Anda di halaman 1dari 13

TUGAS TUTORIAL REVIEW JURNAL

PERTANIAN BERLANJUT

Nama : Lokeswara Widy Arjuna


NIM : 195040101111089
Kelas :U

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2021
1. Pendahuluan
Subak adalah organisasi petani untuk pengelolaan air irigasi yang
memiliki luas lahan tertentu atau memiliki sumber air, memiliki otonomi
dan Pura Subak. Menurut Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 2 Tahun
1972, sistem irigasi Subak, didefinisikan sebagai masyarakat hukum adat
yang bersifat agraris-sosio-religius, yang merupakan perkumpulan petani
yang mengelola air irigasinya di persawahan. Dewan UNESCO di Rusia
pada akhir Juni 2012 memutuskan bahwa organisasi subak diterima
sebagai Warisan Budaya Dunia. Sistem subak berbeda dengan Warisan
Budaya Dunia lainnya karena didasarkan pada konsep atau filosofi Tri
Hita Karana (THK) yang memiliki makna tiga arah menuju kebahagiaan
hidup, terdiri dari parhyangan ( hubungan yang harmonis antara manusia
dan Tuhan), palemahan ( hubungan yang harmonis antara manusia dan
lingkungan alam) dan pawongan ( hubungan yang harmonis antara
manusia dengan manusia) (Windia, 2013).
Subak adalah Organisasi petani yang menyelenggarakan daerah
irigasi, yang setiap anggotanya memiliki areal persawahan, mata air
tertentu, memiliki otonomi dan Pura Subak. Anggota pengelolaan air
irigasi subak selalu berlandaskan pada konsep filosofis Tri Hita Karana
(THK). THK merupakan salah satu falsafah hidup yang bersumber dari
agama Hindu. Secara harfiah, filosofi Tri berarti tiga, Hita berarti
kebahagiaan dan Karana berarti sebab. THK berarti tiga jalan menuju
kebahagiaan hidup. Filosofi THK terdiri dari Parhyangan ( hubungan yang
harmonis antara manusia dan Tuhan), palemahan ( hubungan yang
harmonis antara manusia dengan lingkungan sekitarnya) dan Pawongan (
hubungan yang harmonis antara manusia dengan manusia lainnya).
Implementasi Subak berupa konsep Parhyangan dapat dilihat dengan
adanya Pura Subak yang digunakan oleh anggota Subak untuk
melakukan ibadah guna menjalin hubungan yang harmonis dengan
Tuhan Yang Maha Esa. Konsep dari palemahan dapat dilihat dengan
adanya pengelolaan air irigasi di areal persawahan dan adanya unsur-
unsur persawahan. Konsep dari Pawongan dapat dilihat dari organisasi
subak yang bersifat otonom dan keberadaan Krama Subak (anggota
Subak).
Selama berabad-abad, petani Bali telah terlibat dalam praktik
pertanian kooperatif (Stephen Lansing dan Miller, 2004). Subak di Bali
memiliki fungsi untuk mendistribusikan air secara merata dan tepat di
antara anggotanya. Organisasi koperasi ini kemudian terkenal dengan
nama Subak. Sebenarnya Subak terdiri dari tiga aspek:
a. Aspek usahatani/teknis: aspek ini menyangkut luas lahan, tanaman dan
teknik produksi tanaman. Sejauhmana Sistem Tanam dan Pola
Tanam.Kemudian kegiatan lain yang berkaitan dengan kegiatan
pertanian termasuk pengelolaan air irigasi. Kegiatan terakhir ini dikelola
dalam sebuah organisasi baik yang terkenal bernama Subak. Dan
beberapa kali mereka sebagai definisi dari Subak. Untuk kelebihan air
salah satu petani tidak bisa mengalirkan air ke tanah tetangga, tetapi
harus memiliki parit khusus (drainase parit) dan mengalirkan air ke parit
umum yang lebih rendah. Daerah atau teritorial suatu subak yang relatif
kecil biasanya pada daerah tertentu dengan sumber air irigasi yang
sama. Berdasarkan lokasi subak ini, anggota subak mungkin berasal
dari beberapa desa di sekitar lokasi subak. Di wilayah Subak yang luas,
dengan sumber air irigasi yang besar, situs mungkin dibagi menjadi
beberapa Subak. Pembagian lokasi dilakukan secara bijaksana
berdasarkan subbagian air irigasi. Di subak yang relatif kecil pembagian
seperti ini mungkin bisa dilakukan, tetapi mereka disebut Tempek (terdiri
dari beberapa petani yang terkait dengan wilayah blok). Hal ini dilakukan
agar lebih terorganisir dalam melakukan dan mengkomunikasikan
segala sesuatu yang berhubungan dengan Subak. Penyatuan beberapa
subak dalam satu wilayah yang luas kita sebut sebagai Subak Gede
(gede artinya besar). Anggota Subak rata-rata 92 pertanian individu kecil
(Ramaswati et al., 2007); Hal ini dilakukan agar lebih terorganisir dalam
melakukan dan mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan
dengan Subak. Penyatuan beberapa subak dalam satu wilayah yang
luas kita sebut sebagai Subak Gede (gede artinya besar). Anggota
Subak rata-rata 92 pertanian individu kecil (Ramaswati et al., 2007); Hal
ini dilakukan agar lebih terorganisir dalam melakukan dan
mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan Subak.
Penyatuan beberapa subak dalam satu wilayah yang luas kita sebut
sebagai Subak Gede (gede artinya besar). Anggota Subak rata-rata 92
pertanian individu kecil (Ramaswati et al., 2007);
b. Aspek sosial: kepedulian terhadap organisasi petani padi dengan segala
kegiatan yang harus mereka lakukan untuk Subak. Organisasi sosial ini
terdiri dari anggota (petani padi) dan beberapa di antaranya menjadi
pengurus organisasi tersebut. Anggota subak dapat berupa pemilik
sawah atau wakilnya. Orang-orang di dewan, mereka pilih secara
demokratis dalam rapat subak. Pengurus Subak terdiri dari: Pekaseh
(sebagai kepala Subak) kemudian dibantu oleh beberapa Kelian
(sebagai kepala sub-Subak) dan beberapa juru arah untuk sub-Subak
(orang untuk melakukan komunikasi dengan anggota berkaitan dengan
kegiatan yang harus dilakukan). Mereka membuat aturan (disebut awig-
awig) biasanya lokal untuk Subak. Kehadiran Subak membuat pekerjaan
bakti sosial/penyuluhan dari pemerintah melalui Dinas Pertanian
menjadi lebih mudah.
c. Aspek Religius: terkait dengan umat Hindu di Bali, mereka percaya
bahwa Dewi padi mereka sebut Dewi Sri. Dan Tuhan yang memberi
keaktifan, kebahagiaan itu mereka sebut Dewa Wisnu. Dewa dan Dewi
ini juga prihatin dengan keberhasilan produksi tanaman di sawah. Untuk
ini, Subak membuat persembahan khusus kepada Dewa dan Dewi.
Dalam sebuah Subak biasanya mereka memiliki pura, yang terbesar
mereka sebut Bedugul (candi utama) untuk Subak, yang lebih kecil
mereka sebut Ulun Suwi, (candi ini biasanya terletak dekat dengan
bendung terbesar pertama Subak) dan yang terkecil. biasanya dekat
dengan saluran masuk air irigasi masing-masing sawah (disebut
sanggah uma/catu). Semua ritual untuk Bedugul dan Ulun Suwi
dilakukan oleh Subak, tetapi untuk sanggah uma akan dilakukan oleh
masing-masing petani.

2. Pembahasan
Menurut Norken dkk, 2017. sistem subak diyakini sudah dimulai
sejak adanya persawahan di Bali pada abad ke-9 dalam prasasti
Sukawana AI, 882 M, yang menyebutkan kata "huma" yang berarti
sawah, sedangkan pada prasasti Bebetin AI 986 M menyebutkan "undagi
pangarung" yang artinya pembangun terowongan air, kemudian pada
prasasti Pandak Badung tahun 1071 M dan Klungkung tahun 1072 M
terdapat tulisan "kasuwakan" atau "kasubakan" yang artinya daerah
irigasi. Namun di Kota Denpasar, hingga saat ini belum ada catatan yang
dapat dijadikan acuan tentang awal mula keberadaan sistem subak di
Kota Denpasar. Meskipun subak sudah ada sejak lama, namun secara
formal pengertian subak tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda)
Provinsi Bali Nomor 02/PD/DPRD/1972 tentang Pengairan Daerah Bali
(Partha, 1993). sedangkan di Daerah Peraturan Daerah Provinsi Bali No.
9 Tahun Tahun 2012, Tentang Subak, sebagai pengganti PP No.
02/PD/DPRD/1972, pengertian subak adalah: “organisasi adat di bidang
pemanfaatan air dan/atau pengelolaan tanaman pada tingkat usaha tani
masyarakat adat di Bali. yang bersifat sosio-agraris, religi, dan ekonomi
dan secara historis terus berkembang”.

2.1. Keberadaan dan perkembangan subak


Jaringan irigasi subak terdiri dari: empelan (bendungan), bungas
(konstruksi untuk pengambilan air), telabah (saluran) dan aungan
(terowongan), tembuku (bangunan untuk pembagian air), konstruksi
pelengkap seperti abangan (talang air), pekiyuh atau pepiyuh ( side
overflow), petaku (konstruksi untuk air jatuh), jengkuwung (selokan),
keluwung (anak sungai bawah tanah), titi (jembatan) dan telepus
(siphon) (Norken, 2010). Dalam sistem subak yang ditekankan adalah
keadilan dalam memperoleh air. Oleh karena itu, unit tetek ini masih
dibarengi dengan kesepakatan para petani anggota subak melalui
musyawarah, dengan mempertimbangkan kedekatan areal
persawahan yang beririgasi. Jika air yang mengalir tidak cukup untuk
mengairi seluruh areal persawahan dalam satu subak, maka
pemberian air dilakukan secara bergilir, yaitu subak dibagi menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil yang disebut tempek (subak dibagi
menjadi 2 atau 3 bagian) selanjutnya air Rotasi dilakukan pada setiap
tempe. Pola perputaran biasanya diawasi oleh patelik atau pangliman
(petugas yang ditunjuk untuk mengawasi perputaran air). Selain
bergilir, sistem subak juga memiliki pengaturan penyaluran air dengan
sistem nyorog atau disebut juga nugel bungbung, yakni mengatur
waktu tanam secara tidak serentak. Subak besar atau beberapa
subak yang sumber airnya berasal dari satu bendung (empelan)
dibagi menjadi tiga blok (hulu, tengah dan hilir). Subak yang terletak di
hulu mendapat air terlebih dahulu (disebut ngulu), subak yang terletak
di tengah mendapatkan air setelah hulu selesai mengolah tanah
(disebut maongin), kemudian subak paling hilir mendapatkan air
setelah subak tengah selesai mengolah tanah ( disebut ngasep).
Perbedaan pasokan air di setiap bagian berkisar antara 2 hingga 4
minggu. Jika subak hanya memanfaatkan air limbah dari subak di
hulu, maka subak ini disebut subak natak tiyis. Air yang telah
digunakan oleh subak tersebut kemudian dialirkan melalui saluran
drainase (telabah pengutangan). Saluran pembuangan subak oleh
subak hilir digunakan sebagai saluran pembawa (telabah)
2.2. Organisasi dan regulasi
Setiap subak di Bali umumnya memiliki nama, organisasi, dan
struktur organisasi. Anggota subak disebut Krama Subak, dan
pengurusnya disebut subak prajuru. Untuk subak kecil hanya dipimpin
oleh seorang ketua yang disebut Kelihan Subak atau Pekaseh.
Sedangkan untuk subak yang lebih besar, prajuru terdiri dari Pekaseh
(ketua), Petajuh (wakil ketua), Penyarikan atau Juru Tulis (Sekretaris),
Patengen atau Juru Raksa (Bendahara), Kasinoman atau Juru Arah
(Distributor Informasi) dan Saya (khusus pembantu yang
berhubungan dengan kegiatan keagamaan). Untuk subak yang
sangat besar atau beberapa subak disebut Subak Gede, dan dipimpin
oleh Pekaseh Gede dan Wakil Pekaseh Gede. Pada tahun 1980-an
dibentuk organisasi subak yang meliputi satu daerah aliran sungai
yang disebut Subak Agung dan dipimpin oleh Pekaseh Subak Agung.
Subak juga dapat dibagi lagi menjadi bagianbagian yang lebih kecil
yang disebut tempek/munduk dan dipimpin oleh Kelihan
Tempek/Munduk, Kelihan Tempek/Munduk berada di bawah Pekaseh
(MI Yekti dkk, 2017).
2.3. Ritual di Subak
Rangkaian ritual/upacara keagamaan dalam subak adalah
upacara keagamaan berdasarkan agama Hindu di Bali yang bertujuan
untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa yang bermanifestasi
sebagai Dewa Wisnu (Pemelihara Kehidupan berupa air) dan Dewi
Sri, manifestasi Tuhan Yang Maha Esa sebagai Dewi Kesuburan,
untuk diberikan karunia dan hasil panen yang melimpah, dan untuk
mengucapkan terima kasih selama musim tanam. Rangkaian ritual
tersebut merupakan wujud dari pelaksanaan aspek Parahyangan Tri
Hita Karana dan meliputi:
 Upacara bersama yang meliputi: Mapag/mendak toya adalah
upacara yang dilaksanakan pada saat mulai menyalurkan air
dari sumber air irigasi.
 Magurupiduka adalah upacara yang hanya dilakukan jika ada
orang yang meninggal di sawah atau saluran irigasi. Pangwiwit
adalah upacara bersama saat mulai menanam padi. Mebalik
sumpah adalah upacara yang dilakukan jika terjadi atau ada
pelanggaran besar.
 Merebu/mecaru adalah upacara untuk membersihkan atau
menyucikan alam dan manusia secara fisik (sekala) dan
spiritual (niskala).
 Marekang toya atau nabdab toya adalah upacara pembagian
air sesuai kesepakatan. Ngerestiti adalah upacara yang
dilakukan saat padi berumur satu bulan dua bulan.
 Ngusaba adalah upacara sebelum panen padi; upacara
ngusaba bisa besar atau kecil tergantung masa tanam.
Nangluk
 Merana adalah ritual untuk mengusir hama.
 Upacara perorangan meliputi: Ngendagin adalah upacara
ketika air pertama kali mengalir dari saluran irigasi ke sawah.
Ngerarasakin adalah upacara ketika selesai membajak sawah
sebelum menabur benih padi (ngurit). Mewinih adalah upacara
membuat petak penyemaian atau menebar benih padi. Ngurit
adalah upacara saat menanam atau menebar benih padi.
Nuansen adalah upacara perorangan (oleh pemilik sawah)
ketika mulai menanam padi pada hari baik (dewasa).
 Ngeroras adalah upacara yang dilakukan setelah padi
berumur 12 hari. Mebalik sumpah adalah upacara yang
dilakukan setelah padi berumur dua minggu. Mubuhin adalah
upacara yang diadakan pada saat padi berumur 15 hari.
Ngulapin adalah upacara yang dilakukan setelah
membersihkan hama tanaman yang dapat merugikan tanaman
padi.

2.4. Sistem Irigasi Subak


Sutawan (1989) menyatakan sistem irigasi subak berkaitan erat
dengan fungsi subak, Ada lima fungsi subak yaitu: pencarian dan
pendistribusian air irigasi, manajemen konflik, operasi dan
pemeliharaan saluran irigasi, upacara ritual keagamaan dan
mobilisasi sumber daya. Pada kegiatan irigasi, hubungan antara
petani terlihat pada kegiatan operasi dan pemeliharaan jaringan
seperti gotong royong dalam pembersihan dan perbaikan saluran
(Sedana, 2005). Pinjam meminjam air juga merupakan bagian dari
aspek pawongan dalam sistem subak. Tujuan dari pinjam meminjam
air ini adalah memberikan kesmepatan kepada petani peminjam untuk
mengusahakan lahan sawahnya.

2.5. Manajemen konflik


Selama ini perselisihan akibat perebutan air belum pernah terjadi.
Selama ini anggota subak dapat mengatur kebutuhan air masing-
masing. Anggota subak memiliki tenggang rasa yang tinggi dalam
pengaturan air, sehingga konflik dapat dihindari. Anggota subak akan
menegur anggota lain bila yang bersangkutan mengambil air melebihi
jatah yang sudah ditentukan. Biasanya dengan teguran saja anggota
subak sudah mengerti kesalahannya dan mengatur kembali saluran
inletnya. Pelanggaran terhadap tataguna air sudah diatur dalam awig-
awig.

2.6. Pencarian dan pendistribusian air irigasi


Seperti kasus pada Subak Umaya menggunakan air irigasi yang
berasal dari Sungai Yeh Unda. Air dari Sungai Yeh Unda dibendung
di Bendungan Umaya dan Subdem. Air dari bendungan mengalir ke
saluran primer yang berupa terowongan dan air dari subdem mengalir
ke saluran terbuka (telabah). Air dari telabah dan terowongan bertemu
pada satu saluran primer, hingga saluran tersebut sampai pada
Sungai Yeh Pandan yang memutus saluran primer subak. Terdapat
bendung kecil di Sungai Yeh Pandan yang berfungsi sebagai
bangunan pelimpah samping keluar. Bendung kecil ini bertujuan agar
air dari Sungai Yeh Unda dapat masuk ke saluran primer Subak
Umaya yang selanjutnya. Saluran selanjutnya berupa terowongan
sampai di sebelah utara Pura Bedugul. Saluran irigasi subak umaya
sudah berupa telabah setelah terowongan. Saluran sekunder Subak
Umaya berada ditengah-tengah subak. Air yang mengalir disaluran
sekunder disadap terlebih dahulu ke saluran tersier. Anggota subak
hanya diperbolehkan mengambil air dari saluran tersier untuk dialirkan
kesawah individu. Alokasi pembagian air di Subak Umaya
menggunakan alat berupa langki/bumbung dan cakangan. Subak
Umaya memiliki aturan, sawah yang letaknya dekat dengan saluran
sekunder menggunakan alat berupa langki. Hak atas air di Subak
Umaya didasarkan pada luas lahan. Luas lahan bulan tenah (rata-rata
0,25-0,30 ha) mendapatkan jatah air sebanyak 3 nyari/jari (kira-kira 5
x 5 cm), luas lahan bulan sibak (rata-rata 0,15-0, 24 ha) mendapatkan
jatah air 2 nyari/jari (kirakira 3 x 3 cm), dan luas lahan bulan depuk
(rata-rata 0,10-0,14 ha) mendapatkan jatah air 1 nyari/jari (kira-kira
1,5 x 1,5 cm) (Huda, 2012).

2.7. Mobilisasi sumber daya


Subak memerlukan sejumlah dana untuk melakukan perbaikan
dan pemeliharaan terhadap fasilitas yang dimiliki (Windia, 2006).
Sumber dana Subak Umaya berasal dari peturunan (sejumlah dana
yang harus dibayarkan ke subak) yang dibayarkan oleh krama ngarep
(anggota aktif) dan bantuan pemerintah. Pemerintah memberikan
bantuan dana setiap tahun sejak 2006. Tahun 2015 untuk
pembangunan fisik subak mendapat dana 35.750.000 dari provinsi
dan dari kabupaten Karangasem memberikan Rp 3.000.000. Subak
mendapat bantuan dana dengan jumlah yang sama pada tahun 2016.
Subak harus aktif dalam membuat proposal untuk mendapat bantuan.
Dana tersebut bisa dipergunakan untuk perbaikan fisik misalnya
perbaikan pura subak, perbaikan saluran irigasi, pembuatan jalan
usaha tani, dan penyelenggaraan ritual yang diperlukan oleh subak
secara kolektif.

2.8. Berbagai bantuan pemerintah dalam pelestarian subak


Pemerintah Kota Denpasar sejak satu dekade terakhir sangat gigih
dalam melestarikan subak dengan
memberikan berbagai bantuan dan dukungan. Upaya tersebut antara
lain:
a. Insentif pajak dan asuransi. Pemerintah menawarkan insentif
berupa pembebasan pembayaran pajak beras yang ada,
sehingga petani dapat dibebaskan dari kewajiban membayar
pajak. Selain itu, petani juga dibantu dalam bentuk asuransi
apabila terjadi gagal panen, sehingga petani tidak ragu-ragu
untuk tetap melakukan budidaya padi, karena jika terjadi gagal
maka petani tidak akan mengalami kerugian sepenuhnya.
b. Insentif untuk prajuru. Pengelola subak (prajuru) yang
tergabung dalam skema subak lestari diberikan insentif
bulanan sebesar Rp. 1.500.000 (satu juta lima ratus ribu
rupiah atau sekitar 100 USD) untuk pekaseh dan Rp. 650.000
(enam ratus lima puluh ribu rupiah atau sekitar 40 USD) untuk
petajuh/pangliman. Insentif mulai diberikan pada tahun 2018
agar prajuru dapat bekerja dengan tekun dalam mengelola
berbagai kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi subak.
c. Bantuan peralatan dan fasilitas produksi. Penyediaan alat-alat
pertanian (traktor) dan subsidi pengadaan pupuk, benih, dan
pestisida yang dibutuhkan subak, yang disalurkan melalui
Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) atau Unit Sarana
Pelayanan (UPS) yang dibentuk oleh Prajuru dan Krama
Subak.
d. Pendampingan dan pengawasan dalam memelihara
adat/tradisi dan pertanian. Pemerintah melalui Dinas
Kebudayaan Kota Denpasar memberikan bantuan perubahan
aturan internal (awig-awig) subak dan memberikan bantuan
uang terkait pelaksanaan ritual yang dilakukan oleh subak dan
memberikan berbagai bantuan terkait penerapan teknis bertani
dari departemen Pertanian.
e. Distribusi hasil panen padi. Pemerintah Kota Denpasar saat ini
membantu para petani untuk mendistribusikan hasil panen
yang sudah berupa beras untuk dibeli oleh seluruh pegawai di
lingkungan Pemerintah Kota Denpasar agar petani anggota
subak bisa mendapatkan harga yang layak. Mendukung dan
membantu kawasan subak menjadi kawasan ekowisata.
Memberikan pengawasan agar kawasan subak di Denpasar
dapat menjadi kawasan ekowisata dengan membangun
fasilitas penunjang seperti pedestrian untuk jogging track,
termasuk membantu memperbaiki dan memelihara saluran
irigasi khususnya saluran tersier di tengah kawasan subak.
f. Rencana pemberian beasiswa. Ke depan, Pemerintah akan
memberikan beasiswa kepada anak-anak petani subak untuk
meningkatkan pendidikan hingga ke jenjang sarjana.

Berbagai bantuan yang diberikan pemerintah telah dirasakan oleh para anggota
subak terutama dalam meningkatkan pendapatannya sebagai petani sehingga
baik subak Prajuru maupun Krama sangat antusias dan berkomitmen untuk
melestarikan subak di Kota Denpasar.

Sutawan (2005) mengatakan bahwa sistem subak memiliki peran dan fungsi
yang beragam (multifunctional roles), yang tidak semata-mata untuk
menghasilkan pangan. Beberapa fungsi subak dengan lahan sawah beririgasi
tersebut adalah:

 fungsi produksi dan ekonomi guna menjamin ketahanan pangan;


 fungsi lingkungan yang mencakup pengendalian banjir, pengendalian
erosi, pengisian kembali air tanah (ground wáter recharge), purifikasi
udara dan air serta pemberi hawa sejuk;
 fungsi ekologi (hábitat berbagai jenis spesies yang memberi sumber
protein bagi petani dan sangat pening bagi terpeliharanya
keanekaragaman hayati;
 fungsi sosial budaya, yaitu penyangga tradisi dan nilai-nilai sosial budaya
perdesaan
 fungsi pembangunan perdesaan, yaitu sumber air minum untuk ternak,
cuci dan mandi bagi penduduk desa, menyediakan kesempatan kerja
bagi penduduk desa; dan
 fungsi ekowisata dan agrowisata karena adanya daya tarik keindahan
pemandangan berupa sawah teras dan alam perdesaan serta kehidupan
masyarakat perdesaan dan pertanian yang dilengkapi dengan kekayaan
tradisinya termasuk keanekaragaman produksi pertaniannya.

Kuswanto (1977) mengungkapkan bahwa organisasi pengelola air irigasi


(subak) dipandang dari fungsi dan keuntungannya agar tetap mempertahankan
sifat sosialnya di dalam mengahadapi isu semakin kompetitifnya pengelolaan
sumber daya air dewasa ini. Beberapa pertimbangannya adalah sebagai berikut:
(i) pemilikan hak guna atas air dan jaringan irigasi oleh subak sebagai
perkumpulan petani pengelola air (P3A) bersifat kolektif; dan (ii) P3A dapat
berfungsi sebagai instrumen untuk menciptakan dan menjaga pemerataan
ekonomi di kalangan petani anggota

3. Kesimpulan
Secara umum, itu dapat disimpulkan, bahwa Subak di Bali adalah
pertanian tradisional yang unik sistem dan telah ada selama berabad-
abad dan masih sebagai badan yang mengesankan di bidang pertanian.
Dalam kegiatan sosial, Subak sebagai koperasi khusus dalam kegiatan
pertanian. Secara spiritual Subak sangat erat kaitannya dengan budaya
Bali. Keberhasilan Subak merupakan bagian dari keberhasilan program
produksi pertanian. Di Bali, istilah Subak telah digunakan untuk pertanian
kering / dataran tinggi, dan mereka disebut "Subak Abian" (abian berarti
perkebunan dalam bahasa Bali). Kedua subak tersebut berperan penting
dalam meningkatkan produksi pertanian di sawah/sawah dan di lahan
kering/gotong. Selain keberhasilan subak-subak tersebut, perbaikan-
perbaikan perlu dilakukan untuk menjadikan subaksubak tersebut lebih
baik dan meningkat kualitasnya secara ilmiah. Untuk itu penelitian di
lapangan pada multilokasi dan iklim yang bervariasi perlu dilakukan.
Jelas bahwa untuk menyukseskan sistem pengelolaan air sebagai Subak,
diperlukan organisasi petani yang aktif. Dalam organisasi ini diperlukan
seorang pemimpin yang memimpin dan mengkoordinir seluruh anggota /
petani dalam membangun sistem pengelolaan air yang baik dilengkapi
dengan semua tugas terkait. Kebutuhan air berdasarkan pola tanam padi-
palawija-palawija. Sistem penanaman yang diterapkan adalah ngulu-
ngasep. Subak menerapkan sistem continues flow pada tanaman padi
saat air mencukupi dan intermitten flow untuk palawija dan padi ketika
sulit air. Konflik akibat air belum pernah terjadi karena adanya tenggang
rasa dan awig-awig yang mengatur. Saluran yang menjadi tanggung
jawab subak dimulai dari trowongan setelah Sungai Yeh Masin sampai ke
saluran tersier dimana pemeliharaannya dilakukan setiap tanam padi oleh
tempek yang bersangkutan. Upacara ritual dilaksanakan secara kolektif
dan individu. Sumber dana berasal dari anggota aktif dan pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA
Ambarawati, I G.A.A. 2005. Strategi Pembangunan Pertanian Bali Berbasis

Subak. Dalam Pitana dan Setiawan AP. editor. Revitalisasi Subak dalam

Memasuki Era Globalisasi. Yogyakarta

Awig-Awig Subak Umaya. TT. Awig-Awig Subak Umaya Pasedahan Yeh Unda

Teben Desa Talibeng Kecamatan Sidemen Kab. Dati. II Karangasem.

Karangasem

Huda, Nurul M, Donny.H dan Dwi.P. 2012. Kajian Sistem Pemberian Air Irigasi

Sebagai Dasar Penyusunan Jadwal Rotasi Pada Daerah Irigasi Tumpang

Kabupaten Malang. Jurnal Teknik Pengairan. Volume 3 No 2 Desember

2012. Hlm 221-229.

IGN Partha, Peraturan Daerah (Perda) Bali No. 02/PD/DPRD/1972 tentang

Irigasi Provinsi Bali ( Upada Sastra, Denpasar, 1993)

INNorken, IK Suputra, IGNK Arsana, J AAH 21, 245 (2017)

Kuswanto, H. 1997. Dasar-dasar teknologi produksi dan sertifikasi benih.

Yogyakarta : Penerbit Andi.

MI Yekti, B. Schultz, IN Norken, AH Gany, L. Hayde, J. Irrig. Mengeringkan 66, 4

(2017)

MM Pastika Peraturan Daerah (Perda) Bali No. 9 tahun 2012 tentang Subak

( DPRD Provinsi Bali, Denpasar, 2012)

Norken, IK Suputra, IGNK Arsana, Prok. Komisi Internasional untuk Irigasi dan

Deainage (ICID-CIID) ( 2010)

Lansing, JS dan JH Miller. 2004. Kerjasama, permainan, dan umpan balik

ekologis: Beberapawawasan dari Bali. Internet. 29 hal.

Ramaswati, A., Zimmerman, JB dan Mihelcic, JR 2007. Sci. Teknologi. 41(10):

hal.3422-3430.

Sriartha, I P., Sri Rum Giyarsih .2017. Ketahanan Subak Menghadapi

Perkembangan Eksternal di Bali Selatan, Indonesia. Jurnal Manajemen


Riset Internasional, Riset Internasional

Sutawan, N. 2005. Subak Menghadapi Tantangan Globalisasi. Dalam Pitana dan

Setiawan AP. editor.. Revitalisasi Subak dalam Memasuki Era

Globalisasi. Yogyakarta: Andi.

Sutawan. 1989. Farmer-Managed Irrigation Systems and the Impact of

Government assistance: A Note From Bali Indonesia. Sri Lanka:

International Irrigation Management Institute

Windia, W. dan Wayan Alit Artha Wiguna .2013. Subak sebagai Warisan

Budaya Dunia. Denpasar : Pers Universitas Udayana

Anda mungkin juga menyukai