Anda di halaman 1dari 3

TUGAS TM-1 TUTORIAL PERTANIAN BERLANJUT

RESUME 3 VIDEO DIDUKUNG DENGAN ARTIKEL

Disusun Oleh :

Nita Anggraini

215040107111125

AGB-V

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWJIAYA

MALANG
2023
Subak telah ditetapkan di Bali sejak abad ke-12 dengan pengairan tradisional yang
berlandaskan keadilan dalam pembagian air. Lembaga ini telah berkembang selama berabad-abad
dalam lingkungan sosial budaya, agro-ekologi, dan administrasi politik (Roth, 2011). Subak bukan
sekedar organisasi yang mengatur air di Bali tetapi sekaligus menjadi warisan dunia oleh
UNESCO. Subak merupakan perkumpulan petani pengelola air irigasi dalam suatu hamparan
sawah tertentu dengan batas-batasalamiah, harus ada pure, sumber air dan bersifat otonom. Sistem
irigasi Subak berawal dari hulu yang masuk ke bendungan empelan sebelum dialirkan ke sawah.
Air harus melalui saluran irigasi induk dan kolam pembagi tersier. Petani subak terikat dengan
system kebudayaan, teknologi, dan ekonomi. Subak menganut konsep religious yaitu “Tri Hita
Kirana” yang mana harmonisasi antar manusia dengan sang pencipta dan alam lingkungan. Hal
ini, sebelum dimulai kegiatan selalu melakukan ritual di pura. Menurut MacRae et.al. (2011),
subak tidaklah sehomogen atau seharmonis yang diusulkan oleh beberapa studi lain. Mekanisme
internal mereka kompleks dan sering kali kontradiktif dan diperdebatkan. Berdasarkan video-
video tersebut, dijelaskan bahwa Subak diambang kehancuran. Eksistensi Subak mengalami
penurunan akibat perkembangan pariwisata di Bali, pencemaran air bersih, dan praktek jual-beli
air untuk memenuhi pendapatan individu.
Permasalahan tersebut sesuai dengan penelitian MacRae dan Arthawiguna di tahun 2011,
perkembangan Bali yang pesat memberikan dampak ketidakseimbangan yang semakin membesar
seperti kekurangan tanah dan air, lingkungan yang rusak akibat penggunaan pupuk kimia petro
dan pestisida, kenaikan biaya input dan harga rendah untuk hasil pertanian. Oleh karena itu,
peneliti melakukan proyek penelitian untuk memulai pergeseran pertanian berbasis petrokimia ke
pendekatan yang lebih organic, berbasis kompos yang diproduksi secara local. Namun, faktanya
sebagian penduduk Bali secara bertahap mulai menjauh dari pertaniain padi irigasi dan semakin
bergantung pada pendapatan dari pariwisata dan kegiatan ekonomi lain di luar pertanian. Hal ini
menyebabkan penyusutan Subak akibat petani yang alih fungsi lahan. Fenomena semakin
masifnya industry wisata di Bali memberikan banyak pihak yang ikut kontribusi dalam
menciptakan krisis air. PDAM dan perusahaan air minum swasta secara besar-besaran melakukan
eksploitasi air untuk memenuhi kebutuhan industry wisata. Warga local yang terkena imbas
perebutan akses terhadap sumber air, salah satunya komunitas Subak. Menurut Permana (2016),
krisis air membuat petani Subak harus berhadapan dengan PDAM dan perusahaan air minum
swasta untuk mempertahankan kelangsungan aliran irigasinya.
Permasalahan air tersebut, ada campur tangan pemerintah yang mana mereka sebagai
pemangku kepentingan yang terlibat dalam persoalan eksploitasi air. Subak yang memiliki
pengakuan formal oleh pihak berwenang pemerintah, seharusnya dapat mengelola dan membuat
peraturan untuk menjaga eksistensi Subak. Menurut Roth (2011), pemerintah dapat mengelola
irigasi local dalam system yang dioperasikan pemerintah seperti kebijakan, aturan, peraturan,dan
pengaturan organisasi pemerintah. Permasalahan-permasalahan Subak dapat diatasi apabila petani,
masyarakat, dan pemerinta peduli dengan itu semua. Menurut Lesman et.al. (2022), pemerintah
dapat membuat aturan mengenai Kawasan yang boleh dibangun dan Kawasan yang tidak boleh
dibangun, apalagi beberapa Subak berada pada zona permukiman. Oleh karena itu, perlu adanya
kesadaran bagi seluruh pihak untuk bisa menjada eksistensi Subak di Bali.

REFERENSI
Lesmana, I.K.A.Y., Suamba, I.K., Astiti, N. W. S. 2022. Dampak Ahli Fungsi terhadap Eksistensi
Subak Kedungu, di Desa Pererenan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Jurnal
Agribisnis dan Agrowisata, 11(2).
MacRae GS, Arthawiguna IA. 2011. Sustainable agricultural development in Bali: Is the subak
an obstacle, an agent or subject?. Human Ecology, 39(1):11-20.
Permana, Y. S. 2016. Mampukah Subak Bertahan? Studi Kasus Ketahanan Sosial Komunitas
Subak Pulagan, Gianyar, Bali. Masyarakat Indonesia, 42(2).
Roth D. 2011. The subak in diaspora: Balinese farmers and the subak in South Sulawesi. Human
ecology, 39(1):55-68.

Anda mungkin juga menyukai