Anda di halaman 1dari 7

TUGAS II

PEMBAHARUAN DALAM PEMBELAJARAN DI SD (PDGK4505)

Nama : Ni Wayan Wija Stuti


NIM 859038899
Program : S1 PGSD
PokJar : Denpasar

JAWABAN

1. Empat prinsip konstruktivistik sosial, antara lain:


1) Pembelajaran Sosial (social learning)
Pendekatan pembelajaran yang dipandang sesuai adalah pembelajaran kooperatif yaitu
siswa belajar melalui interaksi bersama dengan orang dewasa atau teman yang lebih
cakap
2) Zone of Proximal Development (ZPD)
Siswa bekerja dalam ZPD jika siswa tidak dapat memecahkan masalah sendiri, tetapi
dapat memecahkan masalah itu setelah mendapat bantuan orang dewasa atau
temannya. Bantuan atau support diberikan agar siswa mampu mengerjakan tugas atau
soal yang lebih tinggi tingkat kerumitannya daripada tingkat perkembangan kognitif
anak.
3) Cognitive Apprenticeship
Yaitu proses yang digunakan seorang pelajar secara bertahap untuk memperoleh
keahlian melalui interaksi dengan ahli, bisa orang dewasa seperti gutu atau teman
sebaya yang lebih pandai. Pengajaran siswa adalah suatu bentuk masa magang/
pelatihan.
4) Pembelajaran Termediasi (Mediated Learning)
Vygostky menekankan pada scaffolding yaitu bantuan yang diberikan oleh orang lain
kepada anak untuk membantunya mencapai kemandirian. Siswa diberi masalah yang
kompleks, sulit, dan realistik, dan diberi bantuan secukupnya dalam memecahkan
masalah tersebut. Bantuan yang diberikan dapat berupa petunjuk, peringatan, motivasi,
menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang lebih mudah untuk dipahami

2. Perbedaan proses enkulturasi dan akulturasi budaya dalam pendidikan anak:


a. Proses enkulturasi
Suatu proses sosial yang dilakukan oleh seorang individu dalam mempelajari dan
menyesuai kan pikiran serta sikapnya dengan adat istiadat, sistem norma, tata sosial,
dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Terjadinya enkulturasi
seringkali dimulai dari kegiatan belajar dengan meniru, kemudian dari tindakan
meniru tersebut dapat diinternalisasikan atau di masukan dalam kepribadiannya
Contoh:
ketika siswa sejak kecil sudah terbiasa untuk mendapatkan pendidikan mengenal
pancasila, sebagai ideologi atau landasan negara yang tidak dapat diganggu gugat.
Pengenalan ini kemudian diterapkan terus menerus dalam kehidupan, hingga akhirnya
anak tersebut benar-benar mengenal ideologi bangsa bahkan mengamalkan nilai-nilai
yang terkandung didalamnya sehingga kebiasaan disiplin, bertanggung jawab, hidup
rukun bahkan semangat nasionalisme sudah terbawa hingga ia dewasa.
b. Proses akulturasi
Perpaduan dua buah budaya yang menghasilkan budaya baru tanpa menghilangkan
unsur-unsur asli dalam budaya tersebut.
Contoh:
Pada saat masuknya Hindu-Budha, sebagian masyarakat Indonesia sudah mulai
mengenal budaya baca tulis. Beberapa bukti yang nyata adalah digunakannya bahasa
Sansekerta dan Huruf Pallawa dalam kehidupan sebagian masyarakat Indonesia.

3. Pendekatan SETS (Science, Environment, Technology, and Society), merupakan


kepanjangan dari sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. Dasar pendekatan ini,
diharapkan siswa akan memiliki kemampuan memandang suatu cara yang terintegrasi
dengan memperhatikan keempat unsur tersebut, sehingga dapat diperoleh pemahaman
yang lebih mendalam tentang pengetahuan. Urutan ringkasan pendekatan ini memberi
makna bahwa untuk menggunakan sains (S-pertama) ke bentuk teknologi (T) dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat (S-kedua) diperukan pemikiran tentang berbagai
implikasinya pada lingkungan (E) secara fisik maupun mental.
Secara tidak langsung, hal ini menggambarkan arah pendekatan SETS yang relative
memiliki kepedulian terhadap lingkungan kehidupan atau sistem kehidupan manusia itu
sendiri. Jadi, pendidikan SETS (Science, Environment, Technology, and Society), bukan
hanya sebatas angan-angan saja, melainkan benar-benar membahas sesuatu yang nyata
yang bisa dipahami, dilihat, dibahas dan dipecahkan jalan keluar atau dicari solusinya.
Dengan kata lain, pendekatan ini didefinisikan sebagai sarana belajar mengajar mengenai
sains dan teknologi dalam konteks pengalaman manusia. Hal tersebut berarti bahwa
peserta didik dalam tidak hanya mempelajari teori tentang sains (ilmu pengetahuan) saja,
melainkan juga melihat dalam kehidupan nyata atas segala sesuatu yang berhubungan
dengan teori yang dipelajari, sehingga akan berdampak positif dalam pemahaman untuk
diterapkan.
4. Gandal dan Finn:1992; Bahmuller : 1996; Winataputra, 1999 menyatakan bahwa wujud
pendidikan dalam paradigma baru menuntut adanya hal-hal sebagai berikut, yaitu:
1) Memberikan perhatian yang cermat serta usaha yang sungguh-sungguh pada
pengembangan pengertian tentang the root and branches of democratic ideas yaitu
hakikat dan karakteristik aneka ragam demokrasi yang berkembang diseluruh penjuru
dunia bukan hanya di Indonesia
2) Mengembangkan kurikulum pendidikan yang sengaja dirancang untuk memfasilitasi
siswa agar mampu mengeksplorasi terkait cita-cita demokrasi
3) Tersedianya sumber belajar yang memungkinkan siswa mengeksplorasi sejarah
demokrasi di negaranya untuk dapat menjawab persoalan apakah kekuatan dan
kelemahan demokrasi yang diterapkan dinegaranya sendiri
4) Tersedianya sumber belajar yang dapat memfasilitasi siswa untuk memahami
penerapan demokrasi di negara lain sehingga mereka memiliki wawasan yang luas
tentang ragam ide dan sistem demokrasi dalam berbagai konteks
5) Dikembangkannya sebagai kelas democratic laboratory, lingkungan sekolah/ kampus
sebagai micro cosmos of democracy dan masyarakat luas sebagai open global
classroom yang memungkinkan siswa dapat belajar demokrasi dalam situasi
berdemokrasi dan untuk melatih diri menjadi warga negara yang demokratis.

5. Model PKKBI memilki karakeristik substansi dan psiko-pedagogis sebagai berikut:


1) Bergerak dalam konteks substansif dari sosio-kultural kebijakan publik sebagai salah
satu koridor demokrasi yang berfungsi sebagai wahana interaksi warga negara dengan
negara dalam melaksanakan hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya sebagai warga
negara Indonesia yang cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab, yang secara
kurikuler dan pedagogis merupakan misi utama pendidikan kewarganegaraan.
2) Menerapkan model portofolio-based learning atau “model belajar yang berbasis
pengalaman utuh peserta didik” dan potofolio-assisted assesment atau ”penilaian
berbantuan hasil belajar utuh peserta didik” yang dirancang dalam desain
pembelajaran yang memadukan secara sinergis model-model social problem solving
(pemecahan masalah), social inquiry (penelitian sosial), social involement (perlibatan
sosial), cooperativel learning (belajar bersama), simulated hearing (simulasi dengar
pendapat), deep-dialogues and critical thinking (dialog mendalam dan berpikir kritis),
value clarification (klarifikasi nilai), democratic teaching (pembelajaran demokrasi)”.
Dengan demikian pembelajaran ini potensial mengahsilkan “powerful learning”
atau belajar

yang berbobot dan bermakna yang secara pedagogis bercirikan prinsip “meaningful
(bermakna), integrative (terpadu), value-based (berbasis nilai), chalenging
(menantang), activating (mengaktifkan), and joyfull (menyenangkan)”.
Kerangka operasional pedagogis dasar yang digunakan adalah modifikasi langkah strategi
pemecahan masalah dengan langkah-langkah, identifikasi masalah, pemilihan masalah,
pengumpulan data, pembuaatn portofolio, show case, dan refleksi. Sedangkan kemasan
portofolionya mencakup panel sajian/file dokumentasi dikemas dengan menggunakan
sistematika identifikasi dan pemilihan masalah, alternatif kebijakan, usulan kebijakan, dan
rencana tindakan. Sementara itu kegiatan show case didesain sebagai forum dengar pendapat
(simulated public hearing

Anda mungkin juga menyukai