Anda di halaman 1dari 11

PELESTARIAN SUBAK SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PARIWISATA BERBASIS

LINGKUNGAN DI BALI

Oleh :

1. Ayu Pinkan
2. Julia Yurinne
3. Shindy Alfi
4. Vina Fitriana

SMAK HARAPAN DENPASAR

TAHUN 2013
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Bali adalah nama salah satu wilayah Indonesia yang terkenal di


mancanegara, hal ini tidak terlepas dari dua potensi yang dimiliki Bali seperti
pertanian dan pariwisatanya. Di lihat dari segi pertaniannya, masyarakat Bali
memiliki sebuah sistem pertanian tradisional yang unik, yang di kenal dengan nama
sistem pertanian subak. Sumber-sumber mata air di sekitar kawasan subak
menjadi tumpuan utama dari sistem irigasi untuk mempertahankan budidaya
pertanian padi pada musim kemarau.

Subak pada dasarnya adalah sistem irigasi berbasis masyarakat dan


memiliki kearifan lokal dalam mendukung sumber daya air yang berkelanjutan.
Lanskap budaya subak terkenal bukan hanya karena pemandangannya yang indah,
tetapi lebih pada kekayaan kebudayaannya yang mencerminkan berbagai nilai-nilai
luhur kehidupan yang bersifat universal. Nilai-nilai luhur tersebut adalah Tri Hita
Karana. Tri Hita Karana berasal dari kata Tri, Hita, dan Karana. Tri artinya tiga,
Hita artinya bahagia, dan Karana artinya penyebab. Dengan demikian, Tri Hita
Karana berarti tiga penyebab kebahagiaan. Ketiga penyebab kebahagiaan yang
dimaksud adalah Parhyangan, Palemahan dan Pawongan. Parhyangan adalah
hubungan manusia dengan Tuhan. Palemahan adalah hubungan manusia dengan
lingkungannya sedangkan Pawongan adalah hubungan manusia dengan manusia
yang lain. Secara implisit, Tri Hita Karana mengandung pesan agar kita mengelola
sumber daya alam secara arif untuk menjaga kelestariannya, selalu merasa
bersyukur dan berterimakasih kepada Sang Maha Pencipta, dan senantiasa
mengedepankan keharmonisan hubungan antar sesama manusia.

Subak merupakan organisasi tradisional para petani di Bali yang terutama


bertujuan untuk berbagi tanggung jawab dalam pengelolaan irigasi air, dan pola
tanam padi di sawah. Subak sebagai sistem irigasi yang berbasis petani, merupakan
lembaga yang bersifat mandiri dan demokratis. Keberadaan subak yang sudah
hampir satu milineum sampai sekarang ini mengisyaratkan bahwa subak adalah
sebuah lembaga irigasi tradisional yang tangguh dan lestari.

Dahulu hanya dikenal subak sawah tetapi sekarang ada juga subak yang
mencakup kawasan lahan kering. Dari situ muncul sebutan subak yeh (biasa
disebut dengan subak) bagi organisasi petani di lahan sawah. Sedangkan subak
abian untuk organisasi petani yang mengelola tegalan dan kebun. Peningkatan
kesejahteraan masyarakat di Bali dapat di tempuh melalui pengelolaan dan sistem
irigasi tradisional melalui subak. Subak yang ada di pulau Bali berjumlah sekitar
1.482 buah dan subak abian berjumlah 698 buah.

Sedangkan jika dilihat dari segi pariwisatanya, Bali mempunyai panorama


alam yang indah dan menarik, yang membuat wisatawan tertarik berkunjung ke
Bali, contohnya seperti panorama keindahan subak. Hamparan lahan sawah dengan
lokasi yang berundag-undag atau bertingkat-tingkat dikelilingi lingkungan yang
lestari menjadi salah satu daya tarik objek wisata di Bali. Sawah dan petani menjadi
salah satu aset pariwisata di Bali. Sistem subak yang diwarisi secara turun temurun
di Bali, juga menjadi penyangga kebudayaan Bali.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1. Bagaimanakah keberadaan subak di Bali?

1.2.2. Bagaimanakah cara pelestarian subak di Bali?

1.2.3. Dapatkah subak meningkatkan potensi pariwisata?

1.3 TUJUAN PENULISAN

1.3.1. Untuk mengetahui keberadaan subak di Bali.

1.3.2. Untuk mengetahui bagaimana cara pelestarian subak di Bali.

1.3.3. Untuk mengetahui dapatkah subak meningkatkan potensi pariwisata di Bali.


1.4 MANFAAT PENULISAN

1.4.1 Manfaat Teoritis

Untuk menambah wawasan kita tentang budaya subak di bali dan


untuk memperluas pengetahuan guna melestarikan nilai-nilai budaya
bangsa, dan dapat digunakan sebagai dasar pengetahuan untuk meneliti
aspek-aspek yang belum diteliti.

1.4.2. Manfaat Praktis

Informasi yang penulis sediakan, hendaknya dapat berguna bagi


masyarakat dan pihak yang berkompeten sebagai masukan di dalam upaya
mengetahui pelaksanaan subak dalam kehidupan masyarakat.

1.5 METODE PENULISAN

1.5.1 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yaitu cara yang digunakan untuk


memperoleh data yang dijadikan dasar kajian, dianalisis, dan disimpulkan.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 PENGERTIAN SUBAK

Subak adalah organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem


pengairan sawah. Subak merupakan organisasi pengairan tradisional dalam bidang
pertanian, yang berdasarkan atas seni dan budaya yang diwarisi secara turun
temurun oleh masyarakat di Pulau Bali. Subak pada dasarnya adalah sistem irigasi
berbasis masyarakat dan memiliki kearifan lokal dalam mendukung sumber daya
air yang berkelanjutan. Subak bertujuan untuk mengelola irigasi air, dan pola tanam
padi di sawah. Subak sebagai sistem irigasi yang berbasis petani, merupakan
lembaga yang bersifat mandiri dan demokratis. Bangunan utama yang ada dalam
subak adalah bangunan saluran irigasi. Hal ini sesuai dengan sejarah subak. Nama
subak berasal dari kata kasuwakan atau saluran air. Bangunan irigasi subak terdiri
atas empelan (bendungan), telabah (saluran air), tembuku (bangunan bagi air) dan
bangunan pelengkap. Lanskap budaya subak terkenal bukan hanya karena
pemandangannya yang indah, tetapi lebih pada kekayaan kebudayaannya yang
mencerminkan berbagai nilai-nilai luhur kehidupan yang bersifat universal.

2.2 LANDASAN SUBAK

Sebagai warisan sumber daya budaya Bali, landasan yang dipergunakan


sistem subak dalam mengelola organisasinya adalah landasan harmoni dan
kebersamaan, yang merupakan perwujudan universal dari konsep Tri Hita Karana
yang menjiwai sistem subak di Bali. Secara leksikal Tri Hita Karana berarti tiga
penyebab kesejahteraan. (Tri = tiga, Hita = sejahtera, Karana = penyebab). Tri Hita
Karana merupakan trilogi konsep hidup dimana Tuhan, manusia, dan alam berdiri di
masing-masing sudut sebagai unsur mutlak terselenggaranya denyut nadi alam
raya. Dunia semesta dibagi menjadi 3 lapis alam. Pertama alam Parhyangan, alam di
mana Tuhan bersinggasana. Kedua alam Pawongan, alam manusia dimana manusia
melangsungkan hidupnya pada dimensi jasmani maupun rohaninya. Alam ketiga
adalah alam Pelemahan, alam semesta raya di bawah derajat manusia, seperti dunia
tumbuhan, binatang, atau pendek kata merupakan lingkungan hidup.
Perwujudan ketiga unsur Tri Hita Karana di dalam sistem subak dicirikan
oleh :
Adanya bangunan-bangunan suci sebagai wujud parhyangan seperti Sanggah
Catu, Pura Bedugul, Pura Ulun Empelan.
Adanya organisasi dengan perangkatnya, yaitu anggota (krama), pengurus
(prajuru) dengan segala peraturan (awig-awig) dan sanksi-sanksi sebagai wujud
dari unsur Pawongan.
Subak memiliki wilayah dengan perbatasan alam yang jelas dan jaringan irigasi
(prasarana dan sarana) yang lengkap sebagai perwujudan unsur Palemahan.

2.3 EKSISTENSI SUBAK

Eksistensi berarti keberadaan atau keadaan. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka


yang dimaksud dengan eksistensi adalah suatu keberadaan atau keadaan, yang
dalam bahasa Bali disebut kawentenan. Eksistensi subak di Bali sangat bervariasi,
menurut keragaman aktivitas operasi dan pemeliharaan serta tingkatan
organisasinya. Di beberapa satuan wilayah sungai (SWS) di Bali, variasi sistem
subak menurut tingkatannya terdiri atas tempek (sub-subak), subak, subak gede,
dan subak agung. Subak gede merupakan penggabungan beberapa subak yang
masing-masing memperoleh air dari bangunan pengambilan yang sama (bendungan
atau empelan) ke dalam suatu wadah koordinasi tanpa menghilangkan kemandirian
dari masing-masing subak yang tergabung tersebut terutama dalam hal mengatur
urusan rumah tangga sendiri, meskipun untuk urusan ke luar masih perlu melalui
atau atas sepengetahuan pimpinan wadah koordinasi yang bersangkutan. Banyak
kalangan menghendaki agar subak tetap dipertahankan eksistensinya, karena subak
telah dianggap sebagai warisan budaya bangsa dan diyakini menjadi tulang
punggung kebudayaan Bali. Jika subak sampai hilang, maka dikhawatirkan
kemungkinan kebudayaan Bali akan terdegradasi.

2.4 UPACARA KEAGAMAAN DI SUBAK

2.4.1 Upacara Keagamaan Perseorangan

Upacara yang dilaksanakan secara perseorangan atau masing-masing


anggota subak yang biasanya dipusatkan pada sanggah catu milik masing-
masing petani. Salah satu contohnya adalah upacara Ngulapin yang
bertujuan membersihkan atau menyucikan tanaman padi yang dianggap
sakit, kotor, dan tidak normal akibat terkena sabit atau terkoyak tangan/kaki
petani saat menyiangi rumput.

2.4.2 Upacara Keagamaan Berkelompok

Upacara yang dilaksanakan secara berkelompok dan dilakukan oleh


semua anggota subak. Salah satu contohnya adalah upacara Mapag Toya
yang dilakukan di Pura Bedugul atau Pura Empelan dekat bendungan
menjelang pengolahan tanah. Makna upacara ini adalah untuk memohon
kepada Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Wisnu (Dewa Air) dan
Dewi Gangga (Dewi Sungai) agar berkenan memberi anugerah sehingga air
dapat mengalir ke sawah.

2.5 MANFAAT SUBAK

Sistem subak mampu melakukan pengelolaan irigasi dengan dasar-dasar


harmoni dan kebersamaan sesuai dengan prinsip konsep Tri Hita Karana, dan
dengan dasar itu sistem subak mampu mengantisipasi kemungkinan kekurangan air
(khususnya pada musim kemarau), dengan mengelola pelaksanaan pola tanam
sesuai dengan peluang keberhasilannya. Selanjutnya, sistem subak sebagai teknologi
sepadan, pada dasarnya memiliki peluang untuk ditransformasi, sejauh nilai-nilai
kesepadanan teknologinya dipenuhi. Selain itu, subak juga bermanfaat sebagai
pengendali alih fungsi lahan dan peningkatan pariwisata di Pulau Bali.

2.6 UNDANG-UNDANG TENTANG SUBAK

UU RI No. 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Irigasi Partisipatif, merupakan


upaya pemerintah untuk memberikan peran yang lebih besar kepada para petani
dalam upaya pengelolaan sistem irigasi subak sebagai akibat semakin
terbatasnya kemampuan pemerintah dalam melaksanakan operasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi.
PERDA Provinsi Bali No. 9 Tahun 2012 tentang Subak, yang berisikan tentang
upaya pelestarian, kedudukan, dan fungsi subak sebagai organisasi pertanian
tradisional di Bali.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 KEBERADAAN SUBAK DI BALI

Keberadaaan subak di Bali sangat bervariasi, menurut keragaman aktivitas


operasi dan pemeliharaan serta tingkatan organisasinya. Di beberapa satuan
wilayah sungai (SWS) di Bali, variasi sistem subak menurut tingkatannya terdiri atas
tempek (sub-subak), subak, subak gede, dan subak agung. Subak yang ada di pulau
Bali berjumlah sekitar 1.482 buah dan subak abian berjumlah 698 buah. Namun
sekarang, keberadaan subak sebagai sistem irigasi khas Bali makin terancam,
menyusul tergerusnya lahan sawah di Bali. Diperkirakan, sekitar 1.000 hektare
sawah di Bali 'hilang' setiap tahunnya, lantaran dijual pemiliknya ke pengembang.
Banyak kalangan menghendaki agar subak tetap dipertahankan keberadaannya,
karena subak telah dianggap sebagai warisan budaya bangsa dan diyakini menjadi
tulang punggung kebudayaan Bali. Jika subak sampai hilang, maka dikhawatirkan
kemungkinan kebudayaan Bali akan terdegradasi.

3.2 CARA PELESTARIAN SUBAK DI BALI

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan pelestarian subak


di Bali, yaitu melalui :
Green Tourism.
Membatasi alih fungsi lahan.
Memperkuat atau memberdayakan kelembagaan subak, melalui pendekatan-
pendekatan seperti penyuluhan pertanian.
Memfasilitasi pengembangan subak menjadi lembaga irigasi berorientasi
agrobisnis, agrowisata, dan ekowisata guna meningkatkan kemampuan
finansialnya.
Pengakuan subak sebagai badan hukum agar bisa melakukan transaksi ekonomi
dan mencari kredit di bank, melalui peraturan daerah (PERDA).
3.3 PENINGKATAN PARIWISATA DI BALI MELALUI SUBAK

Dengan adanya keberadaan subak di Bali, maka dapat menambah potensi


pariwisata yang ada di Bali. Melalui panorama keindahan subak dan juga kekayaan
budayanya, subak dapat memikat para wisatawan domestik maupun mancanegara,
untuk datang berkunjung ke Bali. Hamparan lahan sawah dengan lokasi yang
berundag-undag atau bertingkat-tingkat dikelilingi lingkungan yang lestari, menjadi
salah satu daya tarik objek wisata di Bali. Subak juga bisa dijadikan sebagai
pengembangan pariwisata di Bali yang berbasis budaya, salah satu diantaranya
adalah budaya pertanian. Sawah dan petani menjadi salah satu aset pariwisata di
Bali. Oleh sebab itu, pengembangan pariwisata hendaknya mampu memperkaya
sumber penghidupan dan memupuk kualitas kehidupan manusia. Untuk itu
diperlukan upaya alternatif guna dapat mewujudkan kelestarian sistem subak dan
meningkatkan kesejahteraan petaninya.
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Subak adalah organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem


pengairan sawah. Subak merupakan organisasi pengairan tradisional dalam bidang
pertanian, yang berdasarkan atas seni dan budaya yang diwarisi secara turun
temurun oleh masyarakat di Pulau Bali. Eksistensi subak sebagai institusi pengelola
sistem irigasi pertanian di Bali mulai terancam. Kenyataan ini memperkuat alasan
perlunya upaya pelestarian dan pemberdayaan subak, selain karena subak sebagai
salah satu sumber daya budaya sekaligus sebagai pilar pembangunan. Salah satu
ancaman terbesar terhadap kelestarian subak adalah semakin banyaknya sawah
yang hilang karena beralih fungsi untuk penggunaan non pertanian. Tanpa subak,
kelestarian kebudayaan Bali akan terancam. Dengan demikian, subak harus
dilestarikan dengan berbagai upaya. Ancaman dari arus globalisasi akan dapat
menghancurkan sektor petanian, bila sektor ini tidak mendapatkan perhatian yang
sungguh-sungguh dari pemerintah dalam bentuk subsidi atau proteksi. Bagi daerah
Bali, kehancuran sektor pertanian akan dapat menyebabkan kehancuran sistem
subak yang merupakan salah satu dari warisan sumber daya budaya masyarakat
Bali dalam bentuk lembaga sosial. Jika keadaan ini tetap dibiarkan, dapat dipastikan
lanskap budaya subak tidak akan berkelanjutan. Dalam menghadapi gejolak arus
globalisasi dunia, perlu dilakukan rekonstruksi pada subsistem sosial subak, agar
subak dapat terus eksis menjadi organisasi yang kokoh, dan mampu berhadapan
dengan lingkungan sekitarnya termasuk tantangan di masa depan nanti.

4.2 SARAN

Subak merupakan salah satu dari warisan budaya masyarakat Bali dalam
bentuk lembaga sosial, yang harus kita jaga kelestariannya. Sebaiknya, masyarakat
dan pemerintah memiliki kesadaran penuh akan pentingnya keberadaan subak ini,
yaitu dengan melakukan segala upaya pelestarian subak seperti, membatasi alih
fungsi lahan, memperkuat atau meberdayakan kelembagaan subak, dan juga
memfasilitasi pengembangan subak. Upaya-upaya tersebut dapat membantu kita
dalam proses menjaga kelestarian subak itu sendiri, agar subak dapat terus eksis
menjadi organisasi yang kokoh, yang mampu berhadapan dengan lingkungan
sekitarnya termasuk tantangan di masa depan.
DAFTAR PUSTAKA

Universitas Mahasaraswati Press. (2013). Lanskap Budaya Subak.

Makalah Subak. Diunduh pada 20 Oktober 2013 dari


http://congkodok.blogspot.com/2013/03/makalah-subak.html

Pariwisata Bali Janjikan Harapan dan Peluang. Diunduh pada 23 Oktober 2013 dari
http://metrobali.com/2013/09/23/pariwisata-bali-janjikan-harapan-dan-peluang/

Pemberdayaan Subak Melalui Green Tourism Mendukung Keberlanjutan Pembangunan


Pertanian Di Bali. Diunduh pada 23 Oktober 2013 dari
http://agribisnis.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2012/10/Jurnal-SEPA-168-
PEMBERDAYAAN-SUBAK-MELALUI-GREEN-TOURISM-MENDUKUNG-KEBERLANJUTAN-
PEMBANGUNAN-PERTANIAN-DI-BALI.pdf

Anda mungkin juga menyukai