NIM : 858794538
TUGAS TUTORIAL II
1. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu
bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Hakikat pembelajaran
konstruktivistik menurut Brooks & Brooks (1993) adalah pengetahuan bersifat non-
objektif, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Di dalam konstruktivisme
terdapa beberapa bagian lagi, di antaranya adalah empat prinsip konstruktivistik sosial.
Uraikan keempat prinsip tersebut!
Jawab :
Menurut Vygotsky dalam Slavin (2008) ada empat prinsip konstruktivistik sosial:
3) Cognitive Apprenticeship
Yaitu proses yang digunakan seorang pelajar untuk secara bertahap memperoleh
keahlian melalui interaksi dengan pakar, bisa orang dewasa atau teman yang lebih
tua/lebih pandai. Pengajaran siswa adalah suatu bentuk masa magang/pelatihan.
Awalnya, guru memberi contoh kepada siswa kemudian membantu murid
mengerjakan tugas tersebut. Guru mendorong siswa untuk melanjutkan tugasnya
secara mandiri.
4) Pembelajaran Termediasi (Mediated Learning)
Vygostky menekankan pada scaffolding yaitu bantuan yang diberikan oleh orang
lain kepada anak untuk membantunya mencapai kemandirian. Siswa diberi
masalah yang kompleks, sulit, dan realistik, dan kemudian diberi bantuan
secukupnya dalam memecahkan masalah siswa. Bantuan yang diberikan guru dapat
berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain
yang memungkinkan siswa dapat mandiri. Vygotsky mengemukakan tiga kategori
pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu:
• Siswa mencapai keberhasilan dengan baik.
• Siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan.
• Siswa gagal meraih keberhasilan.
Sumber : https://bambangdibyo.wordpress.com/2013/03/16/teori-belajar-
dan-pembelajaran-konstruktivistik-dan-implikasinya-dalam-setting-bimbingan-
konseling/
2. Proses pembudayaan terjadi dalam bentuk proses enkulturasi (enculturation) dan proses
akulturasi (acculturation). Jelaskan perbedaan proses enkulturasi dan akulturasi budaya
dalam pendidikan anak! Berikanlah contohnya masing-masing!
Jawab :
Enkulturasi adalah suatu proses sosial yang dilakukan oleh seorang individu
dalam mempelajari dan menyesuai kan pikiran serta sikapnya dengan adat istiadat, sistem
norma, tata sosial, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaan nya. Prosesnya
dimulai oleh seseorang sejak ia masih kecil di dalam lingkungan keluarga, tetangga, sudara,
teman sepermainan atau di bahkan di dalam sekolah. Terjadinya enkulturasi seringkali
dimulai dari kegiatan belajar dengan meniru, kemudian dari tindakan meniru tersebut dapat
diinternalisasikan atau di masukan dalam kepribadiannya. Dengan proses yang dilakukan
berkali-kali, tindakan seseorang menjadi suatu pola bahkan norma.
Contoh enkulturasi dalam pendidikan misalnya saja ketika siswa sejak kecil sudah
terbiasa untuk mendapatkan pendidikan mengenal pancasila, sebagai ideologi atau
landasan negara yang tidak dapat diganggu gugat. Pengenalan ini kemudian diterapkan
terus menerus dalam kehidupan, hingga akhirnya anak tersebut benar-benar mengenal
ideologi bangsa bahkan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung didalamnya sehingga
kebiasaan disiplin, bertanggung jawab, hidup rukun bahkan semangat nasionalisme sudah
terbawa hingga ia dewasa.
Sedangkan Akulturasi (acculturation) adalah perpaduan dua buah budaya yang
menghasilkan budaya baru tanpa menghilangkan unsur-unsur asli dalam budaya tersebut.
Misalnya. proses percampuran dua budaya atau lebih yang saling bertemu dan saling
memengaruhi.
Dalam bidang pendidikan sendiri, contoh akulturasi banyak sekali diantaranya adalah
masuknya Hindu-Budha yang mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia.
Sebelumnya masyarakat Indonesia belum mengenal tulisan. Namun dengan masuknya
Hindu-Budha, sebagian masyarakat Indonesia sudah mulai mengenal budaya baca tulis.
Beberapa bukti yang nyata adalah digunakannya bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa
dalam kehidupan sebagian masyarakat Indonesia. Bahasa tersebut terutama digunakan di
kalangan pendeta dan bangsawan kerajaan. Kemudian dilanjutkan dengan penggunaan
bahasa Kawi, bahasa Jawa Kuno, dan bahasa Bali Kuno yang merupakan turunan dari
bahasa Sansekerta. Juga terbukti dengan adanya sistem pendidikan berasrama (ashram)
dan didirikan sekolah-sekolah khusus untuk mempelajari agama Hindu-Budha. Sistem
pendidikan tersebut kemudian diadaptasi dan dikembangkan sebagai sistem pendidikan
yang banyak diterapkan di berbagai kerajaan di Indonesia bahkan hingga di era modern
seperti saat ini
Sumber : http://bknpsikologi.blogspot.com/2010/11/akulturasi-dan-enkulturasi.html
3. Pembelajaran SETS tidak hanya memperhatikan isu masyarakat dan lingkungan yang telah
ada dan mengaitkannya dengan unsur lain, tetapi juga pada cara melakukan sesuatu untuk
kepentingan masyarakat dan lingkungan itu yang memungkinkan kehidupan masyarakat
serta kelestarian lingkungan terjaga sementara kepentingan lain terpenuhi. Uraikan
karakteristik pembelajaran SETS!
Jawab :
Menurut Rusmansyah (2003) dalam Aisyah (2007), pendekatan SETS dilandasi oleh tiga
hal penting yaitu:
1) Adanya keterkaitan yang erat antara sains, teknologi dan masyarakat.
2) Proses belajar-mengajar menganut pandangan konstruktivisme, yang pada
pokoknya menggambarkan bahwa anak membentuk atau membangun
pengetahuannya melalui interaksinya dengan lingkungan.
3) Dalam pengajarannya terkandung lima ranah, yang terdiri atas ranah pengetahuan,
ranah sikap, ranah proses sains, ranah kreativitas, dan ranah hubungan dan aplikasi.
5. Secara keilmuan, pendidikan demokrasi dan HAM merupakan bagian integral dari
pendidikan kewarganegaraan, yang pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan
individu menjadi warga negara yang cerdas dan baik. Salah satu model yang digunakan
adalah PKKBI. PKKBI membelajarkan siswa memiliki kepekaan sosial dan memahami
permasalahan yang terjadi dilingkungan secara cerdas. Uraikan karakteristik substansif dan
psikopedagogis PKKBI!
Jawab :
Model pembelajaran “Praktik-Belajar Kewarganegaraan ... Kami Bangsa Indonesia”
(PKKBI) yang memiliki karakteristik substantif dan psikopedagogis bergerak dalam
konteks substantif dan sosial kultural kebijakan publik sebagai salah satu koridor
demokrasi yang berfungsi sebagai wahana interaksi warga negara dengan negara dalam
melaksanakan hak, kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai warga negara Indonesia
yang cerdas, partisipatif dan bertanggungjawab, yang secara kurikuler dan pendagogis
merupakan misi utama pendidikan kewarganegaraan.