Anda di halaman 1dari 27

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang : Irigasi merupakan suatu sistem pengairan yang sangat penting dalam sector pertanian untuk menghasilkan produktivitas yang tinggi. Akan tetapi perkembangan irigasi di Indonesia pada umumnya masih kurang terkontrol dan terorganisir. Tetapi di suatu daerah di Indonesia yaitu di daerah bali sistem irigasinya sudah terkontrol dan terorganisir dengan baik yang disebut Subak. Hal tersebut yang melatar belakangi kami untuk membahas tentang irigasi Subak di Bali ini. 1.2 Rumusan Masalah : 1.2.1 Bagaimana sejarah irigasi subak di Bali? 1.2.2 Bagaimana struktur organisasi subak di Bali 1.2.3 Fungsi dan kewajiban subak di Bali 1.2.4 Bagaimana mekanisme pengaturan pembagian air dalam organisasi Subak? 1.2.5 Bagaimana sumber keuangan subak serta bagaimana mekanisme penetapan dan pengawasan iuran/ keuangan Subak di Bali? 1.2.6 Bagaimana Proses dan mekanisme kerja Organisasi Subak di Bali dijalankan? 1.3 Tujuan :

1.3.1 Menjelaskan pengertian kelompok sosial dan organisasi sosial dalam komunitas pedesaan/ pertanian 1.3.2 Menjelaskan perbedaan antara kelompok sosial dengan organisasi sosial dalam komunitas pedesaan/ pertanian 1.3.3 Menjelaskan ciri-ciri (4 ciri) organisasi subak di Bali 1.3.4 Menjelaskan fungsi dan kewajiban subak sebagai organisasi social, struktur organisasi subak, keanggotaan subak, hak dan kewajiban anggota subak, mekanisme pembagian air irigasi antar subak dan antar anggota, sumber keuangan dan mekanisme penetapan besarnya iuran dan pengawasanya .

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Subak adalah organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem pengairan sawah yang digunakan dalam cocok tanam padi di Bali,Indonesia. Subak ini biasanya memiliki pura yang dinamakan Pura Uluncarik, atau Pura Bedugul, yang khusus dibangun oleh para petani dan diperuntukkan bagi dewi kemakmuran dan kesuburan dewi Sri. Sistem pengairan ini diatur oleh seorang pemuka adat yang juga adalah seorang petani di Bali. Revolusi hijau telah menyebabkan perubahan pada sistem irigasi ini, dengan adanya varietas padi yang baru dan metode yang baru, para petaniharus menanam padi sesering mungkin, dengan mengabaikan kebutuhan petani lainnya. Ini sangatlah berbeda dengan sistem Subak, di mana kebutuhan seluruh petani lebih diutamakan. Metode yang baru pada revolusi hijau menghasilkan pada awalnya hasil yang melimpah, tetapi kemudian diikuti dengan kendalakendala seperti kekurangan air, hama dan polusi akibat pestisida baik di tanah maupun di air.[1] Akhirnya ditemukan bahwa sistem pengairan sawah secara tradisional sangatlah efektif untuk menanggulangi kendala ini. Subak telah dipelajari oleh Clifford Geertz, sedangkan J. Stephen Lansing telah menarik perhatian umum tentang pentingnya sistem irigasi tradisional. Ia mempelajari pura-pura di Bali, terutama yang diperuntukkan bagi pertanian, yang biasa dilupakan oleh orang asing. Pada tahun 1987 Lansing bekerja sama dengan petani-petani Bali untuk mengembangkan model komputer sistem irigasi Subak. Dengan itu ia membuktikan keefektifan Subak serta pentingnya sistem ini. Pada tahun 2012 ini UNESCO, mengakui Subak (Bali Cultur Landscape), sebagai Situs Warisan Dunia,pada sidang pertama yang berlangsung di Saint Petersburg, Rusia.

BAB III PEMBAHASAN 1. Sejarah Subak

Kapan dan oleh siapa subak didirikan, tidak dapat diketahui dengan pasti. Walaupun demikian, sejarah subak masih dapat dilihat secara tidak langsung dari prasasti-prasasti yang menggambarkan sejarah kebudayaan Pulau Bali. Ada orang mengatakan bahwa subak dimulai di masa Markandea, seorang yogi yang datang dari Pulau Jawa pada abad pertama tahun Saka. Ketika itu ia, bersama dengan para pengikutnya, mulai membuka hutan dan membuat sawah. Seorang ahli Purbakala Belanda, Dr. R. Goris, menyebutkan bahwa di masa prasejarah, yaitu sebelum tahun 600M, telah dikenal adanya kebudayaan pertanian di Pulau Bali. Sapi dan kerbau merupakan ternak yang dipelihara untuk membantu pengerjaan tanah. Pada masa tersebut telah pula ditemukan sistem pengairan dengan terowongan yang terkenal. Dalam beberapa prasasti raja-raja, dapat dibaca beberapa bukti yang menguatkan bahwa sistem persawahan telah lama dikenal di Bali. Prasasti yang terdapat di Sukawana mengatakan bahwa dalam tahun Saka 800 (tahun 882 M) telah dikenal kata huma, yang artinya sama dengan sawah. Begitu pula dalam prasasti Trunyan bertahun saka 813 (tahun 891 M) terdapat kata makah aser, yang artinya sama dengan pekaseh (pengurus pengairan). Selanjutnya Dr. Wertheim dan kawan-kawan mengemukakan bahwa subak telah dikenal dalam tahun 896 M dan 1022 M. Ada lagi satu prasasti yang menyebutkan bahwa subak dikenal dan dikembangkan pada masa pemerintahan Raja Marakata Panghodja Sthanuttunggadewa, yaitu pada tahun 994 (1022M).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa subak telah lama dikenal di Bali. Dari manakah datang kata subak itu? Dalam prasasti Raja Purana di Klungkung, bertahun saka 994 (1072 M), ditemukan kata kesuwakan, yang sama dengan kata kesubakan, yang sekarang disingkat menjadi subak. Di Kabupaten Tabanan, kata subak dianggap berasal dari kata seuwak, yang diartikan sebagai pembagian air yang baik. Di Kabupaten Badung, kata Subak juga dianggap berasal dari kata seuwak, tetapi diartikan sebagai aliran air yang masuk ke dalam petak sawah petani. Penjelasan yang berlainan didapat dari pengurus subak Temblang di Kabupaten Jembrana.

Menurut beliau, kata subak berasal dari suba karma, yang diartikan sebagai perbuatan yang baik. Dari uraian di atas dapatlah diduga bahwa kata subak mungkin sekali berasal dari kata seuwak, walaupun di berbagai daerah artinya sedikit berbeda-beda.

Bagaimana cara pemberian nama subak? Menurut pendapat pengurus subak di Kabupaten-kabupaten di Bali, pada dasarnya cara pemberian nama subak mengikuti: a) Nama desa terdekat, seperti misalnya subak Basangka, subak Luwus, subak Joanyar, dan sebagainya. b) Nama tempat sumber air, seperti misalnya subak Yeh Poh, subak Yeh Empas, subak Yeh Tangis, dsb. c) Nama bangunan keagamaan yang terdekat, seperti misalnya subak Adel-dewa, dan sebagainya. d) Waktu dan cara pembukaan tanah, seperti misalnya subak Babakan Anyar, dan sebagainya. e) Lain-lain.

Mengenai masalah siapa yang mengambil prakarsa terlebih dahulu untuk membuat subak, tidak pula dapat dipastikan. Ada yang mengatakan rajalah yang terlebih dahulu mengambil prakarsa, mengingat subak merupakan sumber pendapatan bagi kerajaan. Ada pula pendapat bahwa pertama-tama rakyatlah yang membuka hutan, membuat dan mengatur sawah-sawah. Kemudian barulah raja-raja mengambil alih untuk mengatur dengan lebih baik dan mengembangkan subak itu dijaman dahulu. Jadi rupanya dijaman dahulu, baik raja maupun rakyatnya bersama-sama membuat dan mengembangkan subak.

2. Fungsi dan Kewajiban Subak

Subak merupakan suatu badan yang mempunyai hak otonomi untuk mengatur dirinya secara luas. Antara lain subak mempunyai hak untuk membentuk pengurus, mengatur keuangan, membuat peraturan, melaksanakan sanksi terhadap pelanggaran anggotanya, tanpa campur tangan pihak luar, dan yang terpenting ialah menjaga ketertiban dan kesejahteraan para anggotanya.

Fungsi dan kewajiban subak yang sangat penting ialah mengatur pembagian air bagi para anggotanya, agar masing-masing anggota memperoleh bagian air yang cukup dan seadiladilnya. Dengan demikian kesejahteraan semua anggota merupakan tujuan pokok subak. Begitu juga subak wajib memelihara sumbersumber air, khususnya sumber air yang memberikan air kepadanya. Subak berkewajiban mengatur jenis padi yang harus ditanam (baru belakangan ini), menetapkan waktu penyiapan lahan, penaburan benih, dan penanaman padi, serta mengatur pergiliran tanah. Dalam rangka peningkatan produksi padi, pada tahun 1961 subak pernah ditunjuk oleh pemerintah sebagai proyek pelaksana SSBM (swasembada bahan makanan). Pada tahun 1964 subak dijadikan proyek pelaksana Demas (demonstrasi massa) dan selanjutnya dijadikan proyek pelaksana Bimas (bimbingan masa) sampai sekarang. Pada masa kini, ada subak yang telah berfungsi sebagai badan perkreditan, yang meminjamkan uang pada para anggotanya dengan bunga rendah. Subak berkewajiban membuat dan memelihara jalan-jalan subak atau jalan desa yang sekaligus berfungsi sebagai jalan subak, sehingga komunikasi menjadi lancar.

Disamping kegiatan-kegiatan intern, subak merupakan suatu organisasi yang boleh bergerak keluar, antara lain ia dapat berhubungan dengan pemerintah, umpamanya dalam hal mengajukan usul-usul kepada pemerintah daerah yang menyangkut hal peningkatan kemajuan subak. Sebaliknya subak dapat pula menjadi perantara antara pemerintah dan petani dalam hal menyampaikan perintah-perintahnya, memajukan/ menyampaikan penyuluhan, lebih-lebih pada masa kini, yang menuntut agar teknologi baru di bidang pertanian harus segera diterapkan. Sebagai misal, dalam penggunaan varietas unggul, insektisida dan pupuk di masa belakangan ini, peranan terlihat dengan sangat jelas. Dengan demikian subak merupakan jembatan yang efektif dalam melaksanakan modernisasi pertanian dari pihak pemerintah (dinas pertanian, dinas koperasi, dan lain-lain) kepada para petani di desa-desa di Bali.

Dalam bidang ekonomi subak mempunyai tugas untuk menjamin peningkatan produksi padi. Dalam bidang rohani, subak berfungsi melaksanakan upacara-upacara keagamaan yang berhubungan dengan persubakan. Dalam bidang sosial subak berkewajiban membina dan meningkatkan kerja sama yang erat antara para anggotanya, antara subak-subak dan para petani

dan pemerintah. Bila ada perselisihan mengenai antaranggota, subak berkewajiban untuk menyelesaikan dengan bijaksana. Dalam hubungan kerja sama dengan pemerintah, subak menjadi alat bantu untuk memungut Ipeda (Iuran Pembangunan Daerah).

3. Organisasi Subak

Subak merupakan suatu organisasi yang otonom. Penggunaan air dari sungai untuk kepentingan sawahsawah di suatu subak harus mendapat ijin dari pemerintah. Kerap kali pemerintah membantu subak dengan jalan membuat bendungan atau memberi dalam bentuk uang, dan lain-lain. Apabila bendungan serta pemasukan air ke saluran subak dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum Seksi Pengairan. Pembuatan dan pemeliharaan saluransaluran subak hingga air masuk ke petak sawah petani merupakan tanggung jawab subak. Kebebasan subak untuk mengantar pengairan diperolehnya sejak jaman raja-raja dahulu dan dilanjutkan hingga masa kini. Di jaman pendudukan Jepang kebebasan tersebut lenyap karena tekanan-tekanan pemerintah Jepang waktu itu. Semua gerak hidup penduduk pada masa itu diarahkan pada kepentingan perang. Dalam melaksanakan tugasnya, subak mengkoordinasikan setiap gerak anggota guna mencapai sasaran yang tepat, yaitu pembagian air yang cukup dan adil. Peranan organisasi dan pengurus subak menjadi sangat penting. Pemegang kekuasaan tertinggi dalam organisasi subak adalah sedahan agung.1 Ia pegawai negeri, berkedudukan di kantor bupati dan diangkat oleh bupati dengan tugas:

a) Mengatur pengairan dan persediaan air irigasi di wilayah kabupaten b) Memecahkan persoalan-persoalan yang timbul anatarsubak yang tidak sanggup diselesaikan oleh petugas bawahannya. c) Memungut pajak tanah. d) Menjadi penghubung antara subak-subak dan pemerintah untuk menetapkan tanggal pelaksanaan upacaraupacara untuk desa dan subak. e) Mengkoordinasi upacara adat yang berhubungan dengan subak di tingkat kabupaten.

Sedahan agung digaji oleh pemerintah dan umumnya tidak memperoleh tanah dan dana bukti (tanah bengkok di Jawa). Ia tidak mendapat bagian dari pajak tanah yang dipungutnya. Luas subaksubak di bawah pimpinan seorang sedahan agung berbeda di berbagai kabupaten, seperti ditunjukkan oleh daftar di bawah ini.

Tabel 1. Luas Subak-subak di Tiap Kabupaten di Bali, 1971

Kabupaten

Jumlah Kesedahan

Jumlah Subak 255 73 310 146 181 46 44 138 1.1913

Jumlah Luas (ha)

Buleleng Jembarana Tabanan Badung Gianyar Bangli Klungkung Karangasem Jumlah seluruh Bali

10 5 27 10 10 3 5 10 80

14.192,10 7.994,79 25.381,32 19.215,08 15.754,12 3.226,00 4.857,91 8.067,79 98.689,11

Sumber : Laporan Penelitian Tentang Strategi Pembangunan Daerah Propinsi Bali,1972, Jilid II, Koordinasi Perguruan Tinggi VI, Surabaya.

Dari daftar diatas terlihat bahwa wilayah seorang sedahan agung berkisar antara kira-kira tiga ribu sampai 25 ribu hektar sawah. Dibawah sedahan agung terdapat sedahan2 seorang yang berstatus pegawai negeri dengan gaji dari pemerintah. Ia tidak mendapat hak-hak istimewa. Tugasnya sama saja dengan tugas sedahan agung, tetapi dengan wilayah yang lebih kecil, yang disebut kasedahan.3 Di seluruh Bali terdapat 50 kasedahan, seperti ditunjukkan dalam daftar

di atas. Biasanya satu kasedahan terdiri dari belasan subak, yang meliputi wilayah sekitar seribu hingga tiga ribu hektar. Di kabupaten Karangasem sedahan disebut pengelurah.

Dibawah sedahan terdapat pekaseh, ia bukan pegawai negeri. Ia dipilih dari dan oleh anggota subak dalam suatu rapat anggota. Syarat-syarat seseorang boleh dipilih menjadi pekaseh ialah: a) Harus merupakan anggota subak b) Dapat membaca dan menulis c) Bersedia memangku jabatan tersebut d) Tidak boleh merangkap jabatan lain di desa e) Memiliki keterampilan dan pengalaman dalam bertani f) Sudah dewasa dan mempunyai sifat-sifat kepemimpinan.

Pekaseh umumnya tidak mendapat tanah dana bukti, kecuali pekaseh di Kabupaten Badung. Luas tanah dana bukti untuk pekaseh di Kabupaten Badung itu tergantung dari luas wilayah pegangannya.

Pekaseh bukanlah nama umum yang berlaku diseluruh Bali. Di Kabupaten Buleleng disebut klian subak, yang hak dan kewajibannya sama dengan pekaseh ditempat lain. Di Kabupaten Bangli pekaseh disebut klian gde, yang hak dan kewajibannya sama dengan klian di kabupaten Buleleng atau pekaseh di tempat lain.

Pemilihan pekaseh4 dilakukan secara musyawarah. Rapat pemilihan diadakan antara pengurus dan anggota, yang sering dihadiri oleh sedahan dan kepala desa. Suara terbanyak menentukan pilihan. Umumnya tidak ada ketentuan mengenai lama masa jabatan seorang pekaseh. Selama ia jujur dan bekerja dengan baik, ia bisa tetap memangku jabatannya. Tetapi pada saat ini beberapa subak di Kabupaten Badung menetapkan masa jabatan lima tahun untuk pekaseh dan pengurus lainnya dari subak. Sesudah masa itu diadakan pemilihan pekaseh baru.

Dalam pemilihan ini pekaseh lama dapat dipilih kembali. Pada subak-subak kecil, pekaseh langsung membawahkan anggota subak. Pada subak-subak yang luas, wilayah subak dibagi lagi dalam bagian-bagian yang kecil, yang disebut tempek. Untuk tiap tempek dipilih seorang pemimpin dari anggota subak dalam tempek bersangkutan, yang disbeut klian tempek. Pengesahan jabatan klian tempek dilakukan oleh pekaseh. Klian tempek diadakan untuk memudahkan kepengurusan hal-hal yang menyangkut pengairan dan pertanaman padi di subak yang wilayahnya luas. Nama klian tempek ini pun nama umum di seluruh Bali. Di kabupaten Buleleng ia dinamakan klian banjaran, sedang di kabupaten tabanan ia disebut klian subak. Dengan demikian terdapat penggunaan istilah yang sama dengan pengertian yang berbeda, sehingga dapat membingungkan. Klian subak di kabupaten Buleleng berarti sama dengan pekaseh, sedang klian subak di Kabupaten Tabanan berarti klian tempek, suatu jabatan hierarki yang lebih rendah dari pekaseh.

Pada umumnya seorang pekaseh mempunyai beberapa orang pembantu. Jumlah dan macam pembantu ini tidaklah sama untuk semua kabupaten di Bali. Di Kabupaten Buleleng seorang pekaseh dibantu oleh : a) wakil pekaseh b) klian banjaran (klian tempek di tempat lain c) juru arah yang bertugas menyampaikan perintah dan pengumuman dari pekaseh kepada anggota subak d) kesinoman yang bertugas sebagai pembantu umum.

Di kabupaten Tabanan, selain pembantu-pembantu di atas, sering ada satu macam pembantu lagi, yaitu juru tibak, yang khusus bertugas membagi air. Di subak Tamblang/Pangkung Gondang di Kabupaten Jembrana, pembantu pekaseh lebih banyak lagi, yaitu: a) wakil pekaseh b) penulis c) bendahara d) juru arah (pembantu untuk menyampaikan berita dan perintah)

e) pecelang atau petilik yang bertugas mengamankan jaringan irigasi dan pembagian air.

Klian tempek5 juga mempunyai seorang juru arah sebagai pembantunya, untuk menyampaikan berita dan perintah kepada para anggota.

Demikianlah digambarkan beberapa variasi pengurus subak. Mungkin sekali masih ada variasivariasi lainnya , yang menggambarkan daya penyesuaian subak dengan lingkungan dan keperluannya, yang dimungkinkan oleh sifat otonom yang dimiliknya. Ada baiknya apabila variasi yang dibahas didepan digambarkan dalam bagan di bawah ini.

Tabel 2. Bagan Susunan Pengurus Subak

Umum Sedahan Agung

Kabupaten Sedahan agung

Kabupaten Buleleng Kepala seksi pengairan persubakan kabupaten/ sedahan Agung

Sedahan (pengelurahan untuk Kabupaten Karangasem) Pekaseh (klian gde untuk Kabupaten Bangli) dan pembantu Klian tempek dan pembantu Anggota subak

Sedahan

Mantra pengairan persubakan kecamatan/sedahan

Pekaseh dan pembantu

Klian subak dan pembantu

Klian subak dan pembantu Anggota subak

Klian banjaran dan pembantu

Anggota subak

Untuk subak-subak kecil, jabatan klian tempek atau klian subak untuk Kabupaten Tabanan atau klian banjaran untuk Kabupaten Buleleng seringkali ditiadakan.

4. Susunan Panitia Pengawas Subak

Untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap subak-subak di Bali, maka di tiap kabupaten telah dibentuk Panitia Irigasi, dengan tugas sebagai berikut:

1) Menyelenggarakan koordinasi penggunaan air seefisien mungkin, jika perlu dengan penentuan prioritas penggunaan, baik secara bergilir maupun secara bergolongan dalam rangka mencapai produksi yang optimal. 2) Menyelenggarakan koordinasi tata-tanam dengan menetapkan peraturan tentang waktu/musim, tempat, jenis dan luas tanaman. 3) Mengatur kerjasama yang baik diantara dinas-dinas/jawatan-jawatan dan instansi-instansi lain yang berkaitan dengan penggunaan air. 4) Membantu gubernur kepala daerah dalam: a) Mengkoordinasikan tugas-tugas pemeliharaan jaringan irigasi (bangunan dan saluran) serta bangunan pengendali (tanggul dan bangunan pengendali banjir lainnya) dengan baik dan terus-menerus. b) Mengkoordinasikan usaha pembinaan terhadap jaringan-jaringan irigasi, termasuk jaringan tersier, irigasi desa, pompanisasi dan sebagainya, agar dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi usahausaha pertanian.niversity 2011 c) Mengkoordinasikan usaha inventarisasi jaringan-jaringan dan sumber air, baik yang sudah maupun yang belum dimanfaatkan secara langsung untuk irigasi maupun usaha-usaha pertanian lainnya. d) Mempersiapkan dan mengajukan saran-saran untuk menentukan langkah kebijaksanaan dalam penyediaan biaya untuk usaha eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi. Pembentukan panitia pengairan di Bali berdasar atas 1) Instruksi Presiden No. 1 tahun 1969 tanggal 22-1-1969, 2) Keputusan Gubernur Kepala Daerah Propinsi Bali tanggal 28-4-1972, 3) Surat Pejabat Gubernur Kepala Daerah Propinsi Bali tanggal 7-6-1973 No. Perbang/150/II/C/1973, dan 4) Surat Keputusan Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Bali tanggal 7-6-1973 No. 180/36/73.

Walaupun dasar pembentukan sama, namun terdapat sedikit perbedaan dalam susunan pengurus panitia irigasi di berbagai kabupaten. Di semua kabupaten, bupatilah yang menjadi ketua panitia bersangkutan. Ada beberapa kabupaten yang panitia irigasinya mempunyai wakil ketua. Dalam hal ini sedahan agunglah yang bertindak sebagai wakil ketua tersebut. Jabatan sekretaris dipegang oleh kepala Pekerjaan Umum Seksi. Sebagai anggota diambil kepala dinas pertanian kabupaten, kepala sub direktorat agraria kepala sub direktorat PMD dan komandan resort kepolisian. Tetapi pada umumnya panitia irigasi tidak mempunyai wakil ketua. Dalam hal ini sedahan agunglah yang bertindak sebagai sekretaris panitia. Kecuali di Kabupaten Karangasem, tempat kepala Pekerjaan Umum Seksi menjabat sebagai sekretaris panitia. Sebagai anggota diambil kepala pertanian kabupaten, kepala pekerjaan umum seksi, kepala subdirektorat Agraria, kepala subdirektorat PMD dan kepala Resort Kepolisian. Ada pula kabupaten yang tidak mengikutsertakan kepala subdirektorat agrarian atau kepala subdirektorat PMD dalam keanggotaan panitia pengairan itu. Yang patut dicatat di sini ialah panitia pengairan di kabupaten Karangasem, tempat sedahan agung hanya duduk sebagai anggota.

Pada saat ini panitia irigasi di Bali baru berumur beberapa bulan saja, sehingga tidak mungkin melihat efektivitas kerjanya. Namun panitia tersebut pada saat ini telah mulai bekerja, antara lain membahas usul-usul proyek dari subak-subak atau permohonan bantuan dari subak-subak, kemudian memberikan rekomendasi kepada pemerintah kabupaten, apakah usul-usul tersebut akan diterima atau ditangguhkan, atau ditolak sama sekali.

5. Keanggotaan Subak

Tiap organisasi tentulah mempunyai sejumlah anggota, dan syarat untuk menjadi anggota ditetapkan dalam anggaran dasar atau dalam anggaran rumah tangga organisasi bersangkutan.

Para petani yang bekrja di sawah dibedakan dalam dua golongan menurut haknya atas tanah, yaitu: 1) pemilik sawah 2) petani yang mengerjakan sawah orang lain sebagai penyekap atau karena menggandai.

Dalam keanggotaan subak timbul suatu persoalan, yaitu siapakah yang termasuk anggota subak? Para penyekap atau para pemilik tanah? Agaknya dahulu kala tidaklah ada persoalan semacam ini, karena pada waktu itu rupanya belum ada persoalan sakap-menyakap atau sewa menyewa tanah. Semua pemilik tanah pada waktu itu mengerjakan tanah miliknya sendiri. Atau petani mengerjakan sawah milik raja atau bangsawan lainnya sebagai kerja bakti. Sebagai upah mengerjakan sawah raja/ bangsawan, mereka diberikan tanah pecatu oleh raja atau bangsawan itu. Tanah ini akan menjadi tanah milik yang dapat diwariskan turun temurun. Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2011 Pada umumnya diterima anggapan bahwa petani yang menggarap sawah yang terletak dalam wilayah suatu subak itulah yang menjadi anggota subak. Penggarap dapat berupa pemilik tanah, penyakap atau penyewa. Hal ini berdasarkan pada kenyataan bahwa yang ikut bekerja dalam subak ini adalah para penggarap. Pemiliki tanah yang tidak mengerjakan sawahnya seringkali tinggal di kota-kota dan sama sekali tidak tahu-menahu mengenai keadaan subak. Di dalam hal penyakapan, pemilik tanah dan penyakap itu merundingkan pembagian beban yang harus dipikul oleh masing-masing pihak sebagai konsekuensi menjadi anggota subak. Hal ini terjadi karena perjanjian sakap-menyakap tidaklah sama di semua tempat. Ada pemilik tanah yang memikulkan segala beban kepada penyakap, tetapi ada juga yang bebannnya ditanggung bersam-sama. Seringkali biaya untuk perbaikan bendungan, terowongan, saluran, balai pertemuan subak untuk upacara keagamaan yang berhubungan dengan subak , ditanggung oleh pemilik tanah, sedangkan kerja yang harus disumbangkan oleh anggota untuk keperluan subak ditanggung oleh penyakap.

Di beberapa tempat subak di Kabupaten Gianyar dan di Kabupaten Buleleng, terdapat istilah formal bagi pemilik tanah dan anggota praktis bagi penggarap sawah. Yang belakangan inilah yang dianggap sebagai anggota subak. Di beberapa subak di Kabupaten Jembrana, terdapat istilah anggota tetap bagi pemilik tanah dan anggota tak tetap bagi penggarap. Memang orang-orang yang menggarap sawah itu mungkin berbeda-beda dari musim ke musim, sedangkan pemilik tanah lebih tetap sifatnya. Di Kabupaten Badung dikenal istilah ngoot ngutang untuk pemilik sawah yang tidak mengerjakan tanahnya (yang tidak turut menyumbangkan kerja untuk subak, tetapi turut memikul beban dalam bentuk uang) dan ngoot ngayah untuk penggarap (yang menyumbangkan kerja untuk subak). Yang belakangan inilah yang dianggap sebagai anggota subak.

Dilihat dari segi tanggung jawabnya, anggota subak seringkali dapat dibagi atas tiga golongan: 1) Anggota yang ikut menjalankan setiap kegiatan subak dalam urusan pengairan. Anggotaanggota ini terhimpun dalam sekehe yeh (perkumpulan air), dan sering disebut krama pekaseh. 2) Anggota yang tidak ikut dalam tugas menyelenggarakan pembagian air. sebagai gantinya mereka membayar sejumlah uang, yang besarnya ditetapkan dalam peraturan subak. Anggota semacam ini dinamakan pengampel. 3) Anggota yang dibebaskan dari tugas menyelenggarakan pembagian air. golongan ini disebut leluputan, yang terdiri dari para ahli agama yang bertugas menyelenggarakan upacara keagamaan yang berhubungan dengan subak.

Perlu dijelaskan bahwa wilayah-wilayah yang sebagian petaninya beragama lain dari Hindu Dharma, misalnya beragama Islam atau Kristen, tidak terdapat kesulitan apa-apa bagi petani yang memeluk agama bersangkutan untuk menjadi anggota suatu subak. Mereka mengikuti segala peraturan subak, kecuali upacaraupacara yang berhubungan dengan subak itu. Di beberapa subak ada yang menganjurkan agar mereka dengan sukarela menyumbangkan ala kadarnya untuk kepentingan upacara itu. Biasanya sumbangan itu berupa uang atau barang. Hal ini terutama dijumpai pada subak-subak di Kabupaten Jembrana.

Selanjutnya timbul pertanyaan apakah seorang anggota subak dapat berhenti menjadi anggota? Seorang anggota subak hilang keanggotaannya, apabila ia meninggal dunia, berhenti menggarap sawah di wilayah subak bersangkutan karena sawah sekapannya telah diambil oleh pemiliknya atau apabila ia menggarap tidak mematuhi subak. Jika seorang anggota meninggal dunia, maka pewarisnyalah yang menggantikannya, apabila ia dianggap memenuhi syarat, yaitu laki-laki dewasa. Kalau sawah itu digadaikan atau dijual, maka yang menjadi anggota subak ialah si pemilik yang baru atau si penggadai, apabila ia sendiri yang menggarap sawah yang bersangkutan.

Hak dan kewajiban Anggota Subak

Tugas dan kewajiban Anggota Subak Tugas dan kewajiban anggota subak pada dasarnya mencakup tiga bidang, yaitu: 1) Bidang fisik: / MateriKuliah Brawijaya University 2011 a) Membuat, memelihara serta memperbaiki bangunan-bangunan pengairan seperti bendungan, saluran dan sebagainya. b) Membuat, memelihara serta memperbaiki bangunan-bangunan subak selain bangunan pengairan, seperti jalan subak, balai subak dan tempat upacara keagamaan yang berhubungan dengan subak.

2) Bidang sosial ekonomi: a) Menaati dan melaksanakan peraturan subak, baik yang tertulis maupun tidak; b) Melaksanakan segala keputusan rapat anggota; c) Menjalankan segala perintah pengurus berdasarkan peraturan berlaku; d) Mengadakan pemilihan pengurus; e) Menghadiri rapat anggota, baik yang bersifat rutin maupun insidental; f) Memelihara kelancaran pembagian air; g) Membayar denda serta iuran-iuran, baik yang berupa uang maupun barang; h) Membayar Ipeda yang telah ditetapkan oleh pemerintah pada batas waktu yang telah ditentukan; i) Melaksanakan instruksi-instruksi pemerintah yang disalurkan lewat subak;

j) Menjaga air di bendungan agar tidak dicuri oleh anggota subak lain dan mencari air apabila terjadi kecurian atau kebocoran; k) Bilamana perlu, bersama-sama dengan anggota subak lainnya mengadakan pemberantasan hama, misalnya dengan menangkapi tikus yang sedang menyerang tanaman-tanaman milik subak.

3) Bidang keagamaan: Upacara keagamaan dilakukan mulai dari saat lahan dipersiapkan sampai hasil panen (padi) sudah ada di tempat penyimpanan (lumbung). Jenis serta waktu menyelenggarakan upacara tidak sama untuk setiap subak. Ada upacara yang dilakukan oleh anggota subak secara perorangan, tapi ada pula yang bersamasama.

Upacara-upacara yang dilakukan antara lain: a) Ngendagin, yang dilakukan secara perorangan oleh anggota pada saat mencangkul pertama di sawah. Penentuan waktunya tergantung dari masing-masing anggota. b) Pangwiwit, yang dilakukan pada waktu akan menebar benih. Upacara ini dilakukan oleh pekaseh bersama pemuka agama; c) Mapag toya, yang dilakukan pada saat akan menyalur air pertama kali ke sawah pada musim menanam padi rendengan; d) Nandur, yang dilakukan pada waktu menanam padi oleh masing-masing anggota secara perorangan; e) Neduh, yang dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit tangan. Upacara ini dilakukan oleh beberapa pengurus subak setelah padi berumur kira-kira 17 hari. Kemudian air suci dibagikan kepada para anggota yang selanjutnya akan melakukan upacara di sawahnya masing-masing; f) Pecaruan, yang dilakukan untuk menarik hama. Upacara ini dilakukan secara bersama setelah padi berumur satu bulan; g) Nyambutin, yang dilakukan pada waktu padi berumur satu setengah bulan oleh anggota di sawahnya masing-masing; h) Biyakukung, yang dilakukan pada saat padi sedang bunting;

i) Miseh, yang dilakukan oleh masing-masing anggota pada saat padi berumur dua s/d dua setengah bulan; j) Ngasaba, yang dilakukan secara bersama-sama kira-kira sepuluh hari menjelang panen, dan khusus untuk rendengan. Upacara ini cukup mewah karena disertai dengan pesta oleh seluruh anggota. Sebelum upacara ini dilakukan, tidak diperkenankan untuk memungut hasil/ panen; k) Mentenin, yang dilakukan secara perorangan di masing-masing lumbung anggota beberapa hari setelah padi di taruh di lumbung.

Hak anggota subak Sebagai imbalan dari tugas-tugas yang harus dilakukannya, para anggota subak berhak untuk:

1) Mendapat bagian air secara adil dari subak. Banyaknya air yang diperoleh tergantung dari luas sawah yang dimiliki/ digarap; 2) Memilih dan dipilih sebagai pengurus subak; 3) Mengeluarkan pendapat dan usul-usul dalam rapat anggota; 4) Diwakili oleh orang lain dalam melakukan segala kegiatan persubakan; 5) Melaporkan pelanggaran-pelanggaran kepada pengurus subak dengan mendapat sebagian uang denda yang harus dibayar oleh si pelanggar yang besarnya ditetapkan dalam peraturan subak; 6) Mendapat bagian dari kekayaan subak; 7) Mendapat pelayanan dan perlakuan yang baik dari subak.

6. Tata Pengaturan Dan Penetapan Iuaran

Sumber-Sumber Keuangan Subak

Dalam menjalankan kegiatan sehari-hari subak sebagai suatu perkumpulan memerlukan biaya yang tidak kecil jumlahnya. Mengenai berapa besar keperluan atau pengeluaran rata-rata dari subak di Bali setiap tahunnya tidak diketahui dengan pasti.

Adapun sumber-sumber dari subak adalah:

a) Iuran dari tiap anggota, baik dalam bentuk uang maupun barang; b) Denda yang dikenakan kepada para anggota yang tidak hadir dalam rapat, ataupun denda karena pelanggaran terhadap peraturan subak yang sedang berlaku; c) Uang pangkal yang ditarik dari anggota baru; d) Upah panen yang diperoleh jika anggota subak yang bersangkutan melakukan pemungutan hasil/ panen di lingkungan subaknya sendiri maupun di lingkungan subak lain dengan menerima upah dalam bentuk barang; e) Hasil tanah milik subak; f) Bunga uang dari anggota subak yang meminjam kepada kas subak; g) Subsidi atau bantuan dari pemerintah; h) Sumber-sumber lain, misalnya pengumpulan dana waktu mengadakan tontonan, sabungan ayam dll.

Cara-cara penetapan iuran

Besar iuran untuk tiap anggota subak tidak sama. Ini tergantung dari luas pemilikan sawah. Juga cara penetapan iuaran per satuan luas sawah antara subak satu dengan lainnya tidak ada keseragaman. Berapa besarnya iuran yang harus dibayar persatuan luas sawah ditentukan dalam peraturan subak atau dalam rapat anggota. Iuran ada yang berbentuk uang dan ada yang berbentuk barang. Macam iuran dapat dibedakan menjadi:

1) Iuran yang dipungut secara insidental; jadi waktunya tidak tetap. Biasanya iuran ini dibayar dalam bentuk uang dan dikenakan kepada para anggota karena adanya keperluan-keperluan mendadak, seperti misalnya pembangunan ataupun perbaikan saluran irigasi, jalan subak dan lain sebagainya, yang mengalami kerusakan akibat bencana alam. Untuk beberapa subak besar iuran insidental sama untuk setiap anggota. Tapi untuk kebanyakan subak besarnya ditentukan menurut luas pemilikan sawah. Iuran ini ditentukan atas persetujuan rapat anggota dan pembayarannya dilakukan pada rapat berikutnya.

2) Iuaran yang dipungut secara berkala. Biasanya iuran ini dipungut setiap habis panen dan dibayar dalam bentuk barang. Ada beberapa macam iuran berkala, yaitu:

a) Pengoot atau pengampel, ialah iuran untuk pembelian air oleh anggota semacam ini dibayar dalam bentuk padi sehabis panen padi rendengan (setahun sekali). Di beberapa subak di Kabupaten Badung, anggota yang aktif (disebut anggota ngoot ngayah) dikenakan pengoot yang besarnya setengah dari yang dikenakan pada anggota yang tidak aktif (disebut ngoot ngutang). Anggota yang ngoot ngayah dikenakan 2 kg, sedangkan yang ngoot ngutang 4 kg padi kering per 10 are luas sawah garapan. Sebagian dari pengoot atau pengampel biasanya digunakan untuk biaya upacara keagamaan di subak dibagikan kepada anggota aktif sebagai balas jasa untuk jerih payah yang telah dikorbankan dalam melakukan segala pekerjaan-pekerjaan subak.

b) Sarin tahun, ialah iuaran yang dikenakan kepada semua anggota subak dalam bentuk padi setiap habis panen. iuran ini dipungut untuk keperluan upacara-upacara keagamaan di subak. Ada subak-subak yang memungutnya hanya sekali setahun yaitu sehabis panen padi rendengan dan gadu. Besar kecilnya ditetapkan dalam rapat anggota. Misalnya, si subak Pangembungan (Kabupaten Tabanan) besar sarin tahun 1 kg padi per 5 are luas sawah.

c) Iuran untuk balas jasa pengurus subak. Subak-subak tertentu, seperti subak Tamblang/ Pangkung Gondang (Kabupaten Jembrana) misalnya, selain pengoot, sarin tahun dan iuran insidental, juga mengenakan kepada para anggotanya semacam iuran dalam bentuk padi yang dibayar setelah panen, khusus untuk digunakan sebagai balas jasa pengurus. Pada prinsipnya untuk luas sawah kurang dari 75 are dengan satu tempat pemasukan air digunakan 4 kg gabah. Untuk sawah yang luasnya lebih dari 75 are dengan satu tempat pemasukan air dikenakan iuran lebih, yang disesuaikan menurut kelebihan luas sawah. Besarnya ditentukan atas persetujuan rapat.

Pengawasan terhadap Keuangan Subak

Pada umumnya keuangan subak dipegang oleh pekaseh sendiri. ada juga beberapa subak yang mempunyai bendahara sebagai pemegang kas subak. Kebanyakan subak sudah mempunyai catatan/ pembukuan mengenai pengeluaran dan pemasukan subak dari musim ke musim, tetapi sifatnya masih sangat sederhana dan tidak terpelihara dengan baik. Juga kontrol dari para anggota dapat dikatakan tidak ada. Ini mungkin disebabkan oleh sifat ketimuran yang merasa enggan untuk menanyakan secara langsung hal-hal yang dapat menyinggung perasaan orang lain.

Subak-subak pada umumnya sudah membuat perancangan tentang apa yang akan dikerjakan atas persetujuan anggotanya, tetapi jarang sekali yang tertulis. Sejauh yang diketahui hampir tidak ada subak yang membuat rencana anggaran belanja. Biasanya digunakan untuk menyesuaikan pengeluaran dengan pemasukan.

Untuk pengeluaran yang tak terduga sebelumnya, seperti perbaikan/ pembuatan bangunan irigasi yang hancur/rusak karena banjir, biasanya diusahakan untuk menutupnya dengan jalan memungut iuran tambahan.

7. Tata Pengaturan Air dan Sistem Distribusi Air

Propinsi Bali mempunyai banyak sungai dan mata air yang merupakan sumber air bagi pertanian. dilihat dari segi debit air sepanjang tahun, maka terdapat sungai-sungai yang berair pada musim hujan saja, seperti banyak di Kabupaten Jembrana bagian barat. Sungai-sungai di Bali Selatan umumnya masih tetap berair sampai pada musim kemarau, tetapi sudah menjadi kecil dibandingkan dengan musim penghujan.

Subak-subak di Bali secara gotong royong dijaman dahulu membuat bendungan di sungai untuk menyalurkan airnya ke subak mereka. Pada waktu itu sebagian besar bendungan tidak

permanen dan dibuat oleh anggota subak secara bersama-sama dari bahan-bahan berupa batu, kayu batang kelapa, beronjong dan lain-lain.

Tetapi kini cukup banyak bendungan dibangun secara permanen dengan bantuan penuh atau sebagian dari pemerintah pusat dan daerah. Pengaturan air pada bendungan dan pemeliharaan bendungan merupakan tanggung jawab Dinas Pekerjaan Umum Propinsi dan Pekerjaan Umum Seksi. Air sebuah sungai sering melayani beberapa kasedahan atau beberapa subak. Untuk menetapkan pembagian air bagi subak-subak tersebut maka ditempuhlah jalam musyawarah antara kasedahan-kasedahan, atau antara subak yang dibimbing oleh kasedahan.

Dasar perhitungan besar kecilnya debit air yang dapat diambil oleh subak ialah: a. luas subak yang bersangkutan b. jarak antara bendungan dengan wilayah subak c. debit sungai sepanjang musim d. tinggi rendah letak subak tersebut terhadap bendungan e. keadaan tanah subak.

Umumnya makin luas suatu subak makin banyak air yang diperoleh. Makin jauh jarak subak, makin banyak pula air yang didapat. Subak yang terletak di wilayah hulu juga akan mendapat air lebih banyak dari subak yang letaknya di bagian hilir. Tanah-tanah di pegunungan dianggap gembur dan lebih mudah meresapkan air karena itu subak-subak tersebut mendapat air lebih banyak daripada subak-subak di dataran rendah.

Besar kecilnya debit air sungai akan mempengaruhi cara penggunaan air. Kalau debit air sungai kurang, maka akan diadakan sistem giliran. Penggunaan air suatu sungai oleh subak harus mendapat ijin dari pemerintah. Berkenaan dengan pembagian air dari suatu sungai, dapat dibedakan dua macam pembagian air, yaitu: a) Pembagian air antarsubak, dan b) Pembagian air antaranggota subak

Pembagian air antarsubak

Baik pembagian air di antara subak maupun di antara para anggota subak, dasar patokan yang dipakai sama, yaitu satu tektek (satuan dasar bagian air). yang dimasud dengan satu tektek ialah besarnya debit atau volume air yang melalui penampang (pintu air) dengan ukuran 5 cm x 1 cm (lebar 5 cm dan dalam 1 cm pada dam kecil) untuk mengairi sawah seluas 35-50 are. Sawah yang luasnya sekian itu memerlukan bibit satu tenah (satu ikat, kira-kira 25-30 kg). Karena itu luas sawah yang dinyatakan dalam ukuran tenah, dimana luas sawah satu tanah adalah 35-50 are. Dijaman lampau sebelum adanya ukuran metrik, satu tektek diukur dengan lebih kurang empat jari dalam (jari direbahkan). Karena jari orang itu berbeda-beda, maka tentu besar ukuran tersebut akan tidak sama.

Selanjutnya pembagian air sungai di antara subak-subak didasarkan atas perbandingan luas subak-subak. Kalau misalkan ada tiga subak, berturut-turut luasnya A tenah, B tenah dan C tenah, maka pembagian air sungai tersebut menjadi bagian untuk subak A, bagian untuk subak B, dan bagian untuk subak C.

Pembagian seperti diatas umum dilaksanakan di Bali. Pembagian air tersebut dengan dihadiri oleh sedahan dan disahkan oleh sedahan agung. Cara penggunaan air diantara subak-subak tergantung dari faktor-faktor: a. debit sumber air/ sungai b. luas areal sawah dari subak-subak tersebut. Dilihat dari sudut ini, maka kebijaksanaan penggunaan air antara subak-subak adalah sebagai berikut: a) Dalam hal sumber air mencukupi, dilakukan pembagian air yang sama sepanjang tahun; b) Dalam hal sumber air tidak mencukupi, diadakan pemberian air secara bergiliran antara subak yang bersangkutan.

Biasanya bagi subak-subak yang belum mendapat gilirannya mendapat air berupa: 1) Pebanyon, yaitu pemberian air untuk keperluan ternak, manusia dan tanaman palawija; 2) Pungkatan, yaitu aliran air besar secara mendadak ke subak yang bersangkutan selama satu hari atau satu hari satu malam. Ini biasanya dilakukan dalam keadaan mendesak sekali. Subak-subak yang mendapat giliran air selalu mengadakan penjagaan dekat pintu air subak untuk menjaga keamanan air bersangkutan.

Pembagian air diantara anggota-anggota subak Di sini pun pembagian bagi para anggota subak didasarkan atas luas sawah, yang dinyatakan dalam tenah. Bila misalnya luas sebuah x tenah dan satu petak sawah sama dengan x tenah, maka air yang diterima oleh petak bersangkutan ialah bagian air yang tersedia untuk subak itu. Kalau air tidak mencukupi, maka diadakan pergiliran pemakaian air. biasanya hal ini dilaksanakan antara tempek. Tempek yang tidak mendapat giliran, seringkali atas hasil musyawarah, diberikan air pungkatan. Kalau musim hujan datang, sistem pergiliran dihentikan.eriKuliah Brawijaya University 2011 Di subak yang mengadakan sistem giliran, yang umumnya dilaksanakan di Kabupaten Buleleng karena air sungai tidak cukup, penggunaan air oleh tempek-tempek diatur dalam tiga masa yaitu: 1) Ngulu (terdahulu). Tempek-tempek yang di hilir sumber air biasanya mendapat giliran ini. Bulan subaksubak mendapat air berbeda-beda, tergantung dari keadaan iklim setempat. Misalnya di Kabupaten Karangasem, ngulu dimulai bulan November-Desember, di Kabupaten Buleleng dimulai bulan Oktober dan di Kabupaten Bangli bulan Desember.

2) Maongin, (baong = leher, maksudnya pertengahan). Tempek-tempek turun ke sawah pada masa pertengahan. Di Kabupaten Karangasem maongin mulai bulan Januari-Februari, sedangkan di Kabupaten Buleleng mulai bulan Februari sampai Maret dan akhirnya di Kabupaten Bangli dalam bulan Februari. Tempek-tempek ini terletak di tengah-tengah antara hulu dan hilir sumber air.

3) Ngasep (kasep = terlambat, yang artinya paling akhir). Tempek-tempek ang ngasep umumnya terletak di daerah hulu sungai/ sumber air). Tempek-tempek mulai turun ke sawah pada bulan Maret-April di Kabupaten Karangasem serta bulan Juni-Juli di Kabupaten Buleleng.

Bagaimana cara distribusi air di suatu subak? Untuk menjelaskan hal ini, disajikan skema pada Gambar 4.1.

Pertama-tama subak membuat bendungan pada sungai (banyak juga bendungan dibuat oleh pemerintah) (1) Lalu air melalui tembuku (pintu air I) (2) Untuk kemudian dialirkan ke saluran primer (telabah gde) (3) Besar kecilnya debit air yang boleh dimasukkan ke saluran primer ini ditetapkan antarsubak-subak yang memakai air yang bersangkutan. Dari saluran primer air dialirkan dan dibagi oleh tembuku aya (pintu air II) (4) Ke dalam saluran-saluran skunder dengan bagian air yang sebanding dengan luas tempek masing-masing. (5) Selanjutnya air dari saluran sekunder ini dibagi oleh tembuku pemaron (pintu air III) (6) Ke dalam saluran tersier (7) Dari sini air dibagi lagi ke dalam saluran pengambilan atau saluran kuarter (kekalen penyuangan) (8) Melalui tembuku gde (pintu air IV) (9) Baru dari saluran pengambilan inilah air langsung dialirkan ke petak-petak sawah dengan bantuan temuku cerik (empangan kecil) (10) Masuk penampang pemasukan

(11)

Luas penampang pemasukan disesuaikan dengan luas sawah anggota. Sisa air dari petak terakhir kemudian dibuang, atau kadang-kadang dapat dipakai lagi oleh

petak-petak lain yang letaknya di sebelah bawah.

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan :

Subak telah di kenal dalam tahun 896M dan 1022M di bali.Subak merupakan suatu sistem irigasi yang ada di bali dalam bentuk organisasi. Subak memiliki struktur organisasi yang masing- masing memiliki peranan dan kewajiban di dalamnya. Subak mempunyai fungsi utama ialah mengatur pembagian air bagi para anggotanya, agar masing masing anggota memperoleh bagian air yang cukup dan seadil adilnya oleh karena itu maka terdapat mekanisme pembagian air dalam organisasi subak. Dalam menjalankan kegiatan sehari-hari subak sebagai suatu perkumpulan memerlukan biaya yang tidak kecil jumlahnya. Mengenai berapa besar keperluan atau pengeluaran rata-rata dari subak di Bali setiap tahunnya tidak diketahui dengan pasti.

4.2 Saran

Setelah membaca makalah irigasi subak di Bali ini, kami mengharapkan pembaca dapat menerapkan ilmu dan menjalankan sistem subak seperti yang ada di Bali sehingga sistem irigasi pertanian di Indonesia bisa lebih terkontrol dan terorganisir. 4.3 Daftar Pustaka :

http://id.wikipedia.org/wiki/Subak_(irigasi) Modul 7

TUGAS TERSTRUKTUR SOSIOLOGI PERTANIAN


IRIGASI SUBAK DI BALI

Disusun oleh Anggoro Putra Pradita Condro Adi Andy Tiara Primus Khibran devara Lucky widya 135040101111067 135040101111050 135040101111042 135040101111053 135040101111046 KELAS F DR. IR. KEPPI SUKESI, MS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013

Anda mungkin juga menyukai