Anda di halaman 1dari 5

Nama : Salsa Lala Yuliana

NIM : 2317051110
Prodi : S1
Kelompok : 5

PENERAPAN TRI HITA KARANA DALAM SUBAK

Abstrak
Tri Hita Karana adalah filosofi Hindu Bali yang mengajarkan tentang pentingnya
keseimbangan antara hubungan manusia dengan Tuhan, alam, dan sesama manusia. Filosofi
ini telah diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Bali, termasuk dalam sistem
subak. Subak adalah sistem irigasi tradisional yang telah ada di Bali sejak zaman prasejarah.
Sistem ini mengatur pembagian air irigasi untuk mengairi lahan pertanian masyarakat Bali.
Subak terdiri dari kelompok petani yang mengelola dan memanfaatkan sumber air irigasi
secara bersama-sama. Penerapan Tri Hita Karana dalam subak dapat dilihat dari berbagai
aspek, yaitu aspek Parahyangan, Palemahan, dan Pawongan. Dalam aspek Parahyangan, subak
memiliki hubungan yang erat dengan kepercayaan masyarakat Bali terhadap Tuhan. Subak
memiliki pura yang menjadi tempat ibadah dan pemujaan masyarakat petani. Dalam aspek
Palemahan, subak memiliki hubungan yang harmonis dengan alam sekitar. Subak
memanfaatkan sumber daya alam secara bijaksana dan berkelanjutan. Dalam aspek Pawongan,
subak memiliki hubungan yang harmonis dengan sesama manusia. Subak merupakan wadah
untuk memupuk rasa kebersamaan dan gotong royong antar sesama petani. Penerapan Tri Hita
Karana dalam subak telah memberikan berbagai manfaat bagi masyarakat Bali, yaitu
meningkatkan produktivitas pertanian, menjaga kelestarian lingkungan, dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.

Kata Kunci: Tri Hita Karana; subak; filosofi Hindu; pertanian; kelestarian lingkungan;
kesejahteraan masyarakat

Abstract
Tri Hita Karana is a Balinese Hindu philosophy that teaches the importance of balance between
human relationships with God, nature and fellow humans. This philosophy has been applied in
various aspects of Balinese life, including the subak system. Subak is a traditional irrigation
system that has existed in Bali since prehistoric times. This system regulates the distribution of
irrigation water to irrigate the agricultural land of the Balinese people. Subak consists of groups
of farmers who manage and utilize irrigation water sources together. The application of Tri
Hita Karana in Subak can be seen from various aspects, namely the Parahyangan, Palemahan
and Pawongan aspects. In the Parahyangan aspect, subak has a close relationship with the
Balinese people's belief in God. Subak has a temple which is a place of worship and worship
for the farming community. In the Paringan aspect, Subak has a harmonious relationship with
the surrounding nature. Subak utilizes natural resources wisely and sustainably. In the
Pawongan aspect, subak has a harmonious relationship with fellow humans. Subak is a place
to foster a sense of togetherness and mutual cooperation between fellow farmers. The
implementation of Tri Hita Karana in Subak has provided various benefits for the Balinese
people, namely increasing agricultural productivity, preserving the environment, and
improving community welfare.

Keywords: Tri Hita Karana; subak; Hindu philosophy; agriculture; environmental


sustainability; community welfare

1. Pendahuluan
Tri Hita Karana adalah filosofi Hindu Bali yang mengajarkan tentang pentingnya
keseimbangan antara hubungan manusia dengan Tuhan, alam, dan sesama manusia.
Filosofi ini telah diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Bali, termasuk
dalam sistem subak. Subak adalah sistem irigasi tradisional yang telah ada di Bali sejak
zaman prasejarah. Sistem ini mengatur pembagian air irigasi untuk mengairi lahan
pertanian masyarakat Bali. Subak terdiri dari kelompok petani yang mengelola dan
memanfaatkan sumber air irigasi secara bersama-sama. Apakah Tri Hita Karana diterapkan
secara utuh di dalam subak? Penerapan Tri Hita Karana dalam subak telah memberikan
berbagai manfaat bagi masyarakat Bali. Namun, apakah penerapan ini sudah sepenuhnya
utuh? Masih ada beberapa hal yang perlu dikritisi, antara lain: Aspek Parahyangan, Aspek
Parahyangan menjadi salah satu aspek penting dalam Tri Hita Karana. Namun, pada
praktiknya, aspek ini masih kurang mendapatkan perhatian. Masih banyak subak yang tidak
memiliki pura sebagai tempat ibadah dan pemujaan. Aspek Palemahan, Aspek Palemahan
juga menjadi aspek penting dalam Tri Hita Karana. Namun, pada praktiknya, aspek ini
masih kurang optimal. Masih banyak subak yang tidak melakukan upaya-upaya nyata
untuk menjaga kelestarian lingkungan. Aspek Pawongan, Aspek Pawongan juga menjadi
aspek penting dalam Tri Hita Karana. Namun, pada praktiknya, aspek ini masih kurang
terjalin dengan baik. Masih ada subak yang tidak memiliki rasa kebersamaan dan gotong
royong yang kuat.

2. Metode
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Data penelitian diperoleh
melalui wawancara mendalam dengan informan-informan yang dipilih secara purposif.
Informan penelitian ini adalah para petani subak serta tokoh masyarakat terkait.
Wawancara mendalam dilakukan untuk mengumpulkan data tentang penerapan Tri Hita
Karana dalam subak. Data yang diperoleh dari wawancara mendalam kemudian dianalisis
secara kualitatif untuk menjawab pertanyaan penelitian.

3. Hasil dan Pembahasan


Tri Hita Karana adalah filosofi Hindu Bali yang mengajarkan tentang pentingnya
keseimbangan antara hubungan manusia dengan Tuhan, alam, dan sesama manusia.
Filosofi ini telah diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Bali, termasuk
dalam sistem subak. Subak adalah sistem irigasi tradisional yang telah ada di Bali sejak
zaman prasejarah. Sistem ini mengatur pembagian air irigasi untuk mengairi lahan
pertanian masyarakat Bali. Subak terdiri dari kelompok petani yang mengelola dan
memanfaatkan sumber air irigasi secara bersama-sama. Dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 23 tahun 1982 dirumuskan pengertian Subak sebagai masyarakat hukum adat yang
bersifat sosial religius secara historis tumbuh dan bekembang sebagai oragnisasi dibidang
tata guna air di tingkat usaha tani. Hal ini terlihat jelas bahwa sistem Subak tidak hanya
membidangi pengelolaan pertanian, tetapi juga bersifat sosial religius yang
mengedepankan kearifan lokal. Pujian terhadap sistem Subak telah banyak disampaikan
oleh para ahli internasional, salah satunya John S. Ambler, pada tahun 1990 menyatakan
bahwa Subak adalah alat keirigasian yang nampaknya sangat sederhana, namun salah satu
pengaturan air yang paling canggih di seluruh dunia.
Konsep harmonisasi Tri Hita Karana dalam Subak tersebut kini sedang digoyahkan
oleh alih fungsi lahan yang menyebabkan kondisi Subak tidak seperti dahulu. Berdasarkan
data dari Badan Pusat Statistik, alih fungsi lahan paling massif di Bali, rata-rata lebih dari
380 hektar per tahun persawahan hilang. Jika kondisi ini terus menerus terjadi maka lambat
laun Subak pun akan hilang, sehingga eksistensi Subak sebagai Warisan Budaya Dunia pun
lenyap. Hal yang sangat jelas terlihat adalah alih fungsi lahan pertanian menjadi
perumahan. Hampir disetiap kota-kota besar di Bali terdapat lahan sawah yang dikonversi
menjadi perumahan. Harga tanah yang sangat tinggi, membuat pemilik tanah tergoda untuk
menjual tanahnya. Ironisnya, dengan dibangunnya perumahan ini, persedian air pun ikut
berkurang, karena dialirkan menuju perumahan tersebut. Sehingga lahan pertanian yang
masih ada di sekitar perumahan tersebut kesulitan memperoleh air.
Penerapan Tri Hita Karana dalam subak dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu
Aspek Parahyangan, dalam aspek ini subak memiliki hubungan yang erat dengan
kepercayaan masyarakat Bali terhadap Tuhan. Subak memiliki pura yang menjadi tempat
ibadah dan pemujaan masyarakat petani. Pura ini juga menjadi tempat untuk memohon
keselamatan dan kesejahteraan bagi subak dan masyarakatnya. Pura subak merupakan
bukti penerapan aspek Parahyangan dalam subak. Pura ini menjadi tempat bagi masyarakat
petani untuk beribadah dan memohon keselamatan bagi subak dan masyarakatnya. Pura ini
juga menjadi simbol hubungan antara masyarakat petani dengan Tuhan. Kemudian, Aspek
Palemahan, dalam aspek ini subak memiliki hubungan yang harmonis dengan alam sekitar.
Subak memanfaatkan sumber daya alam secara bijaksana dan berkelanjutan. Subak juga
melakukan berbagai upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan, seperti menjaga
kebersihan sungai dan saluran irigasi, serta menanami pohon-pohon di sekitar lahan
pertanian. Kemudian, Aspek Pawongan, dalam aspek ini subak memiliki hubungan yang
harmonis dengan sesama manusia. Subak merupakan wadah untuk memupuk rasa
kebersamaan dan gotong royong antar sesama petani. Subak juga mengajarkan nilai-nilai
sosial, seperti kejujuran, saling percaya, dan saling menghormati. Rasa kebersamaan dan
gotong royong yang kuat antar sesama petani merupakan bukti penerapan aspek Pawongan
dalam subak. Rasa kebersamaan dan gotong royong ini penting untuk menjaga
kelangsungan subak. Dengan demikian, penerapan Tri Hita Karana dalam subak telah
memberikan bukti implementasi elemen Tri Hita Karana. Elemen Parahyangan terlihat dari
keberadaan pura subak, elemen Palemahan terlihat dari upaya-upaya subak untuk menjaga
kelestarian lingkungan, dan elemen Pawongan terlihat dari rasa kebersamaan dan gotong
royong yang kuat antar sesama petani. Penerapan Tri Hita Karana dalam subak telah
memberikan berbagai manfaat bagi masyarakat Bali, baik secara material maupun spiritual.
Secara material, penerapan Tri Hita Karana telah meningkatkan produktivitas pertanian di
Bali. Secara spiritual, penerapan Tri Hita Karana telah memperkuat hubungan masyarakat
Bali dengan Tuhan, alam, dan sesama manusia.
2. Simpulan dan Saran
Penerapan Tri Hita Karana dalam subak telah terbukti memberikan berbagai manfaat
bagi masyarakat Bali. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya produktivitas pertanian,
terjaganya kelestarian lingkungan, dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Pada
aspek Parahyangan, subak memiliki pura sebagai tempat ibadah dan pemujaan masyarakat
petani. Pura ini menjadi simbol keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan, serta
sumber nilai-nilai moral bagi masyarakat petani. Pada aspek Palemahan, subak menerapkan
sistem pembagian air irigasi yang adil dan berkelanjutan, serta melakukan berbagai upaya
untuk memelihara sumber daya alam. Upaya-upaya ini bertujuan untuk menjaga kelestarian
lingkungan dan mencegah terjadinya kerusakan alam. Pada aspek Pawongan, subak
memiliki organisasi yang kuat untuk mengelola dan mengatur kegiatan subak, serta
melakukan berbagai kegiatan gotong royong secara rutin. Kegiatan gotong royong ini
bertujuan untuk meningkatkan rasa kebersamaan dan gotong royong antar sesama petani.

Anda mungkin juga menyukai