Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bali merupakan daerah tujuan wisata dunia, selain dari objek wisata berupa bentang alam
yang memang indah, Bali menyuguhkan objek wisata budaya yang tidak dapat dijumpai di
daerah tujuan wisata lain. Salah satu wisata alam yang menarik dikunjungi adalah
persawahan terasering khas bali dan serta sistem irigasi pertanian yang baik yang dikenal
sebagai Subak.

Dilihat dari sejarahnya, Subak telah terbentuk hampir satu millennium. Ini menunjukkan
bahwa subak memang adalah suatu lembaga irigasi tradisional yang tangguh dan lestari
keberadaannya. Ini dikarenakan subak memilki nilai-nilai luhur yang bersifat sangat universal
yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan. Antara lain secara implisit mengandung
pesan agar kita mengelola sumber daya alam termasuk smber daya air secara arif untuk
menjaga kelestariannya, senatiasa bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan
mengedepankan keharmonisan hubungan antar manusia. Tidak hanya itu, subak juga
memiliki nilai-nilai kearifan lokal yang patut dilestarikan.

Para petani yang tergabung dalam organisasi subak telah memiliki keterampilan dan
pengetahuan tradisional yang cukup memadai (kearifan lokal/indigenous knowledge) dalam
membangun dan mengelola jaringan irigasi mereka. Karya besar nenek moyang kita berupa
sistem irigasi subak beserta landskap sawah teras yang indah yang kita warisi sampai
sekarang tentulah menggunakan teknologi tradisional yang mereka miliki.
Tetapi sekarang ini subak Bali sedang mengalami dilema, dimana pariwisata bali
memerlukan perluasan tempat dan wilayah guna melengkapi fasilitas-fasilitas kepariwisataan,
dan mau tidak mau tanah dan lahan-lahan pertanian mengalami pengikisan akibat
pengalihfungsian lahan. Selain itu semakin meningkatnya jumlah penduduk di Bali
memberikan dampak negative terhadap sistem irigasi subak. Berdasarkan data hasil survei
yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik Republik Indonesia Tahun 2010, yang menyatakan
bahwa jumlah penduduk Bali sebesar 3,890,757 jiwa. Pertambahan jumlah penduduk ini akan
mengurangi jumlah areal persawahan, sehingga mengancam kelangsungan sitem irigasi
subak. Maka dari itu penulis ingin membahas tentang subak dan nilai kearifan lokal yang

1
terkandung didalamnya agar dapat lebih dikenal, dan meningkatkan kesadaran kita untuk
tetap menjaga dan melestarikan keberadannya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan subak?
2. Bagaimana subak dalam kehidupan masyarakat bali?
3. Apa hubungan timbal balik antara subsistem budaya dengan subsistem sosial?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan subak
2. Untuk mengetahui subak dalam kehidupan masyarakat bali
3. Untuk mengetahui dan memahami hubungan timbal balik antara subsistem budaya
dan subsistem sosial
1.4 Manfaat Penelitian
1. Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan subak
2. Dapat mengetahui subak dalam kehidupan masyarakat bali
3. Dapat mengetahui dan memahami hubungan timbal balik antara subsistem budaya
dan subsistem sosial

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Subak

Berdasarkan temuan dalam data prasasti, dapat disimpulkan bahwa pertanian dengan
sistem perladangan dan sistem persawahan yang teratur telah ada di Bali pada tahun 882 M.
Dalam prasasti Sukawana A1 tahun 882 M terdapat kata “HUMA”, berarti sawah dan kata
“PERLAK” yang berarti tegalan. Dalam prasasti Raja Purana Klungkung yang berangka
tahun saka 994 (1072 M), disebutkan kata Kasuwakara yang kemudian menjadi suwak atau
subak. Keaslian sistem ini juga diperkuat dengan lontar Markandeya Purana sebagai
dokumen historis yang menyebutkan”...sang mikukuhin sawah kawastanin subak, sang
mikukuhin toya kawastaniu pekaseh, ika ne wenang ngepahin toya punika...” artinya, yang
mengurus sawah seperti menggarap sawah dan sebagainya dinamakan subak, sedangkan yang
diberikan tugas untuk mengurus dan menyelenggarakan pembagian air di sawah dan di
ladang disebut pekaseh. Subak adalah sebuah organisasi yang dimiliki oleh masyarakat petani

2
di Bali yang khusus mengatur tentang sistem pengairan/irigasi sawah secara tradisional,
keberadaan Subak merupakan manifestasi dari filosofi/konsep Tri Hita Karana.

Pada dasarnya tugas dan tujuan yang seharusnya dicapai oleh subak dibawah
kepemimpinan ketua/kelian subak (pekaseh) adalah sebagai berikut:

1. Merencanakan tujuan, dan sasaran kegiatan yang merupakan wujud dari pelaksanaan
yang taas asas menurut aturan yang diberlakukan.
2. Menjelaskan tujuan dan sasaran kepada anggota subak.
3. Menyusun kesepakatan tindakan pemecahan masalah, dan pembagian tanggung jawab
pada semua anggota subak.
4. Memberdayakan anggota untuk dapat berperan serta dalam tujuan, hak, dan
kewajiban yang dimiliki.
5. Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas yang telah ditetapkan, agar tujuan dan sasaran
kegiatan yang telah disepakati dapat tercapai dengan baik.
Berbicara mengenai pertanian di Bali, selalu akan diidentikkan dengan sistem subaknya
yang merupakan ciri khas sistem pertanian di Bali. Seperti yang diungkapkan oleh Piñata
(1997) dalam Sunaryasa, 2002, subak di bali memiliki lima ciri yaitu:
1. Subak merupakan organisasi petani pengelola air irigasi untuk anggota-anggotanya.
Sebagai suatu oraganisasi, subak memiliki pengurus dan pengaturan organisasi (awig-awig)
yang tertulis maupun tidak tertulis.

3
2. Subak memiliki sumber air bersama, berupa bendungan (ampelan) di sungai, mata air,
ataupun saluran utama suatu sistem irigasi.
3. Subak mempunyai suatu areal persawahan
4. Subak mempunyai otonomi, baik internal maupun eksternal
5.Subak mempunyai satu atau lebih Pura Bedugul atau pura yang berhubungan dengan
persubakan.
Ada banyak definisi tentang subak yang dikemukakan olah para pakar. Menurut Dilihat
dari pengertiannya, definisi tentang subak adalah sebagai berikut:
1. Pinnata (1997) dalam Sunaryasa (2002); mendefinisikan subak sebagai masyarakat hokum
adat yang bersifat sosio agraris dan religious yang tediri dari petani-petani penggarap sawah
pada suau areal persawahan yang mendapatkan air dari suatu sumber.
2. Liefrink (1986) dalam Sunaryasa (2002); mendefinisikan subak sebagai suatu organisasi
petani yang mengatur penyaluran air ke sawah-sawah untuk pertanian, sistem irigasi yang
baik, juga sangat efektif digunakan untuk memungut tigasana atau pajak tanah/landrente.
3. Sutawan (1986) dalam Sunaryasa (2002); mendefinisikan subak sebagai organisasi petan
lahan basah yang mendapatkan air irigasi dari auatu sumber bersama, memiliki satu atau
lebih Pura Bedugul (untuk memuja Dewi Sri, manifestasi Tuhan sebagai Dewi Kesuburan);
serta mempunyai kebebasan didalam mengatur rumah tangganya sendiri maupun dalam
berhubungan dengan pihak luar.
4. Arif (1999), dalam Windia (2006) memberi perluasan pengertian terhadap karakteristik
subak. Arif mendefinisikan subak sebagai suatu masyarakat hukum adat yang memiliki
karakteristik sosio-teknik-religius.
5. Peraturan-daerah pemerintah-daerah Provinsi Bali No.02/PD/DPRD/1972 menyatakan
Subak adalah suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik sosio-agraris-
religius, yang merupakan perkumpulan petani yang mengelola air irigasi dilahan sawah.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa subak merupakan organisasi atau lembaga
tradisional yang bergerak dalam tata guna air untuk irigasi serta mengatur sistem pengelolaan
pertanian bersifat social religious, mandiri yang anggotanya terdiri dari petani yang berdada
dalam suatu kesatuan wilayah tertentu dan diatur dalam awig-awig.

2.2 Subak dalam Kehidupan Masyarakat Bali


Subak, merupakan sistem irigasi yang berbasis petani (farmer-based irrigation system)
dan lembaga yang mandiri (self governmet irrigation institution). Keberadaan subak yang
sudah hampir satu millenium sampai sekarang ini mengisyaratkan bahwa subak memang

4
adalah sebuah lembaga irigasi tardisional yang tangguh dan lestari (sustainable) walaupun
harus diakui bahwa eksistansinya kini mulai terancam. Ancaman terhadap kelestarian subak
adalah bersumber dari adanya perubahan-perubahan dalam berbagai segi kehidupan
masyarakat Bali yang mengiringi derasnya arus globalisasi terutama pembangunan pariwisata
Bali. Bebagai upaya perlu dilakukan untuk memperkuat dan melestarikan eksistensi subak
sebagai warisan budaya yang sangat unik dan dikagumi oleh banyak pemerhati irigasi di
mancanegara. Sebab, jika subak yang dipandang sebagai salah satu pilar penopang
kebudayaan Bali sampai sirna maka dikhawatirkan stabilitas sosial akan terganggu dan
kelestarian kebudayaan Bali bisa terancam.
Meskipun subak adalah sistemi irigasi yang khas Bali, terutama karena upacara ritual
keagamaan yang senantiasa menyertai setiap aktivitasnya, namun ia memiliki nilai-nilai
leluhur yang bersifat universal dan sangat relevan dengan konsep pembangunan
berkelanjutan. Nilai-nilai tersebut adalah falsafah Tri Hita Karana (parhyangan, pawongan,
palemahan) yang melandasi setiap kegiatan subak. Tri Hita Karana secara implisit
mengandung pesan agar kita mengelola sumberdaya air secara arif untuk menjaga
kelestariannya. Oleh karena itu, subak dapat didefinisikan sebagai lembaga irigasi yang
bercorak social religius dan berlandaskan Tri Hita Karana dengan fungsi utamanya adalah
pengelolaa air irigasi untuk memproduksi tanaman pangan khususnya padi dan palawija.
Ketiga harmoni tadi menghasilkan kedisiplinan seluruh anggota Subak di tingkat provinsi
dalam melestarikan sumber daya air di satu daerah aliran sungai.
Sistem Subak adalah contoh yang dalam pengelolaan sumber daya, distribusi, dan
penggunaan air irigasi berwawasan kesejahteraan secara paripurna, yaitu kesejahteraan
masyarakat dalam kawasan DAS. Maka dalam proses pengambilan keputusan seyogianya
mempertimbangkan segi politis, ekonomi, sosial, dan budaya (religi).

2.3 Hubungan Timbal Balik Antara Subsistem Budaya dengan Subsistem Sosial
Hubungan timbal balik antara subsistem budaya dan subsistem sosial adalah untuk
mengatur penyediaan dan mengalokasikan air (mengelola air irigasi) atas dasar kesesuaian
dengan pola piker, maka subak membangun organisasinya sesuai dengan kebutuhan
setempat. Misalnya, pada daerah-daerah tertentu, ada seorang staf pengurus subak yang
disebut dengan petilik, yang bertugas untuk secara rutin mengawasi alokasi dan distribusi air
irigasi di kawasan tersebut.
Irigasi itu dapat dikelola agar mampu mencukupi kebutuhan air berbagai tanaman
pada saat tanaman kekurangan air. Air didistribusikan secara proporsional kepada setiap

5
petani anggota subak, yakni dengan ukuran tektek, satu tektek air irigasi di subak pada
dasarnya bermanfaat untuk mengairi areal sawah seluas 25-30 are.
Adanya struktur orgaisasi subak yang memiliki status dan peranan yang berbeda
sesuai dengan jenjangnya. Dua komponen yang saling bergandengan atau tidak terpisahkan
satu sama lain, artinya tiada status tanpa peranan, dan tiada peranan tanpa status. Setiap
anggota kelompok memiliki status tertentu dan berdasarkan status itu yang bersangkutan
menjalankan peranan tertentu.

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai
berikut;
1. Subak merupakan organisasi atau lembaga tradisional yang bergerak dalam tata
guna air untuk irigasi serta mengatur sistem pengelolaan pertanian bersifat social
religious.
2. Penerapan sistem subak diserahkan sepenuhnya kepada anggota subak, pengurus
subak, dan pemimpin subak yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat.
3. Hubungan timbal balik subsistem budaya dengan subsistem sosial yaitu mengatur
penyediaan dan mengalokasikan air.
3.2 Saran
Mengingat sangat pentingnya peranan subak dalam menjaga kelangsungan sistem
pertanian di Bali dan nilai-nilai kearifan lokal yang dimilikinya, maka hendaknya kita harus
berupaya untuk mempertahankan atau bahkan mengemangkannya di wilayah lain di
Indonesia. Mengingat sistem subak memberikan kemudahan dan kepastian kepada petani
dalam memperoleh pasikan air irigasi untuk pertanian yang berkelanjutan.

6
DAFTAR PUSTAKA
Pradana Bintang. 2013. “Pertanian Subak Bali”. Terdapat pada:
http://blog.umy.ac.id/bintangpradana/halaman-contoh/pertanian-subak-bali/. Diakses tanggal
28 September 2015.
Windia Wayan. 2010. “Kajian Tata Ruang Dan Pengelolaan Kawasan Subak,
Untuk Bali Yang Lebih Baik”. Terdapat pada:
http://balisustain.blogspot.co.id/2010/08/kajian-tata-ruang-dan-pengelolaan.html. Diakses
tanggal 28 September 2015.
Annas. 2012. “Makalah Biologi Lingkungan (Subak)”. Terdapat pada:
http://lenkabelajar.blogspot.co.id/2012/09/makalah-biologi-lingkungan-subak.html. Diakses
tanggal 28 September 2015.
Gedetawan. 2012. “Peranan Subak Sebagai Sistem Irigasi Tradisonal Bali Dalam
Pengelolaan Air Irigasi Dan Pengendalian Alih Fungsi Lahan Berdasarkan Atas Konsep Tri
Hita Karana”. Terdapat pada: http://gedetawan.blogspot.co.id/2012/04/peranan-subak-
sebagai-sistem-irigasi.html. Diakses tanggal 28 September 2015.

Anda mungkin juga menyukai