Anda di halaman 1dari 2

Masalah 1 :

Bahmueller (1996) mengemukakan bahwa ada 3 faktor yang dapat


mempengaruhi penegakkan demokrasi konstitusional di suatu negara, yakni
faktor ekonomi, faktor sosial politik, serta faktor budaya kewarganegaraan dan
akar sejarah.
1. Faktor Ekonomi.
Tingkat pertumbuhan ekonomi menunjukan faktor yang sangat penting dalam
pelaksanaan demokrasi di negara tertentu. Hal ini tidak berarti bahwa negara-
negara miskin tidak dapat menerapkan demokrasi atau negara kaya akan selau
demokratis. Kekayaan bukalah indikator suatu neegara demokratis. Pengalaman
sejarah menunjukan bahwa negara yang kuat ekonominya justru negara-negara
otoriter dan sebaliknya.
2. Faktor Sosial Politik.
Faktor penting yang berkaitan dengan pembangunan demokrasi suatu
negara dan mungkin sering diabaikan adalah masalah perasaan kesatuan
nasional atau identitas bangsa. Namun, perasaan naionalisme dalam konstek ini
bukanlah nasionalisme sempit atau berlebihan sebagaimana pernah dialami oleh
Nazi Jerman dan Fascis Italia. Semangat kebangsaan dan bernergara dari setiap
individu dalam suatu negara untuk menegakkan pemerintahan sendiri dan
menjalankan demokrasi. Salah satu kesulitan hidup berdemokrasi adalah ketika
terdapatnya masyarakat yang secara etnis terpisah-pisah dalam friksi-friksi
golongan.
3. Faktor Budaya Kewarganegaraan dan Akar Sejarah.
Akar budaya suatu bangsa kewarganegaraan suatu bangsa ternyata dapat
memberikan konstribusi yang besar terhadap pembentukan dan pembangunan
masayarakat demokratis. Buhmeller (1996) mengungakapkan dari hasil temuan
Rober Punam. Dari penelitiannya menyimpilkan bahwa daerah-daerah yang
memiliki tradisi kuat dalam nilai-nilai kewarganegaraan menunjukkan tingkat
efektifitas paling tinggi dalam upaya pembangunan demokrasi.

Bahmuller (1997: 221) menjelaskan bahwa perkembangan demokrasi


tergantung oleh sejumlah faktor yang menentukan, yang salah satunya adalah
civic culture. Ditambahkan oleh Winataputra dan Budimansyah (2007: 220)
bahwa civic culture merupakan budaya yang menopang kewarganegaraan yang
berisikan : a set of ideas that can be embodied effectively in cultural
representations for the purpuse of shaing civic identities. Sementara Almond dan
Verba (1990: 37) menegaskan, civic culture merupakan mata rantai penghubung
antara mikro dan makro politik.
Dalam konteks ke-identitas-an, hubungan antara proses pembentukan identitas
bangsa dengan budaya kewarganegaraan, menunjukkan interelasinya secara
mutualis. Dalam tataran makro (political culture), proses pembentukan identitas
bangsa yang demokratis sebagai impact dari integrasi yang integrated pluralism
dapat memberikan suasana kondusif bagi penumbuhan civic culture; dan
sebaliknya dalam tataran mikro, melalui civic culture identitas individu yang
terikat dengan communitarian culture dapat menempatkan diri dan
berkesesuaian secara harmoni dengan political culture dalam nation-state,
dimana individu sebagai warga negara berada.

This study source was downloaded by 100000826598513 from CourseHero.com on 11-01-2022 12:37:40 GMT -05:00

https://www.coursehero.com/file/60594555/DISKUSI-5docx/
Masalah 2 :
Bila ditampilkan dalam wujud program pendidikan, paradigma baru ini menuntut
hal-hal sebagai berikut (Gandal dan Finn, 1992; Bahmuller, 1996; Winataputra;
1999): Pertama, memberikan perhatian yang cermat dan usaha yang sungguh-
sungguh pada pengembangan pengertian tentang hakikat dan karakteristik
aneka ragam demokrasi, bukan hanya yang berkembang di Indonesia. Kedua,
mengembangkan kurikulum atau paket pendidikan yang sengaja dirancang
untuk memfasilitasi siswa agar mampu mengeksplorasi bagaimana cita-cita
demokrasi telah diterjemahkan ke dalam kelembagaan dan praktek di berbagai
belahan bumi dan dalam berbagai kurun waktu. Ketiga, tersedianya sumber
belajar yang memungkinkan siswa mampu mengeksplorasi sejarah demokrasi di
negaranya untuk dapat menjawab persoalan apakah kekuatan dan kelemahan
demokrasi yang diterapkan di negaranya itu secara jernih. Keempat, tersedianya
sumber belajar yang dapat memfasilitasi siswa untuk memahami penerapan
demokrasi di negara lain sehingga mereka memiliki wawasan yang luas tentang
ragam ide dan sistem demokrasi dalam berbagai konteks. Kelima,
dikembangkannya kelas sebagai democratic laboratory, lingkungan
sekolah/kampus sebagai micro cosmos of democracy, dan masyarakat luas
sebagai open global classroom yang memungkinkan siswa dapat belajar
demokrasi dalam situasi berdemokrasi, dan untuk tujuan melatih diri sebagai
warganegara yang demokratis atau learning democracy, in democracy, and for
democracy.

This study source was downloaded by 100000826598513 from CourseHero.com on 11-01-2022 12:37:40 GMT -05:00

https://www.coursehero.com/file/60594555/DISKUSI-5docx/
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Anda mungkin juga menyukai