PERTANIAN BERLANJUT
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
1. Pendahuluan
Subak adalah organisasi petani untuk pengelolaan air irigasi yang
memiliki luas lahan tertentu atau memiliki sumber air, memiliki otonomi
dan Pura Subak. Menurut Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 2 Tahun
1972, sistem irigasi Subak, didefinisikan sebagai masyarakat hukum adat
yang bersifat agraris-sosio-religius, yang merupakan perkumpulan petani
yang mengelola air irigasinya di persawahan. Dewan UNESCO di Rusia
pada akhir Juni 2012 memutuskan bahwa organisasi subak diterima
sebagai Warisan Budaya Dunia. Sistem subak berbeda dengan Warisan
Budaya Dunia lainnya karena didasarkan pada konsep atau filosofi Tri
Hita Karana (THK) yang memiliki makna tiga arah menuju kebahagiaan
hidup, terdiri dari parhyangan ( hubungan yang harmonis antara manusia
dan Tuhan), palemahan ( hubungan yang harmonis antara manusia dan
lingkungan alam) dan pawongan ( hubungan yang harmonis antara
manusia dengan manusia) (Windia, 2013).
Subak adalah Organisasi petani yang menyelenggarakan daerah
irigasi, yang setiap anggotanya memiliki areal persawahan, mata air
tertentu, memiliki otonomi dan Pura Subak. Anggota pengelolaan air
irigasi subak selalu berlandaskan pada konsep filosofis Tri Hita Karana
(THK). THK merupakan salah satu falsafah hidup yang bersumber dari
agama Hindu. Secara harfiah, filosofi Tri berarti tiga, Hita berarti
kebahagiaan dan Karana berarti sebab. THK berarti tiga jalan menuju
kebahagiaan hidup. Filosofi THK terdiri dari Parhyangan ( hubungan yang
harmonis antara manusia dan Tuhan), palemahan ( hubungan yang
harmonis antara manusia dengan lingkungan sekitarnya) dan Pawongan (
hubungan yang harmonis antara manusia dengan manusia lainnya).
Implementasi Subak berupa konsep Parhyangan dapat dilihat dengan
adanya Pura Subak yang digunakan oleh anggota Subak untuk
melakukan ibadah guna menjalin hubungan yang harmonis dengan
Tuhan Yang Maha Esa. Konsep dari palemahan dapat dilihat dengan
adanya pengelolaan air irigasi di areal persawahan dan adanya unsur-
unsur persawahan. Konsep dari Pawongan dapat dilihat dari organisasi
subak yang bersifat otonom dan keberadaan Krama Subak (anggota
Subak).
Selama berabad-abad, petani Bali telah terlibat dalam praktik
pertanian kooperatif (Stephen Lansing dan Miller, 2004). Subak di Bali
memiliki fungsi untuk mendistribusikan air secara merata dan tepat di
antara anggotanya. Organisasi koperasi ini kemudian terkenal dengan
nama Subak. Sebenarnya Subak terdiri dari tiga aspek:
a. Aspek usahatani/teknis: aspek ini menyangkut luas lahan, tanaman dan
teknik produksi tanaman. Sejauhmana Sistem Tanam dan Pola
Tanam.Kemudian kegiatan lain yang berkaitan dengan kegiatan
pertanian termasuk pengelolaan air irigasi. Kegiatan terakhir ini dikelola
dalam sebuah organisasi baik yang terkenal bernama Subak. Dan
beberapa kali mereka sebagai definisi dari Subak. Untuk kelebihan air
salah satu petani tidak bisa mengalirkan air ke tanah tetangga, tetapi
harus memiliki parit khusus (drainase parit) dan mengalirkan air ke parit
umum yang lebih rendah. Daerah atau teritorial suatu subak yang relatif
kecil biasanya pada daerah tertentu dengan sumber air irigasi yang
sama. Berdasarkan lokasi subak ini, anggota subak mungkin berasal
dari beberapa desa di sekitar lokasi subak. Di wilayah Subak yang luas,
dengan sumber air irigasi yang besar, situs mungkin dibagi menjadi
beberapa Subak. Pembagian lokasi dilakukan secara bijaksana
berdasarkan subbagian air irigasi. Di subak yang relatif kecil pembagian
seperti ini mungkin bisa dilakukan, tetapi mereka disebut Tempek (terdiri
dari beberapa petani yang terkait dengan wilayah blok). Hal ini dilakukan
agar lebih terorganisir dalam melakukan dan mengkomunikasikan
segala sesuatu yang berhubungan dengan Subak. Penyatuan beberapa
subak dalam satu wilayah yang luas kita sebut sebagai Subak Gede
(gede artinya besar). Anggota Subak rata-rata 92 pertanian individu kecil
(Ramaswati et al., 2007); Hal ini dilakukan agar lebih terorganisir dalam
melakukan dan mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan
dengan Subak. Penyatuan beberapa subak dalam satu wilayah yang
luas kita sebut sebagai Subak Gede (gede artinya besar). Anggota
Subak rata-rata 92 pertanian individu kecil (Ramaswati et al., 2007); Hal
ini dilakukan agar lebih terorganisir dalam melakukan dan
mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan Subak.
Penyatuan beberapa subak dalam satu wilayah yang luas kita sebut
sebagai Subak Gede (gede artinya besar). Anggota Subak rata-rata 92
pertanian individu kecil (Ramaswati et al., 2007);
b. Aspek sosial: kepedulian terhadap organisasi petani padi dengan segala
kegiatan yang harus mereka lakukan untuk Subak. Organisasi sosial ini
terdiri dari anggota (petani padi) dan beberapa di antaranya menjadi
pengurus organisasi tersebut. Anggota subak dapat berupa pemilik
sawah atau wakilnya. Orang-orang di dewan, mereka pilih secara
demokratis dalam rapat subak. Pengurus Subak terdiri dari: Pekaseh
(sebagai kepala Subak) kemudian dibantu oleh beberapa Kelian
(sebagai kepala sub-Subak) dan beberapa juru arah untuk sub-Subak
(orang untuk melakukan komunikasi dengan anggota berkaitan dengan
kegiatan yang harus dilakukan). Mereka membuat aturan (disebut awig-
awig) biasanya lokal untuk Subak. Kehadiran Subak membuat pekerjaan
bakti sosial/penyuluhan dari pemerintah melalui Dinas Pertanian
menjadi lebih mudah.
c. Aspek Religius: terkait dengan umat Hindu di Bali, mereka percaya
bahwa Dewi padi mereka sebut Dewi Sri. Dan Tuhan yang memberi
keaktifan, kebahagiaan itu mereka sebut Dewa Wisnu. Dewa dan Dewi
ini juga prihatin dengan keberhasilan produksi tanaman di sawah. Untuk
ini, Subak membuat persembahan khusus kepada Dewa dan Dewi.
Dalam sebuah Subak biasanya mereka memiliki pura, yang terbesar
mereka sebut Bedugul (candi utama) untuk Subak, yang lebih kecil
mereka sebut Ulun Suwi, (candi ini biasanya terletak dekat dengan
bendung terbesar pertama Subak) dan yang terkecil. biasanya dekat
dengan saluran masuk air irigasi masing-masing sawah (disebut
sanggah uma/catu). Semua ritual untuk Bedugul dan Ulun Suwi
dilakukan oleh Subak, tetapi untuk sanggah uma akan dilakukan oleh
masing-masing petani.
2. Pembahasan
Menurut Norken dkk, 2017. sistem subak diyakini sudah dimulai
sejak adanya persawahan di Bali pada abad ke-9 dalam prasasti
Sukawana AI, 882 M, yang menyebutkan kata "huma" yang berarti
sawah, sedangkan pada prasasti Bebetin AI 986 M menyebutkan "undagi
pangarung" yang artinya pembangun terowongan air, kemudian pada
prasasti Pandak Badung tahun 1071 M dan Klungkung tahun 1072 M
terdapat tulisan "kasuwakan" atau "kasubakan" yang artinya daerah
irigasi. Namun di Kota Denpasar, hingga saat ini belum ada catatan yang
dapat dijadikan acuan tentang awal mula keberadaan sistem subak di
Kota Denpasar. Meskipun subak sudah ada sejak lama, namun secara
formal pengertian subak tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda)
Provinsi Bali Nomor 02/PD/DPRD/1972 tentang Pengairan Daerah Bali
(Partha, 1993). sedangkan di Daerah Peraturan Daerah Provinsi Bali No.
9 Tahun Tahun 2012, Tentang Subak, sebagai pengganti PP No.
02/PD/DPRD/1972, pengertian subak adalah: “organisasi adat di bidang
pemanfaatan air dan/atau pengelolaan tanaman pada tingkat usaha tani
masyarakat adat di Bali. yang bersifat sosio-agraris, religi, dan ekonomi
dan secara historis terus berkembang”.
Berbagai bantuan yang diberikan pemerintah telah dirasakan oleh para anggota
subak terutama dalam meningkatkan pendapatannya sebagai petani sehingga
baik subak Prajuru maupun Krama sangat antusias dan berkomitmen untuk
melestarikan subak di Kota Denpasar.
Sutawan (2005) mengatakan bahwa sistem subak memiliki peran dan fungsi
yang beragam (multifunctional roles), yang tidak semata-mata untuk
menghasilkan pangan. Beberapa fungsi subak dengan lahan sawah beririgasi
tersebut adalah:
3. Kesimpulan
Secara umum, itu dapat disimpulkan, bahwa Subak di Bali adalah
pertanian tradisional yang unik sistem dan telah ada selama berabad-
abad dan masih sebagai badan yang mengesankan di bidang pertanian.
Dalam kegiatan sosial, Subak sebagai koperasi khusus dalam kegiatan
pertanian. Secara spiritual Subak sangat erat kaitannya dengan budaya
Bali. Keberhasilan Subak merupakan bagian dari keberhasilan program
produksi pertanian. Di Bali, istilah Subak telah digunakan untuk pertanian
kering / dataran tinggi, dan mereka disebut "Subak Abian" (abian berarti
perkebunan dalam bahasa Bali). Kedua subak tersebut berperan penting
dalam meningkatkan produksi pertanian di sawah/sawah dan di lahan
kering/gotong. Selain keberhasilan subak-subak tersebut, perbaikan-
perbaikan perlu dilakukan untuk menjadikan subaksubak tersebut lebih
baik dan meningkat kualitasnya secara ilmiah. Untuk itu penelitian di
lapangan pada multilokasi dan iklim yang bervariasi perlu dilakukan.
Jelas bahwa untuk menyukseskan sistem pengelolaan air sebagai Subak,
diperlukan organisasi petani yang aktif. Dalam organisasi ini diperlukan
seorang pemimpin yang memimpin dan mengkoordinir seluruh anggota /
petani dalam membangun sistem pengelolaan air yang baik dilengkapi
dengan semua tugas terkait. Kebutuhan air berdasarkan pola tanam padi-
palawija-palawija. Sistem penanaman yang diterapkan adalah ngulu-
ngasep. Subak menerapkan sistem continues flow pada tanaman padi
saat air mencukupi dan intermitten flow untuk palawija dan padi ketika
sulit air. Konflik akibat air belum pernah terjadi karena adanya tenggang
rasa dan awig-awig yang mengatur. Saluran yang menjadi tanggung
jawab subak dimulai dari trowongan setelah Sungai Yeh Masin sampai ke
saluran tersier dimana pemeliharaannya dilakukan setiap tanam padi oleh
tempek yang bersangkutan. Upacara ritual dilaksanakan secara kolektif
dan individu. Sumber dana berasal dari anggota aktif dan pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarawati, I G.A.A. 2005. Strategi Pembangunan Pertanian Bali Berbasis
Subak. Dalam Pitana dan Setiawan AP. editor. Revitalisasi Subak dalam
Awig-Awig Subak Umaya. TT. Awig-Awig Subak Umaya Pasedahan Yeh Unda
Karangasem
Huda, Nurul M, Donny.H dan Dwi.P. 2012. Kajian Sistem Pemberian Air Irigasi
(2017)
MM Pastika Peraturan Daerah (Perda) Bali No. 9 tahun 2012 tentang Subak
Norken, IK Suputra, IGNK Arsana, Prok. Komisi Internasional untuk Irigasi dan
hal.3422-3430.
Windia, W. dan Wayan Alit Artha Wiguna .2013. Subak sebagai Warisan