Anda di halaman 1dari 8

TUGAS INDIVIDU TM 1 TUTORIAL PERTANIAN

BERLANJUT
“Resume Video”

Kelas : G Disusun
Oleh :

Friska Manuella
(195040207111153)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
MALANG
2021

Tugas individu TM 1 Tutorial Pertanian Berlanjut


Ringkasan Video 1A : Subak Bali
Desa Jatiluwih Tabanan Bali setiap pagi menawarkan panorama sawah
berundak yang lebih menyerupai pahatan alam. Air irigasi pun seakan tidak pernah
berhenti menyemai hamparan sawah yang berada diantara lembah dan perbukitan
gunung batu karu. Sistem ini menjamin pembagian secara adil dan merata dikalangan
petani, subak dibuat berdasarkan lokasi kondisi permukaan tanah yang terasering serta
lokasi sungai yang curam dan cukup jauh dari persawahan. Subak adalah organisasi
petani yang menyelenggarakan daerah irigasi, yang masing-masing anggotanya
memiliki areal persawahan, mata air tertentu, memiliki otonomi dan Pura Subak
(Lanya et al., 2017). Sistem irigasi tradisional di Bali yang dikenal sebagai “Subak
Bali” telah berlangsung secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Subak sendiri
merupakan sebuah organisasi petani padi yang mengatur segala pengelolaan irigasi
sawah pada suatu lahan. Lanya et al. (2017) mengatakan bahwa Subak Bali dapat
bertahan hingga turun-temurun yakni karena para petani masih menerapkan adat
leluhur yang berdasar pada filosofi Agama Hindu yaitu Tri Hita Karana, dimana dalam
filosofi tersebut memegang erat hubungan antara manusia dengan Tuhan (Parahyang),
antar sesama manusia (Pawongan), dan antara manusia dengan alam (Palemahan).
Mekanisme sistem irigasi Subak Bali menjamin pembagian air secara adil dan merata
di kalangan petani. Terdapat sebuah bendungan dimana bendungan tersebut digunakan
untuk menampung air yang kemudian akan dialiri dengan mekanisme sistem irigasi
subak yang membaginya secara adil perpetak lahan sehingga penggunaan air tidak
sembarangan dan ada penyesuaian masa tanam.

Hal mengenai pembagian irigasi secara adil sebelumnya dimusyawarahkan


terlebih dahulu agar tidak terjadi perebutan antar petani. Norken (2019) mengatakan
bahwa jaringan irigasi subak terdiri dari: empelan (bendungan), bungas (konstruksi
untuk pengambilan air), telabah (saluran) dan aungan (terowongan), tembuku
(bangunan untuk pembagian air), konstruksi pelengkap seperti abangan (talang air),
pekiyuh atau pepiyuh (luapan samping), petaku (konstruksi untuk air jatuh),
jengkuwung (saluran pembuangan), keluwung (anak sungai bawah tanah), titi
(jembatan) dan telepus (siphon). Sumber air di subak umumnya berasal dari sungai
atau mata air; kemudian mengalir melalui semua distribusi air, kemudian ke saluran
(telabah) atau terowongan (aungan). Air yang masuk ke saluran atau terowongan
tergantung dari ketinggian air sungai yang mengalir di aliran atau ukuran mata air,
semakin tinggi sumber air saat musim hujan, semakin tinggi air yang masuk ke saluran,
hal ini karena bebas pemasukan. Untuk pembagian air pada pembangunan tembuku,
sistem subak menggunakan perbandingan luas sawah irigasi, dengan satuan yang biasa
disebut ayahan, yaitu satuan berdasarkan jumlah benih. menggunakan (kecerdasan).
Satuan ayahan adalah satu satuan tenaga kerja (orang) yang harus dikeluarkan pada
saat petani subak mengadakan kegiatan, seperti memperbaiki pura, membangun atau
kegiatan lainnya. Ayahan setara dengan satu ukuran benih (wit tenah), yang kira-kira
sama dengan luas sawah yang membutuhkan benih kurang lebih 25 kg (atau setara
dengan luas 0,3-0,5 ha). Satu ayahan berhak atas air satu tektek atau satu kecoran.
Tektek atau kecoran adalah air yang mengalir melalui penampang dengan lebar kurang
lebih empat jari panjangnya atau 8-10 cm dan dengan kedalaman sekitar 1 cm. Satu
tektek berbeda dari subak ke subak. Terkadang satu tektek menggunakan ujung ibu jari
yang panjang dengan ujung jari (disebut kilan).

Sistem subak yang mengatur sistem irigasi pertanian subak juga mengurus berbagai
persoalan, dari masalah kekeringan, hama dan penyakit. Sistem subak bali dipimpin
oleh pemimpin adat disebut Pekaseh. Dengan adanya Pekaseh tersebut, maka dalam
pelaksanaan subak bali dapat melihat kondisi lingkungan sekitar agar lingkungannya
dapat tetap terjaga. Pekaseh tersebut juga berperan dalam menampung segara aspirasi
yang berhubungan dengan subak, mengatur waktu penanaman dan perairan. Selain
itu, subak bali juga merupakan perwujudan sistem budaya dengan sistem religius
yang berdampingan dengan pertanian, sehingga dalam menjalankan kegiatan
pertaniannya diawali dengan ritual khusus. Keberadaan subak sendiri merupakan
bentuk upaya dari ketahanan pangan di wilayah bali, sehingga UNESCO menetapkan
subak bali sebagai warisan dunia terutama dalam hal upaya ketahanan pangan.
Namun berjalannya waktu, sistem subak bali tersebut bukan berarti tidak terdapat
ancaman terhadap sistem tersebut. Meningkatnya sektor pariwisata di Bali dan
permasalahan lingkungan sangat mengancam berjalannya sistem subak bali tersebut.
Berkurangnya luas persawahan dan juga kualitas air yang memburuk akibat sampah
merupakan ancaman serius bagi pelestarian subak bali. Sehingga semua pihak sangat
berperan dalam menjaga sistem subak bali tersebut baik itu dari pemerintah,
akademisi, dan juga komunitas budaya serta sosial. untuk melestarikan subak sebagai
warisan budaya dunia.

Ringkasan Video 1B : Keajaiban Subak Bali- Mencari Indonesia


Subak sebagai sawah berundak yang terletak di Tabanan, Bali telah
mendapatkan penghargaan sebagai salah satu warisan dunia dari UNESCO sejak tahun
2012. Hal tersebut dapat terjadi karena sistem subak bali menerapkan perairan
tradisional dengan prinsip keadilan, sehingga semua lahan dibagi rata kepada setiap
petani oleh pemuka adat yang disebut dengan pekaseh. Selain itu, Dalam sistem subak
ada konsep yang dipegang oleh petani di Bali, yaitu Tri Hata Karana yang
mengimplementasikan hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan
alam serta hubungan manusia dengan Tuhan, hal ini sesuia pendapat Lanya et al.
(2017), Subak merupakan salah satu warisan budaya dunia yang telah disahkan oleh
UNESCO pada Juni 2012 yang memiliki keunikan tersendiri yang kontras dengan
warisan budaya dunia lainnya. Keunikan tersebut dimaksudkan bahwa Subak sebagai
organisasi pengelola sistem irigasi merupakan masyarakat social budaya, yang dalam
mencapai tujuan anggota Subak selalu dilandasi oleh konsep kerukunan dan
kebersamaan sesuai dengan falsafah THK serta menjaga kelestariannya.

Namun terdapat ancaman yang dapat mengganggu berjalannya sistem subak di


wilayah Bali yaitu dengan adanya pembangunan sektor pariwisata seperti perhotelan
yang membuat lahan sawah semakin menyusut sekitar 1000 hektar pertahun. Selain itu
juga terdapat beberapa kendala yang dialami petani subak yaitu biaya produksi yang
tinggi, pajak yang tinggi serta air yang semakin berkurang. Subak Bali mampu
bertahan hingga sekarang karena pemerintah telah menetapkan kawasan subak menjadi
Ruang Terbuka Kota Hijau (RTHK) dan memasukkannya ke dalam Peraturan Daerah
(Perda), serta membangun subak yang berkelanjutan. Namun, semakin berkembangnya
zaman, sektor pertanian di Bali mulai kalah dengan sektor pariwisatanya. Hal ini
ditandai dengan banyaknya alih fungsi lahan pertanian menjadi sektor pariwisata. Jika
dibiarkan terus-menerus maka Subak Bali akan terancam keberadaannya. Oleh karena
itu, regulasi yang tegas dari pemerintah yang berkaitan dengan Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) dapat membantu kelestarian dari Subak Bali.

Sehingga dengan permasalahan yang dihadapi tersebut, banyak komunitas sosial dan
budaya yang berusaha untuk mempertahakan sistem subak bali tersebut dengan
mengumpulkan fakta-fakta atau keadaan dari sistem subak bali pada masa kini.
Sehingga diharapkan dengan meningkatnya pengetahuan tentang subak bali sebagai
warisan dunia perlu dijaga oleh penerunya sebagai alih warisnya maka peluang bagi
sistem subak bali untuk tetap lestari akan tetap ada.

Ringkasan video 1C : Ambang Kehancuran Subak


Pulau Bali dikenal sebagai tempat salu satu desitinasi pariwisata domestik dan
mancanegara karena keindahan alam serta nilai budaya yang sangat kental. Adanya
kegiatan pariwisata tersebut juga berdampak buruk bagi lingkungan karena
penumpukan sampah yang dihasilkan dari tempat wisata serta sangat berpengaruh
terhadap kualitas air di wilayah tersebut. Salah satu sistem pertanian yang terkena
dampaknya adalah subak bali karena membutuhkan sistem irigasi dalam kegiatannya.
Hal tersebut berdampak pada mengeringnya persawahan karena ketersediaan air yang
semakin berkurang. Sehingga dengan kata lain, lahan pertanian di bali tersebut
bersaing untuk mendapatkan air dengan sektor pariwisata terutama perhotelan dan
terbangunnya villa megah yang menunjang kelengkapan dan memuaskan
pengunjung, para petani di Bali saling berebut air untuk menunjang pertumbuhan
padi di sawah mereka. Sedangkan untuk di villa, air sangat terpenuhi mulai dari
mandi cuci sampai kebutuhan kolam renang. Selain itu, adanya praktik jual beli air
bersih dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pengunjung villa. Pengambilan air
untuk diperjual belikan ini diambil dari mata air suci di Bali. Dengan maraknya
praktik jual beli air dan semakin meningkatnya objek wisata, jelas akan mengancam
potensi subak yang telah disematkan menjadi salah satu warisan budaya dunia..
Apabila ancaman-ancaman tersebut terus menerus berkembang setiap tahunnya,
maka kebutuhan air untuk sistem subak Bali akan semakin berkurang dan subak bali
nantinya juga akan hilang karena ancaman akan air tersebut yang semakin meningkat.
irigasi subak tidak berkelanjutan subak juga memiliki kelemahan yaitu tidak mampu
menahan intervensi dari luar pihak seperti investor asing yang menyebabkan
terjadinya alih fungsi lahan dari pertanian lahan menjadi non pertanian, menurunnya
kelestarian Air (Lanya et al, 2017). Hal ini didukung pernyataan (Suanda et al., 2010)
Beberapa perbaikan harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas subak secara
ilmiah, terutama terkait dengan kinerja hidrolik sistem Pembagian air irigasi. Menurut
Norken (2019) terdapat beberapa masalah dalam sistem subak di bali seperti
menyusutnya lahan subak Di daerah, tantangan dalam subak juga terkait dengan
berbagai aspek, seperti: petani tidak mampu untuk mencapai kehidupan yang layak
karena sedikitnya kepemilikan tanah, berkurangnya jumlah sumber daya air dan
pencemaran, usia anggota subak rata-rata di atas 40 tahun, beban keuangan petani
berat dalam menjalankan kegiatan subak, tidak jelas peraturan di tingkat nasional
dalam mengatur irigasi termasuk irigasi tradisional. Masalah subak di Kota Denpasar
sebagai ibu kota Provinsi Bali tidak banyak berbeda dengan masalah subak pada
umumnya, bahkan jauh lebih intens, karena sebagai ibu kota perkotaan, tingkat
urbanisasi yang sangat tinggi dan merupakan pemicu utama perubahan fungsi kota
sawah (subak) untuk peruntukan perumahan, komersial, pariwisata, dan lain
sebagainya. Subak yang terletak di dalam rencana kawasan lahan pertanian
merupakan lahan persawahan subak yang tidak dapat dialihfungsikan dan
direncanakan sebagai sawah berkelanjutan. Area lahan subak yang tidak berada di
area landfarm adalah Subak yang kemungkinan besar akan dikonversi menjadi non
persawahan, sehingga kemungkinan terjadinya alih fungsi lahan sangat besar (Lanya
et al, 2017). Hal ini didukung pernyataan Norken (2019) jika tidak ada upaya yang
dilakukan terhadap permasalahan yang ada, diperkirakan di masa depan ada tidak
akan ada lagi subak di Denpasar. Menurut Mahmuddin (2013)Pembangunan
pertanian berkelanjutan pada masa sekarang dan selajutnya adalah berupaya untuk
mengambangkan sistem pertanian berkelanjutan yang harus mampu meningkatkan
sumber daya petani dalam menunjang sistem tersebut tetapi di bali sendiri sumber
daya yang ada malah menurun seperti luasan lahan, kualitas air dan adanya
pencemaran yang berpotensi besar menyebabkan ketidak berlanjutan subak di bali.

Oleh karena itu, pemerintah setempat harus semakin ketat dalam melakukan
pengawasan berdasarkan aturan yang ada dan juga semakin memperkuat aturan yang
sudah dibuat agar sistem subak bali dapat tetap lestari.

Dalam pendapat Budiasa (2010) yang menyatakan bahwa, sistem subak bali
merupakan penerapan dari pertanian berkelanjutan karena mengedepankan aspek
lingkungan, menguntungkan dari segi ekonomi, kelembagaan organisasi subak, sosial
serta segi kebudayaan yang paling penting adalah menyatu dengan masyarakat.
Sehingga dengan menerapkan sistem subak bali dalam pertanian selain memperoleh
keuntungan dalam segi ekonomi namun juga tetap mempertahkan lingkungan dan
juga nilai budaya di dalamnya.

Referensi:
Budiasa, I. W. 2010. Peran Ganda Subak Untuk Pertanian Berkelanjutan Di Provinsi
Bali. Agrisep , Vol. 9 (2) L: 153 -165.
Lanya, I., Dibia, I.N., Diara, I.W. and Suarjaya, D.G., 2017. Analysis of Subak
Landuse Change Due to Tourism Accomodation Development in North Kuta
Subdistrict, Badung Regency, Indonesia. In IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science (Vol. 98, No. 1, p. 012024). IOP Publishing.
Norken, N. I. 2019. Efforts to Preserve The Sustainability of Subak Irrigation System
in Denpasar City, Bali Province, Indonesia. MATEC Web of Conferences. 276.

Mahmuddin. 2013. Paradigma Pembangunan Pertanian: Pertanian Berkelanjutan


Berbasis Petani Dalam Perspektif Sosiologis. Jurnal Sosiologi Universitas
Syiah Kuala, 3(3): 59-75.
Suanda, D. K., Suryadi, F. X.,dan Kaniari, D. N. 2010. Bali's Subak Water
Management Systems in the Past, Present, and Future. Yogyakarta. Ministry of
public works republic of Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai