Abstract
Subak is a traditional organization with unique cohesive and coercive
binding power at different level of hierarchy. An ethnomethodological approach
was employed in an attempt to understand the Balinese subak organization.
Regencies of Gianyar and Tabanan were selected as the study area. The objectives
of this research are to recognize institutional elements of the subak and to describe
the socio-institutional related variables within the organization. The expected
outcomes of the activity are: 1) institutional characteristics of the Balinese subak,
including technosocial characteristics and management style, 2) cohesion power
and pattern of the subak among its members, and 3) logical interpretation of
indexical expressions used in relation to subak’s routine operation. For the
purpose of this study, collection and analysis of indexical expressions,
conversational analysis and observation, and analysis on nonverbal interaction
were employed through the implementation of ethnomethodology. This paper
describes subak’s socio-religious existence, management style and cohesion
power highlighting the community’s indexical expressions and their relation with
farmer’s actual acts in the respective agro-socio-ecosystems.
Keywords: Social institutions, organization, participatory management, ritual
Abstrak
Subak adalah suatu organisasi tradisional yang memiliki kekuatan kohesif
dan koersif yang unik pada tiap hierarki. Suatu pendekatan etnometodologi
dilakukan untuk memahami kelembagaan subak di Bali. Kabupaten Gianjar dan
Tabanan terpilih sebagai wilayah pusat pendekatan etnometodologi tersebut.
Tujuan penelaahan ini adalah untuk memahami elemen-elemen kelembagaan
subak serta untuk menjabarkan kaitan berbagai peubah sosial kelembagaan dalam
organisasi tersebut. Keluaran yang diharapkan dari kegiatan ini adalah: 1)
karakteristik kelembagaan subak di Bali, termasuk karakteristik teknososial dan
gaya pengelolaan atau "management style", 2) pola kekuatan kohesif
kelembagaan subak dan antar anggota subak, dan 3) penjabaran logis terhadap
ekspresi indeksikal yang dijumpai dalam rutinitas subak. Untuk kepentingan
penelaahan ini, pengumpulan dan analisis ekspresi indeksikal, pengamatan dan
analisis percakapan, serta analisis interaksi nonverbal diterapkan dalam konteks
implementasi pendekatan etnometodologi. Makalah ini mengungkap kehadiran
kelembagaan sosial religius subak, pola pengelolaan dan kekuatan kohesif
kelembagaan yang mengungkap ekspresi indeksikal serta kaitannya dengan
tindakan praktis petani dalam lingkungan agro-ekosistem masing-masing.
Kata kunci: Kelembagaan sosial, organisasi, pengelolaan partisipatif,
upacara
PENDAHULUAN
Pulau Bali atau yang juga disebut sebagai pulau seribu pura merupakan salah
satu provinsi yang ada di Indonesia. Bali dikenal sebagai daerah tujuan wisata
yang sangat populer, tidak saja di Indonesia tetapi juga mancanegara. Citra dan
identitas Bali sebagai daerah tujuan wisata yang indah, agung, eksotis, lestari,
dengan perilaku masyarakatnya yang ramah dan bersahaja, ditopang oleh adat
istiadat dan budayanya yang mendasarkan pada prinsip keharmonisan dan
keseimbangan dengan bertumpu pada nilai-nilai Agama Hindu dan falsafah hidup
Tri Hita Karana. Kedua ajaran ini saling berkaitan di mana agama Hindu menjiwai
falsafah Tri Hita Karana, dan sebaliknya falsafah Tri Hita Karana mendasarkan
pada ajaran agama Hindu.
Terdapat banyak sekali kearifan lokal di Bali yang menarik untuk dikaji,
salah satu yang menarik untuk dikaji dari kearifan lokal Bali adalah Subak. Sistem
irigasi subak di Bali telah diakui dunia. Windia (2013: 138) UNESCO
menetapkan subak sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) dalam suatu sidang di
Pittsburg Rusia pada tanggal 29 Juni 2012. Label resmi yang diberikan
UNESCO untuk subak sebagai warisan budaya dunia adalah Cultural Landscape
of Bali Province: Subak as Manifestation of Tri Hita Karana Philosophy.
Pengakuan UNESCO itu mencerminkan beberapa hal, yaitu pengakuan
terhadapeksistensi lembaga subak sistem subak yang menerapkan konsep Tri Hita
Karana (THK), dan lanskap yang hadir di Bali dalam bentuk persawahan subak
adalah lanskap yang berisikan muatan aktivitas budaya. Sejak berabad-abad lalu,
secara faktual kita telah menerima berbagai teknologi dari belahan dunia lain.
Tetapi, kini dunia mengakui bahwa kita telah memberi kepada belahan dunia
lain dalam bentuk kebudayaan. Masalahnya adalah bagaimana kita harus dapat
menjaga kepercayaan dunia ini, agar subak dapat abadi dan berlanjut sepanjang
masa. Karena subak tidak saja menghadirkan kawasan sawah yang menghasilkan
bahan makanan untuk umat manusia, tetapi kini subak juga diakui sebagai
lembaga menghadirkan nilai-nilai kebudayaan.
PEMBAHASAN
2. Organisasi Subak
Pengelolaan air irigasi subak adalah menyangkut organisasi pengelola
beserta seperangkat pengaturan operasional organisasi yang disebut awig-
awig. Pradnyawati (2013: 3) Organisasi subak dipimpin oleh seorang ketua
yang disebut pekaseh. Dalam operasional hariannya, ketua dibantu seorang
sekretaris yang disebut penyarikan. Selanjutnya, organisasi yang terbawah
merupakan anggota kelompok yang disebut kerama subak. Struktur
organisasi subak juga telah dilengkapi dengan pengurus yang lainnya seperti
bendahara yang disebut dengan petengen, dan pembantu umum atau
sebutannya adalah saye.
Adapun tugas dan fungsi dari masing-masing pengurus subak adalah
sesuai dengan hasil kesekapatan yang telah dituangkan di dalam awig-awig
subak. Kelihan Subak mempunyai tanggung jawab dalam melaksanakan tugas
sebagai berikut:
a. Selalu bertanggung jawab pada seluruh kegiatan internal subak yang
berdasarkan pada ketentuan awig-awig subak dan juga kebiasaan yang
berlaku di desa adat
b. Menyampaikan berbagai informasi dan melaksanakan kebijaksanaan
dari pemerintah kepada anggota subak yang berkaitan dengan kegiatan
subak baik di aspek pertanian, irigasi dan lain sebagainya;
c. Memimpin rapat subak dan selanjutnya mengambil dan menetapkan
keputusan subak dengan mengakomodasikan berbagai kepentingan
anggota subak
d. Mengkoordinasikan penyusunan perencanaan subak bersama dengan
anggota
e. Menjadi penghubung antar pihak subak dengan pihak luar (pemerintah).
12. Mebanten manyi Pada saat panen Memohon kepada TYE agar
pelaksanaan panen dapat berjalan
dengan baik
16. Mendak toya Pada saat akan Memohon kepada Tuhan agar air
menjemput air irigasi cukup untuk
dari sumbernya pertanamannya
PENUTUP
Subak merupakan suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakter
sosio-agraris-religius yang merupakan perkumpulan petani dan masyarakat yang
mengelola air irigasi dilahan sawah. Dengan perkembangan jaman yang begitu
pesat diharapkan petani atau masyarakat tidak melupakan subak sebagai sistem
pengairan tradisional dan merupakan salah satu kebudayaan yang terdapat di Bali.
Pada awalnya sistem subak hanya mengelola air irigasi untuk kepentingan
anggotanya. Namun, sesuai dengan perkembangan jaman dan dengan adanya
kegiatan bersifat ekonomi maka dalam perkembangannya sistem subak juga
mengelola keuangan organisasi. Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan petani
mampu mengelola dirinya sendiri dan membentuk organisasi mandiri.
DAFTAR PUSTAKA
Budiasa, I., W. (2010).Peran Ganda Subak Untuk Pertanian Berkelanjutan Di
Provinsi Bali. Jurnal AGRISEP, Vol. 9 No.2
Guntoro, S. (1996).Wisata Agro Di Bali Majalah Warta Pemda. Diterbitkan
Untuk HUT Pemda Bali ke-38 14 Agustus.
Mahdalena, N. (2016). Nilai Kearifan Lokal “Subak” Sebagai Modal Sosial
Transmigran Etnis Bali. Jurnal Akuntansi Multiparadigma JAMAL. Vol. 7
No. 2
Mbete, A., M., et al. (1998).Proses & Protes Budaya Persembahan Untuk Ngurah
Bagus. Denpasar: PT. Offset BP Denpasar.
Norken I., N., I., K., S. dan I.G.N.Kerta Arsana (2015). Aktivitas Aspek
Tradisional Religius Pada Irigasi Subak:Studi Kasus Pada Subak Piling,
Desa Biaung, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Laporan
Penelitian Program Magister Teknik Sipil. Program Pascasarjana
Universitas Udayana Denpasar.
Pradnyawathi, N., L., M. & Adnyana, G., M. (2013). Pengelolaan Air Irigasi
Sistem Subak. Jurnal DwijenAGRO. Vol. 3 No. 2.
Suputra, I., K. (2008). Efektivitas Pengelolaan Sumber Air Untuk Kebutuhan Air
Irigasi Subak di Kota Denpasar. Tesis Program Pascasarjana Universitas
Udayana.Denpasar
Windia. W. (2013). Penguatan Budaya Subak Melalui Pemberdayaan Petani.
Jurnal Kajian Bali Vol. 3 No. 2.
_________., Sumiyati., Sudana, G. (2015). Aspek Ritual Pada Sistem Irigasi
Subak Sebagai Warisan Budaya Dunia. Jurnal Kajian Bali Vol. 5 No. 1
Wiguna A., A. dan Surata. (2008). Multifungsi Ekosistem Subak dalam
Pembangunan Pariwisata. Yogyakarta: Aksara Indonesia