one
inlet dan one outlet system dimana pembagian air berdasarkan prinsip
keadilan, sistem aling pinjam air, kegiatan operasional dan perawatan
jaringan. Teknologi yang ada dalam konsep one inlet dan one outlet
system diantaranya adalah bahwa petani dapat mengadakan diversifikasi
tanaman tanpa ada konflik dalam pengelolaan air irigasi. Pada sistem
subak, terdapat pula kegiatan operasional dan perawatan jaringan irigasi.
2. Kelemahan (Weaknesses)
Subak memiliki beberapa kelemahan seperti kemampan sumber
daya manusia atau SDM anggota subak belum memadai yang tercermin
dari tingkat pendidikan anggota subak yang relatif rendah dan juga masih
terdapat sibak yang belum memiliki awig-awig tertulis serta belum
dimilikinya status badan hukum oleh sebagian besar subak.
Diketahui pula bahwa jalan subak berupa jalan setapak yang
memanfaatkan tanggul saluran maupun pematang sawah sehingga mudah
longsor serta saluran air masih berupa saluran tanah yang mudah longsor
dan bocor. Selain itu, terdapat kondisi dimana sempitnya luas garapan
petani anggota subak dan banyak yang berstatus sebagai penyakap serta
kurangnya kepemilikan modal dan terbatasnya akses perkreditan yang
dimiliki petani subak yang memicu kemampuan manajerial dan wirausaha
di kalangan petani masih terbatas. Terjadi pula keterbatasan kemampuan
oetani di bidang teknologi budidaya non padi mulai dari proses produksi
sampai pengolahan pasca panen serta kurangnya penegtahuan dan
penguasaan teknologi dalam bidang pelestarian sumber daya alam
khususnya sumber daya air.
3. Peluang (Opportunities)
Peluang yang didapat subak adalah diketahui bahwa Bali sebagai
salah satu tujuan wisata dunia dan perkembangan pariwisata berwawasan
lingkungan yang diikuti dengan adanya minat wisatawan untuk
mengunjugi objek wisata natural atau alamiah. Selain itu, terdapat
kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam visi Dinas Pariwisata
Provinsi Bali yaitu terwujudnya pariwisata budaya yang berkualitas,
berkelanjutan dan mempunyai daya saing berdasarkan Tri Hita Karana
berbasis kerakyatan yang menjadi peluang besar bagi subak yang
menyediakan berbagai kearifan lokal dan budaya yang memiliki basis
lingkungan. Terdapat pula bantuan dana dari pemerintah yang
mempermudah pengembangan subak yang berkelanjutan.
Peluang lain yang dimiliki subak adalah terdapat biro perjalanan
wisata yang bisa diajak berelasi atau bekerja sama yang didukung dengan
lokasu subak yang dekat dari daerah pariwisata yang berkembang dan atau
dari pusat pemerintahan. Selan itu muncul peluang dari perkembangan

27
wisata pada daerah yang dekat dengan subak dan jarak dari pusat
pemerintahan yang terjangkau.
4. Ancaman (Threats)
Beberapa ancaman yang dapat terjadi dalam subak adalah adanya
intervensi dari pihak eksternal seperti terjadi perebutan penggunaan
sumber air untuk PDAM , wisata, dan lain-lain serta kondisi subak yang
tidak mampu untuk melawan intervensi yang datang dari pihak eksternal
tersebut. Ancaman berikutnya adalah terjadinya alih fungsi lahan pertanian
subak menjadi lahan non pertanian pada beberapa lokasi. Kondisi ini
menyebabkan lahan subak semakin lama semakin berkurang, disamping
juga dapat mengakibatkan terganggunya sistem distribusi. Ancaman
terakhir adalah kerusakan lingkungan khususnya pemcemaran sumber
daya air dan semakin terbatasnya ketersediaan air relatif terhadap
kebutuhan
2.10 Strategi Pemanfaatan SWOT Dalam Menciptakan Subak Berkelanjutan
Dengan kondisi subak yang memiliki beragam kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman dapat disadari bahwa aspek tersebut dapat dimanfaatkan
sebagai pendorong terlaksananya subak yang berkelanjutan. Pemanfaatan ini
dapat dilaksanakan melalui menstrategikan kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman sehingga dapat lahir menjadi sebuah jalan untuk mengembangkan subak
itu sendiri. Strategi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dapat
dilaksanakan sebagi berikut:

 Strategi SO (Kekuatan-Peluang)
Pada subak yang belum mengalami alih fungsi lahan dengen
pemandangan alam di kawasan subak yang sangat lapang dan indah serta
kondisi udara yang segar atau sejuk yang dapat dikembangkan sebagai
kawasan wisata. Strategi selanjutnya adalah pengelolaan kawasan wisata
oleh subak sebagai sebuah lembaga yang otonom dan transparan sebagai
pengejawantahan pariwisata berbasis kerakyatan dengan bekerjasama
dengan biro perjalanan wisata. Strategi lainnya adalah aktivitas-aktivitas
subak, filosofi subak, dan ritual subak dapat sebagai atraksi dan daya tarik
wisata. Dapat pula dilakukan strategi dengan bekerja sama dengan biro
perjalanan wisata dalam mengembangkan wisata dalam pengembangan
wisata. Strategi terakhir adalah menciptakan kegiatan yang berkaitan
dengan agroekowisata yang memberikan keuntungan ekonomis bagi
anggota subak (multiflier effect).
 Strategi WO (Kelemahan-Peluang)
Dalam strategi ini perlu peningkatan kemampuan sumber daya
manusia (SDM) dalam akses perkreditan, kemampuan petani di bidang
teknologi, kemampuan manajerial dan wirausaha, penguasaan petani atas

28
informasi pasar, dan pengetahuan dan penguasaan teknologi dalam bidang
pelestarian sumber daya alam khususnya sumber daya air. Strategi
selanjutnya adalah perbaikan sarana dan prasarana untuk kenyamanan
wisatawan dalam pengembangan agroekowisata. Strategi terakhir adalah
pembinaan dari instansi terkait untuk peningkatan SDM dan sarana
prasarana.

 Strategi ST (Kekuatan-Ancaman)
Strategi ini dilandasi semangat gotong royong atau tolong
menolong, saling mempercayai dan menghargai berazaskan kebersamaan
dan kekeluargaan sebagai dasar organisasi yang kuat untuk menghadapi
liberalisasi perdagangan termasuk hasil-hasil pertanian. Strategi
selanjutnya adalah pengembangan pertanian organik sehingga dapat
mengurangi kerusakan lingkungan khususnya pencemaran air. Serta
strategi terakhir adalah diperlukan adanya suatu aturan dalam peraturan-
peraturan subak atau awig-awig tentang pelarangan alih fungsi lahan.
 Strategi WT (Kelemahan-Ancaman)
Strategi pada kondisi ini adalah dengan membentuk suatu pengakuan
badan hukum atas subak sehingga subak mempunyai kekuatan untuk
menghadapi intervensi pihak eksternal dan terbatasnya ketersediaan air
terhadap kebutuhan serta pencemaran sumber daya air. Subak
mengorganisir anggota dalam pengadaan sarana produksi dan pemasaran
hasil-hasil pertanian. Strategi terakhir adalah dengan peningkatan
kemampuan SDM dan status badan hukum pada subak, diharapkan minat
masyarakat terutama kaum muda untuk bekerja di sektor pertanian.

29
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Subak menjadi suatu sistem yang konsisten untuk mempertahankan nilai-nilai


kultural yang merupakan warisan leluhur dalam bidang pengolahan sawah.
Dengan sistem irigasi yang teratur dan berkesimbungan untuk seluruh sawah
maka subak ini menjadi suatu keajaiban dunia yang mempu menunjukkan bahwa
sawah di Indonesia khususnya di Bali masih tetap pada eksistensinya dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat. Keajaiban yang dihadirkan dalam subak tak
hanya berupa sistem irigasi yang berkesinambungan dan adil untuk mengairi
seluruh sawah yang ada, namun juga terdapat elemen sosial dan elemen budaya
yang mampu menarik perhatian dunia akan kearifan yang dimiliki subak ini.
Budaya yang kental dengan kultur masyarakat Hindu Bali dalam subak ini
nyatanya menimbulkan nilai budaya yang mampu dimaknai dengan baik oleh
masyarakat luas sehingga keberadaan subak sebagai ssitem satuan sawah masih
diberdayakan hingga saat ini.

Meskipun subak masih berada pada eksistensinya di masa ini, namun perlu
disadari terdapat banyak perubahan yang nyatanya turut mampu mengubah
elemen-elemen yang telah diwariskan sebelumnya. Perubahan iklim dan
perubahan karakter dari generasi yang mengikuti perkembangan zaman turut
melatar belakangi adanya perbedaan dari subak di masa terdahulu dan subak di
masa kini. Namun perlu disadari bahwa meskipun banyak perubahan yang terjadi
tetapi subak tetap dapat menghasilkan kebutuhan yang diperlukan oleh manusia.
Hal tersebut menunjukan bahwa subak merupakan sistem teknis atau sistem
teknologi yang mampu mengikuti perkembangan zaman dan menyesuaikan diri
dengan adat budaya masyarakat sekitar. Maka dengan demikian, pemberdayaan
subak menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan dimasa ini mengingat
dampak besar yang akan dihasilkan untuk kehidupan generasi selanjutnya.

30
DAFTAR PUSTAKA

Husnul, Muttaqin. 2018.”Elemen kebudayaan”,


https://rumahsosiologi.com/tulisan/konsep-dasar/33-elemen-kebudayaan,
diakses pada 26 November 2021 pukul 17.55.

Ritung, Sofyan. 2018. “Prospek Lahan Sawah”.


https://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/buku/buku
%20lahan%20sawah/08peluang_perluasan_lahan_sawah.pdf. Diakses
pada 26 Oktober 2021 Pukul 16.00 WITA

Samudra. 2017. Fungsi dan peran sistem subak.Diakses pada 13 Oktober


2021,dari http://samudraituluas.blogspot.com/2017/01/fungsi-dan-peran-
sistem-subak.html. Diakses pada 26 November pukul 13.00

Unknown. 2017. “Pengertian Sawah dan Irigasi”.


https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/geodesi/article/view/25141/22351
. Diakses pada 26 November 2021 Pukul 18.00 WITA

Windia, Wayan. 2020. “Sistem Irigasi Subak Dalam Kehidupan Bali”,


https://baliagri.com/article/sistem-irigasi-subak-dalam-kehidupan-
masyarakat-bali. Diakses pada 26 November 2021 pukul 16:20

Windia, Wayan.2006. Transformasi Sistem Irigasi Subak yang Berlandaskan


Konsep Trihita Karana. Denpasar.Pustaka Bali Pos.
https://media.neliti.com/media/publications/43924-ID-transformasi-sistem-
irigasi-subak-yang-berlandaskan-konsep-tri-hita-karana.pdf. Diakses Pada
26 November 2021 pukul 15.00 WITA

31

Anda mungkin juga menyukai