Anda di halaman 1dari 6

NAMA : FITRI RAMADHANI

NIM : 856272862

TUGAS 2

Lakukan: Buat pengajuan

1. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran konstektual


yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya
diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Hakikat
pembelajaran konstruktivistik menurut Brooks & Brooks (1993) adalah pengetahuan
bersifat non-objektif, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Di dalam
konstruktivisme terdapa beberapa bagian lagi, di antaranya adalah empat prinsip
konstruktivistik sosial. Uraikan keempat prinsip tersebut!

Jawaban:

Melihat praktik pendidikan di negara Indonesia, konsep kontruktivistik ini


belum sepenuhnya terwujud, padahal konsep tersebut telah tertuang di dalam
kurikulum KTSP. Fakta lainnya tentang pendidikan di Indonesia adalah di tahun
2006, Program for International Student Assessment (PISA) mengungkapkan
seberapa baik kesiapan seorang peserta didik yang berusia 15 tahun dalam
menghadapi kehidupan, Indonesia menempati peringkat ke-50 dari 57 negara dalam
bidang sains, membaca, dan matematika (Afandi, M., & Badaruddin 2011).
Berbeda dengan konstruktivistik kognitif dimana anak cenderung lebih bebas
mengkonstruk sendiri pengetahuannya dan peran guru hanya sebatas kabur tidak.
Sebaliknya, konstruktivistik sosial yang dipelopori Vygotsky mengedepankan
pengkonstruksian pengetahuan dalam konteks sosial sehingga peran guru menjadi
jelas dalam membantu anak mencapai kemandirian serta bertanggung jawab (Alan
and John 2010).

Menurut (Santrock, 2008 dalam Winataputra 2022) salah satu asumsi penting
dari konstruktivistik sosial adalah situated cognition yaitu ide bahwa pemikiran selalu
ditempatkan (disituasikan) dalam konteks sosial dan fisik, bukan dalam pikiran
seseorang. Konsep situated cognition menyatakan bahwa pengetahuan dilekatkan dan
dihubungkan pada konteks di mana pengetahuan tersebut dikembangkan. Jadi
idealnya, situasi pembelajaran diciptakan semirip mungkin dengan situasi dunia
nyata.Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat empat prinsip konstruktivistik
sosial, antara lain :

1. Pembelajaran Sosial (social learning) Pendekatan pembelajaran yang


dipandang sesuai adalah pembelajaran kooperatif yaitu siswa belajar
melalui interaksi bersama dengan orang dewasa atau teman yang lebih
cakap.
2. Zone of Proximal Development (ZPD) Bahwa siswa akan mempelajari
konsep-konsep dengan baik jika berada dalam ZPD. Siswa bekerja
dalam ZPD jika siswa tidak dapat memecahkan masalah sendiri, tetapi
dapat memecahkan masalah itu setelah mendapat bantuan orang
dewasa atau temannya (peer). Bantuan atau support diberikan agar
siswa mampu mengerjakan tugas atau soal yang lebih tinggi tingkat
kerumitannya daripada tingkat perkembangan kognitif anak.
3. Cognitive Apprenticeship Yaitu proses yang digunakan seorang pelajar
secara bertahap untuk memperoleh keahlian melalui interaksi dengan
ahli, bisa orang dewasa seperti gutu atau teman sebaya yang lebih
pandai. Pengajaran siswa adalah suatu bentuk masa magang/pelatihan.
Awalnya, guru memberi contoh kepada siswa kemudian membantu
murid mengerjakan tugas tersebut. Guru mendorong siswa untuk
melanjutkan tugasnya secara mandiri.
4. Pembelajaran Termediasi (Mediated Learning) Vygostky menekankan
pada scaffolding yaitu bantuan yang diberikan oleh orang lain kepada
anak untuk membantunya mencapai kemandirian. Siswa diberi
masalah yang kompleks, sulit, dan realistik, dan diberi bantuan
secukupnya dalam memecahkan masalah tersebut. Bantuan yang
diberikan dapat berupa petunjuk, peringatan, motivasi, menguraikan
masalah ke dalam bentuk lain yang lebih mudah untuk dipahami.
Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam
upayanya memecahkan permasalahan, yaitu:
 Siswa mencapai keberhasilan dengan baik.
 Siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan.
 Siswa gagal meraih keberhasilan.

Dengan demikian implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam


pendidikan adalah sebagai tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme
adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk
menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi,kurikulum dirancang sedemikian rupa
sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat
dikonstruksi oleh peserta didik., peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat
menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya sehingga guru hanyalah berfungsi
sebagai mediator, fasilitor (Afandi 2011).

2. Proses pembudayaan terjadi dalam bentuk proses enkulturasi (enculturation) dan


proses akulturasi (acculturation). Jelaskan perbedaan proses enkulturasi dan akulturasi
budaya dalam pendidikan anak! Berikanlah contohnya masing-masing!

Jawaban:

1) Enkulturasi
Enkulturasi adalah suatu proses pewarisan tradisi budaya sosial melalui
manusia sebagai makhluk yang bernalar, punya daya refleksi dan intelegasi, belajar
memahami dan mengadaptasi pola pikir, pengetahuan, dan kebudayaan sekelompok
manusia lain. Enkulturasi merupakan bagian dari konsep dinamika kebudayaan
sebagai sebuah proses belajar kebudayaan sendiri (Winataputra, 2022).

Enkulturasi atau pembudayaan adalah suatu proses bagi seorang baik secara
sadar maupun tidak sadar mempelajari seluruh kebudayaan masyarakat. Enkulturasi
berasal dari aspek-aspek pengalaman belajar yang memberi ciri khusus atau yang
membedakan manusia dari makhluk lain dengan menggunakan pengalaman-
pengalaman hidupnya. Proses enkulturasi bersifat komplek dan berlangsung
sepanjang hidup, tetapi proses tersebut berbeda-beda pada berbagai tahap dalam
lingkaran kehidupan seseorang.

Proses enkulturasi sejak kecil sudah di mulai dalam alam pikiran warga suatu
masyarakat, berawal dari orang-orang di dalam lingkungan keluarganya, kemudian
dari teman-teman bermain, dengan berkali-kali meniru tindakannya menjadi suatu
pola yang mantap dan norma yang mengatur tindakannya dibudayakan. proses
pembelajaran ini di mulai sejak kecil hingga akhir hayat. Enkulturasi terjadi secara
agak di paksakan selama awal masa kanak-kanak tetapi ketika mereka bertambah
dewasa akan belajar secara lebih sadar untuk menerima aturan atau menolak nilai-
nilai atau anjuran-anjuran dari masyarakat (Koentjaraningrat. 1987)

Contoh: Andra dari kecil diajarkan mengucapkan salam ketika memasuki


rumah, hal ini dicontohkan oleh orang tua Andra dari sejak dini ketika bertamu
maupun memasuki rumah. Hal ini sudah ditanamkan dalam diri andra sejak andra
mulai mengerti tata krama ketika memasuki rumah maupun bertamu kerumah orang
lain, sehingga seiring bertambahnya usia Andra sudah terbiasa melakukan hal tersebut
dan menjadi pola yang mantap serta menjadi norma yang mengatur tindakan andra
dan dibudayakan dalam kehidupannya.

2) Akulturasi

Kata akulturasi berasal dari bahasa inggris "acculture"yang artinya


menyesuaikan diri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akulturasi adalah
percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling
mempengaruhi atau proses masuknya pengaruh kebudayaan asing dalam suatu
masyarakat, sebagian menyerap secara selektif sedikit atau banyak unsur kebudayaan
asing itu.Akulturasi merupakan adopsi tradisi budaya lain menjadi tradisi budaya kita
(Winataputra, 2022).

Proses akutrurasi biasanya terjadi secara formal melalui pendidikan.


Akulturasi menunjuk pada perubahan yang dialami oleh seseorang akibat kontak
dengan budaya lainnya, sekaligus akibat keikutsertaan dalam proses akulturasi yang
memungkinkan budaya dan kelompok etnis menyesuaikan diri dengan budaya yang
lainnya Perubahan yang terjadi pada individu menunjuk pada diri, sikap, nilai, dan
lainnya tanpa menghilangkan nilai asli.

contoh: Selfy merupakan siswa pindahan dari jakarta, kemudian sekolah di


SD 23 Balik Gunung, awalnnya selfy tidak mengerti budaya, bahasa maupun
kebiasaan masyarakat maupun teman sekolahnya tersebut. Seiring berjalannya waktu
selfy menjadi mengikuti dan paham akan budaya setempat tetapi selfy tidak
melupakan budaya asalnya yaitu budaya yang dari tempat tinggalnya di jakarta.

contoh akulturasi banyak sekali diantaranya adalah masuknya Hindu-Budha


yang mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia. Sebelumnya masyarakat
Indonesia belum mengenal tulisan. Namun dengan masuknya Hindu-Budha, sebagian
masyarakat Indonesia sudah mulai mengenal budaya baca tulis. Beberapa bukti yang
nyata adalah digunakannya bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa dalam kehidupan
sebagian masyarakat Indonesia. Bahasa tersebut terutama digunakan di kalangan
pendeta dan bangsawan kerajaan. Kemudian dilanjutkan dengan penggunaan

3. Pembelajaran SETS tidak hanya memperhatikan isu masyarakat dan lingkungan yang
telah ada dan mengaitkannya dengan unsur lain, tetapi juga pada cara melakukan
sesuatu untuk kepentingan masyarakat dan lingkungan itu yang memungkinkan
kehidupan masyarakat serta kelestarian lingkungan terjaga sementara kepentingan lain
terpenuhi. Uraikan karakteristik pembelajaran SETS!

Jawaban:

Pembelajaran SETS adalah suatu pendekatan dalam proses pembelajaran yang


mengintegrasikan unsur Science, Environment, Technology, and Society. SETS
dalam Bahasa Indonesia disebut sains, Lingkungan, Teknologi dan masyarakat
( SaLingTeMas ), pertama kali diperkenalkan di RESCAM pada tahun 1996, oleh
Achmad Binadja (Winataputra, Udin. 2022). karakteristik pembelajaran SETS adalah:

1) Siswa dibawa ke dalam situasi untuk pemanfaatan konsep sains yang


berbentuk teknologi untuk kepentingan masyarakat.
2) Siswa diminta untuk berpikir tentang berbagai kemungkinan akibat yang
terjadi dalam proses pengalihan (transfer) sains ke dalam bentuk teknologi.
3) Siswa diminta untuk menjelaskan keterhubungan antara unsur sains yang
dipelajari dengan unsur-unsur lain dalam SETS yang mempengaruhi
berbagai keterkaitan antar unsur tersebut. d.Siswa dibawa untuk
mempertimbangkan manfaat atau kerugian dari penggunaan konsep sains
tersebut apabila diubah dalam bentuk teknologi.

4. Secara konstitusional sesungguhnya pendidikan demokrasi dan HAM sudah ada sejak
tahun 1945 yang ditujukan unuk “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Menurut Gandal
dan Finn (1992) terutama di Negara berkembang, Pendidikan demokrasi sering
dianggap taken for granted and ignored yaitu dianggap sebagai hal yang akan terjadi
dengan sendirinya atau malah dilupakan. Apabila dalam program pendidikan, terdapat
beberapa tuntutan terhadap paradigma baru terkait dengan demokrasi dan HAM.
Uraikan tuntutan paradigma baru dalam program pendidikan tersebut!

1) Memberikan perhatian yang cermat dan usaha yang sungguh-sungguh pada


pengembangan pengertian tentang the root and branches of democratis
ideas.yakni hakikat dan karakteristik aneka ragam demokrasi, bukan hanya
yang berkembang di indonesia.
2) Mengembangkan kurikulum atau paket pendidikan yang sengaja dirancang
untuk memfasilitasi siswa agar mampu mengekplorasiyakni bagaimana cita-
cita demokrasi telah diterjemahkan dalam kelembagaan dan
praktikdiberbhagai belahan bumi dan dalam berbagai kurun waktu.
3) Tersedianya sumber belajar yang memungkinkan siswa mampu
mengeksplorasi sejarah demokrasi dinegaranya untuk dapat menjawab
persoalan apakah kekuatan dan kelemahan demokrasi yang diterapkannya
dinegara itu secara jernih.
4) Tersedianya sumber belajar yang dapat memfasilitasi siwa untuk memahami
penerapan demograsi dinegara lain sehingga mereka memiliki wawasan yang
luas tentang ragam ide dan sistem demograsi dalam berbagai konteks
5) Dikembangkan kelas sebagai democratic laboratory, lingkungan
sekolah/kampus sebagai micro cosmos of democracy, dan masyarakat luas
sebagai open global classroom yang memungkinkan siswa dapat belajar
demograsi dalam situasi berdemograsi dan untuk tujusn melatih diri sebagai
warga negara yang demogratis atau learning demogracy, in demogracy, and
for demogracy (Winataputra, Udin. 2022)

5. Secara keilmuan, pendidikan demokrasi dan HAM merupakan bagian integral dari
pendidikan kewarganegaraan, yang pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan
individu menjadi warga negara yang cerdas dan baik. Salah satu model yang
digunakan adalah PKKBI. PKKBI membelajarkan siswa memiliki kepekaan sosial
dan memahami permasalahan yang terjadi dilingkungan secara cerdas. Uraikan
karakteristik substansif dan psikopedagogis PKKBI!

 Bergerak dalam konteks substansif dari sosio-kultural kebijakan


publik sebagai salah satu koridor demokrasi yang berfungsi sebagai
wahana interaksi warga negara dengan negara dalam melaksanakan
hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya sebagai warga negara
Indonesia yang cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab, yang
secara kurikuler dan pedagogis merupakan misi utama pendidikan
kewarganegaraan.
 Menerapkan model portofolio-based learning atau “model belajar
yang berbasis pengalaman utuh peserta didik” dan potofolio-assisted
assesment atau ”penilaian berbantuan hasil belajar utuh peserta didik”
yang dirancang dalam desain pembelajaran yang memadukan secara
sinergis model-model social problem solving (pemecahan masalah),
social inquiry (penelitian sosial), social involement (perlibatan
sosial), cooperativel learning (belajar bersama), simulated hearing
(simulasi dengar pendapat), deep-dialogues and critical thinking
(dialog mendalam dan berpikir kritis), value clarification (klarifikasi
nilai), democratic teaching (pembelajaran demokrasi)”. Dengan
demikian pembelajaran ini potensial mengahsilkan “powerful
learning” atau belajar yang berbobot dan bermakna yang secara
pedagogis bercirikan prinsip “meaningful (bermakna), integrative
(terpadu), value-based (berbasis nilai), chalenging (menantang),
activating (mengaktifkan), and joyfull (menyenangkan)”.
 Kerangka operasional pedagogis dasar yang digunakan adalah
modifikasi langkah strategi pemecahan masalah dengan langkah-
langkah, identifikasi masalah, pemilihan masalah, pengumpulan data,
pembuaatn portofolio, show case, dan refleksi. Sedangkan kemasan
portofolionya mencakup panel sajian/file dokumentasi dikemas
dengan menggunakan sistematika identifikasi dan pemilihan masalah,
alternatif kebijakan, usulan kebijakan, dan rencana tindakan.
Sementara itu kegiatan show case didesain sebagai forum dengar
pendapat (simulated public hearing), (Alan Pritchard and John
Woollard 2010).

Referensi:

1. Afandi, M., & Badaruddin. (2011). Perencanaan Pembelajaran di Sekolah dengan


Memasukkan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Bandung: ALFABETA.
2. Alan Pritchard and John Woollard. (2010). Psychology for the Classroom:
Constructivism and Social Learning. New York: Routledge
3. Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: UI Press.
4. Winataputra, Udin. 2022. Pembaruan dalam Pembelajaran Di SD.Uiversitas Terbuka

Anda mungkin juga menyukai